Delayed Puberty-1.docx

  • Uploaded by: Endrianus Jaya Putra
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Delayed Puberty-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,845
  • Pages: 35
Kepada :

Laporan Kasus 29 Oktober 2015

Pubertas Terlambat Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 1

Oleh : Dr. Sri Kesuma Astuti

Pembimbing : Dr. Aditiawati, SpA(K) Moderator : Prof. Dr.Rusdi Ismail, SpA(K) Penilai : Dr. Hasri Salwan, SpA(K) DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRI/ RSMH PALEMBANG 2015

PENDAHULUAN Pubertas merupakan salah satu tahap dalam proses tumbuh kembang, yaitu tahap peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Tahap peralihan ini ditandai dengan munculnya ciri-ciri seksual sekunder dan adanya perubahan-perubahan fisik yang mencolok. Tanda awal pubertas pada perempuan ditandai dengan pertumbuhan payudara dan pada lakilaki ditandai dengan pembesaran testis. Usia awitan pubertas pada perempuan terjadi pada usia 8-13 tahun dan laki-laki berkisar antara 9-14 tahun. Tidak terlihatnya tanda awal pubertas pada usia 13 tahun pada anak perempuan dan pada usia 14 tahun pada anak laki-laki dikatakan sebagai pubertas terlambat. 1,2,3,4 Insidens dan prevalensi pasti pubertas terlambat belum diketahui. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kasus pubertas terlambat pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Constitutional delay of growth and puberty (CDGP) merupakan penyebab tersering pubertas terlambat. Salah satu penelitian tentang pubertas terlambat menyatakan sekitar 53% kasus pubertas terlambat disebabkan oleh CDGP. Di Indonesia juga belum ada data mengenai insidens dan prevalensi pubertas terlambat.4,5 Secara garis besar penyebab dasar pubertas terlambat adalah gangguan sekresi hormon seks steroid. Gangguan sekresi hormon seks steroid disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor genetik, faktor adanya penyakit yang mendasari (penyakit-penyakit kronis seperti diabetes, malnutrisi) atau karena adanya kelainan anatomi pada tingkat hipothalamus, hipofisis atau kelainan langsung pada gonad yang mengakibatkan inadekuat sekresi hormon seks steroid. Berdasarkan etiologi ini secara garis besar pubertas terlambat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu constitusional delay of growth and puberty, hipogonadotropik hipogonadisme dan hipergonadotropik hipogonadisme.1,6,7 Pubertas terlambat merupakan salah satu masalah penting dalam proses tumbuh kembang anak. Seperti diketahui bahwa pada masa pubertas terjadi perubahan-perubahan fisik yang mencolok dan munculnya karakteristik seks sekunder. Jika tidak didiagnosis dan ditatalaksana, maka penderita dengan pubertas terlambat akan memperlihatkan gambaran fisik seperti anak-anak dan tidak tampak tanda-tanda seks sekunder serta dengan perawakan pendek. Keadaan ini dapat mempengarui penderita secara psikologis. Selain itu point penting lainnya adalah kematangan seksual yang sangat diperlukan untuk tercapainya kemampuan berreproduksi (fertilitas). Untuk itu tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk memberikan 1

pengetahuan kepada kita mengenai kasus pubertas terlambat, sehingga dapat mengenali, mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang optimal. Sehingga diharapkan dapat memberikan outcome yang lebih baik pada penderita pubertas terlambat.1,4

2

KASUS I. DATA DASAR IDENTITAS PENDERITA Seorang anak perempuan, usia 14 tahun 10 bulan, berat badan 33 kg, panjang badan 145 cm, tempat tinggal dalam kota (Ilir Timur II Palembang). ANAMNESIS ( alloanamnesis dan autoanamnesis )  Keluhan utama : Payudara belum tumbuh  Keluhan tambahan : Tinggi badan pendek  Riwayat Perjalanan Penyakit Pada saat penderita dirawat di RSMH dengan ketoasidosis diabetikum, dari pemeriksaan fisik ditemukan kalau payudara penderita belum tumbuh, rambut kemaluan dan ketiak penderita juga belum tumbuh. Ibu penderita telah menyadari kalau anaknya belum tumbuh payudara, namun ibu penderita tidak pernah membawa anaknya ke dokter untuk menanyakan hal tersebut. Menurut ibunya penderita tidak pernah mengeluhkan masalah belum tumbuh payudara. Penderita juga tidak pernah mengeluhkan tinggi badannya yang terlihat lebih pendek dibandingkan teman-teman seusianya. Saat ini penderita tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada keluhan muntah, tidak ada keluhan mata kabur. Penderita telah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1 sejak 5 tahun yang lalu, penderita datang kontrol teratur ke poliklinik endokrinologi anak, tetapi penderita kadang-kadang tidak teratur menyuntikan insulin. Penderita tercatat sudah dirawat sebanyak 9 kali karena ketoasidosis.

Riwayat penyakit dahulu Riwayat trauma kepala disangkal Riwayat kejang sebelumnya disangkal Riwayat mendapat kemoterapi atau radioterapi disangkal

3

Riwayat Keluarga Ibu menarke saat usia 13 tahun. Menurut ayah penderita tinggi badan ayahnya semasa remaja sama seperti teman-teman sebayanya. Ayuk kandung penderita tumbuh payudara usia 12 tahun, namun belum menstruasi sampai sekarang usia 16 tahun. Riwayat kehamilan dan persalinan Penderita adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Selama hamil, ibu sehat dan rajin kontrol kehamilan ke bidan. Penderita lahir spontan di klinik, cukup bulan, ditolong bidan, lahir langsung menangis dengan berat lahir 2900 gram dan panjang lahir 48 cm. Pada saat bersalin tidak didapatkan riwayat ibu demam, tidak ada riwayat ketuban pecah dini, dan ketuban yang kental, berwarna hijau, dan bau. Saat dan setelah lahir penderita tidak tampak sesak, biru, kuning, atau mengalami kelainan lainnya. Kesan: Riwayat kelahiran dan persalinan dalam batas normal. Riwayat imunisasi Vaksin

I

II

III

BCG

√ Skar (+)

DPT







POLIO







HEPATITIS B







CAMPAK



IV



Tidak ada KMS atau buku catatan imunisasi penderita. Menurut ibu, penderita mendapat semua imunisasi yang diwajibkan pemerintah yaitu imunisasi BCG (skar +), imunisasi DPT, Hepatitis B, Polio dan Campak. Tetapi penderita tidak mendapatkan imunisasi ulangan untuk DPT, Polio, Campak dan belum pernah mendapatkan imunisasi HiB, MMR, thypoid, influenza, varisela, Hepatitis A. Kesan: Imunisasi dasar PPI lengkap, imunisasi dasar non PPI dan imunisasi ulangan tidak lengkap Riwayat nutrisi Penderita mendapat ASI sejak lahir hingga usia 2 tahun. Penderita makan bubur susu dan bubur nasi saat usia 6 bulan hingga usia 1 tahun. Penderita mulai makan nasi biasa sejak usia 1 tahun. Penderita selalu sarapan pagi, penderita biasanya sarapan pagi dengan nasi 4

gemuk, lontong, tekwan 1 porsi. Penderita teratur makan siang dan malam, Penderita makan makanan sesuai menu keluarga. Biasanya penderita makan nasi 1/2 piring besar dengan lauk telur 1 butir atau tempe/tahu 1 potong besar, ikan laut 1 potong seminggu 2-3 kali, ayam 1 potong sebulan 1-2 kali. Sayur kangkung, bayam atau kacang panjang sebanyak 1-2 sendok makan sekali makan. Penderita jarang makan buah, penderita jarang makan snack diantara waktu makan, penderita juga jarang minum susu. Kesan: asupan makanan kurang secara kuantitas dan kualitas. Riwayat tumbuh kembang Pertumbuhan Penderita lahir dengan berat badan lahir 2900 gram, saat pertama terdiagnosis diabetes mellitus usia 8 tahun 5 bulan, berat badan penderita 23 kg dan tinggi badan 123 cm. Sejak terdiagnosis diabetes mellitus, perawakan penderita selalu lebih kurus dan lebih pendek dibandingan dengan teman-teman seusianya. Kesan: pertumbuhan penderita normal Perkembangan Perkembangan pasien sebelum sakit tampak sesuai dengan teman-teman seusianya. Penderita dapat tengkurap sendiri usia 4 bulan, duduk usia 7 bulan, berdiri usia 1 tahun, dan berjalan sendiri pada usia 1 tahun 2 bulan. Penderita saat ini duduk di kelas 2 Sekolah menengah pertama dan penderita pernah tinggal kelas saat duduk di kelas 2 SD, menurut penderita saat itu penderita jarang masuk sekolah karena sering sakit. Penderita mempunyai banyak teman di sekolah dan di rumah. Penderita dapat berinteraksi dengan baik dengan teman-teman. Ibu guru dan sebagian teman-teman penderita mengetahui kalau penderita menderita diabetes mellitus. Kesan: perkembangan penderita normal. Riwayat sosial ekonomi Ayah penderita berusia 39 tahun, tamat SMEA, dan bekerja sebagai buruh harian. Ibu berusia 38 tahun, tamat SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan penderita merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penderita berobat menggunakan fasilitas BPJS. Penghasilan keluarga berkisar Rp 2.000.000,- per bulan. Kesan: sosial ekonomi kurang. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran

: E4M6V5

Tekanan darah

: 110/70 mmHg 5

Sistoli

Diastoli

50th

k 106

k 63

90th

119

77

95th

123

81

th

130

88

99 Nadi

: 86 kali/menit (isi dan tegangan cukup)

Capillary refill time

: < 2 detik

Pernapasan

: 24 kali/menit (reguler)

Suhu aksila

: 36,70 C

Anemis

: tidak ada

Dispnue

: tidak ada

Ikterik

: tidak ada

Sianosis

: tidak ada

Skala nyeri

:0

Berat badan

: 33 Kg

Tinggi badan

: 145 cm

Segmen bawah

: 71 cm

Proporsi tubuh

: 1,04

Rentang lengan

: 142 cm

TB ayah

: 172 cm

TB ibu

: 155 cm

Mid parental height

: 157 cm

proporsional

Potensi tinggi genetik : 148,5 cm - 165,5 cm Prediksi tinggi dewasa : 149-150 cm Status gizi

: BB/U TB/U

= 33/51

= 64,7 %

= 145/161 = 90 %,

TB dibawah persentil 3 perawakan pendek BB/TB

= 33/37

= 89 % ( gizi kurang)

Pemeriksaan fisik per sistem Kulit Kulit sawo matang. Tidak terdapat pteki, purpura dan ekimosis di kulit muka, tangan, dada, abdomen dan kaki. Kepala 6

Ukuran Rambut Mata

: Normosefali (52cm) menurut kurva Nellhauss, deformitas tidak ada. : Tidak kemerahan, tidak mudah dicabut : Konjungtiva pucat tidak ada, sklera tidak ikterik, perdarahan subkonjungtiva tidak ada, pupil bulat isokor 3/3 mm, refleks cahaya ada,

Hidung Telinga Mulut

sekret tidak ada. Gerakan bola mata baik ke segala arah. : Napas cuping hidung tidak ada, anosmia tidak ada. : Bentuk normal, nyeri tekan tragus tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening retroaurikular tidak ada, tidak terdapat serumen, : Arkus faring simetris, arkus palatum tidak tinggi, faring tidak hiperemis,

tonsil ukuran T1-T1, tidak hiperemis, sianosis sirkumoral tidak ada. Gigi : Higiene oral baik, tidak terdapat karies dentis, gusi tidak bengkak. Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher, tekanan vena jugularis tidak meningkat. Webbed neck tidak ada, tidak ada goiter. Ketiak Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening di ketiak. Rambut aksila belum tumbuh. Dada Bentuk dada normal, simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak terdapat retraksi, tidak terdapat iga gambang. Jantung Inspeksi : Iktus tidak terlihat. Palpasi : Iktus tidak teraba, thrill tidak teraba. Perkusi : Batas kanan atas : sela iga II garis parasternalis kanan. Batas kanan bawah : sela iga IV garis parasternalis kiri. Batas kiri atas : sela iga II garis parasternalis kiri. Batas kiri bawah : sela iga IV garis midklavikularis kiri. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak ada bising dan suara derap. Kesan: pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Simetris, tidak ada gerak tertinggal, tidak terdapat retraksi. : Simetris, tidak ada gerak tertinggal. : Sonor pada kedua lapang paru. : Bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, tidak terdapat bunyi napas tambahan. Kesan: pemeriksaan paru dalam batas normal. Abdomen Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada. Palpasi : Lemas, turgor kulit normal, Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba. Perkusi : Timpani. Auskultasi : Bising usus terdengar tiap 10-30 detik. Kesan: pemeriksaan abdomen dalam batas normal Punggung Deformitas tidak ada Genitalia Perempuan Status pubertas : M1P1A1 7

Vagina normal: labia mayora (+), labia minora (+), klitoris (+), lubang vagina (+)

Ekstremitas Akral teraba hangat, tidak terdapat akral pucat. Cubitus valgus tidak ada. Status neurologis Pemeriksaan

Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Luas

Luas

Luas

Luas

Kekuatan

5

5

5

5

Tonus

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Eutoni

Klonus

-

-

Tidak ada

Tidak ada

Refleks fisiologi Normal

Normal

Normal

Normal

Refleks patologi

-

Tidak ada

Tidak ada

-

Tanda rangsang meningeal tidak ada Kesan: pemeriksaan neurologis dalam batas normal.

II. RINGKASAN DATA DASAR Seorang anak perempuan, usia 14 tahun 10 bulan, bertempat tinggal di dalam kota. Datang ke bagian IKA RSMH dengan keluhan utama payudara belum tumbuh dan tinggi badan pendek. Pada saat penderita dirawat di RSMH dengan ketoasidosis diabetikum, dari pemeriksaan fisik ditemukan kalau payudara penderita belum tumbuh, rambut kemaluan dan ketiak penderita juga belum tumbuh. Ibu penderita telah menyadari kalau anaknya belum tumbuh payudara, namun ibu penderita tidak pernah membawa anaknya ke dokter untuk menanyakan hal tersebut. Saat ini penderita tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada keluhan mata kabur. Penderita telah dirawat 9 kali karena KAD

8

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran E4M6V5, tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 86 kali/menit (isi dan tegangan cukup), respirasi 24 kali/menit (reguler), suhu 36,70 C, capillary refill time kurang dari 2 detik. Dari pemeriksaan status gizi didapatkan kesan gizi kurang. Keadaan spesifik: Kepala: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. Hidung anosmia tidak ada. Arkus palatum tidak tinggi. Ketiak : rambut aksila belum tumbuh. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher, Webbed neck tidak ada. Dada: Bentuk dada normal, simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak terdapat retraksi, tidak terdapat iga gambang. Jantung: dalam batas normal. Paru: dalam batas normal. Abdomen: dalam batas normal. Genitalia: vagina normal. Status pubertas M1P1A1. Ekstremitas: Akral teraba hangat, cubitus valgus tidak ada. Status neurologis: dalam batas normal. ANALISIS AWAL Berdasarkan data diatas, penderita didiagnosis dengan pubertas terlambat karena pada pemeriksaan fisik didapatkan status pubertas penderita M1P1A1 pada penderita yang telah berusia 14 tahun. Evaluasi diagnostik penderita pubertas terlambat dimulai dengan anamnesis untuk mencari etiologi pubertas terlambat, seperti

faktor genetik dengan menanyakan

riwayat pubertas pada keluarga, faktor penyakit kronis yang mendasari dengan menanyakan riwayat nutrisi, anamnesis gejala-gejala penyakit yang dapat mengarahkan ke suatu penyakit kronis tertentu, menanyakan riwayat penyakit yang telah diderita. Dari pemeriksaan fisik kita tentukan status pubertas dengan mengunakan kriteria Marshall dan Tanner. Dari pemeriksaan fisik kita juga mencari stigmata dismorfik yang mengarahkan kita kepada sindroma tertentu yang dapat menyebabkan pubertas terlambat. Kemudian dari pemeriksaan penunjang kita melakukan pemeriksaan kadar hormon gonadotropin (LH dan FSH) serta kadar hormon seks steroid yaitu estrogen atau testosteron. Dari pemeriksaan hormonal ini kita dapat memprediksi etiologi pubertas terlambat apakah suatu CDGP atau tipe hipogonadotropik hipogonadisme atau tipe hipergonadotropik hipogonadisme. Pemeriksaan penunjang lain yang menbantu

kita menegakkan etiologi

pubertas terlambat adalah bone age dan USG genitalia interna. Dari anamesis diketahui penderita telah 5 tahun menderita DM tipe 1 dan telah 9 kali dirawat dengan KAD sehingga perlu dilakukan pemeriksan HbA1c untuk melihat kontrol metabolik pada penderita ini. Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan penderita dengan perawakan pendek sehingga dilakukan eksplorasi juga terhadap penyebab perawakan pendek pada penderita dengan melakukan plot kurva pertumbuhan, menghitung potensi tinggi genetik, menghitung tinggi duduk dan rentang lengan, anamnesis dan pemeriksaan fisik tanda-tanda penyakit sistemik, sindroma tertentu, melakukan pemeriksaan fungsi tiroid dan bone age. 9

DAFTAR MASALAH 1. 2. 3. 4.

Pubertas terlambat Perawakan pendek Diabetes mellitus tipe 1 dengan metabolik kontrol yang buruk Gizi kurang.

DIAGNOSIS BANDING : Pubertas

terlambat

ec

constitutional

delay

of

growth

and

puberty

dd/

hipogonadotropik hipogonadisme dd/ hipergonadotropik hipogonadisme + DM tipe 1 + perawakan pendek + gizi kurang DIAGNOSIS KERJA : Pubertas terlambat ec hipogonadotropik hipogonadisme + diabetes metabolik tipe 1 + perawakan pendek + gizi kurang TATALAKSANA AWAL 1.

Pubertas terlambat Rencana diagnostik

:

- FSH, LH, estradiol - USG genitalia interna - Bone age Rencana pengobatan

:

Induksi pubertas dengan ethynil estradiol Konseling psikologis Rencana edukasi : Penjelasan kepada penderita dan orang tua mengenai pubertas terlambat, rencana pemeriksaan yang akan dilakukan, serta pengobatan yang akan diberikan. Penjelasan mengenai komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan dan prognosis penyakit. 2.

Perawakan pendek 10

Rencana diagnostik

:

-

Plot kurva pertumbuhan Hitung potensi tinggi genetik Anamnesis dan pemeriksaan fisik tanda-tanda penyakit sistemik, sindroma

-

tertentu, tinggi duduks dan rentang lengan TSH fT4 Bone age

Rencana pengobatan : Sesuai etiologi Monitoring pertumbuhan Rencana edukasi : Penjelasan kepada penderita dan orang tua mengenai perawakan pendek, penyebab perawakan pendek pada penderita, penjelasan mengenai tidak perlunya pengobatan khusus untuk perawakan pendek pada penderita, tetapi diperlukan monitoring pertumbuhan. 3.

Diabetes mellitus tipe 1 dengan metabolik kontrol yang buruk : Rencana diagnostik

:

HbA1c Pemeriksaan fungsi ginjal, mikroalbuminuria Konsul mata Rencana pengobatan : Insulin rapid acting 6-6-6 iu Detemir 7 iu Rencana edukasi : Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarga tentang pentingnya berobat teratur dan memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat Memberikan penjelasan kepada orang tua komplikasi dari kontrol metabolik yang buruk pada penderita DM tipe 1 terutama terhadap perkembangan pubertas.

11

4 . Gizi kurang Rencana diagnostik

:

Analisis diet Rencana pengobatan : Tatalaksana gizi kurang sesuai dengan asuhan nutrisi pediatrik dengan memberikan diet 2200 kkal dalam bentuk nasi biasa 3x1 porsi, snack 3xsehari Rencana edukasi : Menjelaskan kepada orang tua mengenai gizi kurang serta asuhan nutrisi yang akan diberikan. CATATAN PERAWATAN PENDERITA Juli 2015 M Pubertas terlambat DM tipe 1 Perawakan pendek Gizi kurang S Payudara belum tumbuh, tinggi badan pendek, penderita masih ada perasaan malu jika teman-temannya mengetahui penderita menyuntikan insulin setiap hari. O KU : Sens : composmentis, Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 24 x/menit, T : 36,9 oC, Capillary refill time < 2 detik KS : Kepala Konjungtiva tidak pucat, tidak ikterik, pupil bulat isokor,diameter 3 mm, refleks cahaya (+) normal, napas cuping hidung (-),faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-) Thoraks Simetris, retraksi (-) Paru Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-). Jantung Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-). Abdomen Datar, lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, Bising usus normal Genitalia Perempuan, status pubertas M1P1A1 Ekstremitas Akral hangat, pucat (-) Status neurologis Dalam batas normal Laboratorium : LH : 1,76 mIU/mL ( dewasa 6-30 mIU/mL) FSH 2,95 mIU/L ( < 13 tahun < 10 mIU/L, non midcycle < 20 mIU/L, midcycle < 40 mIU/L) Estradiol 9,09 ( 1-10 tahun 6-27, fase folikular 12,5-166, fase ovulasi 85,5-498, fase luteal 43,8-211)

12

HbA1c 15,2 % Ureum 19 mg/dl, creatinin 0,29 mg/dl, LFG 275mL/min/1.73 m2, mikroalbuminuria negatif fT4 1,47 ng/dl, TSH 1,89 µIU/ml

Hasil bone age : Rentang tulang sesuai ± 2 tahun Umur tulang sesuai 13 tahun Bone modelling normal Kesan average girl

Hasil USG genitalia interna : Uterus bentuk lebih menyerupai pita, rasio korpus dengan serviks uteri adalah 0,78 cm : 0,99 cm. Intensitas ekoparenkim homogen, tidak tampak lesi fokal/ SOL Adneksa kanan kiri tidak tampak lesi fokal/ SOL. Volume ovarium kanan 2,19 cm 3 dan volume ovarium kiri 1,91 cm3, nilai normal 9,8 cm3. Vesika urinaria bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak batu maupun SOL. 13

Kesan uterus dan ovarium prepuberty.

Konsul mata VOD 6/6 VOS 6/6 FODS : papil : bulat, batas tegas, merah c/d 0,3 a/v 2/3 makula : Refleks fundus (+) retina : kontur pembuluh darah baik, perdarahan (-), eksudat (-), mikroaneurisma (-) kesan : saat ini tidak ditemukan tanda-tanda retinopati diabetikum. Konseling psikologis : Saat ini kondisi emosi stabil, sehingga mampu menerima masukan. A

P

Hasil pemeriksaan hormonal FSH, LH dan estradiol didapatkan kesan hipogonadotropik hipogonadisme, hasil ini menunjukan kalau etiologi pubertas terlambat pada kasus ini tipe sentral sehingga diindikasikan untuk dilakukan CT scan kepala. Fokus pencarian etiologi pada penderita ini adalah keadaan keadaan yang dapat menyebabkan hipogonadotropik hipogonadisme. Diabetes mellitus tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat menyebabkan hipogonadotropik hipogonadisme. Hasil pemeriksaan HbA1c 15,2% merupakan indikator bahwa penderita ini dengan kontrol metabolik yang buruk. Hasil pemeriksaan fungsi ginjal masih dalam batas normal dan mikroalbuminuria negatif belum ada nefropati diabetikum Dari hasil pemeriksaan fungsi tiroid pada penderita ini didapatkan kadar fT4 dan TSH dalam batas normal, pemeriksaan fungsi tiroid ditujukan utuk mencari etiologi perawakan pendek yang dapat disebabkan oleh hipotiroid. CT scan kepala 14

Rencana induksi pubertas dengan ethynil estradiol 2 µg/hari (po) Insulin rapid 6-6-6 iu Detemir 7 iu

CATATAN PERAWATAN PENDERITA September 2015 M Pubertas terlambat DM tipe 1 Perawakan pendek Gizi kurang S Sakit kepala tidak ada, muntah tidak ada, mata kabur tidak ada. O KU : Sens : composmentis, Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi : 84 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 24 x/menit, T : 36,7 oC, Capillary refill time < 2 detik KS : Kepala Konjungtiva tidak pucat, tidak ikterik, pupil bulat isokor,diameter 3 mm, refleks cahaya (+) normal, napas cuping hidung (-),faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-) Thoraks Simetris, retraksi (-) Paru Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-). Jantung Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-). Abdomen Datar, lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, Bising usus normal Genitalia Perempuan, status pubertas M1P1A1 Ekstremitas Akral hangat, pucat (-) Status neurologis Dalam batas normal CT scan kepala : Sulci dan fissura silvi tidak melebar. Differensiasi grey and white matter jelas Tidak tampak deviasi midline Sistem ventrikel dan sistem sisterna normal Tampak kalsifikasi di cerebellum Cerebellum dan batang otak dalam batas normal Kedua cerebellopontine angle tampak baik Sella dan parasella tampak normal Rongga orbita dan bulbus occuli kanan kiri baik Tidak tampak perselubungan maupun penebalan mukosa di sinus paranasal Pneumatisasi air cell mastoid kanan kiri tampak baik Tulang-tulang kepala intak. Jaringan lunak baik Kesan : tidak tampak lesi infark, perdarahan maupun SOL intrakranial, kalsifikasi di cerebellum

15

A P

Dari hasil pemeriksaan CT scan kepala sella dan parasella tampak normal, sehingga kemungkinan kelainan anatomi pada hipotalamus, hipofisis sebagai penyebab pubertas terlambat pada kasus ini dapat disingkirkan. Induksi pubertas dengan ethynil estradiol 2 µg/hari (po) Insulin rapid 6-6-6 iu Detemir 7 iu

CATATAN PERAWATAN PENDERITA 22 Oktober 2015 M Pubertas terlambat, DM tipe 1, perawakan pendek, gizi kurang S Payudara mulai tumbuh O KU : Sens : composmentis, Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi : 88 x/menit ( isi dan tegangan cukup), RR : 22 x/menit, T : 36,6 oC, Capillary refill time < 2 detik KS : Kepala Konjungtiva tidak pucat, tidak ikterik, pupil bulat isokor,diameter 3 mm, refleks cahaya (+) normal, napas cuping hidung (-),faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pembesaran kelenjar limfe (-) Thoraks Simetris, retraksi (-) Paru Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-). Jantung Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-). Abdomen Datar, lemas, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, Bising usus normal Genitalia Perempuan, status pubertas M2P1A1 Ekstremitas Akral hangat, pucat (-) Status neurologis Dalam batas normal

16

A P

Status pubertas M2P1A1 ethynil estradiol 2 µg/hari Insulin rapid 6-6-6 iu Detemir 7 iu

17

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pubertas merupakan salah satu tahap dalam proses tumbuh kembang yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini terjadi perubahanperubahan fisik yang timbul karena meningkatnya kadar hormon seks. Ukuran dan bentuk badan berubah dari ciri khas anak ke bentuk dewasa. Tinggi badan meningkat dengan cepat dan munculnya tanda-tanda seksual sekunder. Organ-organ reproduksi berubah dari bentuk infantil ke bentuk dewasa.1,4 Usia awitan pubertas pada perempuan terjadi pada usia 8-13 tahun dan laki-laki berkisar antara 9-14 tahun. Tanda awal pubertas pada anak perempuan adalah pertumbuhan payudara dan pada anak laki-laki pembesaran testis. Secara umum pubertas terlambat didefinisikan sebagai jika tidak timbulnya payudara pada usia 13 tahun pada perempuan dan tidak terjadi pembesaran testis pada usia 14 tahun untuk anak laki-laki. Beberapa literature mendefinisikan pubertas terlambat secara lebih luas. Anak perempuan dikatakan pubertas terlambat jika payudara tidak berkembang pada usia 13 tahun, waktu antara perkembangan payudara dan menstruasi lebih dari 5 tahun atau jika menstruasi tidak datang pada usia 16 tahun. Anak laki-laki dikatakan mengalami pubertas terlambat jika pembesaran testis tidak terjadi pada usia 14 tahun, atau jika pembesaran penis baru terjadi setelah 5 tahun pembesaran testis.1,4,7 Epidemiologi Insidens pasti pubertas terlambat belum diketahui. Beberapa penelitian menunjukan etiologi dari pubertas terlambat. Penelitian retrospektif terhadap 232 penderita pubertas terlambat, dengan sampel penelitian 158 laki-laki dan 74 perempuan. Didapatkan 53 % kasus pubertas terlambat disebabkan oleh constitutional delay of growth and puberty. Sebanyak 19 % kasus disebabkan oleh fungsional hipogonadotropik hipogonadisme, sebanyak 12 % kasus disebabkan oleh permanen hipogonadotropik hipogonadisme, sebanyak 13% kasus disebabkan oleh hipergonadotropik hipogonadisme, dan sebanyak 3 % merupakan kasus idiopatik. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada laporan mengenai insidens pasti pubertas terlambat.4,6

18

Insidens diabetes mellitus tipe 1 sekitar 2-3 % setiap tahun, di Kanada dilaporkan sekitar 40 kasus baru /100.000 anak-anak berusia kurang dari 14 tahun. Dilaporkan bahwa sekitar 40 % penderita DM tipe 1 mengalami gangguan menstruasi. Penelitian case control yang dilakukan oleh Adiba M, et al terhadap 81 penderita DM tipe 1 dengan 136 kontrol, menunjukkan 49,9 % pasien dengan perkembangan payudara terlambat dibandingkan dengan 26 % kontrol yang mengalami perkembangan payudara terlambat. Penelitian yang dilakukan oleh Robert L. Jackson terhadap 252 penderita DM tipe 1, menunjukan bahwa terjadi keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada penderita DM tipe 1 dengan kontrol metabolik yang buruk dibandingkan dengan penderita dengan kontrol metabolik yang baik.5,12

Gambar 1. Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan pada penderita DM tipe 1 dengan kontrol metabolik yang baik dibandingkan dengan kontrol metabolik yang buruk.12 Etiologi Pubertas terlambat pada dasarnya disebabkan oleh semua hal yang menyebabkan inadekuat sekresi hormon seks steroid (estrogen atau testosteron). Penyebab pubertas terlambat secara garis besar diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu : 3,6,7 1. Constitutional delayed of growth and puberty (CDGP) 19

2. Hipogonadotropik hipogonadisme (hipogonadisme sekunder disebabkan kelainan di hipotalamus atau hipofisis) 3. Hipergonadotropik hipogonadisme

(hipogonadisme

primer

yang

disebabkan

kegagalan gonad) Tabel 1. Penyebab pubertas terlambat.6 1

Hipogonadotropik hipogonadisme ( FSH dan LH rendah) Kongenital : Sindroma Kallmann, kongenital malformasi dengan anomali kraniofasial Aquired : Tumor : kraniofaringoma Fungsional Hipogonadotropik hipogonadisme : penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis, keganasan, diabetes mellitus, hipotiroid, malnutrisi, efek radioterapi,

2

kemoterapi, trauma kepala, stress Hipergonadotropik hipogonadisme(FSH dan LH tinggi) Kongenital : sindroma turner 45 XO, sindroma klinifelter 47 XXY Aquired : Setelah trauma atau pembedahan gonad, kemoterapi atau radiasi yang menyebabkan gangguan fungsi gonad.

Fisiologi pubertas Pubertas normal dihasilkan oleh maturitas aksis hipotalamus-pituari-gonad (HPG). Aktivitas aksis HPG aktif selama 3 fase perkembangan yaitu masa janin, neonatus dan fase pubertas. Aktivitas aksis HPG bersifat dorman selama masa kanak-kanak, hal ini terjadi karena adanya penekanan aktivasi aksis HPG oleh steroid gonad. Aktivitas aksis HPG akan aktif kembali pada fase akhir prepubertas. Sekitar 1-2 tahun sebelum awitan pubertas, hipotalamus mulai mensekresikan gonadrotropin releasing hormon (GnRH). Faktor maturasi neuron hipotalamus diduga yang mempengarui aktifnya kembali aksis HPG, yang menyebabkan gonadostat hipotalamus menjadi kurang peka terhadap efek supresi steroid gonad.8,9 Beberapa penelitian menunjukan kalau onset pubertas terjadi jika sudah tercapai maturasi sistem neurohormonal. Pintu gerbang terjadinya pubertas terjadi saat sinyal kisspeptin mengaktifkan neuron GnRH yang pada akhirnya merangsang sekresi GnRH dari hipotalamus. Faktor lain yang juga mempengarui sekresi GnRH adalah insulin dan leptin. Leptin merupakan suatu protein yang dihasilkan oleh adiposit.1,2,8,9 20

Sekitar 1-2 dua tahun sebelum awitan pubertas, hipotalamus mensekresikan GnRH secara pulsatil dalam jumlah kecil saat tidur. Sekresi GnRH ini akan merangsang hipofisis untuk mensekresikan luteinizing hormone (LH) dan folicle stimulating hormone (FSH). LH dan FSH ini disekresikan secara pulsatil mengikuti sekresi GnRH.1,9 Pada anak perempuan, FSH akan merangsang pertumbuhan folikel. FSH bersamasama LH akan merangang sel granulosa dan sel teka interna untuk menghasilkan estrogen. Estrogen akan merangsang pertumbuhan payudara dan merangsang maturasi organ reproduksi seperti uterus dan ovarium. Estrogen bersama-sama dengan growth hormon akan menyebabkan akselerasi pertumbuhan. Pada akhir fase pubertas, perubahan siklik hormon estrogen dan progesteron akan menyebabkan menstruasi.8,9,10 Pada anak laki-laki, LH akan merangsang sel leydig menghasilkan testosteron. Testosteron akan merangsang pertumbuhan tubulus seminiferus yang menyebabkan pembesaran testis, merangsang pertumbuhan penis, perubahan suara akibat pertumbuhan laring. FSH akan merangsang sel sertoli didalam tubulus seminiferus, yang merangsang proses spermatogenesis. Sebagian testosteron oleh enzim P450 aromatase akan diubah menjadi estrogen yang akan menstimulasi perkembangan skletal yang menyebabkan akselerasi pertumbuhan.8,9,10 Androgen korteks adrenal juga berperan dalam proses pubertas. Selama fase pubertas terjadi peningkatan sekresi hormon androgen oleh zona retikularis korteks adrenal. Hormon androgen ini akan merangsang pertumbuhan rambut pubis, rambut ketiak dan janggut.1,8 Pubertas terlambat pada penderita diabetes mellitus tipe 1 Gangguan pubertas pada penderita DM tipe 1 dengan kontrol metabolik yang buruk terjadi karena gangguan maturasi aksis Hipotalamus-pituari-gonad (HPG). Pintu gerbang aktivasi aksis HPG terjadi saat gene kiss 1 mengkode kisspeptin. Kisspeptin merupakan sinyal penting yang mengaktivasi neuron GnRH. Neuron GnRH yang teraktivasi akan mensekresikan GnRH. Sekresi GnRH ini juga dipengarui oleh sinyal metabolik seperti insulin dan leptin. Diketahui bahwa neuron kiss 1 yang mensekresikan kisspetin sangat sensitif terhadap gangguan keseimbangan energi. Pada penderita DM tipe 1 dengan kontrol metabolik yang buruk terjadi gangguan keseimbangan energi tubuh. Defisiensi insulin akan menyebabkan terjadinya katabolisme. Katabolisme yang tinggi menyebabkan jumlah adiposit berkurang, sehingga sekresi leptin dari adiposit juga berkurang. Kadar leptin yang rendah 21

akan menganggu aktivitas sinyal kisspentin, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan sekresi GnRH.13,14 Perubahan fisik pada anak laki-laki pada masa pubertas Pada anak laki-laki, pembesaran testis merupakan tanda awal pubertas. Volume testis ≥ 4 ml merupakan tanda seorang laki-laki telah memasuki masa pubertas. Pembesaran testis ini rata-rata terjadi antara umur 10-13,5 tahun. Sekitar 6 bulan dari awal pertumbuhan testis akan diikuti oleh pembesaran penis dan tumbuhnya rambut pubis, ketak dan janggut. Growth spurt terjadi antara G3-G4. Pada masa growth spurt terjadi penambahan tinggi badan 9,5 cm/ tahun dan tahap akhir perkembangan pubertas pada laki-laki adalah spermarche.1,11 Tabel 2. Tahap perkembangan pubertas pada anak laki-laki berdasarkan kriteria Marshall dan Tanner.1 Tahap Tahap 1 Tahap 2

Genitalia Rambut pubis Prepubertas; volume testis < 4 ml Prepubertas; tidak ada rambut pubis Volume Testis ≥ 4 ml, skrotum menipis Jarang, sedikit pigmentasi agak ikal,

Tahap 3

dan kemerahan terutama pada pangkal penis Penis mulai membesar, volume testis Tebal,ikal, meluas hingga ke mons dan skrotum terus bertambah besar

Tahap 4

pubis

Penis makin membesar baik dalam Bentuk dewasa, tetapi belum meluas panjang

maupun

diameter,,

testis ke bagian medial paha

membesar (volume testis biasanya 1012 ml) dengan warna kulit skrotum Tahap 5

yang makin gelap Bentuk dan ukuran dewasa ( volume Bentuk dewasa, meluas ke bagian testis (15-25 ml)

tengah pubis

Perubahan fisik pada anak perempuan pada masa pubertas Tanda awal pubertas pada perempuan adalah pertumbuhan payudara (thelarche). Thelarche rata-rata terjadi pada usia 8-13 tahun. Growt spurt pada perempuan terjadi antara M2-M3. Penambahan tinggi badan pada masa growth spurt sekitar 8,3 cm/tahun. Menstruasi terjadi sekitar 2-2,5 tahun setelah thelarche1,11

22

Tabel 3. Tahap perkembangan pubertas pada anak perempuan berdasarkan kriteria Marshall dan Tanner.1 TAHAPAN Tahap (prepubertas) Tahap 2

Tahap 3

PAYUDARA RAMBUT PUBIS 1 Hanya pertumbuhan papilla Tidak ada rambut pubis saja Breast

budding,

seperti

bukit

melebar Payudara

menonjol Jarang, berpigmen sedikit, lurus,

kecil, dan

areola tumbuh dibagian atas medial labia areola Lebih hitam, mulai ikal, jumlah

membesar, tidak ada kontur bertambah Tahap 4

pemisah Areola dan papilla membentuk Kasar, keriting, belum sebanyak

Tahap 5

bukit kedua Bentuk dewasa,

dewasa papilla Bentuk

menonjol,

sebagai perempuan

areola

bagian dari kontur payudara

segitiga dewasa,

seperti tersebar

sampai medial paha

Tahap perkembangan Rambut Aksila A1 : belum ada rambut aksila A2 : sudah ada rambut aksila tapi dalam jumlah sedikit A3 : dewasa : rambut aksila banyak

Evaluasi diagnostik Kasus pubertas terlambat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan hormonal, bone age, USG genitalia interna, CT scan dan MRI kepala yang dilakukan atas indikasi tertentu. a. Anamnesis Anamnesis sangat membantu dalam mencari etiologi pubertas terlambat. Pada kasus CDGP diketahui sekitar 50-75 % memiliki riwayat keluarga dengan pubertas terlambat. Dari 23

anamnesis dapat diketahui riwayat nutrisi, riwayat intensitas olahraga, hal-hal yang berkaitan dengan penyakit kronis yang mendasari seperti riwayat diabetes mellitus yang dapat menjadi penyebab pubertas terlambat. Selain itu melalui anamnesis juga dapat dicari gejala-gejala yang berkaitan dengan kelainan neurologis seperti riwayat kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan seperti diplopia, riwayat trauma kepala, riwayat radiasi dan kemoterapi yang mengarahkan kepada kelainan atau kerusakan pada hipotalamus-hipofisis. Dari anamnesis juga dapat diketahui mengenai ada tidaknya gangguan penciuman (anosmia) yang berkaitan dengan sindroma kallmann.3,6,7,12 b. Pemeriksaan fisik Melalui pemeriksaan fisik ditentukan status pubertas berdasarkan kriteria Marshall dan Tanner. Pengukuran tinggi badan, berat badan, menentukan rasio segmen atas dan segmen bawah tubuh, menentukan rentang lengan dilakukan untuk mencari ada tidaknya perawakan pendek dan stigmata sindroma tertentu. Pemeriksaan neurologis juga penting dilakukan untuk menentukan ada tidaknya defisit neurologis yang mungkin berkaitan dengan etiologi pubertas terlambat. Melalui pemeriksaan fisik kita juga mencari temuan-temuan fisik yang mengarahkan kepada sindroma tertentu seperti webbed neck dan cubitus valgus yang dijumpai pada penderita sindroma turner.3,6,7,12 c. Pemeriksaan penunjang3,6,7,12 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam mendiagnosis pubertas terlambat adalah pemeriksaan hormonal, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan analisis kromosom untuk kasus hipogonadisme primer. 1. Pemeriksaan hormonal Pemeriksaan laboratorium yang penting dalam mendiagnosis pubertas terlambat adalah pemeriksaan kadar hormon gonadotropik (FSH,LH) dan hormon seks steroid (estrogen atau testosteron). 2.

Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan bone age pada tangan dan pergelangan tangan kiri untuk mengevaluasi umur tulang dan untuk menilai maturasi tulang. Pemeriksaan bone age merupakan data dasar yang dapat menyediakan informasi yang berguna tentang hubungan antara usia kronologis dan maturasi tulang, potensi pertumbuhan tulang, dan memberikan prediksi tinggi dewasa. Pemeriksaan radiologis lain yang dilakukan adalah USG genitalia interna. Pada perempuan USG genitalia interna rutin dilakukan untuk menentukan ada tidaknya uterus, menilai bentuk dan ukuran uterus yang merupakan cerminan dari 24

efek estrogen, menilai volume dan ukuran ovarium yang mengambarkan efek hormon gonadotropin. Pada laki-laki USH genitalia interna dilakukan apabila ditemukan massa testis pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang berikutnya yang dilakukan dalam mengevaluasi kasus pubertas terlambat adalah pemeriksaan CT scan dan MRI kepala. Pemeriksaan CT scan dan MRI hanya dilakukan jika ditemukan gejala-gejala dan tanda neurologis berkaitan dengan proses sentral, atau jika hasil pemeriksaan hormonal didapatkan hipogonadotropik hipogonadisme. 3.

Analisis kromosom Pemeriksaan analisis kromosom harus dilakukan pada setiap pasien dengan hipogonadisme primer untuk mengevaluasi kemungkinan sindroma Klinefelter pada anak laki-laki dan sindroma Turner pada anak perempuan. Namun pubertas terlambat pada pasien ini bukan merupakan satu-satunya kelainan yang ditemukan. Penderita sindroma turner atau sindroma klinifelter memiliki temuan-temuan fisik lain yang mengarah kepada kelainan tersebut.

Tatalaksana Prinsip dasar tatalaksana pubertas terlambat adalah dengan observasi atau dengan terapi induksi pubertas. Observasi dilakukan pada kasus CDGP tanpa ada keluhan psikologis. Dimana penderita dan keluarga telah berhasil diedukasi bahwa tidak diperlukan terapi hormonal, karena pubertas akan muncul pada saatnya nanti. Induksi pubertas diindikasikan untuk semua kasus hipogonadisme yang pada pemeriksaan bone age sudah menunjukan usia minimal 11-12 tahun.3,6,7 Tujuan dari induksi pubertas adalah untuk mencapai tanda-tanda seksual sekunder termasuk menstruasi. Mencapai growth spurt, dan mencapai maturasi organ reproduksi yang diperlukan untuk fertilisasi.16 Preparat yang digunakan untuk induksi pubertas pada perempuan adalah estradiol dan pada laki-laki adalah testosteron. Ada dua rute pemberian estradiol yaitu secara peroral dan transdermal. Pemberian secara transdermal lebih diunggulkan karena tidak melewati metabolisme hati dan efek samping terhadap tekanan darah dan peningkatan profil lipid lebih sedikit.16,17

25

Proses induksi pubertas dilakukan meniru proses pubertas normal. Pemberian estradiol dimulai dari dosis kecil 2 µg, dipertahankan selama 6 bulan, kemudian dinaikan bertahap setiap 6 bulan menjadi 4 µg, 6 µg, 10 µg, 15 µg. Progesteron mulai ditambahkan jika dosis estradiol telah mencapai 15 µg, atau progesteron mulai diberikan pada dosis estradiol berapapun jika sudah ada perdarahan spotting atau dari pemeriksaan USG genitalia interna sudah tampak hiperplasia endometrium. Monitoring yang dilakukan selama terapi induksi pubertas adalah monitoring kecepatan pertumbuhan, status pubertas, tekanan darah yang dilakukan setiap 6 bulan. Pemeriksaan bone age, USG genitalia interna, dan profil lipid dilakukan rutin setiap 12 bulan.16,17 Prognosis Prognosis pubertas terlambat ditentukan oleh etiologi. Pada kasus CDGP, prognosisnya baik, karena pada kasus CDPG hanya terjadi keterlambatan maturitas aksis HPG. Tanpa diberikan terapi, pubertas akan berkembang normal tetapi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan orang rata-rata, namun pada akhirnya fungsi seksual dan fertilitas dan tinggi badan akhir akan normal.6,18 Pubertas terlambat yang disebabkan oleh penyakit kronis yang mendasari, prognosis ditentukan oleh penantalaksaan masing-masing penyakit yang mendasari. Penelitian terhadap terapi induksi pubertas pada penderita sindroma turner, menunjukan bahwa penderita sindroma turner yang diinduksi dengan estradiol dapat mencapai status pubertas M5, walaupun dalam waktu lebih lambat 2 tahun dibandingkan rata-rata. Namun, Penelitian ini menunjukan jika perkembangan uterus pada penderita sindroma turner yang telah diinduksi dengan ethynil estradiol tetap suboptimal dibandingkan wanita seusianya. Penelitian large cohort yang dilakukan oleh Whitworth et al terhadap 221 wanita Norwegian dengan DM tipe 1 menunjukan hasil bahwa kemungkinan terjadinya kehamilan pada satu kali siklus menstruasi hanya 24 % dibandingkan populasi normal.14,19

Perawakan pendek Seorang anak dikatakan dengan perawakan pendek apabila tinggi badannya kurang dari persentil 3 atau -2SD dari rerata usia, jenis kelamin. Anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan langkah penting dalam mendiagnosis perawakan pendek. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis perawakan pendek dengan tujuan untuk 26

mencari etiologi perawakan pendek adalah bone age, fungsi tiroid, analisis kromosom, growth hormone. 1,20,21 Anamnesis untuk evaluasi perawakan pendek yang meliputi antara lain berat dan panjang lahir (mengetahui ada tidaknya pertumbuhan janin terhambat), pola pertumbuhan keluarga, riwayat perkembangan pubertas dalam keluarga, riwayat penyakit kronik, riwayat asupan nutrisi maupun penyakit nutrisi sebelumnya. Data-data antropometri yang ada sebelumnya

harus

ditanyakan

karena

dapat

menggambarkan

kecepatan

pertumbuhan.kecepatan pertumbuhan dikatakan abnormal jika kecepatan pertumbuhan pada anak usia 2-4 tahun kurang dari 5,5 cm/tahun, pada anak usia 4-6 tahun kecepatan pertumbuhan kurang dari 5 cm/tahun dan pada anak usia > 6 tahun, kecepatan pertumbuhan dikatakan abnormal jika kurang dari 4,5 cm/tahun. 1,20,21 Pemeriksaan fisik utama yang dilakukan adalah pemeriksaan antropometri dan bertujuan untuk memastikan benar tidaknya perawakan anak yang diperiksa pendek serta mencari petunjuk penyebab dari perawakan pendek tersebut. Kedua orang tua turut diukur juga, untuk menentukan potensi tinggi genetik anak. 1,20,21 Setelah memastikan adanya perawakan pendek, pemeriksaan fisik selanjutnya adalah menentukan ada tidaknya dismorfism serta ada tidaknya disproporsi tubuh. Ada tidaknya stigmata suatu sindrom merupakan petunjuk penting untuk menentukan etiologi perawakan pendek seperti pada sindrom Turner, sindrom Down dan lain-lain. Disproporsi diketahui dengan cara mengukur rentang lengan serta rasio segmen atas dan bawah tubuh. Disproprosi tubuh dikaitkan dengan displasia skeletal seperti achondroplasia. 20,21

Berikut adalah algoritma dalam mendiagnosis perawakan pendek

27

Gambar 2. Pendekatan Klinis pada Perawakan Pendek.1

ANALISIS KASUS 28

Penderita merupakan seorang anak perempuan, usia 14 tahun 10 bulan, datang dengan keluhan utama belum tumbuh payudara dan tinggi badan pendek. Penderita didiagnosis pubertas terlambat dan perawakan pendek serta gizi kurang dan DM tipe 1. Penderita yang datang dengan keluhan belum tumbuh payudara, menunjukan suatu kelainan yang berhubungan dengan gangguan pubertas. Penderita ini perempuan usia 14 tahun dan belum ditemukan tanda-tanda seksual sekunder, pada pemeriksaan fisik didapatkan status pubertas M1P1A1. Hal ini mendukung suatu diagnosis pubertas terlambat. Pada kasus pubertas terlambat, hal yang harus kita pikirkan adalah etiologi dari pubertas terlambat. Dengan mengetahui etiologi kita dapat menentukan tatalaksana dan prognosis pubertas terlambat. Evaluasi diagnostik pubertas terlambat meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang mengarahkan kita untuk mencari penyebab yang mendasari. Pemeriksaan kadar hormon gonadotropin dan hormon seks steroid, pemeriksaan bone age . Pemeriksaan USG genitalia interna dilakukan untuk melihat ada tidaknya uterus. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan kepala dan MRI kepala yang dilakukan atas indikasi tertentu untuk mencari etiologi pubertas terlambat. Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan adanya riwayat keluarga dengan pubertas terlambat dan adanya riwayat penyakit diabetes mellitus tipe I sejak 5 tahun yang lalu, tidak ada keluhan gangguan penglihatan dan penciuman, tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada muntah, tidak adanya riwayat trauma kepala, tidak ada riwayat kejang, tidak ada riwayat mendapat kemoterapi dan radioterapi. Adanya riwayat keluarga dengan pubertas terlambat mengarahkan kemungkinan etiologi pubertas terlambat pada penderita ini adalah suatu constitusional delay of growth and puberty (CDGP). Pada kasus CDGP sekitar 50-75 % penderita memiliki riwayat keluarga dengan pubertas terlambat, penderita berperawakan pendek, mengalami keterlambatan pubertas dan bone age terlambat ≥ 2 tahun. Tiga kriteria yang mendukung diagnosis CDGP pada penderita ini adalah adanya riwayat keluarga, pubertas terlambat dan perawakan pendek. Namun, pada kasus ini tidak ditegakkan diagnosis CDGP karena pada hasil pemeriksaan bone age didapatkan kesan normal, tidak ditemukan adanya keterlambatan usia tulang. Keluhan pubertas terlambat dan perawakan pendek selain disebabkan oleh CDGP juga dapat disebabkan oleh adanya penyakit kronis atau disebabkan oleh kelainan genetik seperti sindroma turner. Pada kasus ini, sindroma turner dapat disingkirkan karena hasil pemeriksaan hormonal pada kasus ini didapatkan hipogonadotropik hipogonadisme, sedangkan pada kasus sindroma turner yang disebabkan kegagalan gonad, dari pemeriksaan

29

hormonal didapatkan hipergonadotropik hipogonadisme. Bone age pada kasus ini normal, sedangkan pada kasus sindroma turner, bone age nya terlambat. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa penderita telah menderita diabetes mellitus tipe 1 sejak 5 tahun yang lalu, dengan riwayat 9 kali KAD sejak terdiagnosis. Adanya DM tipe 1 pada kasus ini dapat menjadi etiologi pubertas terlambat pada penderita ini. Namun beberapa penelitian membuktikan bahwa tidak semua penderita DM tipe 1 mengalami pubertas terlambat. Pubertas terlambat terjadi pada penderita DM tipe 1 dengan kontrol metabolik yang buruk (level of evidence III). Untuk membuktikan hal ini diperlukan pemeriksaan HbA1c yang merupakan salah satu indikator dari kontrol metabolik pada penderita DM. Dari hasil pemeriksaan HbA1c didapatkan hasil 15,2 %. Hasil ini mendukung bahwa penderita memiliki kontrol metabolik yang buruk. Diketahui bahwa semua penyakit kronis yang menyebabkan gangguan keseimbangan energi akan mempengarui maturasi aksis hipotalamus-hipofisis-gonad yang menyebabkan gangguan pada aktivitas generator pulse GnRH, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan sekresi hormon seks steroid. Hal lain yang mendukung etiologi pubertas terlambat pada penderita ini karena didasari adanya penyakit kronis (DM tipe 1) adalah hasil pemeriksaan hormon gonadotropin (FSH dan LH) dan hormon estrogen. Dari hasil pemeriksaan didapatkan kadar LH, FSH rendah yang disebut sebagai hipogonadotropik dan kadar estradiol yang rendah menunjukan suatu hipogonadisme. Berdasarkan literature, penderita pubertas terlambat yang didasari oleh penyakit kronis, pada pemeriksaan hormonalnya akan didapatkan kesan hipogonadotropik hipogonadisme. Namun, selain disebabkan oleh adanya penyakit kronis yang mendasari, keadaan hipogonadotropik hipogonadisme dapat disebabkan oleh kelainan genetik (sindroma kallman), kelainan anatomi pada hipotalamus dan hipofifis seperti craniopharyngoma. Sindroma kallman merupakan penyebab hipogonadotropik hipogonadisme karena defek pada gen KAL pada bulbus olfaktorius primitif yang bermigrasi ke hipotalamus. Sindroma kallman ini bersifat X- linked, sehingga lebih sering dijumpai pada laki-laki. Gejala dari sindroma kallman berupa pubertas terlambat, mikropenis, dan adanya hiposmia atau anosmia. Dengan tidak adanya hiposmia atau anosmia, kemungkinan sindroma kallman pada penderita ini dapat disingkirkan Kemungkinan lain dari

keadaaan

yang

menyebabkan

hipogonadotropik

hipogonadisme adalah kelainan anatomi pada hipotalamus dan hipofisis. Kelainan yang dijumpai biasanya berupa tumor hipotalamus atau hipofisis, kerusakan hipotalamus hipofisis akibat kemoterapi, radiasi atau trauma kepala. Kemungkinan ini dapat disingkirkan dari anamesis dengan tidak ditemukan keluhan yang berhubungan dengan kelainan SSP seperti riwayat kejang, tidak adanya keluhan sakit kepala, muntah proyektil dan tidak ditemukan 30

ganguan penglihatan seperti diplopia, tidak adanya riwayat trauma kepala, riwayat kemoterapi dan radiasi, serta dari pemeriksaan CT scan kepala tidak tampak massa di sella turcica. Permasalahan lain pada kasus ini adalah perawakan pendek. Pada kasus ini penting ditentukan apakah perawakan pendek berkaitan dengan pubertas terlambat atau merupakan kasus tersendiri yang disebabkan oleh etiologi lain. Evaluasi diagnostik untuk mencari etiologi perawakan pendek dilakukan sesuai dengan algoritma diagnosis perawakan pendek, yaitu yang pertama dengan membuat kurva pertumbuhan. Kecepatan pertumbuhan pada penderita ini 4,4 cm/tahun, yang artinya kecepatan pertumbuhan penderita tidak normal. Pada kasus seperti ini, hal selanjutnya yang kita lakukan adalah menentukan proporsional atau disproporsional tubuh melalui rasio proporsi segmen atas dan segmen bawah serta pemeriksaan rentang lengan. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan tubuh penderita tergolong proporsional. Jika didapatkan proporsi tubuh proporsional langkah selanjutnya adalah melihat rasio BB/TB. Jika rasio BB/TB meningkat, kemungkinan etiologi perawakan pendek adalah kelainan endokrin seperti defisiensi growth hormon, hipotiroid. Jika rasio BB/TB rendah maka kemungkinan etiologi perawakan pendek pada penderita ini adalah malnutrisi atau penyakit kronis. Rasio BB/TB pada penderita ini rendah, sehingga kemungkinan etiologi perawakan pendek pada penderita ini adalah malnutrisi atau penyakit kronis. Dihubungkan dengan penyakit diabetes mellitus yang diderita penderita selama 5 tahun dan dengan kontrol metabolik yang buruk, kemungkinan etiologi perawakan pendek pada penderita ini adalah karena komplikasi diabetes mellitus yang menyebabkan pubertas terlambat, sehingga pada usia 14 tahun penderita belum mengalami growth spurt. Permasalahan yang juga harus dipikirkan pada penderita dengan pubertas terlambat dan perawakan pendek serta DM tipe 1 adalah kondisi psikologis penderita. Berdasarkan literature salah satu yang mempengarui keterlambatan pubertas adalah kondisi stress. Sehingga pada kasus ini diperlukan konseling psikologis untuk menggali permasalahanpermasalahan psikologis yang mungkin ada seperti perasaan malu, minder terhadap temanteman. Pada kasus ini penderita maupun keluarga belum mengeluhkan masalah pubertas terlambat, dalam kesehariannya penderita merupakan seorang anak yang ceria, memiliki banyak teman, penderita tidak merasa malu, minder karena belum tumbuh payudara atau karena lebih pendek dari teman-temannya. Namun menurut penderita, penderita masih malu jika teman-temannya mengetahui kalau penderita harus menyuntikan insulin setiap hari. Penderita telah dikonsulkan ke psikolog. Dari hasil konseling psikologis didapatkan 31

kesimpulan bahwa kondisi emosi penderita masih stabil. Psikolog telah

memotivasi

penderita supaya mempunyai sikap positif terhadap penyakit yang dimilikinya, serta memberikan alternatif bagaimana cara penderita menyalurkan emosinya misalnya jika ada permasalahan penderita dapat menyalurkannya dengan menuliskan dibuku harian. Prinsip dasar tatalaksana pubertas terlambat adalah dengan observasi atau memberikan terapi substitusi steroid seks. Jika etiologi dasar pubertas terlambat diketahui maka penting untuk mentatalaksana penyebab yang mendasari. Pada penderita ini diketahui memiliki kontrol metabolik yang buruk, sehingga penting untuk menberikan edukasi dan motivasi kepada penderita dan keluarga mengenai pentingnya kepatuhan berobat dan pola hidup yang sehat. Induksi pubertas diindikasikan pada kasus CDGP jika sudah ada keluhan psikososisal, dan induksi pubertas mulai diberikan pada kasus pubertas terlambat pada saat usia bone age 11-12 tahun. Penderita ini berdasarkan usia kronologis berusia 14 tahun, dan berdasarkan bone age berusia 13 tahun, sehingga pada penderita ini diindikasikan untuk dilakukan induksi pubertas. Preparat yang digunakan untuk induksi pubertas adalah preparat sintetik estrogen yaitu etynil estradiol. Ada dua cara rute pemberian ethynil estradiol yaitu dengan cara peroral dan transdermal. Pemberian transdermal lebih diunggulkan dari pemberian peroral, karena pemberian secara transdermal tidak melewati metabolisme hati dan efek samping terhadap peningkatan tekanan darah dan profil lipid lebih sedikit (level of evidence III). Pada kasus ini kita menggunakan preparat peroral karena yang tersedia hanya preparat peroral. Metode induksi pubertas diberikan dengan cara meniru proses fisiologis pubertas normal, yaitu dengan dosis kecil dan dinaikan secara perlahan-lahan dan diberikan selama 2-3 tahun, sesuai dengan fisiologi pubertas normal yang berlangsung sekitar 2-3 tahun. Protokol pemberian dosis ethynil estradiol dimulai dengan dosis kecil 2 µg yang diberikan sekali sehari. Dosis dinaikan perlahan setiap 6 bulan menjadi 4 µg, 6 µg, 10 µg, dan 15 µg. Jika telah mencapai dosis 15 µg, maka perlu ditambahkan preparat progesteron untuk menstimulasi menstruasi (Level of evidence II). Preparat progesteron juga dapat dimulai jika sudah muncul perdarahan spotting atau tampak penebalan endometrium pada pemeriksaan USG. Selama pemberian terapi substitusi steroid seks perlu dilakukan monitoring. Monitoring yang dilakukan setiap 6 bulan sekali dilakukan untuk memantau height velocity, status pubertas dan tekanan darah. Pemantauan bone age, USG genitalia interna, profil lipid dilakukan setiap 12 bulan sekali. Dengan tegaknya etiologi perawakan pendek pada penderita ini disebabkan oleh pengaruh pubertas terlambat, menyebabkan perawakan pendek pada penderita ini tidak 32

memerlukan penatalaksaan khusus. Dengan terapi induksi pubertas, penderita akan mengalami growth spurt dan pada akhirnya tinggi akhir penderita akan mencapai tinggi akhir normal. Hasil perhitungan persentase BB/TB pada penderita ini adalah 33/37 = 89 %. Klasifikasi status gizi berdasarkan perhitungan persentase BB aktual terhadap BB ideal menurut Waterlow 1972 adalah diklasifikasikan obesitas jika BB/TB > 120 %, gizi lebih jika BB/TB >110-120 %, gizi cukup jika BB/TB 90-110 %, gizi kurang jika BB/TB 70-90 %, dan gizi buruk jika BB/TB < 70%. 20

Sehingga berdasarkan assesmen gizi pada penderita

termasuk gizi kurang. Besarnya kebutuhan zat gizi pada bayi dan anak dapat diperhitungkan dengan berbagai rumus, kecukupan atau adekuatnya pemenuhan kebutuhan dilihat kembali berdasarkan respon pasien. Secara umum dan sederhana, kebutuhan nutrisi bayi serta anak baik yang sehat dengan status gizi cukup, maupun yang berstatus gizi kurang atau buruk atau bahkan gizi lebih atau obesitas prinsipnya bertujuan

mencapai berat badan ideal.

Penghitungan kalori pada penderita ini mengunakan perhitungan berdasarkan umur, karena penderita berusia lebih dari 12 tahun digunakan rumus 2000kal/m 2 = 2200 kal/hari. Rute pemberian makanan pada penderita ini diberikan secara peroral, dalam bentuk nasi biasa 3x1 porsi, snack 3x sehari dan buah. Prognosis pada pasien ini, untuk quo ad vitam adalah dubia ad bonam, quo ad functionam adalah dubia ad malam. Diketahui etiologi pubertas terlambat pada penderita ini adalah karena komplikasi kontrol metabolik yang buruk. Berarti keadaan hipogonadotropik hipogonadisme pada penderita ini bersifat sementara karena keterlambatan maturasi aksis HPG bukan permanen hipogonadotropik hipogonadisme seperti pada kasus sindroma kallman. Maka dengan terapi substitusi hormon estradiol, perkembangan pubertas pada penderita ini akan tercapai. Penelitian terhadap efek induksi pubertas dengan mengunakan ethynil estradiol, didapatkan hasil bahwa penderita dapat mencapai status pubertas M5 dan mencapai tinggi akhir normal. Berdasarkan bone age prediksi tinggi akhir pada penderita ini 149-150 cm masih dalam potensi tinggi genetiknya. Beberapa penelitian menunjukan kemampuan reproduksi (fertilitas) pada penderita DM tipe 1 adalah buruk. Penelitian large cohort yang dilakukan oleh Whitworth et al terhadap 221 wanita Norwegian dengan DM tipe 1 menunjukan hasil bahwa kemungkinan terjadinya kehamilan pada satu kali siklus menstruasi hanya 24 % dibandingkan populasi normal. Fertilitas dapat normal jika kontrol metabolik baik. Penelitian menunjukan bahwa kontrol metabolik yang buruk banyak terjadi pada penderita DM tipe 1 dengan status sosial ekonomi yang rendah dan pendidikan rendah. 33

Pada penderita ini dengan status sosial ekonomi yang rendah, pendidikan orang tua yang rendah, kemungkinan akan sulit mencapai kontrol metabolik yang baik.

34

Related Documents


More Documents from ""