Dekomposisi Serasah.docx

  • Uploaded by: Viola Firstrianti Salsabila
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dekomposisi Serasah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,957
  • Pages: 13
DEKOMPOSISI SERASAH

Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten

: Viola Firstrianti Salsabila : B1A016067 : III :1 : Arie Tri Pangestu Judanto

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2018

I. PENDAHULUAN

Serasah merupakan material organik yang mampu diuraikan oleh mikroorganisme dan organisme kecil lain. Material organik diuraikan oleh mikroorganisme karena berperan sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroorganisme tersebut (Windusari, 2012). Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan lain), atau sering disebut juga mineralisasi, yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Sutedjo & Kartasapoetra, 1991). Dekomposisi didorong oleh beragam organisme yang terstruktur dalam jaring makanan yang kompleks. Penguraian materi organik mati adalah penentu utama siklus karbon dan nutrisi di ekosistem, dan fluks karbon antara biosfer dan atmosfer. Dekomposisi terbentuk melalui suatu proses fisika dan kimia yang mereduksi secara kimia bahan organik yang telah mati pada vegetasi dan binatang. Dekomposisi bahan organik hutan mempunyai dua tahap proses. Pertama, ukuran partikel dari bagian bunga ke batang dari pohon yang besar, dipecah ke dalam spesies yang lebih kecil yang dapat direduksi secara kimia. Kedua, biasanya sampai aktifitas organisme spesies kecil ini dari bahan organik direduksi dan dimineralisasi untuk melepaskan unsur dasar dari protein, karbohidrat, lipid, dan mineral yang dapat dikonsumsi, diserap oleh organisme atau dihanyutkan dari sistem (Golley, 1983). Dekomposisi merupakan proses yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh keberadaan dekomposer baik jumlah maupun diversitasnya. Sedangkan keberadaan dekomposer sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan baik kondisi kimia, fisika maupun biologi. Menurut Sunarto (2004), faktor-faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap dekomposisi, antara lain: a. Oksigen Oksigen secara umum sangat diperlukan dalam proses dekomposisi terutama bagi dekomposer yang bersifat aerobik. Sebenarnya, baik bakteri aerobik maupun anaerobik sama-sama membutuhkan oksigen dan sama-sama dapat melakukan proses dekomposisi. b. Bakteri Bakteri merupakan agen utama proses dekomposisi selain beberapa jenis jamur atau fungi. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, kita mengenal dua jenis bakteri yaitu bakteri aerobik dan bakteri anaerobik. Bakteri aerobik tumbuh pada kondisi tersedia

oksigen bebas (molekul-molekul O2). Pada beberapa kasus,oksigen bebas bersifat toksik bagi jenis bakteri anaerob dan dapat hidup hanya pada lingkungan bebas oksigen, bakteri tersebut membutuhkan oksigen dalam bentuk selain oksigen bebas dan hal ini diperoleh melalui pemecahan senyawa-senyawa kimia yang mengandung oksigen. Jika suplai oksigen berkurang sampai nol karena dihabiskan oleh bakteri aerob dalam proses dekomposisi bahan organik, bakteri aerobik akan mati dan bakteri anaerobik mulai tumbuh. Bakteri anaerobik akan mendekompisisi dan menggunakan oksigen yang disimpan dalam molekul-molekul yang sedang dihancurkan. c. Bahan Organik Bahan organik merupakan faktor penting dalam proses dekomposisi. Sumber bahan organik bisa berasal dari ekosistem itu sendiri (autochthonous) maupun disuplai dari ekosistem lain (allochthonous). Bahan-bahan organik hadir dalam bentuk makluk hidup dan sisa-sisa organisme (bangkai, humus, debris, dan detritus) baik dalam ukuran partikel besar, kecil dan terlarut. Bahan organik dalam bentuk partikel biasanya dikenal dengan istilah POM (Particulate Organic Matter) sedangkan yang terlarut dikenal dengan DOM (Dissolved Organic Matter). DOM adalah bahan organik terlarut yang sebagian merupakan produk proses dekomposisi dari POM. Secara operasional DOM didefinisikan sebagai bahan organik yang dapat melewati saringan yang memiliki pori yang sangat kecil yaitu 0.5 μm atau kurang dari itu. Bahan organik baik yang berasal dari ekosistem itu sendiri (autochthonous) maupun yang disuplai dari ekosistem lain (allochthonous) akan mengalami dekomposisi oleh dekomposer seperti bakteri atau jamur. Hasil proses dekomposisi ini berupa nutrien anorganik yang selanjutnya dimanfaatkan oleh tumbuhan dan dirubahnya kembali menjadi bahan organik sebagai produksi primer, melalui proses fotosintesis. Melalui proses jaring-jaring makanan bahan organik ini akan diubah kembali menjadi nutrien anorganik. Siklus ini berlangsung terus-menerus sepanjang tidak ada penghambatan terhadap proses-proses yang terjadi. Selain itu, dekomposisi serasah terjadi karena perbedaan jenis tanah, tingkat salinitas, pH tanah, suhu lingkungan, dan kandungan dalam bahan tanaman. Sampah daun yang digunakan dalam pengoposan memiliki karakteristik fisik yang berbeda-beda. Terdapat daun yang kaku, licin permukaannya, mudah patah serta rapuh (Panjaitan et al., 2014). Limbah serasah dari pepohonan dan tanaman seperti dedaunan dan ranting memiliki komposisi selulosa sebesar 45% dari berat kering bahan, sedangkan hemiselulosa menempati 20-30% dan sisanya adalah lignin (Perez et al., 2002).

Serasah daun yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah daun mahoni dan daun jerami. Daun mahoni memiliki kandungan lignin kurang lebih 52%. Sedangkan daun jerami memiliki kandungan lignin kurang lebih 23,4%. Jika kandungan lignin pada daun lebih banyak, diindikasikan laju dekomposisinya berjalan lebih lama (Mashudi et al., 2016). Selain itu, tanah yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah tanah hutan dan tanah sawah sebagai penyedia mikroorganisme pendegradasi bahan kimia pada tanah. Menurut Avelina (2008), tanah sawah mungkin memiliki laju dekomposisi yang lebih tinggi dibandingkan lahan seperti hutan. Hal ini disebabkan karena tanah sawah sudah mengalami banyak pengolahan, sehingga jumlah populasi mikroorganismenya lebih banyak daripada tanah hutan yang belum mengalami pengolahan. Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan tumbuhan. Selain fungi, kelompok mikroorganisme dan organisme lain seperti bakteri, cacing, kepiting dan lain-lain, serta faktor lingkungan juga ikut mengambil bagian dalam proses dekomposisi serasah tersebut. Fungi memainkan peran penting dalam ekosistem terutama dalam hubungannya dengan bakteri untuk mempercepat dekomposisi serasah daun (Perez et al., 2002). Dari hasil penelitian Ito dan Nakagiri (1997) diketahui bahwa pada rizosfer Sonneratia alba terdapat 9 jenis fungi yang terdiri atas: Acremonium sp., Alternaria alternata, Cylindrocarpon destractans, Fusarium moniliforme, Pestalotiopsis sp., Pencillium sp., Trichoderma harzianum, dan 2 jenis tidak teridentifikasi. Tujuan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa dapat mengevaluasi kecepatan dekomposisi serasah daun oleh konsorsia mikroba.

II. MATERI DAN CARA KERJA A. Materi Alat yang digunakan adalah baskom kecil, jaring (web), botol kaca, timbangan analitik, pipet ukur + filler, lampu spirtus, tabung reaksi, drugalsky, cawan petri, pH tester, dan oven. Bahan yang adalah sampel tanah hutan dan tanah sawah, serasah daun mahoni dan jerami, aluminium foil, akuades, medium NA dan PDA. B. Cara Kerja 1. Mengukur Berat Daun Daun dicuci dengan debit air yang kecil. Daun dikeringkan dengan suhu ruang. Dimasukkan ke dalam oven suhu 80oC selama 30 menit. Berat daun ditimbang menggunakan timbangan analitik dan ditulis hasilnya. 2. Mengukur pH dan Kelembaban Tanah Sampel tanah dimasukkan ke tiga buah baskom kecil yang berbeda untuk pengujian minggu ke-1 sampai ke-3. pH tester dimasukkan ke dalam tanah. Dilihat perubahan skala pH dan kelembabannya (dibuat dalam persen (%)). Ditulis hasilnya. 3. Isolasi dan Perhitungan Bakteri dalam Tanah Tanah ditimbang 1 gram. Dilakukan pengenceran bertingkat sampai 10-6 dan 10-7. Dilakukan platting ke cawan petri dengan medium NA menggunakan metode spread plate (SP) dan dibuat duplo. Diratakan dengan drugalsky. Medium NA diinkubasi selama 2x24 jam. Koloni bakteri dihitung menggunakan rumus : TPC = x  koloni 

1 1  P SP

4. Isolasi dan Perhitungan Jamur dalam Tanah Tanah ditimbang 1 gram. Dilakukan pengenceran bertingkat sampai 10-6 dan 10-7. Dilakukan platting ke cawan petri dengan medium PDA menggunakan

metode

spread plate (SP) dan dibuat duplo. Diratakan dengan drugalsky. Medium NA diinkubasi selama 7x24 jam. Koloni bakteri dihitung menggunakan rumus : TPC = x  koloni 

1 1  P SP

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Dekomposisi Serasah Berat daun

Kel

TPC

(Gr) Romb Sampel Sampel Minggu /Kel

Daun

Tanah

ke-

Kont rol (gr)

I/1

Daun

Tanah

jerami

sawah

Daun

Tanah

mahoni

hutan

mahoni

sawah

Tanah

jerami

hutan

an (%)

6,6

68

1

0,133

0,48

1,5 x 107

2,1 x 107

6,2

70

0,048

0,171

5,25 x

6,25 x

6,9

50

107

107

3

0,051

0,058

3,8 x 107

5,6 x 107

7

55

0

0,46

0,36

2,3 x 107

2,5 x 107

7

25

0,334

0,337

5,75 x

1,05 x

7

70

107

107

1,915 x

107

7

50

107

8

50

2,5 x 106

6,8

25

5 x 106

6

25

8,5 x 106

6,6

25

5,5 x 106

6,8

20

1,65 x

7

20

7

20

7

45

2

2

2

0 Daun

H

3,8 x 107

3

II/1

PDA

6,0 x 107

1 Tanah

NA

bap

0,13

0

Daun

(gr)

p

0,229

3

I/3

Test

0

1

I/2

em

1

2

0,391

0,277

0,237

0,242

0,252

0,28

0,178

0,273

0,358

0,352

0,274

0,236

0,209

0,209

0,174

0,169

0,457

0,147

107 0,51 x 107 7,05 x 107 1,95 x 107 2,625 x 107 1,875 x 107 2,8 x 107

107 7,6 x 107

0,92 x 107

1,7 x 107

0

3

II/2

III/1

III/2

1,65 x

0,55 x

107

107

0,170

0,185

0

0,158

0,121

6 x 106

0,125

0,082

5 x 106 3 x 106

Daun

Tanah

1

jerami

sawah

2

6,9

30

7

100

2,5 x 106

7

80

1 x 106

5,8

70

6,7

60

3

0,148

0,082

0

0,4

0,258

7 x 106

2 x 106

7

10

Daun

Tanah

1

0,416

0,506

6,5 x 106

4 x 106

7

10

mahoni

hutan

2

0,337

0,344

2,3 x 107

2 x 106

7

5

3

0,155

0,388

2 x 106

3 x 106

7

15

0

0,39

0,29

2,5 x 106

2 x 105

6,2

25

1

0,37

0,32

7,5 x 106

1,5 x 106

6,2

25

2

0,34

0,34

8,5 x 106

6,5 x 106

4,5

70

0,39

0,377

1,25 x

11 x 106

7

0

Daun

Tanah

mahoni

sawah

3

106

Tabel 3.1 menunjukkan tingkat dekomposisi serasah daun jerami dan daun mahoni yang ditunjukkan dengan perbandingan antara berat daun kontrol dan berat daun perlakuan. Daun kontrol adalah daun awal yang belum pernah diberi perlakuan sebelumnya dan baru diambil dari alam secara langsung. Sedangkan daun perlakuan adalah daun yang telah diberi perlakuan dalam kegiatan laboratorium kami. Tabel ini juga menunjukkan jumlah bakteri dan jamur dari TPC di media NA dan PDA. Proses Total Plate Count (TPC) bertujuan untuk mendapatkan pengenceran terbaik yang telah diambil dari tanah hutan dan melakukan pengenceran sampai 10-6 dan kemudian sebelum melakukan platting, kita harus mengukur pH dan kelembaban menggunakan tester tanah. Kelembaban dan pH juga ditunjukkan dalam tabel ini setiap perlakuan dalam 0, 1, 2, dan 3 minggu. Kelompok kami (Kelompok 1 Rombongan III) mendapat sampel daun mahoni dan sampel tanah yang kami dapatkan adalah tanah hutan. Laju dekomposisi antara daun mahoni dan daun jerami pada dua sampel tanah yang berbeda, memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari Tabel 3.1. yang menunjukkan kenaikan dan penurunan berat sampel daun baik sampel daun mahoni maupun daun jerami, pH dari masing-masing tanah relatif 7 dan kelembapan tanah sawah rata-rata lebih tinggi daripada kelembaban tanah hutan. Hasil tersebut sesuai dengan pustaka. Menurut Avelina (2008), tanah sawah mungkin memiliki laju dekomposisi

yang lebih tinggi dibandingkan lahan seperti hutan. Hal ini disebabkan karena tanah sawah sudah mengalami banyak pengolahan, sehingga jumlah populasi mikroorganismenya lebih banyak daripada tanah hutan yang belum mengalami pengolahan. Tanah digunakan sebagai penyedia mikroorganisme pendegradasi bahan kimia. Bakteri, cendawan, alga, protozoa, dan virus, secara bersama-sama dapat membentuk kumpulan mikroorganisme yang dapat mencapai jumlah total bermilyar-milyar mikroorganisme per Gram tanah (Pelczar & Chan, 2014).

Gambar 3.1. Hasil Isolasi Medium NA Minggu ke-0

Gambar 3.2. Hasil Isolasi Medium PDA Minggu ke-0

Gambar 3.3. Hasil Isolasi Medium NA Minggu ke-1

Gambar 3.4. Hasil Isolasi Medium NA Minggu ke-2

Gambar 3.5. Hasil Isolasi Medium PDA Minggu ke-2

Gambar 3.6. Hasil Isolasi Medium NA Minggu ke-3

Gambar 3.7. Hasil Isolasi Medium PDA Minggu ke-3 Gambar 3.1. sampai Gambar 3.7. di atas menunjukkan pengamatan dekomposisi serasah daun dalam medium NA dan PDA selama 3 minggu. Pengamatan ini dilakukan melalui proses TPC setelah kami mengambil sampel tanah dan kemudian melakukan pengenceran sampai 10-6. Tetapi plating dilakukan mulai dari pengenceran 10-5 dan pengenceran 10-6. Plating dilakukan pada media ganda medium NA dan PDA. Angka ini juga menunjukkan hasil keberadaan bakteri dan jamur yang tumbuh di media NA dan PDA dari minggu ke minggu. Medium NA (Nutrient Agar) adalah media yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri dan PDA (Potato Dextrose Agar) medium adalah media yang digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Berdasarkan perhitungan TPC pada Tabel 3.1. jumlah koloni bakteri dan jamur mengalami fluktuatif setiap minggunya pada hasil kelompok 1 rombongan 3. Menurut pustaka, dekomposisi akan berjalan lebih cepat jika terdapat penambahan mikroorganisme. Kemampuan kapang sebagai mikroba pendegradasi selulosa dan hemiselulosa lebih efektif dibandingkan dengan bakteri. Kapang yang mampu memproduksi selulosa dan xilanase diantaranya Penicillium nalgiovense, Trichoderma harzanium, dan Trichoderma reesei (Hanum & Kuswytasari, 2014). mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah mikroorganisme nitrogen dan karbon dari bahan organik. Mikroba perombak bahan organik diantaranya Trichoderma ressei, T. harzianum, T. koningii, Cellulomonas, Pseudomonas, Aspergillus niger, A. terreus, Penicillium, dan Streptomyces (Saraswati & Sumarno, 2008). Laju dekomposisi serasah sebagai suatu proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan

dekomposer

disamping

faktor

bahan

yang

akan

didekomposisi. Laju dekomposisi umumnya diukur secara tidak langsung melalui

pendugaan konsumsi oksigen atau perubahan karbondioksida (CO2) atau dapat pula diduga melalui kehilangan berat atau pengurangan konsentrasi tiap waktu seperti kehilangan karbon radioaktif. Proses dekomposisi adalah gabungan dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik. Definisi-definisi tersebut menggambarkan bahwa proses dekomposisi bukan saja dilakukan oleh agen biologis seperti bakteri tetapi juga melibatkan agen-agen fisika (Sunarto, 2004). Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau fragmentasi atau pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau oleh hewanhewan herbivora terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Proses fisika dilanjutkan dengan proses biologi dengan bekerjanya bakteri yang melakukan penghancuran secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik hasil proses fragmentasi. Semakin banyak jumlah bakteri atau mikroorganise pendegradasi serasah, semakin cepat pula kecepatan dekomposisi serasah tersebut. Proses dekomposisi oleh bakteri dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh bakteri yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik (Sunarto, 2004). Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer. Proses dekomposisi bahan organik secara alami akan berhenti bila faktorfaktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan dalam proses dekomposisi itu sendiri. Perlu diingat pula bahwa faktor lingkungan yang mendukung proses dekomposisi dalam kondisi yang terbatas dan bukan hanya dimanfaatkan oleh bakteri tetapi juga organisme lainnya. Persaingan atas carrying capacity baik berupa oksigen maupun bahan organik, menjadi faktor kendali dalam proses dekomposisi. Ketersediaan bahan organik yang berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis bagi dekomposisi aerobik. Penumpukan bahan organik dapat terjadi bila tidak ada kesetimbangan antara suplai bahan organik dengan kecepatan dekomposisi. Beban bahan organik semakin berat seiring dengan terhambatnya kecepatan dekomposisi (Sunarto, 2004). Sebuah penelitian menunjukkan, bahwa gabungan jamur campuran menyajikan

efisiensi dekomposisi yang lebih tinggi dari pada rata-rata spesies tunggal, bahkan setelah kekeringan. Kedua campuran menghasilkan dekomposisi yang relatif lebih tinggi dan/atau aktivitas jamur pada periode BD dan AD. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa hubungan positif antara kekayaan spesies dan kehilangan massa daun dalam mikrokosmos. Efek positif umum dari kekeringan pada dekomposisi ekuatat jamur dari daun ek diamati, meskipun kecenderungan biomassa jamur menurun pada tingkat keanekaragaman yang lebih tinggi, dan juga pada mikrokosmos yang diinokulasi dengan jenis individu. Respon seperti pengeringan biasanya diamati pada daun yang kurang bandel. Keragaman jamur mempengaruhi pengolahan daun, bahkan di lingkungan yang tertekan, seperti sungai yang mengalami kekeringan. Perubahan jumlah spesies tampaknya sangat relevan pada tingkat kekayaan yang lebih rendah pada periode pasca stres (Goncalves et al., 2016).

IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara Dekomposisi Serasah, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan dekomposisi serasah dpiengaruhi oleh jumlah populasi mikroorganisme pada sampel tanah, serta ukuran dan kandungan lignin pada sampel serasah daun. Kecepatan dekomposisi serasah daun mahoni lebih terlihat signifikan dibandingkan daun jambu, baik pada sampel tanah hutan maupun tanah kebun. Hal tersebut dilihat dari penurunan berat daun mahoni setiap minggunya. Perbedaan sample tanah tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. B. Saran Saran yang dapat diberikan untuk acara praktikum ini yaitu sebaiknya, perhitungan TPC yang dilakukan lebih teliti lagi, agar didapatkan hasil yang maksimal, sehingga dapat diamati perbedaannya.

DAFTAR REFERENSI Avelina, D. E. M. 2008. Pengukuran Laju Dekomposisi Serasah Menggunakan Metode “Litterbag” pada Tiga Tipe Pengukuran Lahan Desa Situdaun, Tenjolaya. Skripsi, Fakultas Pertanian IPB Golley, F.B. 1983. Tropical Rain Forest Ecosystem, Structure and Function. New York: Elsevier Scientific Publishing Company. Goncalves , A. L., Lirio, A.V., Grac, M. A. S. & Canhoto, C. 2016. Fungal species diversity affects leaf decomposition after drought. International Review of Hydrobiology, (10)1, pp .78–86. Handa, T., Aerts, R., Barendse, F., Berg, M. P., Bruder, A. & Butenschoen. 2014.Consequences of Biodiversity Loss for Litter Decomposition across Biomes. Nature, 509, pp. 218-233. Hanum, A. M & Kuswytasari, N. D. 2014. Laju Dekomposisi Serasah Daun Trembesi (Samanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 3(1), pp. 2337-3520. Mashudi., Susanto, M. & Baskorowati, L. 2016. Potensi Hutan Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King) dalam Pengendalian Limpasan dan Erosi. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(2), pp. 259-165. Panjaitan, A., Yunasfi & Siregar, T. 2014. Potensi Fitokimia dan Aktivitas Antimikroba Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Sebagai Kandidat Bahan Pakan Ayam Pendaging. Jurnal IPPM Bandung Bidang Sains dan Teknologi, 1(1), pp. 30-36. Pelczar, M. J. & Chan, E. C. S. 2014. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Perez, J., Rubia, M. D. D. T. & Martinez, J. 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose, and Lignin. New York: McGraw-Hill Company. Saraswati, R. & Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah Sebagai Komponen Teknologi Pertanian. Jakarta: Erlangga. Sunarto. 2004. Peranan Dekomposisi dalam proses Produksi pada Ekosistem. Jakarta: Erlangga. Sutedjo, M. M. & Kartasapoetra, G.A. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Windusari, Y. 2012. Dugaan Cadangan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah di Kawasan Suksesi Alami Pada Area Pengendapan Tailing PT. Freeport Indonesia, Palembang. Jurnal Ilmiah Biologi, 5(1), pp. 22-28.

Related Documents


More Documents from "hwang jea"