Data Gempa dan Perbedaan Besaran Magnitude 04/08/2011 by gempa padang
Bila terjdi sebuah gempa di suatu daerah ,stasiun pencatat gempa akan menghasilkan informasi seismik berupa rekaman sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau non manual akan menjadi data bacaan fase (phase reading data). Informasi seismik selanjutnya mengalami proses pengumpulan, pengolahan dan analisis sehingga menjadi parameter gempa. Parameter gempa tersebut meliputi : Waktu kejadian gempa, Lokasi episenter, Kedalaman sumber gempa, Kekuatan gempa, dan Intensitas gempa. Waktu kejadian gempa (Origin Time) adalah waktu terlepasnya akumulasi tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang gempa dan dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam satuan UTC (Universal Time Coordinated). Episenter adalah titik di permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus dari Hiposenter atau Fokus gempabumi. Lokasi Episenter dibuat dalam sistem koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur. Kedalaman sumber gempa adalah jarak hiposenter dihitung tegak lurus dari permukaan bumi. Kedalaman dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan KM. Kekuatan gempa atau Magnitude adalah ukuran kekuatan gempa, menggambarkan besarnya energi yang terlepas pada saat gempa terjadi dan merupakan hasil pengamatan Seismograf. Magnitude menggunakan skala Richter (SR). Intensitas gempa adalah ukuran kerusakan akibat gempa berdasarkan hasil pengamatan efek gempa terhadap manusia, struktur bangunan dan lingkungan pada tempat tertentu, dinyatakan dalam skala MMI (Modified Mercalli Intensity). Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempa dapat dibedakan atas : 1. Gempa sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR. 2. Gempai besar magnitude antara 7 hingga 8 SR. 3. Gempa merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR. 4. Gempa sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR. 5. Gempa kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR . 6. Gempa mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR . 7. Gempa ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR .
Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempabumi digolongkan atas : 1. Gempa dalam : h > 300 Km . 2. Gempa menengah : 80 < h < 300 Km . 3. Gempa dangkal : h < 80 Km . Berdasarkan tipenya gempa dapat dibedakan atas: TypeI : Pada tipe ini gempa utama diikuti gempa susulan tanpa didahului oleh gempa pendahuluan (fore shock). Type II :Sebelum terjadi gempa utama, diawali dengan adanya gempa pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang cukup banyak. Type III: Tidak terdapat gempa utama. Magnitude dan jumlah gempa yang terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat berlangsung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan biasanya terjadi pada daerah vulkanik.
Magnitude Gempa Magnitude adalah ukuran kekuatan gempa, menggambarkan besarnya energi yang terlepas pada saat gempa terjadi dan merupakan hasil pengamatan Seismograf. Di Indonesia (BMKG) Magnitude menggunakan skala Richter (SR). Konsep “Magnitude Gempa” sebagai skala kekuatan relatif hasil dari pengukuran fase amplitude dikemukakan pertama kali oleh K. Wadati dan C. Richter sekitar tahun 1930 (Lay. T and Wallace. T.C,1995). Kekuatan gempa dinyatakan dengan besaran Magnitude dalam skala logaritma basis 10. Suatu harga Magnitude diperoleh sebagai hasil analisis tipe gelombang seismik tertentu (berupa rekaman getaran tanah yang tercatat paling besar) dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun pencatat ke episenter. Dewasa ini terdapat empat jenis Magnitude yang umum digunakan (Lay. T and Wallace. T.C, 1995) yaitu : Magnitude lokal, Magnitude bodi, Magnitude permukaan dan Magnitude momen
Magnitude lokal (ML) / Skala Richter Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun 1930-an dengan menggunakan data kejadian gempa di daerah California yang direkam oleh Seismograf WoodsAnderson. Menurutnya dengan mengetahui jarak episenter ke seismograf dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi. (USGS, 2002) SR awalnya hanya dibuat untuk gempa di daerah California Selatan. Dalam perkembangannya, SR banyak diadopsi untuk gempa-gempa di wilayah lain. SR sebetulnya hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik SR menjadi tidak representatif lagi.
Magnitude Body (Mb) Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah mb atau magnitude bodi (BodyWave Magnitude). Magnitude ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Magnitude Permukaan (Ms) Selain Magnitude bodi dikembangkan pula Ms, Magnitude permukaan (Surface-wave Magnitude). Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang permukaan (surface waves). Untuk jarak delta lebih besar 600 km seismogram periode panjang (long-period seismogram)
dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak delta dan kedalaman sumber gempa h. Gempa dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Kekuatan gempa sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempa di hiposenter.
Magnitude Momen (Mw) Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik (seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempa yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph). Magnitude Durasi(MD) Menurut Lee dan Stewart, (1981) sejak tahun 1972, studi mengenai kekuatan gempa dikembangkan pada penggunaan durasi sinyal gempa untuk menghitung magnitude bagi kejadian gempa lokal, diantaranya oleh Hori (1973), Real dan Teng (1973), Herrman (1975), Bakum dan Lindh (1977), Gricom dan Arabasz (1979), Johnson (1979) dan Suteau dan Whitcomb (1979). Maka diperkenalkan Magnitude Durasi (Duration Magnitude) yang merupakan fungsi dari total durasi sinyal seismik. (Massinon, B, 1986). Magnitude durasi sangat berguna dalam kasus sinyal yang sangat besar amplitudenya (off-scale) yang mengaburkan jangkauan dinamis sistem pencatat sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan apabila dilakukan estimasi menggunakan ML (Massinon. B, 1986). Terdapat perbedaan besaran magnitude yang dikeluarkan oleh BMKG,USGS,GEOFON atau EMSC Hasil penentuan besar magnitude yang dilakukan secara otomatis juga dapat berbeda karena penggunaan software yang berbeda. Hasil penentuan besar magnitude yang dilakukan secara manual juga dapat berbeda dikarenakan penentuan parameter-parameter yang diinput oleh seorang analisis dapat berbeda. Namun perbedaan hasil magnitude antara Mb dan ML dari sumber gempa yang sama pada umumnya selisihnya tidak melebihi dari 0.9 SR .