Css Terapi Konservatif Lbppp.docx

  • Uploaded by: evita oktavia
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Css Terapi Konservatif Lbppp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,907
  • Pages: 28
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS) * Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217098 / Januari 2019 ** Pembimbing

Terapi Konservatif Low Back Pain

Annisa Puja Ikrima, S.Ked* DR. dr. Charles A Simanjuntak, Sp.OT (K) Spine.M.Pd**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BAGIAN BEDAH RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS) * Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217098 / Januari 2019 ** Pembimbing

Terapi Konservatif Low Back Pain

Annisa Puja Ikrima, S.Ked* DR. dr. Charles A Simanjuntak, Sp.OT (K) Spine.M.Pd**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU BAGIAN BEDAH RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019

i

HALAMAN PENGESAHAN CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Terapi Konservatif Low Back Pain

Disusun Oleh : Annisa Puja Ikrima, S.Ked G1A217098

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan Pada Januari 2019

Pembimbing

DR. dr. Charles A Simanjuntak, Sp.OT (K) Spine.M.Pd

ii

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Science Session (CSS) yang berjudul “Terapi konservatif Low Back Pain” sebagai salaah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Bagian Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada DR. dr. Charles A Simanjuntak, Sp.OT (K) Spine.M.Pd, yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Bagian Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada referat Clinical Science Session (CSS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan referat ini. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Januari 2019

Penulis

iii

DAFTAR ISI Halaman Judul ......................................................................................................... i Halaman Pengesahan .............................................................................................. ii Kata Pengantar ....................................................................................................... iii Daftar Isi ............................................................................................................... iv BAB I Pendahuluan .............................................................................................. 1 BAB II Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 2 2.1 Anatomi Tulang Belakang ................................................................................ 2 2.2 Definisi LBP ..................................................................................................... 5 2.3 Epidemiologi LBP ............................................................................................. 5 2.4 Etiologi LBP ..................................................................................................... 6 2.5 Diagnosis LBP .................................................................................................. 9 2.6 Tatalaksana LBP ............................................................................................. 10 2.7 Prognosis LBP ................................................................................................. 21 BAB III Kesimpulan ........................................................................................... 22 Daftar Pustaka .................................................................................................... 23

iv

BAB I PENDAHULUAN Low back pain (LBP) adalah masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Menurut Global Burden of Disease Study tahun 2016, LBP terus menjadi penyebab disabilitas global selama bertahun-tahun. Survei Kesehatan Nasional tahun 20142015 melaporkan bahwa 16% orang Australia menderita sakit punggung pada tahun sebelumnya, lebih umum pada orang tua (usia 65-79 tahun) dan dengan tingkat yang sama antara pria dan wanita. Setengah dari orang yang mengalami LBP mencari perawatan.1 Episode LBP akut biasanya memiliki prognosis yang baik, dengan cepat perbaikan dalam 6 minggu pertama. Setelah periode ini, perbaikan melambat, dan lebih dari 40% pasien dapat berkembang LBP kronis, walaupun biasanya hanya dengan tingkat nyeri yang rendah dan disabilitas. Sekitar sepertiga pasien yang awalnya sembuh menderita episode kambuh di tahun berikutnya.1 Tindakan pencegahan LBP belum memiliki kekuatan yang cukup untuk mencegah LBP kronis, pengelolaan LBP dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, dari terapi konservatif hingga intervensi bedah. Pada 2009, Rainville et al. melaporkan bukti tentang perawatan konservatif untuk LBP kronis dengan membandingkan manajemen bedah dan konservatif. Hasilnya, terapi konservatif bertujuan untuk meningkatkan fungsi pasien, dengan atau tanpa peningkatan simultan dari rasa sakit.2

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Tulang Belakang Vertebrae merupakan tulang yang menyusun struktur bagian belakang. Tulang vertebrae terbagi menjadi segmen servikal, thorakal, lumbar, sakral, dan koksigis.3

Gambar 2.1 Vertebrae Sumber : Hansen JT, Netter Clinical Anatomy 2014

Vertebrae servikal terdiri dari 7 vertebrae. Vertebrae servikal pertama dan kedua memiliki bentuk yang unik dibandingkan dengan tulang servikal lainnya, dan diberinama atlas (C1) dan axis (C2). Tulang atlas menahan caput dan collum tulang axis. Tulang axis merupakan titik artikulasio pada tulang belakang, sehingga dapat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi serta rotasi dan lateral bending.3

2

Gambar 2.2 Vertebrae servikalis Sumber : Hansen JT, Netter Clinical Anatomy 2014

Tulang vertebrae thorakal terdiri dari 12 vertebrae. Vertebrae thorakal memiliki artikulasi tempat melekatnya tulang costae. Bagian vertebrae thorakal merupakan bagian yang paling kaku dan tidak fleksibel dibandingkan dengan regio servikal.3

Gambar 2.3 Vertebrae Thorakal dan Lumbal Sumber : Hansen JT, Netter Clinical Anatomy 2014 3

Tulang vertebrae lumbar terdiri dari 5 tulang vertebrae. Tulang ini lebih besar karena fungsinya menopang beban bagian dada dan bersifat cukup mobile, namun masih tidak semobile tulang vertebrae servikal.3

Gambar 2.4 Sakral dan Koksigis Sumber : Hansen JT, Netter Clinical Anatomy 2014

Tulang sakrum terdiri dari 5 vertebrae yang menyatu membentuk tulang tunggal berbentuk melengkung. Tulang sakrum menopang pelvis. Dibawahnya terdapat tulang koksigis yang merupakan sisa dari embryonic tail dan terdiri dari 4 ruas, dan 3 ruas terakhirnya menyatu menjadi satu. Tulang koksigis tidak memiliki kanalis vertebralis.3 Perebedaan karakteristik tulang vertebrae dapat dilihat pada tabel 3.13 Sumber : Hansen JT, Netter Clinical Anatomy 2014 Vertebrae

Karakteristik

Servikal

Terdapat atlas dan axis Procesus spinosus bifida Corpus berbentuk kotak Terdapat foramen transversa Foramen vertebrae berbentuk segitiga Procesus spinosus berujung runcing dan menukik kebawah Corpus berbentu seperti hati Terdapat facet costalis Foramen vertebrae berbentuk bulat Corpus berbentuk seperti ginjal Formaen vertebrae berbentuk segitiga besar Procesus spinosus mengarah horizontal dan pendek

Thorakal

Lumbal

4

Gambar 2.5 Intervertebralis Joint Sumber : Hansen JT, Netter Clinical Anatomy 2014

Diantara vertebrae terdapat lapisan tipis kartilago hialin dan diskus intervertebralis (kecuali pada 2 vertebrae servikal pertama). Sendi ini bersifat stabil dan dapat meredam tekanan. Diskus intervertebralis tersiri atas zona nuklear pusat berisi kolagen dan proteoglikan hidrat yang disebut nukleus pulposus. Nukleus pulposus dikelilingi lamela konsentrik yang terdiri atas serat kolagen yang disebut anulus fibrosus.3 2.2 Definisi LBP Low back pain (LBP) didefinisikan sebagai nyeri, ketegangan otot atau kekakuan yang terlokalisasi di bawah batas kosta ke atas lipatan gluteal inferior, dengan atau tanpa nyeri kaki. Klasifikasi LBP sebagai akut atau kronis dapat menjadi bantuan yang berguna untuk prognosis untuk memandu manajemen. Sering diklasifikasikan sebagai akut (kurang dari 6 minggu), sub-akut (6 - 12 minggu), dan kronis (lebih dari 12 minggu).4 2.3 Epidemiologi LBP LBP merupakan masalah utama sosial dan ekonomi. Prevalensi LBP kronik diperkirakan berkisar antara 15%-45% pada petugas layanan kesehatan di Prancis, prevalensi LBP kronik pada orang dewasa di Amerikas Serikat berusia 20-69 tahun

5

adalah 13,1%. Prevalensi populasi umum LBP kronik diperkirakan 5,91% di Italia. Prevalensi LBP akut dan LBP kronik pada orang dewasa meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir dan meningkat secara dramatis pada populasi lansia, mempengaruhi laki-laki dan perempuan di semua kelompok etnis. LBP memiliki dampak signifikan pada kapasitas fungsional, karena rasa sakit membatasi aktivitas pekerjaan. Beban ekonomi secara langsung karena tingginya biaya perawatan kesehatan dan secara tidak langsung oleh karena menurunnya produktivitas. Biayabiaya ini diperkirakan akan semakin meningkat dalam beberapa tahun mendatang.5

2.4 Etiologi LBP Penyebab umum LBP melibatkan penyakit atau cedera pada otot, tulang, dan / atau saraf tulang belakang. Nyeri yang timbul karena kelainan organ-organ di dalam abdomen, pelvis, atau rongga dada mungkin juga terasa di belakang.6 

Mekanis: 1.

Osteoartritis apofisis

2.

Hyperostosis kerangka idiopatik difus

3.

Degenertif diskus

4.

Kyphosis Scheuermann

5.

Herniasi diskus ("slipped disc")

6.

Stenosis torakal atau lumbal

7.

Spondylolisthesis dan kelainan bawaan lainnya

8.

Fraktur

9.

Perbedaan panjang kaki

10. Gerakan pinggul terbatas 11. Pelat-pelvis yang tidak sejajar, anteversion atau retroversion 12. Pronasi kaki tidak normal 

Inflamasi: 1. Spondylarthritis seronegatif (mis., ankylosing spondylitis) 2. Rheumatoid Artritis



Infeksi - abses epidural, atau osteomielitis



Neoplastik:

6

1. Tumor tulang (primer atau metastasis) 2. Tumor tulang belakang intradural 

Metabolik: 1. Fraktur osteoporosis 2. Osteomalacia 3. Sinkronisasi 4. Chondrocalcinosis



Psikosomatis 1. Sindrom myositis tensi



Penyakit Paget



Nyeri yang dirujuk: 1. Penyakit panggul / perut 2. Kanker prostatPostur tubuh



Depresi



Kehilangan oksigen

Faktor risiko terjadinya Low Back Pain (LBP) adalah:7 a.

Berat Badan Penelitian yang dilakukan pada wanita dewasa di Sri Lanka telah menunjukkan bahwa kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan keduanya merupakan faktor risiko untuk nyeri punggung bawah. Orang-orang dengan anorexia nervosa memiliki indeks massa tubuh yang rendah. Osteoporosis adalah komplikasi anorexia nervosa dan berhubungan dengan dua hingga tiga kali peningkatan risiko fraktur vertebrae. Fraktur kompresi vertebrae adalah penyebab penting dari nyeri punggung bawah terkait dengan penurunan kualitas hidup secara signifikan.

b.

Aktivitas Fisik Latihan fisik memiliki bukti yang konsisten untuk pencegahan primer rendah nyeri punggung dibandingkan dengan tanpa aktivitas. Kegiatan olahraga seperti renang dan sepak bola dapat menurunkan prevalensi nyeri punggung bawah.

7

c.

Genetik Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor keturunan dapat berperan dalam degenerasi disk serta herniasi diskus intervertebralis. Tingkat perkembangan degenerasi diskus dikendalikan oleh faktor genetik. Interleukin 1 (IL 1) adalah salah satu sitokin terpenting yang terlibat dalam proses degenerasi diskus intervertebralis.

Diskus

intervertebralis

yang

mengalami

degenerasi

menunjukkan ekspresi gen reseptor IL-1 sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan diskus intervertebralis yang tidak mengalami degenerasi. Herniasi lumbal mirip dengan penyakit kompleks lainnya memiliki kesamaan pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan. d.

Postur Tulang Belakang Dibandingkan dengan postur berdiri, postur duduk mengurangi lordosis lumbar dan meningkatkan aktivitas otot punggung bawah, tekanan cakram, dan tekanan pada iskium yang terkait dengan perkembangan dari LBP.

e.

Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemungkinan lebih rendah untuk mengalami LBP daripada mereka yang putus sekolah. Tingkat pendidikan kuat hubungannya dengan faktor-faktor seperti latihan fisik secara teratur, menghindari kelebihan berat badan dan tidak merokok. Semua faktor ini bermanfaat dalam pencegahan nyeri punggung bawah.

f.

Alkohol Seseorang yang mengkonsumsi alkohol setiap hari memiliki peluang dua kali lipat mengalami sakit punggung bawah dibandingkan dengan orang yang tidak mengonsumsi alkohol. Peningkatan frekuensi dan intensitas penggunaan alkohol dikaitkan dengan kenaikan berat badan yang signifikan secara statistik. Dibandingkan dengan individu yang tidak pernah minum, prevalensi sindrom metabolik secara signifikan lebih tinggi pada pria yang mengonsumsi 2 hingga 4 minuman / hari dan lebih besar dari 4,0 minuman / hari. Sindrom metabolik tersebut akan mengurangi suplai darah ke diskus intervertebralis, yang menyebabkan degenerasi diskus, dan degenerasi diskus merupakan penyebab penting dari LBP.

8

g.

Asupan Protein Pengurangan asupan protein hewani memiliki hubungan yang signifikan dengan nyeri punggung bawah. Pengurangan asupan protein dapat meningkatkan risiko kelemahan energi protein dan menyebabkan kelemahan otot. Otot yang lemah dari daerah glutealis dan tulang belakang berhubungan dengan perkembangan nyeri punggung bawah.

2.5 Diagnosis LBP Diagnosis LBP dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologik, elektrodiagnosis dan radiografi. Umumnya penderita dapat mengenali lokasi nyeri, karakter dan intensitas nyeri sehingga diagnosis mudah ditegakkan. Anamnesis merupakan awal yang penting dalam pemeriksaan LBP. Pasien perlu ditanyakan mengenai keluhan utama, anamnesis keluarga, penyakit sebelumnya, keadaan sosial dan penyakit saat ini. Cara ini praktis dan efisien untuk mendeteksi kondisi pasien apabila didapatkan kondisi yang lebih serius. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari pasien. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah :4 

Periksa postur untuk mengetahui adanya kelainan anatomi.



Palpasi punggung untuk menilai nyeri jaringan vertebral atau lunak (sensitif terhadap infeksi tulang belakang).



Tes peningkatan tungkai lurus untuk memastikan radikulopati.



Penilaian neurologis akar L5 dan S1 untuk pasien yang diduga mengalami herniasi diskus.



Evaluasi untuk keganasan jika riwayat sesuai dengan penyakit sistemik.



Mendeteksi rentang gerak dasar untuk pasien. Tanda “red flag” untuk dilakukan pencitraan:4



Trauma signifikan baru-baru ini, atau usia trauma lebih ringan> 50.



Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.



Demam yang tidak bisa dijelaskan.



Imunosupresi.



Riwayat kanker 9



Penggunaan obat-obatan IV.



Osteoporosis, penggunaan glukokortikoid dalam waktu lama.



Usia> 70.



Defisit neurologis fokal progresif atau melumpuhkan gejala.



Durasi lebih dari 6 minggu.



Sebelum operasi Tanda- tanda penyebab sistemik dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik

umum seperti demam, tekanan darah dan nadi dapat membantu evaluasi adanya nyeri dan perdarahan. Pemeriksaan muskuloskeletal perlu dilakukan untuk mengetahui daerah yang dikeluhkan. Pemeriksaan neurologik juga perlu dilakukan meliputi pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologik dan patologik serta uji untuk menentukan kelainan saraf, seperti straight leg raising (SLR)/ Laseque test (iritasi n.ischiadicus), sitting knee extension (iritasi n.ischiadicus), saddle anesthesia (sindrom konus medularis).

2.6 Tatalaksana LBP Pada prinsipnya tata laksana LBP dibagi 2 yaitu : A. Terapi Konservatif B. Terapi Pembedahan A. Terapi Konservatif Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. Terapi konservatif dapat dibagi menjadi: 1. Terapi Farmakologi Terapi farmakologi merupakan terapi yang paling sering diberikan LBP. Perlu pertimbangan yang matang antara manfaat dan efek samping obat-obatan LBP sebelum memulai terapi. Obat-obatan memberikan manfaat jangka pendek yang cukup baik pada pasien LBP.8

a. Paracetamol

10

Paracetamol (acetaminophen) adalah obat antipiretik dan analgesik tanpa sifat anti-inflamasi yang signifikan. Direkomendasikan oleh pedoman APS / ACP sebagai opsi farmakologis lini pertama untuk LBP dalam durasi berapa pun. Rekomendasi ini terutama didasarkan pada pertimbangan keamanan dan perkiraan kemanjuran yang diperoleh dari studi kondisi nyeri muskuloskeletal lainnya, karena bukti pada parasetamol khusus untuk nyeri punggung bawah sangat terbatas.8

Meskipun lima

percobaan tidak menemukan perbedaan yang jelas dalam penghilang rasa sakit antara parasetamol dengan dosis hingga 4 g / hari dan berbeda NSAID untuk LBP dengan durasi yang bervariasi, parasetamol biasanya dianggap sebagai analgesik yang lebih lemah daripada NSAID.8 Meskipun besarnya manfaat yang terkait dengan parasetamol mungkin hanya sedikit, keuntungan penting dari obat ini memiliki efek samping minimal. Tidak seperti NSAID, parasetamol tidak diketahui menyebabkan infark miokard atau perdarahan gastrointestinal, dan dapat ditoleransi dengan lebih baik. Hepatotoksisitas adalah bahaya paling serius yang terkait dengan parasetamol dan dapat terjadi bahkan pada dosis dekat atau pada dosis maksimum yang saat ini direkomendasikan. (4 g / hari). Selain itu, overdosis yang tidak disengaja dapat terjadi pada pasien yang menggunakan obat lain yang mengandung parasetamol.8 b. NSAID NSAID memiliki sifat anti-inflamasi dan analgesik yang terkait dengan kemampuan mereka untuk memblokir enzim cyclo-oxygenase (COX) -2. Pada saat yang sama, NSAID non-selektif - atau NSAID yang memblokir enzim COX-1 dan COX-2 meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal, karena enzim COX-1 membantu melindungi lapisan perut dari asam.8 NSAID juga direkomendasikan sebagai lini pertama pilihan pengobatan

untuk

LBP

akut

atau

kronis.

Faktor-faktor

untuk

dipertimbangkan ketika memilih NSAID spesifik termasuk respons terhadap NSAID sebelumnya (sejak respons untuk masing-masing NSAID

11

dapat bervariasi), efek samping profil, biaya, dan kenyamanan (mis. jumlah dosis per hari). Semua NSAID dikaitkan dengan efek samping gastrointestinal dan ginjal, termasuk bahaya serius seperti ulkus peptikum dan perforasi saluran cerna bagian atas.8 Untuk meminimalkan potensi bahaya, kardiovaskular dan faktor risiko gastrointestinal harus dinilai sebelum meresepkan NSAID dan dosis efektif terendah harus digunakan sesingkat mungkin periode yang diperlukan. Pedoman merekomendasikan penggunaan NSAID untuk nyeri kronis pada sebagian besar orang dewasa berusia> 75 tahun akibat peningkatan gastrointestinal dan risiko kardiovaskular, dan American Heart Association merekomendasikan menghindari NSAID untuk nyeri kronis pada orang dengan penyakit kardiovaskular atau lebih tinggi risiko kardiovaskular.8 Namun, penggunaan jangka panjang analgesik alternatif seperti opioid dikaitkan dengan risiko serius yang terkait dengan potensi untuk penyalahgunaan, kecanduan dan efek samping lainnya. Karena risiko berbagai obat berbeda-beda dari pasien ke pasien, keputusan untuk menggunakan NSAID atau analgesik alternatif seharusnya individual. Jika NSAID digunakan pada pasien pada risiko yang lebih tinggi untuk komplikasi terkait obat, langkah-langkah dapat diambil untuk membantu mengurangi risiko. Untuk mengurangi risiko gastrointestinal, dokter dapat meresepkan NSAID dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol, atau meresepkan selektif COX-2 NSAID.8 c. Opioid Penggunaan opioid untuk LBP tetap ada kontroversial. Analgesik opioid adalah turunannya morfin yang berikatan dengan reseptor opioid. Opioid dianggap sebagai kelas analgesik yang paling ampuh, dengan bahaya serius, termasuk depresi pernapasan (yang bisa disebabkan oleh overdosis yang tidak disengaja) dan bahaya yang terkait dengan potensi penyalahgunaan dan kecanduan mereka.8

12

Pedoman APS / ACP merekomendasikan penggunaan yang bijaksana dari opioid hanya untuk pasien dengan LBP yang parah dan nyeri dapat tidak dikontrol (atau tidak mungkin dikontrol) dengan parasetamol dan NSAID. Opioid juga merupakan pilihan pada pasien dengan nyeri sedang atau berat pada pasien risiko komplikasi yang tinggi karena NSAID. Opioid umumnya dikaitkan dengan efek samping, termasuk sembelit, mual, mengantuk, pruritus dan mioklonus.8 d. Antidepresan Efek terapeutik dari antidepresan pada depresi diduga disebabkan oleh efeknya terhadap berbagai neurotransmiter. Antidepresan tertentu (terutama yang menghambat penyerapan norepinefrin) juga dianggap memodulasi nyeri dari efeknya terhadap depresi. Khususnya, antidepresan trisiklik (TCA) telah lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit sindrom nyeri kronis. TCA adalah pilihan untuk LBP kronis, tetapi tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena manfaat kecil atau efek samping yang masih dipertanyakan.8 Antidepresan dikaitkan dengan yang risiko efek samping lebih tinggi (paling sering kantuk, mulut kering dan pusing) dibandingkan dengan plasebo. Jika TCA digunakan, TCA amina tersier (seperti amitriptyline dan imipramine) dikaitkan dengan frekuensi yang lebih tinggi dari efek samping ini efek daripada amina sekunder (seperti nortriptyline dan desipramine). TCA juga terkait dengan QRS memanjang dan aritmia, walaupun risikonya mungkin kecil dalam dosis yang relatif rendah yang biasa digunakan untuk pengobatan rasa sakit.8 Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan trazodone belum terbukti efektif untuk pengobatan LBP.

Inhibitor reuptake serotonin

norepinefrin seperti venlafazine, duloxetine dan milnacipran menunjukkan manfaat tertentu jenis nyeri kronis, tetapi belum dipelajari untuk LBP, baik dengan atau tanpa komponen neuropatik.8

13

Meskipun antidepresan bukan lini pertama pilihan pengobatan untuk pengobatan nyeri punggung itu sendiri, depresi umum terjadi pada pasien dengan LBP kronis dan harus dinilai dan diperlakukan dengan tepat.8 e. Relaksan Otot Di Amerika, relaksan otot disetujui untuk perawatan kelenturan otot adalah baclofen, dantrolene dan tizanidine; yang disetujui untuk pengobatan musculoskeletal contohnya carisoprodol, chlorzoxazone, cyclobenzaprine, metaxalone, methocarbamol dan orphenadrine. Relaksan otot tersedia di luar AS termasuk tolperisone, thiocolchicoside, flupirtine dan eperisone. Baclofen memblokir reseptor GABA sebelum dan sesudah sinaptik, tizanidine adalah agonis yang bekerja secara terpusat dari a2-adrenoceptors, dantrolene mengurangi pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma otot rangka,

cyclobenzaprine

erat

terkait

dengan

antidepresan

TCA,

carisoprodol adalah dimetabolisme menjadi meprobamate, methocarbamol adalah terkait secara struktural dengan mephenesin, chlorzoxazone adalah turunan benzoxazolone, dan orphenadrine berasal dari diphenhydramine.8 Relaksan otot merupakan pilihan untuk LBP akut tidak spesifik, meskipun tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena prevalensi efek samping yang tinggi. Penambahan relaksan otot dengan parasetamol atau NSAID mungkin lebih efektif dari pada analgesik saja. Tiga percobaan menemukan itu terapi kombinasi lebih unggul daripada monoterapi dengan parasetamol atau NSAID penghilang rasa sakit jangka pendek. Namun, seperti yang mungkin diharapkan, penambahan relaksan otot rangka juga meningkatkan risiko sedasi dan efek samping SSP lainnya.8 f. Benzodiazepin Benzodiazepin adalah obat yang bertindak pada reseptor GABA dan memiliki obat penenang, efek ansiolitik dan antiepilepsi. Mereka sering digunakan sebagai relaksan otot rangka, tetapi tidak disetujui oleh FDA untuk indikasi ini. Benzodiazepin paling baik dipertimbangkan sebagai alternatif relaksasi otot, dengan bukti relative terbatas pada kemanjuran dan beberapa potensi untuk penyalahgunaan. Efek buruk dari benzodiazepin

14

terutama terkait dengan efek sedatif. Penggunaan benzodiazepin jangka pendek untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan atau kecanduan.8 g. Antiepilepsi Tidak cukup bukti untuk direkomendasikan obat antiepilepsi untuk pengobatan LBP yang tidak spesifik. Satu percobaan acak dalam populasi campuran pasien dengan LBP kronis dengan atau tanpa radiculopathy ditemukan topiramate cukup unggul dibandingkan dengan placebo untuk menghilangkan rasa sakit, tetapi hanya sedikit lebih unggul untuk perbaikan fungsional. Uji coba lain dari obat antiepilepsi (gabapentin dan topiramate) berfokus pada pasien dengan radiculopathy atau spinal stenosis, dengan beberapa percobaan tidak menunjukkan atau manfaat kecil.8 h. Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan pada pasien dengan LBP yang tidak spesifik. Sebuah percobaan acak pasien dengan LBP nonradicular akut tidak menemukan perbedaan pereda nyeri lebih dari 1 bulan antara injeksi metilprednisolon 160 mg intramuskular tunggal dan plasebo. Uji coba lain dari kortikosteroid sistemik yang berfokus pada pasien dengan linu panggul juga tidak menunjukkan manfaat.8 2. Nonfarmakologi a. Menghindari konsumsi alcohol Meskipun alcohol sering digunakan pasien untuk mengobati diri sendiri pada kasus nyeri kronis, namun kemungkinan alkohol menimbulkan lebih banyak masalah dibandingkan dengan apa yang diatasi, sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk mengobati nyeri punggung bawah. Selain itu, walaupun alkohol dapat berperan sebagai relaksan otot, namun sebenarnya tidak memiliki efek analgesik sejati. 9,10 Terlebih

lagi,

dari

kajian farmakologis, alkohol merupakan depresan mayor dan dapat memperberat kondisi depresi yang sudah ada serta memiliki potensi adiksi yang berbahaya. Alkohol menimbulkan efek menggemukkan dan cenderung menghambat proses rehabilitasi pasien secara umum. Secara

15

keseluruhan, alkohol dalam dosis tinggi mungkin tampak membantu untuk sementara, namun pada akhirnya dapat memperberat berbagai masalah yang dialami pengidap nyeri kronis.9,10 b. Terapi fisik Teradapat berbagai macam bentuk terapi fisik. Pada fase akut, terapis mungkin akan focus pada upaya mengurangi nyeri menggunakan terapi fisik pasif (modalitas). Terapi jenis ini disebut terapi pasif karena dikerjakan pada pasiennya. Selain terapi pasif, terapi fisik aktif (olahraga) juga diperlukan untuk merehabilitasi tulang belakang. Secara umum, program latihan pasien perlu melingkupi hal-hal berikut ini: 9,10 

Peregangan. Hampir semua orang yang telah mengalami nyeri punggung bawah peru meregangkan otot-otot hamstring mereka sebanyak satu sampai dua kali sehari. Peregangan hamstring sederhana tidak memerlukan waktu yang lama, namun cenderung terlewatkan apabila nyeri hanya sedikit atau tidak dirasakan. Dengan demikian, peregangan hamstring paling baik dilakukan pada jam yang sama setiap hari agar lebih mudah diadaptasi menjadi bagian dari rutinitas harian seseorang.



Penguatan. Untuk menguatkan otot belakang, stabilisasi lumbar selama 15 sampai 20 menit setiap hari atau jenis latihan lain yang diresepkan sebaiknya dilakukan tiap hari. Latihan aerobic lowimpact.



Latihan aerobic Low impact (seperti jalan kaki, bersepeda atau berenang) sebaiknya dilakukan 30 sampai 40 menit tiga kali dalam seminggu, berselingan dengan latihan penguatan otot.

Bahkan pasien dengan jadwal yang padat dapat menjalani regimen latihan yang meliputi peregangan, penguatan, dan latihan aerobic. c. Terapi fisik Pasif (modalitas) Berbagai modalitas sering digunakan untuk mengurangi nyeri punggung bawah. Modalitas-modalitas ini sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri punggung bawah akut (misalnya serangan nyeri yang

16

hebat dan melumpuhkan). Terapis dan kiropraktor biasanya menggunakan modalitas pasif. 9,10 

Kompres hangat/dingin : mudah didapat dan merupakan modalitas yang paling sering digunakan. Masing-masing berguna untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan

dingin.

Keduanya

dapat

digunakan

secara

bergantian. Umumnya kompres digunakan selama 10-20 menit setiap dua jam, dan lebih bermanfaat pada beberapa hari pertama serangan nyeri. 

Iontophoresis : merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid diletakkan pada permukaan kulit, dan kemudian dialirkan aliran listrik yang akan menyebabkan steroid tersebut untuk bermigrasi ke bawah kulit. Steroid tersebut kemudian menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.



Unit TENS : Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak. Biasanya dilakukan percobaan terlebih dahulu, dan apabila nyeri berkurang secara signifikan maka unit TENS dapat digunakan di rumah untuk mengurangi nyeri punggung bawah dalam jangka waktu yang lama.



Ultrasound : merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadnya penyembuhan jaringan.

d. Chiropractic/osteopathic Pengobatan Chiropractic and osteopathic merupakan pilihan terapi konservatif lainnya bagi pasien dengan nyeri punggung bawah. Filosofi

17

yang mendasari manipulasi chiropractic dan osteopathic manipulations adalah bahwa gangguan fungsi sendi pada tulang belakang bagian bawah (lumbal) dapat menimbulkan nyeri punggung bawah. Mobilisasi tulang belakang daerah lumbal menggunakan manipulasi sendi dapat mengurangi nyeri punggung bawah. 9,10 Manipulasi Chiropractic atau osteopathic manipulations dapat sangat bermanfaat dalam mengurangi nyeri pada cedera facet joint, osteoarthritis, dan disfungsi sendi sakroiliaka, karena kondisi-kondisi ini merupakan gangguan sendi yang memiliki respon yang baikm terhadap mobilisasi. 9,10 e. Back braces Pergerakan

tulang

belakang

lumbal

dapat

menghambat

penyembuhan fraktur atau fusi pasca operasi. Mengurangi pergerakan tulang belakang akan mendukung proses penyembuhan tulang pada kedua kondis tersebut diatas, dan biasanya juga akan mengurangi insidensi nyeri atau rasa tidak nyaman pada pinggang. Terdapat dua jenis back brace yang sering digunakan untuk mengurangi pergerakan tulang belakang: 9,10 

Rigid braces : seperti Boston Overlap braces atau Thoracolumbar Sacral Orthosis (TLSO), merupakan brace plastic yang mengikuti lekuk tubuh. Apabila ukuran rigid brace tepat, penggunaannya dapat menghambat kurang lebih 50% pergerakan tulang belakang. Fraktur sering dapat ditangani dengan penggunaan rigid brace yang juga dapat digunakan pasca operasi fusi. Rigid braces cukup berat, panas, dan cenderung tidak nyaman bagi pasien. Sebaiknya dipakai saat pasien sedang dalam posisi tegak namun tidak dipakai saat pasien sedang berbaring.



Corset braces (braces elastis) Sebuah corset brace sering dianjurkan untuk membatasi pergerakan tulang belakang pasca fusi lumbalis. Brace ini membantu mengurangi pergerakan tulang belakang sementara fusi sedang menyembuh dengan cara menghambat pergerakan membungkuk ke depan. Tulang tumbuh dengan lebih

18

baik apabila pergerakan lebih sedikit, dan terutama pada kasusksus tanpa penggunaan instrumentasi (alat-alat yang membantu stabilisasi), penggunaan brace dapat membantu terbentuknya fusi yang solid. Orang-orang dengan pekerjaan yang melibatkan gerakan megangkat beban berat sering menggunakan corset brace. Brace ini bekerja dengan menghambat pergerakan dan sekaligus mengingatkan pemakainya untuk mempertahankan postur tubuh yang baik saat mengangkat. Dengan memakai corset brace, seseorang yang mengangkat beban akan melakukannya dengan posisi punggung yang lurus (tidak membungkuk), dan mengandalkan otot tungkai yang besar untuk mengangkat. 9,10 f. Suntikan Suntikan merupakan pilihan terapi konservaitf lain yang berguna untuk LBP. Metode ini umumnya dianggap sebagai pilihan untuk mengatasi nyeri punggung bawah setelah penggunaan obat-obatan dan/atau terapi fisik telah dituntaskan, namun sebelum pembedahan dilakukan. Suntikan dapat dilakukan baik untuk mengurangi nyeri, maupun sebagai alat diagnostic untuk membantu mengidentifikasi sumber LBP pasien. 9,10 Untuk

mengurangi

nyeri,

injeksi

mungkin

lebih

efektif

dibandingkan pengobatan oral karena dapat menyampaikan medikasi langsung pada daerah yang menyebabkan nyeri. Umumnya, medikasi steroid disuntikkan untuk menyampaikan larutan anti inflamasi yang kuat langsung pada sumber nyeri. Efek anti nyeri dapat bertahan lama atau singkat, sesuai dengan jenis injeksinya, untuk kepentingan diagnostik, suntikan dapat digunakan untuk membantu menentukan struktur apa pada punggung yang menimbulkan rasa nyeri. Apabila digunakan lidokain atau medikasi anastesi lainnya digunakan, maka pasien akan merasakan efek anti nyeri yang temporer setelah daerah anatomis tersebut diinjeksi (misalnya sendi facet atau sakroiliaka). 9,10 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa daerah spesifik tersebut merupakan sumber nyeri. Apabila digabungkan dengan anamnesa,

19

pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnostik lain, penggunaan injeksi sebagai alat bantu diagnostic dapat sangat bermanfaat untuk membantu menentukan terapi lebih lanjut pada pasien. B. Terapi Pembedahan Terapi pembedahan memerlukan indikasi yang ketat untuk mencegah terjadinya failed back syndrome (kegagalan dan kekambuhan setelah operasi). Biasanya seorang pasien harus dirujuk ke ahli bedah saraf atau ortopedi ketika ia memiliki salah satu dari tanda-tanda dan gejala berikut:4 1. Cauda equina syndrome: gejala adanya disfungsi usus dan kandung kemih (retensi urin), anestesi pelana, dan kelemahan dan mati rasa kaki bilateral. 2. Kompresi sumsum tulang belakang: pasien kanker atau mereka yang memiliki risiko metastasis tulang belakang mengeluhkan defisit neurologis akut, dan perlu evaluasi darurat untuk dekompresi bedah atau terapi radiasi. 3. Pasien defisit neurologis progresif atau berat harus dirujuk ke ahli saraf jika ada defisit neuromotor yang bertahan setelah empat sampai enam minggu terapi konservatif. 4. Sciatica persisten, defisit sensorik, atau kehilangan refleks setelah empat sampai enam minggu pada pasien dengan straight leg, temuan klinis yang konsisten, dan keadaan psikososial yang menguntungkan seperti harapan yang realistis dan tidak adanya depresi, penyalahgunaan zat atau somatisasi yang berlebihan. 2.7 Prognosis LBP Sebuah studi kohort prospektif yang melibatkan 605 pasien dari sebuah organisasi layanan kesehatan besar yang mengalami LBP akut hingga empat minggu di klinik perawatan primer di AS dan diwawancarai pada awal, enam bulan dan 2 tahun. Pasien memiliki intensitas nyeri rata-rata 5,6 (nilai skala 0-10) dan cacat 15,8 (skala Roland Morris 0-24). Delapan persen menyatakan cuti sakit antara onset nyeri dan wawancara awal. 13% pasien mengalami nyeri kronis pada enam bulan dan 19% pada dua tahun.11 Proporsi pasien dengan LBP kronis yang signifikan secara klinis pada enam bulan setelah timbulnya nyeri akut pertama tidak mungkin berkurang dalam 18

20

bulan berikutnya. Meskipun dua pertiga dari mereka yang diklasifikasikan sebagai pasien nyeri kronis pada enam bulan mungkin masih mengalami pemulihan pada bulan-bulan berikutnya, tingkat kekambuhan yang tinggi mempertahankan proporsi pasien nyeri kronis pada tingkat yang sama. Hasil ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk inisiatif luas untuk mengembangkan cara baru untuk pencegahan primer dan sekunder dari LBP kronis.11

BAB III KESIMPULAN

1.

Low back pain (LBP) didefinisikan sebagai nyeri, ketegangan otot atau kekakuan yang terlokalisasi di bawah batas kosta ke atas lipatan gluteal inferior, dengan atau tanpa nyeri kaki.

2.

Klasifikasi LBP sebagai akut atau kronis dapat menjadi bantuan yang berguna untuk prognosis untuk memandu manajemen. Sering diklasifikasikan sebagai akut (kurang dari 6 minggu), sub-akut (6 - 12 minggu), dan kronis (lebih dari 12 minggu)

21

3.

Tatalaksana LBP : tatalaksana konservatif dan pembedahan. Tatalaksana Konservatif: tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi.

4.

Tatalaksana

Konservatif

farmakologi:

Paracetamol,

NSAID,

opioid,

antidepresan, relaksan otot, benzodiazepin, antiepilepsi, dan kortikosteroid sistemik. 5.

Tatalaksana konservatif nonfarmakologi: menghindari konsumsi alkohol, terapi fisik, terapi fisik pasif (modalitas), Chiropractic/osteopathic, back braces, suntikan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Almeida Matheus, Saragiotto Bruno, Richards Bethan, Maher Chris G. Primary care management of non-specific low back pain: key messages from recent clinical guidelines. MJA:2018.208(6) 2. Balagué Federico. Dudler Jean. An overview of conservative treatment for lower back pain. Int. J. Clin. Rheumatol. (2011) 6(3), 281–290 3. Hansen JT, Netter’s Clinical Anatomy Fourth Edition. Elsevier : Philadepia. 2019. 4. Almoallim, H., Alwafi, S., Albazli, K., Alotaibi, M. and Bazuhair, T. A Simple Approach of Low Back Pain. International Journal of Clinical Medicine, (2014).5: 1087-1098.

22

5. Allegri M, Montella S, Salici F et al. Mechanisms of low back pain: a guide for diagnosis and therapy [version 2; referees: 3 approved] F1000Research 2016, 5(F1000 Faculty Rev):1530. 6. RK Arya. Low back pain – Signs, symptoms, and management. JIACM 2014; 15(1): 30-41. 7. Lionel KA. Risk Factors Forchronic Low Back Pain. J Community Med Health Educ .(2014).4: 271 8. Chou, Roger. Pharmacological Management of Low Back Pain. Drugs 2010; 70 (4): 387-402. 9. Garfin, S.R., Vaccaro, A.R., Eds., in Orthopaedic knowledge update spine, 1997, American Academy of Orthopaedic Surgeons 10. Fardon, D.F., Garfin, S.R., Eds., in Orthopaedic knowledge update spine, 2002, American Academy of Orthopaedic Surgeons 11. Mehling, Wolf E et all. The Prognosis of Acute Low Back Pain in Primary Care in the U.S. A 2-Year Prospective Cohort Study. pine (Phila Pa 1976). 2012 April 15; 37(8): 678–684.

23

Related Documents

Css
November 2019 69
Css
May 2020 44
Css
November 2019 70
Css
October 2019 73
Css
December 2019 50

More Documents from ""