Universitas Negeri Semarang
KOMUNITAS YANG BERTUMBUH Kisah Para Rasul 2:41-47
1. Pendahuluan Kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati bukanlah suatu mitos, melainkan suatu fakta sejarah, suatu peristiwa yang nyata terjadi. Terlepas dari apakah orang percaya atau tidak, peristiwa itu telah terjadi. Yesus Kristus yang telah datang ke dalam dunia ini, menderita hingga mati di kayu salib, kini telah bangkit. Ia hidup! Seluruh rangkaian peristiwa itu mempunyai makna yang sangat dalam bagi semua umat manusia. Dalam kesempatan ini kita hanya akan memusatkan hati dan pikiran kita kepada kebangkitan-Nya. Dampak yang sangat jelas dari kebangkitan Kristus adalah munculnya komunitas atau persekutuan orang-orang percaya yang disebut “Kristen”. Ada beberapa hal yang menarik dari komunitas ini, yang dapat dirangkum dalam “5-K”, yaitu: Kristus, Kharisma, Karakter, Komitmen, dan Konsistensi. 2. Kristus Dalam 1 Kor. 15:57 Allah telah memberikan kemenangan kepada kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, yang telah bangkit dari maut. Itu berarti bahwa Yesus Kristus merupakan pusat seluruh keberadaan hidup kita. Pertanyaan yang pernah diajukan-Nya kepada murid-murid-Nya dalam Mat. 16:15, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” merupakan pertanyaan yang tetap relevan untuk diajukan kepada kita. Seberapa dalam kita mengenal-Nya? Apakah kita hanya mengenal-Nya sebagai Penolong? Penyembuh? Pembuat mukjizat? Seorang nabi yang setara dengan nabi-nabi lain? Kredo atau pengakuan kita akan Yesus Kristus adalah suatu starting point untuk seluruh aspek kehidupan kita. Berbagai sikap kita, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama, dan alam ciptaan, dipengaruhi dan diarahkan oleh pengakuan kristologis ini. Hendaknya pengakuan Simon Petrus dalam Mat. 16:16 menjadi pengakuan kita juga, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup”. Ia adalah Mesias, Yang Diurapi, Yang Diutus Allah. Bahkan, Ia adalah Allah sendiri yang telah datang menjadi manusia. Ia adalah satu-satunya Juruselamat dunia ini (bdk. Mat. 1:23, Yoh. 14:6). Pengakuan kedua menyangkut ketuhanan Yesus Kristus. Ia adalah Raja di atas segala raja, Tuhan segala tuan, yang berkuasa penuh atas hidup kita, karena kita telah ditebus oleh darah-Nya, menjadi milik-Nya. Kita harus menguduskan Dia sebagai Tuhan dalam hati kita (1 Pet. 3:15). Di dalam Dia kita memperoleh kemenangan, baik atas kuasa dosa, baik atas berbagai godaan Iblis, baik atas maut! Hanya ketika kita memiliki pandangan yang benar bahwa Ia adalah Tuhan yang Mahakuasa, yang berdaulat penuh atas hidup kita, maka tuntaslah pengenalan kita terhadap-Nya. Komunitas Kristen mula-mula berpusat pada Kristus. Mereka dijuluki “pengikut Kristus”. Predikat ini tidak boleh hilang dari umat Tuhan dewasa ini. Dunia di sekitar kita dapat melihat Kristus melalui kehidupan kita. 3. Kharisma Rasul Paulus berkata dalam Roma 8:11 bahwa apabila Roh Kudus yang membangkitkan Kristus itu berdiam di dalam kita, maka kita pun akan dihidupkan-Nya. Kata Yunani yang dipakai untuk “hidup” adalah ζωη (“zoe”), bukan βιος (“bios”). ζωη berarti hidup yang berkualitas, sedangkan βιος berarti kehidupan yang sama nilainya dengan kehidupan ciptaan Tuhan lainnya: hewan dan tumbuh-tumbuhan. Selanjutnya Roh Kudus mengaruniakan berbagai karunia dan talenta dalam kehidupan setiap orang percaya, agar da[at berfungsi penuh dalam Tubuh Kristus. Dengan demikian, gereja – yaitu Tubuh Kristus – dapat sungguh-sungguh hidup dan menjadi berkat di tengah-tengah dunia ini. Kata Yunani yang digunakan untuk “karunia-karunia” ini adalah χαρισµατα (“charismata”). Karunia Roh lebih dari sekedar kemampuan atau bakat alami yang dibawa manusia sejak ia lahir. Alkitab menyatakan bahwa semua orang percaya diberi karunia Roh, minimal satu.
Kebangkitan - 1
Universitas Negeri Semarang
Ada dua sikap kita terhadap karunia Roh ini. Pertama, kita harus mengobarkan karunia Roh yang kita miliki dan tidak membuatnya menjadi sia-sia (2 Kor. 6:1, bdk. Mat. 25:14-30). Kedua, kita harus menghargai dan bekerjasama dengan orang-orang yang memiliki karunia-karunia yang berbeda dengan kita. Karunia Roh tidak dimaksudkan untuk menjadikan kita sombong rohani dan tidak lagi membutuhkan rekan yang lain, melainkan justru membawa kita kepada kerendahan hati dan kesaling-bergantungan. Jadi dalam komunitas yang bertumbuh, setiap orang mengerti talentanya masingmasing, dan dapat saling mengisi serta melengkapi. Tidak ada iri hati, tidak ada kedengkian. Yang ada hanyalah kasih yang saling membangun. 4. Karakter Roh yang membangkitkan Yesus Kristus dari kematian itu juga mengaruniakan buah Roh dalam hidup kita. Buah Roh itu memiliki 9 (sembilan) sifat sebagaimana disebutkan dalam Gal. 5:22-23, yaitu: kasih (love), sukacita (joy), damai sejahtera (peace), kesabaran (longsuffering), kemurahan (gentleness), kebaikan (goodness), kesetiaan (faith), kelemahlembutan (meekness), pengendalian diri (temperance). Kesembilan sifat buah Roh ada dalam kehidupan Yesus Kristus, Tuhan kita. Sifatsifat ini adalah ciri atau karakter hidup setiap anak Tuhan. Jika kita penuh dengan Roh, maka kita pun akan limpah dengan buah Roh ini, dan kita tidak akan pernah menjadi batu sandungan bagi orang lain. Sebaliknya dunia di sekitar kita akan melihat perbedaan yang nyata dalam kehidupan seorang Kristen. Untuk itu setiap anak Tuhan harus rela dibentuk dan diproses. Hanya ketika rantingranting itu bersedia dibersihkan, maka barulah ia dapat berbuah lebat (Yoh. 15:1-2). Dalam komunitas kita dibentuk, karena di sana kita berjumpa dengan orang-orang yang berbeda, yang heterogen. Kitab Amsal berkata, Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya (Amsal 27:17). 5. Komitmen Kebangkitan Kristus juga mengajarkan kepada kita tentang komitmen. Bagi kita yang penah menonton film The Passion of the Christ, maka kita akan tahu bahwa menjelang jam-jam menuju jalan sengsara (via dolorosa) dan akhirnya disalibkan di Golgota, Yesus Kristus masih memiliki kesempatan untuk lepas dari beban yang mahaberat itu, yaitu saat Ia sedang bergumul di Taman Getsemani. Tetapi itu tidak dilakukan-Nya. Semua ditanggung-Nya oleh karena kasih-Nya kepada kita. Sekali Ia berkata mengasihi kita, Ia mengasihi sampai kepada kesudahannya (Yoh. 15:13). Ia berkomitmen untuk melaksanakannya hingga tuntas, setia sampai mati di kayu salib. Komitmen semacam ini seharusnya ada dalam hidup kita. Komitmen dalam iman Kristiani memiliki cakupan yang amat luas: komitmen terhadap keluarga, terhadap studi, terhadap kekudusan, terhadap pekerjaan, terhadap pelayanan, terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Khususnya sebagai anggota dari suatu komunitas di gereja lokal atau di kampus ini, komitmen terhadap komunitas ini pun harus dijaga sebaik-baiknya. Banyak hal di sekitar kita yang bisa membuat kita tidak bisa berkomitmen. Alkitab memberikan beberapa contoh tentang mereka yang berkomitmen (Yosua, Paulus) dan yang tidak mau berkomitman (Saul, Demas). Beberapa cara yang dapat kita gunakan agar dapat tetap berkomitmen antara lain: •
• • • • •
menghargai karya keselamatan Yesus Kristus di kayu salib; menghargai kepercayaan yang dianugerahkan kepada kita – 2 Tim. 1:14; mengingat prinsip firman Tuhan dalam Maz. 126.5-6 memiliki persekutuan yang erat dengan Tuhan – Yer. 20:9; sharing dengan rekan sepelayanan ketika sedang menghadapi kesulitan; konseling dengan hamba Tuhan jika diperlukan.
6. Konsistensi Konsistensi berarti tetap berpegang kepada sesuatu yang benar, tidak mudah berubah, tidak mudah diombang-ambingkan berbagai angin pengajaran. Perhatikan bagaimana Allah sendiri konsisten dengan janji-janji-Nya. Ia adalah Allah yang tidak berubah. Kita harus belajar membedakan manakah yang harus tetap tidak berubah, dan manakah yang harus diubah agar bisa terkontekstual dan tidak ketinggalan jaman. Pengajaran Alkitab yang benar harus tetap kita pegang teguh, tetapi dalam berbagai bentuk pelayanan bisa dimodifikasi. Jadi yang bersifat orthodoksis harus tetap dipertahankan, sedangkan yang bersifat praksis bisa dikreatifkan.
Kebangkitan - 2
Universitas Negeri Semarang
----- 00000 -----
Kebangkitan - 3