Daya Serap Pemahaman Structure.docx

  • Uploaded by: sri mulyaningsih
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Daya Serap Pemahaman Structure.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,246
  • Pages: 26
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Inggris harus mampu memilih metode belajar yang sesuai. Materi “Tenses English” secara sederhana dapat diartikan sebagai

pola kalimat yang berubah menurut waktu merujuk pada masa lalu (Past), masa sekarang (Present) dan masa depan (Future). Dalam Tenses tersebut salah satu materinya adalah Simple Past Tense is a verb tense showing an action which happened before now yang mencakup pola kalimat untuk mengungkap hal yang terjadi di masa lalu. Materi tersebut diajarkan di Kelas X SMK Semester 1 dan diadakan penelitian diskriptif di SMK Negeri 2 Banjarmasin kelas X Multimedia B pada tahun ajaran 2017/2018 Sebuah kalimat dikenal sebagai Simple Past Tense dengan melihat ciri-cirinya: kata kerja yang digunakan yaitu kata kerja bentuk kedua alias Verb 2. Misalnya: I went to grandma’s house last Sunday. Selain itu, untuk kalimat negatif (penyangkalan) ditandai dengan adanya “did not” atau “didn’t” setelah Subyek. Dengan contoh sama dengan kalimat sebelumnya . I didn’t go to uncle’s house last Sunday.Bagaimana dengan WAS dan WERE? Penggunaan to be Was serta Were juga salah satu cirinya. Contoh kalimat NonVerbal, tidak menggunakan kata kerja misalnya: She was my student in 2003. Dari pengertian tersebut, intinya kalimat Simple Past Tense digunakan untuk menceritakan sesuatu yang terjadi di masa lampau. Yang perlu kita ingat adalah selain kata kerja, bisa juga mencantumkan keterangan waktu untuk memberi informasi kapan hal itu terjadi.

B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini rumusan masalah disusun sebagai berikut: “ Bagaimana tingkat pemahaman/daya serap pada materi Simple Past Tense pada siswa di kelas X Semester I Tahun Ajaran 2017/2018 di SMK Negeri 2 Banjarmasin” C. Tujuan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah: “ Mengetahui tingkat pemahaman/daya serap siswa pada materi Simple Past Tense pada siswa di kelas X Semester I Tahun Ajaran 2017/2018 di SMK Negeri 2 Banjarmasin”.

1

D. Manfaat Hasil Penelitian Hasil peneltian yang dilakukan akan bermanfaat bagi semua orang terutama bagi: 1. Guru Dalam penelitian ini akan ditemukan daya serap siswa terhadap materi

Simple Past

Tense pada yang kurang dipahami oleh siswa sehingga guru dapat memberikan tindak

lanjut untuk meningkatkan daya serap tersebut dengan penerapan metode, strategi, model pembelajaran yang semuanya menunjang dan dapat membantu meningkatkan pemahaman secara tepat sesuai kebutuhan siswa sehingga siswa memperoleh hasil belajar yang maksimal 2. Siswa Siswa dapat mengetahui letak kelemahannya dalam memahami dan mempelajari Simple Past Tense. Diharapkan siswa dapat meningkatkan belajarnya dengan banyak berlatih berbincang untuk meningkatkan hasil belajarnya. 3. Sekolah Sebagai acuan untuk mempersiapkan guru-guru dalam meningkatkan perancangan pembelajaran baik sarana dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang menunjang keprofesionalan guru dalam melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)

2

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS Relatif banyak pendapat yang menyebutkan bahwa materi Simple Past Tense pada yang kurang dipahami oleh siswa disebabkan tentang pemilihan Verb dan pola kalimat dengan mengubah kata kerja dan kata yang mengikutinya. Untuk memahami rumus Simple Past Tense, selain paham perubahan kata kerja juga perlu mengenal penggunaan Did, Was, Were, perubahan “To Be” dengan Subyek yang tepat.

A. Landasan Teori 1.

Daya Serap Secara bahasa daya mempunyai arti sebagi kemampuan melakukan sesuatu atau

kemampuan bertindak, kekuatan; tenaga (yang menyebabkan sesuatu bergerak dsb), muslihat, akal, ikhtiar, upaya (ia berusaha dengan segala yang ada padanya). Sedangkan Sulchan Yasyin mengatakan bahwa, daya adalah tenaga atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan; tenaga yang menyebabkan timbulnya gerak usaha, ikhtiar. Daya serap dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sesuatu untuk menyerap. Daya serap diartikan sebagai suatu kemampuan peserta didik untuk menyerap atau menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang diajarkan gurunya. Daya serap merupakan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkan oleh seorang guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pemahaman ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, minat peserta didik terhadap belajar, lingkungan yang nyaman atau kondusif, dan guru yang bisa bersahabat (dekat) dengan peserta didiknya. Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa daya serap belajar siswa adalah kemampuan siswa dalam mempelajari apa yang diajarkan, dibaca, didengar, dan dipelajari, (dalam hal ini adalah pelajaran aqidah akhlak). Unsur-unsur daya serap dalam proses pembelajaran Ada beberapa unsur daya serap antara lain sebagai berikut: a) Ingatan Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan menerima kesan 3

sangat sentral peranannya dalam membentuk daya serap. Melalui kecakapan inilah, seseorang mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan guru/pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya, kesannya akan lebih dalam pada peserta didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi peserta didik, dalam pembelajaran Hukum Dasar Kimia terutama untuk mengingat rumus-rumus dan konsep hitungan. Contoh kasus yang menarik adalah pada saat menghitung pernbandingan volume berdasarkan koefisien reaksi. Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap peserta didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama. Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi peserta didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. Kemampuan reproduksi, yakni pengaktifan atau proses produksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun juga, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam

ujian

;

atau

untuk

merespons

tantangan-tangan

dunia

sekitar.

Pendidik dapat mempertajam kemampuan peserta didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

4

b) Berfikir Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan. Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran

adalah

mengembangkan

kemampuan

ini,

dan

bukannya

melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cenderung melemahkan kemampuan peserta didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulankesimpulannya secara mandiri. c) Motif Motif adalah keadaan dalam diri peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu. Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada peserta didik, guru/pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, guru harus 5

memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif. Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual peserta didik. Melalui grafik ini, setiap subjek didik

dapat

melihat

kemajuan-kemajuannya

sendiri.

Dan

sekaligus

membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya. Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain. B. Fungsi Daya Serap Siswa Dalam Belajar Daya

serap

merupakan

salah

satu

faktor

yang dapat

mempengaruhi

usaha yang dilakukan seseorang. Daya serap yang kuat atau tinggi akan menimbulkan usaha yang mudah dan tidak sulit dalam menghadapi masalah atau problem. Jika seorang siswa memiliki daya serap tinggi terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh guru maka dengan cepat ia dapat mengerti, memahami dan mengingatnya. Abdul Wahid menulis tentang fungsi daya serap bagi anak sebagai berikut: 1. Daya serap dapat meningkatkan wawasan dan pola pikir anak. Sebagai contoh anak yang mempunyai daya serap tinggi pada mata pelajaran, maka wasasan tentang pelajaran luas, serta dapat berfikir luas tentang manfaat ilmu yang diserap pada waktu pelajaran. 2. Daya serap sebagai tenaga pendorong yang kuat. Daya serap anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk terus belajar dan ingin lebih tau secara mendalam. 3. Prestasi selalu dipengaruhi daya serap yang tinggi. Untuk dapat mengerjakan soal tes dengan baik dan benar, tentunya diharapkan siswa mempunyai daya serap yang tinggi terhadap mata pelajaran. 4. Daya serap dapat meningkatkan minat belajar. Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka. 5. Untuk memahami, menyerap atau menguasai materi yang dipelajarinya sesuai dengan bahan mata pelajaran yang diajarkan gurunya dalam proses kegiatan belajar mengajar. 6. Untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

6

C. Faktor-faktor Daya Serap Sebelum membahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang meningkatkan dan melemahkan daya serap, perlu disampaikan terlebih dulu jenis-jenis tingkat daya serap belajar siswa.Tingkat daya serap belajar siswa bermacam-macam yaitu terdapat siswa yang memiliki daya serap belajar tinggi, sedang, dan rendah. Menurut Piet A. Sahertian ukuran tingkat daya serap belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga hal yaitu: siswa yang maju, siswa yang cukup dan siswa yang kurang. Mengapa daya serap belajar setiap siswa/peserta didik bermacam-macam, tentunya hal ini disebabkan banyak faktor. 1. Faktor daya serap belajar siswa yang tinggi, antara lain: a. Minat peserta didik terhadap belajar. Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya. Dalam hubungannya dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai peranan dalam “melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar.” Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik- baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar. Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar. b. Lingkungan yang nyaman atau kondusif. Lingkungan dalam hal ini meliputi lingkungan di sekolah, keluarga dan masyarakat. Lingkungan belajar yang kondusif akan menyebabkan suasana yang nayaman untuk konsentrasi belajar, dibandingkan dengan lingkungan yang tidak kondusif. Begitu 7

juga lingkungan dalam keluarga, apabila dalam lingkungan keluarga mendukung untuk peningkatan belajar siswa, maka siswa akan mempunyai daya serap yang tinggi. Lingkungan masyarakat juga penting untuk mengaplikasikan pemahaman nilai-nilai pelajaran. c. Guru

yang

bisa

bersahabat

(dekat)

dengan

peserta

didiknya.

Seorang guru sangat penting peranannya dalam peningkatan daya serap siswa, karena pelajaran yang akan diterima siswa akan disampaikan oleh guru/pendidik. Oleh karena itu, agar penyampaian materi dapat diserap, dipahami dengan baik oleh siswa maka seorang guru/pendidik harus menguasi materi pelajaran, menguasai kelas, menggunakan metode kreatif dengan mempergunakan alat peraga dalam mengajar, guru harus mampu memotivasi anak dalam belajar, guru harus menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran, guru harus disiplin dalam mengatur waktu, membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, guru harus mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru guna menambah wawasannya, jangan terlalu berorientasi terhadap pencapaian target kurikulum saja, dan lain sebagainya. 2. Faktor daya serap belajar siswa yang rendah dikarenakan: a. Kurang optimal dalam penggunaan fungsi otak, misalanya tidak terbiasa denganbudaya membaca, sehingga otak lambat dalam menganalisa, biasanya kebiasaan dalam belajar cuma menghafal, b. Kurang latihan dan terarah daya ingat/pikirannya, c. Terdapat gangguan fungsi dan sistem otak, d. IQ atau kapasitas anak kurang memadai, e. Gangguan indrawi (kurangnya fungsi pendengaran, penglihatan, pembau, perasa dan peraba), f. Hilangnya informasi yang diserap/lupa, g. Kadang sengaja dibuat lupa, h. Adanya faktor gen atau keturunan. 3. Alat Ukur Daya Serap Pada dasarnya alat ukur daya serap sama dengan alat untuk penilaian keberhasilan belajar mengajar, sedangkan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar (achievent tes). Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan pada 8

beberapa jenis penilaian, yaitu: 1. Tes Formatif Tes formatif digunakan mengukur suatu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada bahan tertentu dan dalam waktu tertentu pula. 2. Tes Sub – Sumatif Tes Sub - Sumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan pada waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa agar meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil tes sub – sumatif dapat dimanfaatkan untuk memeperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport. D. Pemahaman Pemahaman didefinisikan proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami. Dalam Taksonomi Bloom, pemahaman adalah kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak dipertanyakan sebab untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pengertian pemahaman menurut Anas Sudijono, adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Sedangkan menurut Yusuf Anas, yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih-kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya. Dari berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga,

menerangkan,

menafsirkan,

memerkirakan,

menentukan,

memperluas,

menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan. Indikator pemahaman menunjukkan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan. Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu 9

memahami sesuatu yang dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman, seseorang tidak hanya bisa menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari juga mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut. Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami (Em Zul, Fajri & Ratu Aprilia Senja, 2008 : 607-608) Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti : (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham) (Depdikbud, 1994: 74). Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak. Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain. Pemahaman (comprehension), kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Menurut Bloom “Here we are using the tern “comprehension“ to include those objectives, behaviors, or responses which represent an understanding of the literal message contained in a communication.“ Artinya : Disini menggunakan pengertian pemahaman mencakup tujuan, tingkah laku, atau tanggapan mencerminkan sesuatu pemahaman pesan tertulis yang termuat dalam satu komunikasi. Oleh sebab itu siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan hal-hal yang lain. (Bloom Benyamin, 1975: 89). Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996: 245). W.S Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. 10

Bloom membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi. Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan (Nana Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi. Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya. Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44) menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata –kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan, (2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.

Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 115) pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara faktafakta atau konsep. Menurut Nana Sudjana (1992: 24) pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang 11

diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi. E. Hasil Belajar Menurut Suprijono (2013:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Menurut Jihad dan Haris (2012:14) hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Setelah suatu proses belajar berakhir, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran adalah hasil belajar. Hasil belajar digunakan untuk mengetahui sebatas mana siswa dapat memahami serta mengerti materi tersebut. Menurut Hamalik (2004: 31) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengetahuan-pengetahuan, sikapsikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 3) “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar”. Menurut Hamalik (2004: 49) “mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan”. Sedangkan, Winkel (2009) mengemukakan bahwa “hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang”. Hasil belajar merupakan pengukuran dari penilaian kegiatan belajar atau proses belajar yang periode

yang

dinyatakan

menceritakan

hasil

tertentu.

Menurut

dalam yang

symbol,

sudah

“Susanto

huruf

dicapai (2013:

oleh

maupun setiap

5) perubahan

kalimat

anak

pada

yang terjadi

pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari belajar”. Pengertian tentang hasil belajar dipertegas oleh Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan 12

siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. F. Konsep dari materi Simple Past Tense Simple Past tense adalah suatu bentuk tense yang menggambarkan suatu kejadian yang terjadi pada satu spesifik waktu di masa lampau. Kata kerja yang digunakan pada tense ini harus berupa kata kerja kedua (verb 2). Serupa dengan simple present tense, bentuk ini merupakan salah satu tense yang paling dasar dan sering digunakan pada saat penulisan atau percakapan dalam bahasa Inggris. Untuk membentuk kalimat simple past tense, rumusnya adalah sebagai berikut S + Verb 2 + O Dalam kalimat simple past tense, kata kerja / verb yang digunakan merupakan bentuk kata kerja kedua. Terdapat 2 jenis kata kerja / Verb, yakni Regular Verb dan Irregular Verb. Untuk regular verb, tambahkan -ed / -d dibelakang setelah kata kerja bentuk pertama. Sebagai contoh 

Stay -> stayed (Tinggal)



Punch -> Punched (Memukul)



Play -> Played (Bermain)



Touch -> Touched (Menyentuh)



Write -> Writed (Menulis)

Untuk Irregular verb , termasuk didalamnya to be, bentuk kata kerja keduanya sangat berbeda. Sebagai contoh : 

Awake -> Awoke (Terbangun)



Begin -> Began (Memulai)



Drink -> Drank (Minum)



Eat -> ate (Makan)



Run -> ran (Berlari)

Namun, ada sebagian Irregular verb yang memiliki bentuk kata kerja yang sama dengan bentuk kata kerja dasar. Sebagai contoh : 

Put -> Put (Meletakkan)



Split -> Split (Membagi)



Spread -> Spread (Menyebarkan)



Set -> Set (Mengatur)



Cut -> Cut (Memotong) 13

Berikut ini adalah contoh kalimat simple past tense positif 1. Abdul went to Bali for holiday last Sunday (Minggu kemarin, Abdul pergi ke Bali untuk berlibur) 2. She joined english club class at school yesterday. (Kemarin, dia bergabung kedalam klub bahasa Inggris di sekolah). 3. Last Monday, Joni got an accident at the office (Senin lalu, Joni terkena musibah di kantor). 4. Dani bought new laptops last night. (Dani membeli laptop baru kemarin malam) 5. They watched “Dilan”, the newest movie at the cinema yesterday. (Kemarin, mereka menonton film “Dilan”, film terbaru di bioskop) 6. Ade went to school by his new cars this morning. (Ade pergi ke sekolah menggunakan mobil barunya pagi ini) 7. Dewi applied for manager position at Wall Street English company. (Dewi melamar pekerjaan sebagai posisi manager di perusahaan Wall Street English) 8. Susilo Bambang Yudhoyono was the president of Indonesia. (Susilo Bambang Yudhoyono dulu merupakan presiden Republik Indonesia) 9. I was born on Surabaya. (Dulu, saya lahir di Surabaya) 10. My mother cooked grilled fish for my birthday party. (Ibuku dulu memasak ikan bakar untuk pesta ulang tahunku). Berikut adalah contoh kalimat simple past tense negative. Untuk membentuk kalimat simple past tense negatif, rumusnya adalah sebagai berikut S + did + not + Verb 1 atau S + To Be (Was / Were) + not Dibawah ini ini adalah contoh kalimatnya : 1. I did not sleep well last night, (Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, tadi malam). 2. Rani did not come to the office yesterday. (Rani tidak datang ke kantor, kemarin) 3. Adi did not win english debate competition last month. (Adi tidak memenangkan kompetisi debat berbahasa inggris bulan lalu) 4. Arif was not the smartest students in the class. (Dulu, Arif bukan murid yang paling pintar di kelas) 5. She did not complete her job. (Dia tidak menyelesaikan tugasnya) 6. Many kids did not like horror movies. (Banyak anak-anak yang tidak menyukai film horror) 7. Dodi did not eat the vegetables. (Dodi tidak makan sayuran) 8. John did not buy a car. (John tidak membeli sebuah mobil) 14

9. Thomas did not come to my party yesterday (Thomas tidak pergi ke pesta saya, kemarin). 10. George did not go to the dentist because he was afraid. (George tidak pergi ke dokter gigi karena dia sangat takut) Berikut ini adalah contoh kalimat simple past tense interogative.Untuk membentuk kalimat simple past tense interogative, rumusnya adalah sebagai berikut Did + S + Verb 1 atau Was / Were + S Dibawah ini adalah contoh kalimat tanya simple past tense : 1. Did you see my bag on the table ? (Apakah kamu melihat tas ku di atas meja ?) 2. Did the student come to school ? (Apakah para murid datang ke sekolah ?) 3. Did you sleep enough last night ? (Apakah kamu tidur dengan nyenyak kemarin malam ?) 4. Did she deliver the pizza on time ? (Apakah dia mengantar pizza tepat waktu ?) 5. Did they allow you to join their english club ? (Apakah mereka mengizinkan kamu bergabung ke dalam klub bahasa Inggris ?) 6. Were you late to come to the office at 11 am yesterday ? (Apakah kamu datang terlambat ke kantor jam 11 kemarin ?) 7. Was he so busy ? (Apakah dia sangat sibuk ?) 8. Was the movie so fantastic ? tell me (Apakah filmnya sangat berkesan ? Ceritakan kepadaku) 9. Did he clean your room yesterday ? (Apakah dia membersihkan ruanganmu kemarin ?) 10. Was Dewi happy to work here ? (Apakah dewi senang bekerja disini ?)

G. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang dilakukan dan relevan dengan penelitian ini salah satunya adalah IMPROVING STUDENTS’ ABILITY IN USING SIMPLE PAST TENSE THROUGH GRAMMAR TRANSLATION METHOD (A Classroom Action Research at Grade X Students of SMK Negeri 1 Seyegan in Academic Year of 2017/2018) oleh I Kadek Dharma Priadi, Kadek (2018) H. Kerangka Berfikir Dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Inggris dalam materi Simple Past Tense hasil belajar siswa masih ada yang mencapai hasil dibawah KKM. Hal ini yang perlu 15

diketahui oleh guru, siswa dan sekolah untuk memperbaiki metode atau strategi dalam proses belajar mengajar sehingga siswa lebih mudah memahami dan meningkatkan daya serap dan hasil belajar siswa. I. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut : “ Daya serap yang dicapai siswa pada pemahaman konsep materi Simple Past Tense pada

tahun ajaran 2017/2018 dapat memberikan petunjuk untuk perubahan pola pembelajaran sehingga pemahaman dan hasil belajar siswa meningkat”

BAB III Metode Penelitian A. Setting Penelitian 1) Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriftif kuantitatif. 2) Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X Multimedia SMK Negeri 2 Banjarmasin berjumlah 17 orang yang terdiri 4 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan 3) Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SMK Negeri 2 Banjarmasin Alamat : Jl.Bigjen H.Hasan Basri No 6 Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70123 4) Waktu Penelitian Peneltian dilakukan pada semester 2 tahun ajaran 2017/2018 5) Lama Penelitian Penelitian dilakukan selama 2 bulan pertama pada awal semester 2 tahun ajaran 2017/2018 B. Sumber Data 1. Guru mata pejaran Kimia 2. Siswa 3. Guru yang bertugas sebagai Waka Kurikulum 16

C. Instrumen Penelitian Dokumen hasil belajar siswa kelas X semester 1 pada tahun ajaran tahun 2017/2018 berupa daftar nilai tes formatif tentang materi Simple Past Tense yang ada dalam arsip bagian pengajaran atau kurikulum sekolah. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan dokumentasi. Observasi dilakukan ke sekolah dalam kelas dan mendapatkan dokumen pada arsip yang ada pada bagian pengajaran (kurikulum) yaitu dokumen hasil ulangan dan kisi-kisi dari soal ulangan pada materi Simple Past Tense

E. Validasi Data Validasi data yang digunakan adalah validasi yang berhubungan dengan skor dan kinerja. Validitas dilakukan pada soal yang digunakan sebagai instrumen telah di validasi sebelumnya oleh guru dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) Bahasa Inggris SMK. F. Analisis Data Analisis data menggunakan statistika deskriptif dengan teknik persentase. Persentase pemahaman siswa dapat dihitung berdasarkan jawaban-jawaban benar siswa. Perhitungan persentase pemahaman siswa terhadap materi Simple Past Tense dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑃=

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

Keterangan : P adalah persentase siswa yang memahami kategori tertentu. Menurut Berg (dalam Sihaloho, 2001:61) kategori untuk menentukan pemahaman siswa dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kategori Pemahaman Siswa Nilai P (persentase pemahaman siswa) 0-20% 21-40% 41-60% 61-80% 81-100%

Kategori sangat rendah rendah cukup tinggi sangat tinggi

17

G. Indikator Kinerja Indikator kinerja pada penelitian ini adalah: 1) Menentukan kata kerja yang akan digunakan dalam kalimat Simple Past Tense 2) Menentukan to be (is, am, are, werw, was) yang digunakan dalam kalimat Simple Past Tense 3) Menerapkan penyusunan kalimat Simple Past Tense Positif 4) Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Negatif 5) Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Interogative

H. Prosedur Penelitian

Penelitian dimulai dengan obervasi mengumpulkan data berupa dokumen hasilhasil ulangan materi tentang Simple Past Tense. Selanjutnya data dokumen yang diperoleh di analisis dengan presentase disesuaikan dengan indikator kinerja. Setelah mendapatkan hasil analisis maka diambil kesimpulan untuk menjadi sumber informasi hasil penelitian yang dilakukan. Diagram alir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Observasi

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kesimpulan

Hasil Analisis

18

BAB IV

Hasil Dan Analisis Kajian A. Hasil Data hasil ulangan bulanan siswa terhadap materi Simple Past Tense pada kelas X SMK Negeri 2 Banjarmasin semester 1 tahun ajaran 2017/2018 yang diperoleh dari sekolah sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Ulangan Bulanan Materi Simple Past Tense Kelas X SMK Negeri 2 Banjarmasin semester 1 tahun ajaran 2017/2018 Nilai dengan KKM 75 No Nama Siswa

T=1

T=1

T=1

T=1

T=1

1

TT = 2 0

TT = 3 0

TT = 4 0

TT = 5 0

TT = 0

L/P

1

Nur Faradillah

P

90

1

80

1

78

1

80

1

75

1

2

Sukmayuni Sari

P

85

1

80

1

77

1

80

1

75

1

3

Sumiati

P

85

1

75

1

75

1

75

1

75

1

4

Dzakiatul M

P

85

1

75

1

70

0

75

1

70

0

5

Ratna Kumala

P

80

1

75

1

75

1

75

1

70

0

6

Basmatul Husna

P

90

1

80

1

73

0

70

0

75

1

7

Rizky Perdana

L

80

1

80

1

75

1

70

0

75

1

8

Chofifah Indriani

P

74

0

75

1

76

1

75

1

70

0

9

Aulia Rahma

P

95

1

90

1

78

1

80

1

70

0

19

10

Mia Permata Sari

P

80

1

11

Hatifah Fatimatul P W

85

1

12

Syarah Salsabila

P

80

13

Armia

P

14

M Muzakki

15

80

1

75

1

75

1

70

0

74

0

75

1

75

1

65

0

1

70

0

60

0

75

1

65

0

80

1

75

1

75

1

74

0

75

1

L

85

1

74

0

65

0

75

1

65

0

M Rizky Hasan

L

74

0

75

1

65

0

75

1

60

0

16

Hindun

P

74

0

75

1

65

0

70

0

60

0

17

Irwan Priambudi

L

75

1

74

0

60

0

70

0

50

0

Siswa KKM

yang

mencapai 82,35

76,47

58,82

70,59

35,29

Keterangan tabel sebagai berikut : T

= tuntas

TT = tidak tuntas Daya serap yang diukur : 1) Menentukan kata kerja yang akan digunakan dalam kalimat Simple Past Tense 2) Menentukan to be (is, am, are, werw, was) yang digunakan dalam kalimat Simple Past Tense 3) Menerapkan penyusunan kalimat Simple Past Tense Positif 4) Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Negatif 5) Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Interogative

Gambaran pada diagram mengenai daya serap siswa pada materi Simple Past Tense sebagai berikut:

20

Persen Daya Serap 100

82.35

76.47

80

70.59 58.82

60 35.29

40 20 Persen

0 1

2

3

4

5

Persen

B. Analisis Kajian 1. Pemahaman siswa pada bagian “Menentukan kata kerja yang akan digunakan dalam kalimat Simple Past Tense”. Berdasarkan diagram di atas, persentase daya serap siswa mencapai 82,35% dengan kategori tinggi. Kesalahan yang terjadi pada umumnya dalam materi ini adalah: dalam menyusun kalimat kebanyakan siswa masih melakukan kesalahan dalam memilih kata yang kerja yang digunakan 2. Pemahaman Siswa pada bagian “menentukan to be (is, am, are, werw, was) yang digunakan dalam kalimat Simple Past Tense” berdasarkan gambar persentase daya serap mencapai 76,47% yang tergolong dalam kategori tinggi. Kesalahan yang banyak dilakukan siswa antara lain: a)

dalam menyusun kalimat siswa masih menggunakan “to be” yang tidak sesuai dengan kalimat Simple Past Tense, 21

b) siswa tidak belum mengubah “to be” ke bentuk Simple Past c)

siswa banyak melakukan kesalahan dalam menulis teks bahasa Inggris

3. Pemahaman Siswa pada Materi “Menerapkan penyusunan kalimat Simple Past Tense Positif”. Berdasarkan data diagram diatas, persentase daya serap siswa hanya mencapai 58,82% tergolong kategori cukup. Kesalahan yang banyak dilakukan siswa dalam memahami bagian ini antara lain: a) Menyusun Rumus kalimat Simple Past Tense postitip b) Menyusun kalimat sesuai rumus kalimat Simple Past Tense postitip 4. Pemahaman siswa pada “Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Negatif”. Berdasarkan gambar diatas, persentase daya serap siswa yang mencapai 70,59% dalam kategori tinggi. Kesalahan yang banyak dilakukan siswa antara lain: a) Menyusun Rumus kalimat Simple Past Tense negatip b) Menyusun kalimat Simple Past Tense negatip c) Mengubah kalimat Simple Past Tense postitip menjadi Simple Past Tense negatip 5. Pemahaman Siswa pada bagian “Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Interogative”. Berdasarkan gambar diatas, persentase daya serap siswa hanya mencapai 35,29% tergolong dalam kategori rendah. Pada materi ini, kesalahan yang dilakukan belum seluruhnya siswa dapat: (1) Menyusun rumus kalimat Simple Past Tense Interogatip (2) Menyusun kalimat Simple Past Tense Interogatip (3) Mengubah kalimat Simple Past Tense postitip menjadi Simple Past Tense Interrogatip (4) Mengubah kalimat Simple Past Tense negatif menjadi Simple Past Tense Interrogatip

22

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan tentang daya serap pemahaman siswa dengan konsep-konsep yang ada dalam materi “Simple Past Tense” kelas X semester 1 SMK

Negeri 2 Banjarmasin tahun ajaran

2017/2018 sebagai berikut dalam tabel di bawah ini:

No Konsep

TABEL 2. Data Daya Serap Pada Materi “Simple Past Tense” Kelas X Semester 1 SMK Negeri 2 Banjarmasin Konsep Daya Serap Kategori

23

1

Menentukan kata kerja yang akan 82,35%

Tinggi

digunakan dalam kalimat Simple Past Tense 2

Menentukan to be (is, am, are, werw, 76,47%

Tinggi

was) yang digunakan dalam kalimat Simple Past Tense 3

Menerapkan

penyusunan

kalimat 58,82%

Cukup

kalimat 70,59%

Tinggi

kalimat 35,29%

Rendah

Simple Past Tense Positif 4

Menentukan

penyusunan

Simple Past Tense Negatif 5

Menentukan

penyusunan

Simple Past Tense Interogative Dari data hasil analisis diatas pencapaian persentase yang berhubungan dengan kategori, terdapat pada dua konsep yaitu Menerapkan penyusunan kalimat Simple Past Tense Positif dan Menentukan penyusunan kalimat Simple Past Tense Interogative dengan persentase dan kategori masing-masing 58,82% cukup dan 35,29% rendah. Dengan demikian dapat diidentifikasi konsep yang perlu perhatian dan tindakan khusus untuk diperbaiki dalam proses pembelajarannya baik dalam hal metode maupun pendekatannya agar mencapai hasil yang lebih baik.

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka beberapa hal yang perlu untuk disarankan adalah sebagai berikut. 1.

Agar siswa dapat memahami materi Simple Past Tense dengan baik, hendaknya kita mengetahui dan mengecek kemampuan prasyarat apa yang harus dikuasai siswa sebelum memberikan materi. Apabila siswa belum memahami dan menguasai materi prasyarat, maka perlu dilakukan pendalaman materi. Setelah siswa memahami materi prasyarat dengan baik maka dapat dilanjutkan dengan pemberian materi.

2.

Materi Simple Past Tense merupakan materi yang membutuhkan keterampilan menyusun kalimat dengan benar. Agar siswa dapat memahami materi ini dengan baik, maka sebaiknya diberikan banyak latihan kepada siswa sehingga siswa tidak mengalami banyak kesulitan dalam memahami materi ini. 24

3.

Untuk menentukan rumus, kata kerja dan to be, masih banyak siswa yang kurang paham. Oleh karenanya maka materi prasyarat harus diusahakan dikuasai lebih dulu oleh siswa. Hal ini diupayakan untuk meminimalkan tingkat kesalahan siswa.

4.

Siswa relatif banyak yang tidak mampu mengubah kata kerja dan to be dalam penerapan penyusunan kalimat Simple Past Tense. Maka pendekatan pendampingan disarankan untuk guru menerapkannya sebagai sarana penguatan siswa.

DAFTAR RUJUKAN Herunata. 2003. Hasil Pembelajaran Elektrokimia dengan Bahan Ajar Terpadu Berbasis Pendekatan Makroskopis-Mikroskopis dan MikroskopisMakroskopis. Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains, 9 (2): 126-178. Kind, Vanessa. 2004. Beyond appearances: students’ misconceptions about basic chemical ideas 2nd edition. Amerika Serikat: School of Education Durham 25

University Durham DH1 1TA. Sihaloho, Mangara. 2001. Analisis Pemahaman Konsep Larutan Elektrolit Melalui Penggambaran Mikroskopik Siswa dan Guru di SMUN Kotamadya Gorontalo. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pps UM. Sukarna, I Made. 2000. Karakteristik Ilmu Kimia dan Keterkaitannya dengan Pembelajaran di Tingkat SMU. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan MIPA di Era Globalisasi, Jurdik. Kimia FMIPA UNY, Yogyakarta. W.J.S. Porwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991). Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008). Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997). Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). [email protected] (pakguru ian)

26

Related Documents


More Documents from ""