9. Diagnosis banding pada skenario A. DEMAM REMATIK Definisi Demam reumatik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi, dan system saraf pusat. Manifestasi klinis penyakit Demam reumatik ini akibat kuman Streptococcus Grup-A (SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu. sedangkan yang maksud dengan Penyakit Jantung Reumatik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik, atau kelainan karditis reumatik. Kuman Streptococcus Grup-A (SGA) adalah kuman yang terbanyak menimbulkan tonsilofaringitis, di mana juga yang menyebabkan demam reumatik. hampir semua Streptococcus Grup-A (SGA) adalah beta hemolitik. Dikatakan bahwa demam reumatik dapat ditemukan diseluruh dunia, dan mengenai semua umur, tetapi 90% dari serangan pertama terdapat pada umur 5-15 tahun, sedangkan yang terjadi dibawah umur 5 tahun adalah jarang sekali. Yang sangat penting dari penyakit demam reumatik akut ini adalah dalam hal kemampuannya menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yng akan menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Demam reumatik merupakan kelainan jantung yang biasanya bukan kelainan bawaan, tetapi yang diperdapat. Pencegahan demam reumatik ada 2 cara :
Pencegaha primer
: Upaya pencegahan infeksi Streptococcus beta hemolitikus
Grup-A sehingga tercegah dari penyakit demam reumatik.
Pencegahan sekunder
: Upaya mencegah menetapkan infeksi Streptococcus
beta hemolitikus Grup-A pada bekas pasien demam reumatik.
Program pencegahan primer sangat sukar dilaksanakan karena sangat banyak penduduk yang dicakup dan juga adanya infeksi Streptococcus hemolitik Grup-A (SGA) yang tidak memperlihatkan gejala-gejala yang khas. Sedangkan kekambuhan demam reumatik sekitar 30% bila terserang infeksi Streptococcus Grup-A. Patofisiologi Demam reumatik yang mengakibatkan penyakit jantung reumatik terjadi akibat sensitifitas dari antigen Streptococcus sesudah 1-4 minggu infeksi Streptococcus di faring. Lebih kurang 95%pasien menunjukkan peninggian titer antistreptokinase O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNa-se B) yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptococcus Grup-A (SGA).
Manifestasi klinis Demam reumatik yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian menjadi suatu penyakit demam reumatik. Adapun gejala-gejala itu adalah :
Artritis
Karditie
Chorea
Eritema Marginatum
Nodul subkutanius
Upaya pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptococcus Grup-A sangat membantu diagnosis demam rematik yaitu :
Pada saat sebelum ditemukan infeksi SGA
Pada saat ditemukan atau menetapnya proses infeksi SGA tersebut.
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman Streptococcus Grup-A ini dapat dideteksi :
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA negative pada fase akut itu.
Antibodi Streptococcus lebih menjelaskan adanya infeksi Streptococcus dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se. Terbentuknya antibodiantibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan.
Prognosis Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik.Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Upaya Pengendalian Demam Reumatik Walaupun ada beberapa aspek pathogenesis demam reumatik yang belum dapat diterangkan seluruhnya. Dari cara ini dapat dilakukan interfensi siklus reinfeksi Streptococcus pada pasien dengan atau pernah menderita demam rematik. Penatalaksanaan Eredikasi kuman Streptococcus pada saat serangan akut pemberian penisilin benzatin intramuscular, dosis untuk BB lebih dari 30kg itu 1.2juta unit. jika berat badan dibawah 30kg itu 600.000 sampai 900.000 unit. Jika konsumsi lewat oral itu 400.000 unit (250mg) untuk 4 kali sehari selama 10 hari. Apabila alergi terhadap penisilin, sebagai gantinya dapat diberikan eritromisin 50mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis. Maximalnya 250mg 4 kali sehari selama 10 hari (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dasar Jilid II. Edisi V. Halaman 1662-1670) B. CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Definisi Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
Etiologi Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi. b. Aterosklerosis koroner, mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun c. Hipertensi sistemik atau pulmonal, meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung d. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun e. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload f. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
Patofisiologi Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik. Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.4,10
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu: a. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. b. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. c. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.
Gejala Klinis Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan : a. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium
Diagnosis Akibat bendungan di berbagai organ dan low output pada penderita gagal jantung kongestif hampir selalu di temukan: a. Gejala paru berupa: dyspnea, orthopnea, dan paroxysmal noctural dsypnea. Selain itu bbatuk-batuk non produktif yang timbul pada waktu berbaring b. Gejala dan tanda sistemik: lemah, cepat capek, oliguri, nokturi, mual, muntah, desakan vena sentralis meningkat, takikardi, pulse pressure sempit, asister, hepatomegali dan edema perifer. c. Gejala susunan saraf pusat berupa : insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.
Pemeriksaan penunjang a. Radiography thoraks: seringkali menunjukan kardiomegali bila gagal jantung sudah kronis b. EKG: memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien, termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertofi LV, gangguan konduksi, aritmia c. Echocardiography: harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. d. Tes Darah: direkomendasikan untuk menyingkirkan aritmia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi dimulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga fungsi tiroid harus diperiksa. e. Katerisasi jantung
f. Tes latihan fisik : untuk menilai adanaya iskemia miokard dan pada beberapa kasus untuk mengukur VO2 max.
Penatalaksanaan 1. Terapi farmakologik a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik) Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun b. Antagonis aldosteron Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat c. Obat inotropik Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung. d. Glikosida digitalis Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi e. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat) Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena. f. Inhibitor ACE Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung. 2. Terapi non-farmakologik Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur. 3.
Tindakan dan pembedahan: a. Revaskularisasi (intervensi kateter dan pembedahan) b. Perbaikan katup c. Pacu jantung biventrikel
d. Transplantasi jantung Referensi : -
RWM Kaligis, DKK. Hipertensi sindrom koroner akut dan gagal jantung. Balai penerbit rumah sakit jantung harapan kita. 2001
-
Prof. dr. peter kabo, PhD,MD. Bagaiman menggunakan obat-obat kardiovaskuler secara rasional. Balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia.2010
-
Lily ismudiati rilantono, dkk. Buku ajar kardiologi. Balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia. 2003
-
Gray, huon h. Et all. Lecture notes kardiologi. 2002. Ed. 4. Penerbit Erlangga
C. MITRAL STENOSIS Definisi Mitral stenosis dalah penyempitan katup mitral, penyakit ini khususnya dicari pada pasien dengan demam rematik fibriliasi antrium onset baru dan hipertensi pulmonal tanpa penyebab yang jelas.
Kriteria Diagnosis Dengan manifestasi klinis diantaranya : sesak napas progresif lambat, toleransi olahraga berkurang, batuk, hemoptisis, bronchitis rekuren, bengkak pada pergelangan kaki, palpitasi, kadang-kadang disertai gejala endokarditis, edema paru, bunyi jantung 2 katup pulmonal mengeras, tergantung beratnya hipertensi pulmonal, bising rumble diastolic di apeks dengan pengerasan parasistolik.
Pemeriksaan Penunjang (EKG) Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan EKG didapatkan gelombang P lebar dan bertarik, mengisyaratkan pembesaran atrium kiri dan mungkin ditemukan hipertrofi ventrikel kanan. Penatalaksanaan : o Stenosis mitral ringan
Dengan latihan fisik dan mencegah terjadinya infeksi atau endokarditis, golongan antibiotik yang digunakan adalh penisilin, eriromisin, sulfat sefalosporin. o Obat-obat inotropik Beta blocker atau Ca- bloker o Stenosis mitral dengan irama sinus Latihan fisik tidak dianjurkan kecuali untuk menjaga kebugaran. o pencegahan embolisasi sistemik valvotomi mitral perkutan dengan balon
Referensi -
Gleadle.J. 2005. At s Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga. Jakarta.
-
Kumar V, Cotran R S. Dan Robbins S L. Robbins Buku Ajar Patologi. Ed 7. Vol 2. EGC. Jakarta
-
Rudolph A.M dkk, 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Vol 3. EGC. Jakarta.
D. INSUFISIENSI MITRAL Definisi Mitral Insufisiensi atau Regurgitasi Mitral adalah kondisi dimana terjadi aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik. Etiologi Terjadi akibat abnormalitas berbagai komponen katup mitral, seperti daun katup, annulus, chorda tendineae, dan m. papillaris.
Patofisiologi Mekanime terjadinya MR : 1.
Abnormalitas fungsional
Pada kondisi ini struktur katup dalam batas normal, MR terjadi akibat kombinasi dilatasi annulus mitral dan disfungsi muskulus papillaris, akibat abnormalitas gerakan dinding ventrikel kiri secara segmental, dilatasi ventrikel kiri, disfungsi muskulus papillaris yang paling sering disebabkan oleh infark inferior yang terutama menyebabkan disfungsi muskulus papillaris posterior. 2.
Abmormalitas structural a. Kalsifikasi annulus, umumnya terjadi pada wanita usia tua, pasien diabetes. Sering mengenai bagian posterior annulus mitral, terlihat sebagai kalsifikasi pada bagian belakang jantung pada foto rontgen thoraks lateral. b. Kelainan daun katup, disebabkan oleh demam rematik, endocarditis infektif atau katup yang floppy. Penyakit rematik menyebabkan kuspis menebal dan komisura yang menyatu dan memberikan gambaran fish-mouth. c. Ruptur chorda tendineae, bias akibat degenerasi myxomatus pada sindrom floppy valve yang melibatkan chorda sehingga menyebabkan chorda meregangdan rupture
Manifestasi Klinis a. Akut, peningkatan tekana atrium kiri tiba-tiba, langsung ditransmisikan ke vascular pulmoner dan menyebabkan peningkatan tekanan bagi kapiler pulmoner. Gejala kongesti paru : sesak napas pada saat beraktivitas ringan atau istirahat sambil berbaring (orthopnea). Peningkatan JVP, hepatomegaly, asites, edema tungkai. b. Kronik, cepat lelah, lemah, sesak napas pada aktivitas atau tengah malam, bahkan ketika berbaring, diikuti tanda gagal jantung kanan.
Pemeriksaan fisik a) Palpasi Carotid up stroke jelas Implus apeks cordis kuat dan bergeser ke lateral Pengisian diastolic dapat diraba karena volume berlebihan Dilatasi ventrikel kiri Gerakan ventrikel kanan meningkat menandakan hipertensi pulmoner b) Auskultasi
S1 melemah Splitting bunyi S2 Komponen pulmoner S2 mengeras bila terjadi hipertensi pulmoner S4 terutama pada MR akut Murmur pansistolik dengan punktum maksimum di apeks, menjalar ke lateral dan axilla. Murmur terdengar pendek dan lebih halus.
Pemeriksaan Penunjang a) Elektrokardiogram, pembesaran atrium kiri dan fibrilasi atrium. b) Fotorontgen thorax, adanya kardiomegali akibat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Edema intertisial alveoli berupa garis Kerley B pada paru. Bisa dilihat kalsifikasi annulus berbentuk C-Shape. c) Ekokardiogram, berperan saat evaluasi MR, menilai tekanan di arteri pulmonalis serta evaluasi pra dan pasca bedah penggantian katup. d) Katerisasi jantung, untuk melihat secara langsung derajat regurgitasi MR Penatalaksanaan Terapi farmakologi. Pada kasus akut, nitrat dan diuretic dapat mengurangi pengisian. Terapi antikoagulan wajib diberikan selama 3 bulan setelah reparasi katup mitral. Terapi invasive non bedah. Rekonstruksi atau penguatan katup mitral adalah teknik baru untuk terapi MR. dilakukan jika kondisi katup membaik. Terapi bedah. Tindakan pilihan untuk mengurangi gejala dan memecah perburukan kondisi pasien ke arah gaga ljantung. Referensi : Rilantono, Lily I. 2015. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta : Badan Penerbit FK-UI. Halaman 287-295