Dahlan Artikel Klassen

  • Uploaded by: Dahlan TAMPUBOLON
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dahlan Artikel Klassen as PDF for free.

More details

  • Words: 2,497
  • Pages: 11
PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA 1993 – 2003: SATU ANALISIS SIKLUS KEMAJUAN Dahlan Tampubolon Urban Studies and Planning Programme University of Malaya, 50603 Pantai Valley, Kuala Lumpur, Malaysia [email protected] Abstract: Ecocomic of North Sumatra grow quickly before economic crisis. Before crisis period, districts categorized developed region are Kabupaten Karo, Labuhan Batu, Asahan, Langkat, Kota Tanjung Balai and Tebing Tinggi. After crisis period, Kabupaten Karo, Labuhan Batu, Kota Tanjung Balai and Tebing Tinggi are stagnant region. The districts categorized as underdeveloped region after crisis are Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah, Deli Serdang and Langkat. Keywords: economic crisis, region, developed, stagnant, and underdeveloped.

1.

PENDAHULUAN Indonesia mencapai kejayaan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen, tahun 1980-

an dan 1990-an, lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan 1970-an. Pertumbuhan ekonomi tersebut dihasilkan tanpa keuntungan yang besar dari pendapatan minyak. Tahun-tahun sebelum krisis ekonomi, sebelum 1997, Indonesia mengalami transformasi struktural yang luar biasa dalam produksi dan perdagangan. Terjadi penurunan yang ketara dalam kontribusi sektor pertanian dan pertambangan dalam pertambahan nilai (value added), dan meningkatnya kontribusi sektor manufaktur (Akita dan Hermawan, 2000). Struktur

ekonomi

Sumatera

Utara

didominasi

sektor-sektor

jasa-jasa

sumbangannya sekitar 35,04 persen tahun 1998 dan meningkat menjadi 37,21 persen. Sedangkan sektor pertanian mengalami penurunan sumbangannya terhadap PDRB dari 34,03 persen tahun 1998 menjadi hanya 29,33 persen saja.

Sektor pengolahan juga

mengalami peningkatan menjadi 33,46 persen tahun 2003 berbanding tahun 1998 sekitar

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

30,93 persen. Sektor manufaktur, utiliti, perdagangan dan jasa-jasa di kawasan pantai Timur telah mengalami kejenuhan berbanding sektor pertanian (Tampubolon, 2006). Kawasan pantai Barat Sumatera Utara dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi sebanyak 14,89 persen, sedangkan kawasan pantai timur menyumbangkan sebanyak 67,76 persen dan wilayah pegununguan sebanyak 25,79 persen. Begitu pula dengan PDRB per kapita rata-rata tahun 2001, di wilayah pantai barat hanya sebesar Rp. 1.659 juta, di kawasan pergunungan sebesar Rp. 2.300 juta, sedangkan di kawasan pantai Timur telah mencapai Rp 3.160 juta (Badan Pusat Statistik, 2005). 2.

PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN Hingga kini telah banyak tulisan-tulisan yang membahas tentang pembangunan

ekonomi, khasnya pembangunan di negara dunia ketiga atau negara sedang membangun. Tema-tema utama dari tulisan itu tidak jauh dari berbagai aspek yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan faktor penghambat pembangunan (Forbes, 2000; Acemoglu, 2003; Shefer dan Rietveld, 1999; dan Perkins et al, 2001). Schumpeter (1981) mengemukakan perbedaan tegas tentang pertumbuhan iaitu perubahan secara spontan dan terputus-putus di dalam keadaan tidak bergerak (stationary) yang senantiasa mengubah dan mengganti keadaan keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pembangunan ialah perubahan jangka panjang secara lambat dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan penduduk. Pertumbuhan ekonomi merujuk kepada kenaikan dalam pendapatan nasional atau per kapita dan produksi.

Pembangunan ekonomi, tidak hanya pendapatan per kapita 2

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

masyarakat yang naik, namun juga efek transformasi azas struktur ekonomi. Perkins et al (2001: 6 -7 ) menyebutkan dua hal penting dari transformasi struktur ini ialah naiknya kontribusi sektor industri, bersamaan dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian dalam produksi nasional, dan meningkatnya proporsi penduduk yang tinggal di kawasan urban berbanding dengan peningkatan penduduk yang tinggal di luar kawasan urban. Portes (1976) mendefinisikan pembangunan sebagai perubahan ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan ekonomi ialah disifatkan oleh cepatnya peningkatan produksi domestik yang dihasilkan dari peningkatan di sektor manufaktur dan jasa. Jelasnya, kontribusi pertanian terhadap produksi domestik menurun. Perubahan sosial ialah perubahan semakin seimbangnya distribusi pendapatan dan penyebaran yang luas dari akses penduduk terhadap pelayanan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan yang memadai, kemudahan rekreasi, dan partisipasi di dalam pembuatan keputusan politik. Perubahan budaya merujuk kepada perolehan identitas tradisi dan bangsa. 3.

PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL Pola pertumbuhan ekonomi regional tidak sama dengan apa yang didapati pada

pertumbuhan ekonomi nasional. Pada dasarnya hal ini disebabkan analisis pertumbuhan ekonomi regiona yang lebih menekankan pengaruh perbedaan ciri ruang terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kesamaannya ialah penekanannya atas unsur waktu yang

merupakan faktor penting dalam analisis pertumbuhan ekonomi regional (Hadjisaroso, 1994). Perubahan-perubahan ini disertai juga oleh perbaikan teknologi yang signifikan yang diwujudkan dalam pembentukan modal baru dan perbaikan pengetahuan diwujudkan

3

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

dalam keterampilan tenaga buruh. Dengan demikian, terdapat perbedaan dalam kualitas dan produktivitas macam-macam modal terbaru seperti halnya tenaga buruh.

Semua

proses dinamis ini nyata dengan sendirinya di dalam tranformasi struktur ekonomi regional (Shefer dan Rietveld, 1999). Krugman (1991) mengembangkan model core-periphrey, yang mengakui kekuatan skala ekonomi, sektor manufaktur akan terpusat di tempat yang permintaan lokalnya terbesar.

Krugman juga menjelaskan bahwa pemusatan industri dengan sendirinya

memunculkan permintaan, dengan demikian menjadi kawasan dengan permintaan lokal terbesar. Pusat dengan dukungan perusahaan-perusahaan berusaha dekat dengan sumber utama permintaan dan keinginan para pekerja memiliki akses ke barang-barang yang dihasilkan oleh pekerja-pekerja lain. Model ini bergantung atas dua keadaan lainnya: rendahnya biaya pengangkutan dan kontribusi nyata dari produksi menurunkan sumberdaya-sumberdaya alam. Ketiga faktor ini mengekalkan posisi pusat sebagai sesuatu yang secara umum lebih murah untuk melayani seluruh pasar dari satu tempat tunggal. Kajian lainnya yang meletakkan pokok utama serupa seperti teori-teori terdahulu, termasuk Alonso (1975), Lausen (1969) dan Berry (1982). 4.

METODOLOGI Data pendapatan per kapita diperoleh dari PDRB Provinsi menurut Kabupaten/Kota

tahun 1993 – 2003. Analisis siklus kemajuan ekonomi digunakan untuk membandingkan laju pertumbuhan ekonomi daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dan rasio pendapatan per kapita daerah dengan rasio pendapatan per kapita Sumatera Utara. Perhitungan pertumbuhan pendapatan per kapita dari tahun 1993 sampai 2003, menggunakan model semilog yaitu (Gujarati, 1991). 4

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

yj = rj – r ................................................................................................................

(1)

I x j  tj It

(2)

..............................................................................................................

dimana : xj

= perbandingan pendapatan per kapita daerah j dengan Sumatera Utara

yj

= selisih pertumbuhan pendapatan per kapita daerah j dengan Sumatera Utara

r

= pertumbuhan pendapatan per kapita Sumatera Utara

rj

= pertumbuhan pendapatan per kapita daerah j

Itj

= pendapatan per kapita tahun t daerah j

It

= pendapatan per kapita tahun t Sumatera Utara yj

y’ K. I

K. II

Developed Region

Developing Region

(0,0)

xj

(1,0)

Underdeveloped Region

Stagnant Region

K. III

K. IV

Gambar 1 : Siklus Kemajuan

Siklus kemajuan ekonomi berputar seperti jarum jam, bergerak dari kuadran IV menuju Kuadran III, ke kuadran II dan selanjutnya kuadran I. I.

Daerah yang sudah maju (develoved region), memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di atas rata-rata Sumatera Utara.

II. Daerah yang sedang membangun (developing region), memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata Sumatera Utara tetapi pendapatan per kapitanya di bawah rata-rata Sumatera Utara. 5

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

III. Daerah yang terbelakang (underdeveloped region), memiliki pertumbuhan dan pendapatan per kapita di bawah rata-rata Sumatera Utara. IV. Daerah yang tidak berkembang (stagnant region), memiliki pertumbuhan di bawah rata-rata Sumatera Utara tetapi pendapatan per kapitanya di atas rata-rata Sumatera Utara. 5.

SIKLUS KEMAJUAN EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara selama periode 1993 hingga tahun 1998

rata-rata mencapai 8.58 persen. Beberapa daerah mencatatkan pertumbuhan yang laju, terutama di kawasan pantai Barat.

Tahun 1993 – 1998, hanya Kota Sibolga yang

ekonominya tumbuh lebih rendah berbanding Sumatera Utara. Sedangkan Kabupaten Nias, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah ekonominya tumbuh lebih dari 10 persen. Tabel 1 : Selisih Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Pendapatan Perkapita Regional Tahun 1993 - 2003

No.

Region

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Nias (Ni) Mandailing Natal (Mn) South Tapanuli (St) Central Tapanuli (Ct) Sibolga (Sb) North Tapanuli (Nt) Toba Samosir (Ts) Simalungun (Si) Dairi (Da) Karo (Ka) Pematang Siantar (Ps) Labuhan Batu Lb) Asahan (As) Deli Serdang (Ds) Langkat (La) Tanjung Balai (Tb) Tebing Tinggi (Tt) Medan (Md) Binjai (Bi)

1993 - 1998 1998 - 2003 Growth Income Growth Income Diff. Ratio Diff. Ratio 9,84 3,51 1,98 - 0,08 - 0,94 - 2,22 1,36 1,20 - 1,47 3,20 9,22 - 3,71 1,78 5,12 1,88 - 4,83 0,26

0,54 0,90 0,81 1,27 0,67 1,06 0,71 1,26 1,33 1,30 1,44 0,72 1,01 1,31 1,14 1,24 0,68

- 0,23 1,72 1,72 - 2,77 0,63 0,49 0,49 2,12 1,42 - 0,31 3,40 - 0,31 0,76 - 0,96 - 2,60 - 1,36 - 1,40 0,19 0,12

0,54 0,79 0,98 0,70 1,31 0,69 0,84 1,17 0,76 1,24 1,56 1,28 1,49 0,69 0,89 1,23 1,07 1,25 0,69

Sumber : Analisis Data Output Regional, 2006

6

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

Tahun 2003, Kabupaten Nias turun ke peringkat terbelakang dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah berbanding Sumatera Utara. Pembangunan yang pesat yang dilaksanakan di segala bidang, belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Nias, di mana infrastruktur yang ada telah rusak dan tidak ada tindakan perbaikan yang dilalukan. mengalami perlambatan.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi

Keadaan yang hampir sama juga ditemukan di Kabupaten

Tapanuli Tengah, di mana pada tahun 1998 dikategorikan sebagai daerah sedang membangun, tetapi tahun 2003 telah turun ke dalam kategori daerah terbelakang. Di kawasan pantai Barat hanya Sibolga yang boleh dikategorikan sebagai daerah maju dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita di atas rata-rata Sumatera Utara. Kawasan pegunungan Sumatera Utara tahun 1998 dikategorikan sebagai wilayah terbelakang. Pertumbuhan rata-rata tahun 1993 hingga tahun 1998 hanya 8,05 persen dan pendapatan per kapita rata-rata hanya 97 persen dari pendapatan rata-rata Sumatera Utara. Daerah yang memiliki pendapatan per kapita rendah ialah Kabupaten Tapanuli Utara dan Dairi. Pada masa yang sama Kabupaten Karo memperoleh pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih besar berbanding Sumatera Utara. Sedangkan Kabupaten Simalungun memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, walaupun pendapatan per kapitanya lebih tinggi berbanding rata-rata provinsi. Tahun 2003 kawasan pegunungan mengalami kemajuan ekonomi yang pesat. Pendapatan per kapita Kabupaten Tapanuli Utara dan Toba Samosir di tahun 2003 telah melebihi rata-rata provinsi dan pertumbuhannya juga lebih laju, di mana kedua-dua kabupaten dikategorikan ke dalam daerah yang maju. Kabupaten Dairi tidak mengalami perubahan berarti di dalam kegiatan ekonominya dengan pertumbuhan yang tinggi tetapi

7

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

pendapatan per kapita yang rendah. Kabupaten Simalungun dan Kota Pematang Siantar mencatatkan kembali pertumbuhan ekonomi yang tinggi, di mana pendapatan per kapitanya juga lebih tinggi berbanding provinsi dan dikategorikan sebagai daerah maju. Sedangkan Kabupaten Karo memiliki pendapatan per kapita yang tinggi tetapi pertumbuhan ekonominya lebih rendah berbanding rata-rata provinsi.

(gi - G) 12

10

Ni98

As98

8

6 Tb98

4 St98

Ps03

Lb98 Ct98

2

Mn03

Da98

0.5

Ni98 Nt98

Tt98

St03

Da03 Nt03 Bi98 Bi03

Si03

La98

0

0.7 Ds03

0.9

1.1 Tt03

-2 Ct03 Ds98

Ka98 Md03

Ts03

Sb03

Sb98 Lb03 Ka03 1.3 Tb03

As03

1.5

(Yi/Y) 1.7

Ps98

Si98

La03

-4 Md

-6

Gambar 2: Siklus Kemajuan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 1998 - 2003

Ekonomi kawasan pantai timur tumbuh lebih lambat berbanding rata-rata Sumatera Utara. Tahun 1993 – 1998 ekonomi hanya tumbuh sebesar 8,26 persen dan menurun pada masa 1998 – 2003 menjadi 2,94 persen. Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang pertumbuhan ekonominya lambat, iaitu tahun 1998 setinggi 4,87 persen dan di tahun 2003 menjadi 2,39 persen. Demikian pula dengan rata-rata pendapatan per kapita hanya 72 persen dari rata-rata pendapatan per kapita Sumatera Utara, bahkan di tahun 2003 hanya 69 persen. Kabupaten Deli Serdang dikategorikan sebagai daerah terbelakang.

8

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

Fenomena yang terjadi di Kabupaten Langkat lebih buruk.

Pada tahun 1998

Kabupaten Langkat dikategorikan ke dalam kategori daerah maju, tetapi di tahun 2003 menjadi daerah terbelakang. Menurunnya produksi pertambangan minyak menyebabkan banyak aktivitas ekonomi yang berkurang. Daerah ini sekarang hanya mengandalkan sektor pertanian sebagai sektor pemimpin, baik pertanian bahan makanan maupun perladangan. Kabupaten Labuhan Batu, Kota Tanjung Balai, dan Tebing Tinggi mengalami pertumbuhan ekonomi yang hampir sama.

Pada tahun 1998 ketiga daerah ini

dikategorikan ke dalam kategori daerah maju dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih tinggi berbanding Sumatera Utara.

Tetapi pertumbuhan

ekonomi yang tinggi tidak berlanjut, di mana tahun 2003 pertumbuhan ekonomi ketiga-tiga daerah ini lebih rendah berbanding Sumatera Utara dan ketiganya dikategorikan sebagai daerah yang stagnan. Kota Medan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan ekonomi yang pesat.

Tahun 1998 pertumbuhan ekonominya lebih rendah berbanding rata-rata

provinsi dan dikategorikan sebagai daerah yang stagnan.

Seiring pembangunan yang

dilaksanakan lima tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi telah melebihi rata-rata Sumatera Utara dengan pendapatan kapita yang juga tinggi dan dikategorikan sebagai daerah maju. Ekonomi Kota Binjai mengalami pertumbuhan yang pesat, namun pendapatan per kapitanya masih lebih rendah berbanding provinsi untuk tahun 1998 dan tahun 2003. Sedangkan Kabupaten Asahan mengalami pertumbuhan yang tinggi di tahun 1998 dan

9

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

2003 serta pendapatan per kapitanya lebih tinggi berbanding Sumatera Utara, dan dikategorikan sebagai daerah yang maju. 6.

PENUTUP Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara telah mengalami penurunan setelah krisis

ekonomi melanda Indonesia. Masa sebelum krisis ekonomi, daerah yang dikategorikan maju ialah Kabupaten Karo, Labuhan Batu, Asahan, Langkat, Kota Tanjung Balai dan Tebing Tinggi. Setelah krisis Kabupaten Karo, Labuhan Batu, Kota Tanjung Balai dan Tebing Tinggi megalami stagnan. Daerah yang dikategorikan terbelakang setelah krisis ialah Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah, Deli Serdang dan Langkat. Beberapa daerah yang tidak mengalami perubahan berarti ialah Kabupaten Tapanuli Selatan, Dairi, Asahan, Deli Serdang, dan Kota Binjai. KEPUSTAKAAN TERPILIH Acemoglu, D., 2003. Cross-Country Inequality Trends. (Februari),. h. F121 –F149.

The Economic Journal, 113

Akita, T., dan A. Hermawan, 2000. The Source of Industrial Growth in Indonesia, 198595: An Input-Output Analysis. ASEAN Economic Bulletin 17 (3), h. 270 – 284. Alonso, W., 1968. Urban and Regional Imbalance in Economic Development, Economic Development and Cultural Change, 19 (1), Oktober, h. 1 – 14. Badan Pusat Statistik, Provinsi Sumatera Utara, 2005. Pendapatan Regional (PDRB) Provinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota 1993 – 2003, Medan. Berry, B.J.L., 1982. Hierarchical Diffusion: The Basis of Development Filtering and Spread in A System of Cities, di dalam (ed) N.M. Hansen, Growth Centres in Regional Economic Development. New York, Free Press, h. 108 – 138. Forbes, K.J., 2000. A Reassessment of the Relationship between Inequality and Growth, American Economic Review, 90 (4), h. 869 – 887. Hadjisaroso, P., 1994. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah Di Indonesia, Prisma No. 8 Agustus.

10

Pembangunan Ekonomi Sumatera Utara 1993 – 2003: Satu Analisis Siklus Kemajuan Dahlan Tampubolon

Krugman, P., 1991. Increasing Returns and Economic Geography, Journal of Political Economy, 99 (3), h. 483 – 499. Lasuen, J.R., 1969. On Growth Poles, Urban Studies 2, h. 137 – 164. Perkins, H.P., S. Radelet, D.R. Snodgrass, M. Gillis, M. Roemer, 2001. Economics of Development, Edisi ke-5, New York, W.W. Norton & Company, Inc. Portes, A., 1976. On the Sociology of Nation Development: Theories and Issues, American Journal of Sociology 82, h. 68 – 74. Schumpeter, J.A., 1981. Theory of Economic Development, Central Press. Shefer, D., dan P. Rietveld, 1999. Conclusion: Structural Economic Change and Regional Development, dalam Rietveld, P. dan D. Shefer (ed), Regional Development in an Age of Structural Change, Aldershot, Ashgate.h. 255 – 267. Tampubolon, D., 2006. Dekomposisi Spatial Tenaga Kerja: Sumatera Utara, Jurnal Industri dan Perkotaan, 10 (17), Februari, h. 1103 – 1109.

11

Related Documents

Dahlan Artikel Klassen
December 2019 30
Raja Dahlan
June 2020 11
Dahlan Grup
October 2019 33
Azwir Dahlan
May 2020 14
Artikel
April 2020 61

More Documents from ""

Dahlan Artikel Klassen
December 2019 30
Pertanyaan Wawancara.docx
November 2019 45
Uji Lemak.docx
November 2019 36
Kamus Inggris.xls
May 2020 44
Iklan Kajian.docx
May 2020 12