BAB I PENDAHULUAN Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini memberikan gambaran superfisial dari respon fisik terhadap cedera. Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 35 tahun. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab kematian utama. Ada beberapa jenis trauma, salah satu yang paling membahayakan adalah trauma thorax.
Trauma thorax merupakan urutan ketiga penyebab kematian terbanyak setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. 20-25 % trauma thoraks menjadi penyebab kematian tertinggi selama empat dekade terakhir. Kecelaakaan pada organ thorax sebanyak 20-25 % menyebabkan trauma thoraks, dan trauma thoraks berkontribusi sebanyak 25-50% menyebabkan kematian. Dari 16,000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat penyebabbnya adalah trauma thoraks.
Trauma thorax dapat disebabkan oleh trauma tumpul ataupun trauma tajam. Trauma thorax yang umumnya berupa trauma tumpul, kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalulintas. Trauma tajam tertutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Trauma thorax yang memerluan tindakan segera adalah obstruksi jalan napas, hematotoraks, tamponade jantung, pneumothorax desak, flail chest, pneumothoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea bronkus. Semua kelainan ini menyebabkan gawat thorax akut yang analog dengan gawat abdomen yang dalam arti diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan penanganan dilakukan sesegera untuk mempertahankan pernafasan, ventilasi paru dan perdarahan.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi
Gambar 1 Saladin, Mc Graw Hill. 2008
Kerangka rongga thorax terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum.
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Rangka dinding toraks, yang dinamakan compage thoracis yang dibentuk oleh columna vertebralis di belakang, costae dan spatium intercostalis di samping dan sternum serta iga di depan. Di superior toraks, berhubungan dengan leher melalui aperture thoracis superior dan di inferior dipisahkan dari abdomen oleh diafragma.1,2
Gambar 2 Saladin, Mc Graw Hill. 2008
2
Compages thoracis melindungi paru-paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan untuk otot-otot toraks, ekstrimitas atas, abdomen dan punggung. Cavitas thoracis dapat dibagi dalam bagian median yang dinamakan mediastinum, dan bagian lateral yang ditempati oleh paru-paru dan pleura. Paru-paru diliputi oleh membran tipis yang dinamakan pleura viseralis yang berjalan dari pangkal masingmasing paru menuju ke permukaan dalam dinding thoraks yang dinamakan pleura parietalis. Dengan cara ini terbentuk dua kantong membranosa yang dinamakan cavitas pleuralis pada setiap pinggir toraks antara paru-paru dan dinding toraks1,2
Gambar 3 Saladin, Mc Graw Hill. 2008
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior. Otot-otot yang melapisi dinding dada yaitu muskulus latisimus dorsi, muskulus trapezius, muskulus rhombhoideus mayor dan minor, muskulus seratus anterior, dan muskulus interkostalis.3
3
Gambar 4 McKinley, Mc Graw Hill. 2008
2.2 Trauma Thorax 2.2.1 Definisi Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau organ intra thoraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Selain itu trauma thoraks diartikan sebagai abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul.4
2.2.2 Epidemiologi Setiap tahun di Amerika Serikat, lebih dari 300.000 pasien dirawat dan 25.000 di antaranya meninggal segagai akibat langsung dari trauma toraks. Trauma toraks terhitung 25% dari seluruh kematian karena trauma, dan terutama trauma toraks merupakan sebuah faktor dari 50% kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal. Trauma toraks yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat adalah trauma tumpul toraks (90%), biasanya sebagai akibat dari kecelakaan sepeda motor. Insiden trauma tembus seimbang atau lebih sedikit, dan banyak luka tembus pada dada dapat ditanggulangi dengan tube Trauma tumpul toraks dapat mempengaruhi komponen dinding toraks dan rongga toraks. Trauma
4
ini dapat mencederai tulang (iga, klavikula, skapula dan sternum), paru dan pleura, trakeobronkial, esofagus, jantung, pembuluh darah besar toraks, dan diafragma. Trauma thorax merupakan urutan ketiga penyebab kematian terbanyak setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. 20-25 % trauma thoraks menjadi penyebab kematian tertinggi selama empat dekade terakhir. Kecelaakaan pada organ thorax sebanyak 20-25 % menyebabkan trauma thoraks, dan trauma thoraks berkontribusi sebanyak 25-50% menyebabkan kematian. Dari 16,000 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat penyebabbnya adalah trauma thoraks. Dengan adanya trauma pada thoraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma thoraks dapat meningkatkan kematian akibat pneumothoraks 38%, hematothoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69%.5,6 2.2.3 Etiologi Trauma dada dapat disebabkan oleh : 1. Trauma Tajam Luka Tembak Luka Tikam / tusuk 2. Trauma tumpul Kecelakaan kendaraan bermotor Jatuh Pukulan pada dada 1. Trauma tajam Biasanya disebabkan oleh tekanan mekanikal secara tiba-tiba pada suatu area fokal. Berat ringannya cedera internal yang tergantung pada organ yang terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cedera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk diantara faktor lain (kecepatan, ukuran permukaan impak, densitas jaringan yang terpenetrasi), adalah efisiensi dari energi yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi.5
5
2. Trauma tumpul Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus, kira-kira lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: (1) transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ toraks dan (2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ toraks ketika terjadinya impak. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan terseringm akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi. Trauma tumpul toraks akibat kecelakaan lalu lintas sebagai hasil mendadaknya kontak antara dinding toraks dan batang kemudi mobil, merupakan trauma deselerasi yang khas, yang bisa menyebabkan kontusio paru atau miokardium yang bermakna. Mungkin ada sedikit bukti trauma luar pada pemeriksaan dinding toraks. Harus diinspeksi cermat dinding toraks dan harus secara khusus awas untuk mendeteksi adanya fraktur iga atau sternum, pemisahan costochondral serta flail chest. Fraktur iga pertama atau kedua biasanya menunjukkan bahwa tenaga bermakna telah diberikan ke dinding toraks dan fraktur demikian disertai dengan 14 persen insidens cedera vaskular bermakna.4,5
2.2.4 Patofisiologi dan klasifikasi Pada semua penderita trauma, mekanisme cedera perlu diketahui untuk penanganan selanjutnya. trauma toraks yang mengancam jiwa harus segera diidentifikasi. Terdapat beberapa keadaan gawat darurat trauma toraks, yaitu.7 : a. Keadaan-keadaan yang sangat segera mengancam nyawa : 1.
Obstruksi jalan napas
2.
Open pneumotoraks
3.
Tension pneumotoraks
4.
Flail chest dan contusio paru
5.
Hemotoraks masiv
6.
Tamponade jantung
6
b. Keadaan-keadaan yang potensial mengancam jiwa: 1.
Hemotoraks
2.
simple pneumotoraks
3.
fraktur iga
4.
contusio paru
5.
Ruptur aorta traumatic
6.
Traumatic diafragma injury
Klasifikasi trauma toraks a. Keadaan-keadaan yang sangat segera mengancam nyawa 1. Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan nafas terjadi karena pembengkakan, pendarahan, atau muntahan yang masuk ke dalam saluran napas, mengganggu pertukaran gas. Beberapa mekanisme cedera bisa menghasilkan jenis masalah ini. Cedera laring bisa bersamaa trauma toraks atau hasil dari sebuah pukulan langsung ke leher . Dislokasi klavikula kadang-kadang menyebabkan sumbatan saluran napas. Atau, trauma tembus melibatkan leher atau dada dapat menyebabkan cedera dan pendarahan, yang menghasilkan obstruksi. Meskipun presentasi klinis kadang-kadang sedikit, obstruksi jalan napas akut dari trauma laring adalah suatu cedera yang mengancam jiwa. Selama survei utama, cari bukti adanya penyumbatan jalan nafas, seperti otot interkostal dan supraklavikula retraksi. Periksa orofaring untuk benda asing yang menghalangi. Dengarkan gerakan udara di pasien hidung, mulut, dan paru-paru. Dengarkan bukti obstruksi saluran napas atas parsial (stridor) atau ditandai perubahan dalam kualitas suara yang diharapkan pada pasien yang bisa berbicara. Rasakan krepitasi di atas leher anterior.Pasien dengan obstruksi saluran napas dapat diobati dengan pembersihan darah atau muntahan dari jalan nafas dengan penyedotan.7,8
7
2. Open pneumotoraks
Gambar 5 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Pneumotoraks adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk, sehingga akan mengganggu pada proses respirasi. Keadaan ini sering disebabkan oleh luka penetrasi, sebagai shucking chest wound. Dengan luka terbuka pada lubang pleura, oksigen tidak bisa dikonstribusikan ke darah yang selanjutnya akan berakibat hipoksia, dan ganguan ventilasi. Seringkali hal ini terjadi sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound). Apabila lubang/luka ini lebih besar daripada 2/3 diameter trakhea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bila terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat sehingga terjadilah mediastinal flutter. Dengan demikian maka yang harusdilakukan adalah menutup dengan kasa 3 sisi, kasa ditutup dengan plester pada 2 sisinya, sedangkan pada sisi yang diatas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/sofratulle pada sisi dalamnya supaya kedap udara).7,8
8
3. Tension pneumotoraks
Gambar 6 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return); ini yang mengakibatkan kematian serta akan menekan paru kontralateral. Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura visceral. Tension pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumotorax sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara menutup defek ata luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jua dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radiologi. Bila ada kemungkinan tension pneumothorax sebaiknya tidak
9
menunggu foto Rontgen. Dengan pungsi darurat rongga thorax berupa tusukan sederhana dengan jarum di ruang antariga II, penderita dapat diselamatkan.6 Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terjadi tension pneumothorax dapat membedakan keduanya.
Tension
pneumothorax
membutuhkan
dekompresi
segera
dan
penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang emngalami kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothorax sederhana (catatan ; kemungkinan terjadi pneumotraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (Chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris. 7,8,9
4. Flail chest dan contusio paru
Gambar 7 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Hal ini terjadi jika Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga yang berdekatan, sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada 10
pernafasan. Palpasi dada akan menimbulkan bunyi krepitai. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol keluar pada inspirasi justru akan masuk ke dalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi namun yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan. Di Rumah Sakit penderita akan dipasang pada respirator apabila analisis gas darah menunjukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi. 7,8
5. Hemotoraks masiv
Gambar 8 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Hemothoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat
11
dengan jarus besar dan kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no.38 French dipasang setinggi putting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial dari garis putting susu dan luka di daerah posterior, medial dari scapula harus disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.6,7,8
6. Tamponade jantung
12
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relative sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung, mengeluarkan darah atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik.1 Diagnosis tamponande jantung tidak mudah.2 Diagnostik klasik adalah adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisik. Distensi vena leher tidak ditemukan bila penderita mengalami hipovolemia. Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponande jantung. PEA pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus dicurigai adanya temponande jantung. Pemasangan CVP dapat membantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada berbagai keadaan lain. Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat membantu penilaian pericardium, tetapi banyak penelitan yang melaporkan angka negative yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 % (medlinux). Pada penderita trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan
13
dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana
untuk
mengeluarkan
cairan
dari
perikard
adalah
dengan
perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.2 Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung, pemberian cairan infuse awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan teknik seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring elektrokardiografi dapat menunjukkan tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.7,8
b. Keadaan-keadaan yang potensial mengancam jiwa: 1. Hemotoraks
Gambar 10
14
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemothorax. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada berukuran besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemothorax, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Hemothorax kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari 15% pada foto Rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus. Hemothorax sedang, artinya tampak bayangan yang menutup 15-35% pada foto Rontgen, dipungsi dan penderita diberi transfusi. Pada pungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata terjadi kambuhan, perlu dipasang penyalir sekat air. Pada hemothorax besar (lebih dari 35%) dipasang penyali sekat air dan diberikan transfusi. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus dipertimbangkan. Hemotoraks masif ( >750 cc) yang terjadi kurang dari satu jam setelah trauma adalah indikasi untuk operasi. Sebelum operasi sebaiknya ditentukan organ mana yang dicurigai sehingga teknik pembedahan dapat disesuaikan. Perdarahan yang terjadi akibat fraktur iga biasanya tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun harus tetap diwaspadai akan adanya perdarahan dari arteri interkostalis yang robek. Monitoring untuk semua kasus perdarahan dalam rongga toraks setelah pemasangan water sealed drainage (WSD) adalah sebagai berikut: 0-3 cc/Kg BB/ jam observasi >3 - <5 cc/Kg BB/jam observai ketat, bila berturut turut dalam 3jam operasi 3-5 cc/Kg BB/jam operasi. 7,8
15
2. simple pneumotoraks
Gambar 11 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Pneumothorax diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura visceral dan parietal. Dislokasi fraktur veterbra juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasiperfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipersonor. Fototoraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5 anterior dari garis midaksilaris.7 Bila pneumotoraks adalah dengan dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan peneumotoraks traumatic atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya dapat menjadi life thereatening tension pneumotorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan
16
ventilasi dengan tekanan positif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita ditransportasi /rujuk. 7,8,9
3. fraktur iga
Gambar 12
Fraktur iga terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkin paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang makan akan menyebabkan hipoksia yang serius. 7,8
4. Contusio paru
Gambar 13
17
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian sehingga rencana penanganan definitive dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulangulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 <65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2<90%) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa intubasi endotrakeal
atau ventilasi
mekanik.
Monitoring dengan pulse
oximeter,
pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu. 7,8
5. Ruptur Aorta Traumatik
Gambar 14 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
18
Ruptur aorta traumatikMerupkan penyebab kematian tersering dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Robekan aorta torakalis biasanya akibat dari deselerasi dengan jantung dan aorta yang tiba-tiba bergerak ke anterior di mana sebelumnya aorta ini terikat ligamentum arteriosum.Diagnosa ruptura aorta traumatik sulit ditegakkan di lapangan, di Rumah Sakit saja sering terlewatkan. Pada keadaan yang sangat jarang, mungkin didapati hipertensi tungkai atas dan pada tungkai bawah pulsasinya berkurang. 7,8
6. Traumatic diafragma injury
Gambar 15 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Ruptur diafragma pada trauma thoraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah thoraks inferior atau abdomen atas yang tersering oleh kecelakaan. Trauma tumpul di daerah thoraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut, herniasi organ intrathoraks dan strangulasi organ abdomen dapat terjadi. Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah thoraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intra thoraks atau intra abdominal). Ruptur umumnya terjadi di “puncak” kubah diafragma, ataupun kita bisa curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian ruptur diafragma lebih sering terjadi di sebelah kiri daripada sebelah kanan. Kematian 19
dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum pleura kiri. 7,8
2.2.5 Manifestasi klinis Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada; 1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi. 2. Pembengkakan lokal dan krepitasi saat palpasi. 3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek. 4. Dyspnea, takipnea 5. Takikardi 6. Tekanan darah menurun. 7. Gelisah dan agitasi 8. Kemungkinan cyanosis. 9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah. 10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
2.2.6 Penatalaksanaan Trauma Primary Survey a. Airway Sumbatan saluran nafas merupakan keadaan darurat yang memerlukan respon segera. Kecepatan membebaskan sumbatan jalan nafas adalah hal yang sangat penting. Sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh : Aspirasi darah, benda-benda asing atau muntahan, serta lidah yang terdorong kebelakang. Penilaian airway dilakukan dengan cara : Look :lihat adanya agitasi (tanda hipoksia), sianosis, retraksi, dan penggunaan otot nafas tambahan Listen :dengar adanya suara nafas tambahan misalnya Snoring suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke belakang. Gurgling seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah. Stridor terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak ataupun
20
jalan nafanya menjadi kasar. Suara nafas tambahan menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Feel
: raba lokasi trakea
Penatalaksanaan airway 1. Melakukan chin lift manuver atau jaw trust manuver Manuver chin lift dilakukan dengan jari-jari satu tangan diletakkan dibawah mandibula, mengangkat ke atas mandibula sehingga dagu berada didepan, ibu jari tangan yang sama menekan bibir bawah untuk membuka mulut.8
Gambar 16 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
Manuver Jaw trust dilakukan dengan memegang angulus mandibula, dengan dua tangan, masing-masing satu tangan mendorong mandibula kedepan. Cara memberikan ventilasi yang baik bila dilakukan dengan pemberian oksigen melalui face mask atau alat bag mask, karena dapat menutup kebocoran pada tepi masker. Juga dilakukan hati-hati agar tidak membuat ekstensi leher. 2. Membersihkan airway dari benda asing
21
3. Memasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
Gambar 17 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
a.
Nasopharyngeal Nasopharyngeal airway diinsersikan melalui lubang hidung dan dipasang hati-hati pada orofaring posterior. NPA harus dilubrikasi secukupnya dan dipasang pada lubang hidung yan tidak tersumbat. Bila lubang hidung ternyata diketahui tersumbat sewaktu memasang NPA. Usaha pemasangan dihentikan dan dilakukan pada lubang hidung yang lainnya.
b.
Oropharyngeal Oral airway diinsersikan ke dalam mulut dibelakang lidah teknik yang baik dengan menekan lidah menggunakan spatula lidah sambil memasukkan oral airway ke belakang lidah dan menjaga agar tidak mendorong lidah ke belakang . alat oral airway tidak dipergunakkan pada pasien yang sadar karena akan menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi.8
22
4. Memasang airway definitif Indikasi airway definitif8 Memerlukan proteksi airway Fraktur maksilofasial berat
Resiko terjadi obstruksi -Hematom leher - Trauma laring atau trakea -Stridor Resiko aspirasi -perdarahan -muntah Tidak sadar
Memerlukan ventilasi atau oksigenasi Respirasi tidak adekuat -Takipnea -Hipoksia -Hiperkarbia -Sianosis Kehilangan darah masif dan memerlukan resusitasi cairan
Cedera kepala berat tertutup yang perlu hiperventilasi segera bila terjadi penurunan neurologis akut Apnea -Paralisis neomuskuler -Tidak sadar
a. Intubasi
Gambar 18 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
23
b. Krikotiroidotomi
Gambar 19 Advance Trauma Life Support (ATLS).2018
24
b. Breathing.8 Breathing : Ventilasi dan Oksigenasi 1. Penilaian a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e. Auskultasi thoraks bilateral 2. Pengelolaan a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask c. Menghilangkan tension pneumothorax d. Menutup open pneumothorax e. Memasang pulse oxymeter
c. Circulation dengan kontrol perdarahan 1. Penilaian a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal b. Mengetahui sumber perdarahan internal c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. e. Periksa tekanan darah 2. Pengelolaan a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. 25
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. f. Cegah hipotermia
d. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
e. Exposure/Environment 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
Tabel perkiraan kehilangan cairan darah
26
Secondary Survey Pemeriksaan head to toe8 Hal yang dinilai Tingkat kesadaran
Pupil
Identifikasi Beratnya trauma kapitis
-Jenis trauma kapitis -Luka pada mata Kepala -luka pada kulit kepala -fraktur tulang tengkorak Maksilofasial -luka jaringan lunak -fraktur -kerusakan syaraf -luka dalam mulut Leher -cedera pada laring -fraktur servikal -kerusakan vaskuler -cedera esofagus -gangguan neurologis Thoraks -perlukaan dinding thoraks -emfisema subkutan -pneumotorak -Hematotorak -cedera bronkus -Kontusio paru -kerusakan aorta Abdomen/Pinggang -perlukaan dinding abdomen -cedera intraperitoneal -cedera retroperitoneal pelvis -cedera genitourinalis -fraktur pelvis
Penilaian Skor GCS
-ukuran -bentuk -reaksi -Inspeksi -Palpasi
Penemuan klinis -8 trauma capitis berat -9-12 trauma sedang -13-15 trauma ringan -perlukaan mata -mass efect -Luka kulit kepala - fraktur impresi - fraktur basis
-inspeksi -palpasi
-fraktur tulang wajah - cedera jaringan lunak -deformitas laring
- inspeksi -palpasi -auskultasi
-emfisema subkutan -hematom -murmur -nyeri tekan -jejas, deformitas
- inspeksi -palpasi -auskultasi -perkusi
-paradoksal -nyeri tekan dada, krepitasi -bunyi nafas berkurang -bunyi jantung jauh -nyeri punggung
- inspeksi -palpasi -auskultasi -perkusi
-nyeri tekan abdomen -iritasi peritoneal -ceera organ viscera -cedera retroperitoneal
-palpasi simpisis pubis untuk pelebaran
-cedera genitourinaris -fraktr pelvis -perlukaan perineum, 27
Ekstremitas
2.2.7
-cedera jarinngan lunka -fraktur -kerusakan sendi -defisit neurovaskuler
-nyeri tekan tulang pelvis - inspeksi perineum - pemeriksaan rektum atau vagina -inspeksi -palpasi
rektum, vagina
-jejas, pembengkakan, pucat - nyeri tekan, krepitasi - pulsasi hilang atau berkurang - kompartemen -defisit neurologis
Penanganan Trauma Toraks.8
1. Toraksosentesis Jarum (Needle Thoracosentesis)
Gambar 20
Catatan : Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumotoraks. Jika tindakan ini dilakukan pada penderita bukan tension pneumotoraks, dapat terjadi pneumotoraks dan/ atau kerusakan pada parenkim paru. A. Identifikasi toraks penderita dan status respirasi. B. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan. C. Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension pneumotoraks. D. Asepsis dan antisepsis dada. E. Anestesi lokal jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan.
28
F. Penderita dalam keadaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan. G. Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3-6 cm) ke kulit secara langsung tepat di atas iga kedalam sela iga. H. Tusuk pleura parietal. I. Pindahkan Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumotoraks telah diatasi. J. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan kateter plastik di tempatnya dan ditutup dengan plaster atau kain kecil. K. Siapkan chest tube, jika perlu. Chest tube harus dipasang setinggi puting susu anterior linea midaksilaris pada hemitoraks yang terkena. L. Hubungkan chest tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang digunakan untuk dekompresi tension pneumotoraks. M. Lakukan rontgen toraks.8,10
2. Insersi Chest Tube
Gambar 21
A. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar, dan monitor tanda-tanda vital harus dilakukan. B. Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V) anterior linea midaksilaris pada area yang terkena. Chest tube kedua mungkin dipakai pads hemotoraks.
29
C. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kin. D. Anestesi lokal kulit dan periosteum iga. E. Insisi transversal (horisontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul melalui jaringan subkutan, tepat di atas iga. F. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan, bekuan darah dll. G. KIem ujung proksimal tube toraksostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura sesuai panjang yang diinginkan. H. Cari adanya "fogging" pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran udara. I. Sambung ujung tube toraksostomi ke WSD. J. Jahit tube di tempatnya. K. Tutup dengan kain/kasa dan plester. L. Buat Foto rontgen toraks. M. Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan.8 3. Perikardiosentesis
Gambar 22
A. Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum, selama, dan sesudah prosedur. 30
B. Pesiapan bedah pada area xiphoid dan subxiphoid, jika waktu mengijinkan. C. Anestesi lokal di tempat pungsi, jika perlu. D. Gunakan 16-18 gauge, 6 inchi (15 cm) atau kateter jarum yang lebih panjang, terpasang pada tabung jarum yang kosong 35 ml dengan 3 way stopcock. E. Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang menggeser jantung secara bermakna. F. Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrial junction kiri, dengan sudut 45 derajat. G. Dorong jarum dengan hati-hati ke arah sefalad dan ditujukan ke ujung skapula kiri. H. Jika jarum didorong terlalu jauh (ke otot ventrikular) pola cedera (mis, perubahan ekstrim gelombang ST-T atau melebar dan membesarnya kompleks QRS) muncul pada monitor EKG. Pola ini mengindikasikan jarum perikardiosentesis harus ditarik sampai pola EKG sebelumnya muncul kembali. Kontraksi ventrikular prematur dapat terjadi juga, sekunder terhadap iritasi pada miokard ventrikel. I. Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebanyak mungkin. J. Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam perikard, juga mendekati ujung jarum. Akibatnya pola cedera pada EKG muncul kembali. Hal ini menandakan jarum perikardiosentesis harus ditarik sedikit. Jika pola cedera ini persisten, tarik seluruh jarum keluar. K. Sesudah aspirasi selesai, cabut tabung jarum, dan sambungkan ke 3 way stopcock, tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter di tempatnya. L. Jika gejala tamponade jantung persisten, buka stopcock dan perikard diaspirasi ulang. Jarum plastik perikardiosentesis dapat dijahit atau diplester dan ditutup dengan kain/kasa kecil untuk memungkinkan dilakukan dekompresi berulang atau pada saat pemindahan penderita ke fasilitas medis yang l
31
BAB III KESIMPULAN Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau organ intra thoraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Trauma thorax merupakan urutan ketiga penyebab kematian terbanyak setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. 20-25 % trauma thoraks menjadi penyebab kematian tertinggi selama empat dekade terakhir. Kecelaakaan pada organ thorax sebanyak 20-25 % menyebabkan trauma thoraks, dan trauma thoraks berkontribusi sebanyak 25-50% menyebabkan kematian.
Terdapat beberapa keadaan gawat darurat trauma toraks, yaitu Keadaankeadaan yang sangat segera mengancam nyawa yaitu obstruksi jalan napas, open pneumotoraks, tension pneumotoraks, flail chest dan contusio paru, hemotoraks masiv, tamponade jantung dan keadaan-keadaan yang potensial mengancam jiwa yaitu hemotoraks, simple pneumotoraks, fraktur iga, contusio paru, Ruptur aorta traumatic dan Traumatic diafragma injury.
Penatalaksanaan Trauma terdiri dari primary survey dan secondary survey. Primary survey yaitu penanganan Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Eksposure. Dan Secondary survey adalah pemeriksaan head to toe. Kemudian untuk penanganan
trauma
toraks
terdiri
dari
Toraksosentesis
Jarum
(Needle
Thoracosentesis), Insersi Chest Tube dan Pericardiosentesis.
32
DAFTAR PUSTAKA
1.
Snell, Richard. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta : EGC. 2011
2.
Saladin, KS. Human Anatomy. Edisi ke-2. America: Mc Graw Hill. 2008
3.
McKinley M, Loughlin VD. Human Anatomy, Edisi ke-3. America : Mc Graw Hill. 2008
4.
Sjamsuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004
5.
Liwe N, Limpele H, Monoarfa A. Trauma Toraks. Vol 2. Jurnal E-Clinic. Juli 2014
6.
Mahozii HR, Volmerig J, Hecker E. Modern Management of Traumatic Hemothorax. Journal of Trauma and Treatment. 2016;5(3)
7.
American College of Surgeon. Trauma Thorax dalam: Advance Trauma Life Support (ATLS). Tenth Edition. USA : American College of Surgeon. 2018
8.
American College of Surgeon. Manajemen Airway dan Ventilasi dan Trauma Thorax dalam: Advance Trauma Life Support (ATLS). Ninth Edition. USA : American College of Surgeon. 2012
9.
Slobodan M, Marko S, Bojan M. Pneumothorax Diagnosis and Treatment. SANAMED. 2015 : 10(3)
10. Alson R, Sabina. Needle Decompression of Tension Pneumothorax. International Trauma Life Support. 2014
33