Makalah Dasar Kependudukan Angka Mobilisasi Penduduk Di Indonesia Perhitungan Mobilitas Penduduk di Indonesia
Kelompok Mahabbah : Ermia Romdhani
(J410170061)
Yullynar Hayyunisha Aninda
(J410170063)
Kurniawati
(J410170069)
Firdous Risqi Imtihan
(J410170075)
Atika Dwi Minawati
(J410170090)
Fatrisya Fia S.
(J410170098)
Muhamad Faiz Fadillah
(J410170102)
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
2017
Mobilitas Penduduk Pendahuluan Pertumbuhan penduduk di suatu Negara dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: fertilitas, mortalitas, dan mobilitas penduduk. Peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumubuhan penduduk antara wilayah satu dengan wilayah yang lain
berbeda-beda.
Indonesia
secara
keseluruhan,
tingkat
pertumbuhan
penduduknya lebih di pengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat fertilitas dan mortalitas, karena migrasi neto hampir dapat di katakan nol. Tidak banyak orang Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri, begitu juga orang-orang luar negeri yang bertempat tinggal menetap di Indonesia. Pengertian dan ruang lingkup mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk dapat di bedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertikal ini sering disebut dengan perubahan status, dan salah satu contohnya adalah status pekerjaan. Seseorang yang mula-mula bekerja dalam sektor pertanian sekarang bekerja dalam sektor non pertanian. Mobilitas penduduk horizontal, atau sering pula disebut dengan mobilitas penduduk geografis, adalah gerak (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah menuju ke wilayah lain dalam periode waktu tertentu. Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang mendasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu (sepace and time concept). Batas wilayah umumnya digunakan batas administratif, misalnya: provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, pendukuhan (dusun). Naim (1979) dalam
penelitiannya
mengenai
mobilitas
penduduk
menggunakan batas budaya Minang sebagai batas wilayah.
suku
Minangkabau
Hingga kini belum ada kesepakatan di antara para ahli dalam menentukan batas wilayah dan waktu terssebut. Hal ini sangat bergantung kepada luas cakupan wilayah penelitian oleh setiap peneliti. Sebagai contoh, Biro Pusat Statistik atau BPS dalam melaksanakan sensus penduduk di Indonesia menggunakan batas provinsi sebagai batas wilayah, sedangkan batas waktu di gunakan 6 bulan. Jadi, menurut definisi yang dibuat oleh BPS, seseorang disebut migran apabila orang tersebut bergerak melintasi batas provinsi menuju keprovinsi lain, dan lamanya tinggal di provinsi tujuan adalah 6 bulan atau lebih. Atau dapat pula seseorang disebut migran walau berada di provinsi tujuan kurang dari 6 bulan, tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap atau bertempat tinggal 6 bulan atau lebih di provinsi tujuan. Mantra (2000), dalam penelitiannya mengenai mobilitas penduduk non permanen di sebuah dukuh di Bantul menggunakan batas wilayah dukuh, dan batas waktu yang di gunakan untuk meninggalkan dukuh asal adalah 6 jam atau lebih Batas 6 jam diambil karena seseorang yang berpergian meninggalkan dukuh asal dengan keperluan tertentu dan kepergiannya dipersiapkan terlebih dahulu, lamanya meninggalkan dukuh minimal 6 jam. Alasan lain pegambilan batas 6 jam ialah untuk mencari orang-orang yang melakukan mobilitas ulang alik (jawa=ngelaju) atau commuting. Akibat belum adanya kesepakatan di antara para ahli mobilitas penduduk mengenai kekurangan batas wilayah dan waktu ini, hasil penelitian mengenai mobiitas penduduk diantara peneliti tidak dapat di perbandingkan. Mengingat bahwa skala penelitian itu bervariasi antara peniliti yang satu dengan peneliti yang lain, sulit bagi peneliti mobilitas penduduk untuk menggunakan batas wilayah dan waktu yang baku. Misalnya, apabila wilayah penelitian itu desa, tidak mungkin menggunakan batas provinsi sebagai batas wilayah dan meninggalkan daerah asal 6 bulan atau lebih sebagai batas waktu. Jadi, ada baiknya tidak ada batasan baku untuk batas wilayah dan waktu untuk penelitian mobilitas penduduk. Sudah tentu bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan, makin banyak terjadi gerak penduduk pada wilayah tersebut.
Kalau dilihat dari ada tidaknya niatan untuk menetap ke daerah tujuan, mobilitas penduduk dapat pula dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non permanen, jadi migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya, mobiitas penduduk non permanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Apabila seseorang menuju ke daerah lain dan sejak semula sudah bermaksud tidak menetap di daerah tujuan, orang tersebut di golongkan sebagai pelaku mobilitas non permanen walaupun bertempat tinggal di daerah tujuan dalam jangkau waktu lama (Steele,1983). Gerak penduduk yang non permanen atau sirkulasi ini dapat pula dibagi menjadi dua yaitu ulang alit (jawab = nglaju), Inggris = commuting, dan dapat mengingat atau mondok ke daerah tujuan. Ulang alit adalah gerak penduduk dari daerah asal menuju daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dengan kembali ke daerah asal pada hari itu juga. Pada umumnya penduduk yang melakukan mobilitas ingin kembali ke daerah asal secepatnya sehingga kalau dibandingkan frekuensi penduduk yang melakukan mobilitas ulang alit, menginap/mondok, dan migrasi, frekuensi mobilitas penduduk ulang alit terbesar, di susul oleh menginap/mondok dan migrasi. Secara operasional, macam-macam bentuk mobilitas penduduk tersebut di ukur berdasarkan konsep ruang dan waktu. Misalnya mobilitas penduduk ulang alit, konsep waktunya di ukur dengan 6 jam atau lebih meninggalkan daerah asal dan kembali pada hari yang sama, mengingap/mondok diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal lebih dari satu hari, tetapi kurang dari 6 bulan, sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal 6 bulan atau lebih kecuali orang yang sudah sejak semula berniat menetap di daerah tujuan seperti seorang istri yang berpindah ketempat suami bertempat tinggal. Ukuran mobilitas a.
Angka Mobilitas
b.
A.
Pengukuran Migrasi
Angka Mobilitas Angka mobilitas adalah rasio dan banyaknya penduduk yang pindah secara lokal dalam jangka waktu tertentu dengan banyaknya penduduk. Dalam hal ini dinyatakan dalam rumus berikut : 𝑚=
𝑀 𝑘 𝑃
m = Angka Mobilitas; M = Jumlah Mover; P = Penduduk; K =1000. Contoh soal: Di desa Pandangan Wetan dengan jumlah penduduk 2000 jiwa, terdapat warga yang pindah secara lokal sebanyak 50 orang. Tentukan banyaknya angka mobilitas di Desa tersebut ! Jawab: M
: 50 orang
P
: 2000 jiwa
𝑚=
50 1000 2000
= 50 Jadi banyaknya angka mobilitas di desa Pandangan Wetan adalah 50 orang.
B. Pengukuran Migrasi
Tersedianya data migrasi dan definisi yang diterapkan akan sangat menentukan pengukuran migrasi dan perhitungan reit migrasi bagi suatu daerah atau wilayah. Regristasi atau pencatatan lansung penduduk yang memasuki ataupun meninggalkan wilayah suatu negara dilakukan di pelabuhan-pelabuhan udara dan laut. Data jumlah imigran dan emigran yang merupakan hasil merupakan pencatatan langsung di suatu negara hanya tersedia pada badan-badan atau instansi yang bertanggungjawab terhadap pencatatan orang-orang yang masuk dan keluar negara yang bersangkutan. Data jumlah imigran dan emigrant dipakai untuk mengukur gejala migrasi internasional bagi suatu negara. Gejala ini bagi Indonesia hingga kini tampak tidak begitu penting karena migran internasional ini diperkirakan relatif kecil jumlahnya. Di berbagai desa dan elurahan di Indonesia terdapat data perpindahan pendudduk hasil system pencatatan (regristrasi) penduduk yang berlangsung. Namun, kegunaan data ini terbatas oleh karena bukan hanya sering kurang lengkap dan kurang teliti, tetapi juga tidak dapat dipakai untuk mengukur migrasi penduduk antar ruang gepgrafis yang lebih tinggi dari tingkat desa atau kelurahan. Yang dilaporkan biasanya adalah berapa jumlah penduduk yang dating dan yang pergi ke dan dari desa-desa atau kelurahan-kelurahan yang bersangkutan; dan secara implisit ini berarti definisi migrasi adalah penduduk yang melakukan perpindahan melintasi ruang geografis desa atau kelurahan. Apabila untuk tahun tertentu di suatu daerah terdapat data jumlah migran masuk dan migran keluar atau jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar, dapat dihitung reit migrasi sebagai berikut: Reit Migrasi Kasar (RMK) =
∑𝑀 𝑃𝑡𝑡
xk
Reit Migrasi Masuk = Reit Migrasi Keluar =
Reit Migrasi Neto =
∑𝑀𝑚 𝑃𝑡𝑡 ∑𝑀𝑘 𝑃𝑡𝑡
xk xk
∑𝑀𝑚−∑𝑀𝑘 𝑃𝑡𝑡
xk
𝐼+𝑂
Reit Migrasi Bruto =( 𝑀𝑔 = 𝑃
𝑘)
1 +𝑃2
Dimana: M
: Jumlah migran (migrasi) dan migran (migrasi) keluar selama tahun tertentu;
Mm
: Jumlah migran (migrasi) masuk selama tahun tertentu;
Mk
: Jumlah migran (migrasi) keluar selama tahun tertentu;
Ptt
: Penduduk tengah tahun dari tahun yang bersangkutan;
Mg
: Angka migrasi bruto;
P1
: Penduduk di tempat tujuan;
P2
: Penduduk ditempat asal;
K
: Konstanta, misalnya 1000.
Contoh Soal
1. Pada tahun 2017 jumlah migrasi masuk di kelurahan wonosobo sebesar 45 orang sedangkan jumlah penduduknya ada 15.000 jiwa. Berapakah migrasi masuk di kelurahan wonosobo pada tahun 2005 ? Jawab : ∑𝑀𝑚 = 45 K
= 1000
𝑃𝑡𝑡
= 15.000
𝑚𝑖
=
∑𝑀𝑚 𝑘 𝑃𝑡𝑡
𝑚𝑖
=
45 1.000 15.000
=3 Jadi hasil jumlah migrasi masuk di kelurahan wonosobo adalah 3 orang.
2. Pada tahun 2005 jumlah migran keluar di Kelurahan Tirtamarta sebesar 30 orang, sedang jumlah penduduknya sebesar 15.000 orang, maka tingkat migrasi keluar tahun 2005 di Kelurahan Tirtamarta adalah ? ∑𝑀𝑘 = 30 𝑃𝑡𝑡
= 15.000
𝑘
= 1000
𝑚0 =
∑𝑀𝑘 𝑘 𝑃𝑡𝑡 30 𝑥1000 15.000
𝑚0
=
𝑚0
=2
3. Pada tahun 2005 untuk Kelurahan Tirtamatra data migrasi masuk sebesar 45 orang dan migrasi keluar sebesar 30 orang bila jumlah penduduk sebesar 15.000. Berapa migrasi neto pada Kelurahan tersebut? 𝑚𝑛 =
∑𝑀𝑚 − ∑𝑀𝑘 𝑘 𝑃𝑡𝑡
𝑚𝑛 =
45 − 30 1.000 15.000 𝑚𝑛 = 1
4. Migrasi keluar dari Tirtamarta pada tahun 2005 sebesar 45 orang, dan migrasi masuk dari Purwamarta ke Tirtamarta pada tahun 2005 sebesar 30 orang. Penduduk Tirtamarta pada tahun 2005 sebesar 15.000 dan penduduk Purwamarta sebesar 12.500. Berapa angka migrasi bruto?
𝑚𝑔 =
𝑚𝑔 =
𝐼+𝑂 𝑘 𝑃1 + 𝑃2
45 + 30 1.000 15.000 + 12.500 𝑚𝑔 = 2,727
Tetapi kenyataannya angka-angka jumlah migran (imigrasi) sebagai hasil pencatatan langsung sering tidak tersedia. Reit migrasi neto untuk daerah tertentu dapat diperkirakan secara tidak langsung bilamana bagi daerah yang bersangkutan tersedia cukup memadai pengetahuan tentang reit kelahiran dan reit kematian disamping tentang reit perkembangan penduduk. Kalau untuk suatu daerah atau wilayah yang terdiri dari daerah-daerah yang lebih kecil (bagian wilayah yang bersangkutan) tersedia angka-angka reit perkembangan pendududk tahunan, maka ada tidaknya migrasi di daerah-daerah yang lebih kecil dapat diduga umpamanya dari apakah di daerahdaerah yang lebih kecil terdapat angka-angka rait perkembangan penduduk tahunan yang lebih tinggi atau lebih rendah dari reit perkembangan penduduk tahunan daerah itu secara keseluruhan. Hanya saja dalam hal ini yang menjadi persoalan adalah kemungkinan relative besarnya fariasi angka-angka reit kelahiran dan kematian antara daerah daerah yang lebih kecil. Dalam hal cukup memadai tersedianya data kelahiran dan kematian, akan dapat ditentukan reit perkembangan penduduk alami, dan selanjutnya angka reit migrasi neto merupakan selisih antara reit perkembangan pendududuk tahunan dan reit perkembangangan penduduk alami. Data migrasi paling popular dan paling utama yang sering dipakai untuk pengukuran migrasi antar daerah atau wilayah dalam suatu negara adalah data migrasi berdasarkan tempat lahir. Sebagaimana telah dikemukakan, setiap orang
yang ditemukan bertempat tinggal atau berdomisili diluar tempat kelahirannya disebut sebagai migran semasa hidup. Data migrasi berdasarkan tempat lahir ini biasanya tersedia dari hasil-hasil Sensus Penduduk dan Survei kependudukan skala besar. Berdasarkan hasil sensus penduduk 1971, Sensus Penduduk 1980, dan hasil Survei Penduduk Antarsensus (SUPAS) 1985 dapat diperkirakan bahwa penduduk Indonesia yang pindah dari tempat lahirnya atau yang tergolong migran telah meningkat dari 5,7 juta orang (4,8% dari penduduk Indonesia) pada tahun 1971 menjadi 10 juta orang (6,8% dari penduduk Indonesia) pada tahun 1980, dan 11,5 juta orang (7,0% dari penduduk Indonesia) pada tahun 1985. Jumlah penduduk Indonesia yang tergolong migran ini terus meningkat, pada tahun 1990 berjumlah 14,8 juta orang (8,2 % dari penduduk Indonesia), dan pada tahun 2005 berjumlah 21,1 juta orang (10,0 % dari jumlah penduduk Indonesia). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, angka ini meningkat lagi menjadi sekitar 28 juta orang (11,8 % dari jumlah penduduk Indonesia).
Daftar Pustaka Mantra, Ida Bagoes. (2002). Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rusli, Said. (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES. Santoso, M. Imam. (2004). Perspektif Imigrasi dalam Pembanguan Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Jakarta: UI-Press. Steele, Ross. (1983). Migrasi dalam Peter McDonald, Pedoman Analisa Data Sensus Indonesia 1971-1980. Australian: Vice- Chunchellors Committee Australia University International.