1.Kelembagaan Pertanian Kelembagaan usahatani memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usahatani (Viswanathan, 2006). Namun, fakta di lapangan menyatakan bahwa masih terdapat kesenjangan antara kelembagaan yang dibentuk secara top down oleh Pemerintah, dengan kelembagaan yang dibutuhkan oleh pelaku usahatani (Togbe et al, 2012). Selama ini pendekatan kelembagaan juga telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun, kelembagaan usahatani, terutama kelompok petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar (Wahyuni, 2003).. Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanianatau output selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996).
Syarat mutlak (syarat pokok pembangunan pertanian), yang terdiri dari pasar untuk hasil-hasil usahatani, teknologi yang selalu berubah, tersedianya bahan-bahan produksi dan peralatan secara local, insentif produksi bagi para petani, pengangkutan (transportasi). Pembangunan pertanian yang berkelanjutan membutuhka berikut ini pendidikan sistem pertanian, kredit produksi, kegiatan gotong royong oleh para petani, perbaikan dan perluasan tanah/lahan pertanian, perencanaan nasional untuk pembangunan pertanian (Mosher, 1965 dalam Soekartawi, 2002).
Kelembagaan dan lembaga pada hakekatnya mempunyai beberapa perbedaan. Dari aspek kajian sosial lembaga merupakan pola perilaku yang selalu berulang dan bersifat kokoh serta dihargai oleh masyarakat .dalam pengertian lain lembaga adalah sekumpulan norma dan perilaku yang telah berlangsung dalam waktu yang lama dan digunakan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang atau lembaga untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur.
Dalam hal ini lembaga dapat memiliki struktur yang tegas dan formal, dan lembaga dapat menjalankan satu fungsi kelembagaan atau lebih. Kelembagaan pertanian memiliki delapan jenis kelembagaan, yaitu 1) kelembagaan penyedia input, 2) kelembagaan penyedia modal, 3) kelembagaan penyedia tenaga kerja, 4) kelembagaan penyedia lahan dan air, 5) kelembagaan usaha
tani, 6) kelembagaan pengolah hasil usaha tani, 7) kelembagaan pemasaran, 8) kelembagaan penyedia informasi (Basuki et al. 2006).
Dalam sistem pertanian dikenal juga istilah Kelembagaan rantai pasok yakni hubungan manajemen atau sistem kerja yang sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Komponen kelembagaan kemitraan rantai pasok mencakup pelaku dari seluruh rantai pasok, mekanisme yang berlaku, pola interaksi antarpelaku, serta dampaknya bagi pengembangan usaha suatu komoditas maupun bagi peningkatan kesejahteraan pelaku pada rantai pasok tersebut.Bentuk kelembagaan rantai pasok pertanian terdiri dari dua pola, yaitu pola perdagangan umum dan pola kemitraan. Ikatan antara petani dan pedagang umumnya ikatan langganan, tanpa adanya kontrak perjanjian yang mengikat antarkeduanya dan hanya mengandalkan kepercayaan. Petani dan pedagang pada pola ini juga sering melakukan ikatan pinjaman modal. Sedangkang pola kemitraan rantai pasok pertanian adalah hubungan kerja di antara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Dalam kontrak tersebut dibuat kesepakatan-kesepakatan yang akan menjadi hak dan kewajiban pihak-piihak yang terlibat (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
2.Pentingnya Modal Sosial dan Modal Manusia dalam Kelembagaan Pertanian
Modal sosial fokus pada jaringan, yaitu hubungan antarindividu, saling percaya dan norma yang mengatur jaringan kerjasama
Jaringan kerjasama akan mefasilitasi terjadinya komunikasi dan
interaksi, memungkinkan tumbuhnya saling percaya dan memperkuat kerjasama Individu petani atau kelompok petani yang memiliki jaringan komunikasi dan interaksi lebih luas dengan kelompok, maupun kelembagaan lain yang terkait, akan lebih sering terjadi pertukaran informasi sehingga mempunyai modal sosial tinggi dan mempunyai peluang untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya.
Kemampuan memanfaatkan modal sosial ini sangat ditentukan oleh kemampuan modal manusia (pengetahuan, motivasi, dan sikap) sebagai proses mental dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan produktivitas usahatani. Kemampuan komunikasi dan kerjasama adalah dua kompetensi pada individu yang diakui berpotensi dalam membangun jaringan informasi dan pengambilan keputusan secara kolektif. Modal manusia yang tinggi dalam kegiatan usahatani akan meningkatkan interaksi, komunikasi, dan jaringan kerjasama sehingga dapat mempengaruhi modal sosial. Modal sosial yang kuat akan memperkuat modal manusia sehingga antara keduanya memiliki hubungan timbal balik. Modal sosial melalui jaringan kerjasama dapat menberikan sarana untuk
mengadopsi, mengambil manfaat dari inovasi dan menciptakan modal ekonomi, memungkinkan kegiatan adopsi bertahan dan berkelanjutan.
Penyebaran informasi, peningkatan kapasitas petani atau kelompok, pengelolaan usahatani dan adopsi inovasi perlu dilakukan melalui pendekatan ‘berbasis modal sosial”. Kelembagaan tingkat mikro (kelembagaan tani) merupakan basis berkembangnya modal sosial dari bawah, sehingga perlu diperkuat karena berpotensi menjadi bahan bakar pembangunan sosial dan ekobnomi di pedesaan. Dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian maka seorang penyuluh perlu memahami secara baik mengenai afeksi petani sebagai landasan untuk memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada petani mengenai inovasi yang disampaikan dengan menggunakan metode yang palng disukai petani.
Sehubungan dengan itu maka penyuluhan pertanian sangat perlu dilakukan melalui pendekatan modal sosial sebagai instrumen utama untuk meningkatkan akses petani terhadap informasi serta memperkuat struktur jaringan kerjasama dalam adopsi inovasi. Untuk meningkatkan kapsitas petani dan tingkat adopsi inovasi pertanian maka diperlukan revitalisasi modal sosial terutama dalam pengembangan dan penguatan modal sosial dan kelembagaan tani, pembangunan sektor pertanian tidak bisa dilakukan secara otonomi krn mempunyai keteraitan dengan subsektor dan sektor-sektor lain. Sehingga diperlukan kebijakan dalam pengembangan jaringan kerjasama dari berbagai sektor, oleh karena, modal sosial mempunyai posisi strategis dalam pengembangan jaringan kerjasama pembangunan sosial dan ekonomi mikro dan makro. Ketersediaan informasi sesuai jenis, jumlah, kualitas, dan tepat waktu saat dibutuhkan petani mampu meningkatkan adopsi teknologi. Nilai manfaat ekonomi informasi tidak mempengaruhi tingkat adopsi inovasi karena bukan faktor dominan dipertimbangkan petani utama pengambilan keputusan, melainkan ketersediaan biaya usahatani.
Hal ini karena kepastian pasar, tingkat harga jual, kemampuan pembiayaan, modal sosial dan kestabilan harga merupakan indikator yang melandasi perencanaan dan keputusan petani dalam memilih jenis usahatani dan inovasi yang digunakan. Modal manusia didefinisikan sebagai nilai pengetahuan, motivasi, dan sikap yang dimiliki oleh individu yang relevan dengan aktivitas peningkatan produktivitas usahatani. Exposure petani terhadap informasi meliputi akses informasi, frekuensi komunikasi dan intensitas komunikasi dapat mempengaruhi modal sosial dan tingkat adopsi untuk produktivitas usahatani, melalui jaringan komunikasi, pertukaran informasi, dan kerjasama. Ada hubungan timbal balik antara exposure informasi dengan modal sosial.
ARTIKEL KELEMBAGAAN
Perkuat Kelembagaan Ekonomi Petani Kementan Bangun Pertanian Modern Berbasis Korporasi di Karawang 17 Sep 2018, 09:35 WIB
Melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Kementan melakukan demonstrasi farming (demfarm) Korporasi Petani di beberapa wilayah, salah satunya adalah di di Karawang, Jawa Barat. Liputan6.com, Karawang Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya keras untuk membangun kelembagaan ekonomi yang kuat untuk petani. Melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Kementan melakukan demonstrasi farming (demfarm) Korporasi Petani di beberapa wilayah, salah satunya adalah di di Karawang, Jawa Barat. Kegiatan Demfarm Korporasi di Karawang dipilih karena daerah tersebut merepresentasikan kawasan pengembangan padi dataran rendah, dimana hampir sebagian besar usaha tani padi di Indonesia ada pada wilayah tersebut. Keberhasilan model pertanian korporasi di Karawang diharapkan menjadi tempat pembelajaran kawasan-kawasan lainnya di Indonesia dalam membangun pertanian modern berbasis korporasi,” kata Priatna Kepala BB Padi Priatna Sasmita saat diwawancara sehebis membuka bimbingan teknis (bimtek) budidaya padi kepada petani/kelompok tani dari sebanyak 120 peserta di BB Padi Sukamandi pada Rabu (12/9/2018) lalu. Priatna optimis pada tahun 2018 ini, BB Padi sebagai koordinator kegiatan pengembangan Demfarm Pertanian Modern Berbasis Korporasi di Kecamatan Jayakerta, Karawang bisa mengembangkannya
dengan baik. Dalam kegiatan demfarm ini, BB Padi masih terus melakukan pengawalan dan pendampingan kepada 500 petani. Tidak hanya itu, Kementan juga mengkoordinir pembangunan infrastruktur berupa normalisasi saluran long storage untuk meningkatkan Indeks Pertanaman Padi, tetapi juga pembangunan fasilitas pasca panen, pembangunan fasilitas alsintan padi. "Kita juga berkoordinasi dengan Balai Penelitian Ternak dan Balai Penelitian Sayuran untuk mengintegrasikan budidaya padi dengan itik dan sayuran. Nah, untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan petani telah dilakukan sejumlah kegiatan seperti survey PRA, bimbingan teknologi, studi banding, dan pendampingan lainnya,” jelasnya. BB Padi juga memfasilitasi penyediaan berbagai macam teknologi seperti varietas unggul baru Inpari 32 HDB, Inpari 33 dan Inpari 43 Agritan GSR sedang dilaksanakan di Demfarm Pertanian Modern Berbasis Korporasi seluas 400 ha; yang pada tahun 2019 akan di kembangkan dilahan seluas 1.000 ha. Diharapkan pula dengan teknologi modern pada segmen hilir antara lain pengelolaan pasca panen akan dihasilkan pula beras premium, sehingga korporasi dapat menjebatani pemasaran. Sebagai infomasi, korporasi petani merupakan upaya untuk menyelesaikan permasalahan pertanian di Indonesia terutama untuk usaha tani padi dimana petani rata-rata hanya memiliki lahan yang sempit sekitar 0,25 hektar. Dari segi ekonomi, hal tersebut tentunya tidak visibleuntuk diusahakan secara individual. Kementerian Pertanian mendorong korporasi petani sebagai model kelembagaan kerja sama ekonomi sekelompok petani dengan orientasi agribisnis melalui konsolidasi lahan menjadi satu hamparan, tetapi dengan tetap menjamin kepemilikan lahan masing-masing petani. Dengan korporasi petani, pengelolaan sumber daya bisa lebih optimal karena dilakukan secara lebih terintegrasi, konsisten, dan berkelanjutan sehingga terbentuk usaha yang lebih efisien, efektif dan memiliki standar mutu tinggi mendorong pertumbuhan ekonomi di pesesaan.
Sehat dan Unik
Ada Promo
DAFTAR PUSTAKA Basuki et al. 2006.jenis-jenis lembaga pertanian.Erlangga. Jakarta. Marimin dan Maghfiroh, 2010. Kelembagaan Kemitraan Pertanian.jakarta. Togbe et al, 2012.Kesenjangan Kelembagaan pertanian.Erlangga. Jakarta. Viswanathan, 2006). Kelembagaan Produktivitas Pertanian.Penebar Swadaya. Jakarta. Tjiptoherijanto, 1996. Pembangunan Kelembagaan Petanian. Mosher, 1965 dalam Soekartawi, 2002).Syarat-syarat Pembangunan pertanian. Jogjakarta. Sumber sumber https://www.liputan6.com/bisnis/read/3645561/perkuat-kelembagaan-ekonomi-petanikementan-bangun-pertanian-modern-berbasis-korporasi-di-karawang di akses pada tanggal 17 september 2018