D5 Makalah Skenario 6.docx

  • Uploaded by: Yogi Sampe Pasang
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View D5 Makalah Skenario 6.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,897
  • Pages: 12
Fraktur Tertutup Femur Dextra 1/3 Proximal pada Lansia AGUS CAHYADI (102016044), TRIAS ADAM (102016130), SINTA WULANSARI (102013429), CLARITA (102016045), CICI MILLENDA (102016080), NINDY OCTAVIANI (102016145), SARAH CLAUDIA Y.SIMANJUNTAK (102016204), FATIN BATRISYIA BINTI SAIFUL AZIZAN AZLI (102016256) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia Jl. Arjuna Utara No.6, RT.5/RW.2, Duri Kepa, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11510 Abstrak Fraktur adalah suatu keadaan dimana putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. Biasanya fraktur bisa terjadi karena adanya suatu trauma, misalnya kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab tersering terjadinya fraktur. Pada kecelakaan lalu lintas kita juga harus mewaspadai pada kemungkinan terjadinya politrauma yang dapat mengakibatkan trauma pada organ-organ lain. Selain kecelakaan, fraktur bisa terjadi karena jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cidera olahraga. Kata kunci: fraktur, tulang, trauma Abstract Fracture is a situation where the breakdown in continuity of bone, cartilage or cart ilage epifisis joints. Usually a fracture can occur due to trauma, such as an accident. Traffic accidents are the most frequent cause of the occurence of fractures. On traffic accidents we must also be aware of the possibillity of the occurence of the politrauma which can lead to tauma in other organs. In addition to accidents, fractures can occur due fail from height, work accident, and the hurt the sport. Keywords: fracture, bone, trauma Pendahuluan Tulang merupakan bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan berkoordinasi bersama otot, tulang menjadi alat gerak pasif dan ikut berpartisipasi dalam pergerakan sehari-hari manusia. Kelainan atau adanya cedera pada

tulang tentu akan menganggu aktivitas sehari-hari dan membuat produktivitas manusia menurun. Salah satu cedera tulang yang memiliki risiko tinggi ialah fraktur tulang atau patah tulang. Fraktur tulang dapat berupa fraktur tulang terbuka ataupun fraktur tulang tertutup. Fraktur sendiri, memiliki definisi putusnya kesinambungan suatu tulang atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka.1 Anamnesis Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Anamnesis meliputi: identitas pasien, keluhan utama (pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri), Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga, Riwayat Psikososial.2 1. Apakah ada riwayat trauma/ cidera? 2. Bila ada trauma, trauma seperti apa? Misalnya tauma akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olahraga 3. Kapan waktu terjadinya? 4. Arah posisi trauma/ jatuh? Misalnya: Terduduk, tengkurap, terlentang, menyamping 5. Ada nyeri atau tidak? Lokal nyeri dimana? 6. Dapatkah pasien berjalan atau tidak setelah mengalami trauma?

Pada kasus scenario ini, hasil anamnesa didapatkan:

1. Identitas: Wanita berusia 60 Tahun 2. Keluhan utama: sakit pada panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam yang lalu 3. Riwayat penyakit sekarang: nyeri terus menerus, ada riwayat trauma, sakit saat bergerak dan belum mengkonsumsi obat. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik pemeriksaan secara alami bervariasi, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan rutin/ baku. Yang dilakukan adalah pemeriksaan status generalis dan status lokalis (mencakup inspeksi, palpasi, kekuatan otot, gerakan sendi, auskultasi).1,2 

Inspeksi (Look) Arti inspeksi adalah dilihat. Dilihat secara anterior, posterior dan lateral dari frakturnya dengan melihat bagian yang dikeluhkan oleh pasien tersebut apakah ada pembengkakan, memar dan deformitas. Apakah ada hal lain yang abnormal. Hal lain yang juga penting adalah jika kulit tersebut robek atau tidak. Serta luka yang memiliki hubungan dengan fraktur tersebut.



Palpasi (Feel) Palpasi adalah meraba, jika ada nyeri tekan ditempat fraktur tersebut. Perlu juga memeriksa nadi/ pulsasi apakah lemah atau kuat di tempat tersebut. Bisa saja terjadi cedera pembuluh darah yang menunjukan keadaan darurat yang perlu pembedahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan:  Temperatur setempat yang meningkat;  Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang;



Pergerakan (Movement) Pada pergerakan dapat ditemukan gerakan abnormal seperti krepitasi atau bunyi “kretek- kretek” pada sendi yang terdapat fraktur terutama pada sendi lutut dengan. Tapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi- sendi di bagian yang mengalami cedera jika pasien tersebut masih dalam keadaan sadar.1 Hasil pemeriksaan fisik menunjukan:  TTV: dalam batas normal

 Look: Tampak edema pada panggul kanan, ekstermitas bawah sebelah kanan tampak memendek dan berda diposisi eksternal rotasi  Feel: Nyeri (+)  Move: Gerak aktif (-) dan pasif (-) Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior, kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial. Foto Rontgen Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami nonunion dan nekrosis avaskular.1,3 Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur.3,4 Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul

sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.3 Pemeriksaan Laboratorium Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Adanya peningkatan leukosit yang merupakan respon stres normal saat terjadi trauma. Ada juga peningkatan kreatinin dalam plasma akibat trauma otot. Working Diagnosis Berdasarkan hasil anemnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien menderita fraktur tertutup femur dextra 1/3 proximal. Klasifikasi fraktur femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi: 

Tertutup



Fraktur femur terbuka

a. Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:

Derajat I: 

Luka <1cm



Tidak kotor



Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan.

Derajat II : 

Laserasi 1- 10cm



Luka sedikit kotor



Kerusakan jaringan tendon (sedikit)



Fraktur kominutif sedang

Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas: a. Luka >10cm, Tulang rusak secara komunitif, banyak otot rusak, kulit masih dapat menutup luka. b. Adanya kulit yang tidak dapat menutup luka (skin loss) c. Terdapat lesi neuro- vaskuler (mengenai saraf) 1,4 Diferential Diagnosis a. Fraktur Caput Femur b. Fraktur Collum Femur Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi disebelah proksimal linea intertrochanter pada daerah intrakapsular sendi panggul yang termasuk kolum femur dimulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.1,5 Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur collum femur (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulangnya sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang biasa dialami seperti jatuh terpelest dikamar mandi.1,5 Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditemukan riwayat trauma, pada penderita muda ditemukan riwayat kecelakaan. Pada penderita tua biasanya trauma ringan (jatuh terpelest dikamar mandi). Penderita tidak dapat berdiri karena sakit sekali di panggul terutama daerah inguinal depan. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat.

Gambar 1. Fraktur Collum1

c. Fraktur Intertochanter Femur Fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor. Mekanisme Cedera Fraktur intertrokanter bisa terjadi secara langsung yaitu bila pasien terjatuh dan langsung mengenai trokanter mayor, sementara tidak langsung terjadi karena pemulintiran. Retak berada di antara trokanter mayor dan trokanter minor dengan fragmen proksimal cenderung bergeser dalam varus.5 d. Fraktur Subtrochanter Fraktur subtrochanter ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung dapat terjadi pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan. Dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan kecepatan tinggi. Pemeriksaan fisik : tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi eksternal di daerah panggul ditemukan hematoma atau echymosis.5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna kulit. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah

tempat fraktur. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).5,6 Etiologi Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Cedera traumatik Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.1,5 Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni: 1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. 2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. b. Fraktur Patologik Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai keadaan berikut, yakni: 1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. 2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, 3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.1,5 c. Secara spontan5

Disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.6

Epidemiologi Fraktur femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia tua dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas. Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia harapan hidup, angka kejadian fraktur ini juga ikut meningkat. Fraktur ini merupakan penyebab utama morbiditas pada pasien usia tua akibat keadaan imobilisasi pasien di tempat tidur. Rehabilitasi membutuhkan waktu berbulan-bulan. Imobilisasi menyebabkan pasien lebih senang berbaring sehingga mudah mengalami ulkus dekubitus dan infeksi paru. Angka mortalitas awal fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila tidak diobati, fraktur ini akan semakin memburuk. Fraktur femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.4

Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih.7 Penatalaksanaan  Non Medika Mentosa Pasien dengan fraktur membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan tulang dan sendi- sendi disekitarnya. Pasien harus terus memantau perkembangan pasca operasi, dan harus merehabilitasi kaki yang dioperasi supaya bisa kembali berjalan.  Medika Mentosa

Nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur dapat diberikan parasetamol 500mg hingga dosis maksimum 3000mg per hari, bila respon tidak kuat dapat ditambahkan kodein 10mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAID seperti ibuprofen 400mg 3 kali sehari.8  Tindakan Pembedahan Pengelolaan penderita yang terluka memerlukan penilaian yang cepat dan pengalolaan yang tepat untuk menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan, prinsip pada fraktur ada 4 atau prinsip 4R: o Recognition Yaitu penilaian dan diagnosis fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadan fraktur dengan anamnesis dan pemeriksaan klinik serta radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan juga lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi setelah pengobatan. o Reduction Yaitu reduksi draktur atau tindakan pengembalian tulang ke posisi semula agar dapat berfungsi kembali seperti semula. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi atau dibenarkan secara anatomis dan mengembalikan fungsi normal. Tidak hanya tulang, sendi pun juga harus dibenarkan untuk mencegah komplikasi seperti kekakuan, dan deformitas. o Retaining Artinya tindakan imonilisasi untuk mengistirahatkan alat gerak yang sakit tersebut sampai mendapat kesembuhan. Dalam kasus ini wanita tersebut berarti harus istirahat dengan tidak boleh banyak berjalan karena akan berdampak pada femurnya. o Rehabilitation Adalah tindakan untuk mengembalikan kemampuan dari anggota atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali. Berarti pasien harus berlatih berjalan misalnya dengan gips, atau tongkat supaya tulang femurnya bisa berfungsi dengan baik.9

Komplikasi a. Komplikasi dini Kerusakan arteri. Insiden kerusakan arteri memang jarang, tapi juga harus diwaspadai. Contohnya seperti kerusakan arteri poplitea setelah trauma. Hal ini terjadi karena kumpulan vaskular terhambat. Serta bisa juga karena laserasi langsung. b. Komplikasi lanjut o Kekakuan sendi lutut. Hal ini hampir tidak dapat dihindari, karena itu diperlukan banyak latihan. o Non-union yaitu fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu. Hal ini dapat disertai kekakuan lutut dan mungkin diakibatkan oleh gerakan lutut yang dipaksakan terlalu awal. Fraktur sulit diterapi dan kecuali kalau dilakukan dengan hati- hati. o Mal-union yaitu bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal. Fiksasi internal sangat sulit dan malunion kadang terjadi. Osteotomi dibutuhkan pada pasien yang masih melakukan aktivitas fisik untuk melakukan koreksi terhadap malunion yang terjadi. 10 Prognosis Prognosis dari kasus fraktur femur tergantung tipe dan tingkat keparahan fraktur. Semakin kompleks fraktur yang terjadi, semakin jelek prognosisnya. Pada umumnya terapi yang sesuai akan memberikan hasil yang baik pada pasien.

Kesimpulan Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian). Pasien pada kasus di atas mengalami fraktura femur dextra 1/3 proksimal. Fraktur ini merupakan jenis fraktur traumatik, dimana penyebab fraktur ini pasien tersebut jatuh dengan posisi menyamping dan pangkal paha yang membentur lantai. Diagnosis ini dapat ditegakkan dengan pasti melalui gejala-gejala yang ditimbulkan dari pasien tersebut dan hasil pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen yang mendukung diagnosis pasti.

Daftar Pustaka 1. Thomas MA. Terapi dan rehabilitas fraktur. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h. 245, 262, 276. 2. Gleadle J. At a glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga Medical Series. Jakarta, 2009. h. 106. 3. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. h.31. 4. Patel P R. Lecture notes radiologi. Erlangga medical series. Edisi ke-2. Jakarta, 2007. h. 222-3 5. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.h. 503-12, 537-43. 6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2009. h. 904-6 7. Bell S, Elbow and Brukner P, Khan K. Clinical sports medicine. 3rd Ed. Australia : McGraw-Hill. 2010. h. 303-6. 8. Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.Volume2. Edisi 6. EGC : Jakarta. 9. Gunawan, Sulitia G. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2008. h. 57-89. 10. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2000. h. 346-8.

Related Documents

Skenario 3 D5.docx
May 2020 4
D5
June 2020 6
D5
October 2019 18
D5
June 2020 7

More Documents from "Junita Elvrida Doloksaribu"