BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Model dan Teori Kepemimpinan 1. Definisi Model Menurut Deutsch dalam Severin dan Tankard (2008), “Model adalah struktur simbol dan aturan kerja yang diharapkan selaras dengan serangkaian poin yang relevan dalam struktur atau proses yang ada. Model sangat vital untuk memahami proses yang lebih kompleks”. Jadi, berdasarkan pandangan Deutsch, model merupakan struktur simbol dalam sebuah proses guna memahami proses yang sifatnya kompleks. Struktur ini bisa terlihat bila divisualisasikan.1 Sedangkan menurut Severin and Tankard, (2008), “Model didefinisikan sebagai representasi dunia nyata dalam bentuk yang teoretis dan disederhanakan. Model bukan alat untuk menjelaskan, tapi bisa digunakan untu membantu merumuskan teori. Model menyiratkan suatu hubungan yang sering dikacaukan dengan teori karena hubungan antara model dengan teori begitu dekat. Model memberi kerangka kerja yang bisa digunakan untuk mempertimbangkan satu masalah meskipun dalam versi awalnya model tidak akan membawa kita menuju prediksi yang berhasil”. Dapat dipahami, bahwa model merupakan gambaran dunia nyata yang kompleks dan secara teoretis disederhanakan. Karena begitu dekat dengan teori, terutama dalam relasi antar unsur atau komponen yang bisa berupa konsep atau bahkan variabel, maka model bisa tersamar sebagai teori. Tapi, meskipun model bisa digunakan untuk mempertimbangkan dalam bentuk prediksi suatu masalah, berbeda
1
Bambang A.S,”Perbedaan Model dan Teori dalam Ilmu Komunikasi”,Humaniora,vol.5 No.2, Oktober 2014
dengan teori yang memang sejak awal sudah “meyakinkan” karena sudah teruji. Jadi model bisa digunakan untuk mempertimbangkan relasi variabel, tapi tidak sekuat teori dalam hal prediksi. Menurut Dedy Mulyana, (2007); “Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata atau abstrak dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut”. Jadi model menurut Mulyana adalah wakilan dari gejala dengan menonjolkan unsur-unsur yang dianggap penting oleh pembuatnya. Aubrey Fisher dalam Mulyana, (2007) merumuskan, “Model adalah analogi yang mengabstrasikan dan memilih bagian dari keseluruhan unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori”. Fisher menganggap model sebagai analogi dari fenomena dengan memilih bagian, sifat atau komponen yang dianggap penting untuk diabstraksikan sebagai gambaran informal. McQuail dan Windahl (1981) menulis, “Model adalah penggambaran tentang suatu bagian atau sebuah realita yang sengaja dibuat sederhana dalam bentuk grafik”. Definisi McQuail dan Windahl ini yang lebih eksplisit bahwa model adalah gambar (bukan sekedar gambaran) berupa grafik tentang suatu bagian atau keseluruhan realita yang disederhanakan.
Berdasarkan definisi dan penjelasan beberapa ahli tersebut, model adalah visualisasi berupa grafik atau diagram tentang realita baik proses maupun struktur (di dalamnya juga terdapat teori dan fomula) yang disederhanakan agar mudah dipahami dengan menonjolkan unsur atau elemen yang dianggap penting. Model juga bisa jadi skema teori agar aplikasikan untuk diuji atau diturunkan menjadi proposisi. Jadi, model bisa berupa visualisasi dari proses, struktur, definisi, formula, bahkan teori agar sederhana dan mudah difahami sehingga bisa dijadikan acuan kerangka kerja.
2. Definisi Teori Dalam KBBI teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Kerlinger (2004) Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), batasan dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubunganhubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut. Batasan di atas mengandung tiga hal, pertama, sebuah teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri atas kontrukskonstruk yang terdefinisikan dan saling berhubungan. Kedua, teori menyusun antar hubungan seperangkat variabel (konstruk) dan dengan demikian merupakan suatu pandangan sistematis mengenai fenomenafenomena yang dideskripsikan oleh variabel-variabel itu. Akhirnya suatu teori menjelaskan fenomena. Penjelasan itu diajukan dengan cara menunjuk secara rinci variabel-variabel tertentu yang berkait dengan variable-variabel tertentu lainnya.
Menurut ahli lain, Teori adalah sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami sebuah fenomena. (West and Turner, 2008). Sedangkan menurut Turner dalam (West and Turner, 2008), teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi. Menurutnya, teori mempunyai tingkat generalitas, sebagai berikut: (1) Teori dalam arti luas (grand theory); teori yang berusaha menjelaskan semua fenomena seperti komunikasi. Bertujuan untuk menjelaskan mengenai semua perilaku komunikasi dengan cara yang benar secara universal. (2) Teori dalam arti menengah (midrange theory); teori yang berusaha untuk menjelaskan suatu aspek tertentu dari sebuah fenomena seperti komunikasi. Menjelaskan perilaku dari sekelompok orang dan bukannya semua orang. (3) Teori dalam arti sempit (narrow theory); teori yang berusaha menjelaskan suau aspek yang terbatas dari suau fenomena seperti komunikasi. Menekankan pada orang-orang tertentu pada situasi tertentu pula.2
2
Ibid.,
Dapat disimpulkan bahwa model adalah visualisasi berupa grafik atau diagram tentang realitas baik proses maupun struktur (di dalam juga terdapat teori dan fomula) yang disederhanakan agar mudah dipahami dengan menonjolkan unsur atau elemen yang dianggap penting. Sedangkan teori adalah rumusan abstrak tentang relasi antar konsep yang telah teruji kebenarannya yang membantu memahami, memprediksi, dan mengontrol sebuah peristiwa. Jadi, perbedaan model dan teori berdasarkan definisi adalah: a. Model bersifat visual, teori hanya berupa pernyataan. Apabila teori tersebut divisualkan maka teori tersebut dimodelkan. Dengan kata lain, dia menjadi model. b. Teori sudah teruji kebenrannya, sedangkan model belum tentu teruji kebenarannya. Bisa saja hanya skema yang mempermudah kerangka kerja atau apa yang mau dikerjakan (terutama dalam penelitian). Hanya model dari sebuah teorilah yang sudah teruji kebenarannya. c. Karena model bisa berasal dari teori (teori yang divisualkan dalam bentuk gambar), maka model bisa saja diturunkan dari teori induk dan dianggap menggantikan mid-rank theory atau narrow/applied theory untuk menggantikan posisi teori tersebut apabila belum ada.
B. Latar Belakang Munculnya Kepemimpinan Jika dikatakan dimuka bahwa hingga saat ini terjadi perdebatan yang sifatnya perennial tentang asal-usul seorang pemimpin yang efektif, baik dikalangan ilmuan yang memgalami masalah-masalah kepemimpinan maupun dikalangan para praktisi,terdapat dua kubu dalam perdebatan tersebut. Masing-masing kubu nampaknya sangat gigih dalam membela pendirian dan pendapatnya . Disatu pihak ada yang berpendapat bahwa “pemimpin dilahirkan” (leader are born). Pandangan ini berkisar pada pendapat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin yanng
efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan. Tidak jarang pandangan ini diwarnai dengan filsafat hidup yang deterministik dalam arti adanya keyakinan diantara para penganutnya bahwa jika seseorang memang sudah “ditakdirkan” menjadi seorang pemimpin,terlepas dari perjalanan hidup yang bersangkutan,akan timbul situasi yang menemparkan orang yang bersangkutan tampil pada panggung yang bersangkutan dan akan efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya. Bagi penganut pendapat ini tidak menjadi soal betapa banyak kesempatan yang dimanfaatkan oleh seseorang dalam upaya menumbuhkan efektifitas kepemimpinannya, apabila seseorang itu tidak dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan, yang bersangkutan tidak akan menjadi pemimpin yang efektif.3 Dikubu lain terdapat orang yang berpendapat bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa”(leader are made). Pandangan ini berkisar pada pendapat yang mengatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang daoat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan yang luas kepada yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektifitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidika dan latihan kepemimpinan4 Dalam hak efektifitas kepemimpinan,paradigma yang lebih mendekati kebenaran ilmiah yang didukung oleh pengalaman para praktisi, mengatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang dilandasi dengsn modal bakat yang dibawa sejak lahir akan tetapi ditumbuhkan dan dikembangkan melalui dua jalur, yaitu adanya kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinan dan tersedianya kesematan yang cukup luas menempuh pendidikan dan latihan kepemimpinan. Betapapun besarnya bakat seseorang untuk menjadi pemimpin, apabila tidak
3 4
Sondang P. Siagian ,Teori dan Praktek kepemimpinan(Jakarta:Rineka Cipta,1991),hlm 9 Ibid.,hlm 10
disertai oleh kesempatan menerapkan dan tidak pula didukung dengan pengetahuan yang bersifat teoritikal,orang yang bersangkutan mungkin saja diangkat menjadi pemimpin, (dalam arti seseorang menjadi kepala dalam suatu organisasi), tetapi tidak menjadi pemimpin yang efektif. Bakat hanyalah merupakan modal, meskipun berupa modal yang sangat penting. Modal yang tidak bertambah lambat laun akan habis. Demikian pula halnya dengan bakat kepemimpinan sebagai mpdal berorganisasi. Jika tidak dipupuk dan dikembangkan lambat laun akan kehilangan maknanya. Sebaliknya, tanpa bakat seseorang bisa saja mengikuti berbagai program pendidikan dan latihan kepemimpinan dan mengakibatkannya menguasai berbagai teori keemimpinan yang menyangkut cici-ciri, perilaku, fungsi, peranan dan gaya kepemimpinan, akan tetapi tidak menjadikannya seorang pemimpin yang efektif karena modal dasar,tidak dimilikinya. Dalam hal ini seseorang hanya mampu menguasai berbagai teori, akan tetapi tidak mampu menerapkannya dalam praktek. C. Ragam Teori Kepemimpinan 1. Teori Kepemimpinan Perilaku Dan Situasi Menurut teori ini perilaku seorang pemimpin mempunyai kecenderungan ke arah dua hal: Pertama, konsiderasi (cosideration),yaitu kecenderungan kepemimpinan yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Perilaku ini memiliki gejalagejala seperti sifat pimpinan yang ramah tamah, membantu kepentingan bawahan, membela bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan, memberikan kesejahteraan bawahan, dan sebagainya.
Kedua, stuktur inisiasi (initiating structure), yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang memberikan batasan-batasan antara peranan pemimpin dan peranan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.Tanda-tandanya adalah bawahan diberikan intruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan dan bagaimana pekerjaan dilakukan, hasil yang akan dicapai.Oleh karena itu, pemimpin membuat berbagai standar yang perlu dilaksanakan bawahan. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Robert R Blake dan Jane S. Mouton yang terkenal dengan teorinya The Managerial Grid Leadership Styles.Dalam teori Blake istilah konsiderasi disebut kecenderungan kepada bawahan (concern for people) dan struktur inisiasi disebut kecenderungan pada hasil (concern of producation). Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang perhatiannya terhadap bawahan tinggi, dan terhadap hasil juga tinggi. Kemudian timbul Teori Kepemimpinan Situasi. Teori ini hasil pengembangan Paul Harsey dan Kenneth H. Blanchard, yaitu: 1. Seorang pemimpin harus merupakan seorang pandiagnosa yang baik. 2. Seorang pemimpin harus bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan. Jadi singkatnya dalam Teori Situasi adalah bahwa tingkah laku seorang pemimpin harus selalu disesuaikan dengan situasi kedewasaan bawahan. Istilah kedewasaan bagi bawahan mempunyai komponen pengertian sebagai berikut: 1. Mempunyai tujuan, termasuk kemampuan menyusun tujuan dan dapat mencapai tujuan tersebut.
2. Mempunyai rasa tanggung jawab, dalam arti memiliki kemampuan (kompetensi) dan kemauan (motivasi). 3. Memiliki pendidikan dan pengalaman. 4. Mempunyai relevansi dengan tegas, yaitu kemauan teknis melaksanakan tugas, dan memiliki rasa percaya pada diri sendiri dan rasa harga diri.5 2. Teori Otokratis Teori otokratis dalam kepemimpinan pemerintah adalah teori bagaimana seorng pemimpin pemerintahan dalam menjalankan tugasnya bekerja tanpa menerima saran dari bawahan, perintah diberikan dalam satu arah saja artinya bawahan tidak diperkenankan membantah , mengkritik, bahkan bertanya. Cara ini biasanya terjadi pada organisasi militer terutama dalam keadaan darurat,dan memang berakibat cepat serta efektif, namun tidak menutup kemungkinan menimbulkan keresahan dikalangan bawahan.6 3. Teori Sifat Teori ini menyatakan bahwa kepemimpinan tercipta dari seseorang berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki seseorang tersebut, berarti yang bersangkutan sudah sejak lahir memiliki ciri-ciri untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini seseorang memiliki bawaan bakat turunan, antara lain cukup terampil untuk mengurus orang lain, memiliki kepekeaan inisiatif, memiliki rangsangan emosional untuk membela teman, dewasa dalam pemikiran, pandai
R. Afandi,” Efektifitas Kepemimpinan Transformasional Bagi Peningkatan Mutu Lembaga pendidikan islam”,Jurnal Pendidikan, vol 1 No.1, November 2013,99. 6 Inu Kencana Syafi’ie,Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia(Bandung:Renika Aditama,2013), hlm.15-16 5
membujuk dalam rayuan yang menghanyutkan, kreatif dalam menemukan gagasan baru, dan selalu berpartisipasi dalam kegiatan orang lain.7 Teori sifat ini sering berangkat dari fisik seseorang yaitu mereka yang berbadan tinggi, besar berbakat untuk memimpin keamanan, mereka yang bersuara keras tepat untuk berorasi didepan umum. Tetapi kemudian teori ini mengalami kelemahan karena mereka yang berbadan besar tidak menutup kemungkinan berprilaku feminim, begitu pula mereka yang bersuara bariton malahan tidak terampil berpidato karena gagap dan pemalu. Oleh karena itu para pengkritik teori sifat dalam kepemimpinan pemerintahan ini berpendapat bahwa tidak ada hubungan antara sifat kepemimpinan dengan tingkat keberhasilan. 4. Teori Lingkungan Teori linkungan adalah teori yang memperhitungka dan waktu, berbeda dengan teori sifat yang menyatakan pemimpin itu dilahirakan, maka dalam teori ini pemimpin dapat dibentuk, karena suasana kemerdekaan membutuhkan seseorang pilitikus yang memiliki kemampuan orasi yang dapat membakar semangat rakyat. Lingkungan dapat diciptakan suasananya, misal kondisi dibuat sedemikaian rupa kacau, kemudian datanglah seseorang menjadi arbiter walaupun yang bersangkutan dapat saja menjadi pemicunya. Hal ini dikenal dengan pemimpin yang berasal dari profokator. Yang dimaksud dengan ruang adalah tempat lokasi pembentukan pemimpin itu berada, misalnya diwaktu kecelakaan pesawat maka pilot begitu dibutuhkan,
7
Ibid.,17
disuatu lokasi kerumunan massa maka seseorang yang bersuara keras akan dapat lebih didengar. Yang dimasud dengan waktu adalah saat yang tepat ketika pembentukan pemimpin pemerintahan itu terjadi atau dipertahankan, misalnya di Irak yang sering melakukan invasi atau diserbu pihak lain maka rakyat membutuhkan seseorang yang pemberani seperti Sadam Husain untuk cukup lama menjadi presiden.8 5. Teori Manusiawi Teori manusiawi adalah teori yang pemimpinnya benar-benar merasakan bawahannya(baik rakyat maupun staf) sebagai manusia yang dapat dimotivasikebutuhannya sehingga menimbulkan kepuasan kerja, untuk itu teori ini berkaitan dengan teori motivasi. Ada tiga pakar yang populer denganteori motivasi, yaitu Abrahan Maslow, Douglas Mac Gregor, dan Devid Mac Clelland. Abraham Maslow memotivasi orang lain dengan memenuhi tingkat kebutuhan dasar(basic needs) yaitu kebutuhan fisik,kebutuhan agar selalu aman (safetiy needs), kebutuhan bermasyarakat (sicial need), kebutuhan untuk dihormati (esteem need),serta kebutuhan untuk mewujudkan diri (self actualization need). David Mac Clelland dan kawan-kawannya memotivasi orang lain dengan memenuhi tingkat kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berkuasa, dan kemudian kebutuhan untuk berteman. Douglas Mac Gregor memotivasi orang lain dengan melihat bakat dasarnya terlebih dahulu yang terkenal dengan teori X dan Y yaitu adanya manusia yang
8
Ibid.,20
pada hakekatnya tidak suka bekerja,tidak berambisi, dan tidak bertanggung jawab oleh karena itu perlu didorong, kendati demikian ada manusia yang mampu mengawasi dirinya sendiri, penuh inisiatif, keatif yang sudah barang tentu diberi kesempatan. Hanya kemudian muncul lagi teori Z yang dikemukakan oleh William G.Ouchi yang berasumsi bahwa produktifitas harus lebih dipndang sebagai suatu problem organisasi, oleh karena itu perlu kerjasama tim yang handal. Bahkan produktifitas dapat ditingkatkan lagi lebih inrtensif bagi para bawahan melalui ancaman sanksi bagi pelanggar sedangkan pemberian penghargaan bagi yang berprestasi. Itulah sebabnya di negeri Jepang (tempat kelahiran ouchi) beban yang tidak mampu diangkat oleh 5 orang tetapi dapat diangkat 4 orang setelah diancam.9 6. Teori Pertukaran Teori pertukaran adalah teori dimana pemimpin pemerintahan dalam mempengaruhi bawahannya memakai strategi take and give. Misalnya, ketika atasan hendak memberikan perintah maka selalu diutarakan bahwa bila berhasil akan dinaikkan gaji, atau sebaliknya sebelum penerimaan suatu honor lalu pemimpin mengutarakan bahwa selayaknya bawahan bekerja lebih rajin, dengan demikian akan menjadi bawahan yang tau diri. Dengan begitu pemimpin yang memakai teori ini senantiasa dalam setiap penggajian, penghonoran, dan pemberian apapun di jadikan semacam jasa yang ditanamkan organisasi yang saat itu sedang dipimpin oleh orang yang bersangkutan.
9
Ibid.,18
D. Model-model Kpemimpinan 1. Model kepemimpinan transaksional Konsep mengenai kepemimpinan transaksional pertama kali diformulasikan oleh Burns (1978) dalam Yukl (1994:350) berdasarkan penelitian deskriptifnya terhadap pemimpinpemimpin politik dan selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasi oleh Bass. Kepemimpinan transaksional menurut Burns dalam Yukl (1998:296) memotivasi para pengikut dengan menunjukkan pada kepentingan diri sendiri. Para pemimpin politik tukar-menukar pekerjaan, subsidi, dan kontrak-kontrak pemerintah yang menguntungkan untuk memperoleh suara dan kontribusi untuk kampanye. Para pemimpin perusahaan sering menukarkan upah dan status untuk usaha kerja. Kepemimpinan transaksional menyangkut nilai-nilai, namun berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran, seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan pertukaran. Istilah transactional berasal dari bagaimana tipe pemimpin ini memotivasi pengikut untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Pemimpin transaksional menentukan keinginan-keinginan pengikut dan memberi sesuatu yang mempertemukan keinginan itu dalam pertukaran karena pengikut melakukan tugas tertentu atau menemukan sasaran spesifik. Jadi, suatu transaction atau exchange process antara pemimpin dan pengikut, terjadi pada saat pengikut menerima reward dari job performance dan pemimpin memperoleh manfaat dari penyelesaian tugas-tugas. Dalam kepemimpinan transaksional, hubungan pemimpin-pengikut berdasarkan pada suatu rangkaian pertukaran atau persetujuan antara pemimpin dan pengikut (Howell dan Avolio, 1993). Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan
memperjelas persyaratan peran dan tugas (Robbins, 2008:472). Menurut Gibson et al. (1997:84) pemimpin transaksional mengidentifikasikan keinginan atau pilihan bawahan dan membantu mereka mencapai kinerja yang menghasilkan reward yang dapat memuaskan bawahan. Bass (1990:338) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai model kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat reward yang segera dan nyata setelah melakukan perintah-perintah pemimpin. Selanjutnya Mc Shane dan Von Glinow (2003:429) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai kepemimpinan yang membantu orang mencapai tujuan mereka sekarang secara lebih efisien seperti menghubungkan kinerja pekerjaan dengan penghargaan yang dinilai dan menjamin bahwa karyawan mempunyai sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
10
2. Model Kepemimpinan Transformasional Burns dalam Usman (2009:333) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai “a process in which leaders and followers raise to higher levels of morality and motivation”. Gaya kepemimpinan semacam ini akan mampu membawa kesadaran para pengikut (followers) dengan memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang sinergikal, kebertanggungjawaban, kepedulian edukasional, dan cita-cita bersama. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi; memelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun
Titik Rosnani,” Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan kerja dan Kinerja dosen Universitas Tanjungpura Pontianak”, jurnal ekonomi bisnis dan kewirausahaan, vol.3, No.1, 2012 10
team work yang solid; membawa pembaharuan dalam etos kerja dan kinerja manajemen; berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi (Bass dalam Usman, 2009:334). Yukl (1994) menyimpulkan esensi kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya inovasi dan kreativitas. House et al. dalam Usman (2009) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memotivasi bawahan mereka untuk “berkinerja di atas dan melebihi panggilan tugas.” Bass (1990) selanjutnya menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan memotivasi para pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang derencanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal. Dengan mengungkapkan suatu visi, pemimpin transformasional membujuk para pengikut untuk bekerja keras mencapai sasaran yang digambarkan. Visi pemimpin memberikan motivasi bagi pengikut untuk bekerja keras, yakni memberikan penghargaan kepada diri sendiri. Transformational leadership, menurut Bass (1985) dalam Muenjohn dan Armstrong (2008), didefinisikan sebagai suatu proses dimana pemimpin mencoba untuk meningkatkan kesadaran pengikut tentang apa yang benar dan penting dan untuk memotivasi pengikut untuk menunjukkan harapan-harapan yang lebih besar (as a process in which a leader tried to increase followers’ awareness of what was right and important and to motivate followers to perform “beyond expectation”). Para pemimpin transformasional menaikkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita dan nilai-nilai yang lebih tinggi seperti kebebasan, keadilan, perdamaian dan persamaan (hak) (Sarros dan Santora, 2001). Pemimpin transformasional
berusaha mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan: (a) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, (b) meminta individu mementingkan kepentingan tim di atas kepentingan pribadi, dan (c) mengubah tingkat kebutuhan (Hirarki Maslow) bawahan atau memperluas kebutuhan bawahan. Pemimpin yang transformasional mendapat komitmen lebih besar dari bawahan dan mendorong mereka mendahulukan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi bukan saja dengan kharismanya tapi juga dengan berperan sebagai pelatih, guru atau mentor (Yukl, 1994). Pada kepemimpinan transformasional menerapkan lebih dari sekedar pertukaran dan selalu berusaha meningkatkan perhatian, memberi stimulasi intelektual dan memberi inspirasi pada bawahan untuk lebih mementingkan kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi. Jenis kepemimpinan ini lebih dari sekedar transaksi konstruktif dan korektif.