LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCAPAN 2 Pencapan Etsa (Discharge) dengan Zat Warna Bejana pada Dasar Zat Warna Reaktif Kain Kapas (Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencapan 2)
KELOMPOK
: 5 (LIMA)
ANGGOTA
:1. M. AZHARI
(16020099)
2. RD. SARAH FADHILLAH S
(16020105)
3. TYAS ADITYA DEWI
(16020122)
4. WULAN ANDAYANI
(16020127)
GROUP
: 3K4
DOSEN
: SUKIRMAN, S.ST., MIL.
ASISTEN
: 1. DESTI M., S.ST. 2. DESIRIANA
POLITEKNIK STTT BANDUNG 2019
BAB I PENDAHULUAN
I.
MAKSUD DAN TUJUAN 1.1 Maksud Melakukan pencapan etsa (discharge) dengan zat warna bejana pada dasar zat warna reaktif kain kapas variasi suhu thermofiksasi 1.2 Tujuan -
Untuk melakukan evaluasi ketuaan warna yang dihasilkan pada proses pencapan etsa (discharge) dengan zat warna bejana pada dasar zat warna reaktif kain kapas.
-
Untuk melakukan evaluasi kerataan warna yang dihasilkan pada proses pencapan etsa (discharge) dengan zat warna bejana pada dasar zat warna reaktif kain kapas .
-
Untuk melakukan evaluasi handling yang dihasilkan pada proses pencapan etsa (discharge) dengan zat warna bejana pada dasar zat warna reaktif kain kapas .
-
Untuk melakukan evaluasi ketajaman motif yang dihasilkan pada proses pencapan etsa (discharge) dengan zat warna bejana pada dasar zat warna reaktif kain kapas .
- BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TEORI DASAR 2.1 Serat Kapas Serat kapas merupakan serat alam yang berasal dari serat tumbuhtumbuhan yang tergolong kedalam serat selulosa alam yang diambil dari buahnya. Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman yang termasuk dalam jenis Gossypium. Species yang berkembang menjadi tanaman industri kapas ialah Gossypium hirstum, yang kemudian dikenal sebagai kapas Upland atau kapas Amerika. Serat kapas merupakan sumber bahan baku utama pembuat kain katun termasuk kain rajut bahan pembuat kaos murah.
2.1.1 Struktur Fisik Serat Kapas Bentuk dan ukuran penampang melintang serat kapas dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan serat yang dapat dilihat dari tebal tipisnya dinding sel. Serat makin dewasa dinding selnya makin tebal.Untuk menyatakan kedewasaan serat dapat
dipergunakan perbandingan antara tebal
dinding
dengan
diameter serat. Serat dianggap dewasa apabila tebal dinding lebih dari lumennya. Pada satu biji kapas banyak sekali serat, yang saat tumbuhnya tidak bersamaan sehingga menghasilkan tebal dinding yang tidak sama. Seperlima dari jumlah serat kapas normal adalah serat yang belum dewasa. Serat yang belum dewasa adalah serat yang pertumbuhannya terhenti karena suatu sebab,misalnya kondisi pertumbuhan yang jelek, letak buah pada tanaman kapas dimana bnuah yang paling atas tumbuh paling akhir, kerusakan karena serangga dan udara dingin, buah yang tidak dapat membuka dan lainlain. Serat yang belum dewasa kekuatannya rendah dan apabila jumlahnya terlalu banyak, dalam pengolahan akan menimbulkan limbah yang besar.
2.1.2 Struktur Kimia Serat Kapas Apapun sumbernya derivat selulosa secara prinsif memiliki struktur kimia yang sama. Hal ini bisa terlihat pada analisa hidrolisis, asetolisis dan metilasi yang menunjukan bahwa selulosa pada dasarnya mengandung residu anhidroglukosa. Subsequent tersebut menyesun molekul glukosa(monosakarida) dalam bentuk βglukopironase dan berikatan bersama-sama yang dihubungkan pada posisi 1 dan 4 atom karbon molekulnya. Formula unit pengulanganya menyerupai selobiosa (disakarida) yang kemudian membentuk selulosa (polisakarida).
2.1.3 Sifat Fisika Serat Kapas
Warna Warna
serat
sesungguhnya
kapas terdapat
secara
umum
adalah
bermacam-macam
putih
warna
cream,
tetapi
putih.Pengaruh
mikroorganisme menyebabkan warna kapas menjadi suram. Dalam kondisi cuaca yang jelek , warna kap[as menjadi sangat gelap abu-abu kebiruan. Kapas yang pertumbuhannya terhenti akan berwarna kekuningan. Warna kapas merupakan salah satu factor penentu grade.
Kekuatan Kekuatan serat kapas terutama dipengaruh oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekutan serat kapas perbundel ratarata adalah 96.700 pound per inci2 dengan minimum 70.000 dan maksimum 116.000 pound per inci2. Kekuatan serat bukan kapas pada umumnya menurundalam keadaan basah, tetapi sebaliknya kekuatan serat kapas dalam keadaan basah makin tinggi.
Mulur Mulur saat putus
serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat
selulosa alam, kira-kira dua kali mulur rami. Diantara serat alam hanya sutera dan wol yang mempunyai mulur lebih tinggi dari kapas. Mulur serat kapas berkisar 4 – 13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.
Moisture Regain Serat kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air, dan air mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat.Serat kapas yang sangat kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi dengan perubahan kelembaban relatif atmosfir sekelilingnya. Moiture regain serat kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 - 8,5 %
2.1.4 Sifat Kimia Serat Kapas Serat kapas sebagian besar tersusun atas selulosa maka sifat-sifat kimia kapas sama dengan sifat kimia selulosa. Serat kapas umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan dan pemakaian yang normal, tetapi beberapa zat pengoksidasi dan penghidrolisa menyebabkan kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi dengan terbentuknya oksiselulosa biasanya terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan, penyinaran dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama suhu diatas 140oC. Pencampuran antara dua serat yang berbeda jenisnya baik untuk benang maupun untuk kain yang sering dilakukan .Tujuan dari pencampuran adalah untuk meningkatkan
kenampakan dan kemampuan kain yang dibentuk .Kelebihan
dan kekurangan dari sifat-sifat serat yang membentuk akan saling mempengaruhi dan saling memperbaiki .Oleh karena itu serat campuran biasanya dari serat sintetik kain yang dibentuk lebih ringan,dan kain dari serat-serat alam.
2.2 Zat Warna
Zat Warna Reaktif Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi
dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian daripada serat.Oleh karena itu hasil pencelupan dengan menggunakan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul zat warna reaktif kecil maka kilapnya akan lebih baik daripada zat warna direk. Stuktur zat warna reaktif yang larut dalam air mempunyai bagian-bagian dengan fungsi tertentu. Kromofor zat warna reaktif biasanya system azoAkinon. Dengan berat molekul yang kecil menyebabkan daya serap zat warnanya kecil dan menimbulkan warna –warna yang muda. Adanya gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam dan basa.
Gugusan –gugusan reaktif merupakan bagian zat warna yang mudah bereaksi dengan serat. Disamping terjadi reaksi antar zat warna dan serat dengan membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudoester atau eter, molekul airpun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi.
Zat Warna Bejana Pada praktikum ini proses pencapan menggunakan zat warna bejana
pada dasar kain yang telah dicelup reaktif. Zat warna bejana tidak larut di dalam air dan tidak mungkin dapat digunakan untuk mencelup atau mencap kain kapas tanpa diubah dulu struktur molekulnya. Zat warna bejana mengandung gugus karbonil (> C = O) yang apabila direduksi akan terbentuk senyawa leuko yang terdiri dari gugus > C – OH (enol). Dasar pewarnaan zat warna bejana terdiri dari 4 tahap sebagai berikut : 1.
Pembejanaan, yaitu membuat larutan bejana yang mengandung senyawa leuko.
2.
Pewarnaan serat tekstil dengan senyawa leuko.
3.
Oksidasi senyawa leuko berubah menjadi senyawa asal.
4.
Penyabunan, pencucian, pengeringan.
Struktur kimia zat warna bejana ada 2 golongan besar yaitu : a. Golongan antrakuinon yang mempunyai struktur dasar sebagai antrakuinon b. Golongan indigoida yang mengandung khromofor – CO – C = CO- dan pada umumnya merupakan derivat dari indigotin atau tioindigo. Zat warna bejana jenis antrakuinon atau indanthrene mempunyai beberapa macam reaksi waktu pembejanaan : a.
Senyawa indanthrene dapat direduksi pada kedua gugus karbonilnya
atau keempat gugus karbonilnya sehingga dengan perbedaan banyaknya gugus karbonil yang direduksi maka akan menghasilkan perbedaan ketuaan warna. b.
Dalam pembejanaan yang dipentingkan jumlah alkali untuk membentuk
garam leuko. Jika pH-nya dibawah 7 maka derivat antrahidrokinon akan berpolimerisasi menjadi suatu oksantron. Senyawa ini tidak mudah teroksidasi kembali kebentuk semula, tetapi lebih mudah tereduksi menjadi senyawa antron
yang
akan
berisomerisasi
menjadi antranol.
Antranol akan teroksidasi
memberikan hasil reaksi yang berbeda dengan pigmen zat warna asal. Zat warna bejana mempunyai sifat : o
Zat warna yang tidak larut dalam air sehingga tidak dapat mewarnai
langsung serat selulosa, tapi jika diubah dulu menjadi garam leuko dengan bantuan zat reduktro dan alkali akan mempunyai substantifitas terhadap serat. Untuk mengembalikan ke bentuk semula diperlukan pengoksidasian.. o
Senyawa leuko zat warna golongan antrakuinon hanya larut dalam
larutan alkali kuat sedang golongan indigo larut dalam larutan alkali lemah. o
Tahan luntur warna baik.
o
Mempunyai ketahanan yang baik terhadap sinar dan tahan terhadap
larutan NaOH mendidih. o
Zat warna bejana yang berbentuk leuko sangat peka terhadap suhu
pengeringan setelah pencapan. Jika suhu pengeringan rendah maka kain hasil cap yang masih agak basah dapat bertambah panas terutama yang bertumpuk di bagian tengah, sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi penguraian yang tidak merata. Akibatnya hasil pencapan akan belang. Kalau suhu pengeringan terlalu tinggi, maka tidak ada kesempatan zat warna bejana masuk ke dalam serat dan sukar untuk mengambil air sehingga tidak akan terjadi reaksi oksidasi kembali dan akibatnya warna sebenarnya tidak timbul. Pencapan dengan zat warna bejana pada umumnya mengahasilkan produk pencapan dengan ketahan luntur warna yang tinggi terhadap hampir semua jenis daya tahan luntur warna. Hal ini disebabkan karena molekul zat warnanya yang cukup besar dan tidak larut dalam air.
2.3 Pencapan Pencapan adalah suatu proses pelekatan zat warna secara setempat pada kain, sehingga menimbulkan corak-corak tertentu. Pelekatan zat warna ini lebih banyak bersifat fisika-kimia.
Golongan zat warna yang digunakan untuk pencapan sama seperti golongan zat warna untuk pencelupan kain. Selain itu pada pencapan, bermacam-macam golongan zat warna dapat dipakai bersama-sama dalam pencapan satu kain, tanpa saling mempengaruhi warna aslinya. Kain sebelum dicap perlu mendapatkan pengerjaan pendahuluan, misalnya pembakaran bulu, pemasakan, pengelantangan atau
lainnya.
Pengerjaan
pendahuluan yang kurang sempurna akan menghasilkan pencapan yang kurang sempurna juga. Sesuai dengan alat/ mesin yang digunakan dalam pencapan, maka dikenal :
Pencapan semprot ( spray – printing ) Pencapan blok ( Block – printing ) Pencapan perrotine ( Perrotine – printing )
Pencapan rambut serat ( Flock
– printing )
Pencapan kasa/sablon ( Screen – printing ) Pencapan rol ( Roller – printing ) Pencapan transfer ( Transfer – printing ) 2.3.1 Prosedur pencapan Prosedur atau urutan pada pencapan meliputi pengerjaan-pengerjaan :
Pembuatan pasta cap Pada pencapan, zat warna yng dilekatkan pada bahan/ kain berbentuk pasta cap. Pasta cap biasanya terdiri dari zat warna, zat pengental, zat-zat pembantu dan air.
Pencapan pada bahan atau kain Pelekatan pasta cap pad bahan/kain dapt dilakukan dengan alat semprot, alat blok, alat perrotine, alat flock, screen/sablon roll atau alat transfer. Macam alat yang digunakan akan mempengaruhi ketentuan vicositas pasta cap, macam pengental dan macam gambar/motif yang dapat dicap. Selain itu alat cap yang akan digunakan juga mempengaruhi macam zat warna yang dapat digunakan dan kapasitas produksi.
Pengeringan
Pengeringan pada kain yang telah dicap merupakan suatu keharusan. Pengeringan berfungsi untuk mencegah zat warna keluar corak
yang
dari
corak-
telah ditentukan pada pencapan.
Ada beberapa cara untuk mengeringkan kain yang telah dicap, yaitu :
1. Digantungkan pada ruangan yang teduh 2. Digantungkan diruangan yang dialiri udara panas 3. Dikeringkan dengan mesin pengering Pengeringan kain tidak boleh terlalu kering dan harus dijaga agar zat warna yang telah dilekatkan pada kain tidak akan terpengaruhi/ berubah.
Pemberian uap/ fiksasi Pemberian uap (steaming) pada kain cap yang telah dikeringkan bertujuan untuk memperbesar penetrasi zat warna kedalam serat. Pemberian uap dilakukan pada mesin steaming yang suhunya diatas 1000C. Pada pemberian uap, zat warna yang telah dilekatkan pada permukaan kain akan menyerap uap air dan membentuk larutan yang pekat, sehingga mengakibatkan terjadinya proses pencelupan setempat. Penggunaan air yang terlalu jenuh atau pasta cap terlalu banyak mengandung zat higroskopis misalnya gliserin atau urea, akan menyebabkan pasta cap menjadi terlalu encer, sehingga zat warna akan melebar keluar dari corak cap. Waktu dan suhu pengerjaan pemberian uap akan sangat bergantung dari macam zat warna yang digunakan dan kwalitas/macam kain yang dicap. Pembangkitan atau fiksasi dilakukan setelah proses pemberian uap. Proses ini perlu dikerjakan pada pencapan dengan zat warna yang perlu dibangkitkan/ difiksasi seperti zat warna bejana, zat warna reaktif, dan zat warna rapid. Untuk zat warna tertentu, proses pembangkitan/fiksasi juga dapat dikerjakan/terjadi bersama-sama pada waktu proses pemberian uap.
Penyabunan Proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan pengental, zat warna yang berlebihan atau tidak terbangkitkan/terfiksasi, dan zat-zat lainnya. Proses pencucian
dilakukan
setelah
proses
pemberian
uap,
atau
proses
pembangkitan/fiksasi. Proses pencucian dapat berupa pengerjaan dengan air panas atau pengerjaan denagn air panas yang mengandung sabun/ detergen dengan alkali (natrium karbonat). Pencucian sedapat mungkin dilakukan dalam keadaan terbuka lebar, yaitu untuk mencegah terjadinya penodaan.
2.3.2 Pengental Untuk mencegah tejadinya pelebaran motif pada proses pencapan, diperlukan suatu zat yang dapat memberikan kekentalan tertentu pada pasta zat warna, yaitu dengan jalan menambahkan pasta pengental. Syarat – syarat penting yang harus dimiliki oleh suatu pengental adalah sbb :
1. Mempunyai daya lekat yang baik. 2. Dapat memindah kan zat warna sebanyak mungkin dan rata pada permukaan bahan.
3. Tidak pecah/ rusak selama proses pencapan berlangsung. 4. Dapat menahan pencapan larutan zat warna sedemikian rupa diperoleh batas – batas motif yang tajam.
5. Dapat bercampur baik dengan zat warna dan zat – zat pembantu tetapi tidak mengadakan reaksi dan interaksi.
6. Mudah dihilangkan pada waktu pencucian. 7. Tidak berwarna.
2.4 Pencapan Etsa / discharge Pencapan etsa atau pencapan rusak merupakan salah satu metode pencapan khusus. Dengan metode ini bahan yang telah berwarna baik dengan dicelup maupun dicap sebagai warna dasar, dicap dengan pasta cap yang mengandung zat perusak sehingga warna putih tekstil semula akan tampak kembali (etsa putih). Apabila pada pasta cap ditambahkan zat warna yang tahan terhadap zat perusak, maka bahan yang dicap akan berwarna lain (etsa warna). Zat warna dasar dipilih zat warna yang tidak tahan terhadap zat perusak atau zat pengetsa, sedangkan untuk zat warna cap motif dipilih zat warna yang tahan terhadap zat pengetsa. Zat warna yang digunakan sebagai zat warna dasar biasanya terdiri dari kromofor gugus azo yang kurang /tidak tahan terhadap zat pengetsa, meskipun rumus bangun zat warna keseluruhan sangat menentukan ketahanan terhadap zat pengetsa. Untuk pemilihan zat warna yang digunakan untuk motif dipilih zat warna yang tahan terhadap zat pengetsa yang pada umumnya bergugus antrakinon,
ptalosianin atau trifelnilmetan, yang pemilihannya tergantung dari yang diinginkan, zat pereduksi yang digunakan, dan bahan tekstilnya. Zat pengetsa yang digunakan adalah zat pereduksi. Secara garis besar ada beberapa jenis zat pengetsa yang dipergunakan. Hal ini tergantung dari zat warna yang dipakai, dan serat tekstil yang digunakan. Zat pengetsa berfungsi sebagai zat perusak zat warna dasar. Dalam pencapan etsa ini jumlah penggunaan zat pereduksi optimum yang digunakan tergantung dari : 1. Zat warna yang akan dietsa 2. Tua muda warna dasar 3. Jenis kain yang akan dicap.
DAFTAR PUSTAKA
-
Sukirman, sasmaya (2013). Bahan Ajar Praktikum Teknologi Pencapan
-
Lubis, A. (1998). Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
-
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan JILID 3 untuk SMK. Jakarta: Direktorak Pembinaan Skeolah Menengah Kejuruan.
-
Widayat, S. (1973). Serat-serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
-
Djufri, Rashid, Ir., dkk (1976) Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan”.Bandung : Institut Teknologi Tekstil,
-
Purwanti, dkk, (1978)
Pedoman
Praktikum
Pencapan
Penyempurnaan”.Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,
dan
LAMPIRAN Kain 1
Kain 2
Kain 3
Kain 4