BAB I PENDAHULUAN
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.1,2 Salah satu masalah medis utama yang menimbulkan kecacatan otak adalah Stroke.3 Berdasarkan studi Global Burden of Disease 2010 (GBD 2010), stroke adalah penyebab kedua kematian global dan penyebab ketiga kematian dan disabilitas yang terukur dalam Disability-adjusted life-years (DALY). Penyakit serebrovaskular sendiri adalah kontributor neurologis terbesar dan terhitung untuk 4.1% total DALY di dunia. Dalam kombinasi beban penyakit neurologis dan serebrovaskular yang diukur dalam GBD 2010, stroke hemmoragik (35.7%) dan stroke Iskemik (22.4%) berkontribusi paling besar terhadap proporsi DALY, diikuti migraine dan penyakit neurologik lain.3 Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik, Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh trombus dan emboli. Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada tempat tertentu di otak melalui proses stenosis. Mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks dan menyebabkan kematian neuronal yang diikuti oleh hilangnya fungsi normal dari neuron yang terkena. Memahami patofisiologi stroke non hemoragik akibat trombuspenting dalam penatalaksanaan pasien, khususnya dalam memberikan terapi secara tepat.1,2 Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapa pun. Faktor risiko mayor meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status social dan ekonomi yang rendah.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah
menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan prarumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang benarbenarpada jam – jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
BAB II KASUS BANGSAL NEUROLOGI I. Identitas Pasien Nama
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 50 tahun
Alamat
: Jl. Swadaya Raya
Status Perkawinan
: Sudah menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Suku Bangsa
: WNI
Tanggal Masuk RS
: 6 Januari 2019
Ruang Perawatan
: Neurologi
DAFTAR MASALAH No.
Masalah Aktif
Tanggal
1.
Hemiparesis sinistra
6 Januari 2019
2.
Hipertensi
5 Januari 2019
3.
Cephalgia
5 Januari 2019
4.
Parase N.XII sinistra 6 Januari 2019
Masalah Pasif
tipe sentral
I.
DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 28 mei 2018) 1. Keluhan utama
: Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang Lokasi
: Lengan dan tungkai kiri
Onset
: Tiba-tiba (mendadak)
Kualitas
: Lengan dan tungkai kiri sulit digerakkan
Tanggal
Kuantitas
: ADL terhambat sejak keluhan kelemahan anggota gerak muncul, lengan kiri tidak bisa melawan gravitasi dan tungkai kiri tidak bisa melawan gravitasi.
Kronologis
:
Pasien datang dengan keluhan mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri sejak 20 menit SMRS.. Kelemahan timbul secara tibatiba saat pasien sedang bangun tidur. Awalnya pasien hanya merasakan pusing sejak 1 hari SMRS, lalu memeriksa tekanan darah dengan hasil 200/120, dan diberikan amlodipin 5 mg. Namun keesokan harinya ketika bangun tidur, pasien merasakan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri secara mendadak. Pasien juga mengeluh mengalami kesulitan berbicara, bicara pelo (+), namun pasien masih bisa menjawab pertanyaan dengan tepat, bicara melantur (-), kesulitan menelan (+) saat makan pasien merasa sering terdapat nasi yang tidak tertelan di tenggorokannya, mual (-), muntah (-), gangguan penglihatan atau penglihatan kabur (-), gangguan menelan (-), nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (-), sering lupa (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-), riwayat trauma kepala (-). Sedangkan anggota gerak sebelah kanan tidak ada keluhan. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
Gejala penyerta
: Mulut mencong ke kiri, bicara pelo
Faktor yang memperberat
: (-)
Faktor yang memperingan
: (-)
3. Riwayat penyakit dahulu
:
Riwayat penyakit yang sama (+) 4 tahun yang lalu
Riwayat penyakit hipertensi (+), sejak ± 4 tahun yang lalu, riwayat pengobatan tidak terkontrol.
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit asam urat disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit keganasan disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat konsumsi obat-obatan dan jamu-jamuan diluar resep dokter disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluahan yang sama sebelumnya. Riwayat penyakit hipertensi ada, yaitu orang tua (ayah) kandung pasien Riwayat penyakit diabetes disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat stroke disangkal
5. Riwayat sosial ekonomi
:
Pasien sudah menikah.
Status ekonomi pasien menengah kebawah.
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.
Pasien menggunakan BPJS selama dirawat.
6. Riwayat kebiasaan -
Kebiasaan merokok (+) ± 2 bungkus perhari dan masih merokok sampai sebelum masuk rumah sakit
-
Riwayat konsumsi obat-obatan dan jamu-jamuan diluar resep dokter disangkal
II.
PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF) Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Januari 2019 1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Kesadaran
: Compos Mentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
Tekanan Darah
: 190/100 mmHg
Nadi
:96 kali/ menit
Respirasi
: 24kali/ menit, pernapasan regular
Suhu
: 36,8°C
2. Status Generalis Kepala
: Normocephal (+), Penyebaran rambut rata, Rambut tidak mudah dicabut
Mata
:Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, ± 3 mm/± 3 mm, refleks cahaya (+/+), katarak -/-
THT
: Dalam batas normal
Mulut
: Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada
: Simetris ka=ki
Jantung
:
Paru
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: BJ I dan BJ II regular, gallop (-),murmur(-)
: Inspeksi
: Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi
: Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus taktil sama kanan dan kiri
Perkusi
: Fremitusvokal sama kiri dan kanan, Sonor +/+
Auskultasi
Abdomen
: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
:
Inspeksi
: Distensi (-), masa (-).
Palpasi
: Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-), shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani (+)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Alat kelamin
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
:
Superior
:Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Inferior
:Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
3. Status Psikitus Cara berpikir
: Baik
Perasaan hati
: Biasa
Tingkah laku
: Normoaktif
Ingatan
: Baik
Kecerdasan
: Baik
4. Status Neurologi a. Kepala Bentuk
: Normochepal
Nyeri tekan
: (-)
Simetri
: (+)
Pulsasi
: (+)
b. Leher Sikap
: Normal
Pergerakan
: baik
c. Tanda Rangsang meningeal : Kaku kuduk
:-
Brudzinsky 1
:-
Brudzinsky 2
: -|-
Brudzinsky 3
: -|-
Brudzinsky 4
: -|-
Laseque
: >700 / >700
Kernig
: >1350 / >1350
d. Nervus kranialis Nervus Kranialis Subjektif Objektif (dengan bahan) Tajam penglihatan Lapangan pandang Melihat warna Funduskopi Sela mata Ptosis Pergerakan bola mata Nistagmus Strabismus Ekso/endotalmus Pupil Bentuk, besar reflex cahaya langsung reflex konvergensi reflex konsensual Diplopia Pergerakan bola mata ke bawah-dalam Diplopia Motorik Membuka mulut Mengunyah
Kanan N I (Olfaktorius) Baik Baik (normosmia) N II (Optikus) 6/60 Baik Baik Tidak dilakukan N III (Okulomotorius) Simetris Tidak ada Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Kiri Baik Baik (normosmia) 6/60 Baik Baik Tidak dilakukan Simetris Tidak ada Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Bulat, isokor, 3 mm + + + Tidak ada N IV (Trochlearis) Normal
Bulat, isokor, 3 mm + + + Tidak ada
Tidak ada N V (Trigeminus)
Tidak ada
Normal Normal
Normal
Mengigit Sensibilitas Muka Oftalmikus Maksila Mandibula Reflek Kornea Pergerakan (lateral) Diplopia
bola
Normal
mata
Mengerutkan dahi Menutup mata Memperlihatkan gigi Bersiul Senyum Sensasi lidah 2/3 depan
Normal Normal Normal Normal N VI (Abdusen) Normal Tidak ada N VII (Fasialis) Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal Normal Tidak ada tertinggal Normal Normal Normal Plica nasolabial sinistra mendatar Normal
N VIII (Vestibularis) Normal Normal Normal Normal + + Tidak ada lateralisasi Normal Normal N IX (Glossofaringeus) Sensasi lidah 1/3 blkg Normal Sensibilitas faring Normal N X (Vagus) Arkus faring Simetris Berbicara Normal Menelan Baik Refleks muntah Baik Nadi Normal N XI (Assesorius) Memalingkan kepala Normal Mengangkat bahu Normal Normal N XII (Hipoglosus) Kedudukan lidah Deviasi ke kiri dijulurkan Atropi papil Tremor lidah Disartria Suara berbisik Detik arloji Rinne test Weber test Swabach test
d. Badan dan Anggota Gerak 1. Badan Motorik
Kanan
Kiri
Respirasi
Simetris
Simetris
Duduk
Simetris
Simetris
Bentuk kolumna
Normal
Normal
Normal
Normal
Raba
Normal
Normal
Nyeri
Normal
Normal
Thermi
Normal
Normal
Normal
Normal
Reflek kulit perut tengah Normal
Normal
Reflek kulit perut bawah Normal
Normal
Reflek kremaster
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Motorik
Kanan
Kiri
Pergerakan
Baik
Menurun
Kekuatan
5
1
Tonus
Eutoni
Eutoni
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
vertebralis Pergerakan kolumna vertebralis
Sensibilitas
Refleks Reflek kulit perut atas
2. Anggota Gerak atas
Sensibilitas Raba
Normal
Normal
Nyeri
Normal
Normal
Thermi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Biseps
++
+++
Triseps
++
++
Radius
++
++
Ulna
++
++
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
kanan
kiri
Hoffman-Tromner
-
-
Motorik
Kanan
Kiri
Pergerakan
Menurun
Baik
Kekuatan
5
1
Tonus
Eutoni
Eutoni
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Raba
Normal
Normal
Nyeri
Normal
Normal
Thermi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Patella
++
+++
Achilles
++
++
3. Anggota gerak bawah
Sensibilitas
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis Babinsky
-
+
Oppenheim
-
-
Chaddock
-
-
Gordon
-
+
Schaefer
-
-
Rosolimo
-
-
Mendel-Bechtrew
-
-
Bing
-
-
Klonus paha
-
-
Klonus kaki
-
-
e. Gerakan Abnormal Tremor
: (-)
Atetosis
: (-)
Miokloni
: (-)
Khorea
: (-)
Rigiditas
: (-)
f. Alat Vegetatif Miksi
: Normal
Defekasi : Normal
g. Koordinasi, gait dan keseimbangan Cara berjalan
: Tidak dilakukan
Romberg Test
: Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis
: Tidak dilakukan
Dismetri
: Tidak dilakukan
Ataxia
: Tidak dilakukan
Rebound Phenomena
: Tidak dilakukan
h. Pemeriksaan Penunjang :
a. Darah rutin : tanggal - WBC : 10,4 103/mm3 - RBC
: 5,32 106/mm3
(4-10 103/mm3) (3,5-5,5 106/mm3)
- HGB : 14,9 g/dl
(11-15 g/dL)
- MCV : 83 fl
(80-100 fl)
- MCH : 28 pg
(27-34 pg)
- MCHC : 33.7 g/L
(31-38 g/L)
- HCT
: 44,2 %
(35-50 %)
- PLT
: 224 103/mm3
(100-300 103/mm3)
- GDS
: 168 mg/d
b. EKG
III. RINGKASAN S: •
Pasien laki-laki 50 tahun tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri sejak ± 20 menit SMRS.
•
Keluhan muncul mendadak pada saat pasien bangun tidur, pasien mengaku masih dalam kondisi sadar dan tidak mengalami penurunan kesadaran.
•
Bicara pelo (+), mulut mencong(+), nyeri kepala (+), kejang (-), gangguan penglihatan (-), anggota badan mengalami penurunan sensasi disangkal, buang air kecil dan buang air besar tidak ada gangguan.
•
Riwayat Pengobatan Penyakit Dahulu : keluhan yang sama (+), hipertensi (+) 4 tahun yll tidak terkontrol
•
Riwayat Penyakit keluarga : hipertensi (+) pada ayah pasien
•
Riwayat Pengobatan hipertensi : pasien tidak konsumsi obat karena sejak keluhan hipertensi tidak muncul
O:
Kesadaran
: Compos Mentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
Tekanan Darah
: 190/100 mmHg
Nadi
: 96 kali/ menit
Respirasi
: 24kali/ menit, pernapasan regular
Suhu
: 36,8°C
a. Nn.Caranialis: Nervus Cranialis VII : Paresis N. VII sinistra sentral Sudut mulut kiri tertinggal Nervus Cranialis XII : Paresis N. XIIsinistra sentral Lidah deviasi ke kiri
b. Anggota Gerak atas Motorik
Kanan
Kiri
Pergerakan
Baik
Menurun
Kekuatan
5
1
Tonus
Eutoni
Eutoni
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Biseps
++
+++
Triseps
++
++
Radius
++
++
Ulna
++
++
-
-
Motorik
Kanan
Kiri
Pergerakan
Baik
menurun
Kekuatan
5
1
Tonus
Eutoni
Eutoni
Trofi
Eutrofi
Eutrofi
Patella
++
+++
Achilles
++
++
Babinsky
-
+
Oppenheim
-
-
Chaddock
-
-
Schaefer
-
Gordon
-
+
Rosolimo
-
-
Mendel-Bechtrew
-
-
Bing
-
-
Klonus paha
-
-
Klonus kaki
-
-
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis Hoffman-Tromner
Anggota gerak bawah
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Pemeriksaan Darah rutin: dalam batas normal
A: Diagnosa Klinis
:
1. Hemiparesis sinistra tipe spastik 2. Paresis N. VII sinistra tipe sentral 3. Paresis N. XII sinistra tipe sentral 4. Hipertensi Grade 3 Diagnosa Topis
: Hemisfer cerebri dextra
Diagnosa Etiologi
: Stroke non hemoragik + Hipertensi Grade 3 DD: stroke hemoragic
Siriraj Stroke Score (SSS) (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolic) – (3 x petanda ateroma) -12 Keterangan : Derajat kesadaran
:
0=kompos mentis 1=somnolen 2=sopor/koma
Vomitus
: 0=tidak ada ; 1=ada
Nyeri kepala
: 0=tidak ada ; 1=ada
Ateroma
: 0=tidak ada ; 1=salah satu atau lebih : diabetes, angina, penyakit pembuluh darah
Skor > 1
: perdarahan
Skor -1 s.d 1
: perlu CT Scan
Skor < -1
: infark cerebri
Siriraj Stroke Skor pada Tn. A: 1. Kesadaran
: 0x 2,5= 0
2. Muntah
: 0x 2 = 0
3. Nyeri Kepala
: 1x 2 = 2
4. Tekanan darah
: diastolic 100 x 0,1 = 10
5. Ateroma
: 0x -3 = 0
6. Konstante
: -12
Jumlah : 0 + 0 + 2+ 10 - 0 – 12 = - 0 Interpretasi skor -2 berarti dibutuhkan pemeriksaan CT SCAN Kepala
Algoritme Gadjah Mada Penurunan
Nyeri kepala
Babinski
Jenis stroke
kesadaran +
+
+
Perdarahan
+
-
-
Perdarahan
-
+
-
perdarahan
-
-
+
Iskemik
-
-
-
Iskemik
Non Medikamentosa : - Bed Rest - Elevasi kepala 30 derajat - Latihan anggota gerak( Fisioterapi) sesering mungkin
Medikamentosa : IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i Inj. Citicolin 2x1gr Inj. Piracetam 3x1 gr Inj. Ranitidin 2x1 amp Candesantran 1x8 gr Aspilet 1x1 Clopidogrel 1X1
IV. PROGNOSIS -
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
-
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
-
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
V. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Tanggal 6 Januari 2019 Rawatan hari ke-1
S Lemah anggota gerak sebelah kiri, nyeri kepala (+)
O - KU: Tampak sakit sedang - Kesadaran: Compos mentis - GCS15 (E:4 V:5 M: 6) - TV: - TD: 190/100 mmHg - N: 96 x/m - RR: 24 x/m - T: 36,8˚C - SpO2 : 98%
A Hemiparesis sinistra tipe spastik ec. SNH dengan paresis N.VII N.XII tipe sentral + Hipertensi Grade 3
P Elevasi kepala 30 derajat Latihan anggota gerak( Fisioterapi) IVFD NaCl 0.9 % 20
Onset hari ke 1
Inj. Ranitidin 2x1 amp
gtt/i Inj. Citicolin 2x1gr Inj. Piracetam 3x1 gr Candesantran 1x8 gr Aspilet 1x1 Clopidogrel 1X1
7 Januari 2019 Rawatan hari ke-2
Lemah anggota gerak sebelah kiri, nyeri kepala (+)
Kekuatan 5 1 5 1 - KU: Tampak baik. - Kesadaran: Compos mentis - GCS15 (E:4 V:5 M: 6) - TV: - TD: 160/100 mmHg - N: 73 x/m - RR: 20 x/m - T: 36,0˚C - SpO2 : 98%
Hemiparesis sinistra tipe spastik ec. SNH dengan paresis N.VII N.XII tipe sentral + Hipertensi Grade
Onset hari ke 2
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Elevasi kepala 30 derajat Latihan anggota gerak( Fisioterapi) IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i Inj. Citicolin 2x1gr Inj. Piracetam 3x1 gr Candesantran 1x8 gr Aspilet 1x1 Clopidogrel 1X1
Kekuatan 5 1 5 1
8 Januari 2019
Lemah anggota
- KU: Tampak Hemiparesis baik sinistra tipe
Elevasi derajat
kepala 30
Rawatan hari ke-3
gerak sebelah kiri, nyeri kepala (-)
- Kesadaran: Compos mentis - GCS15 (E:4 V:5 M: 6) - TV: - TD: 140/110 mmHg - N: 87 x/m - RR: 20 x/m - T: 36,5˚C - SpO2 : 99%
spastik ec. SNH dengan paresis N.VII N.XII tipe sentral + Hipertensi Grade 3
Onset hari ke 3
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Latihan anggota gerak( Fisioterapi) IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i Inj. Citicolin 2x1gr Inj. Piracetam 3x1 gr Candesantran 1x8 gr Aspilet 1x1 Clopidogrel 1X1
Kekuatan 5 2 5 2
9 Januari 2019 Rawatan hari ke-4
Lemah anggota gerak sebelah kiri, nyeri kepala (-)
- KU: Tampak baik - Kesadaran: Compos mentis - GCS15 (E:4 V:5 M: 6) - TV: - TD: 130/80 mmHg - N: 72 x/m - RR: 20 x/m - T: 36,6˚C - SpO2 : 99% Kekuatan 5 2 5 2
Hemiparesis sinistra tipe spastik ec. SNH dengan paresis N.VII N.XII tipe sentral + Hipertensi Grade 3
Onset hari ke 4
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Elevasi kepala 30 derajat Latihan anggota gerak( Fisioterapi) IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i Inj. Citicolin 2x1gr Inj. Piracetam 3x1 gr Candesantran 1x8 gr Aspilet 1x1 Clopidogrel 1X1 Acc pulang
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Otak Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.8 Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis.8 Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabangcabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu:8
Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri
tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.8 Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung.8 3.2 Fisiologi Otak Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).8 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus
pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).8 Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.8 Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.8 3.3 Stroke Non Hemoragik 3.3.1 Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.
3.3.2 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan penyebab ketidak mampuan pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat
peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984. Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D, yang mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987, sebesar 25,9%41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9% menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2 Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun). Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.4
3.3.3 Etiologi Penyebab stroke tersering adalah hipertensi (72%-81%), kemudian disusul diskrasia darah (20%), hamartoma (10%), dan neoplasma (10%). Tetapi menurut Widjaja D, hipertensi (24,9%-68,5%), disusul aeurisma (6,2-37,7%), AVM (310%), tumor otak terutama yang tumbuh cepat baik primer atau metastasis (1,5%11%), diskrasia darah (1,2%-13%).2 Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor risiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, ataupenyakit vaskuler perifer.3 Bagaimana mekanisme hipertensi dapat menyebabkan perdarahan masih merupakan topik pembicaraan. Perdarahan dapat terjadi akibat ruptur arteriol, kapiler atau vena. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan aterosklerosis pembuluh darah akan menjadi berkelok-kelok atau spiral.2 Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan
menimbulkan
aneurisma.
Selanjutnya
dapat
menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-
aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.2 Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. Lentikulostriata, a. Thalamoperforating, dan kelompok basilar-paramedian. Sedang perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.serebelaris superior dan a. Serebelaris inferior anterior.2 Diabetes dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang bermakna bagi stroke oklusif (iskemik), ternyata tidak meningkatkan risiko perdarahn intraserebral.2
3.3.4 Faktor Risiko Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.5 Terdapat faktor risiko yang dapat dikendalikan yiatu, hipertensi, penyakit jantung, atrial fibrilasi, endokarditis, stenosismitral, infark jantung, merokok, anemia sel sabit, TIA, stenosis karotis asimtomatik, DM, dan hipertrofi ventrikel. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan yaitu, umur, jenis kelamin, herediter, ras dan etnis.
Tabel 3.1 Faktor Risiko Stroke Faktor Risiko Umur
Hipertensi
Keterangan Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun. Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, danstroke lakunar, menariknya, risiko stroke padatingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipunmasih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Jenis Kelamin
Riwayat keluarga
Diabetes mellitus
Penyakit jantung
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan jenis kelaminbah akan lebih tinggi sebelum usia 65. Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yangmenunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipatpeningkatan kejadian stroke pada laki-laki yangibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpariwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknyaberperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California. Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhiindividu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatanaterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal padamikrosirkulasi serebral. Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebihdari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal. Penyakit Arteri koroner : Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumberemboli dari thrombi mural karena miocard infarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi: Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya : Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium,dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusiarteri dengan bruit. Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angkastudi, menunjukkan bahwa merokok jelasmenyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan denganjumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentianmerokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian. Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke hematokrit ketikahematokrit melebihi 55%. Penentu utamaviskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil daripolisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, sepertisakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur.Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauhkurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibattrombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoidkadang-kadang dapat terjadi. Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risikountuk tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan systempembekuan protein Cserta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic. Hemoglobinopathy Sickle-cell disease : Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan perdarahan subaraknoid, venasinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Penyalahgunaan obat
Hiperlipidemia
Kontrasepsi oral
Diet
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria : Dapat mengakibatkan trombosis venaserebral Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasukmethamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dankokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosisyang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, ataufokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain. Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelasberhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan denganstroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untukmenjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebralatau perdarahan subarachnoid. Tidak adahubungan yang jelas antara tingkat kolesterol daninfark lakunar. Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkanmeningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun .Mekanisme diduga meningkatkoagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun Konsumsi alkohol : Ada peningkatan risiko infark otak, danperdarahan subarakhnoid dikaitkan denganpenyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimanaetanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darahtekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit,dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkanmiokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otakdan autoregulasi. Kegemukan :
Penyakit pembuluh darah perifer Infeksi
Homosistinemia atauhomosistinuria Migrain Suku bangsa Lokasi geografis
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskansebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-ratakontributor independen keatherosklerotik infark otak berikutnya. Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebralmelalui pengembangan perubahan inflamasi dalamdinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark. Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak.Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%. Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain. Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsionaldari kelompok lain. Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa,stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelahpenyakit jantung dan kanker. Paling sering, strokedisebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan olehperdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang,stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, danperdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan faktor musim
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknyaantara pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesisbahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antaravariasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untukinfark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-ratamenunjukkan korelasi negatif dengan kejadiancerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serumbawah 160mg/dL.
3.3.5 Patogenesis Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
intraserebral
danperdarahan
subarakhnoid.
Pada
perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi.6 Jenis stroke non hemoragic berdasarkan perjalanan klinisnya : 1. TIA (Transient Ischemic Attack = gangguan peredaran darah otak sepintas) Pada TIA ini gejala neurologis yang timbul akan cepat menghilang, berlangsung hanya dalam beberapa menit saja, tetapi juga dapat sampai sehari penuh. TIA didefinisikan sebagai suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli. Ditinjau dari segala dan tanda-tanda yang ada, dapat dibedakan apakah TIA tersebut bersumber pada sistem karotis ataukah bersumber pada sistem vertebrobasilaris. 2. TIA yang disebabkan gangguan pada sistem karotis memberikan gejalagejala antara lain sebagai berikut : -
Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri (amaurosis fugax), terutama bila disertai atau bergantian dengan :
-
Kelumpuhan lengan atau tungkai atau keduanya pada sisi yang sama.
-
Defisit sensorik atau motorik dari wajah saja, wajah dan lengan atau tungkai saja secara unilateral.
-
Kesulitan untuk mengerti bahasa dan atau berbicara (afasi)
-
Pemakaian kata-kata yang salah atau diubah.
3. TIA yang disebabkan gangguan pada sistem vertebrobasilaris memberikan gejala-gejala antara lain sebagai berikut : -
Vertigo dengan atau tanpa disertai nausea dan atau muntah terutama bila disertai dengan diplopia, disfagi, atau disartri
-
Mendadak tidak stabil
-
Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral atau bilateral
-
Hemiapnosia homonim
-
Drop attack
3.3.6 Patofisiologi Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.7 Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.7 Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.7 Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.7 Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.7 Penyumbatan
arteri
serebri
posterior
menyebabkan
hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.7 Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.7 Penyumbatan total arteri basilaris
menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :7 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus). Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).
3.3.7 Gejala Klinis Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.4 Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.4 Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua
empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.4,8
A. Perdarahan Intra serebral Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan.
Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung.
Visi dapat
terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.4,8
B. Perdarahan Subaraknoid Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut: 4,8 o
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
o
Sakit pada mata atau daerah fasial
o
Penglihatan ganda
o
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.4,8
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.4,8 Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.4 Sekitar
25%
dari
orang
yang
mengalami
gejala-gejala
yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:4,8 o
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
o
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
o
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti:4,8 o
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
kebingungan,
mual,
dan
muntah-muntah
dan
dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian. o
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu. o
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
3.3.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian. Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi: o
Tumor otak
o
Abses otak
o
Sakit kepala migrain
o
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
o
Meningitis atau encephalitis
o
Overdosis karena obat tertentu
o
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin diperlukan. Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)
B.Pemeriksaan Klinis Neurologis Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Tanda-Tanda)
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke. Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan : a. PenetapanJenis Stroke berdasarkanAlgoritma Stroke Gadjah Mada
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score Tabel 3.4 Siriraj Stroke Score (SSS)
Catatan
: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik 2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
C. Pemeriksaan Penunjang Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan: o
jenis patologi
o
lokasi lesi
o
ukuran lesi
o
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (Magnetic Resonance Angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan
informasi
tentang
aneurisma
atau
arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-
benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadangkadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa)
yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak). Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal. Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Tabel 3.5 Perbedaan Jenis Stroke Dengan Menggunakan Alat Bantu.
Tabel3.6 Gambaran CT-Scan Stroke Infarkdan Stroke Hemoragik
Tabel 3.7 Karakteristik MRI Pada Stroke Hemoragik Dan Stroke Infark
3.3.9 Pengobatan Pengobatan terhadap stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 2 a. Medikamentosa b. Bedah saraf, bila keadaan memungkinkan
A. Medikamentosa Pengobatan medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya: 2 1. Menjamin jalan napas 2. Pemberian oksigen 3. Pemberian cukup cairan, elektrolit dan nutrien 4. Pemberian hemostatika 5. Edema serebral yang terjadi di terapi dengan kortikosteroid, diuretik/manitol 6. Menjaga alimentasi tetap baik 7. Pemberian stimulasi SSP, dan antikonvulsan bila perlu 8. Pengendalian tekanan intrakranial
9. Pengobatan terhadap faktor risiko (hipertensi, diabetes melitus, dan lain-lain) 10. Pemeberian antibiotik bila ada infeksi 11. Penanganan segera terhadap komplikasi yang terjadi
Pada kasus perdarahan intraserbral yang disebabkan oleh hipertensi, penurunan tekanan arteri yang terlalu cepat harus dihindarkan karena autoregulasi disekitar daerah yang mengalami perdarahan terganggu sehingga perfusi yang sangat menurun akan menimbulkan iskemia jaringan, maka penurunan tekanan darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin. Adanya edema diterapi dengan penggunaan zat hiperosmotik dan hiperventilasi selain kortikosteroid. Abnormalitas koagulasi harus dikoreksi, tergantung dari defisit koagulasinya, diberikan transfusi trombosit, vitamin K dan FFP. Pada pasien dengan PIS sekunder karena pemakaian streptokinase, urokinase atau tPA dg atau tanpa heparin, diberikan protamin dan asam amino kaproikepsilon.
B. Operasi Pengobatan bedah saraf yang diletakkan secara integrasi dengan terapi medikamentosa dalam pengelola pasien stroke memerlukan penilaian pasien setiap saat secara kontinyu, guna mendapatkan hasil terapi yang maksimal. Pertimbangan-pertimbangan tindakan bedah saraf meliputi usia, letak lesi, tingkat kesadaran pasien, penampang dan besarnya hematoma, saat yang tepat untuk tindakan operasi dan pemikiran-pemikiran indikasi kontra tindakan bedah saraf tersebut.2
Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain: 1. Kraniotomi Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk,
dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas. 2. Endoskopi Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum dibuktikan. 3. Aspirasi dengan bantuan USG Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini masih diobservasi. 4. Trombolisis intracavitas Blauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk. Perdarahan intraserebral dan subarakhnoid biasanya dikaitkan dengan adanya malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi. Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral.
Pilihan penanganan operatif pada AVM
antara lain:
pengangkatan
endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi diantaranya. 1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasisehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon. 2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi
dapat
dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi emboli. 3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif. 3.3.10 Prognosis Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.4 Diperkirakan pada perdarahan intraserebral mortalitasnya 26-50%, meningkat terutama pada perdarahan thalamus dan serebral yang diameternya >3cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Pada pasien dengan penurunan kesadaran maka mortalitasnya 63%. Pada beberapa literatur
menyebutkan, pada pasien dengan ukuran perdarahan kurang dari 1 lobus maka disebut perdarahan kecil, dan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari 1 lobus. Pada pasien dengan GCS saat masuk >9, perdarahan kecil dan tekanan nadi < 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya 98%. Tapi pada pasien dengan GCS saat masuk 3 atau koma, perdarahan besar dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka probabilitas hidupnya 8%.
3.3.11 Pencegahan Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1 o Mengatur pola makan yang sehat o Melakukan olah raga yang teratur o Menghentikanrokok o Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat o Memelihara berat badan yang layak o Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi o Penanganan stres dan beristirahat yang cukup o Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat o Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
BAB IV ANALISIS KASUS
Pasien laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri sejak +- 20 menit SMRS. Kelemahan timbul secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Awalnya pasien merasakan nyeri kepala, 1 hari SMRS, namun di hari ke 3 perawatan tangan dan kakinya menjadi lemah namun masih bisa bergerak dan sedikit mengangkat tangan. Pasien juga mengeluh mengalami kesulitan berbicara, bicara pelo (+), namun pasien masih bisa menjawab pertanyaan dengan tepat, bicara melantur (-), kesulitan menelan (+) saat makan pasien merasa sering terdapat nasi yang tidak tertelan di tenggorokannya, kejang (-), penurunan kesadaran (-), riwayat trauma kepala (-). Sedangkan anggota gerak sebelah kanan tidak ada keluhan. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol sejak 4 tahun yang lalu, riwayat dislipidemia (-), riwayat hiperuricemia (-). Ditemukan pula beberapa faktor resiko pada pasien, seperti jenis kelamin laki-laki, obesitas, perokok aktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 (E4M6V5), TD 190/100 mmHg dan tanda vital lain dalam batas normal. Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan pada nervus VII pada saat pasien senyum, plica nasolabial sinistramendatar, dan pada nervus XII lidah deviasi ke kiri. Pada pemeriksaan motorik, pada lengan dan tungkai kiri pergerakan menurun, kekuatan 1, tonus baik, eutrofi, refleks fisiologis meningkat dan refleks patologis (+) pada babisky dan gordon. Pada pemeriksaan sensibilitas dalam batas normal. Dari anamnesis tersebut sesuai teori, maka dibuat diagnosis klinis hemiparesis sinistra tipe spastik, paresis nervus VII sinistra dan nervus XII sinistra tipe sentral. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan serta untuk membedakan stroke dari yang menyerupai stroke seperti sinkop, sepsis dan kejang maka dilakukan penilaian dengan skala Rosier dimana didapatkan nilai 4 sehingga disimpulkan Tn. A sedang mengalami stroke (nilai skala Rosier > 0).
1+1+1+1 = 4
Selanjutnya ditentukan apakah stroke yang dialami Tn, A adalah stroke iskemik atau stroke hemoragik berdasarkan tanda dan gejala klinis yang telah diamati. Gejala dan tanda
Stroke perdarahan
Stroke Iskemik
Saat kejadian/onset
Sedang aktif
Saat istirahat
Peringatan TIA
Tidak ada
Ada
Nyeri kepala
Hebat
Ringan/sangat ringan
Kejang
Ada
Tidak ada
Penurunan kesadaran
Sangat nyata
Ringan/ sangat ringan
Nadi bradikardia/lambat
++ (sejak awal)
+/-
Edema papil mata
+ (sering)
-
Muntah
Ada
Tidak ada
Kaku kuduk
Ada
Tidak ada
Kernig, Bridzinski
++
-
Berdasarkan tanda dan gejala klinis pada pasien Tn. A diketahui lebih banyak mengarah pada stroke non hemoragik. Tetapi berdasarkan algoritma stroke Gajah Maka pasien ini termasuk dalam stroke hemoragik, yaitu: tidak didapatkan ketiga gejala dari penurunan kesadaran, refleks babinski, dengan nyeri kepala.
Berdasarkan Siriraj Score, pasien ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan CT SCAN (0) jika disesuaikan dengan teori Siriraj score, yaitu :
Pasien didiagnosis etiologik yaitu, Strok Non Hemoragik. Stroke menurut WHO merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Diagnosis pasien ini didasarkan karena dari anamnesis kelemahan terjadi terjadi secara mendadak, walaupun dengan adanya nyeri kepala, dan tidak ada penurunan kesadaran dan tidak adanya muntah, reflek patologis (+). Adanya kelemahan pada anggota gerak sinistra disebabkan karena adanya gangguan peredarahan darah otak berupa iskemik, infark salah satunya disebabkan karena adanya oklusi. Oklusi bisa disebabkan karena embolus ataupun thrombus. Oklusi akibat emboli sering mengenai cabang superior dan inferior, sementara oklusi pada cabang-cabang yang lebih dalam disebabkan oleh aterotrombotik. Emboli bisa berasal dari jantung ataupun plak ateroma. Proses pembentukan ateroma ini dapat terjadi pada beberapa kondisi, yaitu hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes. Diduga terjadi kerusakan di daerah motorik hemisfer kanan sehingga pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Pada pasien ini dirawat, kepala diposisikan 30 derajat, dan dilakukan fisioterapi. Obat yang diberikan IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/I, Inj. Citicolin 2x1gr, Inj.Piracetam 3x1 gr, Inj. Ranitidin 2x1 amp, Candesantran 1x8 gr, Aspilet 1x1, Clopidogrel 1x1. Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-dihoshokoline yang digunakan pada biosintesis membran, membatasi kematian/ disfungsi neuron setelah lesi SSP dan mencoba untuk mempertahankan interaksi seluler di dalam otak sehingga fungsi neuronal tidak terganggu dan meminimalkan lesi dengan menstabilkan membran dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Pemberian clopidogrel juga merupakan terapi pilihan pada pasien stroke non hemoragik, sebagai antiplatelet yang membuat hambatan pada pembuluh darah ke otak berkurang. Terapi ini sudah sesuai dengan teori penatalaksanaan stroke non hemoragik.
BAB V KESIMPULAN
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Pada kasus ini stroke yang terjadi adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh menurunnya aliran darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh darah pada suatu area otak sehingga area tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyopranoto I. 2011. Stroke: Gejala dan penatalaksanaan in CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011 2. Wijaya AK. Patofisiologi stroke non-hemoragikakibat thrombus. Denpasar: FakultasKedokteranUniversitasUdayana. 3. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2011. EdisiRevisi. PerhimpunanDokterSpesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 20011. 4. Misbach, Jusuf. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999. 5. Price, S. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6, Vol. 2. Jakarta: EGC, 2005. 6. Hassman KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 22 Oktober 2015 available from: http:/emedicine.medscape.com/article/793904-overview 7. Wibowo, S dan Gofir A. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam farmakoterapi dan neurologi. Jakarta: Salemba. Hal:53-73