Dampak Sosial Bank Sampah.docx

  • Uploaded by: Victor Sandy
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dampak Sosial Bank Sampah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,897
  • Pages: 27
DAMPAK SOSIAL PROGRAM BANK SAMPAH POKLILI (KELOMPOK PEDULI LINGKUNGAN) TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR BANK SAMPAH POKLILI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH DAMPAK SOSIAL PEMBANGUNAN DAN GLOBALISASI

DISUSUN OLEH:

Ahmad Rofai

1406618682

Ayu Asri Fauziah

1406541455

Ifada Salma M. Van Gobel

1406618612

Omar Farizi Wonggo

1306384012

Muhammad Grand P.

1306414154

Rakha Gusti Wardhana

1406563544

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK , 2016

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Bertambahnya volume sampah dimasyarakat merupakan akibat dari adanya pertambahan

jumlah penduduk dan pergeseran gaya hidup dikalangan masyarakat modern dengan laju konsumsi yang meningkat. Oleh karena itu, tumpukan sampah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari (Adi, dalam Ahmad, 2012). Di Indonesia, semakin banyaknya penduduk mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh aktivitas penduduknya dan menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Sampah merupakan bahan terbuang atau dibuang yang berasal dari aktivitas manusia maupun alam yang dinilai tidak memiliki nilai ekonomis, dapat berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit dan lain-lain (Kementerian Lingkungan Hidup, 2006). Sampah dikategorikan dalam beberapa kategori seperti sampah padat, sampah berbahaya, dan sampah khusus seperti sampah medis. Setiap sampah memiliki potensi dampat terhadap kesehatan dan kondisi lingkungan manusia (Frunkin dalam Ahmad, 2012), oleh sebab itu, permasalahan sampah menjadi salah satu perhatian bagi berbagai pihak. Masalah sampah di Indonesia dapat digambarkan pada tahun 2010, pembuangan sampah yang dihasilkan 220 juta penduduk berkisar antara 176.000 ton/hari atau 63.360.00 ton/tahun (standar 0,8 kg/jiwa/kapita atau 2,6 liter/orang/hari) ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) menyebabkan polusi bau dan cairan sepanjang jalan dari TPS menuju TPA (dalam Ahmad, 2012). Menurut Zastrow, sampah merupkan limbah padat yang buruk, tidak menyenangkan, dan berbau. Beberapa pihak melakukan berbagai model pengelolaan sampah untuk mengurangi permasalahan yang ada, namun pandangan lama pengelolaan sampah lebih bertumpu pada pembuangan sampah ke TPA atau dibakar. Data Kementrian Negara Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa sekitar 59,91% sampah dibuang ke TPA, sisa sebesar 40,09% dikelola dengan ditimbun (7,54%), dijadikan kompos dan dimanfaatkan ulang (1,61%), dibakar (35,49%) sisanya dibuang ke lingkungan (dalam Ahmad 2012). 2

Kondisi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak dan berpengaruh pada kesehatan masyarkat. Couble dkk (dalam Ahmad, 2012) mengatakan bahwa manusia snagat bergantung pada lingkungan mereka, interkasi yang dilakukan mempengaruhi lingkungan dan perubahan yang mereka lakukan terhadap lingkungan dapat berefek pada kesehatan mereka pula. Di Indonesia, pendapat mendasar rendahnya rendahnya derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (45%), faktor perilaku (30%), faktor pelayanan kesehatan (20%) (Ahmad, 2012). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa masalah sampah terkait dengan kesejahteraan sosial karena lingkungan merupakan salah satu aspek yang dapat memengaruhi kesehatan manusia. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial

yang didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sebagai bentuk inisiatif masyarakat dalam upaya penyelesaian masalah sampah, munculah bank sampah dengan strategi pengelolaan 3R (reduce, reuse, recycle) yang berbasis masyarakat. Di Indonesia, praktek bank sampah berkembang di Kabupaten Bantul-Jogjakarta yang dipelopori oleh Bambang Suwerda. Sistem pengelolaan sampah ini menggunakan metode pemilihan sampah organik dan non-organik yang mampu ditinjaklanjuti menjadi pupuk atau barang kerajinan. Bank sampah kemudian menjadi solusi inovatif untuk membiasakan masyarakat memilah sampah dengan menyamakan sampah serupa dengan uang atau barang berharga yang dapat ditabung. Kota depok memiliki masalah sampah dan pengelolaan serius yang memerlukan dukungan masyarakat dalam proses penyelesainya. Ulis Sumardi, Kepala Dina Kebersihan dan Pertamana (DKP) Depok mengungkapkan hanya sebanya 28 persen sampah yang diangkut ke TPA setiap harinya, yakni dengan jumlah sampah yang dihasilkan 4.200 meter3/hari, hanya 1.200m3 yang diangkut ke TPA sementara 450m3 lainya diolah di UPS (dalam Ahmad, 2012). Adapun komposisi sampah yang terdapat di Kota Depok terdiri dari sekitar 62% sampah domestik yang berasal dari rumah tangga, 21% dihasilkan pasar dan 17% dihasilkan oleh selain pemukiman dan pasar. Dengan jumlah sampah yang berasal dari rumah tangga yang berperan signifikan, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat diperlukan. Dan 3

munculnya bank sampah di Kota Depok diharapan dapat membantu mengurangi dan berdampak pada penyelesaian masalah yang ada. Bank sampah “Poklili” yang berada di Perumahan Griya Lembah Depok, Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya merupakan peloor terbentuk nya bank sampah di Kota Depok. Terbentuk dan berdiri sejak Maret 2010. Dalam penulisan ini, akan dibahas deskripsi dampak yang terjadi atas keberadaan bank sampah “Poklili” pada perubahan yang terjadi lingkungan sekitarnya. 1.2

Pokok Permasalahan Permasalahan pengelolaan sampah di Kota Depok dipaparkan Suyoto (dalam Ahmad,

2012) (a) pengelolaan masih menggunakan kumpul-angkut-buang, (b)kurangnya keterlibatan tokoh dan kelompok setempat, karena menganggap sepele persoalan sampah, (c) keterbatasan sarana dan prasana, (d) belum lengkapnya regulasi, (e) belum adanya master plan dan Aksi Pengelolaan Sampah Kota Depok. Dalam gambaran permasalahan tersebut, muncul sebuah inisiatif masyarakat sebagai bentuk respon permasahan dengan membangun organisasi bernama Bank Sampah “Poklili” yang dipelopori Ibu Yani selaku keua RT 03/RW 04 Perumahan Griy Lembah Depok, Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok sejak Maret 2010. Sejalan dengan adanya Bank Sampah “Poklili” terjadi perubahan pada lingkungan secara signifiikan yang ditandai dengan kebersihian lingkungan dan berkurangnya jumlah timbunan sampah yang diangkut di RW 04 tersebut. Berdasarkan hal ini, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana dampak sosial program, khususnya sebelum dan sesudah adanya Bank Sampah “poklili” terhadap masyarakat sekitar Bank Sampah “poklili”? 1.3

Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran sebelum dan sesudah dampak sosial program Bank Sampah “Poklili” terhadap masyarakat sekitar Bank Sampah “poklili”.

4

1.4

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tipe penelitian, kerangka

reponden serta lokasi penelitian. 1.5

Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana menurut Banister (dalam

Ahmad, 2012) merupakan suatu metode untuk menangkap dan memberikan gambaran terhadap suatu fenomena, mengeksplorasi fenonema dan menjelaskan fenomena yang diteliti. Ditambahkan oleh Creswell yang mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu proses penelitian ilmiah yang dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan, menampilkan pandangan terperinci dari sumber informasi serta dilakukan dalam seting alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana menurut Neuman (dalam Ahmad, 2012) merupkan penelitian yang menyediakan gambaran detil mengenai situasi, seting sosial, atau hubungan didalamnya, oleh karena itu, penelitian selai memberi gambaran pemahaman secara menyeluruh juga berusaha memberikan gambaran bagaimana dampak sosial lingkungan yang terjadi atas keberadaan Bank Sampah “Poklili”. 1.6

Kerangka Responden

1.6.1 Teknik Pemilihan Responden Dalam pemilihan responden, penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling yang mana menurut Neuman (dalam Ahmad 2012) jumlah informan ditentukan melalui pengetahuan yang terbatas mengenai kelompok atau populasi besar yang mana mampu diwakili oleh

sampel

terpilih.

Kemudai

Herdiansyah

menambahkan

bahwa

sampling

non-

probabilitymerupakan metode sampling dimana setiap individu atau unit dari populasi tidak memiliki kemungkinan yang sama untuk terpilih. Dari beberapa tipe non-probability sampling yang ada, penelitian ini menggunakan tipe purposive sampling yang digunakan dalam situasi yang dengan kemampuan untuk menentukan 5

informan sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan/dipikirkan (menurut Neuman dalam Amad, 2012). Pemilihan responden didasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih atas ciri-ciri yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dalam penelitian ini, responden yang akan digunakan sebagai sumber data utama adalah responden yang mampu memberikan informasi mengenai tema yang diangkat. 1.6.2 Kriteria Responden Beberapa kriteria responden yang digunakan untuk penentuan penarikan sampel adalah sebagai berikut: -

Pengurus Bank Sampah “Poklili”, dianggap sebagai orang yang dapat menjelaskan bagaimana proses dampak yang terjadi atas berdirinya “Poklili” dilingkungan sekitarnya.

-

Warga Anggota bank sampah yang menjadi partisipan yang dianggap merasakan dampak adanya program bank sampah “Poklili”

1.6

Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, lokasi penelitian dilakukan di RW 04 Perumahan Griya Lembah

Depok, Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya yang merupakan tempat pertama dan menjadi pelopor adanya bank sampah di Kota Depok. lokasi ini dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut (dalam Ahmad, 2012) -

Merupakan daerah perkotaan dengan permasalahan sampah yang cukup kompleks

-

Merupakan lokasi berdirinya organisasi bank sampah pertama di Daerah Depok.

6

BAB II TINJAUAN LITERATUR Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dampak sosial adanya Bank Sampah “Poklili” terhadap masyarakat sekitar Bank Sampah “poklili”. Sebagai landasan kerja, penulis mengklasifikasikan konsep-konsep teoritis yang akan memudahkan penulis dalam menganalisis temuan lapangan yang ada. 2.1.

Bank Sampah Secara istilah, bank sampah terdiri atas dua kata, yaitu kata bank dan sampah. Kata bank

berasal dari bahasa Italia yaitu banque dan sampa yang berarti tempat penukaran uang . Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2012:3). Sedangkan pengertian sampah adalah buangan berupa bahan padat yang merupakan polutan umum yang menyebabkan turunnya nilai estetika lingkungan, membawa berbagai jenis penyakit, menurunkan nilai sumber daya, menimbulkan polusi, menyumbat saluran air, dan berbagai akibat negatif lainnya (Bahar, 1986:7). Sementara itu, Davis and Cornwell (2008:737) menjelaskan dengan sederhana bahwa kata sampah padat merupakan kata yang umum digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang kita buang. Sampah padat, dimana terdiri dari bermacam benda-benda yang sudah dibuang, mengandung berbagai macam zat baik yang dapat berbahaya maupun tidak berbahaya. Akan tetapi secara umum, sampah padat yang menumpuk mampu menimbulkan dampak yang cukup serius bagi populasi yang padat. Kemudian penggabungan antara konsep bank dan sampah menghasilkan konsep bank sampah itu sendiri yang pengertiannya menurut Suwerda (2012: 22-23) adalah suatu tempat dimana terjadi kegiatan pelayanan terhadap penabung sampah yang dilakukan oleh teller bank sampah. Penabung dalam hal ini adalah seluruh warga baik secara individual maupun kelompok, menjadi anggota penabung sampah dibuktikan dengan adanya kepemilikkan nomor rekening dan buku tabungan sampah, serta berhak atas hasil tabungan sampahnya. Teller adalah petugas bank sampah yang bertugas melayani penabung bank sampah antara lain menimbang berat sampah, 7

melabeli sampah, mencatat dalam buku induk dan berkomunikasi dengan pengepul. Pengepul adalah perseorangan dan/atau lembaga yang masuk dalam system pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah dengan system bank sampah, menekankan pentingnya warga memilah sampah seperti yang dikembangkan dalam pengelolaan sampah dengan system mandiri dan produktif. Jenis – Jenis Sampah

2.2.

Menurut Spilsbury (2010) terdapat dua jenis limbah yang utama, yaitu biodegradable dan nonbiodegradable. Biodegrable adalah limbah yang terbuat dari material alamiah, seperti limbah makanan. Artinya bahwa jenis tersebut dapat hancur oleh hujan dan hewan, misalnya cacing. Selain itu, bahan biodegradable dapat dicerna oleh bakteri dari jamur misalnya, hingga berubah bentuk

menjadi

tanah.

Kebanyakan

limbah

yang orang hasilnya

saat

ini

adalah

nonbiodegradable. Benda tersebut terbuat dari material sintetik yang memakan waktu lebih lama untuk membusuk. Menurut Chandra Budiman (2007:111-112) sampah padat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut: a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya 

Organic. Misal: sisa makanan, daun, sayur dan buah.



Anorganik. Misal: logam, pecah-pecah, abu dan lain-lain.

b. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar 

Mudah terbakar. Misal : kertas plastic, daun kering, kayu.



Tidak mudah terbakar. Misal: kaleng, besi, gelas, dan lin-lain.

c. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk 

Mudahnya membusuk. Misal: sisa makanan, potongan daging, dan sebagainya.



Sulit membusuk. Misal: plastic, karet, kaleng dan sebagainya.

d. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah 

Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembususkan seringkali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar dan sebagainya



Rubbish, terbagi menjadi dua 8

o Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misal: kertas, kayu, karet daun kering dan sebagainya. o Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misal: kaca, kaleng dan sebagainya. 

Ashes, semua sisa pembakaran dari industry



Sweet sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau manusia



Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing dan sebagainya) yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.



House hold refuse atau sampah campuran (misal: garbage, ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.



Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan



Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung



Contruction waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung, seperti tanah, batu dan kayu



Sampah industry, berasal dari pertanian, perkebunan dan industry.



Santage solid, terdiri dari atas benda-benda solid atau kasar yang biasnya berupa zat organic, pada pintu masuk pusat pengelolaan limbah cair.



Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.

2.3.

Sumber-Sumber Sampah Menurut Gelbert dkk (1996), sumber-sumber timbulan sampah adalah sebagai berikut: a. Sampah dari pemukiman penduduk Pada suatu pemukiman penduduk biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang

tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya cenderung organik seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat basah (sayur-sayuran) dan juga dapat menghasilkan sampah anorganik atau yang kering-kering, abu plastik, kertas, kardus, gelas, kain, samah kebun/halaman dan lainnya.

9

b. Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan Tempat-tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas, kardus, pembungkus, dan kaleng-kaleng serta sampah lainnya. c. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah Yang dimaksud disini misalnya adalah tempat hiburan umum, pantai, masjid, rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana pemerintah lainnya yang menghasilkan sampah kering maupun sampah basah (kertas, alat tulis menulis, bolpoint, pensil, spido, toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak. d. Sampah dari industri Dalam pengertian ini, termasuk pabrik-pabrik berasal dari sumber daya alam seperti perusahaan kayu, selain itu, kegiatan industri lainnya baik yang termasuk distribusi ataupun proses suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering abu, sisa-sisa makanan, sisa bahan bangunan. e. Sampah pertanian Sampah yang dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman. Berbagai macam sampah yang telah disebutkan diatas, hanyalah sebagian kecil dari sumber-sumber sampah yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak dapat pernah lepas dari sampah berdasarkan aktivitas yang dilakukannya. 2.4.

Metode pengelolaan sampah Salah satu upaya untuk dapat menyelesaikan permasalahan sampah adalah dengan

melakukan pengelolaan sampah. Konsep pengelolaan sampah yang dilakukan oleh bank sampah adalah penerapan dari konsep zero waste, yakni pendekatan serta penerapan system teknologi pengelolaan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan melakukan penanganan sampah dengan tujuan dapat mengurangi sampah sesedikit mungkin. Pada tingkat masyarakat, pengelolaan sampah yang bisa dilakukan adalah dengan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle). 10

3R adalah prinsip utama mengelola sampah mulai dari sumbernya, melalui berbagai langkah yang mampu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Konsep pengelolaan sampah 3R menurut buku pedoman 3R berbasis masyarakat di kawasan permukiman meliputi reduce, reuse, dan recycle. a.

Reduce atau Pengurangan Volume Reduce atau reduksi sampah merupakan upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan.

b.

Reuse atau Penggunaan Kembali Reuse berarti menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan).

c.

Recycle atau Daur Ulang Recycle adalah mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna (sampah) menjadi bahan lain setelah melalui proses pengolahan, atau mengolah botol/plastic bekas menjadi biji plastic untuk dicetak kembali menjadi ember, hanger, pot, dan sebagainya, atau mengolah kertas bekas menjadi bubur kertas dan kembali dicetak menjadi kertas dan lain-lain. Langkah utama yang harus dilakukan dalam pengelolaan sampah adalah pemilahan sejak

dari sumber, menurut Environment Service Program (2011:19) kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak pada pemilahan. Tanpa pemilahan, pengelolaan sampah menjadi sulit, mahal dan beresiko tinggi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan. Pemilahan adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah organic dan an-organic. Sebab sampah organic yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan bau, namun tidak demikian halnya dengan sampah non organic. Setelah melakukan pemilahan, proses selanjutnya adalah pengelolaan sampah melalui prinsip 3R. Bagan berikut lebih khusus lagi dapat menjelaskan system 3R yang diterapkan dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

11

Sampah rumah tangga

Sampah organik

Kompos

Sampah nonorganik

Didaur ulang

Digunakan kembali

Dimusnahkan

Sumber: environmental service program Dari gambar tersebut terlihat model yang bisa digunakan bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah mulai dari pemilahan sampah antara jenis organic dan anorganik. Untuk sampah organic, sampah bisa diolah untuk dijadikan kompos melalui proses composting. Composting itu sendiri merupakan proses upaya mengolah sampah organic melalui proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali (environmental service program, 2011:27). Sedangkan untuk sampah anorganik, pengelolaannya dapat berupa: 1. Daur ulang, menurut National Specialist Contractors Council (2007:6), daur ulang adalah proses mengubah material sampah menjadi produk baru untuk tujuan lain. Pada proses ini, masyarakat dituntut untuk dapat memunculkan kreativitasnya agar dapat mengubah sampah yang pada dasarnya tidak memiliki nilai guna menjadi suatu produk yang memiliki nilai guna. 2. Pengunaan kembali (reuse), didefinisikan sebagai suatu proses penggunaan kembali benda yang terjadi disaat sebuah produk yang telah digunakan untuk tujuan aslinya kemudian digunakan untuk menyelesaikan tujuan yang sama atau tujuan yang sama sekali baru berdasarkan tingkat kemampuan produk tersebut untuk digunakan kembali (3R’s of sustainability, 2011:10). 3. Dimusnahkan apabila memang sampah tersebut sudah tidak bisa digunakan.

12

2.5.

Peraturan Mengenai Pengelolaan Sampah Pada tanggal 30 April 2010 Menteri Dalam Negeri mengesahkan Peraturan Menteri No.

33 Tahun 2010 mengenai Pedoman Pengelolaan Sampah. Peraturan Menteri ini dijadikan acuan para pejabat daerah untuk membuat kebijakan yang telah diamanatkan pada pasal 44 yang mengatakan bahwa Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkan. Dengan adanya amanat tersebut, Pemerintah Kota Depok membuat Peraturan Daerah No. 05 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Sampah. Terdapat beberapa muatan pokok penting yang diamanatkan oleh peraturan daerah ini, yaitu: 1. Pengelola sampah dilakukan oleh 3 elemen yaitu pemerintah, badan dan masyarakat. Pengelolaan sampah memerlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah Kota serta peran masyarakat dan badan sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efisien 2. Pemerinta Kota membuat perencanaan, pengurangan dan penanganan sampah. Di dalam perencanaan pemerintah kota menyusun rencana induk pengelolaansampah untuk jangka waktu 10 tahun yang dituangkan dalam rencana kerja tahunan OPD. Selanjutnya kegiatan pengurangan sampah meliputi 3R: pembatasan timbunan sampah (reduse), pemanfaatan kembali sampah (reuse) dan pendaur ulang sampah (recycle). Kemudian, terdapat 5 cara system penanganan sampah yaitu: pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.. Dalam Peraturan Daerah ini pada pasal 24 menyebutkan bahwa pemerintah kota memfasilitasi pembentukan lembaga pengolahan dalam pengurangan dan penanganan sampah dikelurahan, kawasan komersial kawasan industry, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainya, sesuai dengan kebutuhan. Selain lembaga atau badan, masyarakat juga memiliki peran dalam pengurangan dan penanganan sampah baik dalam keluarganya ataupun dalam masyarakat secara luas. 3. Penyelenggaraan system pengelolaan persampahan dapat melakukan kerjasama dan kemitraan melalui: 

Kerjasama antara pemerintah kota, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota lainnya



Kerjasama pemerintah kota dengan swasta (KPS) 13



Pemberian investasi awal untuk pembangunan system pengelolaan persampahan dari pemerintah atau

 2.6.

Perizinan investasi swasta

Kerangka Analisa Dampak Sosial Terdapat tiga buah aliran pemikiran menurut Lang dan Armour (1981) dalam Riga A.

dalam melakukan analisis dampak sosial yaitu pranata dan perubahan sosial, masyarakat sebagai bagian system ekologi dan kualitas hidup. Aliran yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat sebagai bagian system ekologi (human-ekologi) yang terdapat 4 aspek utama dalam perubahan. 2.6.1 Perubahan pada Lingkungan Alam Kondisi lingkungan yang senantiasa berubah setiap saat mencerminkan bahwa tidak hanya manusia yang memiliki pengaruh, melainkan pula proses dan fenomena alami yang terjadi pada alam, yang menyebabkan perubahan apakah manusia tetap eksis atau tidak (A. R. Berger dan R. A Hodge, 1997). Masih menurut A. R. Berger dan R. A. Hodge (1997), perubahan lingkungan alam terjadi lantaran proses evolusi yang begitu panjang dari sejarah bumi serta biosfer yang diselingi oleh perubahan lingkungan. Bentruk perubahan alam yang muncul bersifat bertahap (misalnya erosi pesisir, maju mundur tanah, pergeseran gletser) dan rapid onset (misalnya letusan gunung vulkanik dan banjir). Perubahan yang telah disebutkan di atas berdampak pada kapasitas ekosistem darat yang menurun dalam hal penyediaan tempat tinggal yang sehat bagi organisme. Hal ini diperparah dengan tindakan manusia yang destruktif seperti pembuangan limbah tambang, penggundulan hutan, ataupun pembangunan kota yang tak terencana dengan baik. Berger dan Iams (1996) mengumpulkan jenis perubahan lingkungan alam berdasarkan asal muasalnya selama serratus tahun belakang, yaitu dari alam ataupun manusia. Hal tersebut bisa dilihat dalam table berikut:

14

Faktor Lingkungan dan Manusia dalam Geoindikator 100 tahun terakhir

Geoindikator

Pengaruh

Pengaruh

Alam

Manusia

Pola Kimia dan Pertumbuhan Karang Permukaan Gurun Remah dan Celah Pembentukan gumuk serta reaktivasinya Durasi, skala, dan frekuensi badai debu Akrtivitas tanah beku Fluktuasi gletser Kualitas kimiawi air tanah Aktivitas karst Danau dan salinitas Permukaan relatif air laut Urutan dan komposisi sedimen Kegempaan Posisi Shoreline Tanah longsor Erosi tanah dan sedimentasi Kualitas tanah Saluran morfologi Penyimpanan dan beban sedimen Suhu permukaan bumi Perpindahan permukaan Kualitas air permukaan Sensitifitas vulkanik Luas lahan basah secara struktur dan hidrologi Angin erosi Tabel 2.6.1 Faktor Lingkungan dan Manusia dalam Geoindikator 100 tahun terakhir 15

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan pada lingkungan alam dipengaruhi pula oleh factor manusia, bukan hanya alam saja. Manusia mendapatkan tekanan soal kebutuhan hidupnya, yang kemudian berdampak kepada perubahan perubahan alam yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Sementara itu, alam memiliki peranan yang besar dalam menciptakan alur perubahan lingkungan dengan dampak besarnya. Hal ini bisa dilihatdari factor alam yang mendominasi perubahan lingkungan dalam serratus tahun kebelakang. 2.6.2 Perubahan dalam Tatanan Sosial Dalam melakukukan perubahan tatanan sosial, maka diperlukan proses legitimasi. Proses legitimasi sendiri mencakup penyebab, konsekuensi, serta asumsi atas dalam tataran yang lebih kompleks (Meyer dan Rowan, dalam Stryker, 1997). Dalam mencapai legitimasi, maka diperlukan hubungan antara hokum, ilmu pengetahuan, serta proses legitimasi itu sendiri. Hal ini akan memberikan kesempatan pada masyarakat dalam mendapatkan transparansi peraturan, penyediaan, serta penggunaan sumber daya. Hal tersebut akan mendorong perubahan sosial (Stryker, 1997). Dalam pandangan Soekanto (2004), terdapat dua faktor penyebab perubahan sosial, yaitu factor internal dan factor eksternal. Faktor internal mencakup empat hal yaitu: 1. Bertambahnya atau berkurangnya penduduk. Tingkat pertumbuhan serta penurunan penduduk akan menimbulkan perubahan dalam tatanan sosial masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari perubahan stratifikasi sosial, psistem pembagian kerja, serta struktur kelembagaan masyarakat. 2. Penemuan baru Penemuan baru yang masuk dalam konteks ini terbagi ke dalam dua turunan, yaitu discovery dan invention. Disovery merupakan penemuan yang terinpirasi dari pengembangan penemuan sebelumnya. Sedangkan invention merupakan penemuan sesuatu pertama kalinya, dikembangkan lebih lanjut, serta diakui oleh masyarakat.

16

3. Konflik masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan konsekuensi kendurnya fungsi sosial beberapa elemen masyarakat. Hal ini juga akan mempengaruhi tatanan budaya. 4. Pemberontakan masyarakat Pemberontakan akan membawa nilai baru yang akan diaplikasikan kepada masyarakat. Hal ini berdampak pada perubahan tatanan sosial. Sedangkan faktor eksternal mencakup beberapa hal: 1. Berubahnya lingkungan alam Perubahan lingkungan alam akan mengakibatkan perubahan pola distribusi sumber daya, dan mendorong pergeseran tatan sosial, ekonomi, serta budaya di daerah tersebut. 2. Peperangan antar bangsa Peperangan yang dilakukan lintas bangsa memiliki konsekuensi berupa penanaman nilai ataupun ideology bagi pihak yang kalah dan rasa superioritas pihak pemenang. 3. Pengaruh kebudyaaan masyarakat lain Pengaruh kebudayaan suatu kelompok atas kelompok lainnya akan mengakibatkan pergeseran budaya serta transformasi sosial dalam jangka waktu yang lebih panjang. 2.6.3 Perubahan pada Penduduk Sorokin (1970) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik dari budaya dewasa adalah terintegrasinya system pemaknaan logis (logico meaningful system). Sistem ini bermakna pada kemunculan sifat sifat internal secara intens atas pengaruh dari eksternal pribadi. Dalam cakupan yang lebih luas, masih berkaitan dengan system pemaknaan logis, yaitu masyarakat sosio kultural, mereka memiliki karakteristik yang konsisten dengan budaya pemaknaan logis tersebut, yang otomatis akan mempengaruhi perubahan masyarakat. Akan terjadi akomodasi antara berbagai nilai nilai atas pemaknaan yang terjadi dalam masyarakat. Dan pada akhirnya, masyarakat akan menentukan arah yang baru (Nesbitt, 1996). 2.6.4 Perubahan pada Teknologi Ruttan (Dalam Wiratmo, 2003) berpendapat bahwa dalam perubahan teknologi terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan: 17

1. Langkah pertama adalah mengintegrasikan model dorongan faktor dan model dorongan permintaan. 2. Langkah kedua adalah mengintegrasikan model dorongan perubahan teknologi dan model jalur ketergantungan. Dari perspektif historis, isunya diletakkan pada bagaimana elastisitas substitusi berubah sepanjang waktu dalam merespon perubahan sumber daya endowmen atau harga faktor relatif, dan bagaimana ketergantungan jalur perubahan teknologi terhadap kondisi awal ketika suatu “pintu gerbang teknologi” muncul. 3.

Langkah ketiga adalah mengintegrasikan antara teori dorongan perubahan teknologi, teori jalur ketergantungan, dan teori perdagangan internasional. Faktor endowmen relatif memainkan peranan penting dalam teori perdagangan Heckscher-Ohlin dan teori dorongan perubahan teknologi. Di bawah asumsi H-O masing-masing negara mengekspor komoditi yang intensif faktor berlimpah. Dorongan perubahan teknologi bertindak untuk membuat faktor yang langka lebih berlimpah. Berdasarkan pemaparan Ruttan dalam teori umum yang dikenalkannya, aspek perubahan

teknologi erat kaitannya dengan aspek eknomi. Ruttan berusaha menjembatani perspektif perubahan teknologi yang sebelumnya berkembang yaitu induced technical change theory, evolutionary theory, dan path dependence theory Dalam pandangan teori induced technical change theory, perubahan teknologi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi lain, seperti perubahan faktor, permintaan dan pertumbuhan (Dixon, dalam Wiratmo, 1995). Dalam evolutionary theory, terdapat dua mekanisme mendasar dalam model perubahan teknologi, sebagaimana yang dikutip oleh Vernon W. Ruttan (1997) adalah pencarian teknologi yang lebih baik serta pemenuhan inovasi melalui pasar. Sedangkan path dependence theory berbicara tentang teknologi yang dipilih sekarang menjadi penghubung dan mempengaruhi dimensi masa depan teknologi dan pengetahuan, dalam konteks yang lebih kaku.

18

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Dalam bab ini akan membahas dan menjelaskan mengenai dampak sosial yang terjadi di daerah sekitar berdirinya Poklili, khususnya yaitu Perumahan Griya Lembah, Depok dengan menggunakan analisis milik Lang dan Amour dimana masyarakat merupakan bagian dari sistem ekologi. Penjelasan tersebut diawali dengan pemaparan mengenai temuan lapangan berdasarkan hasil observasi dan wawancara semi-terstruktur yang telah dilakukan oleh tim penulis dan dilanjutkan dengan analisis. 3.1 Temuan Lapangan Pada temuan lapangan penelitian ini akan membahas dampak yang terjadi pada daerah disekitar berdirinya Poklili. Temuan lapangan yang didapatkan oleh tim penulis melalui proses wawancara dengan dua orang narasumber yang merupakan pengurus dari Poklili, dan juga merupakan penduduk di Perumahan Griya Lembah, yaitu Ibu Ani dan Ibu Yenny. Berikut adalah paparan wawancara yang terkait dengan penelitian: Pertanyaan 



Sebelum ada Poklili di sini, ada

Jawaban 

Oh nggak ada sama sekali. Jadi kita cuma

nggak bu, lembaga lain yang

mengandalkan petugas kebersihan

mengurus atau mengelola sampah

setempat saja atau pemulung-pemulung

di sini?

yang seneng ambil sampah di sini. Untuk

Setelah Poklili berdiri, ada

lembaga lain yang khusus untuk ngurusin

perubahan lain nggak bu, terkait

sampah dan mengelola itu sebelum kita

dengan petugas kebersihan dan

tidak ada. Kita sendiri bank sampah

pemulung tadi?

pertama di Depok. 

Oh ada. Pemulung di sini jadi jarang, jadi sedikit sekali yang datang, karena sampah dari rumah-rumah sudah diberikan ke Poklili semua untuk kemudian diberikan 19

ke pengepul pusat, nanti orang dari pengepulnya langsung yang ambil sampahnya ke sini. 

Untuk lingkungan di Griya Lembah



sendiri ada perubahan tidak, Bu?

Pasti ada. Dulu sebelum ada Poklili, tempat sampah di luar setiap rumah itu dibiarin aja tumpah ke jalanan sampai nanti petugas kebersihan atau pemulung yang ambil, lalu ditumpuk lagi semua di TPS yang ada di depan perumahan. Jadinya bau, kotor, nggak bersih kelihatannya, jadi sampah organiknonorganik semuanya nyatu. Sekarang karena penduduknya sudah pada memilah sampah dan sudah rapi ketika sampahnya dikasih kesini, jadi lingkungan lebih bersih dan udah nggak bau lagi.



Kalo untuk warga yang tinggal di



Oh warga di sini pada rajin kok setiap

Griya Lembah ini sendiri gimana

minggu kasih sampah yang sudah dipilah

Bu, partisipasinya terhadap Poklili

ke kita. Pola pikir mereka sekarang

ini?

berubah, dan wawasan mereka juga jadi berkembang. Dulu mah buang sampah tidak dipilah dulu, dan dipikir sampah itu tidak ada nilai ekonomisnya. Sekarang beda, sampahnya dipilah dulu dan lebih menganggap sampah ternyata masih ada manfaatnya lho.



Terus di sini menimbang sampah dengan apa, Bu?



Dulu kami manual saja. Tapi sekarang kami sudah dapat timbangan khusus yang lebih canggih dari pemerintah, terus dikasih mesin jahit juga untuk membuat kerajinan dari sampah-sampah ini, jadi 20

lebih efisien dan lebih enak untuk ngelola sampah-sampahnya. Tabel 3.1 Paparan wawancara dengan narasumber yang terkait dengan penelitian

3.2 Analisa Bank sampah yang didirikan oleh Poklili merupakan upaya masyarakat perumahan Griya Lembah dalam mengimplementasikan kebiasaan yang lebih bersih dan ekonomis, terutama dalam aspek kebersihan lingkungan serta pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini analisis akan menelaah dampak sosial yang ditimbulkan oleh Poklili melalui empat aspek perubahan yang terjadi, yaitu 1) Lingkungan alam; 2) Tatanan sosial; 3) Penduduk; 4) Teknologi. 3.2.1 Lingkungan Alam Pada aspek perubahan lingkungan, Poklili telah berupaya menyeimbangkan kembali daya dukung alam atas konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang menghasilkan berbagai limbah rumah tangga, terutama limbah anorganik. Sebelum adanya Poklili limbahlimbah rumah tangga anorganik dibuang sembarangan sehingga dibiarkan menumpuk pada Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang berada pada perumahan Griya Lembah. Sampah anorganik yang bercampur dengan sampah organik akan menyebarkan wabah penyakit melalui air lindi yang mencemari lingkungan. Terlebih sampah anorganik, khususnya plastik, memerlukan waktu lama untuk terurai dan apabila dibiarkan mengendap didalam tanah akan merusak tanah tersebut. Air lindi yang dihasilkan dari penumpukan sampah juga dapat merusak tanah menyebabkan tanaman yang tumbuh menjadi rusak. Perilaku masyarakat yang tidak menjaga kebersihan atau tidak memilah sampah dengan baik akan mempengaruhi kondisi ekosistem yang berujung pada terjadinya degredasi lingkungan. Setelah berdirinya Poklili, masyarakat Griya Lembah tersadar akan pentingnya memilah sampah dimana masyarakat membedakan antara sampah anorganik dan organik. Sampah yang telah dipilah dibuang ditempat yang berbeda dimana sampah organik dibuang ke TPS dan sampah anorganik diberikan ke Poklili untuk disalurkan kepada penadah atau didaur ulang menjadi produk yang inovatif.

21

3.2.2 Tatanan Sosial Pada aspek perubahan tatanan sosial, sebelum adanya Poklili masyarakat tidak teralu memperhatikan mengenai pengelolaan sampah di lingkungannya dan menyerahkan semua kegiatan pengelolaan sampah kepada dinas kebersihan setempat serta pemulung yang mengais-ngais sampah-sampah anorganik yang masih dapat terpakai. Berdirinya Poklili merupakan sebuah langkah pelembagaan dari kegiatan inisiatif masyarakat Griya Lembah, terutama dari kelompok ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), dalam mengelola sampah yang mereka hasilkan. Pelembagaan tersebut dilakukan dengan adanya susunan anggota yang dipimpin oleh Ibu Yuni. Sehingga Poklili itu sendiri merupakan sebuah kelompok yang terlepas dari institusi yang ada seperti Rukun Tetangga atau Warga (RT/RW) setempat. Berdirinya Poklili juga merubah tatanan sosial dari segi komposisi masyarakat dimana pemulung yang biasa mendatangi perumahan Griya Lembah menjadi berkurang cukup drastis. 3.2.3 Penduduk Pada aspek perubahan penduduk, perubahan yang terjadi ialah wawasan masyarakat perumahan Griya Lembah menjadi meningkat pada aspek kebersihan dengan melakukan pemilahan terhadap sampah organik dan anorganik yang akan dibuangnya. Padahal sebelum adanya Poklili masyarakat menilai bahwa sampah-sampah yang dihasilkan oleh masingmasing rumah tangga tidak memiliki nilai ekonomis. Dalam hal ini, keberadaaan dari Poklili merubah pola pikir masyarakat bahwa sampah anorganik yang dibuang masih memiliki nilai ekonomis. Perubahan pola pikir tersebut juga didukung dengan diundangnya perwakilan Poklili untuk melakukan studi banding ke Jepang dalam mempelajari pengelolaan sampah yang baik dan ramah lingkungan. Poklili dapat dinilai berhasil dalam memberdayakan masyarakat dengan memberi penyuluhan dan pelatihan dalam mendaur ulang sampah menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis. 3.2.4 Teknologi Pada aspek perubahan teknologi, Poklili membawa perubahan terhadap masyarakat dengan melakukan pemasangan alat-alat dalam membantu melancarkan serta memberikan 22

inovasi dari kegiatan bank sampah Poklili. Peralatan yang dipakai diantaranya ialah timbangan barang, mesin jahit, dan berbagai bak sampah. Sebelum ada alat-alat tersebut anggota Poklili masih mendaur ulang sampah dengan cara konvensional, seperti menyulam, menganyam, dan menjait. Setelah adanya peralatan tersebut kegiatan Poklili dalam mengelola sampah menjadi lebih inovatif dan tentunya lebih cepat sehingga pengelolaan sampah Poklili lebih produktif. Dalam analisis ini melihat bahwa Poklili dengan program bank sampahnya berusaha untuk merubah kebiasaan masyarakat dalam bidang kebersihan terutama mengenai tata kelola sampah yang terjadi di perumahan Griya Lembah. Melalui insentif yang diberikan dari program bank sampah Poklili, Poklili dapat mempengaruhi masyarakat dengan empat perubahan yang terjadi pada masyarakat Griya Lembah.

23

BAB 1V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1

Kesimpulan Keberadaan Poklili telah berhasil memberikan dampak positif bagi masyarakat

perumahan Griya Lembah. Sebab sebelum adanya bank sampah Poklili, limbah rumbah tangga dibuang sembarangan, dibiarkan menumpuk, tanpa ada usaha untuk dikelola sehingga mencemari lingkungan. Pencemaran lingkungan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang berujung pada degradasi lingkungan. Disini kami menyimpulkan bahwa keberadaan Poklili telah berhasil mengatasi ancaman serius, berupa kerusakan ekosistem yang berujung pada degradasi lingkungan. Teratasinya ancaman kerusakan ekosistem yang berujung pada degradasi lingkungan berjalan melalui serangkaian proses perubahan.Dari sini kami menyimpulkan bahwa buruknya pengelolaan sampah memicu para individu-individu yang terutama berada dalam Kelompok ibuIbu PKK untuk mengadakan serangkaian implementasi dalam rangka memperbaiki pengelolaan sampah di lingkunganya. Melalui inisiatif masyarakat Griya Lembah, terutama dari Kelompok ibu-ibu PKK yang peduli akan keberadaan pengelolaan sampah di wilayahnya, diadakanlah sebuah program yang menangani pengelolaan sampah di lingkungan masyarakat Griya Lembah. Inisiatif tersebut tentu dipicu dari buruknya pengelolaan sampah di wilayah Griya Lembah. Inisiatif tersebut tidak akan muncul tanpa adanya kesadaran dari para pemangku program.Berangkat dari inisiatif inilah proses perubahan dalam masyarakat Griya Lembah terus berjalan dan mengalami perkembangan. Terlepas dari institusi yang ada, masing-masing anggota kelompok mampu untuk berkomitmen merancang

suatu program yang dapat menangani permasalahan lingkungan.

Seperti yang telah diuraikan dalam analisa kami, terjadinya perubahan pada lapisan masyarakat yang telah diawali oleh perubahan dalam skala komunitas menghasilkanhasil yang positif bagi masyarakat itu sendiri maupun lingkungan dimana masyarakat tinggal.

24

4.2

Rekomendasi Berdasarkan analisa yang telah dibuat, kami menemukan bahwa Poklili telah memiliki

legitimasi dan kedudukan yang kuat di masyarakat, dan telah mendapat dukungan dari pemerintah Kota Depok. Untuk itu, kami menyarankan agar para Stakeholder dalam lingkungan internal program Poklili tidak pernah berhenti untuk terus mengadakan proses perubahan dengan mengenalkan program pengelolaan sampah di wilayah yang belum memiliki program serupa. Proses perubahan tersebut tentu tidak akan berjalan apabila komunitas masyarakat tidak memiliki kesadaran yang tinggi terhadap ekosistem yang menaungi masyarakat tersebut. Karena telah mendapat dukungan dari pemerintah, poklili mampu menjadi role model bagi masyarakat depok. Maka dari itu, program penyuluhan dari poklili mampu menyadarkan masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah disamping adanya kebijakan yang mengaturnya. Selain itu komunitas masyarakat harus mampu berperan maksimal. Sebab komunitaslah yang mengetahui seluk beluk kebutuhan dan kondisi lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, penting juga supaya komunitas masyarakat di wilayah Griya Lembah untuk terus bisa bertahan dan berkontribusi bagi pengelolaan sampah di wilayah Griya Lembah. Bounding dan kedekatan dengan masyarakat amat dibutuhkan disini.

25

DAFTAR PUSTAKA 3R’s of Sustainability. 2011. Reduce, Reuse, Recycle: Instructor’s Lecture Notes. World Class Communications Technologies: World Class Communications Technologies Ahmad, Faizal. 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Lokal (Studi Deskriptif Bank Sampah “Poklili”. Kota Depok. Depok: Universitas Indonesia. Budiman, Candra. 2006. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta:EGC Davis, Mackenzie L. and Cornwell, David A. 2008. Introduction to Environment Engineering (4th ed). New York: McGraw Hill Environmental Service Program. 2011. Modul Pelatihan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Jakarta: ESP Franchetti, Metthew J. 2009. Solid Waste Analysis and Minimization : A System Approach. USA: McGraw Hill Kasmir. 2012. dasar-dasar perbankan.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cet-10 National Specialist Contractors Council. 2007. Reduce, Reuse, Recycle: Managing Your Waste. London:NSCC Nesbitt K. 1996. Theorising a new agenda for architecture. Princeton Architectural Press, New York R. Berger, R. A. Hodge. 1997. Natural Change In The Environment: A Challenge To The Pressure-State-Response Concept. Social Indicator Research, Volume 44 Number 2, Page 255 Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sorokin P. 1970. Social & cultural dynamics, 2nd edn. Porter Sargent Publisher, Boston Spilsbury, Loise. 2010. Waste and recycling challenges. New York: The Rosen Publishing Group Inc. Stryker, Robin.1994. Rules, Resources, and Legitimacy Processes: Some Implications for Social Conflict, Order, and Change. American Journal of SociologyVol. 99, No. 4, pp. 847-910

26

Suwerda, Bambang. 201. Bank Sampah: Kajian Teori dan Penerapan. Yogyakarta, Pustaka Rihana Wiratmo, Masykur. 2003. Berbagai Teori Mengenai Perkembangan Teknologi. Jurnal Siasat Bisnis UII Vol. 1 No. 8 Yul H Bahar. 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: PT. Waca Utama Pramesti. cet-1

27

Related Documents


More Documents from ""

Actividad Ingles.docx
December 2019 36
May 2020 22
10.1.1.891.4699.pdf
October 2019 35