ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAKDENGAN BATUK BUKAN PNEUMONIA DI PUSKESMAS UMBULHARJO II KOTA YOGYAKARTA CASE STUDY RESEARCH
Disusun oleh: Yuni Susanti 1810104144
PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA ii
HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAKDENGAN BATUK BUKAN PNEUMONIA DI PUSKESMAS UMBULHARJO II KOTA YOGYAKARTA
CASE STUDY RESEARCH Disusun oleh: Sumiati 1710104391
Disusun Untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Terapan Program Studi Kebidanan Jenjang Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan Di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Oleh : Pembimbing Tanggal Tanda Tangan
: Mei Muhartati, S.Si.T., M.Kes : :
iii
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAKDENGAN BATUK BUKAN PNEUMONIA DI PUSKESMAS UMBULHARJO II KOTA YOGYAKARTA CASE STUDY RESEARCH
Disusun Oleh: Istiqomah 1710104393
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji dan Diterima Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Terapan Program Studi Kebidanan Jenjang Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Pada tanggal : ...................
Penguji
Pembimbing
(Sholaikhah Sulistyoningtyas, S.ST., M.Kes)
iv
(Mei Muhartati, S.Si.T., M.Kes)
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh. Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Case Study Research dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Balita Sakit Dengan Batuk Bukan Pneumonia Di PuskesmasUmbulharjo II Yogyakarta”. Case Study Research ini diajukan untuk melengkapi sebagian syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan. Dalam menyusun Case Study Research ini peneliti banyak mendapatkan dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesemapatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada: 1. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Rektor Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta. 2. M. Ali Imron, M.Fis.,selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta. 3. Fitria Siswi Utami, S.Si.T., MNS., selaku Ketua Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IVFakultas Ilmu Kesehatan Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta. 4. Mei Muhartati, S.Si.T., M.Kes selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dalam penyusunan Case Study Research ini. 5. Sholaikhah Sulistyoningtyas, S.ST., M.Kes selaku dosen penguji Case Study Research. 6. Drg.Sri Kussutiastuti selaku kepala Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta 7. Orang tua yang selalu memberi doa dan dukungan baik materi maupun immateri untuk terus maju dalam mencapai apa yang dicita-citakan peneliti. 8. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyusunan Case Study Research. Peneliti menyadari segala kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan Case Study Research ini. Oleh karena itu, saran dan keritik yang sifatnya membangun dari pembaca sangat bernilai bagi peneliti untuk menyempurnakan Case Study Research, peneliti berharap semoga Case Study Research ini dapat bermanfaat bagi semua, Amiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yogyakarta, Maret 2018
Peneliti
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah .......................................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................................. C. Batasan Masalah ..................................................................................... D. Tujuan Laporan Kasus ............................................................................ E. Manfaat Laporan Kasus .......................................................................... F. Ruang Lingkup ....................................................................................... G. Keaslian Studi Kasus .............................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................................ B. Ayat Al-Qur’an dan Hadist .................................................................... C. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan SOAP ....................................... D. Asuhan Kebidanan.................................................................................. E. Kompetensi Bidan .................................................................................. F. Kerangka Alur Fikir ............................................................................... BAB III METODOLOGI STUDI KASUS A. Jenis Penelitian ..................................................................................... B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... C. Subyek Studi Kasus ............................................................................. D. Pengumpulan Data ............................................................................... E. Uji Keabsahan Data.............................................................................. F. Analisa data .......................................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Puskesmas Umbulharjo II Yogyakarta ................... B. Gambaran Subyek Penelitian ............................................................... C. Implementasi ........................................................................................ D. Evaluasi ................................................................................................ E. Pembahasan .......................................................................................... F. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ BAB V PENUTUP A. Simpulan .............................................................................................. B. Saran .................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
i ii iii iv v vi vii viii 1 5 5 5 6 7 8 10 16 16 18 19 22 23 23 23 24 25 27 29 30 34 42 43 49 50 50
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6
Tabel gambaran Umum ssSubyek Penelitian ................................ Tabel Observasi Pemeriksaan Fisik .............................................. Analisis PICOT ............................................................................. Tabel Data Pasien Pertama Kali Datang ....................................... Tabel Data Pasien Follow up ke-1 ................................................ Tabel Data Pasien Followup ke-2 ................................................. Tabel Data Pasien Follow up ke-3 ................................................ Evaluasi kasus ...............................................................................
vii
33 34 35 37 40 43 46 49
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pathway ...................................................................................... Gambar 2.2 Kerangka Alur Fikir .....................................................................
viii
25 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 2
: Lembar Informed Consent
Lampiran 3
: Lembar Hasil Asuhan Kebidanan pada Balita Sakit
Lampiran 4
: Lembar Data Perkembangan
Lampiran 5
: Tabel Rasionalisasi Tindakan
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit. (http://www.ichrc.org/42-pneumonia). Dalam MTBS/IMCI, anak dengan batuk di”klasifikasi”kan sebagai penyakit sangat berat (pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap; pneumonia yang berobat jalan, dan batuk: bukan pneumonia yang cukup diberi nasihat untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan dalam diagnosis pneumonia dalam buku ini dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di rawat inap dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan (http://fk.uns.ac.id/static/filebagian/Modul_MTBS). Pneumonia merupakan penyakit yang menyerang saluran pernafasan bagian bawah, jadi secara sederhana pneumonia merupakan infeksi akut saluran pernafasan bawah. Masyarakat awam menyebut kondisi ini sebagai paru-paru basah. Pneumonia banyak menyerang anak – anak dan balita hampir di seluruh dunia. Pada negara berkembang penyakit ini menyerang hingga 30 % anak – anak di bawah usia 5 tahun
1
2 dengan resiko kematian yang tinggi. Pneumonia pada anak biasanya muncul dalam bentuk bronkopneumonia (https://mediskus.com/penyakit/pneumonia-pada-anak) . Penyakit ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan seperti pencemaran udara dalam rumah, ventilasirumah, dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikankesehatan seperti merokok dalam keluarga (Maryunani, 2010). Batuk merupakan mekanisme reflex yang sangat penting untuk menjaga jalan napas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan napas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan oleh reflex batuk tetapi juga gumpalan darah dan benda asing (Djojodibroto, D. 2009). Kebijakan Pemerintah dalam Kesehatan anak adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Berbasis Masyarakat .Kesulitan akses pelayanan kesehatan pada beberapa daerah di Indonesia menyebabkan masih tingginya kematian neonatal, bayi, dan anak balitadalam rangka pemberian akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada beberapa daerah kesulitan akses di Indonesia, perlu melibatkan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan kesehatan neonatal, bayi dan anak balita berdasarkan standar dan ketentuan yang berlaku (hukor.kemkes.go.id) Pengobatan yang dilakukan untuk menangani batuk diantaranya bisa dengan pengobatan medis dan pengobatan tradisional. World Health Organization (WHO)
3 merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Negara Cina dari total konsumsi obat, sebesar 30 sampai 50 persen menggunakan obat-obat tradisional (WHO, 2003 dalam Ramadhani A.P, dkk 2014). Menurut Nelson dan Couto (2009) madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya dari nektar bunga. Penelitian oleh Department of Pediatrics di Amerika, madu merupakan salah satu pengobatan tradisional yang unggul untuk gejala ISPA, diantaranya dapat menurunkan keparahan batuk dan dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari (Ramadhani, A.P, dkk 2014). Al-quran surah An-Nahl (lebah) ayat 69 menjelaskan tentang manfaat madu, yang artinya “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir.” Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Umbulharjo 2 didapatkan data jumlah pasien batuk bukan pneumoniadi Poli Umum Puskesmas Umbulharjo 2 Kota
4 Yogyakarta pada tanggal 25 April 2018 sebanyak 8 pasien. Dari 8 pasien tersebut, balita dengan batuk bukan pneumonia berjumlah 3 orang. B. Batasan Masalah Pada studi kasus ini berfokus pada penatalaksanaan masalah batuk bukan pneumonia pada anak di Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang diambil adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Anak dengan Batuk bukan Pneumonia di Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta?” D. Tujuan 1. Tujuan Umum Melakukan asuhan kebidanan pada anak secara komprehensif
di Puskesmas
Umbulharjo II Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik 2 balita dengan batuk bukan pneumonia b. Memberikan intervensi madu pada balita dengan batuk bukan pneumonia c. Menganalisa 2 kasus balita dengan batuk bukan pneumonia d. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pada balita dengan batuk bukan pneumonia setelah diberikan intervensi. E. Manfaat 1. Bagi Masyarakat Diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat dalam rangka meringankan Batuk bukan Pneumonia pada masyarakat.
5
2. Bagi Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta Dapat digunakan untuk referensi dalam meningkatkan program pelayanan dalam menangani Batuk Bukan Pneumonia. 3. Bagi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Menjadi bahan tambahan untuk pengetahuan dan informasi pada kasus batuk bukan pneumonia dan penanganannya. F. Ruang Lingkup 1. Lingkup Materi Lingkup
materi
dalam
penelitian
ini
meliputipenatalaksanaan
asuhan
komprehensif pada anak batuk bukan pneumonia.Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi paling mematikan untuk anak usia balita. Deteksi lebih awal, pneumonia lebih cepat ditangani dan anak memiliki peluang untuk sembuh lebih besar(Iptek kesehatan, 2012)
2. Lingkup Responden Responden dalam penelitian ini dilakukan pada anakyang mengalami batuk bukan pneumonia di Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta. 3. Lingkup Waktu Penelitian ini dilakukantanggal25 April– 30 April 2018. 4. Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan diPuskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta.. Berdasarkan studipendahuluan di Puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta
6 didapatkan data jumlah pasien batuk bukan pneumoniadi poli umum pada tanggal25 April 2018 sebanyak 8 pasien. G. Keaslian Penelitian 1. Rokhaindah, dkk (2015) dengan judul Madu Menurunkan Frekuensi Batuk pada Malam Hari dan Meningkatkan Kualitas Tidur Balita Pneumonia. Desain penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu pretest posttest with non equivalent control group dengan tiga puluh enam responden yang diambil secara consecutive sampling. Hasil analisis data menggunakan independent t-test yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor batuk (p< 0,001; CI 95% 1,82–3,37) dan peningkatan kualitas tidur yang bermakna (p< 0,001; CI 95% 0,66–1,67) saat posttest pada kelompok yang mendapatkan madu dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peneliti merekomendasikan pemberian madu bagi balita pneumonia sebagai terapi komplementer yang aman untuk mengatasi batuk Persamaan
: pemberian intervensi madu
Perbedaan
: desain penelitian, populasi, sampel penelitian dan waktu penelitian
2. Ramadhani N.A, dkk (2014) dengan judul Efektifitas Pemberian Minuman Jahe Madu Terhadap Keparahan Batuk Pada Anak dengan ISPA. Metode penelitian ini adalah pendekatan kuasi eksperimental dengan kelompok kontrol non-ekuivalen. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rumbai sampai 52 anak batuk dengan ISPA. Ada populasi penelitian ini dibagi menjadi kelompok eksperimen dengan 26 anak dan kelompok kontrol dengan 26 anak. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan pengamatan kecukupan batuk. Data dianalisis dengan uji t independen, hasilnya menunjukkan
7 bahwa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tanpa pemberian madu jahe diperoleh nilai p (0,001)> α (0,05). Persamaan
: sasaran intervensi pada anak
Perbedaan
: pemberian intervensi, desain penelitian, populasi dan sampel, waktu penelitian
3. Saminan (2015) dengan judul Nilai Spirometri Penderita Batuk Setelah Minum Seduhan Asam Jawa (Tamarindus India L.)Sebagai Obat Tradisional. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimen. Sampel dalam penelitian ini Delapan puluh orang wanita tidak hamil, yang terdiri dari 40 wanita penderita batuk dan 40 wanita sehat di Kabupaten Aceh Besar. Subjek dipilih dengan menggunakan nonrandom sampling. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa minum seduhan Asam Jawa sebagai obat batuk tradisional terbukti dapat meningkatkan nilai spirometri sehingga pernapasan lancar Persamaan
: tidak ada persamaan
Perbedaan
: pemberian intervensi, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, waktu dan tempat penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Batuk a. Definisi Batuk Batuk merupakan mekanisme reflex yang sangat penting untuk menjaga jalan napas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lender yang menumpuk pada jalan napas. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan oleh reflex batuk tetapi juga gumpalan darah dan benda asing (Djojodibroto, 2009). Batuk merupakan proses ekspirasi (penghembusan nafas) yang eksplosif yang memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran pernafasan dari adanya benda asing yang mengganggu. Batuk bukanlah suatu penyakit melainkan suatu tanda atau gejala adanyaganggan pada saluran pernafasan. Selain itu, batuk juga merupakan jalur penyebaran infeksi. Batuk dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, mengganggu kehidupan normal, dan rasa khawatir terhadap penyebab batuk (Ikawati, 2011). b. Etiologi Pemicu batuk adalah adanya berbagai iritan yang memasuki saluran nafas melalui inhalasi (asap, debu, atau asap rokok, makanan yang tidak sehat) atau melalui inhalasi (sekresi jalan nafas, benda asing, atau isi lambung). Batuk karena iritasi karena sekresi jalan nafas (seperti postnasal drip) atau isi lambung biasanya faktor pemicunya tidak dikenal dan batuknya bersifat persisten. Jika terus terpapar oleh iritan maka dapat memicu batuk dan sensitifitas jalan nafas 8
9 meningkat. Infeksi pernafasan karena virus maupun bakteri yang menyebabkan inflamasi, konstriksi, dan kompresi jalan nafas juga dapat menyebabkan batuk. Adanya kelainan pada jantung, yaitu gagal jantung kongestif, juga dapat menimbulkan batuk karena adanya edema di daerah peribronkial dan interstisial (Ikawati, 2011). c. Patofisiologi Batuk membantu membersihkan jalan nafas saat ada banyak partikelpartikel asing yang terhirup, lendir dalam jumlah yang berlebihan, dan jika ada substansi abnormal pada jalan nafas, seperti cairan edema atau nanah. Refleks batuk dimulai dengan adanya stimulasi pada reseptor, dimana reseptor batuk merupakan golongan reseptor yang secara cepat beradaptasi terhadap adanya iritan. Ada ujung syaraf yang berlokasi di dalam epitelium di hampir sepanang saluran nafas yang paling banyak dijumpai pada dindng posterior trakea, karina, dan daerah percabangan saluran nafas utama. Pada bagian faring juga terdapat reseptor batuk yang dapat dipicu oleh adanya stimulus kimia maupun mekanis. Reseptor mekanis sensitif terhadap sentuhan an perubahan; terkonsentrasi di laring, trakea, dan karina. Reseptor kimia sensitif pada adanya gas dan baubauan berbahaya; terkonsentrasi di laring, bronkus, dan trakea (Ikawati, 2011). d. Mekanisme batuk Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Reseptor batuk terdapat pada farings,
10 larings, trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung, dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa otot farings, larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka, dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal (Supriyatno, 2010). Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk kembali maka fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk (Supriyatno, 2010). Menurut Guyton dan Hall (2008), mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : 1) Fase iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat
11 menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. 2) Fase inspirasi Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut
dan
diafragma,
sehingga
dimensi
lateral
dada
membesar
mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial. 3) Fase kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm H2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka. 4) Fase ekspirasi/ ekspulsi Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan
12 bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara. e. Klasifikasi Batuk Secara umum penyakit batuk dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu batuk produktif dan batuk tidak produktif. Pengelompokan ini didasarkan pada ada dan tidaknya dahak yang diproduksi oleh si penderita. 1) Batuk Produktif Masyarakat umumnya menebutnya dengan sebutan batuk berdahak. Batuk berdahak adalah batuk yang disertai dengan dihasilkannya dahak. Batuk berdahak sangat mengganggu karena terasa gatal dan dahak akan keluar seiring dengan batuk. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh alergi dan disertai flu. 2) Batuk Tidak Produktif Batuk tidak produktif, atau batuk tidak berdahak atau disebut juga batuk kering, adalah jenis batuk yang tidak disertai produksi dahak yang berlebihan. Adapun jenis batuk berdasarkan berapa lama batuk tersebut bertahan yaitu: 1) Batuk Akut Batuk akut merupakan jenis batuk yang berlangsung kurang dari 2 minggu. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh masuk angin, influenza, atau infeksi sinus.
13
2) Batuk Kronik Batuk kronik merupakan jenis batuk yang bertahan selama lebih dari 2 minggu, bahkan ada juga yang menahun. Jenis batuk ini juga terjadi secara berulang. Penyebab batuk kronik antara lain adalah asma, TB, dan batuk rejan. Batuk rejan dapat dicegah sejak dini dengan cara memberikan imunisasi DPT. f. Penanganan Batuk 1) Memberikan kemoprofilaksis (pelega tenggorokan/pereda batuk) pada anak dengan infeksi pernapasan akut dan anak dengan mengi 2) Memperbaiki nutrisi atau mempertahankan pemberian nutrisi yang baik 3) Menjaga kebersihan 4) Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan, lingkungan berasap rokok dan polusi di luar ruangan. 5) Mengurangi penyebaran kuman dan mencegah penularan langsung dengan cara menjauhkan anak dari penderita batuk. 6) Memperbaiki cara-cara perawatan anak. Usaha untuk mencari pertolongan medis, memberikan pendidikan pada ibu tentang cara perawatan anak yang baik (WHO, 2010). g. Faktor yang dapat meringankan batuk Menurut Eveline, Djamaludin (2010) ada beberapa cara untuk meringankan batuk diantaranya :
14 1) Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi iritasi, rasa gatal dan 2) Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin 3) Menghindari paparan udara dingin 4) Menghindari rokok dan asap rokok karena dapat mngiritasi tenggorokan sehingga dapat memperparah batuk 5) Menggunakan zat-zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau permen hisap pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk dan mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput lendir 6) Istirahat yang cukup berguna untuk meningkatkan ketahan tubuh 2. MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh WHO merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Upaya ini
15 tergolong
lengkap
untuk
mengantisipasi
penyakit-penyakit
yang
sering
menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. a. Strategi MTBS Strategi MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu: 1) Komponen I: Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih). 2) Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat kabupaten/kota). 3) Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat), yang dikenal sebagai 'MTBS berbasis Masyarakat. b. Sejarah Penerapan MTBS di Indonesia Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai
16 perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut. c. Latar Belakang Perlunya Penerapan MTBS di Indonesia Menurut data hasil Survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga saat ini (SKRT 1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/masalah kesehatan yang banyak menyerang bayi dan anak balita masih berkisar pada penyakit/masalah yang kurang-lebih sama yaitu gangguan perinatal, penyakit-penyakit infeksi dan masalah kekurangan gizi. Penyebab kematian neonatal (bayi berusia 0-28 hari) menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 3. Salbutamol Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain
17 untuk membuka saluran pernafasan yangmenyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). Saat ini, salbutamol telah banyak beredar di pasaran dengan berbagai merk dagang, antara lain: Asmacare, Bronchosal, Buventol Easyhaler, Glisend,Ventolin, Venasma, Volmax, dll. Selain itu, salbutamol juga telah tersediadalam berbagai bentuk sediaan mulai dari sediaan oral (tablet, sirup,kapsul), inhalasi aerosol, inhalasi cair sampai injeksi.Secara umum sifat fisikokimia dari salbutamol adalah serbuk berbentuk kristal, berwarna putih atau hampir putih. Larut dalam alkohol,sedikit larut dalam air. Terlindung dari cahaya. Salbutamol termasuk dalamgolongan Antiasma dan obat untuk penyakit paru obstruktif kronik. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Salbutamol Oral(Lebih dipilih dengan inhalasi) :Dewasa : dosis 4mg (orang lanjut usia dan penderita yang peka awalidengan dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari; dosis maksimal 8mg dalam dosistunggal ( tetapi jarang memberikan keuntungan ekstra atau dapat ditoleransidengan baik). Anak-anak dibawah 2 tahun : 100 mcg/kg 4 kali sehari(unlicensed); 2-6 tahun 1-2 mg 3-4 kali sehari; 6-12 tahun 2 mg 3-4 kalisehari. Injeksi s.c / i.m 500mcg ulangi tiap 4 jam bila perlu. injeksi IV bolus pelan 250 mcg diulangi bila perlu. IV infus, dosis awal5mcg/menit, disesuaikan dengan respon dan nadi, biasanya dalam interval. 320 mcg/menit, atau lebih bila perlu. Anak-anak 1-12 bulan 0,1-1 mcg/kg/menit (unlicensed) InhalasiDewasa : 100-200 mcg (1-2 semprot); untuk gejala yang menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari. Anak-anak : 100mcg (1 semprot),dapat ditingkatkan sampai 200 mcg (2 semprot) bila perlu; untuk
18 gejalamenetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari. Profilaksis pada exerciseinduced bronchospasm, Dewasa 200mcg (2 semprot); anak-anak 100mcg (1semprot), ditingkatkan sampai 200mcg (2 semprot) bila perlu. Serbuk inhalasi : Dewasa 200-400 mcg; untuk gejala yang menetap boleh diberikansampai 4 kali sehari; anak-anak 200mcg. Profilaksis untuk exercise-induced bronchospasm Dewasa 400mcg; anak-anak 200 mcg.
4. Madu a. Definisi Madu Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya dari nektar bunga. Jika Tawon madu sudah berada dalam sarang nektar dikeluarkan dari kantung madu yang terdapat pada abdomen dan dikunyah dikerjakan bersama tawon lain, jika nektar sudah halus ditempatkan pada sel, jika sel sudah penuh akan ditutup dan terjadi fermentasi (Nelson dan Couto 2009). Madu merupakan sebuah cairan yang menyerupai sirup yang dihasilkan oleh lebah madu. Madu memiliki rasa manis yang tidak sama dengan gula atau pemanis lainnya. Rasa manis itu berasal dari cairan manis (nectar) yang terdapat pada bunga maupun ketiak daun yang dihisap lebah (Sakri, 2015). b. Karateristik madu Terdapat berbagai jenis madu, tergantung dari jenis sari Bungan yang diambil oleh lebah itu sendiri. Warna madu juga berbeda-beda setiap jenisnya. Madu yang dihasilkan di Negara-negara Asia yang memiliki hutan tropis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam mempunyai kadar
19 air yang cenderung tinggi. Akibatnya, madu itu meledak, berbusa, cepat berubah warna, dan mudah berubah aroma. Sedangkan madu yang dihasilkan di Negara-negara Eropa yang memiliki hutan sub-tropis mempunyai kadar air yang cenderung rendah (Sakri, 2015). c. Kandungan Nutrisi Madu Madu adalah campuran dari gula dan senyawa lainnya. Sehubungan dengan karbohidrat, madu terutama fruktosa (sekitar 38,5%) dan glukosa (sekitar 31,06%), sehingga mirip dengan sirup gula sintetis diproduksi terbalik, yang sekitar 48% fruktosa, glukosa 47%, dan sukrosa 5%. Karbohidrat madu yang tersisa termasuk maltose, sukrosa, dan karbohidrat kompleks lainnya. Seperti semua pemanis bergizi lain, madu sebagian besar mengandung gula dan hanya mengandung sedikit jumlah vitamin atau mineral. Madu juga mengandung sejumlah kecil dari beberapa senyawa dianggap berfungsi sebagai antioksidan, termasuk chrysin, pinobanksin, vitamin C, katalase, dan pinocembrin. Komposisi spesifik dari sejumlah madu tergantung pada bunga yang tersedia untuk lebah yang menghasilkan madu (Cidadapi, 2016). Madu mengandung vitamin, asam, mineral dan enzim yang berguna bagi tubuh manusia. Semua kandungan tersebut dapat digunakan sebagai pengobatan, antibody, dan penghambat pertumbuhan sel kanker (tumor). Oleh karena itulah madu banyak digunakan untuk pengobatan alternatif. Madu juga mengandung asam organic yang terdiri dari glikolat, asam format, asam laktat, asam sitrat, asam asetat, asam oksalat, asam malat, dan asam tartarat yang bermanfaat bagi metabolisme tubuh manusia. Bahkan asam laktat mengandung zat laktobasilin, yaitu zat penghambat pertumbuhan sel kanker dan tumor.
20 Sedangkan asam amino bebas dalam madu mampu membantu penyembuhan penyakit, dan bahan pembentukan neurotransmitter atau senyawa yang berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak. (Sakri, 2015) d. Keunggulan madu Madu mempunyai kandungan antibiotik alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu, madu merupakan komponen penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015)). Menurut Aden (2010) zat antibiotik padamadu yang dapat menyembuhkan beberapapenyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA. Serta Menurut Evans, Tuleu, dan Sutcliffe (2010) Madu efektif menurunkan skor frekuensi batuk dan meningkatkan kualitas tidur anak karena mengandung antibiotik alami, antiinflamasi, dan antioksidan Madu terkenal di dunia kesehatan karena banyak mengandung kasiat. Jauh sebelum dunia kedokteran berkembang pesat, madu sudah dipercayai orang sebagai unsur yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Keunggulan madu yaitu: 1) Madu tidak menambah berat badan 2) Jika dicampur dengan air hangat, madu dapat berdifusi ke dalam darah dalam waktu tujuh menit 3) Molekul gula bebas membuat otak berfungsi lebih baik karena otak merupakan pengonsumsi terbesar untuk gula (Sakri, 2015). 5. Managemen Kebidanan a. Pengertian Asuhan Kebidanan
21 Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidangkesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifa, bayi baru lahir dan keluarga berencana (Mufdillah, 2012). b. Pengertian Manajemen Kebidanan Menurut Mufdillah (2012), manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1) Tahapan manajemen kebidanan Menurut varney, H (2007), manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yaitu: a) Langkah 1 : Pengumpulan Data Dasar Pengumpulan data dasar secara komprehensif untuk evaluasi pasien. Data dasar ini termasuk riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik apabila perlu, tinjauan catatan saat ini atau catatan lama dari rumah sakit. Tinjauan singkat dari data laboratorium dan pemeriksaan tambahan lainnya, semua informasi pasien dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien bidan kumpulan data awal yang menyeluruh walaupun pasien itu ada komplikasi yang akan dibutuhkan yang akan diajukan kepada dokter. Kadang-kadang langkah 1 mungkin akan tumpang tindih dengan langkah 5 dan 6 karena data yang diperlukan diperoleh hasil laboratorium atau hasil pemeriksaan lainnya. Kadangkadang bidan perlu memulai langsung dari 4 langkah untuk
22 mengumpulkan data awal yang lengkap untuk diajukan ke dokter. Dalam kasus ini perlu dilakukan pengumpulan data yang meliputi: (1) Data Subjektif Data subjektif adalah data yang didapat dari pasien (Muslihatun, 2009). Pengumpulan data subjektif melalui anamnesa menurut Varney (2007) yang meliputi: (a) identitas pasien dan suami (b) keluhan utama (c) riwayat penyakit saat ini (d) riwayat medis terdahulu dan riwayat primer (e) riwayat keluarga (f) riwayat menstruasi (g) riwayat seksual (h) riwayat obstetric (i) riwayat ginekologi (j) riwayat konstrasepsi (2) Data Objektif Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur (Muslihatun, 2009). Pengumpulan data objektif melalui pemeriksaan yang meliputi: (a) Keadaan umum (b) Kesadaran (c) Vital Sign (d) Antropometri
23 (e) Pemeriksaan fisik yang dilakuka dari ujung rambut sampai kaku (Head to toe) (f) Pemeriksaan Penunjang b) Langkah II Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnos atau masalah berdasarkan interpetasi yang benar atas data-data yang telah diperoleh. Data dasar yang telah diperoleh diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
c) Langkah III Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial Mengidentifikasi masalah atau diagnosa masalah potensial lainnya berdasarkan masalah yang sudah ada adalah suatu bentuk antisipasi, pencegahan apabila perlu mengganggu dengan waspada dan persiapan untuk suatu pengakiran. Langkah ini sangat vital untuk asuhan yang aman. d) Langkah
IV
mengidentifikasi
dan
menetapkan
kebutuhan
yang
memerlukan penanganan segera Dalam langkah ini menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien. e) Langkah V Merencanakan asuhan yang komprehensf atau menyeluruh Langkah ini merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sbelumnya, yaitu merupakan kelanjutan masalah atau diagnosa yang diidentifikasi dan diantisipasi.
24 f) Langkah VI Penatalaksanaan Melaksanakan perencanaan asuhan yang menyeluruh, perencanaan ini bisa dilakukan seluruh bidan atau sebagian oleh wanita tersebut, bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana. g) Langkah VII Evaluasi Evaluasi langkah terakhir ini sebelumnya dalah pengecekan apakah rencana asuhan tersebut meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, benar-benar telah terpenuhi kebutuhannya akan bantuan sebagimana telah teridentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. 2) Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP) Menurut Kepmenkes No.938/Menkes/SK/VII/2007 pendokumentasian ashan kebidanan terdapat dalam standar VI, yaitu bidan melakukan pencatatan dengan lengkap, akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditentukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Kriteria pencatatan asuhan kebidanan tersebut adalah : a) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang telah tersedia (rekam medik/KMS/buku kia atau status pasien) b) Ditulis dengan bentuk catatan perkembangan SOAP c) S adalah data subjektif mencatat hasil anamnesis d) O adalah data objektif. Mencatat hasil pemeriksaan e) A adalah analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan f) P
adalah
penatalaksanaan,
mencatat
seluruh
perencanaan
dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan atisipatif,
25 tindakan segera, tindakan secara komrehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.
B. Pathway Batuk
Pneumonia
Rujuk
Batuk Bukan Pneumonia
Pemberian Intervensi
1. Beri makanan yang bergizi 2. Jaga kebersihan 3. Jauhkan dari polusi lingkungan 4. Beri obat pereda batuk 5. Intervensi tambahan: Madu
Tidak diberikan Intervensi
Memperparah keadaan batuk dan sensitifitas jalan nafas meningkat
26
Ada perubahan
Tidak ada perubahan
Mengurangi Frekuensi Batuk
Lakukan Pengkajian Ulang
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam studi kasus ini yaitu kualitatif dengan studi kasus berbasis asuhan. Metode yang digunakan adalah studi kasus untuk mengeksplorasi masalah asuhan kebidanan pada anak tentang batuk bukan pneumonia. Studi kasus ini dilakukan dengan diberikan intervensi tambahan berupa madu pada 2 pasien anak rawat jalan puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi studi kasus ini di puskesmas Umbulharjo II Kota Yogyakarta. Kunjungan rumah (follow up) dilakukan ditempat tinggal responden.Penelitian ini dimulai dari tanggal 25 April – 29 April 2018 C. Subjek Studi Kasus Subyek penelitian ini adalah 2 anak yang mengalami batuk bukan pneumoniayang dirawat jalan di Puskesmas Umbulharjo II kota Yogyakarta yang setuju dilakukan asuhan. Kriteria Inklusi dan eksklusi dalam studi kasus ini meliputi: 1. Anak yang mengalami batuk bukan pneumonia yang dirawat jalan 2. Anak usia 1-5 tahun 3. Orang tua atau wali yangbersedia menjadi responden penelitian.
26
27 D. Pengumpulan Data 1. Alat Alat studi kasus adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010). Alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah format pendokumentasian, lembar observasi, alat tulis. Kemudian Alat dalam melakukan pemeriksaan pada balita batuk tanpa pneumonia yaitu termometer, stetoskop, alat timbangan dan madu untuk intervensi. 2. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Pemeriksaan yang dilakukan dengan tanya jawab langsung baik dari pasien atau angota keluarga tentang kondisi klien dan mengkaji keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien serta tentang riwayat penyakit.Wawancara yang dilakukan yaitu mengkaji penyebab anak batuk, frekuensi batuk yang dialami anak, waktu pada saat batuk dan bagaimana keadaan anak saat batuk. Lama wawancara juga tidak dibatasi dan diakhiri menurut keinginan penulis. Dengan demikian, penulis dapat memperoleh gambaran yang lebih luas karena setiap responden bebas meninjau berbagai
aspek menurut pendirian dan
masing-masing sehingga dapat memperkaya pandangan penulis. b. Observasi Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengamati keadaan umum klien dari sejak klien sakit sampai sembuh. Pemeriksaan ini juga untuk mengamati tentang gejala dan tanda-tanda adanya serta kemajuan kondisi.Observasi yang
28 dilakukan yaitu mengamati bagaimana frekuensi batuk yang dialami dan keadaan anak saat batuk sebelum dan sesudah diberikan intervensi berupa pemberian madu. c. Pendokumentasian Pendokumentasian dilakukan untuk melihat riwayat dan status kesehatan pasien yang dapat ditemukan pada dokumen resmi maupun tidak resmi seperti status pasien, catatan asuhan kebidanan, dan rekam medik. Pendokuemntasian dilakukan selama kegiatan mulai dari pengkajian awal sampai dengan evaluasi.Dalam study kasus ini dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP. E. Uji Keabsahan Data Dalam pengujian keabsahan data peneliti menggunakan triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang di manfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi data yang digunakan adalah 1. Triangulasi metode Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
29
2. Triangulasi antar-peneliti Dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi. 3. Triangulasi sumber data Menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. 4. Triangulasi teori Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. F. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam studi kasus ini berbentuk PICOT. Dimana terdapat poin-poin yang dikaji didalamnya meliputi Population, Intervency, Comparison, Outcome, Teori/Time. Dimulai dari data dikumpulkan dari hasil
30 wawancara, observasi, dokumentasi. Kemudian Data dianalisis lalu data di sajikan dan ditarik kesimpulan. Analisa data diawali dengan studi kepustakaan dan evidence based mengenai batuk bukan pneumonia. Setelah mengkaji evidence based penulis melakukan pengkajian data pada pasien rawat jalan puskesmas Jetis I Bantul yang sesuai dengan kriteria untuk menjadi subyek penelitian dalam studi kasus ini. Analisa data dalam studi kasus ini menggunakan analisa berbasis PICOT (Population-IntervensiComparison-Outcome-Theori/time). 1. Population Merupakan jumlah responden yang akan dilakukan pengkajian dan diberikannya intervensi berupa pemberian madu. Dalam studi kasus ini memiliki 2 responden yang telah menyetujui untuk dijadikan sampel penelitian. 2. Intervensi Merupakan asuhan atau penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien. Intervensi yang diberikan berdasarkan evidence baseddan diberikan intervensi tambahan yaitu pemberian madu pada anak yang menderita batuk bukan pneumonia. 3. Comparison Merupakan perbedaan penatalaksanaan antar pasien satu dengan pasien yang lainnya. 4. Outcome Merupakan hasil ataupun perubahan yang diharapkan terjadi setelah pasien diberikan asuhan atau penatalaksanaan atas masalah batuk bukan pneumonia pada anak yang dihadapi.
31
5. Theory Merupakan dasar atau evidence based dalam memberikan penatalaksanaan atas masalah yang dihadapi oleh pasien. Teori diperoleh melalui studi pustaka dari buku atau jurnal yang berkaitan dengan permasalahan nyeri punggung pada ibu hamil (Glasziou,P, Chris D, & Janet, 2012).Analisa data dilakukan oleh penulis saat penulis telah selesai melakukan pengkajian data dan memberikan asuhan kepada pasien yang pertama kali dan setiap kali penulis selesai melakukan follow up (kunjungan rumah).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Berdasarkan Laporan PTP Tahun 2011, UPT Puskesmas Umbulharjo II Kecamatan Umbulharjo, Kabupaten Sleman, Puskesmas Umbulharjo II terletak di wilayah Kelurahan Muja Muju, dengan luas area ± 600 M2 yang mempunyai 3 kelurahan yaitu : Kelurahan Semaki, Kelurahan Muja Muju, Kelurahan Tahunan. Luas wilayahkerja Puskesmas Umbulharjo II yaitu 296,98 ha, mencakup 3 RW dan 137 RT, dengan batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Barat
:Kecamatan Mergangsan dan Kecamatan Pakualaman
2. Sebelah Utara
: Kecamatan Gondokusuman
3. Sebelah Timur
: Kecamatan Benguntapan dan Kota Gede
4. Sebelah selatan
: Wilayah Umbulharjo I dan kecamatan Banguntapan
Dalam melaksanakan kegiatannya puskesmas mengacu pada empat azas penyelenggaraan yaitu wilayah kerja, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan dan rujukan. Puskesmas mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan program kegiatannya, untuk itu perlu didukung kemampuan manajemen yang baik.Manajemen puskesmas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang meliputi perencanaan, penggerakan pelaksanaan serta pengendalian dan penilaian
32
33 B. Gambaran Umum Subyek Penelitian Tabel 4.1 Tabel Gambaran Umum Subyek Penelitian Identitas Pasien Pasien 1 (An.A.F) 1. Nama An.A.F
Pasien 2 (An.A.S) An.A.S
2. Umur
20 bulan 10 hari
18 bulan 28 hari
3. Jenis Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
4. Agama
Islam
Islam
5. Pendidikan
-
-
6. Status
Anak kandung
Anak kandung
1. Keluhan Utama
Pada tanggal 25 April 2018 Ny. A membawa anaknya untuk melakukan pemeriksaan. Ny.A mengatakan anaknya batuk pilek sejak 2 hari yang lalu.
Pada tanggal 25 April 2018 Ny.H membawa anaknya untuk melakukan imunisasi pentabio boster namun anaknya masih mengalami batuk sejak 5 hari yang lalu. Hari ini ibu juga akan melakukan kunjungan ulang untuk pemeriksaan anaknya.
2. Riwayat sekarang
3. Riwayat keluarga
Penyakit Ibu mengatakan anaknya tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan. penyakit Ibu mengatakan saat ini ada anggota keluarga yang sedang mengalami batuk pilek sejak 3 hari yang lalu. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular seperti TBC.
Ibu mengatakan anaknya tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Ibu mengatakan saat ini keluarga tidak ada yang sedang mengalami batuk pilek, keluarga tidak ada yang sedang menderita penyakit menular seperti TBC.
34 C. Pengkajian Tabel 4.7 Tabel Pengkajian Data Identitas Pasien 1. Nama
Pasien 1 (An.AF) An.A.F
Pasien 2 (An.AS) An.A.S
2. Umur
20 bulan 10 hari
18 bulan 28 hari
3. Jenis Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
4. Agama
Islam
Islam
5. Pendidikan
-
-
6. Status
Anak kandung
Anak kandung
7. Keluhan Utama
Pada tanggal 25 maret 2018 pasien datang bersama ibunya mengeluh Batuk Pilek sejak 2 hari yang lalu.
Pada tanggal 25 maret 2018 pasien datang bersama ibunya untuk melakukan imunisasi pentabio boster namun anaknya masih batuk.
Ibu mengatakan An.A.F tidak memiliki riwayat 8. Riwayat Penyakit alergi obat maupun sekarang makanan. Ibu mengatakan dirumah 9. Riwayat penyakit ada anggota keluarga yang keluarga sedang mengalami batuk pilek juga, tidak ada anggota keluarga yang 10. Pola sedang mengalami penyakit Pemenuhan menular seperti TBC. sehari-hari Nutrisi Makan : 3x/hari. Jenis : nasi, sayur, tahu/tempe, ikan Eliminasi Minum : 4-5gelas/hari (susu,air putih,ASI) Personal hygien BAK : ±5-6x/hari BAB : 2-3x/hari istirahat Mandi : ±1-2x/hari Tidur siang : 2 jam Tidur malam : 8 - 9 jam
Ibu mengatakan An.A.S tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan. Ibu mengatakan tidak ada anggota keluarga yang sedang mengalami batuk, tidak ada anggota keluarga yang sedang mengalami penyakit menular seperti TBC. Makan : 3x/hari. Jenis : nasi lembek , sayur, telur, ayam, ikan Minum : susu formula sering dan air putih. BAK : ±5-6x/hari BAB : ±1-2x/hari
Tidur siang : 2 jam Tidur malam : 10-11 jam
35 Pada pasien 1, batuk tanpa disertai riwayat penyakit apapun dan anak batuk karena kemungkinan tertular dari anggota keluarga yang sedang mengalami batuk pilek juga. Pola nutrisi An.A.F untuk pemenuhan cairannya masih kurang karena hanya minum 4-5gelas/hari sedangkan tubuh harus menerima minimal 2L/hari atau 8gelas/hari. Pada pasien II An.As, batuk tanpa disertai riwayat penyakit apapun dan anak batuk kemungkinan dikarenakan faktor lingkungan dan pola asuh keluarga dimana anak tidak hanya di asuh oleh ibu kandung tapi juga anggota keluarga lain yang membebaskan anak untuk jajan makanan yang anak sukai seperti ice cream dan snack. D. Hasil Observasi dan Pemeriksaan Fisik Tabel 4.8 Tabel Hasil Observasi dan Pemeriksaan Fisik Observasi Keadaan Umum
Baik
Baik
Kesadaran
Composmentis
Compos Mentis
Berat badan
10.700 gr
13.100 gr
Suhu Tubuh
36,6oC
36,4oC
Pernapasan
38x/m
39x/m
Nadi
128x/m
118x/m
Muka/Wajah
Tidak pucat, tidak bengkak
Tidak pucat, tidak bengkak
Mata
Konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ikterik
Konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ikterik
Hidung
Ada serumen, ada ingus
Tidak ada serumen, tidak ada ingus
Mulut
Bersih, tidak ada sariawan
Abdomen
Dada
Kasus 1
Tidakada bising perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan Simetris, tidak ada tarikan dinding dada.
Kasus 2
Bersih, tidak ada sariawan Tidakada bising perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan. Simetris, tidak ada tarikan
36
Ekstremitas
Tidak ada luka, tidak ada pembengkakan, kuku tidak pucat
dinding dada. Tidak ada luka, tidak ada pembengkakan, kuku tidak pucat
Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital pada kasus 1 dan kasus 2 didapatkan hasil normal pada kedua kasus tersebut, pada pemeriksaan fisik pada kasus 1 dan kasus 2, didapatkan hasil terdapat serumen dan ingus pada hidung responden I dan sebaliknya pada responden 2 karena hanya mengalami batuk.
37
C. Review Jurnal Jurnal Madu Menurunkan Frekuensi Batuk Pada Malam Hari Dan Meningkatkan Kualitas Tidur Balita Pneumonia
P Populasi 36 responden, 18 responden kelompok intervensi dan 18 responden kelompok control
I Pemberian madu murni pada malam hari sebelum tidur 1sdt/hari
C -
Efektifitas Pemberian Minuman Madu Terhadap Keparahan Batuk Pada Anak Dengan Ispa
Populasi 52 responden, 26 responden kelompok intervensi dan 26 responden kelompok control
Pemberian minuman jahe madu 2 kali sehari dalam waktu 5 hari
-
O 1. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor batuk (p< 0,001; 1,82–3,37) dan peningkatan kualitas tidur yang bermakna (p< 0,001; 0,66–1,67) saat posttest pada kelompok yang mendapatkan madu dibandingkan dengan kelompok kontrol. 2. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa madu efektif untuk mengurangi frekuensi batuk dan memperbaiki kualitas tidur. 1. Data dianalisis dengan uji t independen, diperoleh p-value (0,001) < α (0,05) 2. terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata tingkat keparahan batuk anak pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu.
T Menurut Evans, Tuleu, dan Sutcliffe (2010) Madu efektif menurunkan skor frekuensi batuk dan meningkatkan kualitas tidur anak karena mengandung antibiotik alami, antiinflamasi, dan antioksidan
Pemberian minuman jahe madu dapat menurunkan keparahan batuk pada anak, karena kandungan minyak cccv////atsiri dalam jahe yang merupakan zat aktif yang dapat
37
38
Nilai Spirometri Penderita Batuk Setelah Minum Seduhan Asam Jawa(Tamarindus Indica L) Sebagai Obat Tradisional
Populasi 80 wanita. 40 wanita kelompok intervensi dan 40 wanita kelompok kontrol
diberikan 500 1. Hasil pengukuran spirometri ml kelompok ibu penderita batuk seduhan asam sebelum minum seduhan asam Jawa yang Jawa adalah sebesar 56,45 + dipersiapkan 7,97% dan sebesar 73,60 + dari 21, 18 12,44% setelah minum and 15 g seduhan asam jawa. daging buah 2. Dari hasil penelitian yang asam Jawa dapat disimpulkan bahwa dua kali minum seduhan asam Jawa sehari selama sebagai obat batuk tradisional tiga hari terbukti dapat meningkatkan berturutnilai spirometri sehingga turut. pernapasan lancar. Tabel 4.2 Tabel Review Jurnal
mengobati batuk (Nooryani, 2007 dalam Ramadhani (2014)), sedangkan zat antibiotik pada madu yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit infeksi seperti batuk anak pada ISPA (Aden, 2010). Buah asam Jawa juga mengandung Apel , asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin, dan invert yang dapat meredakan asma, batuk, demam panas, rematik, sakit perut, morbili, dan biduran (Utami, 2008).
38
39
Jurnal yang akan digunakan sebagai referensi dalam studi kasus ini yaitu “Madu Menurunkan Frekuensi Batuk Pada Malam Hari Dan Meningkatkan Kualitas Tidur Balita Pneumonia”. Dengan diberikan intervensi berupa 1sdt madu murni yang di berikan setiap malam sebelum tidur pada anak yang menderita batuk bukan pneumonia. D. Implementasi Tabel 4.3 Tabel Data pasien pertama kali datang tanggal 25 April 2018 P
I
C
O
T
Data Subyektif Pasien I adalah An.A.F umur 20 bulan 10 hari dengan keluhan batuk pilek sejak 2 hari yang lalu Data Obyektif Ku : baik S : 36,6ᵒC R : 128x/menit
1. Menganjurkan ibu untuk memberikan anaknya air putih dan memberikan makanan yang bergizi 2. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan anaknya dan keluarga 3. Memberitahu ibu agar menganjurkan keluarga yang mengalami batuk menghindari anak ketika batuk 4. Menganjurkankan ibu untuk
-
1. Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan 2. Ibu mengerti dan bersedia untuk menjaga kebersihan anak dan keluarganya 3. Ibu bersedia untuk melakukan anjuran yang telah diberikan 4. Ibu bersedi untuk memberikan obat oral pada anaknya sesuai anjuran 5. Ibu bersedia memberikan madu pada anaknya untuk mengurangi batuk
1. Nutrisi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh. (Eveline, Djamaludin, 2010) 2. Pencegahannya bisa dengan mengikut sertakan keluarga seperti dengan mencuci tangan, Menutup mulut atau hidung jika batuk dan bersin (Eveline, Djamaludin, 2010) 3. Istirahat yang cukup dapat meningkatkan ketahanan tubuh (Eveline, Djamaludin, 2010)
39
40
memperhatikan pola istirahat anaknya 5. Memberikan terapi obat: CTM 2 x 1⁄2 Salbutamol 2 x 1⁄4 5. Memberikan intervensi tambahan yaitu madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam
Data Subyektif Pasien II adalah An. A.S usia 18 bulan 28 hari dengan batuk bukan pneumonia sejak 5 hari yang lalu. Data Obyektif KU : Baik BB : 13.100 gr S : 36,0ᵒC R : 28x/menit
1. Menganjurkan ibu untuk memberikan anaknya air putih dan memberikan makanan yang bergizi 2. Menganjurkan ibu untuk tidak memberikan jajanan ice cream agar batuk anak tidak
1. Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan 2. Ibu mengerti dan bersedia untuk menjaga kebersihan anak dan keluarganya 3. Ibu bersedia untuk melakukan anjuran yang telah diberikan 4. Ibu bersedi untuk
4. Minum obat sesuai aturan dapat mempercepat pemulihan kondisi anak (Eveline, Djamaludin, 2010) 5. Madu mempunyai kandungan antibiotik alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu, madu merupakan komponen penting yang dapat membantu meringankan batuk anakanak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015). 1. Nutrisi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh. (Eveline, Djamaludin, 2010) 2. Pencegahannya bisa dengan mengikut sertakan keluarga seperti dengan mencuci tangan, Menutup mulut atau hidung jika batuk
40
41
bertambah parah 3. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan anaknya dan keluarga 4. Menganjurkankan ibu untuk memperhatikan pola istirahat anaknya 5. Memberikan terapi obat: CTM, Salbutamol, Vit.C dipuyer diberikan dosis 2 x 1 5. Memberikan intervensi tambahan yaitu madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam.
memberikan obat oral pada anaknya sesuai anjuran 5. Ibu bersedia memberikan madu pada anaknya untuk mengurangi batuk
dan bersin (Eveline, Djamaludin, 2010) 3. Istirahat yang cukup dapat meningkatkan ketahanan tubuh (Eveline, Djamaludin, 2010) 4. Minum obat sesuai aturan dapat mempercepat pemulihan kondisi anak (Eveline, Djamaludin, 2010) 5. Madu mempunyai kandungan antibiotik alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. madu merupakan komponen penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015). Pada saat kontak pertama dengan pasien I dan II taitu An.A.F usia 20 bulan 10 hari dan An.A.S usia 18 bulan 28 hari dilakukan identifikasi data subyektif dan obyektif dengan menggunakan bagan MTBS untuk menegakan diagnosa.
41
42
Diagnosa untuk kedua pasien yaitu batuk bukan pneumonia dan intervensi yang dilakukan adalah obat yang diresepkan dokter dan meminta persetujuan pasien untuk menjadi responden penelitian. Orang tua pasien juga dianjurkan untuk memperhatikan pola istirahat dan makanan anaknya. Hal ini sesuai dengan teori yang berbunyi istirahat yang cukup dan nutrisi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh (Eveline, Djamaludi, 2010). Bidan juga menganjurkan ibu untuk memberi terapi dan memberikannya sesuai aturan yang dijelaskan hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa minum obat sesuai aturan dapat mempercepat pemulihan kondisi anak (Eveline, Djamaludin, 2010). Tabel 4.4 Tabel Data Pasien Follow up ke-1 tanggal 26 April 2018 P Data Subyektif Pasien I An.A.F umur 20 bulan 11 hari dengan keluhan batuk pilek sejak 2 hari yang lalu - ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah sedikit berkurang ± 5x - ibu mengatakan sudah melakukan anjuran yang diberikan seperti
I 1. Menganjurkan kepada ibu untuk telaten memberikan terapi obat setiap 8 jam sekali : CTM 2 x 1⁄2 Salbutamol 2 x 1⁄4 (puyer) 2. Menganjurkan kepada ibu untuk
C -
O
T
1. Ibu mengerti dan 1. Minum obat sesuai bersedia melakukan aturan dapat anjuran yang diberikan mempercepat pemulihan 2. Ibu bersedia untuk kondisi anak (Eveline, tetap memberikan obat Djamaludin, 2010) oral pada anaknya 2. Madu mempunyai sesuai anjuran kandungan antibiotik 3. Ibu bersedia alami, antioksidan, dan memberikan madu kombinasi zat-zat lain. setiap malam pada Selain itu, madu anaknya untuk merupakan komponen
42
43
memberikan anaknya minum air putih yang banyak, memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah memberikan obat sesuai aturan dan memberikan madu setiap malam 1sdt pada anaknya Data Obyektif KU : Baik S : 36,2ᵒC R : 29x/menit N : 108x/menit
memberikan madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
1. Menganjurkan Data Subyektif Pasien II adalah An. A.S kepada ibu untuk usia 18 bulan 29 hari tetap memberikan dengan batuk bukan terapi obat CTM, pneumonia sejak 5 hari Salbutamol, Vit.C yang lalu. dipuyer dosis 2 x 1 - ibu mengatakan batuk 2. Menganjurkan pada anaknya sudah kepada ibu untuk berkurang dan jarang tetap memberikan setelah diberikan peleda madu murni 1 x 1sdt tenggorokan diminum setiap
mengurangi batuk
penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015)).
1. Ibu mengerti dan 1. Minum obat sesuai bersedia melakukan aturan dapat anjuran yang diberikan mempercepat pemulihan 2. Ibu bersedia untuk kondisi anak (Eveline, tetap memberikan obat Djamaludin, 2010) oral pada anaknya 2. Madu mempunyai sesuai anjuran kandungan antibiotik 3. Ibu bersedia alami, antioksidan, dan memberikan madu kombinasi zat-zat lain. setiap malam pada Selain itu, madu anaknya untuk merupakan komponen
43
44
- ibu mengatakan sudah malam kepada melakukan anjuran yang anaknya diberikan seperti 3. Menganjurkan ibu memberikan anaknya untuk tidak minum susu formula dan memberikan jajanan air putih hangat yang ice cream agar batuk banyak, memberikan anak tidak bertambah makanan yang bergizi parah pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah memberikan obat sesuai aturan dan memberikan madu setiap malam 1sdt pada anaknya Data Obyektif KU : Baik S : 36,0ᵒC R : 28x/menit N : 105x/menit
mengurangi batuk
penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015)).
Pada follow up pertama yang dilakukan pada pasien I An.Af umur 20 bulan 10 hari dan pasien 2 An. A.S usia 18 bulan 28 hari ditemukan bahwa kedua pasien masih mengalami batuk dengan frekuensi yang sudah berkurang dibandingkan sebelumnya. Pada follow up pertama ini pasien baru mengkonsumsi obat yang diberikan dokter tanpa intervensi tambahan lain maka peneliti memberikan madu kepada orang tua pasien dan memberikan KIE pemberian madu
44
45
1 sdt pada malam hari sebelum tidur, tujuan dari pemberian madu sebelum tidur adalah untuk menjaga kualitas istirahat anak pada malam hari dengan berkurangnya frekuensi batuk pada anak. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa madu mempunyai kandungan antibiotic alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu madu merupakan komponen penting yang dapat membantu meringankan batuk anakanak. (Mc Coy dan Chang, 2013). untuk mengatasi masalah batuk pada malam hari dan kualitas tidur anak di antaranya adalah dengan memberikan terapi komplementer madu. Madu bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung antibiotik alami, antiinflamasi, dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas pemberian madu terhadap batuk pada malam hari dan kualitas tidur balita yang mengidap pneumonia (Rokhaindah dkk, 2015). Tabel 4.5 Tabel Data pasien Followup ke-2 tanggal 28 April 2018 P
I
1. Menganjurkan Data Subyektif Pasien I An.A.F umur kepada ibu untuk 20 bulan 13 hari dengan tetap memberikan batuk bukan pneumonia terapi obat: - ibu mengatakan batuk CTM 2 x 1⁄4 pada anaknya sudah Salbutamol 2 x 1⁄4 berkurang dari yang Di puyer kemarin. 2. Menganjurkan - ibu mengatakan sudah kepada ibu untuk
C -
O
T
1. Ibu mengerti dan 1. Minum obat sesuai bersedia melakukan aturan dapat anjuran yang diberikan mempercepat pemulihan 2. Ibu bersedia untuk kondisi anak (Eveline, tetap memberikan obat Djamaludin, 2010) oral pada anaknya 2. Madu mempunyai sesuai anjuran kandungan antibiotik 3. Ibu bersedia alami, antioksidan, dan memberikan madu kombinasi zat-zat lain.
45
46
melakukan anjuran yang diberikan seperti memberikan anaknya minum air putih dan ASI yang lebih sering, memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah memberikan obat sesuai aturan dan memberikan madu setiap malam 1sdt pada anaknya Data Obyektif KU : Baik S : 36,2ᵒC R : 29x/menit N : 108x/menit
tetap memberikan madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
1. Menganjurkan Data Subyektif Pasien II An,A.S usia 19 kepada ibu untuk bulan 1 hari dengan tetap memberikan batuk bukan pneumonia terapi obat CTM, - ibu mengatakan batuk Salbutamol, Vit.C pada anaknya sudah dipuyer dosis 2 x 1 jarang, dan kondisi 2. Menganjurkan anaknya lebih baik dari kepada ibu untuk kemarin tetap memberikan
setiap malam pada anaknya untuk mengurangi batuk
Selain itu, madu merupakan komponen penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015).
1. Ibu mengerti dan 1. Minum obat sesuai bersedia melakukan aturan dapat anjuran yang diberikan mempercepat pemulihan 2. Ibu bersedia untuk kondisi anak (Eveline, tetap memberikan obat Djamaludin, 2010) oral pada anaknya 2. Madu mempunyai sesuai anjuran kandungan antibiotik 3. Ibu bersedia alami, antioksidan, dan memberikan madu kombinasi zat-zat lain.
46
47
- ibu mengatakan sudah madu murni 1 x 1sdt melakukan anjuran yang diminum setiap diberikan seperti malam kepada memberikan anaknya anaknya minum air putih dan susu formula yang banyak, memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah memberikan obat sesuai aturan dan memberikan madu setiap malam 1sdt pada anaknya Data Obyektif KU : Baik S : 36,6ᵒC R : 29x/menit N : 98x/menit Pada follow up kedua yang dilakukan pada pasien I An.Af
setiap malam pada anaknya untuk mengurangi batuk
Selain itu, madu merupakan komponen penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015)).
umur 20 bulan 13 hari dan pasien 2 An. A.S usia 19
bulan 1 hari ditemukan bahwa pasien pertama An.Af masih mengalami batuk namun sudah mulai berkurang dibandingkan pada kinjungan pertama 2 hari lalu sedangkan pada pasien 2 An.A.S frekuensi batuknya sudah jarang . Pada follow up kedua
ini pasien sudah
mengkonsumsi madu 1 sdt setiap malam sebelum tidur dan obat yang diberikan dokter
dikonsumsi secara teratur.
47
48
Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa madu mempunyai kandungan antibiotic alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu madu merupakan komponen penting yang dapat membantu meringankan batuk anakanak. (Mc Coy dan Chang, 2013). untuk mengatasi masalah batuk pada malam hari dan kualitas tidur anak di antaranya adalah dengan memberikan terapi komplementer madu. Madu bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung antibiotik alami, antiinflamasi, dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas pemberian madu terhadap batuk pada malam hari dan kualitas tidur balita yang mengidap pneumonia (Rokhaindah dkk, 2015). Tabel 4.6 Tabel Data Pasien Follow up ke-3 taggal 29 April 2018. P
I
1. Menganjurkan Data Subyektif Pasien I An.A.F usia 20 kepada ibu untuk bulan 14 hari dengan tetap memberikan batuk bukan pneumonia anaknya minum air sudah teratasi putih yang banyak, - ibu mengatakan pada memberikan anaknya sudah sembuh makanan yang dan anaknya tidak batuk bergizi pada lagi, kalaupun batuk anaknya, hanya sebentar dan memperhatikan pola sesekali istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah 2. Menganjurkan melakukan anjuran yang kepada ibu untuk
C
O
T
-
1. Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran yang diberikan 2. Ibu bersedia memberikan madu setiap malam pada anaknya
1. Nutrisi yang baik akan meningkatkan daya tahan tubuh, Istirahat yang cukup dapat meningkatkan ketahanan tubuh (Eveline, Djamaludin, 2010) 2. Madu mempunyai kandungan antibiotik alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu, madu
48
49
diberikan seperti memberikan anaknya minum air putih, sufor dan ASI di malam hari, memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah memberikan obat sesuai aturan dan memberikan madu setiap malam 1sdt pada anaknya Data Obyektif KU : Baik S : 35,9ᵒC R : 28x/menit N : 96x/menit
tetap memberikan madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
1. Menganjurkan Data Subyektif Pasien II adalah An. A.S kepada ibu untuk Umur 19 bulan 2 hari tetap memberikan dengan batuk bukan anaknya minum air pneumonia sudah putih yang banyak, taratasi. memberikan - ibu mengatakan bahwa makanan yang anaknya sudah tidak bergizi pada batuk lagi anaknya, - ibu mengatakan sudah memperhatikan pola
merupakan komponen penting yang dapat membantu meringankan batuk anakanak serta dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015)).
1.
2.
Ibu mengerti dan 1. Nutrisi yang baik akan bersedia melakukan meningkatkan daya anjuran yang tahan tubuh, Istirahat diberikan yang cukup dapat Ibu bersedia meningkatkan memberikan madu ketahanan tubuh setiap malam pada (Eveline, Djamaludin, anaknya 2010) 2. Madu mempunyai kandungan antibiotik
49
50
melakukan anjuran yang istirahat anaknya diberikan seperti 2. Menganjurkan memberikan anaknya kepada ibu untuk minum air putih yang tetap memberikan banyak, memberikan madu murni 1 x 1sdt makanan yang bergizi diminum setiap pada anaknya, malam kepada memperhatikan pola anaknya jika batuk istirahat anaknya - ibu mengatakan sudah memberikan obat sesuai aturan dan memberikan madu setiap malam 1sdt pada anaknya Data Obyektif Ku : Baik S : 36,1ᵒC R : 28x/menit N : 102x/menit
alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu, madu merupakan komponen penting yang dapat membantu meringankan batuk anakanak serta dapat meningkatkan kualitas tidur anak pada malam hari (McCoy dan Chang, 2013 dalam Rokhaidah (2015)).
Pada follow up ketiga yang dilakukan pada pasien I An.Af umur 20 bulan 14 hari dan pasien 2 An. A.S usia 19 bulan 2 hari ditemukan bahwa kedua pasien sudah sembuh dan tidak mengalami batuk lagi. Dari data pengkajian, orang tua pasien mengatakan sudah melakukan anjuran yang diberikan sesuai dengan anjuran yitu mengkonsumsi madu 1 sdt sebelum tidur dan mengkonsumsi obat sesuai dosis dan tepat waktu.
50
51
Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa madu mempunyai kandungan antibiotic alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu madu merupakan komponen penting yang dapat membantu meringankan batuk anakanak. (Mc Coy dan Chang, 2013). untuk mengatasi masalah batuk pada malam hari dan kualitas tidur anak di antaranya adalah dengan memberikan terapi komplementer madu. Madu bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung antibiotik alami, antiinflamasi, dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas pemberian madu terhadap batuk pada
malam
hari
dan
kualitas
tidur
balita
yang
mengidap
pneumonia
(Rokhaindah
dkk,
2015).
51
52
Tabel 4.12 Pelaksanaan Diagnosa KASUS 1
Pengkajian Data Follow up 1 Implementasi Implementasi 1. Memberitahu 1. Menganjurkan Tgl. Tgl. ibu hasil kepada ibu 25/04/1 26/04/1 pemeriksaan untuk tetap 8 8 anaknya memberikan 2. Menganjurkan terapi obat: ibu untuk CTM 2 x 1⁄4 menjaga anak Salbutamol 2 x tidak 1⁄ 4 mengkonsumsi 2. Menganjurkan makanan atau kepada ibu minuman untuk tetap dingin memberikan 3. Memberitahu madu murni 1 x ibu untuk 1sdt diminum telaten setiap malam memberikan kepada anaknya obat yang sudah diresepkan dokter 4. Memberitahu ibu untuk memberikan peleda tenggorokan kepada anak
Follow up 2 Implementasi 1. Menganjurkan Tgl. kepada ibu 28/04/1 untuk tetap 8 memberikan terapi obat: CTM 2 x 1⁄2 Salbutamol 2 x 1⁄ 4 2. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
Follow up 3 Implementasi 1. Menganjurkan Tgl. kepada ibu 29/04/1 untuk tetap 8 memberikan anaknya cairan yang cukup, memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya 2. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya jika batuk
52
53
5.
6.
KASUS 2
1. Tgl. 25/04/1 8 2.
terutama di malam hari Memberitahu ibu untuk segera kembali ke petugas kesehatan apabila anak mengalami panas, anak muntah terus, dan adanya tarikan dinding dada Melakukan pendokumentas ian. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan anaknya Memberitahu ibu untuk konsul ke dokter umum terlebih dahulu untuk memastikan anak boleh melakukan
1. Menganjurkan Tgl. kepada ibu 26/04/1 untuk tetap 8 memberikan terapi obat CTM, Salbutamol, Vit.C dipuyer dosis 2 x 1 2. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan
Tgl. 28/04/1 8
1. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan terapi obat CTM, Salbutamol, Vit.C dipuyer dosis 2 x 1 2. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan
1. Menganjurkan Tgl. kepada ibu 29/04/1 untuk tetap 8 memberikan anaknya cairan yang cukup, memberikan makanan yang bergizi pada anaknya, memperhatikan pola istirahat anaknya 53
54
imunisasi 3. Memberikan imunisasi pentabio boster 4. Memberitahu ibu untuk telaten memberikan obat yang sudah diresepkan dokter 5. Memberitahu ibu untuk memberikan anak peleda tenggorokan seperti madu saat anak batuk terutama malam hari sebelum tidur. 6. Memberitahu ibu untuk segera kembali ke petugas kesehatan apabila anak mengalami muntah terus, malas minum,
madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
2. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan madu murni 1 x 1sdt diminum setiap malam kepada anaknya
54
55
adanya tarikan dinding dada dan batuk terus berlanjut. 7. Memberitahu ibu untuk melakukan kunjungan 5 hari lagi apabila tidak ada perubahan. 8. Melakukan pendokumentas ian. Intervensi dilakukan sebagai upaya penanganan kepada pasien 1 dan pasien 2 sehingga batuk yang dialami oleh kedua pasien dapat diatasi. Intevensi yang dilakukan beruap pemeriksaan fisik, pemberian KIE, pemberian obat oral dan pemberian intervensi tambahan
berupa
madu.
Intervensi
dilakukan
sampai
pasien
sembuh
dan
tidak
mengalami
batuk
lagi
55
56 E. Evaluasi Tabel 4.13 Evaluasi Pasien 1 (An.A.F) Follow Up 1
Follow Up 2
S: Ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah berkurang
Pasien 2 (An.A.S) S: Ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah berkurang.
O: 1. KU : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. BB : 10.700 gr 4. SB : 36,2oC 5. Pernapasan : 28 x/m 6. Nadi : 112 x/m 7. Hidung : ada serumen, ada ingus 8. Perut : tidak ada bising perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan 9. Dada : tidak ada retraksi dinding dada
O: 1. KU : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. BB : 13.100 g 4. S : 36,0oC 5. Pernapasan : 26 x/m 6. Nadi : 105 x/m 7. Hidung : tidak ada serumen, tidak ada ingus 8. Perut : tidak ada bising perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan, 9. Dada : tidaka ada retraksi dinding dada.
A: An. A.F Usia 20 bulan 11 hari dengan batuk bukan pneumonia P: 1. Lanjutkan pemberian obat oral Lanjutkan pemberian madu 1sdt setiap malam
A: An.An.A.S usia 18 bulan 29 hari dengan batuk bukan pneumonia
S: Ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah jarang
P: 1. Lanjutkan pemberian obat oral Lanjutkan pemberian madu 1sdt setiap malam S: Ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah jarang
O: 1. KU : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. BB : 10.700 gr 4. SB : 36,2oC 5. Pernapasan : 29 x/m 6. Nadi : 108 x/m 7. Hidung : tidak ada serumen, tidak ada ingus 8. Perut : tidak ada bising
O: 1. KU : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. BB : 13.100 gr 4. SB : 36,6oC 5. Pernapasan : 29 x/m 6. Nadi : 98 x/m 7. Hidung : tidak ada serumen, tidak ada ingus 8. Perut : tidak ada bising
57
Follow Up 3
perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan 9. dada : tidak ada retraksi dinding dada
perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan. 9. Dada : tidak ada retraksi dinding dada
A: An.A.F usia 20 bulan 13 hari dengan batuk bukan pneumonia
A: An.A.S usia 19 bulan 1 hari sembuh pasca batuk bukan pneumonia
P: 1. Lanjutkan pemberian obat oral Lanjutkan pemberian madu 1sdt setiap malam S: Ibu mengatakan anaknya sudah sembuh dan tidak batuk lagi
P: 1. Lanjutkan pemberian obat oral Lanjutkan pemberian madu 1sdt setiap malam S: Ibu mengatakan anaknya sudah sembuh dan tidak batuk lagi
O: 1. KU : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. BB : 10.700 g 4. S : 35,9oC 5. Pernapasan : 28 x/m 6. Nadi : 96 x/m 7. Hidung : tidak ada serumen, tidak ada ingus 8. Perut : tidak ada bising perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan. 9. Dada : tidak ada retraksi dinding dada.
O: 1. KU : Baik 2. Kesadaran : Compos mentis 3. BB : 13.100 gr 4. S : 36,1oC 5. Pernapasan : 28 x/m 6. Nadi : 102 x/m 7. Hidung : tidak ada serumen, tidak ada ingus 8. Perut : tidak ada bising perut, tidak kembung, tidak ada nyeri tekan.
A: An.A.S usia 20 bulan 14 hari sembuh pasca batuk bukan pneumonia P: 1. Memberikan KIE pemberian madu 1sdt setiap malam
A: An.A.S usia 19 bulan 2 hari sembuh pasca batuk bukan pneumonia P: 1. Memberikan KIE pemberian makanan yang bergizi pada anak. pemberian madu 1sdt setiap malam jika anak batuk.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil intervensi yang telah dilakukan. Bila intervensi dilakukan dengan baik maka
58 masalah yang dihadapi pasien akan teratasi, namun bila intervensi yang dilakukan belum teratasi maka intervensi di lanjutkan sampai masalah yang dihadapi pasien terselesaikan F. Pembahasan Studi kasus ini dilakukan dalam waktu 5 hari yaitu dari tanggal 25 April-29 April
2018. Kasus 1 dan kasus 1ditemukan pada tanggal 25 April
2018.
Kunjungan rumah (follow up) dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 12 hari yaitu pada tanggal 26, 28 dan 29 April 2018. 1. Identifikasi Kasus Berdasarkan data yang didapat, pasien 1 adalah An.A.F umur 20 bulan 10 hari. Pasien 2 analah An.A.S umur 18 bulan 28 hari
. Kedua pasien
mempunyai keluhan yang sama yaitu batuk. Pasien 1 mengalami batuk disertai pilek sejak 2 hari yang lalu dikarenakan tertular dari anggota keluarga lain yang juga sedang mengalami batuk pilek. Pasien 2 mengalami batuk tanpa disertai pilek sejak 5 hari yang lalu dikarenakan anak tidak hanya diasuh oleh ibu tetapi juga anggota keluarga yang lain yang sering membiarkan anak untuk membeli jajanan yang anak sukai seperti ice cream dan jajan pasar. Menurut Maryunani (2010) Batuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Menurut Ikawati (2011) Pemicu batuk adalah adanya berbagai iritan yang memasuki saluran nafas seperti asap, debu, atau asap rokok, makanan yang tidak sehat, sekresi jalan nafas, benda asing, atau isi lambung. Jika terus terpapar oleh iritan maka dapat memicu batuk dan sensitifitas jalan nafas meningkat.
59 Intervensi yang diberikan pada kedua pasien yatu berupa KIE pemenuhan cairan dan nutrisi, pola istirahat , pemberian obat oral dan pemberian intervensi tambahan yaitu madu murni. Menurut McCoy dan Chang, 2013 (dalam Rokhaidah (2015)).Madu mempunyai kandungan antibiotik alami, antioksidan, dan kombinasi zat-zat lain. Selain itu, madu merupakan komponen penting yang dapat membantu me-ringankan batuk anak-anak. Kemudian Menurut Evans, Tuleu, dan Sutcliffe (2010) Madu efektif menurunkan skor frekuensi batuk dan meningkatkan kualitas tidur anak karena mengandung antibiotik alami, antiinflamasi, dan antioksidan. Menurut penelitian Rokhaindah, dkk (2015) bahwa bahwa madu efektif untuk mengurangi frekuensi batuk dan memperbaiki kualitas tidur.Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor batuk (p< 0,001; 1,82–3,37) dan peningkatan kualitas tidur yang bermakna (p< 0,001; 0,66–1,67) saat posttest pada kelompok yang mendapatkan madu dibandingkan dengan kelompok kontrol. 2. Follow up ke-1 Pasien 1 dilakukan kunjungan rumah pertaman (Follow up ke 1) pada tanggal 26 April 2018 pukul 16.00 WIB.Ibu mengatakan batuk pada anaknya sedikit berkurang . Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil SB: 36,2oC ; R: 28x/m ; N: 112x/m. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan Anak baik dan kesadaran compos mentis, ada serumen, ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 1 dianjurkan untuk tetap diberikan obat oral sesuai aturan dan tetap diberikan madu 1sdt setiap malam. Pasien 2 dilakukan kunjungan rumah pertama (Follow up ke 1) pada tanggal 26 April 2018 pukul 17.00 WIB. Ibu mengatakan batuk pada anaknya
60 sudah berkurang. Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil SB: 36,0oC ; R: 26x/m ; N: 105x/m. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan Anak baik dan kesadaran compos mentis, tidak ada serumen, tidak ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 2 dianjurkan untuk tetap diberikan obat oral sesuai aturan dan tetap diberikan madu 1sdt setiap malam. 3. Follow up ke-2 Pasien 1 dilakukan kunjungan rumah kedua (Follow up ke 2) pada tanggal 28 April 2018 pukul 07.00 WIB. Ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah jarang. Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil S: 36,2oC ; R: 29x/m ; N: 108x/m. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan Anak baik dan kesadaran compos mentis, tidak ada serumen, tidak ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 1 dianjurkan untuk tetap diberikan obat oral sesuai aturan dan tetap diberikan madu 1sdt setiap malam. Pasien 2 dilakukan kunjungan rumah kedua (Follow up ke 2) pada tanggal 28 April 2018 pukul 17.00 WIB. Ibu mengatakan batuk pada anaknya sudah jarang. Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil S: 36,6oC ; R: 29x/m ; N: 98x/m. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan Anak baik dan kesadaran compos mentis, tidak ada serumen, tidak ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 2 dianjurkan untuk tetap diberikan obat oral sesuai aturan dan tetap diberikan madu 1sdt setiap malam. 4. Follow up ke-3 Pasien 1 dilakukan kunjungan rumah ketiga (Follow up ke 3) pada tanggal 29 April 2018 pukul 16.00 WIB. Ibu mengatakan anaknya sudah sembuh dan tidak batuk lagi. Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil S: 35,9oC ; R: 28x/m ; N: 96x/m. Berdasarkan pemeriksaan
61 fisik keadaan Anak baik dan kesadaran compos mentis, tidak ada serumen, tidak ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 1 dianjurkan untuk tetap melakukan KIE yang diberikan dan tetap diberikan madu 1sdt setiap malam untuk meningkatkan kualitas tidur anak. Pasien 2 dilakukan kunjungan rumah ketiga (Follow up ke 3) pada tanggal 29 April 2018 pukul 15.00 WIB. Ibu mengatakan anaknya sudah sembuh dan tidak batuk lagi. Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil SB: 36,1oC ; R: 28x/m ; N: 102x/m. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan Anak baik dan kesadaran compos mentis, tidak ada serumen, tidak ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 2 dianjurkan untuk tetap melakukan KIE yang diberikan dan tetap diberikan madu 1sdt setiap malam untuk meningkatkan kualitas tidur anak. Keluhan batuk pada pasien 1 dan pasien 2 hilang pada waktu yang sama yaitu pada tanggal 29 April 2018 atau saat follow up ke-3. Pasien 1 dan pasien 2 selalu melakukan anjuran dan di berikan dan selalu memberikan obat oral sesuai aturan serta memberikan madu 1sdt setiap malam. Dengan selalu mengikuti anjuran yang diberikan dan memberikan terapi obat secara teratur dapat mempercepat pemulihan kondisi anak. Madu sangat bermanfaat bgi manusia sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 69 yang berbunyi:
62 Artinya : “ Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berfikir “ Madu dan lebah memiliki keistimewaan yang luar biasa sehingga tercantum dalam surat tersendiri di dalam Al-Quran. Kajian khasiat madu secara ilmiah juga telah diteliti oleh ilmuwan Muslim terkemuka di era keemasan Islam, yakni Ibnu Sina (890-1037). Bapak kedokteran dunia dan pemikir muslim agung di abad ke10 M itu tercatatat sebagai dokter yang mengulas mengenai khasiat madu dari segi kesehatan dan dunia kedokteran.Mengutip surat An-Nahl ayat 69 di atas, dijelaskan bahwa bahan yang dapat dijadikan obat penyembuh bagi manusia adalah bahan yang keluar dari perut lebah dengan bermacam-macam warnanya. Pada ayat tersebut juga tidak menyatakan obat untuk spesifik penyakit tertentu, dan fakta di lapangan membuktikan bahwa berbagai penyakit dapat disembuhkan melalui produk perlebahan terutama madu. Batuk merupakan proses ekspirasi (penghembusan nafas) yang eksplosif yang memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran pernafasan dari adanya benda asing yang mengganggu. Batuk bukanlah suatu penyakit melainkan suatu tanda atau gejala adanyaganggan pada saluran pernafasan. Selain itu, batuk juga merupakan jalur penyebaran infeksi. Batuk dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, mengganggu kehidupan normal, dan rasa khawatir terhadap penyebab batuk (Ikawati, 2011).
63 Batuk pada anak dapat ditangani dengan cara memberikan kemoprofilaksis (pelega tenggorokan/pereda batuk) pada anak dengan infeksi pernapasan akut dan anak dengan mengi, memperbaiki nutrisi atau mempertahankan pemberian nutrisi yang baik, menjaga kebersihan, mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan, lingkungan berasap rokok dan polusi di luar ruangan, mengurangi penyebaran kuman dan mencegah penularan langsung dengan cara menjauhkan anak dari penderita batuk, memperbaiki cara-cara perawatan anak. Usaha untuk mencari pertolongan medis, memberikan pendidikan pada ibu tentang cara perawatan anak yang baik (WHO, 2010). G. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa keterbatasan penelitian yang dengan keterbatasan tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Keterbatasanketerbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Waktu yang tersedia untuk menyelesaikan studi kasus ini relatif pendek 2. Peneliti kesulitan untuk mengatur jadwal follow up karena ibu bekerja 3. Dalam melakukan wawancara dan observasi, terkadang proses wawancara dan observasi terganggu dengan kondisi sekitar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Identifikasi Kasus Pasien 1 adalah An.A.F umur 20 bulan 10 hari dengan keluhan batuk disertai pilek sejak 2 hari yang lalu. Dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien 1 dengan hasil KU: baik; keadaan; composmentis; SB: 36,6oC ; R: 38x/m ; N: 128x/m. Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan anak baik dan kesadaran compos mentis, ada serumen, ada ingus, tidak ada wheezing. Pasien 2 adalah An.A.S umur 18 bulan 28 hari pasien 2 mengalami batuk disertai pilek sejak 1 hari. Dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien 2 dengan hasil KU: baik ; kesadaran: composmentis, tidak ada serumen, tidak ada ingus, tidak ada wheezing. SB: 36,4oC ; R: 39x/m ; N: 118x/m 2. Analisis Kasus Analisis Kasus dcari pasien 1 dan 2 berdasarkan pengkajian data subyektif dan data obyektif adalah batuk bukan pneumonia. 3. Intervensi Intervensi yang dilakukan pada pasien 1 dan 2 dengan diagnose batuk bukan pneumonia adalah dengan pemberian madu murni 1 sdt setiap malam sebelum tidur untuk kenyamanan istirahat anak selama 5 hari. Setelah pemberian intervensi frekuensi batuk pada anak berkurang hingga sembuh total. Evaluasi pada pasien 1 batuk teratasi pada kunjungan ke 3 dan pasien 2 pada kunjungan ke 2.
64
65 4. Batuk yang terjadi pada kedua pasien sedangkan pada pasien 2 kemungkinan disebabkan karena pola makan anak yang tidak diawasi orang tua karena pada data pengkajian ditemukan bahwa anak tidak hanya diasuh oleh ibu tetapi diasuh juga oleh anggota keluarga yang lain yang membebaskan anak untuk membeli jajanan yang anak sukai seperti ice cream dan snack,dengan tidak menjaga pola makan yang baik dapat memicu iritasi pada saluran nafas sehingga menyebabkan batuk. Batuk dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada anak seperti susah tidur. B. Saran 1. Bagi petugas kesehatan puskesmas Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan petugas kesehatan puskesmas dalam memberikan pelayanan MTBS khususnya anak yang mengalami batuk. 2. Bagi Responden dan masyarakat Diharapkan
dapat
penanganannya
meningkatkan
kepada
masyarakat
pengetahuan sehingga
tentang dengan
pemahaman masyarakat maka batuk dapat diatasi dengan baik.
batuk
dan
meningkatnya