Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Air.docx

  • Uploaded by: RobyAdiNugraha
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Air.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,391
  • Pages: 8
DAMPAK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) A. PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit yang mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut sebagai hidroelektrik. Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari air. Namun, secara luas, pembangkit listrik tenaga air tidak hanya terbatas pada air dari sebuah waduk atau air terjun, melainkan juga meliputi pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air dalam bentuk lain seperti tenaga ombak.

B. CARA KERJA PLTA PLTA merubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik. Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik. Jenis PLTA bermacam-macam, mulai yang berbentuk “mikro-hidro” dengan kemampuan mensupalai untuk beberapa rumah saja sampai berbentuk raksasa seperti Bendungan Karangkates yang menyediakan listrik untuk berjuta-juta orang-orang. Photo dibawah ini menunjukkan PLTA di Sungai Wisconsin, merupakan jenis PLTA menengah yang mampu mensuplai listrik untuk 8.000orang.

C. KOMPONEN PLTA PLTA yang paling konvensional mempunyai empat komponen utama sebagai berikut : 1. Bendungan Bendungan berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air. Selain menyimpan air, bendungan juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan energi. 2. Turbine Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk memutar

baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin merubah energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik. 3. Generator Dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya merubah energi mekanik dari turbin menjadi energi elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti halnya generator pembangkit listrik lainnya. 4. Jalur Transmisi Jalur Transmisi berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat industri.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PLTA PLTA telah berkontribusi banyak bagi pembangunan kesejahteraan manusia sejak beberapa puluh abad yang lalu. Yunani tercatat sebagai negara pertama yang memanfaatkan tenaga air untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya. Pada akhir tahun 1999, tenaga air yang sudah berhasil dimanfaatkan di dunia adalah sebesar 2650 TWh, atau sebesar 19 % energi listrik yang terpasang di dunia. Indonesia mempunyai potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 70.000 mega watt (MW). Potensi ini baru dimanfaatkan sekitar 6 persen atau 3.529 MW atau 14,2 % dari jumlah energi pembangkitan PT PLN. Ada beberapa keunggulan dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang dapat dirangkum secara garis besar sebagai berikut :

1.

2. 3. 4. 5.

Respon pembangkit listrik yang cepat dalam menyesuaikan kebutuhan beban. Sehingga pembangkit listrik ini sangat cocok digunakan sebagai pembangkit listrik tipe peak untuk kondisi beban puncak maupun saat terjadi gangguan di jaringan. Kapasitas daya keluaran PLTA relatif besar dibandingkan dengan pembangkit energi terbarukan lainnya dan teknologinya bisa dikuasai dengan baik oleh Indonesia. PLTA umumnya memiliki umur yang panjang, yaitu 50-100 tahun. Bendungan yang digunakan biasanya dapat sekaligus digunakan untuk kegiatan lain, seperti irigasi atau sebagai cadangan air dan pariwisata. Bebas emisi karbon yang tentu saja merupakan kontribusi berharga bagi lingkungan. Selain keunggulan yang telah disebutkan diatas, ada juga dampak negatif dari pembangunan PLTA pada lingkungan, yaitu mengganggu keseimbangan ekosistem sungai/danau akibat dibangunnya bendungan, pembangunan bendungannya juga memakan biaya dan waktu yang lama. Disamping itu, terkadang kerusakan pada bendungan dapat menyebabkan resiko kecelakaan dan kerugian yang sangat besar.

E. DAMPAK DARI PEMBANGUNAN PLTA 1. Dampak dari Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Terhadap Kualitas Danau. Dengan melihat beberapa pertimbangan, negara kemudian mulai jeli dalam memanfaatkan setiap sumber daya yang ada. Lewat PT. PLN, sekarang sudah mulai berkembang pembangkit Listrik Tenaga Air yang memanfaatkan sumber-sumber air alami sebagai sumber energi pembangkit listrik. Beberapa diantaranya di Indonesia dapat di lihat pada PLTA Maninjau, PLTA Singkarak, PLTA Koto Panjang dan lain-lain. PLTA Maninjau misalnya memanfaatkan Danau Maninjau sebagai sumber energi pembangkit listriknya. Tentunya, perkembangan ini telah disesuaikan dengan daya dukung lingkungan dimana setiap PLTA ini akan dibangun. Yang terpenting dari terobosan ini adalah bagaimana keberadaan PLTA yang dapat tetap menjaga kualitas ekosistem perairan yang menjadi sumber energinya. Namun, tentunya semua ini harus dibarengi dengan kerja sama serta fungsi control yang baik oleh berbagai pihak yang terkait. Karena, beberapa fakta membuktikan bahwa ternyata keberadaan PLTA justru memberikan sumbangsi pencemaran terhadap perairan. Danau Maninjau merupakan salah satu contoh konkret pencemaran akibat adanya PLTA. Dampak negatif pembangunan PLTA di Danau Maninjau yakni dengan adanya penyumbatan aliran air yang membawa endapan/limbah. Ditutupnya outlet alami (Batang Antokan) untuk keperluan PLTA menyebabkan berubahnya pola pengeluaran air. Air keluar tidak dialirkan melalui saluran pengeluaran alamiahnya (Sungai Batang Antokan) tetapi melalui intake PLTA dengan laju 13,39 m3/detik. Hal ini menunjukkan lemahnya kajian secara komprehensif terhadap pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penting suatu kajian untuk mengatur alokasi pemanfaatan ruang sekarang dan akan datang yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan. Tentunya, endapan limbah ini akan berpengaruh pada tinggi muka air di danau. Limbah ini akan berpengaruh kepada produktifitas perairan danau,

dan yang menjadi dampak fatal adalah kualitas danau yang akan semakin menurun. Untuk itu, kajian komprehensif terhadap pemanfaatan ruang menjadi sangat penting. Disadari atau tidak pembangunan PLTA, hotel, rumah, penginapan dan bangunan lainnya yang melewati garis pantai sebagai daerah resapan air telah merubah bentuk ekosistem danau itu sendiri, jika hal ini dibiarkan saja tanpa ada upaya pencegahan maka kerusakan danau akan semakin parah, contoh sederhana ombak air Danau Maninjau pada sore hari menghempas ke pinggir pantai sekarang dihalangi oleh tembok bangunan (dam) sehingga siklus air tidak berjalan secara alami, jelas saja goncangan ombak akan besar didasar danau dan hal ini akan mengguncang dasar danau yang berlumpur akibatnya air danau akan cepat keruhnya.

2. PLTA Mampu Merusak Iklim. Pembangkit Listrik Tenaga Air pada umumnya digerakkan oleh air yang debitnya diatur oleh bendungan. Dampak-dampak dari sebuah bendungan dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut: a. Emisi Gas Rumah Kaca (Green House Gas) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dikenal sebagai pembangkit listrik yang "green", tanpa emisi gas rumah kaca atau "green house gas". Apakah memang seperti itu? Riset menunjukkan bahwa PLTA tidaklah terlalu "green" seperti persepsi yang diyakini selama ini. PLTA mampu merusak iklim. Menurut pakar lingkungan yang juga konsultan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Eric Duchemin, imej yang "green" untuk PLTA (hydro power) adalah imej yang salah. PLTA, selain memproduksi listrik, juga memproduksi Karbondioksida (CO2) dan Metana (CH4) dalam jumlah yang besar. Bahkan, dalam beberapa kasus, ditemukan fakta dimana PLTA memproduksi CO2 dan Metana (Gas Rumah Kaca = Green House Gas) dalam jumlah yang lebih besar daripada pembangkit listrik berbahan bakar fosil (minyak, gas, batubara). Dalam salah satu publikasi ilmiah oleh Philip Fearnside dari Brazil's National Institute for Research in The Amazon in Manaus, yang berjudul Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change, diperkirakan bahwa pada tahun 1990, dampak emisi rumah kaca yang terjadi bendungan Curua-Una di Para, Brazil adalah sebesar tiga setengah kali lipat daripada pembangkit listrik berbahan bakar minyak untuk sejumlah daya listrik yang sama. Mengapa? Penyebab utama dari Green House Gas ini datang dari pelepasan kandungan karbon dalam jumlah yang besar dari tanaman dan pohon-pohon yang terendam air dan membusuk pada saat bendungan dialiri dengan air. Tanaman dan pohon-pohon ini membusuk di dasar bendungan tanpa menggunakan oksigen dan menghasilkan timbunan methane (gas rawa) di dalam air. Gas Metana ini lepas ke atmosfer pada saat air bendungan dialirkan ke turbin air. Apakah hal ini berlangsung terus menerus? Sesuai dengan musimnya (musim kemarau, musim hujan dll), permukaan airbendungan akan terus berubah, naik turun sesuai dengan debit pasokan air. Pada saat permukaan air bendungan rendah (misal pada musim kemarau), tanaman di sekitar bendungan akan mulai tumbuh lagi, dan pada saat permukaan air bendungan naik, tanaman-tanaman ini akan terendam dan terulang proses yang sama dengan di atas.

3. Berdampak Terhadap Lingkungan di Sekitar Bendungan

Besar dampak dari sebuah bendungan, baik dari sisi aliran upstream maupun downstream, adalah berbanding lurus dengan ukuran bendungan. Kondisi sungai sebelum ada bendungan memungkinkan adanya variasi debit alami sepanjang tahun. Kondisi yang bervariasi ini, baik debit maupun suhu air, memungkinkan kelangsungan hidup berbagai organisme dan vegetasi di sepanjang aliran sungai. Pada saat bendungan selesai dibangun, debit air akan berubah sesuai dengan pengaturan yang diinginkan oleh manusia - bukan secara alami lagi. Air bendungan yang dialirkan secara terkontrol, akan datang dari bagian bawah bendungan dimana suhu airnya relatif lebih dingin dan konstan. Perubahan suhu air ini, yang tadinya bervariasi sesuai dengan musim dan menjadi konstan, akan merubah ekosistem di sungai downstream dari bendungan. Selain itu, juga dikenal dampak perubahan komposisi kimia dari air dengan adanya bendungan, dimana air yang dilepas dari bendungan ke sungai downstream cenderung memiliki kandungan garam terlarut yang lebih tinggi dan kandungan oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan komposisi air di sungai tanpa bendungan. Selain hal di atas, masih ada dampak dari penguapan (evaporasi) dari bendungan. Permukaan air di bendungan pada umumnya begitu luas, jauh lebih luas daripada sungai tanpa bendungan. Perluasan permukaan ini mempermudah timbulnya penguapan air. Oleh karena itu, diperlukan pasokan air yang lebih banyak lagi untuk memelihara jumlah air di dalam bendungan agar bendungan tersebut dapat berfungsi secara sempurna. Dari sisi erosi dan sedimentasi, sebagian besar sedimen yang datang dari sungai upstream akan tertahan di bendungan. Air yang dilepaskan dari bendungan ke sungai downstream mengandung sedimen yang sangat rendah, sehingga sungai downstream akan mengalami erosi tanpa ada material sedimen pengganti. Hal ini sudah terjadi di bendungan Glen Canyon di wilayah Grand Canyon di Amerika Serikat, dimana setelah konstruksi pada tahun 1963, tercatat erosi di wilayah sepanjang pantai karena kekurangan sedimen yang datang dari sungai upstream. Pada tahun 1990, pantai-pantai ini terancam hilang karena erosi yang terus menerus.

4. Rusaknya Kawasan Hutan Yang di Tempatinya Lembaga swadaya masyarakat peduli lingkungan meminta Pemerintah Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, mengkaji ulang izin pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air minihidro di lokasi daerah aliran sungai Dusun Bangke karena merupakan kawasan hutan lindung. "Seharusnya pemerintah daerah selektif dan lebih teliti dalam memberikan izin kepada investor untuk menanamkan modalnya, termasuk swasta akan membangun PLTA di Desa Bangke, karena berada di kawasan hutan lindung dan merupakan daerah aliran sungai," kata Ketua LSM Rakyat Peduli Lingkungan (RAPI) Sumsel, Sahlan, di Lahat, Minggu (18/12/2011). Menurut dia, sebagian besar sepanjang wilayah hutan di daerah itu merupakan kawasan lindung dan hutan lindung yang tidak boleh dijadikan lahan perkebunan, termasuk eksplorasi meskipun memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang diperlukan dalam pembangunan. "Kita justru mempertanyakan kalau ingin membangun PLTA tidak mesti dilakukan upaya pembebasan lahan secara besar-besaran karena hal itu akan berdampak kerusakan terhadap lingkungan setempat," ujar dia. Kalaupun ingin membangun PLTA, cukup seperlunya dengan tidak merusak kawasan hutan dan daerah aliran sungai secara berlebihan. Apalagi, kekuatan pembangkit listrik itu juga hanya 2,8 megawatt (MW). "Sepanjang aliran Sungai Indikat yang berada di perbatasan antara Lahat, Kota Pagaralam, dan Kabupaten Muaraenim merupakan kawasan hutan lindung. Jadi, tidak sembarangan bisa dilakukan penggunaan lahan," katanya. Ia mengemukakan, kalau sampai daerah tersebut dibuka untuk kegiatan proyek, dikhawatirkan

akan memancing warga setempat melakukan pembukaan lahan di sekitar daerah itu secara besar-besaran. "Jika itu terjadi, kerusakan hutan lindung di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam akan semakin meluas. Bisa dibayangkan hingga 2011 ini kerusakan hutan lindung wilayah Lahat mencapai 46.123 hektar dan Kota Pagaralam seluas 7.950 hektar," ujar dia lagi. Dampak cukup besar, kata Sahlan, saat kemarau selalu terjadi pengurangan debit air Sungai Lematang dan musim hujan terjadi banjir bandang dan longsor. Sahlan menyatakan, di beberapa kecamatan wilayah Lahat memang tidak dibolehkan ada aktivitas pembukaan hutan untuk kepentingan apa pun, dan kalaupun ada hanya dilakukan warga setempat yang luput dari pemantauan petugas kehutanan. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lahat, Hapit Padli, mengatakan bahwa izin penggunaan lahan hanya untuk pembanguan pembangkit listrik menggunakan panas bumi. "Tidak tahu kalau akan dibangun PLTA, namun setahu saya mereka izin akan membangun pembangkit listrik geotermal," ujar dia. Posisi hutan itu sangat berpengaruh terhadap ekosistem sekitarnya, tentunya bila rusak akan mengancam kelangsungan jutaan umat manusia. Dan, kalau memang berada di dalam hutan lindung, perlu dikaji ulang. Bupati Lahat, Saifudin Aswari Rivai, mengakui memang ada proyek pembangunan PLTA di sekitar Sungai Indikat, tepatnya di Desa Bangke, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Lahat. "Memang kita sudah mendapat informasi kalau akan ada pembangunan PLTA karena berada di dua wilayah antara Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, maka izinnya dari Pemprov Sumsel," ujar dia. Kalaupun berada di kawasan hutan lindung, perlu dikaji ulang dan akan berkoordinasi dengan Pemprov Sumsel.

5. PLTA Mengganggu Kehidupan Satwa Langka Mamuju (Phinisinews) - Pejabat di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, meminta satwa langka Anoa dilindungi dari dampak pembangunan PLTA Karama di Kecamatan Bonehau. "Lindungi Anoa, satwa langka yang banyak mendiami sekitar wilayah pembangunan PLTA Karama. Jangan sampai satwa langka Anoa mirip kambing, terkena dampak dan habitat mereka menjadi terganggu," kata Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mamuju, Abraham Lati di Mamuju, Rabu.

Anoa merupakan satwa langka yang hampir punah dan hanya ada di Sulawesi. Satwa itu banyak hidup di hutan Sulawesi, termasuk di wilayah pegunungan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulbar. Ia mengatakan, satwa langka yang habitatnya banyak terdapat di lokasi pembangunan PLTA Karama harus dilindungi dari dampak pembangunan PLTA Karama, karena satwa itu merupakan kebanggaan masyarakat Sulawesi. Karena itu, dia meminta perhatian pihak terkait bahwa satwa itu harus diperhitungkan habitatnya dan jangan sampai terganggu. Proyek PLTA Karama akan dilaksanakan pada tahun depan. Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh sebelumnya menyusun strategi dalam rangka mengantisipasi dampak pembangunan PLTA Karama di Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju, agar tidak merugikan masyarakat setempat maupun lingkungan. "Pemerintah di Sulbar segera membentuk tim sembilan terkait pembangun PLTA Karama yang akan dibangun di Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju, yang mulai dilaksanakan pada tahun 2012," katanya. Ia mengatakan, tim sembilan yang akan dibentuk nantinya akan bertugas mendesain pembangunan PLTA Karama dengan melibatkan ahli berpengalaman agar pembangunan proyek mega raksasa di Sulbar itu tidak menimbulkan dampak lingkungan.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air sangat penting dan berguna demi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Semua itu dapat dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Dampak-dampak yang terjadi dalam pembahasan diatas dapat ditanggulangi dengan baik apa bila semua pihak dapat bekerja sama dalam melakukannya. Selain dampak yang baik seperti terbantunya pasokan listrik dengan diadakannya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), ternyada ada dampak-dampak buruknya juga,seperti berkurangnya kualitas danau, dapat merusak iklim, berdampak pada lingkungan disekitar bendungan, merusak kawasan hutan, dan dapat mengganggu satwa langka yang ada. Dari kesimpulan diatas, dapat diketahui bahwa setiap kegiatan yang kita lakukan memiliki dampaknya masing-masing. Kita harus dapat memilih dan menentukan mana yang baik untuk masa depan dan masa sekarang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua

Related Documents


More Documents from "Agus Sugiyono"