Css Bedah.docx

  • Uploaded by: mamang somay
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Css Bedah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,577
  • Pages: 37
BAB I PENDAHULUAN Kulit adalah ‘selimut’ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Luas kulit manusia rata-rata 2 meter persegi, dengan berat 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak.1 Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis sebagai lapisan paling luar dan dermis (korium, kutis, kulit jangat). Sedangkan subkutis atau jaringan lemka terletak dibawah dermis.

Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0.1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Karena ukurannya yang tipis, jika kita terluka biasanya mengenai bagian setelah epidermis yaitu dermis. Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72 persen dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak.1

Pada bagian dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit. Adneksa kulit merupakan struktur yang berasal dari epidermis tetapi berubah bentuk dan fungsinya, terdiri dari folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darahdan serabut saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis). Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia memiliki komposisi berikut: protein sebesar 27%, lemak sebesar 2%, garam mineral sebesar 0,5%, serta air dan bahan-bahan larut air sebesar 70,5%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kulit Manusia Kulit adalah organ yang paling esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Berat kulit kira-kira 15% berat badan yang mempunyai sifat elastik, sensitif, sangat komplek dan bervariasi pada iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

Gambar 1. Anatomi kulit

Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.

2.1.1

Epidermis Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis

bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis

berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.2 Stratum korneum adalah lapisan paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi zat keratin (zat tanduk). Lapisan ini merupakan membran yang 5% bagiannya merupakan elemen pelindung yang paling efektif. Sel ini mampu menahan air yang berasal dari keringat dan lingkungan luar. Stratum lucidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasmanya yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas ditelapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (lapisan malphigi) atau lapisan akanta terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Lapisan ini merupakan pusat kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan pembentukan sel subjunction lainnya. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidemal berbaris pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. 2.1.2

Dermis Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidrmis yang jauh lebih tebal

dibanding epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan

elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1.

Pars papillare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

2.

Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang antara lain serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Didalam kolium terdapat akhir ujung syaraf sensorik yaitu puting peraba,

kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan bermuara diatas permukaan kulit yang disebut pori-pori dan kelenjar sebaseus yang merupakan kelenjar kantong didalam kulit, bentuknya seperti botol dan bermuara didalam folikel rambut. Kelenjar sebaseus dilapisi oleh sel, banyak terdapat pada kepada dan wajah. Perubahan sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum. 2.1.3 Subkutis Lapisan ini adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti tersedak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak. 2.1.4 Adneksa Kulit Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit. Terdapat 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang berukuran kecil, terletak dangkal pada bagian dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.3 2.2

Fisiologi Kulit Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan

respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Namun,

respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak menyerap oksigen yang diambil dari aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran darah dibandingkan dengan yang diembuskan langsung ke udara.1 Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit yang penting. Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat berguna bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting, namun pengeluaran atau pembuangan karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya, karena jika CO2 menumpuk di dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel kulit. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam kulit, seperti temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam proses metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain. Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.3 Kulit juga sebagai barier infeksi (Gambar 2) dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan.4

Gambar 2. Fisiologi Kulit.

a. Fungsi proteksi Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut: 1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. 2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit. 3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. 4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan. 5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.5 b. Fungsi absorpsi Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida.3 Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri.4 Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.5

Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.6 c. Fungsi ekskresi Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat: 1) Kelenjar sebasea Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen.4 Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.6

2) Kelenjar keringat Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari.3 Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.5 Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.  Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas.3 Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi

dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.6  Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism.4 Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.3

d. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.3 Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.6

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler.3 Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.4

f. Fungsi pembentukan vitamin D Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet.3 Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.6 Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.3 2.3

Sinar Ultraviolet Sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor luar yang paling berperan sebagai

penyebab terjadinya proses penuaan kulit. Penuaan kulit yang dipicu oleh pajanan sinar UV kronik dan repetitif yang disebut photoaging yang dapat memperberat proses penuaan alami yang terjadi.2 Sinar ultraviolet merupakan salah satu bagian dari sinar matahari yang memiliki efek buruk pada kulit. Para ahli fotobiologi lingkungan dan dermatologi membagi sinar ultraviolet menjadi tiga jenis berdasarkan panjang gelombangnya yaitu UVA (400-320 nm), UVB (320-290 nm), dan UVC (290-200 nm). Sebenarnya sinar UV hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum sinar matahari namun sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit manusia baik berupa perubahanperubahan akut seperti eritema, pigmentasi dan fotosensitivitas, maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan keganasan kulit.3 Beberapa tahun terakhir ini para peneliti di Amerika Serikat melaporkan bahwa akibat radiasi ultraviolet yang meningkat di Antartika tampak pada spesies yang tingkat kehidupanny sederhana yaitu plankton, kerangkerangan, siput, dan bintang laut. Embrio bintang laut berkembang cacat dan mati sebelum dilahirkan. Mustofa K. Tolba dari program PBB untuk lingkungan (UNEP) mengungkapkan akibat radiasi ultraviolet

yang meningkat produksi pertanian menurun, terdapat gangguan rantai makanan di perairan dan kasus kanker kulit meningkat setiap tahun.4 Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat banyak paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari sedang terik. Radiasi sinar matahari dapat mempengaruhi kesehatan kulit semua individu.5 Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnit pada panjang gelombang antara 100 nm sampai 400 nm. Menurut para ahli fotobiologi radiasi ultraviolet dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan pajang gelombangnya yaitu sinar UVA (>315–400 nm), UVB (>280–315 nm) and UVC (>100–280 nm).5 Sinar UVA

Sinar UVB

Sinar UVC

 Sinar UV-A memiliki panjang gelombang 320-400 nm  Paparan pada kulit akan diabsorpsi 50% di epidermis sedangkan 50% berdifusi ke dermis sehingga menyebabkan pigmentasi akut pada kulit tanpa didahului dengan inflamasi  Efek eritema UV-A jauh lebih kecil daripada UV-B  Tidak seperti UV-B, UV-A berpenetrasi pada lapisan dermis bagian dalam dan bersifat sunburn

 Sinar UV-B memiliki panjang gelombang 290-320 nm yang merupakan daerah eritemogenik  Sinar UV-B diabsorpsi di epidermis dan berdifusi sehingga menyebabkan vasodilatasi didermis.  Absorpsi sinar UV-B dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi yaitu prostaglandin.

 Sinar UV-C memiliki panjang gelombang 200-290 nm  Sinar UV-C diabsorpsi sebesar 99% di stratum korneum dan sebesar 1% bersifusi ke dermis, sehingga menyebabkan eritema dan kerusakan kulit namun tidak meninggalkan bekas pigmentasi.

2.3.1 Sumber Radiasi Ultraviolet Matahari merupakan sumber utama pajanan terhadap sinar UV. Sinar matahari terdiri dari sinar yang tampak (400-700 nm), sinar inframerah (>700 nm), dan sinar

ultraviolet. Kualitas (spektrum) dan kuantitas (intensitas) sinar matahari mengalami perubahan ketika melewati atmosfer. Lapisan strastosfer menyerap hampir semua sinar UV <290 nm (UVC) dan sebagian besar sinar UVB (70-90%). Sehingga ketika sampai di permukaan bumi, radiasi UV hanya 5% dari energi matahari dengan spektrum yang berkisar antara 290-400 nm.3 Tingkat panjanan terhadap radiasi UV matahari bervariasi pada setiap individu tergantung dari garis lintang, ketinggian, musim, time of day, adanya awan di langit, dan komponen atmosfer lainnya seperti polusi udara.5 Daerah dekat equator, mempunyai intensitas tertinggi dibandingkan belahan bumi utara maupun selatan.6 Keberadaan awan dan polusi udara (berupa asap atau partikel uap air), dapat menurunkan UVB. Untuk awan pekat, radiasi ultraviolet turun hingga 44% untuk radiasi langsung. Perkiraan penurunan radiasi ultraviolet B (UVB) karena awan berdasarkan pengukuran dengan satelit dari hamburan batik UVB yaitu 30% pada 60° garis lintang, 10% pada 20° dan 20% pada equator. Intensitas relatif radiasi ultraviolet B dari waktu ke waktu tidak teap, maksimum pada siang hari (pukul 12.00) dan minimum pada pagi dan sore hari (jam 06.00 dan 19.00).6

Gambar 3. Gambaran pajanan sinar UV

Sumber radiasi UV lainnya adalah sumber rasiasi UV buatan dapat mengeluarkan sinar UV dengan spektrum yang berbeda-beda tergantung sumbernya. Sumber radiasi UV buatan meliputi berbagai jenis lampu UV yang digunakan dalam bidang kesehatan, industri, bisnis, dan penelitian baik untuk tujuan domestik maupun kosmetik.3

2.4

Patologi Kulit

2.4.1

Karsinoma Sel skuamosa kulit

Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Faktor predisposisi karsinoma sel skuamosa kulit antara lain radiasi sinar ultra violet, bahan karsinogen, arsenik dan lain – lain. Epidemiologi

Di Amerika Serikat karsinoma sel skuamosa kulit merupakan tumor ganas kulit non melanoma ke-2 terbanyak setelah karsinoma sel basal dan merupakan 20 % dari keganasan kulit. Pada data American Cancer Society didapatkan perbandingan antara karsinoma sel skuamosa kulit dengan karsinoma sel basal 1 : 3. Karsinoma sel skuamosa kulit lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada kulit berwarna dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, terutama pada usia 40 – 50 tahun. Insiden karsinoma sel skuamosa kulit meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

1, 2

Kekambuhan karsinoma sel skuamosa kulit kulit masih tinggi yaitu 2 % dan 8,9 % paska eksisi luas dengan batas eksisi pada jarak 2 cm dari tepi tumor, paska radioterapi 7 % - 50 % dan 20 % paska kuretase dan elektrodeseksi.

Etiologi Seperti pada umumnya kanker yang lain, penyebab kanker kulit ini juga belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan pertumbuhan karsinoma sel skuamosa pada kulit, yaitu faktor paparan sinar matahari, arsen, hidrokarbon, suhu, radiasi kronis, parut, dan virus.

Gambaran Klinis Karsinoma sel skuamosa kulit pada umumnya sering terjadi pada usia 40 – 50 tahun dengan lokasi yang tersering adalah pada daerah yang banyak terpapar sinar matahari seperti wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan dan tungkai bawah.

2

Secara klinis ada 2 bentuk karsinoma sel skuamosa kulit: 1. Karsinoma sel skuamosa kulit in situ Terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi kulit yang telah ada sebelumnya seperti solar keratosis, kronis radiasi keratosis, hidrokarbon keratosis, arsenikal keratosis, kornu kutanea, penyakit Bowen dan eritroplasia Queyrat. Karsinoma sel skuamosa kulit insitu ini dapat menetap di epidermis dalam jangka waktu lama dan tak dapat diprediksi, dapat

menembus lapisan basal sampai ke dermis dan selanjutnya bermetastase melalui saluran getah bening regional. 2. Karsinoma sel skuamosa kulit invasif Karsinoma sel skuamosa kulit invasif dapat berkembang dari karsinoma sel skuamosa kulit insitu dan dapat juga dari kulit normal, walaupun jarang. Karsinoma sel skuamosa kulit yang dini baik yang muncul pada karsinoma insitu, lesi pramaligna atau kulit yang normal, biasanya adalah berupa nodul kecil dengan batas yang tidak jelas, berwarna sama dengan warna kulit atau agak sedikit eritema. Permukaannya mula - mula lembut kemudian berkembang menjadi verukosa atau papilamatosa. Ulserasi biasanya timbul di dekat pusat dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat, sering sebelum tumor berdiameter 1 – 2 cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras, dapat dijumpai adanya krusta.

Gambar 4. Bowen’s disease, insitu, kerathoacantoma.15

Tatalaksana

8

Prinsip penanganan karsinoma sel skuamosa kulit adalah sebagai berikut: 1. Pembedahan Pembedahan merupakan tindakan pilihan utama dan bisa dipergunakan baik terhadap lesi yang kecil maupun yang besar. Pembedahan harus dilakukan dengan pembiusan total karena pembiusan lokal dapat terjadi penyeberangan dari sel-sel tumor mengikuti ujung jarum suntik yang dipergunakan. Pembedahan yang dilakukan sebagai terapi dari karsinoma sel skuamosa kulit adalah eksisi luas dengan batas irisan dari tepi

tumor sebesar 2 cm atau lebih dalam 2 cm. Ada beberapa ahli yang mengatakan bila diameter terpanjang tumor tersebut < 2 cm maka irisan cukup 1 cm dari tepi tumor, sedangkan bila diameter terpanjang dari tumor tersebut > 2 cm maka dianjurkan untuk melakukan irisan 2 cm atau lebih. Penanganan terhadap luka pasca eksisi dapat dilakukan penutupan primer, hanya dianjurkan jangan melakukan pembebasan jaringan subkutis bila luka lebar tapi disarankan untuk melakukan tandur kulit. Hal ini untuk mengurangi terjadinya skar ataupun sikatrik yang dapat merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya kekambuhan. Keuntungan tindakan pembedahan antara lain: - Dapat dilakukan pada tumor yang kecil maupun besar - Dapat dilakukan pada kasus yang residif - Jaringan bawah kulit yang terkena dapat sekaligus dieksisi Kerugian dari pembedahan adalah: - Tidak dapat dilakukan pada penderita dengan kontraindikasi operasi (gangguan fungsi ginjal, hepar dan jantung). - Lokasi tumor yang bila dilakukan eksisi dapat menimbulkan problem baru (seperti palpebra) dan jarak eksisi dari tepi tumor yang tidak dapat optimal. 2. Radioterapi Radioterapi pada penderita karsinoma sel skuamosa kulit dianjurkan diberikan pada penderita yang lesi tumornya terletak pada daerah yang sulit (sekitar mata, bibir dan hidung) bila dilakukan pembedahan ataupun pada penderita yang sudah dilakukan eksisi dan tidak dapat melakukan irisan pada jarak 2 cm dari tumor dan penderita sudah tua. Dosis total yang dianjurkan adalah 4000 – 4500 rad, yang diberikan 300 rad/hari berturut – turut sampai 5 hari atau minggu dan lama pemberia adalah 2 – 3 minggu. Kesembuhan karsinoma sel skuamosa kulit setelah radioterapi jika ukuran tumor < 1 cm, 1 – 5 cm 76 %, dan jika > 5 cm 56 %.

3. Sitostatika Modalitas terapi ini dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan dan terutama untuk kasus dengan adanya metastase jauh, juga pada penderita dengan lesi pada tempat sulit untuk melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor. Adapun yang dipergunakan untuk terapi ini adalah Bleomysin dengan dosis 15 mg/m2 luas permukaan badan (lpb), dapat dikombinasi dengan Metotrexat 30 mg/m2 atau dikombinasi dengan Cisplatinum 60 mg/m2 dan Metotrexat 30 mg/m2 hari kedua, serta diulang tiap 3 minggu. Berreta menganjurkan pemberian Adriamycine dengan dosis 50 mg/m2 lpb dan Cisplatinum dengan dosis 75 mg/m2 lpb (CP) dengan pemberian setiap 3 minggu sekali atau siklofosfamid 500 mg/m2 hari kedua, Vinkristin 1,5 mg/m2 lpb hari ke-1, 8, dan 15, Adriamicin 50 mg/m2 hari kedua, dan Dakarbasin 250 mg/m2 hari ke-1 sampai ke-5 (CYDAVIC) serta diulang tiap 3 minggu. Pada stadium lanjut dan tak bisa dioperasi maka modalitas terapi yang lebih baik adalah kombinasi antara sitostatika Karboplatin (turunan Cisplatin) 50 mg/m2 pada hari ke-1 – 4, minggu ke 1,2,5, dan 6 (hari ke 1 dan 2) diikuti radioterapi mulai minggu ke 3, 6 7,2 Gy dengan 2,1 Gy perhari.

2.4.2

Karsinoma Sel Basal kulit

Epidemiologi Karsinoma sel basal lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan paparan sinar matahari yang lama dan kuat berperan dalam perkembangannya. Lebih sering dijumpai pada pria dan wanita dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40 tahun. Karsinoma sel basal dapat juga dijumpai pada anakanak dan remaja walaupun jarang.1,3 Predileksi kanker ini adalah di daerah muka yang terpajan sinar matahari (sinar UV). Daerah muka yang paling sering terkena ialah daerah antara dahi dan sudut bibir, dari daerah ini 2/3 atas yang paling sering. terkena. Dari penyelidikan yang dilakukan di Indonesia ternyata terdapat predileksi sebagai berikut : pipi dan dahi 50% ; Hidung dan lipatan hidung 28% ; Mata dan sekitarnya 17 % ; Bibir 5%.1,4,6

Etiologi Sampai saat ini masih belum diketahui pasti penyebabnya. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor predisposisi yang memegang peranan penting perkembangan karsinoma sel basal. Faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab yaitu : Faktor internal : umur, ras, genetik, dan jenis kelamin. Faktor eksternal : radiasi ultraviolet (UV B 290- 320 nm), radiasi ionisasi, bahan-bahan karsinogenik, mis : arsen, inorganik, zat-zat kimia, hidrokarbon polisiklik, trauma mekanis kulit mis : bekas vaksin, bekas luka bakar, iritasi kronis, dll.1,6 Patogenesis Karsinoma sel basal dari epidermis dan adneksa struktur (folikel rambut, kelenjar ekstrin). Terjadinya didahului dengan regenerasi dari kolagen yang sering dijumpai pada orang yang sedikit pigmentnya dan sering mendapat paparan sinar matahari, sehingga nutrisi pada epidermis

terganggu dan merupakan prediksi

terjadinya suatu kelainan kulit. Melanin berfungsi sebagai energi yang dapat menyerap energi yang berbeda jenisnya dan menghilang dalam bentuk panas. Jika energi masih terlalu besar dapat merusak sel dan mematikan sel atau mengalami mutasi untuk selanjutnya menjadi sel kanker. Beberapa peneliti mengatakan terjadinya karsinoma sel basal merupakan gabungan pengaruh sinar matahari, tipe kulit, warna kulit dan faktor predisposisi lainnya. Peningkatan radiasi ultraviolet dapat menginduksi terjadinya keganasan kulit pada manusia melalui efek imunologi dan efek karsinogenik. Transformasi sel menjadi ganas akibat radiasi ultraviolet diperkirakan berhubungan dengan terjadinya perubahan pada DNA yaitu terbentuknya photo product yang disebut dimer pirimidin yang diduga berperan pada pembentukan tumor. Reaksi sinar ultraviolet menyebabkan efek terhadap proses karsinogenik pada kulit antara lain : lnduksi timbulnya menjadi sel kanker, menghambat immunosurveillance dengan menginduksi limfosit T yang spesifik untuk tumor tertentu.7,8

Gambaran Klinis Karsinoma sel basal umumnya mudah didiagnosis secara klinis. Ruam dari karsinoma sel basal terdiri dari satu atau beberapa nodul kecil seperti lilin (waxy), semitranslusen berbentuk bundar dengan bagian tengah lesi cekung (central depresion) dan bisa mengalami ulserasi dan pendarahan, sedangkan bagian tepi maninggi seperti mutiara yang merupakan tanda khas yang pada pinggiran tumor ini. Pada kulit sering dijumpai tanda-tanda kerusakan seperti telngektase dan atropi. Lesi tumor ini tidak menimbulkan rasa sakit. Adanya ulkus menandakan suatu proses kronis yang berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan ulkus ini secara perahan-lahan dapat bertambah besar. Gambaran klinik karsinoma sel basal bervariasi. Terdapat 5 tipe dan 3 sindroma klinik yaitu : 1. Tipe Nodula-ulseratif (Ulkus Rodens) Jenis ini dimulai dengan nodus kecil 2 - 4 mm, translusen, warna pucat seperti lilin (waxy-nodulo). Dengan inspeksi yang teliti, dapat dilihat perubahan pembuluh darah superficial melebar (telangiektasi). Permukaan nodus mula-mula rata tetapi kalau lesi membesar, terjadi cekungan ditengahnya dan pinggir lesi menyerupai bintil-bintil seperti mutiara (pearly border). Nodus mudah berdarah pada trauma ringan dan mengadakan erosi spontan yang kemudian menjadi ulkus yang terlihat di bagian sentral lesi. Kalau telah terjadi ulkus, bentuk ulkus seperti kawah, berbatas tegas, dasar irreguler dan ditutupi oleh krusta. Pada palpasi teraba adanya indurasi disekitar lesi terutama pada lesi yang mencapai ukuran lebih dari 1 cm, biasanya berbatas tegas, tidak sakit atau gatal. Dengan trauma ringan atau bila krusta diatasnya diangkat, mudah berdarah. 2. Tipe pigmented Gambaran klinisnya sama dengan nodula-ulseratif, ad nya pada jenis ini berwarna coklat atau berbintik-bintik atau homogen (hitam merata) kadang-

kadang menyerupai Melanoma. Banyak dijumpai pada orang dengan kulit gelap yang tinggal pada daerah tropis. 3. Tipe morphea-like atau fibrosing Merupakan jenis yang agak jarang ditemukan. Lesinya berbentuk plakat yang berwarna kekuningan dengan tepi yang tidak jelas, kadang-kadang tepinya meninggi. Pada permukaannya tampak beberapa folikel rambut yang mencekung sehingga memberikan gambaran seperti sikatriks. Kadang-kadang tertutup krusta yang melekat erat. Jarang mangalami ulserasi. Tepi ini cenderung invasif kearah dalam.Tepi ini menyerupai penyakit morphea atau skleroderma. 4. Tipe superfisial Berupa bercak kemerahan dengan skuama halus dan tepi yang meninggi. Lesi dapat meluas secara lambat, tanpa mengalami ulserasi. Umumnya multipel, terutama dijumpai pada badan, kadang-kadang pada leher dan kepala. 5. Tipe fibroepitelial Berupa satu atau beberapa nodul yang keras dan sering bertangkai pendek, permukaannya halus dan sedikit kemerahan. Terutama dijumpai dipunggung. Tipe ini sangat jarang ditemukan. Sindroma klinik yang merupakan bagian penting dari karsinomasel basal yaitu. 1. Sindroma karsinoma sel basal nevoid. Dikenal sebagai sindroma Gorlin-Goltz Merupakan suatu sindroma yang diturunkan secara autosomal dan terdiri dari : -

Kelainan kulit ; berupa nodul kecil yang multipel yang terdapat pada masa kanak-kanak atau akhir pubertas, terutama dijumpai pada muka dan badan.

-

Selama stadium nevoid, ukuran dan jumlah nodur bertambah. Sering setelah umur dewasa, lesinya mengalami ulserasi dan ke dalam stadium

neoplastik dimana terjadi invasi, destruksi dan multilasi. Kematian dapat terjadi karena invasi ke otak terdapat cekungan (pit's) pada telapak tangan dan kaki -

Kelainan tulang : berupa kista pada rahang, kelainan pada tulang iga dan tulang belakang (skoliosis, spina bifida).

-

Kelainan sistem saraf : berupa perubahan menonjol dan retardasi mental

-

Kelainan mata : berupa katarak, buta congenital.

2. Sindroma linear and generalized folicular basal cell nevi. Merupakan jenis yang sangat jarang ditemui pada lesi yang linier, berupa nodul disertai komedo dan kista epidermal, tersusun seperti garis dan unilateral. Biasanya teradapa sejak lahir. Pada jenis generalized folicular ditemukan adanya kerontokan rambut yang bertahap, akibat kerusakan folikel rambut akibat pertumbuhaun tumor. 3. Sindorma Bazex : atrophoderma dengan multipel kasinoma sel basal. Disamping itu ada juga tipe-tipe klinis yang jarang dijumpai yaitu : fibro epitelioma, giant pore BCC, wild fire BCC, angiomatous BCC, lipoma like BCC, giant exophytic BCC, hiperkreatotic BCC dan intra oral BCC.1,8,11,12

Gambar 5. Dari kiri ke kanan karsinoma sel basal nodular, large karsinoma basal, superficial, ulceratif, cystic, morphaform15

Diagnosis Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (gejala klinis), dan pemeriksaan histopatologis. Dari anamnesis terdapat kelainan kulit terutama dimuka yang sudah berlangsung lama berupa benjolan kecil, tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lambat menjadi besar dan mudah berdarah. Tidak ada rasa gatal / sakit. Pada pemeriksaan fisik terlihat papul / ulkus dapat berwarna seperti warna kulit atau hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologi yaitu dengan dilakukan biopsi. Pada setiap kelainan kulit yang tersangka KSB harus dilakukan biopsi.1 Tatalaksana Tujuan karsinoma sel basal yaitu kesembuhan dengan hasil kosmetik yang baik karena umumnya karsinoma sel basal terdapat pada wajah. Terapi dapat bersifat preventif dan kuratif. Banyak metode pengobatan karsinoma sel basal yaitu : - Preventatif: Oleh karena sinar matahari predisposisi utama untuk terjadi kanker kulit maka perlu diketahui perlindungan kulit terhadap sinar matahari, terutama bagi orang-orang yang sering melakukan aktifitas diluar rumah dengan cara memakai sunscreens (tabir surya) selama terpajan sinar matahari. Penggunaan tabir surya untuk kegiatan diluar rumah diperlukan tabir surya dengan SPM yang lebih tinggi (>15-30). Adanya hubungan antara terbentuknya berbagai radikal bebas antara lain akibat sinar UV pada beberapa jenis kanker kulit, telah banyak dilaporkan. Pemakaian antioksidan dapat berfungsi untuk menetralkan kerusakan atau mempertahankan fungsi dari serangan radikal bebas. Telah banyak bukti bahwa terpaparnya jaringan dengan radikal bebas dapat mengakibatkan berbagai gejala klinik atau penyakit yang cukup serius. Akibat reaksi oksidatif radikal bebas di DNA menimbulkan mutasi yang akhirnya menyebabkan kanker. Diantara antioksidan tersebut adalah ; betakaroten, vitamin E, dan vitamin C.1

- Kuratif 1. Bedah eksisi Bedah eksisi atau bedah skalpel pada KSB dini memberikan tingkat sembuhan yang tinggi.1 2. Radiotera(pria diasiio nisasi) Penyinaran lokal diberikan lapangan radiasi meliputi tumor dengan 1 - 2 cm jaringan sehat disekelilingnya. Pe nyinaran dilakukan dengan dosis 200 cGy per fraksi, 5 fraksi dalam 1 minggu dengan total dosis 4000 cGy.1 3. Kuretasi dan elektrodesikasi Dilakukan pada tingkat yang dini, cara yang terbaik dengan cara cutting dan koagulasi dibantu dengan curettage. Jika hendak mengambil spesimen jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, dilakukan dengan electro section (pure cutting). Terlebih dahulu diberi marker 3 - 5 mm di luar tumor.1 4. Bedah beku (cryosurgery) Bedah beku adalah suatu metode pengobatan dengan menggunakan bahan yang dapat menurunkan suhu jaringan tubuh dari puluhan sampai ratusan derajat Celcius di bawah nol (subzero). Efek yang ingin dicapai : a. Perubahan sel epidermal dan epidermolisis dengan pembekuan ringan dimana terjadi vesikulasi (tampak vesikel atau bula), kemudian diikuti krustasi dan proses wound healing tanpa jaringan parut dan kemungkinan hipopigmentasi. b. Cryonecrosis, destruksi serta nekrosis sel dalam jaringan dermis dan jaringan dibawahnya dengan cara pembentukan kristal es intra dan ekstra sel, akibatnya terjadi kerusakan membran sel dan perubahan konsentrasi elektrolit, iskemik, respon immunologik selama masa pencarian kristal es (thaw period).1 5. Bedah kimia 6. Teraplia ser

Pengamatan lebih lanjut setelah pengobatan perlu dilakukan, untuk mengawasi kemungkinan terjadinya kekambuhan dan kemungkinan adanya tumor baru yang mungkin timbul. Kemungkinan kambuh berulang dilaporkan 11%-49%.1,2,4 2.4.2

Melanoma Maligna Adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran

berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit. Penyebabnya belum diketahui, sering terjadi pada usia 30 sampai 60 tahun. Frekwensi sama pada pria maupun wanita.4 Berbagai faktor yang diperkirakan sebagai faktor penting dalam mekanisme karsinogenesis keganasan adalah sebagai berikut 3,4,5,6,9-17 l. Faktor genetik. Adalah keluarga yang menderita keganasan ini meningkatkan risiko 200 kali terjangkitnya Melanoma Maligna. Ditemukan Melanoma Maligna familial pada 8% kasus baru. Terjadinya Melanoma Maligna jugu dihubungkan dengan terjadinya keganasan lainnya misalnya retinoblastoma dan beberapa sindroma keganasan dalam keluarga. 2. Melanocytic nevi Keadaan ini dapat timbul berhubungan dengan kelainan genetik atau dengan lingkungan tertentu. Jumlah nevi yang ditemukan berkaitan dengan jumlah paparan sinar matahari pada masa kanak-kanak dan adanya defek genetik tertentu. Sejumlah 30 - 90% Melanoma Maligna terjadi dari nevi yang sudah ada sebelumnya. 3. Faktor biologik Trauma yang berkepanjangan merupakan risiko terjadinya kegansan ini, misalnya pada iritasi akibat ikat pinggang. Keadaan biologik lainnya yang mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian Melanoma Maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian Melanoma Maligna dan juga meningkatkan kekambuhan setelah pengobatan pada penderita Melanoma Maligna. 4. Faktor lingkungan

Paparan sinar UV dari matahari merupakan faktor penting yang dikaitkan dengan peningkatan terjadinya Melanoma Maligna, terutama bila terjadi sun burn yang berulang pada orang yang berpigmen rendah. Gejala dan tanda-tanda spesifik ditemukan pada Melanoma Maligna yang telah dikenal secara luas, adalah sebagai berikut (ABCDEF dari Melanoma Maligna)9,10,14 -

A-Symetry, yaitu bentuk tumor yang tidak simetris.

-

Border irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur.

-

Colour variation, dari yang tidak berwarna sampai hitam pekat dalam satu lesi.

-

Diameter tumor lebih besar dari 6mm.

-

Evolution/change dari lesi dapat diperhatikan sendiri oleh penderita atau keluarga.

-

Funny looking lesions.

Gambaran Klinik Terdapat 3 jenis Melanoma Maligna (Clark, 1967;1969 dan Mc Govern, 1970) dengan l jenis tambahan baru (Reed, 1976 dan Seiji, M. dkk., 1977). Keempat jenis Melanoma Maligna tersebut terdiri atas: 3,4,5,6,9-17 1.

Superficial spreading melanoma (SSM) merupakan jenis yang terbanyak dari melanoma (70%) di Indonesia merupakan jenis kedua terbanyak. Pada umumnya timbul dari nervus atau pada kulit normal (de novo). Berupa plak archiformis berukuran 0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan ireguler. Pada permukaannya terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan. Meluas secara radial. Pada umumnya lesi mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher. Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri-sendiri atau berkelompok - Pada umumnya sel-sel tersebut tidak menunjukkan bentuk

yang pleomorfik. Dermis : - Sarang-sarang tumor yang padat dengan melanosit berbentuk epiteloid yang besar serta berkromatin atipik. - Di dalam sel-selt ersebut erdapatb utir-butir melanin. - Kadang-kadang dapat ditemukan melanosit berbentuk kumparan (spindle) dan sel-sel radang. 2. Nodular Melanoma (NM) merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%) sifatnya lebih agresif. Di Indonesia ini merupakan jenis yang tersering. Timbul pada kulit normal (de novo) dan jarang dari suatu nevus. Berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped), atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahana tau biru sampai kehitaman. Pertumbuhannya secara vertikal (invasif). Dapat mengalami ulserasi, perdarahan, dan timbul lesi satelit. Metastasis limfogen dan hematogen, dapat timbul sejak awal terutama dijumpai pada pria dengan predileksi dipunggung. Perbandingan antara pria dan wanita 2 : 1. Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid dan kumparan atau campuran kedua bentuk tersebut, dapat ditemukan pada daerah dermoepidermal. Dermis

: - Sejak semula sel-sel tersebut mempunyai kemampuan untuk meluas secara vertikal. Menginvasi lapisan retikularis dermis, pembuluh darah dan subkutis.

3.

Lentigo Maligna Melanoma (LML) merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan vertikal, sangat lambat dengan lokasi terbanyak di daerah muka yang terpapar sinar matahari. Timbul dari Hutchinson's freckle yang terdapat pada muka (pipi, pelipis) atau pada bagian lain tubuh terutama daerah yang terkena sinar matahari. Berupa makula coklat sampai kehitaman, berukuran beberapa sentimeter dengan tepi tidak teratur. Meluas secara lambat pada bagian tepi lesi (radial). Pada permukaan dapat dijumpai adanya bercak-bercak yang berwarna lebih gelap (hitam) atau biru, tersebar secara tidak teratur. Dapat

berkembang menjadi nodul biru kehitaman yang invasif dan agak hiperkeratotik. Terutama terdapat pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita l : 2-3. Epidermis : - Melanosit atifik sepanjang membrana basalis, berbentuk pleomorfik dengan inti yang atipik. - Sel-sel yang sering dijumpai berbentuk kumparan (spindleshaped melanocyt). Dermis : - Infiltrasi limfosit dan makrofage yang mengandung melanin. - Kadang-kadang pada tempat tertentu ditemukan sarangsarang tumor. 4.

Acral Lentiginous Melanoma (ALM) I Palmar-Plantar-Subungual Melanoma (PPSM) Pada umumnya timbul pada kulit normal (de novo). Berupa nodul dengan warna yang bervariasi dan pada permukaannya dapat timbul papula, nodul serta ulserasi. Kadang-kadang lesinya tidak mengandung pigmen (amelanoticm elanoma). Predileksinya : pada telapak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, terutama ibu jari kaki dan tangan. Merupakan tipe yang banyak dijumpai pada orang negro dan bangsa lain yang tinggal pada daerah tropik. Di Afrika, plantar melanoma dijumpai pada 70% kasus. Acral Lentinginous Melanoma (ALM) merupakan jenis yang lebih banyak ditemukan pada penderita kulit berwarna (35-60%). Menyerupai gambaran Melanoma Maligna, SSM, atau campuran keduanya.

Gambar 6. Lentigo maligna melanoma, Superficial spreading melanoma, Acral lentiginous melanoma15

Sistem Klasifikasi Pada Melanoma Maligna digunakan sistem klasifikasi klinik (stadium klinik) dan klasifikasi histologik (tingkat invasi Clark & kedalaman Breslow).3,4,5,6 Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut, yaitu : - Untuk menentukan tindakan pengobatan. - Untuk menentukan prognosis. - Untuk membandingkan hasil pengobatan antara berbagai klinik.

Klasifikasi Klinik Sampai saat ini digunakan Stadium Klinik (dengan beberapa modifikasi) sebagai klasifikasi standar Melanoma Maligna, terdiri atas 3 stadium 3,4,5,6,9,14 Stadium I

: Melanoma Maligna lokal tanpa metastasis jauh atau ke kelenjar limfe regional. Termasuk stadium I : Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi eksisi. Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 sentimeter dari lesi primer. Melanoma primer multipel.

Stadium II regional.

: Sudah terjadi metastasis yang terbatas pada kelenjar limfe Termasuk Stadium II : Melanoma primer yang mengadakan metastasis secara simultan. Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi

metastasis.

Melanoma

rekuren

lokal

dengan

metastasis. Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 sentimeter dari lesi primer. Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastasis.

Stadium III

: Melanomad iseminata, dimana sudah terjadi metastasis jauh. Termasuk Stadium III : Bila sudah terjadi metastasis ke alat- alat dalam dan atau subkutan.

Pada kira-kira 25-30% penderita Melanoma Maligna sudah menunjukkan adanya metastasis ke kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum teraba pembesaran kelenjar limfe. Hal ini menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada klasifikasi Stadium Klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan berdasarkan histologik. Klasifikasi Histologik Klasifikasi histologik didasarkan pada perangai biologik Melanoma Maligna. Dikenal dua klasifikai histologik standar yang digunakan, yaitu.3,4,5,6,9,14,16 - Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark. - Klasifikasi kedalaman menurut Breslow Klasifikasi Tingkat Invasi Menurut Clark Clark (1969) membagi Melanoma Maligna menurut invasinya didalam lapisan kulit atas lima tingkat 3,4,5,6,9,14,16 Tingkat I

: Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (melanoma in situ : intraepidermal). Sangat jarang dan tidak membahayakan.

Tingkat II

: Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis (dermis bagian superfisial).

Tingkat III

: Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi papila dermis.

Tingkat IV

: Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis.

Tingkat V

: Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow

Breslow (1970) membagi Melanoma Maligna dalam tiga golongan 3,4,5,6,9,14,16

Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari

0,76 mm Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,76mm - 1,5mm Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 1,5 mm. Beberapa penulis mengemukakan variasi sebagai berikut : - Kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,85 mm.4,9 - Kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,85 mm - 1,69 mm. - Kedalaman (ketebalan) tumor antara 1,70 mm- 3,64 mm. - Kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 3,65 mm. Kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow, diukur secara langsung menggunakan mikrometer okuler (dinyatakan dalam NM) dan merupakan metode yang objektif untuk menentukan prognosis. Sedangkan Tingkat Invasi menurut Clark merupakan aara pengukuran ketebalan tumor secara tidak langsung. Hubungan antara tingkat menurut Clark dan kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow : Melanoma Maligna dengan kedalaman sampai 0,65 mm menurut klasifikasi Breslow, sesuai dengan Tingkat II menurut klasifikai Clark. Lesi Melanoma Maligna dengan kedalaman 1,5 mm atau lebih menurut klasifikai Breslow, sesuai dengan tingkat IV dan V menurut klasifikasi Clark. Sedangkan kedalaman antara 0,65 mm dan 1,5 mm menurutk lasifikasi Clark. Diagnosis Banding 

Nevus pigmentosus



Blue nevus



Keratosis seboroika



Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen



Penyakit Bowen



Dermatofibroma



Granuloma piogenikum



Subungual hematoma9

Diagnosa ditegakkan dengan Biopsi dengan mengangkat semua pertumbuhan yang mencurigakan. Apabila jaringan terlalu besar untuk diangkat, maka cukup diangkat contoh jaringannya saja.3,4,5,6,9,10 Penatalaksanaan pada Melanoma Maligna meliputi 3,4,5,6,9,10,11,14 A. Eksisi bedah. Dilakukan pada melanoma stadium I dan IL Zitelli dkk. Menyarankan untuk mengambil sampai 1,5 cm diluar tepi lesinya, kecuali bila dilakukan Moh's microsurgery. Pada melanoma yang terdapat pada kuku dianjurkan untuk dilakukan amputasi pada seluruh jari yang terkena. B. Elective Lymph Node Dessection( ELND) Dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan intraoperative lymphatic mapping. C. Interferon a 2b Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih dari 4 mm (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi. D. Kemoterapi Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang paling efektif adalah dacarbazine (DTIC = Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide Decarb zine). E. Kemoterapi Perfusi Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertermis dan oksigenasi pada pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi dengan menggunakan torniquet. Cara ini diharapkan dapat menggantikan amputasi sebagai suatu terapi.

F. Terapi Radiasi Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastasis ke tulang dan susunan syaraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak begitu memuaskan. Tanpa pengobatan, kebanyakan melanoma akan bermetastase dan mengakibatkan kematian pasien. Saat ini, karena diagnosis klinik yang dini, lebih dari 80% melanoma diterapi dengan bedah eksisi sederhana dan dengan edukasi yang lebih baik mengenai tanda-tanda kinik melanoma, angka kesembuhannya menjadi 95%.3,4,5,6,9,10,11,14

2.5

Stadium Klinis Klasifikasi dari karsinoma sel skuamosa kulit mempergunakan sistem TNM dari

UICC, yaitu : T untuk besar tumor primer, dibagi atas : Tx

keadaan awal, tumor sulit dijumpai

Tis

karsinoma insitu, sel-sel tumor belum menginfiltrasi lapisan papilaris dermis T0 tumor primer tidak ditemukan

T1

diameter tumor terbesar < 2 cm, terletak superfisial atau di lapisan epidermis atau tumbuh exofitik

T2

diameter tumor terbesar 2 – 5 cm atau sudah ada infiltrasi minimal ke dermis

T3

diameter tumor terbesar > 5 cm atau sudah ada infiltrasi ke dalam dermis

T4

tumor yang sudah mengenai unsur lain : fascia, otot, tulang rawan, tulang

Diameter dari tumor juga berpengaruh terhadap timbulnya metastase dan terjadinya kekambuhan karena pada lesi

yang luas umumnya gambaran

differensiasinya moderat dan buruk kemungkinannya terjadinya kekambuhan menjadi lebih besar. N

untuk limfonodi yang terkena dibagi atas:

Nx

keadaan awal dari penyebaran ke limfonodi regional sulit diketahui

N0

tidak dijumpai kelenjar limfe regional yang membesar

N1

ada pembesaran kelenjar limfe regional

N2

ada pembesaran kelenjar limfe regional >3 cm but ≤6 cm

N2a

pembesaran kelenjar limfe single ipsilateral, >3 cm but ≤6 cm

N2b

pembesaran kelenjar limfe multipel ipsilateral, >3 cm but ≤6 cm

N2c

pembesaran kelenjar limfe bilateral, kontralateral ipsilateral, >3 cm but ≤6 cm

N3

pembesaran kelenjar limfe >6 cm

M

untuk metastase jauh yang terjadi:

Mx keadaan awal untuk mengetahui metastase sulit M0 tidak ada metastase jauh M1 ada metastase jauh pada organ lain (paru, tulang, hepar, otak, pleura) Metastase karsinoma sel skuamosa kulit yang sebelumnya normal yaitu 3 %, mukokutan metastase 11 %, skar luka bakar atau adanya lesi sebelumnya metastase 10 – 30 %. Sedangkan proses terjadinya metastase dari sakit selang 1 bulan 2,5 %, 6 bulan 40 %, 1 tahun 70 %. Stadium klinis berdasarkan TNM yaitu: Stadium I = T1N0M0

Stadium II = T2 – T3 N0M0 Stadium III = T4N0M0 atau any TN1M0 Stadium IV = Any T Any N dan M1 Stadium klinis ini berpengaruh terhadap kekambuhan karsinoma sel skuamosa kulit karena pada stadium yang lebih tinggi sudah terjadi metastase pada kelenjar limfe regional ataupun T dari tumor yang lebih besar atau sudah infiltrasi lebih dalam. Pertumbuhan sel kanker juga dikarenakan zeta chain TCR (T cell receptor) yang hilang. Makin banyak zeta chain yang hilang maka makin agresif atau makin tinggi stadiumnya.

BAB III KESIMPULAN 1. Kulit adalah organ yang paling esensial dan vital. Berat kulit kira-kira 15% berat badan yang mempunyai sifat elastik, sensitif, sangat komplek dan bervariasi pada iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

2. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.

3. Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D. Kulit juga sebagai barier infeksi dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan.

4. Sinar ultraviolet merupakan salah satu bagian dari sinar matahari yang memiliki efek buruk pada kulit. Sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit manusia baik berupa perubahan-perubahan akut seperti eritema, pigmentasi dan fotosensitivitas, maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan keganasan kulit.

5. Salah satu kelainan yang dapat terjadi pada kulit karena pajanan sinar ultraviolet adalah keganasan. Beberapa jenis keganasan pada kulit berupa karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal, dan melanoma maligna

DAFTAR PUSTAKA

1. Tranggono, Retno Iswari, Latifah, Fatma. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2. Perdanakusuma, D. S. (2007). Anatomi Fisiologi Kulit Dan Penyembuhan Luka, Plastic Surgery Departement, Airlangga University School of Medicine3. Dr. Soetomo General Hospital, Surabaya. hal: 3. 4. Djuanda, A. 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5thed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; p. 75. Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang. 6. Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Pearson Education Inc. p. 153-78. 7. Soepardiman L, Kelainan Hiperpigmentasi dan Melasma, dalam : Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T. et all, Jakarta, p : 25 - 39. 8. Lui H, Nevi of Ota and Ito, dalam : eMedicine Journal, Vol. 2 Number 11, November 15 2001. 9. Budidahjono S. Prekanker dan Kanker Kulit dalam Penyakit Kulit, Harahap M. Editor, PT. Gramedia Jakarta, 1990, p : 262 - 72. 10. Mukhtar A. Kanker Kulit, dalam : Deteksi Dini Kanker, Ramli HM et all editor, Balai PenerbitF K - UI Jakarta, 2002, p : 76 - 85. 11. Hamzah M, Deteksi Dini Kanker Kulit, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala : Deteksi dan Penatalaksanaan Kanker Kulit Dini, Cipto H et all editor, Balai PenerbitF K - UI, Jakarta , 2001, p : 19 - 2l . 12. SuriadiredjaA .S.D, Kresno S.B, CornainS . Biologi Molekuler Melanoma, dalam : Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai D engan P enatalaksanaan, Cipto H et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 1 – 11 13. Darwis E.R. Faktor Risiko dan Lesi Prekursor Melanoma, dalam : Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan PenatalaksanaanC, ipto H et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 27 - 30.

14. Toruan T.L, Melanoma Gambaran Klinik dan Diagnostik, dalam : Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan Penatalaksanaan, Cipto H et all editor, Balai PenerbitF K-UI, Jakarta,2002, p : 31 - 40. 15. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Penyunting. Cancer Principles & Practice of Oncology. 2008

Related Documents

Css
November 2019 69
Css
May 2020 44
Css
November 2019 70
Css
October 2019 73
Css
December 2019 50
Css
December 2019 69

More Documents from ""