Css Asma Bab 1-3.docx

  • Uploaded by: Yudia Septi Yenny
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Css Asma Bab 1-3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,945
  • Pages: 35
Clinical Science Session

ASMA BRONKIAL

Oleh : Avissa Fadlika Dausawati 1840312003 Yudia Septi Yenny

1840312228

Mona Indah Putriani

1840312272

Preseptor : DR. dr. Najirman, Sp.PD-KR, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2019

DAFTAR ISI

Halaman Depan Daftar isi .....................................................................................................

1

BAB 1 : PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Tujuan Penulisan .......................................................................... 1.3. Batasan Masalah .......................................................................... 1.4. Metode Penulisan ......................................................................... BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Definisi ......................................................................................... 2.2. Epidemiologi ................................................................................ 2.3. Klasifikasi .................................................................................... 2.4. Faktor risiko .................................................................................. 2.5. Patoogenesis ................................................................................. 2.6. Gambaran klinis ........................................................................... 2.7. Diagnosis ...................................................................................... 2.8. Penatalaksanaan ............................................................................ 2.9. Diagnosis banding ......................................................................... 2.10. Prognosis ...................................................................................... 2.11. Komplikasi ................................................................................... BAB 3 : KESIMPULAN ............................................................................ DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Asma adalah penyakit yang cukup sering, merupakan masalah kesehatan global, dengan prevalensi berkisar antara 1% sampai 18% populasi di negara yang berbeda-beda. Meskipun beberapa negara telah mengalami penurunan rawat inap dan kematian karena asma, beban global untuk pasien dari eksaserbasi dan gejala sehari-hari telah meningkat hampir 30% dalam 20 tahun terakhir. Dampak asma dirasakan tidak hanya oleh pasien, tapi juga oleh keluarga, sistem kesehatan dan masyarakat. Asma adalah salah satu penyakit kronis yang paling umum yang menyerang anak-anak dan orang dewasa muda, dan semakin meningkatnya pengaruhnya terhadap orang dewasa yang bekerja.1 World Health Organization (WHO) memperkirakan 235 juta penduduk dunia menderita asma dan jumlahnya diperkirakan akan terus meningkat. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang. Asma mempunyai fatalitas yang rendah, namun apabila asma tidak terkontrol akan menyebabkan individu mempunyai keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.2 Pada tahun 1993, kerja sama antara National Heart, Lung, and Blood Institute dan World Health Organization menghasilkan Global Intiative For Asthma (GINA). Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan Asma dan meningkatkan pencegahan dan pengelolahan Asma melalui upaya bersama oleh semua orang yang terlibat di semua layanan dan kebijakan kesehatan untuk 2

mengurangi prevalensi, morbiditas dan mortalitas Asma. Eksaserbasi asma merupakan episode yang ditandai dengan peningkatan progresif gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada dan penurunan progresif fungsi paru, seperti adanya perubahan status pasien dari kondisi biasa yang membutuhkan perubahan pada terapi. Eksaserbasi dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya telah didiagnosis asma atau kadang sebagai presentasi awal asma. Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan agen tertentu. Kejadian Asma eksaserbasi merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien Asma. Oleh karena itu, diperlukan manajemen eksaserbasi yang tepat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada pasien Asma.3 Oleh karena itu sangatlah penting bagi dokter muda untuk mengetahui penyakit Asma ini dengan baik dalam hal epidemiologi, etiopatofisiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis demi terbentuknya seorang dokter yang kompeten di bidangnya.

1.2. Tujuan Penulisan Penulisan clinical science session ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan tentang peyakit Asma

1.3. Batasan Masalah Clinical

science

session

ini

akan

membahas

mengenai

defenisi,

epidemiologi, klasifikasi, etiologi, faktor resiko, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis Asma

1.4. Metode Penulisan Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literature, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus, adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi.1 Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi, dada terasa berat atau tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai distres pernapasan.4 2.2. Epidemiologi Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi diIndonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutanke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik danemfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di

4

seluruhIndonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan obstruksi paru 2/ 1000.2

Tabel 2.1. Prevalensi Asma di RS Persahabatan Jakarta2 2.3. Klasifikasi Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenisasma lainnya. Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik)yang muncul pada waktu kanak-kanak dengan mekanisme seranganmelalui reaksi alergi tipe 1 terhadap alergen

dan

asma

non-alergik(intrinsik)

bila

tidak

ditemukan

reaksi

hipersensitivitas terhadap alergen.Namun, dalam prakteknya seringkali ditemukan seorang pasien dengankedua sifat alergi dan non-alergi, sehingga asma dibagi kedalam 3 kategori,1) Asma alergi/ekstrinsik; 2) Asmanon-alergi/intrinsik; 3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paruobstruksif kronik.3

5

Menurut Global Initiative forAsthma (GINA) asma dibagi menjadi4 yaitu1 : − Asma intermitten, ditandai dengan : 1) gejala kurang dari 1 kaliseminggu; 2) eksaserbasi singkat; 3) gejala malam tidak lebih dari 2kali sebulan; 4) bronkodilator diperlukan bila ada serangan; 5) jikaserangan agak berat mungkinmemerlukan kortikosteroid; 6) APEatau VEP1 ≥ 80% prediksi; 7) variabiliti APE atau VEP1 < 20% − Asma persisten ringan, ditandai dengan : 1) gejala asma malam>2x/bulan; 2) eksaserbasi >1x/minggu, tetapi <1x/hari; 3)14eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur; 4) membutuhkanbronkodilator dan kortikosteroid; 5) APE atau VEP1 ≥ 80% prediksi;6) variabiliti APE atau VEP1 20-30% − Asma persisten sedang, ditandai dengan : 1) gejala hampir tiap hari;2) gejala asma malam >1x/minggu; 3) eksaserbasi mempengaruhiaktivitas dan tidur; 4) membutuhkan steroid inhalasi danbronkhodilator setiap hari; 5) APE atau VEP1 60-80%; 6) variabilitiAPE atau VEP1 >30% − Asma persisten berat, ditandai dengan : 1) APE atau VEP1 <60%prediksi; 2) variabiliti APE atau VEP1 >30%

Klasifikasi berdasarkan derajat berat serangan asma menurutGINA, dibagi menjadi tiga kategori1: 1). Asma ringan : asma intermitendan asma persisten ringan; 2) Asma sedang : asma persisten sedang; 3)Asma berat : asma persisten berat.Baru-baru ini, GINA mengajukan klasifikasi asma berdasarkantingkat kontrol asma dengan penilaian meliputi gejala siang, aktivitas,gejala malam, pemakaian obat pelega dan eksaserbasi. GINAmembaginya kedalam asma terkontrol sempurna, asma terkontrolsebagian, dan asma tidak terkontrol. 6

Tabel 2.2.Klasifikasi asma bronkial1

Tabel 2.3. Klasifikasi derajat beratnya serangan asma5 2.4. Faktor Resiko Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik 7

yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi, dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan2: a. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma. b. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma. Menurut WHO (2015) faktor risiko asma dibagi menjadi4: a. Faktor Pejamu (host) 1) Prediposisi genetik Banyak penelitian yang menunjukkan beragamnya jenis gen yang kemungkinan terlibat dalam patogenesis asma. Selain gen yang mempengaruhi asma, ada juga yang berhubungan dengan respon untuk pengobatan asma. Contohnya, variasi pada gen pengkode betaadenoreseptor berhubungan dengan perbedaan respon subjek terhadap β2 – agonis.1 2) Atopi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya 8

mempunyai keluarga inti yang juga menderita alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.6 3) Hiperesponsif jalan napas Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.6 4) Jenis kelamin Laki-laki lebih beresiko terkena asma ketika anak-anak. Sebelum berusia 14 tahun, prevalensi asma hampir mendekati 2 kali antara laki-laki dan perempuan. Semakin bertambahnya usia, perbedaan antara kedua jenis kelamin menjadi sedikit, dan saat dewasa, prevalensi wanita lebih besar dibandingkan laki-laki. Alasan antara perbedaan jenis kelamin ini belum jelas. Akan tetapi, ukuran paru pada laki-laki ketika lahir lebih kecil dibandingkan perempuan, namun lebih besar ketika dewasa.1 5) Obesitas Asma lebih sering ditemukan pada orang yang obesitas yaitu dengan BMI > 30 kg/m² dan lebih sulit untuk dikontrol. Orang obesitas dengan asma mempunyai fungsi paru yang rendah dan lebih komorbid dibandingkan dengan orang asma dengan berat badan normal.Bagaimana obesitas dapat memperberat perkembangan asma masih belum diketahui dengan jelas. Namun, dikemukakan bahwa obesitas bisa berdampak pada fungsi jalan nafas karena efeknya pada mekanisme paru, perngembangan status pro-inflamasi, genetik, perkembangan hormonal dan pengaruh fungsi neurogenik. Pada anggapan ini, pasien obesitas mempunyai 9

pengurangan volume cadangan respirasi dan pola bernafas yang mungkin dapat mengubah elastisitas otot polos dan fungsi saluran nafas.1 Meskipun mekanismenya belum diketahui dengan jelas, diduga peranan mediator seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.3Selain itu,obesitas Juga mempengaruhi faal paru seperti menurunkan kapasitas residu fungsional dan volume cadangan ekspirasi.Hal ini terjadi karena obesitas menyebabkan inflamasi kronis diseluruh tubuh, termasuk di paru. Inflamasi di paru inilah yang akan memicu timbulnya asma.7

b. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma 1) Alergen Alergen terdiri atas 2, yaitu alergen di dalam ruangan dan alergen diluar ruangan. Contoh alergen di dalam ruangan yaitu tungau debu rumah, alergen hewan (kucing, anjing, dan binatang pengerat), alergen kecoak dan jamur (alternaria, aspergilus, caldosporium, dan candida). Sedangkan untuk alergen di luar ruangan misalnya seperti serbuk, terutama dari pohon, gulma, rumput, jamur, dan ragi. Kedua alergen ini dapat menyebabkan kambuhnya penyakit asma.8

2) Bahan di lingkungan kerja Lebih dari 300 substansi yang dapat memicu timbulnya asma pada lingkungan kerja. Hal ini tergantung dari dimana seseorang penderita 10

asma tersebut bekerja, misalnya seseorang yang bekerja di rumah sakit dapat terpicu asmanya akibat desinfektan, yaitu sulfatiazon dan formaldehid.1 3) Asap rokok dari perokok aktif maupun pasif Merokok berhubungan dengan terjadinya perburukan penurunan fungsi paru

pada

pasien

asma,

meningkatkan

beratnya

asma,

dapat

menyebabkan penurunan respon pengobatan dengan inhalasi, dan glukokortikosteroid sistemik, serta mengurangi kemungkinan asma terkontrol.1 4) Polusi udara(dalam dan luar ruangan) Ada 2 polutan di luar ruangan yang penting yaitu : industrial smog (sulfur dioxide, particular complex) dan photocemical smog (ozon dan nitrogen

oxida).

Teknologi

konstruksi

modern

telah

dicurigai

menyebabkan polusi di dalam ruangan, karena sebanyak ± 50 % pada gedung-gedung hemat energi, kurang terjadi pertukaran udara bersih. Polusi di dalam ruangan termasuk memasak dan pemanas ruangan, produk isolasi, cat, dan vernis yang mengandung formaldehid dan isocyanite juga dapat menyebabkan kambuhnya penyakit asma.8 5) Infeksi saluran pernapasan Beberapa virus bisa terkait dengan fenotip asma. Respiratory Syncitial Virus(RSV) dan virusparainfluenza dapat menyebabkan bronkiolitis yang secara paralel menunjukkan gejala asma. Hipotesismengenaihigienitas yang mempengaruhi terhadapperkembangan sistem imun, terutama pada anak juga dapat memicu terjadinya asma.1 11

Berbagai virus lainnya yang menyerang saluran napas antara lain Corona Virus. Selain itu, infeksi saluran napas oleh bakteri atipik seperti Mycoplasma Pneumoniae dan Chlamidophyla serta infeksi paru oleh jamur Aspergillus juga dapat menyebabkan asma bahkan memperberat gejala asma.9 c. Faktor lingkungan yang mencetuskan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma menetap4 1) Alergen di dalam dan di luar ruangan 2) Polusi udara di dalam dan di luar ruangan 3) Infeksi pernapasan 4) Exercise dan hiperventilasi 5) Perubahan cuaca 6) Sulfur dioksida 7) Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan 8) Ekspresi emosi yang berlebihan 9) Asap rokok 10) Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray) 2.5. Patogenesis Asma Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.

12

Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.4 a. Inflamasi Akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. 4 1) Reaksi Asma Tipe Cepat Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.4 2) Reaksi Fase Lambat Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag. 4

b. Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus. 4 - Limfosit T

13

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersamasama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.4 - Epitel Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan

a.l 15-HETE, PGE2 pada

penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul

adhesi,

endothelin,

nitric

oxide

synthase,

sitokin

atau

khemokin.Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mastcell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel.4 - Eosinofil Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNFalfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil 14

peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas. 4 - Sel Mast Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF. 4

Gambar 1. Patogenesis asma2 Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE 15

terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran nafas.6 Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 1015 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci fdalam patogenesis asma.6 Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin GenRelated Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel inflamasi.6 16

Gambar 2. Mekanisme dasar kelainan asma2

Gambar 3.Mekanisme inflamasi akut dan kronik pada asma dan proses remodeling.2

2.6. Gambaran Klinis

17

Asma merupakan sindrom yang diakibatkan oleh berbagai mekanisme yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk obstruksi jalan pernapasan reversible. Sebagai sindrom episodik, terdapat interval asimtomatik diantara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting pada sindrom ini seperti dispnea, wheezing, obstruksi jalan pernapasan reversible terhadap bronkodilator, bronkus yang hipersensitif terhadap stimulus yang spesifik ataupun tidak spesifik, dan peradangan saluran pernapasan. Semua ciri diatas tidak harus terdapat bersamaan.10 Serangan asma ditandai dengan sesak napas, batuk, dan wheezing. Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya pulsus paradoksus, timbulnya Kusmaul’s sign. Pasien akan mencari posisi yang nyaman, yaitu duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap stabil, biasanya berpegangan pada lengan kursi, dengan begitu otot napas tambahan dapat bekerja dengan lebih baik. Takikardia akan muncul pada awal gejala, kemudian dapat diikuti sianosis sentral (jarang).10

Gambar 4.Hubungan antara inflamasi akut, kronik, dan airway remodelingdengan gejala klinis.2

2.7. Diagnosis 18

1) Anamnesis Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah dan berair (konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rhinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan9 apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain beludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak seperti bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang merokok, di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien, apakah ada beta blocker, aspirin, atau steroid.6

Gejala khas untuk asma yang jika ada maka menigkatkan kemungkinan pasien memiliki asma, yaitu 4.: - Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat) khususnya pada dewasa muda - Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari - Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya - Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, pajanan allergen, perubahan cuaca, tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang sangat tajam.

2) Pemeriksaan fisik 19

Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan: napas cepat sampai sianosis, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan dada.6 Abnormalitas yang paling sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, tetapi ini bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa.Mengi dapat juga tidak terdengar selama eksaserbasi asma yang berat karena penurunan aliran napas yang dikenal dengan “silent chest”.4

3)

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yangdiperlukan untukdiagnosis asma 2:    

Pemeriksaan fungsi/faal parudengan alatspirometer Pemeriksaan aruspuncakekspirasi dengan alatpeakflowratemeter Ujireversibilitas (dengan bronkodilator) Ujiprovokasi bronkus, untukmenilaiada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.  UjiAlergi (TestusukkulitIskinpricktest)untukmenilaiadatidaknya alergi.  Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

Diagnosis pasti asma ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan spirometri.Adanya bukti penurunan rasio dari nilai Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1) terhadap Force vital capacity (FVC) merupakan tanda dari asma. Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥15 % rasio APE sebelum dan sesudah pemberian inhalasi salbutamol.4 a) Pemeriksaan Jasmani2 20

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat

normal.

Kelainanpemeriksaanjasmaniyangpalingsering

ditemukanadalahmengipadaauskultasi.Pada sebagianpenderita,auskultasidapatterdengarnormalwalaupun padapengukuranobjektif(faal paru)telahterdapatpenyempitanjalannapas.Padakeadaanserangan, kontraksiototpolos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang

lebih

besar

untuk

mengatasi

menutupnya

salurannapas.Halitumeningkatkankerjapernapasandanmenimbulkantandaklinisber upa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengihanya terdengar

pada

waktu

ekspirasipaksa.Walaupundemikianmengidapattidakterdengar(silentchest)padasera ngan

yangsangatberat,tetapibiasanyadisertai

gejalalainmisalnyasianosis,gelisah,sukarbicara,

takikardi,

hiperinflasi

dan

penggunaan otot bantu napas

b) FaalParu2 Umumnya penderitaasmasulit menilai beratnya gejaladan persepsi mengenai asmanya

,

demikianpuladoktertidakselaluakuratdalam

menilaidispneadanmengi;sehinggadibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara

lain

untuk

menyamakan

persepsi

dokter

dan

penderita,danparameterobjektif menilaiberatasma.Pengukuranfaalparudigunakanuntuk menilai:  obstruksi jalan napas  reversibiliti kelainan faal paru  variabiliti faal paru, sebagai penilaiantidak langsung hiperes-ponsif jalan napas Banyakparameterdanmetodeuntukmenilaifaal paru,tetapiyangtelahditerimasecaraluas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE). 1) Spirometri 21

Pengukuranvolumeekspirasipaksadetikpertama(VEP1) dankapasitivitalpaksa(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur

yang

standar.

Pemeriksaan

itu

sangatbergantungkepadakemampuanpenderitasehinggadibutuhkaninstruksioperato ryang

jelasdankooperasipenderita.Untukmendapatkannilai

yangakurat,diambilnilaitertinggidari2-3nilaiyangreproducibledanacceptable. Obstruksijalannapasdiketahuidarinilairasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1< 80% nilai prediksi. Manfaat pemeriksaan spirometri dalamdiagnosis asma : • ObstruksijalannapasdiketahuidarinilairasioVEP1/KVP<75%atau VEP1<80%nilai prediksi. • Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1

≥ 15% secara spontan, atau

setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma •

Menilai derajat berat asma

2) Arus Puncak Ekspirasi (APE) Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan

yang

lebih

sederhana

yaitu

dengan

alatpeakexpiratoryflowmeter(PEFmeter)yangrelatifsangatmurah, mudahdibawa,terbuatdariplastikdanmungkintersediadiberbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahamibaikolehdoktermaupunpenderita,sebaiknya digunakanpenderitadirumahsehari- hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderitadan instruksi yang jelas. Cara pemeriksaan variabiliti APE harian Diukurpagihariuntukmendapatkannilaiterendah,danmalamhariuntukmend apatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara : • Bilasedangmenggunakanbronkodilator,diambilvariasi/perbedaannil 22

aiAPEpagihari

sebelum

harisebelumnyasesudahbronkodilator.

bronkodilatordannilaiAPEmalam Perbedaannilaipagisebelum

bronkodilatordanmalam sebelumnyasesudahbronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

APE malam - APE pagi Variabiliti harian =--------------------------------------------x 100 % 1/2 (APE malam+ APE pagi) • MetodelainuntukmenetapkanvariabilitiAPEadalahnilaiterendahAP Epagisebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malamhari). Contoh : Selama1minggusetiapharidiukurAPEpagidanmalam ,misalkandidapatkanAPEpagi

terendah300,danAPEmalam

tertinggi400;makapersentasedarinilaiterbaik(%ofthe recentbest)adalah300/400=75%.Metode tersebutpalingmudahdanmungkindilakukan untuk menilai variabiliti. c) Uji provokasi Bronkus2 Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengangejalaasmadanfaalparunormalsebaiknyadilakukanujiprovokasibronkus Pemeriksaanujiprovokasibronkus

mempunyaisensitiviti

yang

tinggi

.

tetapi

spesifisiti rendah,artinyahasilnegatifdapatmenyingkirkandiagnosisasmapersisten,tetapi hasil selaluberartibahwapenderitatersebutasma.Hasilpositifdapatterjadipada

positiftidak penyakit

lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik. 23

d) Pengukuran Status Alergi2 Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit

atau

pengukuranIgEspesifikserum.

Ujitersebutmempunyainilaikeciluntukmendiagnosis asma,

tetapi

membantu

mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan

dalampenatalaksanaan.

Ujikulitadalahcarautamauntukmendiagnosisstatus

alergi/atopi,

umumnya

dilakukandenganprick test.Walaupunujikulitmerupakancarayangtepatuntukdiagnosis atopi, tetapi juga dapat

menghasilkan

positif

maupun

negatifpalsu.

Sehingga

konfirmasi

terhadappajananalergenyang relevandan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan

(antara

lain

dermatophagoism,

dermatitis/kelainankulitpadalengantempatujikulit,dan

lain-lain).

Pemeriksaan

kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalamdiagnosis alergi/ atopi. 2.8. Penatalaksanaan Asma2 Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2004, ada 7 komponen program penatalaksaan asma dimana 6 diantaranya menyerupai komponen pengobatan yang dianjurkan oleh GINA dan ditambah satu komponen yaitu

pola

hidup

sehat.

ditujukanuntukmengatasidanmencegahgejalaobstruksijalan

Medikasiasma nafas,

terdiriatas

pengontrol dan pelega. a. Pengontrol2 Pengontroladalahmedikasiasmajangkapanjang

untukmengontrolasma,

diberikan setiaphari untuk mencapaidanmempertahankankeadaanasmaterkontrol padaasmapersisten.Pengontrolsering

disebutpencegah,yang

termasukobat

pengontrol adalah: 1) Glukokortikosteroid inhalasi 24

Kortikosteroid inhalasi bertujuan untuk menekanproses inflamasi dan komponen yangberperan dalam remodelingpadabronkusyangmenyebabkanasma. Glukokortikosteroidinhalasiadalahmedikasijangkapanjangyang untukmengontrolasma.Berbagaipenelitian

menunjukkan

palingefektif penggunaansteroid

inhalasimenghasilkanperbaikan faalparu, menurunkanhiperesponsif jalannafas, mengurangigejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitashidup.Efeksamping adalahefek samping lokalsepertikandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas. 2) Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberianmelaluioralatauparenteral. Kemungkinandigunakansebagai pengontrol

padakeadaan

asma

persisten

berat,tetapipenggunaannyaterbatas

mengingatrisiko efek sistemik.Untuk jangkapanjang,lebihefektifmenggunakan steroidinhalasidaripadasteroidoralselang sehari. 3) Kromolin (sodiumkromoglikat dan nedokromil sodium) Mekanismeyang pastibelumsepenuhnyadipahami, tetapidiketahuimerupakan antiinflamasi nonsteroid,menghambat pelepasanmediator dari selmastmelalui reaksiyang diperantaraiIgEyang bergantung padadosisdanseleksisertasupresi pada sel

inflamasi

tertentu

(makrofag,

eosinofil,

monosit),

selain

juga

kemungkinanmenghambat saluran kalsium padasel target. Pemberiannyasecara inhalasi,digunakan sebagai pengontrol padaasma persistenringan.Efek samping umumnyaminimalsepertibatukataurasatidakenakobatsaatmelakukaninhalasi. 4) Metilsantin Teofilinadalahbronkodilatoryang jugamempunyaiefekekstrapulmonerseperti antiinflamasi.

Sebagai

pelega,

teofilin/aminofilin

bersama/kombinasi dengan agonis β2 bronkodilatorjika

kerja

oral

diberikan

singkat, sebagai

alternatif

dibutuhkan.Teofilinatauaminofilindapat

digunakansebagaiobatpengontrol,dimana

pemberianjangka

panjangefektif

mengontrolgejaladanmemperbaikifaalparu. 5) Agonis β2kerjalama Termasukagonisβ2

kerjalamainhalasiadalahsalmoteroldanformoterolyang

mempunyaiwaktukerjalama(>12jam).Padapemberian efek

antiinflamasi,

walau

kecil

dan

jangka lamamempunyai mempunyai

efekprotektif 25

terhadaprangsangbronkokonstriktor.

Pemberian

inhalasiagonisβ2

kerjalamamenghasilkanefekbronkodilatasiyanglebihbaik

dibandingkan

preparatoral.Karenapengobatanjangkapanjang kerjalamatidakmengubahinflamasiyang

denganagonisβ2 sudahada,makasebaiknyaselalu

dikombinasidenganglukokortikosteroidinhalasi,dimana kerja

lama

penambahan

agonisβ2

inhalasiakanmemperbaikigejala,menurunkanasmamalam,

memperbaikifaalparu,menurunkankebutuhanagonisβ2kerja singkat(pelega) dan menurunkanfrekuensi seranganasma. 6) Leukotriene modifiers Obatinimerupakananti asmayang relatifbarudanpemberiannyamelaluioral. Mekanisme kerjanya menghambat5-lipoksigenase sehingga membloksintesis semua leukotrien(contohnyazileuton) atau memblokreseptor-reseptor leukotrien sisteinil pada Mekanisme

sel target (contohnya kerja

montelukas, pranlukas,

tersebutmenghasilkan

zafirlukas).

efekbronkodilatorminimaldan

menurunkan bronkokonstriksiakibat alergen, sulfurdioksida danexercise.Selain bersifat bronkodilator, jugamempunyai efek antiinflamasi. b. Pelega2 1) Agonis β2kerjasingkat Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol mempunyaionsetcepatdandurasiyanglama.Pemberiandapatsecarainhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidakada. relaksasiototpolossaluran

Mekanismekerjasebagaimana nafas,meningkatkan

agonisβ2yaitu pembersihanmukosilier,

menurunkan permeabilitas pembuluh darahdanmemodulasi pelepasanmediator dariselmastdanbasofil.Efeksampingnyarangsangankardiovaskular,tremor ototrangka

danhipokalemia.Pemberiansecara

inhalasijauhlebihsedikit

menimbulkan efek samping.

2) Metilsantin Termasukdalambronkodilatorwalaupunefekbronkodilatasinya dibandingkanagonisβ2kerja

singkat.Teofilinkerja

lebihlemah

singkattidakmenambahefek 26

bronkodilatasiagonisβ2 untukrespiratory

kerjasingkatdosisadekuat,tetapimempunyaimanfaat

drive,memperkuatfungsiototpernafasandanmempertahankan

responterhadapagonisβ2 kerjasingkatdiantarapemberiansatudengan berikutnya. 3) Antikolinergik Pemberiannyasecara

inhalasi.Mekanismekerjanyamemblokefekpelepasan

asetilkolin dari sarafkolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi denganmenurunkantonuskolinergikvagalintrinsik,selainitujuga

menghambat

refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan..Efek sampingberupa rasakering di mulutdan rasapahit. 4) Adrenalin Dapat

sebagai

pilihanpadaasma

eksaserbasi

sedangsampai

berat,

bilatidak tersedia agonisβ2, atau tidak respon dengan agonisβ2kerjasingkat.

27

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Serangan Asma di rumah2

Gambar 2 Algoritma Penaatalaksanaan Asma di rumah sakit11

28

Gambar 3 Monitoring Asma Secara Mandiri2 2.9.Diagnosis Banding5 a. Bronkitis kronik Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelmaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, datap ditemukan sianosis dan tanda-tanda cor pulmonal. b. Emfisema paru Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada 29

emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi. c. Gagal jantung kiri akut Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paroxyismal nokturnal dyspnea. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Disamping ortopnea pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. d. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-natuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.

2.10. Prognosis Prognosis asma umumnya baik apabila terkontrol. Apabila tidak terkontrol makan dapat timbul komplikasi penyakit paru. 2.11.

Komplikasi11 - Gagal napas - PPOK - Pneumotoraks - Emfisema subkutan pada asma berat - Komplikasi psikologis dapat terjadi apabila sesak napas pada asma menyebabkan serangan panik dan kecemasan yang dapat memperburuk eksaserbasi asma 30

-

Pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko gangguan kehamilan seperti eklamsia.

31

BAB 3 KESIMPULAN Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus, adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi diIndonesia, Menurut Global Initiative forAsthma (GINA) asma dibagi menjadi4 yaitu1 : asma persisten, asma intermitten, asma persisten sedang, asma persisten berat. Faktor risiko asma bermacam-macam yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras serta faktor lingkungan seperti alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi, dan besarnya keluarga. Untuk tatalaksana berdasarkan derajat asma ringan-berat. Semakin cepat ditatalaksana maka semakin baik prognosis asma dan tentu sajakemungkinan untuk terjadi komplikasi sangat sedikit.

32

DAFTAR PUSTAKA

1.

Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and prevention. 2018. 33

2.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Balai pustaka Cetakan ke II . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta; 2006. p. 2-104.

3.

American Thoracic Society. Patient Information Series: What is Asthma?. Am J Respir Care Med 2013; 188 : 7-8.

4.

Setiawan, Kayan. Asma Bronkial. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Madya. RSUP Sanglah : Denpasar; 2018. p. 2-24

5.

Sukamto, Sundaru, H. Asma Bronkial, Dalam: Sudowo, AW. Setiyohadi, B.Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI. Interna Publishing: Jakarta ; 2014. p. 478-94.

6.

Rengganis, I. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Majalah Kedokteran Indonesia 2008; 58 (11).

7.

Dixon AE, Holguin F, Sood A, Salome CM, Pratley RE, Beuther DA, et al. An official American Thoracic Society Workshop report : Obesity and Asthma. Proc Am Thorac Soc 2010; 7:325-35.

8.

Wibisono, M Jusuf, Winariani, Slamet H. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK-UNAIR : Surabaya; 2010.

9.

Danusantoso H. Asthma. Dalam : Suyono YJ (eds). Buku saku ilmu penyakit paru Edisi 2. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta; 2012. p. 233-65.

10.

Putra, SP. Hubungan Derajat Merokok Dengan Derajat Eksaserbasi Asma Pada Pasien Asma Perokok Aktif di Bangsal Paru RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2007 – 2010. 2012. Jurnal Kesehatan Andalas 2013; 2(3): 170-74.

11.

Sundaru, H. Sukamto. Asma Bronkial, Dalam: Sudowo, AW. Setiyohadi, B.Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat. Interna Publishing: Jakarta; 2006. p. 247-252.

34

Related Documents

Css Asma Bab 1-3.docx
April 2020 2
Bab I Asma
October 2019 15
Asma'
June 2020 38
Asma
November 2019 62
Css
November 2019 69
Css
May 2020 44

More Documents from ""