Dayan

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dayan as PDF for free.

More details

  • Words: 590
  • Pages: 3
Masa Depan Umat Islam Masih Suram Pasca Pemilu 2009 Posted on 30 July 2008 Pemilu 2009 mendatang belum akan memberikan masa depan yang cerah bagi umat Islam. Salah satu indikasinya adalah isi dari UU Pemilu yang syarat dengan kepentingan politis dan cenderung pragmatis, disamping kebobrokan mental para aktivis dan para legislator parpol-parpol Islam saat ini yang duduk di Parlemen dan pemerintahan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Dakwah PPP Alfian Tanjung dalam sebuah diskusi mengenai Pemilu 2009 dan Masa Depan Umat di Depok, Ahad (27/7) malam. Alfian Tanjung mengatakan sangat prihatin karena setelah 10 tahun reformasi telah terjadi kebobrokan mental dan sistem di tingkat elit maupun grass root. Di tingkat elit, menurut Alfian, teman-teman caleg dari parpol Islam justru berubah sikap tidak lagi memperjuangkan aspirasi dan kepentingan umat Islam, contohnya dalam kasus kenaikan BBM dan penjualan sejumlah aset negara, seperti Indosat. Hal yang perlu diwaspadai oleh umat Islam menjelang pemilu 2009 adalah meningkatnya jaringan Kristen dan komunis di Indonesia. Berdasarkan informasi yang dimilikinya, Alfian Tanjung mengatakan saat ini kader-kader PKI tengah mentargetkan 50-70 orang dapat menduduki kursi di lembaga-lembaga perwakilan rakyat di daerah maupun pusat, padahal dalam pemilu sebelumnya mereka hanya 3 orang. Untuk itu, Alfian meminta masyarakat muslim untuk lebih jeli dan waspada dalam menilai setiap caleg dari tempat domisilinya. Tidak ketinggalan, Partai Damai Sejahtera saat ini juga mentargetkan perolehan 77 kursi di DPR. Kerusakan moral juga terjadi di level grass root. Masyarakat grass root sekarang bermental pemeras. “Masyarakat Indonesia di tingkat bawah sekarang pintar memanfaatkan momen pemilu untuk meminta berbagai fasilitas dari para politisi dan para caleg. Sehingga wajar jika para caleg yang menang adalah mereka yang memiliki kekayaan dan dana yang besar.” Bahkan Alfian mengatakan, “Jangan harap caleg

bisa menang dalam pemilu legislatif jika tidak memiliki uang yang besar dan mampu membayar wartawan.” Sementara itu, aktivis Hizbut Tahrir Ust. Abu Hanifah yang hadir pula pada diskusi tersebut menekankan perlunya perubahan paradigma berpolitik di Indonesia ke arah yang lebih islami, agar menghasilkan output yang lebih berpihak kepada kepentingan umat Islam. Menurutnya, berbagai fakta lapangan dan kebobrokan sistem seperti yang disampaikan Bapak Alfian, mestinya menjadi pendorong perlunya dilakukan pergantian sistem kearah yang lebih Islami. Menurut Abu Hanifah, aktivitas politik didefinisikan sebagai pelayanan urusan umat baik urusan dalam negeri dan luar negeri dengan menerapkan syariat Islam. Abu Hanifah menginginkan definisi politik yang sesuai pandangan Islam ini dijadikan acuan bahkan kalau perlu menjadi visi dan misi partai-partai Islam. Menanggapi berbagai kebobrokan dan karut-marut perpolitikan Indonesia yang membangga-banggakan demokrasi, Abu Hanifah dalam presentasinya mengatakan sistem demokrasi adalah system khayal yang sulit diterapkan untuk umat Islam. Menurutnya, jika sistem ini terus dipaksakan untuk diterapkan maka kepentingan umat Islam akan terus dirugikan. Dia menilai ada ambivalen dan sikap ganda dalam penerapan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan dan kesamaan bagi semua kelompok dengan pengecualian kelompok-kelompok Islam. Sebagai contok ketika kelompok umat Islam melakukan aksi-aksi menuntut hak-hak keumatannya, maka yang terjadi adalah umat Islam dituduh melanggar hak asasi manusia. Sistem demokrasi saat ini juga melahirkan para caleg yang boros, Abu Hanifah mencontohkan, Ketua DPRD Bekasi menganggarkan Rp 1 milyar hanya untuk pembangunan pagar rumah dinas ketua DPRD. “Tidak hanya itu, anggaran untuk keperluan pembelian pakaian dinas untuk 6 bulan sebesar 406 juta,” ungkapnya dalam diskusi tersebut. Merespon fenomena terus membesarnya kelompok Golput, Abu Hanifah membagi kelompok golput menjadi 3 kelompok, yaitu massa golput karena tidak puas dan muak melihat perilaku pejabat dan legislator yang korup. Kelompok kedua, masyarakat yang tidak puas dengan kondisi sistem kehidupan rakyat baik politik, sosial, maupun ekonomi dam ketiga adalah kelompok masyarakat yang bosan

terhadap perilaku parpol-parpol Islam tapi berperilaku sekuler. [syarif/www.suara-islam.com]

Related Documents

Dayan
October 2019 5
Moshe Dayan 2.docx
June 2020 2