Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Case Report Session
KARSINOMA NASOFARING
Oleh : Alvin Danil Putra
1740312612
Anisa Aprilia Adha
1840312458
Audra Lovita Vianny 1740312453
Preseptor : dr. Novialdi, Sp THT-KL(K),FICS
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2019
1
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Karsinoma Nasofaring Crisdina Suseno, Hwaida Sabrina, Liga Hendrono PENDAHULUAN Keganasan yang dalam istilah medis disebut
Sebelah atas, yang juga merupakan atap adalah
kanker merupakan salah satu kasus kematian utama
mukosa di depan vertebra servikal. Sebelah bawah
di dunia, termasuk di negara berkembang. Kanker
adalah ismus faring dan palatum mole, dan batas
juga merupakan hal yang paling dicemaskan oleh
lainnya adalah dua sisi lateral.4,5
masyarakat saat
basis cranii. Sebelah belakang adalah jaringan
ini.1
Karsinoma nasofaring adalah tipe kanker dengan distribusi endemis yang unik. Karsinoma nasofaring dapat ditemukan diseluruh negara dari lima benua tetapi insiden tertinggi terdapat di Cina bagian selatan khususnya di provinsi Guangdong dan jarang ditemukan di Eropa dan Amerika Utara. Insiden di provinsi Guangdong pada pria mencapai 2050/100000. Sementara insiden KNF di dunia tergolong jarang, yaitu 2% dari seluruh karsinoma sel squamous kepala dan leher, dengan insiden 0.5 sampai 2 per 100.000 di Amerika Serikat. Insiden kejadian kanker nasofaring dihubungkan dengan Gambar 1.1 Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping5
faktor geografi dan latar belakang etnik.1,2 Insidensi KNF di Indonesia hampir merata di setiap daerah; di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung 60 kasus, Makassar 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, 11 kasus di Padang dan Bukittinggi, serta 120 kasus per tahun di RSUD Prof. Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto. Demikian pula di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lainnya menunjukkan
distribusi
KNF
yang
merata
di
Indonesia. Kesulitan diagnosa dini pada KNF sampai saat ini masih merupakan masalah besar. Hal ini disebabkan oleh karena gejala penyakit yang tidak khas dan letak tumor yang tersembunyi sehingga sulit untuk diperiksa.3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1.2 Anatomi Nasofaring Tampak Belakang5
ANATOMI NASOFARING Nasofaring merupakan suatu ruang atau
Bangunan-bangunan
rongga yang berbentuk kubus yang terletak di
nasofaring adalah:
penting
yang
terdapat
di
belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu disebut “rongga buntu atau rongga tersembunyi”. Batas-batas rongga nasofaring, di sebelah depan adalah koana (nares posterior).
1. Adenoid atau Tonsila Lushka Bangunan ini hanya terdapat pada anakanak usia kurang dari 13 tahun. Pada orang
2
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
dewasa struktur ini telah mengalami regresi.5
3.
Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring dan
2. Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring
palatum molle.5
Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan tempat predileksi fibroma nasofaring atau angiofibroma nasofaring.5 3. Torus Tubarius Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachii (ostium tuba).5 4. Fosa Rosenmulleri Fossa Rosenmulleri merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk kecil ini diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang disebut sulkus salfingo-faring. Fossa Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel
kolumnar/kuboid
Tempat
pergantian
menjadi
ini
epitel
dianggap
pipih.
merupakan
predileksi terjadinya keganasan nasofaring.5
Gambar 1.3. Kelompok Kelenjar Limfe Leher dan Kemungkinan Letak Lesi Primernya.3 Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere
Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri
yang terletak pada bagian lateral ruang retrofaring,
dari epitel yang bermacam-macam, yaitu epitel
selanjutnya menuju ke kelenjar limfa disepanjang
kolumnar
vena jugularis dan kelenjar limfa yang terletak
simpleks
bersilia,
epitel
kolumnar
berlapis, epitel kolumnar berlapis bersilia, dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia. Pada
dipermukaan superfisial.5
Regato
DEFINISI KARSINOMA NASOFARING Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor
berpendapat bahwa epitel semu berlapis pada
ganas yang tumbuh di nasofaring dengan predileksi
nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi
pada fosa Rosenmuller. Keganasan epitel sering
epitel pipih berlapis. Demikian juga epitel yang ke
ditemukan pada populasi Cina dan Asia Tenggara,
arah palatum molle, batasnya akan tajam dan
termasuk Indonesia.2
tahun
1954,
Ackerman
dan
Del
jelas sekali. Yang terpenting di sini adalah pendapat
umum
bahwa
asal
tumor
ganas
EPIDEMIOLOGI KARSINOMA NASOFARING
nasofaring itu adalah tempat-tempat peralihan
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas
atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan
daerah kepala – leher yangterbanyak yang ditemukan
limfe di bawahnya.5
di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan
Walaupun fosa Rosenmulleri atau dinding lateral nasofaring merupakan lokasi keganasan tersering, tapi kenyataannya keganasan dapat juga terjadi di tempat-tempat lain di nasofaring. Moch. Zaman mengemukakan bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi pada:
leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut , tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.1 Karsinoma
nasofaring
dapat
ditemukan
diseluruh negara dari lima benua tetapi insiden tertinggi terdapat di Cina bagian selatan khususnya di
1.
Dinding atas nasofaring atau basis kranii
provinsi Guangdong dan jarang ditemukan di Eropa
dan tempat di mana terdapat adenoid.
dan Amerika Utara. Insiden di provinsi Guangdong
2.
pada pria mencapai 2050/100000. Sementara insiden
Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di
pinggir atau di luar koana.
KNF di dunia tergolong jarang, yaitu 2% dari seluruh
3
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
karsinoma sel squamous kepala dan leher, dengan
melaporkan bahwa pada perokok berat insiden
insiden 0.5 sampai 2 per 100.000 di Amerika Serikat.
kanker nasofaring meningkat 2-4 kali lebih tinggi
Insiden kejadian kanker nasofaring dihubungkan
dibandingkan yang bukan perokok. Perokok aktif
dengan faktor geografi dan latar belakang etnik.1,2
dengan konsumsi kumulatif rokok lebih dari 30 bungkus
Insidensi KNF di Indonesia hampir merata di setiap daerah; di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung 60 kasus,
120 kasus per tahun di RSUD Prof. Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto. Demikian pula di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-kota lainnya menunjukkan
distribusi
KNF
yang
merata
di
Indonesia.3
setahun
dapat
meningkatkan
kejadian karsinoma nasofaring dibandingkan dengan perokok aktif yang menghabiskan kurang dari 30 bungkus dalam setahun.2 2.
Makassar 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, 11 kasus di Padang dan Bukittinggi, serta
dalam
Ikan Asin Konsumsi ikan asin merupakan salah satu
penyebab
karsinoma
nasofaring
yang
sering
dilaporkan, ini berkaitan dengan substansi karsinogen yang
terdapat
didalamnya
yaitu
nitrosamin.
Nitrosamin adalah suatu molekul yang terdiri dari nitrogen
dan
oksigen,
molekul
tersebut
dapat
berbentuk senyawa nitrit dan NO yang terdiri dari senyawa amino dan senyawa campuran. Sumber
ETIOLOGI KARSINOMA NASOFARING bersifat
utama nitrosamine dapat berasal dari eksogen
multifaktorial. Faktor infeksi virus Epstein Barr sangat
maupun endogen, nitrosamin endogen berasal dari
Etiologi
dominan
karsinoma
untuk
terjadinya
nasofaring
karsinoma
nasofaring
sintesis didalam lambung dari prekursor yang berasal
konsumsi ikan asin,
dari makanan yang dicerna, sedangkan nitrosamin
kebiasaan merokok, pengawet makanan, asap kayu
eksogen berasal dari makanan, rokok, emisi industri
tetapi faktor non viral seperti
bakar, obat nyamuk bakar, infeksi saluran pernafasan
dan bahan kosmetik yang mengandung nitrosamin itu
atas berulang dan genetik dilaporkan berhubungan
sendiri.
dengan kejadian karsinoma nasofaring.Penyebab
literature bahwa ambang dasar paparan nitrosamine
kanker nasofaring sangat unik dan sulit untuk
pada manusia antara 2,5 µg/m3- 15 µg/m3 selama
dijelaskan.Antibodi
periode waktu
terhadap
virus
Epstein
Barr
ditemukan pada serum pasien kanker nasofaring dan
Berdasarkan
penelitian
dan
sejumlah
10 tahun berhubungan dengan
kejadian keganasan.
pada beberapa penelitian ditemukan peningkatan
Pada ikan asin selain mengandung nitrosamin
yang sangat signifikan dari kadar Epstein Barr
juga mengandung bakteri mutagen dan komponen
antibodi.Perbedaan ras, etnik, geografi, lingkungan
yang
dan genetik berkontribusi untuk timbulnya karsinoma
Konsumsi ikan asin yang terus menerus dalam
nasofaring. Padabeberapa literatur dikatakan juga
jangka waktu yang lama dapat meningkatkan angka
bahwa konsumsi makanan dengan bahan pengawet,
dapat
kejadian
mengaktivasi
karsinoma
virus
nasofaring.
Makanan
yang
juga
dapat
diawetkan
atas berulang, menghirup asap obat nyamuk bakar
meningkatkan risiko terjadinya kanker nasofaring
dan asap kayu bakar dapat meningkatkan kejadian
seperti sayuran yang diasinkan, udang asin, telur asin
kanker nasofaring.2
serta makanan lain yang diasinkan.2
FAKTOR RISIKO KARSINOMA NASOFARING 1.
Buah dan Sayur Konsumsi teh dan buah-buahan segar dapat
Asap Rokok
menurunkan
Merokok dapat meningkatkan serum anti-EBV.
karena
antikanker
untuk menilai adanya proses keganasan pada
nitrosamin.2
nasofaring, Asap rokok mengandung sekitar 4000
4.
tersebut bersifat karsinogen. Beberapa penelitian
angka
mengandung
Serum anti-EBV merupakan marker yang digunakan
senyawa kimia dan lebih dari 60 senyawa kimia
diasinkan
Barr.
asap rokok, ikan asin, riwayat infeksi saluran nafas
3.
dengan
Epstein
yang
kejadian zat
dapat
kanker
antioksidan
merubah
nasofaring dan
zat
struktur kimia
Formaldehid Formaldehid
adalah
suatu
senyawa
4
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
karsinogenik
yang
dapat
proses
Virus (EBV) adalah herpesvirus limfotropik yang
keganasan pada rongga hidung. Pada tahun 2004
dapat menginfeksi dan bereplikasi dalam sel epitel
International Agency for Research on Cancer ( IARC)
dan limfosit B. Virus EBV juga menyebabkan
memberikan
formaldehid
pertumbuhan immortal limfosit B pada penderita KNF.
sebagai bahan yang bersifat karsinogen dalam tubuh
Pada awalnya infeksi dari virus ini menyebabkan
manusia. Formaldehid dapat mengiritasi mata dan
perubahan
mukosa saluran pernafasan atas. Gas formaldehid
nasofaring. Sel displasia grade rendah ini sudah
dapat menyebabkan kanker pada rongga hidung,
terjadi akibat factor predisposisi.3
kategori
menyebabkan
grup
I
pada
sel
displasia
grade
rendah
pada
nasofaring, laring, mulut dan kelenjar ludah.2 5.
Displasia merupakan lesi awal yang dapat
Genetik Faktor genetik berperanan penting sebagai
etiologi
karsinoma
nasofaring.
Dilaporkan
pada
banyak literatur bahwa Human leucocyt antigen (HLA)
kemungkinan
peningkatan Tunisia
kejadian
tipe
HLA
berhubungan karsinoma
yang
dengan
nasofaring,
berhubungan
di
dengan
timbulnya karsinoma nasofaring adalah HLAB13, di
terdeksi,
yang
diperkirakan
dipengaruhi
oleh
beberapa karsinogen lingkungan. Hal ini berkaitan dengan
kehilangan
alel
pada
lengan
pendek
kromosom 3 dan 9 yang menyebabkan inaktivasi beberapa tumor suppressor genes, terutama p14, p15, dan p16.6 Area displasia merupakan asal dari tumor.
Algeria dinamakan HLA-A3,B5 dan B15, di Maroko
Didapatkan kerusakan gen pada kromosom 12 dan
HLA-B18 Di benua Asia termasuk Cina, HLA ini
kehilangan alel pada 11q, 13q dan 16q yang dapat
dinamakan sesuai rantai alelnya yaitu HLA-A2 dan
memicu terjadinya kanker invasif dan metastasis
B46. Kehilangan alel pada kromosom 3,4,9,11 dan 14
sering dihubungkan dengan mutasi p53 dan ekspresi
dapat meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring.2
cadherin yang menyimpang.6
6.
Asap Kayu Bakar dan Debu kayu Risiko terjadinya kanker nasofaring meningkat
terhadap paparan debu kayu yang terakumulasi dalam jangka waktu lama. Debu kayu menyebabkan iritasi dan inflamasi pada epitel nasofaring sehingga mengurangi bersihan mukosiliar dan perubahan sel epitel di nasofaring. Nasofaring merupakan daerah utama terperangkapnya partikel berukuran menengah ( 5-10 µm) dari partikel-partikel inhalasi sehingga memudahkan penyerapan zat kimia kedalam epitel nasofaring dan zat inhalasi ini bersifat karsinogen sebagai faktor risiko timbulnya karsinoma nasofaring.2 7.
Infeksi Kronik Telinga-Hidung-Tenggorok Pada beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa
infeksi
kronik
berulang
pada
telinga-
Gambar 1.4 Karsinogenesis karsinoma nasofaring6 Jenis gen litik EBV, antara lain BRLF1, BALF1, BZLF1, dan BCLF1. Ekspresi gen litik BRLF1 hanya
hidungtenggorok serta saluran nafas bagian bawah
ditemukan pada jaringan tumor
meningkatkan
karsinoma
sedangkan gen litik lain BALF1, BZLF1, BCLF1
nasofaring. Beberapa bakteri dapat merubah Nitrat
ekspresinya tidak spesifik pada jaringan tumor KNF
menjadi Nitrit sehingga menghasilkan struktur kimia
baik pada penderita KNF
yang bersifat karsinogenik yaitu campuran N-Nitroso.2
karier EBV. Rta (BRLF1 transcriptional activator)
2
kali
lipat
kejadian
pasien KNF,
maupun individu sehat
diduga memfasilitasi pertumbuhan tumor, sehingga PATOGENESIS KARSINOMA NASOFARING Infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) merupakan faktor penyebab utama timbulnya KNF. Epstein Barr-
gen BRLF1 berkontribusi terhadap perkembangan KNF.6
5
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
KLASIFIKASI
HISTOPATOLOGI
KARSINOMA
dan tidak berdiferensiasi.6
NASOFARING Klasifikasi
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi
gambaran
histopatologi
yang
direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
STAGING KARSINOMA NASOFARING Sistem staging menurut AJCC 2017:7 Stage
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
Tis N0 M0
I
T1 N0 M0
II
T1 (atau T0) N1 M0 T2 NO atau N1 MO
III
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non- keratinizing Carcinoma)
Pada
tipe
ini
dijumpai
tanpa
jembatan
intersel.
T1 (atau T0) N2 M0 T2 N2 M0
adanya
T3 N0 atau N1 atau N2 M0
diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa
Stage grouping
0
IVA
Pada
T4 N0 ata N1 atau N2 M0 T berapa pun N3 MO
umumnya batas sel cukup jelas. IVB
T berapa pun, N berapa pun, M1
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe ini sel tumor secara individu T
memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
Tis T0
T1
T2
T3 T4
Gambar 1.5. Non Keratinizing Carcinoma. (Dikutip dari:www.pathpedia.com)
N0
Tidak ada penyebaran ke KGB
N1
Menyebar ke 1 kelenjar limfe di satu sisi leher, atau telah menyebar ke nodus limfe di belakang tenggorok. Ukuran tidka melebihi 6 cm Tumor telah menyebar ke nodus limfe bilateral di leher, ukuran tidak melebihi 6 cm Penyebaran ke nodus limfe, ukuran melebihi 6 cm, atau lokasi di area bahu M
Terdapat kesamaan antara tipe II dan III sehingga selanjutnya disarankan pembagian stadium
N2
KNF terbaru hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu: N3 1. KSS berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). 2.
Karsinoma
keratinizingCarcinoma).
non-keratinisasi
Tumor hanya di permukaan nasofaring saja, belum tumbuh lebIh dalam Tumor tidak terlihat di nasofaring tapi ditemukan di nodus limfe leher dan EBV positif, yang membuatnya mirip dengan karsinoma nasofaring Tumor di nasofaring, mungkin sudah menyebar ke orofaring atau kavum nasal Tumor telah melaus ke jaringan di sisi kiri dan kanan dari ternggorok bagian atas, tapi tidak ke tulang Tumor telah menyebar ke sinus dan/atau tulang terdekat Tumor telah menyebar ke tengkorak dan/atau saraf kranial, hipofaring, kelenjar liur, atau mata atau jaringan sekitarnya N
M0
Tidak ada metastasis jauh
M1
Ada metastasis jauh
(Non-
6
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
hidung ini bukan merupakan gejala yang Tx
khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai
Tumor primer tidak bisa dinilai karena kurang informasi nodus limfe terdekat tidak bisa dinilai karena kurang informasi
Nx
pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini menyebabkan
MANIFESTASI KLINIK KARSINOMA NASOFARING
keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi 1.
pada stadium dini.6
Gejala Dini Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat
disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk
2.
Gejala Lanjut
a.
Pembesaran kelenjar limfe leher. Tidak
mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih
semua
benjolan
leher
menandakan
penyakit ini. Yang khas jika timbulnya di daerah
terbatas di rongga nasofaring.6
samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan a.
tidak nyeri. Benjolan biasanya berada di level II-III
Gejala telinga : -
dan tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan
Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan
pendengaran.
Gejala
merupakan gejala yang sangat dini. -
ini
Radang telinga tengah sampai perforasi
yang terjadi akibat penyumbatan muara
lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan dokter.6 b.
Gejala akibat perluasan tumor ke
tuba, dimana rongga telinga tengah akan
sekitar
terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin
Karena
nasofaring
berhubungan
jaringan
dengan
lama makin banyak, sehingga akhirnya
rongga tengkorak melalui beberapa lubang, maka
terjadi perforasi membran timpani dengan
gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi , seperti
akibat gangguan pendengaran.6
penjalaran tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat juga
Gejala Hidung:
mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi
Epistaksis Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan
hidung
atau
epistaksis.
Keluarnya darah ini biasanya berulangulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan
ingus,
sehingga
penglihatan ganda (diplopia). Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat juga disertai
berwarna kemerahan.6 -
Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit
gejala utama yang mendorong pasien datang ke
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan
-
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya.
digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih
6
membran timpani.
b.
oleh pasien.Sel-sel kanker dapat berkembang terus,
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah
Sumbatan hidung Sumbatan hidung yang menetap terjadi
terjadi demikian , biasanya prognosisnya buruk.6
akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung
dan
menutupi
koana.
Gejala
menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.
Gejala telinga dan
c.
Gejala akibat metastasis Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe
atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru.
7
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk.6 c. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
KARSINOMA
Computed Tomography (CT Scan) CT scan penting untuk mengevaluasi adanya
NASOFARING
erosi tulang oleh tumor, disamping juga dapat
1.
Pemeriksaan Endoskopi
menilai
Pemeriksaan nasoendoskopi akan memberikan
perluasan perineural melalui foramen ovale.8
informasi tentang keterlibatan mukosa dan perluasan
d.
perluasan
tumor
ke
parafaring,
Positron Emission Tomography (PET Scan)
Namun
Baik MRI maupun CT Scan tidak sensitif dalam
menetukan
mendeteksi adanya tumor residu dan rekuren
peluasan tumor ke arah dalam dan keterlibatan dasar
setelah radiasi atau kemoterapi. PET scan lebih
tengkorak. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan
sensitif untuk mendeteksi pada keadaan ini.8
tumor
serta
pemeriksaan
membantu endoskopi
saat tidak
biopsi. dapat
dengan anestesi lokal baik dengan endoskop kaku atau serat optik
3.
(flexible).8
Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr (EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg A
2.
anti EA (Early Antigen)
Pencitraan pada KNF Pemeriksaan klinis termasuk endoskopi tidak
4.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus (FNAB), bila
dapat memberikan gambaran perluasan tumor ke
tumor primer di nasofaring belum jelas dengan
arah dalam dan dasar tengkorak. Untuk tujuan ini
pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat
pencitraan sangat bermanfaat. Kemajuan teknologi
metastasis karsinoma nasofaring.
radiologi telah menyebabkan perubahan yang sangat signifikan pada penatalksanaan tumor secara umum,
5.
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya metastasis.
termasuk KNF baik dalam diagnosis, evaluasi dan terapi.
Pencitraan
Cross-sectional
dapat
Diagnosa
pasti
ditegakkan
dengan
memperlihatkan secara jelas perluasan tumor primer
melakukan biopsi nasofaring. Biopsi tumor nasofaring
dan metastasis regional. Kemajuan pencitraan ini
umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan
telah
penentuan
xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum
stadium dan membantu perencanaan radioterapi
didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan
memperbaiki
yang lebih a.
dan
keakuratan
tepat.8
pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkose.6
Pemeriksaan radiologi konvensional. Pada foto tengkorak potongan anteroposterior dan lateral, serta posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang
DIAGNOSIS BANDING 1. INFEKSI A. ABSES LEHER DALAM
daerah fossa serebri media.6 b.
DEFINISI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI lebih baik dibandingkan CT Scan dalam
Abses leher dalam adalah satu proses
memperlihatkan baik bagian superfisial maupun
kelanjutan dari infeksi pada berbagai daerah seperti
dalam
serta
gigi, mulut, tenggorok, sinus, paranasal, dan telinga
membedakan antara massa tumor dengan
yang mengenai ruang potensial leher di antara fasia.1
jaringan normal. MRI dapat memperlihatkan
Abses leher dalam merupakan salah satu kegawat
infiltrasi
sinus
daruratan dalam bidang THT-KL karena, walaupun
cavernosus. Pemeriksaan ini juga penting dalam
kasusnya jarang, tetapi penyakit ini mengancam
menentukan adanya perluasan ke parafaring
nyawa dan angka mortalitasnya tinggi.2,3
jaringan
tumor
lunak
ke
nasofaring,
otot-otot
dan
dan pembesaran kelenjar getah bening. Namun, MRI mempunyai keterbatasan dalam menilai perluasan yang melibatkan
tulang.8
Menurut lokasinya, abses leher dalam dapat dibagi menjadi abses peritonsil, abses retrofaring,
8
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
abses parafaring, abses submandibular, dan angina
DIAGNOSIS
Ludovici.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat infeksi pada daerah gigi, mulut, leher dan sekitarnya.
ETIOLOGI
Selain itu, riwayat trauma pada bagian leher dalam
Bakteri aerob gram positif adalah bakteri yang paling sering ditemukan pada abses leher dalam ini,diikuti oleh bakteri anaerob, bakteri aerob gram negatif dan jamur. Sekitar 62% kasus abses leher
dalam
dapat
disebabkan
juga ditanyakan.1,2 Gejala dan tanda klinis terutama yang khas atau patognomonis perlu diperhatikan. Apabila ragu, pemeriksaan penunjang pencitraan seperti foto polos atau CT Scan dapat dilakukan.1
oleh
polimikroba.2Beberapa contoh kuman penyebab dari
Pada abses retrofaring, dari hasil foto polos
abses leher dalam adalah golongan Streptococcus
jaringan lunak leher akan ditemukan pelebaran ruang
sp., Staphylococcus sp., kuman anaerob Bacterioides
retrofaring yang lebih dari 7 mm pada anak-anak dan
atau kuman campuran.
1,6,7,11
Namun, diperkirakan
dewasa. Ruang retrotrakeal juga dapat ditemukan
sekitar 20 – 50% dari kasus abses leher dalam ini
melebar lebih dari 14 mm untuk anak dan 22 mm
tidak diketahui
penyebabnya.2,8
untuk dewasa. Pada vertebra servikal dapat ditemui berkurangnya lordosis.1
PATOFISIOLOGI Abses merupakan hasil perkembangan dari
KOMPLIKASI
flora normal dalam tubuh. Flora normal dapat berkembang dan mencapai daerah steril di tubuh secaralangsung,
maupun
melalui
aserasi
Komplikasi pada abses dapat menyebar secara hematogen, limfogen, maupun langsung.
atau
Apabila abses menjalar ke kepala, dapat terbentuk
perforasi. Kuman dari abses yang terbentuk dapat
peradangan intracranial seperti meningitis maupun
diprediksilokasi asalnya berdasarkan kekhasan flora
abses otak. Apabila abses menjalar ke daerah toraks,
normal yang ditemui. Sebagian besar abses leher
dapat terjadi mediastinitis. Dinding pembuluh darah
dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
juga dapat dipengaruhi sehingga terjadi nekrosis
baik kuman aerob,
yang berlanjut kepada rupture pembuluh darah dan
anaerob,
maupun
fakultatif
anaerob.6,11
mengakibatkan
Kuman anaerob lebih banyak dibanding
perdarahan.
Periflebitis
maupun
endoflebitis juga dapat terjadi sehingga muncul
dengan kuman aerob dan fakultatif pada rata-rata
tromboflebitis, septikemia, hingga sepsis yang dapat
mukosadengan perbandingan mulai 1 : 10 – 10.000.
mengancam nyawa.1,2,3
Kuman yang paling dominan di gigi, oro-fasial, dan Komplikasi langsung dari abses ini dapat
abses leheradalah kuman anaerob sepertiPrevotella, porphyromonas,
Fusobacterium
spp,
dan
berupa
abses
yang
pecah
spontan
kemudian
Peptostreptococcus spp. Bakteri aerob dan fakultatif
teraspirasi, serta obstruksi jalan nafas yang dapat
yang biasa ditemui pada abses leher dalam adalah
menyebababkan asfiksia.1,2
Streptococcus pyogenic dan Stapylococcus aureus.10 Sumber infeksi paling sering pada abses 9
leher dalam adalah tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi akan masuk
terlebih
dahulu
ke
daerah
sublingual,
sedangkan molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila.
11
B. LIMFADENITIS Limfadenitis dibagi atas 4 kelompok, yaitu:12 1. Limfadenitis servikal akut unilateral Umumnya
disebabkan
oleh
Staphylococcus
aureus atau Streptococcus pyogenes (group A) pada
80%
kasus.
Bakteri
anaerob
banyak
terdapat pada karies gigi. Banyak terjadi pada anak anak antara usia 1 hingga 4 tahun. Pasien biasanya mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan
atas
atau
impetigo.
Terdapat
pembesaran KGB > 2-3 cm, eritem dan nyeri
9
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
tekan. pembesaran kelenjar getah bening bisa mencapai ukuran lebih dari 6 2.
cm.12
Limfadenitis servikal akut bilateral
-
Virus Herpes simplek
-
EBV
-
Cytomegalovirus
dijumpai.
-
Strep. Grup A
Disebabkan infeksi virus traktus respiaratorius
-
Mycoplasma pneumoniae
atas,
misalnya
-
Roseola
adenovirus, respiratory syncytial Virus, influenza
-
Parvovirus B19
virus. Gejala batuk, rinore, dan hidung tersumbat.
Limfadenitis unilateral kronik:
Ukuran pembesaran kelenjar getah bening tidak
-
Bakteri Nontberkulosis
terlalu membesar, mobile, tanpa kemerahan atau
-
Cat-scratch disease
hangat, jarang supuratif. Meskipun sifatnya self
-
TBC
limited, namun pembesaran KGB dapat persisten
-
Toxoplasmosis
selama seminggu.13
-
actinomikosis
Manifestasi
klinis
faringitis,
paling
atau
umum
konjungtivitis
Limfadenitis bilateral kronik: 3. Limfadenitis servikal subakut/kronik unilateral Biasanya
disebabkan
mycobacterium
(paling
avium-intracellulare
dicurigai
nontuberculous
-
Cytomegalovirus
sering
Mycobacterium
-
HIV
Mycobacterium
-
TBC
-
Sifilis
-
toxoplasmosis
and
tuberculous
pada
pasien
(TB)
juga
dengan
harus
limfadenitis
unilateral persisten yang tidak berespon terhadap pengobatan anti
EBV
oleh
scrofulaceum. Mycobacterium
-
Diagnosis
mikroba.12
Meskipun Limfadenopati dapat menujukkan adanya penyakit serius, pada umumnya disebabkan
4. Limfadenitis servikal subakut/ kronik bilateral
oleh infeksi. Bila didapatkan limfadenopati local,
Umumnya disebabkan oleh infeksi Ebstein Barr
harus
Virus atau Citomegalovirus. Penyebab lainnya
limfadenopati generalisata. Pada sebagian besar
infeksi
kasus,
Toxoplasma
unilateral, (sering
infeksi
gondii
meskipun
Mycobacterium
unilateral),
syphilis,
bisa
tuberculosis
dan
brucellosis.
dilakukan
evaluasi
diagnosis
kemungkinan
dapat
anamnesis dan pemeriksaan
ditegakkan
adanya
dengan
fisik.14
Anamnesis
Etiologi limfadenitis subakut dan kronik bilateral
Keluhan yang biasa dikeluhkan oleh pasien
generalisata.12
adalah1 1) pembengkakan kelenjar getah bening. 2)
dihubungkan dengan limfadenopati
Demam 3) kehilangan nafsu makan 4) keringat Etiologi dan Faktor Resiko Berdasarkan
manifestasi
limfadenitis servikal
berlebihan 5) nadi cepat 6) kelemahan 7) nyeri klinisnya,
etiologi
adalah:12
tenggorok dan batuk bila disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Limfadenitis unilateral akut :
Faktor
resiko
yang
mendukung
untuk
-
Stafilokokus aureus
menegakkan diagnosis limfadenitis adalah terdapat
-
Streptokokus aureus
riwayat seperti tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri
-
Bakteri anaeron
streptococcus, infeksi gigi dan gusi yang disebabkan
-
Strep. Grup B
oleh bakteri anaerob. Dapat juga disertai dengan
-
Tularemia
riwayat perjalanan dan pekerjaan ke daerah endemis
-
Bakteri gram negative
penyakit tertentu, misalnya perjalanan ke daerah-
-
Yersinia pestis
daerah
Afrika
dapat
penyakit
penyebab
Limfadenitis bilateral akut:
limfadenitis
-
Sedangkan pada orang-orang yang bekerja di hutan
Virus yang sering menyerang sal. Nafas atas
adalah
menunjukkan
Tripanosomiasis.
10
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Limfadenitis dapta terkena Tularemia. Faktor lain yang
dapat
menyebabkan
limfadenitis
b. nyeri tekan, kemerahan dan hanga serta lunak
adalah
pada perabaan mengarah kepada infeksi bakteri
paparan terhadap infeksi atau kontak sebelumnya
sebagai penyebabnya.
kepada orang dengan infeksi saluran nafas atas,
c. fluktuatif menandakan terjadinya abses
faringitis oleh streptokokkus, atau tuberculosis turut
d. bila disebabkan oleh keganasan tidak ditemukan
membantu mengarahkan
limfadenopati.14
tanda-tanda peradangan tetapi teraba keras dan tidak dapat digerakkan dari jaringan sekitar.
Pemeriksaan Fisik
e. pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran
a. Keadaan Umum
kelenjar berjalan mingguan-bulanan, walaupun
Malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat
dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan
mengarahkan kepada penyakit kronik (berjalan lama) seperti
tuberkulosis,
keganasan
atau
gangguan
kulity diatasnya menjadai tipis dan dapat pecah. f.
adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak
sistem kekebalan tubuh.
putih pada tonsil, bintik-bintik merah pada langit-
b. Karakteristik Kelenjar Getah Bening
langit
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
mengarahkan
infeksi
oleh
bakteri
streptococcus.
Kelenjar getah bening harus diukur dan harus dicatat
g. adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil,
ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada
langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas
perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
akan berdarah, pembengkakan pada jaringan
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah
lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada
keras atau kenyal. Pada umumnya kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm,
infeksi oleh bakteri difteri. h. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa
tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epiroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah
mengarahkan kepada Campak i.
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami
bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal
inflamasi
abnormal.14
Nyeri tekan pada kelenjar getah bening
berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas
umumnya
diakibatkan
untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokkus
peradangan
atau
proses
perdarahan. Konsistensi yang keras seperti batu
dalam
beberapa
hari,
kemudian
dan streptococcus.15
mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan
2. LIMFOMA MALIGNA
kepada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah
Limfoma terlihat licin, eksofitik, sub mukosal, non
terjadinyaabses/pernanahan.
ulseratif. Limfoma yang terjadi di nasofaring
Penempelan/bergerombol
beberapa
KGB
yang
menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis,
keganasan.14
biasanya
dapat
terdeteksi
jauh
lebih
cepat
daripada di daerah lain, karena akibat dari oklusi tuba
eustakhius
menyebabkan
penyakit otitis media serosa.
munculnya
9
Terdapat tanda-tanda spesifik pada kelainan kelenjar TATALAKSANA KARSINOMA NASOFARING
getah bening12: a. pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubella dan mononucleosis. Sedangkan pada
Tatalaksana untuk karsinoma nasofaring berdasarkan stadium: Stadium I : Radioterapi
pemebesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya
Stadium II-III : Kemoradiasi
bilateral (dua sisi kiri/ kiri dan kanan), dapat
Stadium IV dengan N <6cm : Kemoradiasi
digerakkan, tidak
Stadium IV dengan N >6cm : Kemoterapi dosis
nyeri
dan berbatas tegas,
dengan ukuran normal bila diameter 0,5 cm.
penuh dilanjutkan kemoradiasi
Terapi standar karsinoma nasofaring adalah radioterapi.
Keuntungan
dengan
memberikan
11
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
radioterapi sebagai regimen tunggal pada kanker
Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan
stadium I dan II akan memberikan harapan hidup 5
yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau
tahun 90-95%, namun kendala yang dihadapi adalah
bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker
sebagian besar pasien datang dengan stadium lanjut
dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active
(stadium III dan IV), bahkan sebagian lagi datang
single
dengan keadaan umum yang jelek. Di samping itu,
kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
karsinoma nasofaring dikenal sebagai tumor ganas
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel – sel
yang berpotensi tinggi untuk mengadakan metastasis
yang resisten terhadap salah satu obat mungkin
regional maupun
jauh.6
agents),
tetapi
pada
umumnya
berupa
sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.6
1.
Radioterapi Radioterapi sebagai terapi standar karsinoma
nasofaring
sudah
dimulai
sejak
lama.19
-
Hasil
pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% - 100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang
Kemoterapi adjuvan
Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien
dilakukan radioterapi. Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat
terapi
utamanya
yang
maksimal
ternyata:
tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup
o
Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.
penderita
o
Kemungkinan
KNF
diantaranya
yang
dipengaruhi terpenting
beberapa adalah
faktor stadium
penyakit.6
besar
kanker
masih
ada,
meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
o
Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan
Terdapat 3 cara utama pemberian radioterapi,
metastasis jauh6
yaitu : - Radiasi Eksterna / Teleterapi
-
Kemoterapi neoadjuvan
- Radiasi Interna / Brakhiterapi
Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud - Intravena.
adalah
pemberian
sitostatika
lebih
awal
yang
dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan Setelah
diberikan
radiasi,
maka
dilakukan
evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO: -
kemoterapi
neoadjuvan
untuk
mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan
6
Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang besar.
-
pemberian
radiasi. adjuvan
Alasan
praktis
adalah
penggunaan
usaha
untuk
kemoterapi
meningkatkan
kemungkinan preservasi organ dan kesembuhan.
Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
-
- No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
- Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
Kemoterapi concurrent
Kemoterapi
diberikan
bersamaan
dengan
radiasi. Umumnya dosis kemoterapi yang diberikan lebih
rendah.
Biasanya
sebagai
radiosensitizer.
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi
2.
Kemoterapi
terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan
12
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
relaps.6
Benjolan di leher kiri yang semakin membesar sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya, 1 tahun yang
3.
Pembedahan
lalu, benjolan teraba di bawah telinga kiri sebesar
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa
kelereng. Pasien mencoba berobat herbal dengan
diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi
cara menempelkan daun-daunan pada benjolan
leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar
tersebut, namun tidak ada perubahan. Pasien
paska radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar
kemudian memeriksakan dirinya ke SpB di RSUD
dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan
Dhamasraya, lalu dirujuk ke SpTHT-KL di RSUD
bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi.
Solok Selatan, kemudian dirujuk lagi ke SpTHT-
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif
KL di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau
Benjolan di leher kanan sejak 3 bulan yang lalu,
adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
awalnya benjolan sebesar kelereng dan dirasakan
diterapi dengan cara lain.
semakin lama semakin membesar.
PROGNOSIS KARSINOMA NASOFARING Terlihat
bahwa
karsinoma
nasofaring
merupakan kanker kepala dan leher yang paling sering ditemukan pada masyarakat kita dengan faktor risiko yang tinggi untuk menderita penyakit ini baik dari segi ras, geografis dan kebiasaan.Penderita karsinoma nasofaring sering lambat terdeteksi karena
Benjolan di tempat lain tidak ada.
Nyeri kepala hebat tidak ada.
Muntah menyemprot tidak ada.
Pandangan ganda tidak ada.
Kelopak mata turun tidak ada.
Sukar menggerakkan bola mata tidak ada.
Telinga berdenging ada, pada telinga kiri sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan hilang timbul.
faktor lokasi tumor, gejala yang tidak khas dan biopsi yang
sulit
sehingga
menyebabkan
buruknya
5 bulan yang lalu.
prognosis dari penyakit ini.1 LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Dasli
No. MR
: 01031443
Umur
: 68 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan
Suku bangsa : Minang
Alamat
Rasa penuh di telinga ada, pada telinga kiri sejak
Penurunan pendengaran ada, pada telinga kiri sejak 3 bulan yang lalu.
Hidung tersumbat tidak ada.
Keluar darah dari hidung tidak ada.
Suara serak tidak ada, riwayat suara serak ada sejak 6 bulan yang lalu.
Suara bergumam tidak ada
Nyeri menelan tidak ada.
Sukar menelan tidak ada
Sukar mengangkat bahu tidak ada.
Lidah pelo tidak ada
Nyeri dan sukar saat membuka mulut tidak ada
Seorang pasien perempuan berumur 68 tahun datang
Nyeri saat menggerakkan leher tidak ada.
ke poliklinik THT RSUP Dr. M. Djamil, Padang
Sesak nafas tidak ada, batuk berdahak tidak ada
tanggal 27 Januari 2019 dengan keluhan:
Telapak tangan dan mata kuning tidak ada.
: Ibu rumah tangga
: Pulau Punjung, Dhamasraya
ANAMNESIS
RIwayat kuning tidak ada. Keluhan Utama :
Riwayat penurunan nafsu makan ada, sejak 6
Benjolan di leher kiri yang semakin membesar sejak 6
bulan yang lalu diikuti dengan penurunan berat
bulan yang lalu.
badan sebesar 9 kg.
Keluhan tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang :
Riwayat demam, batuk lama, keringat di malam hari serta minum OAT/obat 6 bulan tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
13
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Riwayat tumor/benjolan seperti ini sebelumnya
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ada.
tidak ikterik, tes gerakan bola mata
Riwayat hipertensi tidak ada.
normal
Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
Paru
: pergerakan dinding dada simetris, fremitus kiri sama dengan fremitus kanan, sonor, suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak
Riwayat Penyakit Keluarga
ada.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan.
Riwayat
Pekerjaan,
Jantung
kordis teraba di 1 jari LMCS RIC V, sosial,
ekonomi,
bunyi jantung satu dan dua regular,
dan
gallop dan murmur tidak ada.
kebiasaan.
Abdomen Riwayat merokok dan mengonsumi alkohol tidak
usus ada normal.
Riwayat memasak dengan kayu bakar ada, >20 tahun.
: distensi tidak ada, teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, bising
ada.
: iktus kordis tidak terlihat, iktus
Ekstremitas
Riwayat makan makanan yang dibakar ada
: edema tidak ada, akral hangat, CRT <3 detik
3x/minggu
Riwayat makan ikan asin ada, 1x/minggu.
STATUS LOKALIS THT
Pemeriksaan Fisik Telinga
Status Generalis Keadaan Umum : Sedang
Pemeriksaa n Daun telinga
Kelainan
Dekstra Tidak ada
: 120/ 70 mmHg
Kel. Kongenital Trauma
Nadi
: 86 x per menit
Radang
Tidak ada
Napas
: 17 x per menit
Kel. Metabolik
Tidak ada
Suhu`
: 36,7 oc
Nyeri tarik
Tidak ada
Keadaan gizi
: kurang (IMT 17,78)
Nyeri Tekan
Tidak ada
Sianosis
: Tidak ada
Edema
: Tidak ada
Sempit
Tidak ada
Anemis
: Tidak ada
Hiperemis
Tidak ada
Ikterik
: Tidak ada
Edema
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Tekanan darah
Dinding liang telinga
Pemeriksaan Sistemik Kepala
: normosefal
Wajah
: simetris
Serumen
Cukup Lapang (N)
Bau Warna
Tidak ada
Ya
Tidak berbau -
Sinistr a Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ya
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak berbau -
14
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Jumlah
Tidak ada
Jenis
-
Tidak ada -
Hidung luar
Membran Timpani Utuh
Perforasi
Mastoid
Tes garputala 512 Hz
Warna
Putih mengkilap
Refleks cahaya
(+) arah jam 5
Bulging
Tidak ada
Retraksi
Tidak ada
Atrofi
Tidak ada
Jumlah perforasi Jenis
Tidak ada Tidak ada
Kuadran
Tidak ada
Pinggir
Tidak ada
Tanda radang
Tidak ada
Fistel
Tidak ada
Sikatrik
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Nyeri ketok
Tidak ada
Rinne
(+)
Putih mengki lap (+) arah jam 7, berkur ang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Si Tidak ada In Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (-)
Swabach
Audiometri
Sama Meman dengan jang pemeriksa Weber Lateralisasi ke telinga kiri Kesimpulan Tuli konduktif telinga kiri Tidak dilakukan
Deformitas
Tidak ada
Kelainan kongenital
Tidak ada
Trauma
Tidak ada
Radang
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Sinus Paranasal Inspeksi Pemeriksaan
Dekstra
Sinistra
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Rinoskopi Anterior
Tidak ada
Vestibulum
Vibrise Radang
Kavum nasi
Cukup lapang (N) Sempit Lapang Lokasi Jenis Jumlah Bau
Sekret
Konka inferior
Ukuran Warna
Konka media
Permukaan Edema Ukuran Warna
Tidak dilakukan Timpanometri
Septum
Hidung
Pemeriksaan
Kelainan
Dekstra
Sin istr a
Tid ak ada Tid ak ada Tid ak ada Tid ak ada Tid ak ada
Permukaan Edema Cukup lurus/ deviasi Permukaan Warna Spina Krista Abses
Ada Tidak ada Ya
Ada Tidak ada Ya-
Ya Tidak ada Eutrofi
Ya Tidak ada eutrofi
Merah muda Licin Tidak Eutrofi
Merah muda Licin Tidak eutrofi
Merah muda Licin Cukup lurus Licin Merah muda -
Merah muda Licin Cukup lurus Licin Merah muda -
15
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Massa
Peforasi Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Warna Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor
-
-
-
-
Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Koana
Mukosa
Kelaina n Cukup lapang (N) Sempit Lapang Warna Edema
Konka superior
Adenoid
Jaringan granulasi Ukuran Warna Permuka an Edema Ada/ tidak
Muara tuba eustachius
Tertutup secret
Massa
Lokasi Ukuran
Post nasal drip
Bentuk Permuka an Ada/ tidak Jenis
Dekstra
Sinistra
Lapang
Lapang
Merah muda Tidak ada Tidak ada
Merah muda Tidak Ada Tidak ada
Eutrofi Merah muda Rata
Eutrofi Merah muda Rata
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada pembesar pembesar an an Tidak Tidak tertutup tertutup sekret sekret nasofaring Memenuhi fossa rossenmuler Tidak khas Berbenjol-benjol Tidak ada
Tidak ada
-
-
Orofaring dan Mulut
Pemeriksaan Trismus Uvula
Kelainan Edema
Dekstra Sinistra Tidak ada Tidak Tidak ada ada
Bifida Palatum mole arkus faring
Simetris/ tidak Warna
Tidak ada Simetris
Tidak ada Simetris
Merah Merah muda muda Edema Tidak Tidak ada ada Bercak/ Tidak Tidak eksudat ada ada Dinding faring Warna Merah Merah muda muda Permukaan Licin Licin Tonsil Ukuran T1 T1 Warna Merah Merah muda muda Permukaan Licin Licin Muara/kripti Tidak Tidak melebar melebar Detritus Tidak Tidak ada ada Eksudat Tidak Tidak ada ada Perlengketan Tidak Tidak dengan pilar ada ada Peritonsil Warna Merah Merah muda muda Edema Tidak Tidak ada ada Abses Tidak Tidak ada ada Tumor Lokasi Tidak Tidak ada ada Bentuk Ukuran Permukaan Konsistensi Gigi Karies/ Ada, Ada, radiks karies karies pada pada insisivus insisivus 1-2, 1-2, caninus caninius 1 1, inferior inferior Kesan Oral hygiene kurang Lidah Warna Merah muda Bentuk Normal Deviasi Tidak Tidak ada ada Massa Tidak Tidak ada ada Laringoskopi indirek : Tidak dilakukan
Pemeriksaan
Kelainan
Epiglotis
Bentuk
Dekstra
Sinistra
Normal
16
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Warna
Merah muda
Edema
Tidak ada
Pinggir
Ukuran : Sinistra = 8,2x7,3x5,1 cm Dextra = 4,3x2,4x0,3 cm Konsistensi : Sinistra = Padat, berbenjol
Pinggir rata rata/tidak
Dextra = Kenyal
Warna
Merah muda
Edema
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Gerakan
Simetris
Warna
Merah muda
Edema
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Warna
Merah muda
Gerakan
Simetris
Pinggir medial
Normal
Massa
Tidak ada
Sinus
Massa
Tidak ada
piriformis
Sekret
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Sekret/jenisnya
Tidak ada
Mobilitas : Sinistra = mobile Dextra = mobile
Aritenoid Resume
Ventrikular Hasil Pemeriksaan Laboratorium
band
Plica vokalis
Valekulae
Hb
: 15,5 g/dL
Ht
: 43,5%
Leukosit : 5.000/mm3 Trombosit
: 214.000/mm3
APTT
: 32,5 detik
PT
: 10,4 detik
INR
: 0,96INR
Glukosa : 94 mg/dL
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Klorida : 200 mg/dL
Inspeksi : Lokasi
: Sinistra = KGB hiper jugularis (level II),
CT-SCAN Kesan :
medial jugularis (level III), dan lower jugularis (level IV) Dextra = KGB medial jugularis (level III)
HASIL LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI Kesan : HASIL LAB SITOLOGI Kesan :
Bentuk : Sinistra = tidak khas DIAGNOSIS Dextra = Bulat TERAPI Soliter/multiple : Sinistra = soliter Dextra = soliter Palpasi : Bentuk : Sinistra = tidak khas Dextra = Bulat
FOLLOW UP Tanggal 30 Januari 2019 S/ O/ Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran
: CMC
17
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
mengeluhkan adanya tanda-tanda tersebut. Hal ini
Nadi
: 70 x/m
menyebabkan,
Nafas
: 16 x/m
darikeluhan pada pasien.
Suhu
: 36,5oC
Udem/Anemis/Ikterik
Keganasan
: Tidak ada
: Dalam batas normal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera
yang
dapat
disangkal
menyerang
leher
maligna, pasien akan mengeluhkan pembengkakan KGB di tempat-tempat predileksi lain KGB. Biasanya
ikterik (-/-) KGB
:
Thoraks
:
keluhan pada pasien adalah bengkak di ketiak, leher, Normochest,
Rhonki
(-/-),
Wheezing (-/-), Irama jantung reguler, bising tidak ada : Supel, tidak ada pembesaran
sela paha, belakang telinga, dan tempat-tempat berkumpulnya KGB lainnya, namun pada anamnesis, pasien menyangkal hal ini. Sementara itu, keganasan primer yang bermetastasis ke bagian leher adalah ca
hepar dan lien Ekstremitas
infeksi
diantaranya adalah limfoma maligna. Pada limfoma
Kepala
Abdomen
etiologi
: Akral hangat, CRT<2”, udem tidak
nasofaring, ca orofaring, ca paru, dan ca hepar. Keganasan
ada
pada
orofaring
akan
menyebabkan
adanya keluhan suara serak dan bergumam (hot A/ Ca Nasofaring Non Keratinized Undifferentiated Stadium IVa (T3N3Mo) Pro Kemoterapi ke-II
potato voice) pada pasien dan obstruksi nafas, namun hal ini tidak ditemukan pada anamnesis pasien. Pada keganasan paru, akan ditemukan
P/ Awasi tanda vital
adanya gejala batuk berdahak dan sesak nafas progresif. Perlu dilakukan pemeriksaan foto polos
DISKUSI
dada untuk menentukan apakah memang ada
Pasien perempuan usia 68 tahun datang
perselubungan homogen pada lapangan paru pasien.
dengan keluhan benjolan di leher kiri yang semakin
Keluhan kuning juga ditanyakan pada pasien, namun
membesar sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan juga
pasien mengatakan tidak ada.
mulai muncul di leher kanan sejak 3 bulan yang lalu, Pasien mengeluhkan adanya gejala telinga
yang ukurannya lebih kecil dari pada benjolan kiri. Benjolan di leher dapat disebabkan berbagai macam etiologi. Beberapa di antaranya adalah akibat infeksi, keganasan, maupun metastase dari keganasan di tempat lain. Limfadenitis dan Abses leher merupakan penyebab infeksi tersering. Pada Limfadenitis akut dan subakut cenderung disebabkan oleh bakteri anaerob yang berasal dari karies gigi, tonsilitis dan infeksi pada oral cavity. Dikatakan akut dan subakut bila gejala dirasakan memberat dalam waktu kurang lebih 2 minggu. Namun pada pasien, gejala sudah timbul selama 6 bulan. Pada limfadenitis TB, kejadian cenderung kronis, namun keluhan demam lama, batuk lama, penurunan berat badan, keringat malam, dan konsumsi OAT disangkal oleh pasien. Pada abses leher, biasanya kejadian cenderung lebih akut dan menunjukkan tanda-tanda inflamasi akut berupa dollor, rubor, tumor, kalor, dan fungsio laesa. Selain itu, pasien juga akan mengeluhkan sulit membukan
berdenging di sebelah kiri, dirasakan hilang timbul sejak 5 bulan yang lalu. Penurunan pendengaran dan rasa penuh di telinga juga diakui ada oleh pasien. Hal ini dapat dicurigai adanya sumbatan terutama di telinga tengah, hal ini menyebabka perubahan tekanan negative di telinga tengah. Salah satu penyebab sumbatan di telinga tengah adalah massa yang
tumbuh
mendorong
di
bagian
fossa torus
Rosenmuller tubarius.
sehingga
Muara
tuba
eustachius akan tertup sehingga lama kelamaan pasien akan merasakan adanya rasa penuh dan nyeri di telinga. Keganasan yang mungkin dicurigai pada kasus ini adalah karsinoma nasofaring. Selain itu, pasien juga mengatakan adanya penurunan berat badan yang signifikan sebanyak 9 kg dalam 6 bulan terakhir. Pasien
mengaku
cukup
sering
mengkonsumsi ikan asin. Ikan asin dipercaya menjadi
mulut dan nyeri saat menggerakkan leher disertai
faktor risiko timbulnya keganasan pada nasofaring
gejala demam tinggi. Namun pada pasien tidak
apabila mengandung pengawet nitrosamine. Selain
18
Ilmiah Dokter Muda THT Periode Januari-Februari 2019
itu, faktor risiko lainnya adalah kebiasaan memasak
in Chronic Supurative otitis Media. Journal of
dengan kayu bakar selama lebih dari 20 tahun dapat
Saidu Medical College. 243; 3(2) : 328-330.
menjadi sumber perubahan mukosa saluran nafas
6.
pasien menjadi keganasan.
Oktarina D, Nasution SO. Laki – laki 28 Tahun dengan Otitis Media Supuratif Kronik Maligna dan parese Nervus Fasial dan perifer. Fakultas
Pada pemeriksaan fisik ditemukan massa di daerah
fossa
rosenmuler
kanan.
epidemiologinya, massa pada karsinoma nasofaring sering ditemukan pada daerah fossa rosenmuller. Pasien
diagnosis
Ca
Nasofaring
Non
rencana kemoterapi yang ke 2. Staging T3N3M0 ditentukan berdasarkan AJCC 8 tahun 2017. Dikatan T3 bila tumor telah menyebar ke sinus dan/atau tulang terdekat. Dikatakan N3 bila terjadi penyebaran ke nodus limfe dengan ukuran melebihi
cm atau
lokasi di area bahu. Dikatakan M0 karena tidak terdapat metastasis jauh. Penentuan TNM dilakukan pemeriksaan
penunjang
CT-Scan.
Stadium IVa karena T berapapun, N3, M0. Kemoterapi
neoadjuvan
dilakukan
pada
pasien ini karena pada stadium IV sebaiknya terapi lebih mengarah kepada terapi yang bersifat paliatif. Karsinoma nasofaring dengan stadium IV memiliki prognosis dubia ad malam.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Djafaar ZA, Kelainan telinga tengah. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 7. Jakarta: FK UI 2002. Hlm 62-67
2.
World
Health
organization.
Deafness
and
Hearing Loss. Switzerland. WHO; 2017. 3.
Rye MS, Blackwell JM, Jamiesen SE. Genetic Susceptibility to otitis media and childhood laryngoscope. 2012; 127. 665-675.
4.
Li JO, Hermansyah A, Ryan AF, Baralokz LO, Brown SD, Choesemen MR, John SK, Jung TT, Lim DJ, Danel A : Resient Audience in otitis media
in
molecular
biology,
biochemistry,
genetics and animal models. Otolaryngology head and neck surgery. 2013;148:552-563. 5.
Maniedieba,
Adnan,
Insanulian,
66-70. 7.
Burrows
HL,
Guidelines
for
clinical
case
ambulatory : otitis media. UMHS : otitis media
Keratinized Undifferentiated Stadium IVa (T3N3M0)
berdasarkan
kedokteran Universitas Lampung. Unila. 2012:
Pada
Sharafat,
Pehman, Hussaint. Frequency of Complication
guideline 2012.
19