Clinical Report Session
Intrauterine Fetal Death
Oleh : Afnilia Rozana
1310311182
Rina Pratiwi Annur
1110312007
Preseptor : Dr.H.Muslim Nur, Sp.OG (K) Dr. M. Alam Patria, Sp.OG Dr. Susanti Apriani, Sp.OG
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUD M ZEIN PAINAN 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian Janin dalam Kandungan atau Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu.1 WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1,2 Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 kematian perinatal adalah 400 per 100.000 orang atau sekitar 200.000 ribu orang pertahun sehingga kematian perinatal terjadi 1,2-1,5 menit. Kematian perinatal di Indonesia adalah yang tertinggi diantara Negara-negara Association South Of East Nation (ASEAN) kejadian sekitar 15 kali di Malaysia.6 Secara epidemiologi, angka insidensi kematian janin di seluruh dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14 – 3,82 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2009, yaitu sejumlah 14,5%. Kisaran angka tersebut adalah 18,9 lahir mati per 1000 kelahiran.3 Penyebab dan Faktor risiko terjadinya kematian janin dalam kandungan dapat disebabkan oleh faktor maternal, faktor fetal, plasental, serta idopatik. Faktor maternal antara lain Post term (> 42 minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, ,hipertensi, preeklampsia, eklampsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid
sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu. Faktor fetal antara lain adalah Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenial, kelainan genetik, infeksi. Faktor plsaental antara lain adalah Kelainan tali pusai, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa. Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intrauterin meningbat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma urealitikum), kegernukan, ayah berusia lanjut. Selain itu, merokok juga meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian janin. Sebagai tambahan, Risiko kematian janin dalam kandungan meningkat pada ibu dengan penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas. Selain itu, aspek yang juga harus dinilai sebagai penyebab dan faktor risiko tidak hanya tergantung kepada aspek maternal saja, namun juga aspek fetal dan plasenta.7 1.2 Tujuan Penulisan Dengan pembuatan laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai Intrauterine Fetal Death (IUFD) sehingga dapat memudahkan pembaca dalam menegakan diagnosis hingga tatalaksana ketika menemukan kasus dilapangan. Pembahasan pada makalah ini meliputi definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari intrauterine fetal death.
1.3 Metode Penulisan Metode penulisan laporan kasus ini adalah dengan tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai literature
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional
≥ 22 minggu.1 WHO dan American College of
Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.1,2 2.2 Klasifikasi Winkosastro (2005) menggolongkan IUFD kedalam empat golongan yaitu: Golongan 1 : Kematian janin sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh Golongan 2 : Kematian janin sesudah masa kehamilan mencapai 20 hingga 28 minggu Golongan 3 : Kematian janin sesudah masa kehamilan lebih dari 28 minggu Golongan 4 : Kematian janin yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan lainnya. 2.3 Epidemiologi Secara epidemiologi, angka insidensi kematian janin di seluruh dunia diperkirakan mencapai rentang 2,14 – 3,82 juta jiwa. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2009, yaitu sejumlah 14,5%. Kisaran angka tersebut adalah 18,9 lahir mati per 1000 kelahiran.3 Pada tahun 2005, data dari Laporan Statistik Vital Nasional menunjukkan tingkat nasional AS kelahiran mati rata-rata 6,2 per 1000 kelahiran. Pada tahun 2009, jumlah global diperkirakan saat dilahirkan adalah 2,64 juta (berkisar ketidakpastian, 2,14-3820000). Tingkat kelahiran mati di seluruh dunia menurun 14,5% dari 22,1 bayi lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun 1995-18,9 lahir mati per 1000 kelahiran pada tahun 2009.3 Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2003 mengenai kegagalan yang terjadi selama masa kehamilan, didapatkan data mortalitas perinatal di Indonesia berkisar 24 dari 1000 kehamilan. Kondisi kesehatan janin memiliki kontribusi tertinggi dalam mengakibatkan mortalitas perinatal (39%) dibandingkan dengan faktor maternal (5,1%). Resiko tingginya angka kematian yang berkaitan dengan faktor maternal kebanyakan berupa jarak 15 bulan kehamilan dari persalinan terakhir dan usia ibu hamil di atas 40 tahun.3 Sedangkan tiga besar penyebab kematian perinatal/maternal, secara umum masih belum bergeser dari pola lama yaitu Intra Uterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam rahim (31,3%), asphyxia atau ganguan pernafasan (20,4%) dan premature (18,7%).
2.4 Etiologi
Persentase penyebab IUFD (Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA, 2004)
1.
Janin.
1) Gerakan Sangat Berlebihan Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi. 2)
Kelainan kromosom Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat
(trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin. Hal ini
disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.4 Malformasi kongenital mayor merupakan adanya kelainan kromosom autosom. Beberapa dari kelainan tersebut antara lain neural-tube defect, hidrosefalus, penyakit jantung kongenital, hidrops dan lain-lain. Malformasi kongenital mayor ini merupakan kelainan genetis yang mengancam hidup janin dan mengganggu kerja organ-organ vital.5 2) Kelainan bawaan bayi Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya. 4)Malformasi janin Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan kematian pada janin. 5) Kehamilan multiple Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika ketidaklancaran ini
berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin. 6) Intra Uterine Growth Restriction Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi. 7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria) Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lainlain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati. Infeksi
janin
merupakan
kausa
yang
konsisten
dengan
tingkat
kegawatdaruratan janin. Semakin parah morbiditas dan virulensi dari infeksi yang diderita janin, semakin buruk kemungkinan janin untuk dapat hidup di dalam uterus. Beberapa infeksi janin yang dapat membahayakan janin antara lain infeksi TORCH (CMV, Toxoplasma, Rubella), malaria, infeksi Streptococcus grup A dan Streptococcus grup B, Salmonelosis atau demam tifoid, hingga gangguan pembekuan darah dan syok.5 8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada
kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan secara normal.4 9) Cedera janin Cedera tengkorak dan otak janin adalah yang tersering. Faktorny dapat disebabkan benturan antara kepala janin dan panggul ibu. Dapat
juga
kecelakaan lalu lintas beberapa bulan sebelum lahir menyebabkan paraplegia dan kontraktur.1 2. Maternal Kasus kematian janin yang diakibatkan oleh faktor maternal ternyata hanya memiliki peranan yang kecil. Pada intinya, kasus kematian janin yang disebabkan oleh kausa ibu diakibatkan oleh adanya gangguan sistemik pada ibu, dimana gangguan sistemik tersebut mengganggu perfusi darah dari ibu ke janin.1 1)
Lupus eritematousus sistemik. Penyakit yang etiologinya tidak diketahui, terjadi karena kerusakan sel oleh autoantibodi dan kompleks imun yang menyerang inti sel. Hampir terjadi pada wanita, dan prevalensinya pada wanita subur adalah sekitar 1 per 500. Efek penyakit ini pada janin dan neonatus adalah menghambat pertumbuhan serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Prognosis diperburuk
dengan
kekambuhan
lupus,
proteinuria
signifikan,
gangguan ginjal, dan hipertensi dengan atau tanpa preeklamsia. Penyebab tersering disertai infark placenta dan penurunan perfusi. Dapat menimbulkan anti-bodi anti-SS-A (Ro) dan anti-SS-B (La)
dapat
merusak
sistem
hantaran
dan
jantung janin sehingga
menyebabkan kematian janin.1 2) Mekanisme inkompatibilitas Rhesus darah antar orang tua mempunyai peran dalam IUFD. Golongan darah Rhesus yang berbeda tersebut memberikan suatu bentuk autoantibodi pada tubuh janin, sehingga berakibat pada hiperkoagulitas darah dan reaksi autoimun janin. Hampir semua kasus ibu hamil dengan inkompatibilitas Rhesus berakibat pada kematian janin.4 3) Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi tiga jenis yaitu hipertensi gestasional, pre-eklampsia, dan eklampsia. Ketiga jenis hipertensi kehamilan ini merupakan bagian yang berurutan, sesuai dengan tingkat keparahan. Bila pre-eklampsia tidak segera ditangani dengan baik, akan menimbulkan stadium pre-eklampsia berat yang akhirnya mengakibatkan eklampsia. Eklampsia adalah terjadinya kejang grand mal pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain..1,4 4) Diabetes mellitus tipe 2 lebih merupakan faktor penyulit medis tersering pada kehamilan. Pasien dipisahkan menjadi golongan yang mengidap diabetes sebelum hamil (overt), dan yang mengidap saat hamil (gestasional). Diabetes gestasional mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan, yang mungkin terjadi akibat perubahan-perubahan fisiologis pada metabolisme glukosa. Keadaan ini dapat menimbulkan efek bagi ibu dan janin. Efek yang akan dialami janin adalah makrosomia disertai trauma lahir karena distosia
bahu. Hal ini disebabkan oleh karena pengendapan lemak yang berlebihan di bahu dan badan. Hiperinsulinemia janin yang disebabkan oleh hiperglikemia ibu pun akhirnya akan merangsang pertumbuhan somatik yang berlebihan. Berkaitan dengan kematian janin, dugaan kematian janin oleh karena diabetes gestasional masih merupakan permasalahan yang belum ditemukan secara pasti bagaimana teori terjadinya. Kemungkinan paling besar adalah adanya trauma janin saat lahir akibat distosia bahu atau diabetes dipandang sebagai pemicu hipertensi pada kehamilan yang akhirnya menimbulkan pre-eklampsia dan eklampsia.1,4 3. Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptur uteri ini antara lain adanya diproporsi janin dan panggul, partus macet, atau adanya partus traumatik, dimana terjadi trauma mekanis yang kuat yang dapat merobek miometrium uterus. Plasenta 1) Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes di antara selaput ketuban dan uterus kemudian lolos keluar yang menyebabkan perdarahan eksternal. Solusio plasenta terbagi menjadi solusio plasenta totalis dan parsialis. Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahap paling awal akan memperlihatkan pembentukan
hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan destruksi plasenta di dekatnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya perfusi darah ke janin melalui plasenta dan berakibat pada kematian janin. Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami ruptur sehingga menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat berkontraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal atau tetap dalam uterus. Hal inilah yang membedakan antara solusio plasenta parsialis dengan totalis. Gambaran klinis solusio plasenta ringan hingga berat pun berbeda. Pada solusio plasenta ringan, terjadi ruptur sinus marginalis yang menyebabkan perdarahan pervaginam warna merah hitam dan agak tegang dengan bagian janin masih teraba. Solusio plasenta sedang terjadi sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar diraba, BJA sukar diraba dengan stetoskop biasa, dan terjadi kelainan pembekuan darah. Solusio plasenta berat merupakan gejala terberat dengan pelepasan solusio plasenta lebih dari duapertiga luas, uterus tegang seperti papan, nyeri hebat, dan ibu-janin tiba-tiba mengalami syok hingga meninggal.1 2) Infeksi plasenta dan selaput ketuban yang secara klinis bermakna jarang terjadi tanpa infeksi janin yang signifikan. Pada sebagian kasus, pemeriksaan mikroskopik terhadap placenta dan selaput ketuban dapat
membantu identifikasi etiologi infeksi. Korioamnionitis ditandai oleh sebukan leukosit mononuklear dan po,imorfonuklear pada korion. Sementara banyak pihak yang menganggap bahwa ini nonspesifik dan tidak selalu terdapat pada infeksi janin dan ibu.1 3) Infark plasenta merupakan kelainan plasenta yang tersering. Infark plasenta terjadi karena akibat dari sumbatan pasokan vaskuler ibu, yaitu sirkulasi antarvilus. Secara histopatologis terdapat gambaran degenerasi fibrinoid trofoblas, kalsifikasi, dan infark iskemik akibat oklusi arteri spiralis.Secara umum, etiologi dari infark plasenta ini terjadi karena penuaan trofoblas yang mengalami perubahan, dan gangguan sirkulasi uteroplasenta. Sinsisium yang mengalami penuaan mengalami degenerasi sinsisium. Sinsisium yang terurai tersebut kemudian langsung terpajan dengan darah ibu, sehingga menyebabkan bekuan darah pada vilus-vilus. Dari sini, terbentuklah trombosis arteri vilus pada janin dan bahkan berakibat pada kalsifikasi plasenta. Pembentukan trombosis dan kalsifikasi ini mengakibatkan gangguan sirkulasi darah ke janin yang berakibat kematian janin. Gambaran infark plasenta ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Patologi Anatomi dan Ultrasonografi.1 4) Perdarahan janin-ke-ibu dapat sedemikian berat sehingga menimbulkan kematian janin. Penyebabnya adalah trauma yang meninbulkan gaya yang besar pada abdomen, dan terutama menyebabkan plasenta laserasi dan mengancam nyawa. 10-30% kasus trauma didapati perdarahan janin ke ibu.1 2.5 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada ibu dengan kematian janin dalam kandungan meliputi: 1. Terhentinya pertumbuhan uterus atau penurunan TFU 2. Terhentinya pergerakan janin 3. Terhentinya denyut jantung janin 4. Terhentinya peningkatan berat badan ibu 5. Terhentinya pembesaran payudara 2.6 Diagnosa2,5,8 A. Anamnesis -
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat berkurang
-
Ibu merasakan perutnya bertambah besar bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya.
-
Ibu kebelakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
-
Penurunan berat badan
-
Perubahan pada payudara atau nafsu makan.
B. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : -
Tidak kelihatan gerakan janin yang biasanya dapat dilihat terutama bagi ibu yang kurus
-
Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu
-
Terhentinya perubahan payudara
Palpasi:
-
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya usia kehamilan, tidak teraba gerakan janin
-
Dengan palpasi dapat dirasakan ada krepitasi pada tulang kepala janin
Auskultasi: -
Tidak terdengar denyut jantung janin
C. Pemeriksaan penunjang a. Tes Laboratorium -
Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
-
Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
b. USG -
Gerak anak tidak ada
-
Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
c. Rontgen -
Slapding’s sign (+): tulang tulang tengkorak janin saling tumpah tindih, pencairan otak dapat menyebabakan overlapping tulang tengkorak.
-
Nanjouki’s sign (+): tulang punggung janin sangat melengkung
-
Robert’s sign (+): tampak gelembung gelebung gas pada pembuluh darah besar. Tanda ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12 jam.
-
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin.
2.7 Diagnosa banding2,5,8 1. Missed abortion Karena denyut jantung tidak terdengar,pembesaran uterus tidak bertambah dan pergerakan janin tidak dirasakan tetapi pda KJDK dapat dirasakan krepitasi pada saat palpasi sedangkan missed abortion tidak. 2. Kehamilan ektrauterin Pada KJDK didapatkan tes plano dengan hasil yang negatif sedangkan pada kehamilan ektrauterin positif 3. Mola hidatidosa Pada mola hidatidosa, akan didapatkan tidak adanya DJJ dan gerak janin. Namun, pada penyakit ini akan ditemukannya tes plano yang positif dikarenakan kadar HCG yang tinggi. Ini sangat berbeda dengan KJDK atau IUFD, yang mana akan didapatkan hasil tes plano yang negatif Gejala dan tanda yang selalu ada Gerakan janin berkurang atau hilang timbul atau menetap, perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu Gerakan janin san DJJ tidak ada, perderahan dan nyeri perut hebat
Gejala dan tanda yang Kemungkinan diagnose kadang kadang ada Syok, uterus tegang/kak, Solusio placenta gawat janin atau DJJ tidak terdengar
Syok, perut kembung, Rupture uteri cairan bebas intraabdominal, kontraksi uterus abnormal, abdomen nyeri, bagian bagian janin teraba, denyut nadi ibu cepat Gerakan janin berkurang Cairan ketuban bercam[ur Gawat janin atau hilang DJJ meconium abnormal(< 100x/menit atau > 180 x/menit) Gerakan janin atau DJJ Tanda tanda kehamilan Kematian janin hilang berhenti, TFU berkurang, pembesaran uterus berkurang Tabel 2.1 Diagnosis Banding IUFD
2.8 Tatalaksana Penatalaksanaan pada kasus IUFD yaitu dengan terminasi kehamilan. Beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :5,9 1. Informed consent kepada pasien mengenai cara persalinan, bisa dengan persalinan spontan, induksi maupun tindakan bedah (operasi Caesar). Bila pilihan dengan persalinan spontan, jelaskan kepada pasien bahwa persalinan akan terjadi dalam 2 minggu. 2. Induksi dilakukan dengan menilai kematangan serviks a. Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena bereisiko infeksi c. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol: Berikan misoprostol 25 mcg pervaginam dan dapat diulang sesudah 6 jam Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol maka naikkan dosismenjadi 50mcg setiap 6 jam Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. 3. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternative terakhir
4. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika 5. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati 6. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan berbelasungkawa terhadap janin yang meninggal tersebut. 2.9 Komplikasi 1. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Janin
yang
matiakan
melepaskan
thromboplastin
sehingga
akan
menyebabkan terjadinya proses koagulasi 2. Sepsis 3. Gagal ginjal akut 4. Kematian ibu 2.10 Pencegahan Upaya pencegahan kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keraas, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T + T (twin ti twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.2
BAB III LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. M
Usia
: 41 Tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
No.RM
:24 80 72
Alamat
:Kambang
Tanggal Masuk
:8 Maret 2018
Nama Suami
:Tn. Yogi
Usia
: 45 Tahun
Pekerjaan
: wiraswasta
ANAMNESA Keluhan utama Seorang pasien usia 42 tahun datang ke IGD Rumah Sakit M Zein, Painan pada tanggal 8 Maret 2018 jam 18.00 WIB rujukan dari klinik swasta dengan diagnosis G4P2A1H2 gravid 27-28 minggu + IUFD Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sebelumnya kontrol ke Praktek SpOG dengan keluhan gerak anak tidak drasakan sejak 4 hari yang lalu, kemudian di USG, dan dinyatakan IUFD. Kemudian pasien di rujuk ke RSUD M Zein
Gerakan janin dirasakan sejak usia kehamilan 4 bulan dan tidak terasa sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat trauma (-), riwayat di urut (-), riwayat demam (-).
Nyeri pinggang mejalar ke ari ari tidak ada.
Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada.
Keluar air air dari kemaluan tidak ada.
Keluar darah segar dari kemaluan tidak ada.
Pasien sudah tidak haid sejak 7 bulan yang lalu.
Rriwayat hamil muda: Mual (+), Muntah (-), PPV (-)
Riwayat ANC: Rutin kontrol ke bidan desa setiap bulan sejak usia kehamilan 3 bulan.
Hari pertama haid terakhir (HPHT): 2 September 2017
Taksiran persalinan: 09 Juni 2018
Riwayat menstruasi: menarchae usia 13 tahun, siklus haid teratur, 1x/bulan, lama haid 5 hari, ganti duk 2 kali sehari, nyeri haid tidak ada.
Gatal gatal pada kemaluan, keputihan, berbau amis tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, dan hipertensi Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular, dan kejiwaan Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, Dan Kebiasaan
Riw. perkawinan
Riw.Kehamilan/Abortus/Persalinan : 1.2000/Abortus/Kuret/ SpOG
: 1 x pada tahun 1999
2.2001/Laki-Laki/3500 gram/ Aterm/Spontan/ Bidan 3.2005/Laki-Laki/3400 gram/Aterm/ Spontan/Bidan 4. Sekarang
Riwayat Kontrasepsi
: (-)
Riwayat Imunisasi
: (-)
Riwayat kebiasaan
: riwayat merokok (-), riwayat
minum alkohol dan menggunakan narkoba disangkal Riwayat Psikososial
Pendidikan terakhir ibu
: Tamat SMA
Pendidikan terakhir suami
: Tamat SMA
Pekerjaan ibu
: Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan suami
: wiraswasta
Riwayat Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hb dan Ht sebelumnya : belum pernah
Pemeriksaan urinalisa sebelumnya
Pemeriksaan kultur urin sebelumnya : belum pernah
Pemeriksaan penapisan antibody, status rubella, penapisan sifilis, paps
: belum pernah
smear, uji HbsAg dan uji HIV sebelumnya : belum pernah Riwayat Nutrisi •
Pasien mengakui ada penambahan berat badan selama hamil namun tidak diketahui berapa kilogram
Riwayat Aktivitas •
Pasien tidak ada olahraga selama hamil
•
Istirahat dirasa cukup
•
Riwayat bepergian jauh keluar kota tidak ada
•
Riwayat bepergian dengan pesawat udara selama kehamilan tidak ada
Riwayat Keluhan Medis
Riwayat kaki bengkak, tensi tinggi, dan mata kabur selama kehamilan tidak ada
Riwayat mual selama kehamilan ada, biasanya di pagi hari, muntah ada
Riwayat nyeri ulu hati selama kehamilan tidak ada
Riwayat kelelahan selama kehamilan tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: composmentis kooperatif
TinggiBadan
: 160 cm
Berat Badan sebelum hamil
: 55 Kg
BMI
: 23,4
Berat Badan sesudah hamil
: 60 Kg
LILA
: 23 cm
Status Gizi
: Dalam Batas Normal
Vital sign TekananDarah
: 100/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Nafas
: 20x/menit
Temperatur
: 370C
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher
: JVP 5 – 2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorak Paru : Inspeksi
: gerakan normal simetris kiri sama dengan kanan
Palpasi
: Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi
: sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi
: Vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi jantung murni, teratur bising (-)
Abdomen
: Status obstetrikus
Genitalia
: Status obstetrikus
Ekstermitas
: Edema (-/-), refleksfisiologis (+/+), reflekspatologis (-/-)
STATUS OBSTETRIKUS Muka
: cloasma gravidarum (+)
Mammae
: membesar ,aerola dan papilla hiperpigmentasi, colostrum (-)
Abdomen Inspeksi: perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan 7 bulan Palpasi Leopold I
: FUT teraba di 2 jari di atas pusat teraba massa besar, lunak ,noduler
Leopold II
:teraba tahanan terbesar janin di kanan, dan teraba bagian-bagian kecil janin di kiri
Leopold III
: teraba massa bulat, keras, melenting
Leopold IV
:-
TFU : 26 cm DJJ : tidak ditemukan Genitalia Inspeksi
: rambut pubis +, V/U tenang, perdarahan pervaginam (-)
VT floating.
: Ø belum ada, portio tebal, posterior, kaku, teraba kepala
DIAGNOSA
G4P2A1H2 gravid 27-28 minggu
IUFD, Presentasi kepala
DIAGNOSA BANDING PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium -
Hb
: 12,0
-
Leukosit
: 7300
-
GDS
: 117 mg/dL
-
Ht
: 38
-
Trombosit
: 247.000
USG Posisi janin tunggal mati intrauterine presentasi kepala Aktifitas Gerak Janin (-) Biometri
BPD
: 5,68 cm
AC
: 19,3 cm
FL
: 4,74 cm
EFW : 761 gram
Kesan : gravid 24-25 minggu janin tunggal mati intrauterine presentasi kepala
TERAPI
Informend consent
Observasi KU, VS, PPV.
IVFD RL 20 tpm
Pematangan cerviks (Misoprostol 2 tab/6 jam)
Rencana dan Saran Rencana Partus pervaginam
Follow UP 9 Maret 2017, jam 07.00 S/ Nyeri ari-ari (-), Demam (-), PPV (-), BAK (+) O/ Ku sedang Kes CMC TD 120/70 Nd 84 Nf 20 T Af Abd : TFU 2 jari di atas pusat, DJJ (-) Gen : V/U tenang, PPV(-). A/ G4P2A1H2 gravid 27-28 minggu+ IUFD P/ Kontrol KU, VS, PPV IVFD RL 20 tpm Misoprostol 2 tab/6 jam
Rencana : Partus Pervaginam 09 Maret 2018, jam 23.45 S/ OS Ingin mengejan kuat O/ Ku sedang Kes CMC TD 120/80 Nd 84 Nf 20 T Af Abdomen : HIS (+) Genetalia : Tampak Kepala Crowning A/ G4P2A1H2 parturien 27-28 minggu kala II P/ Pimpin Persalinan
Laporan Persalinan, 10 Maret 2018 pukul 00.00 Lahir janin meninggal pervaginam BBL 750 gram PB 30 cm Jenis Kelamin Laki-Laki Maserasi grade II Plasenta Lahir Spontan Lengkap Utuh 1 buah berat +- 100 gram, ukuran 15x15x2 cm Panjang tali pusat +- 30 cm, insersi parasentralis. A/ P3A1H2 post partus pervaginam+ IUFD
P/ Kontrol KU,VS, PPV, Kontraksi IVFD RL 20 tpm Cefixim 2x200 mg Asam mefenamat 3 x500 mg Vitamin C 3x50 mg SF tablet 1x300 mg
10 Maret 2018, jam 07.00 S/ Nyeri ari-ari (-), demam (-), BAK (+) O/ Ku sedang Kes CMC TD 120/70 Nd 84 Nf 20 T Af Abd : FUT 2 jari dibawah pusat kontraksi baik Gen: V/U tenang, PPV (-) A/ P3A1H2 post partus pervaginam+IUFD P/ Kontrol KU, VS, PPV, Kontraksi IVFD RL 20 tpm Cefixim 2x200 mg Asam Mefenamat 3x500 mg Vitamin C 3x50 mg SF 1x300 mg
BAB IV DISKUSI Pada kasus ini diagnosis Intra Uterine Fetal Death (IUFD) pada Ny. M usia 42 tahun dengan ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. IUFD ditegakkan karena menurut janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Dari anamnesis diketahui bahwa hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien yakni pada tanggal 26 Juni 2017 dan pasien merasakan gerakan janin tidak ada 4 hari yang lalu. Data tersebut mengarahkan ke IUFD karena bisa didapatkan saat usia kehamilan 20 minggu gerakan janin sudah tidak dapat dirasakan. Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan didapatkan bahwa tanda-tanda kehamilan tidak seuai dengan usia kehamilan dan juga mengarahkan bahwa telah terjadi kematian janin intra uterin. Tidak teraba gerak janin dan saat pemeriksaan dengan Doppler bunyi jantung janin juga tidak terdengar. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni pemeriksaan laboratorium dan USG. Pemeriksaan laboratorium, berupa urinalisa didapatkan hasil leukosit (+++) dan epitel (+).Pada pemeriksaan USG yang telah dilakukan pada pasien ini, ditemukan janin tunggal, intrauterine dengan presentasi kepala. Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan tidak ada denyut jantung janin, sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti. Penyebab IUFD pada pasien ini tidak dketahui dengan pasti (Idiopatik). Berdasarkan anamnesis, pasien ini tidak ada riwayat trauma dan alergi dalam
kehamilannya ini, namun pasien juga tidak ada mengeluhkan adanya keputihan serta gatal-gatal pada kemaluan. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat-obatan lama. Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Inkompatibilitas ABO juga bisa berkemungkinan, mengingat pasien bergolongan darah O. Penatalaksanaan pada kasus IUFD yaitu dengan terminasi kehamilan, bisa dengan persalian spontan, persalinan dengan induksi dan tindakan bedah. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan preterm dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Untuk menginduksi pasien diberikan Misoprostol 2 tablet/6 jam.
DAFTAR PUSTAKA 1. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden 2002. 2. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35. 3. POGI : Standar Pelayanan Medis Obstetri dan Ginekologi, edisi revisi. 2006. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta 4. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by Vaginal Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind 2004;54(6):561-3 5. Cunningham, F.G., etc. 2005. Kematian Janin. Obstetri Williams vol. 2, edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm. 1200-1220. 6. Manuba, IBG. (2008). Buku Ajaran Patologi Obstetri-Untuk Mahasiswa Kebidanan Jakarta : EGC 7. Ohana O, Holcberg G, Sergienko R, Sheiner E. Risk Factors for Intrauterine fetal death. Informa UK, Ltd. London. 2011. 8. Mochtar R. Kematian Janin Dalam Kandungan, Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi – Obstetri Patologi, Medan, 2010, 280-2, 539. 9. Siddiqui F, Kean L. 2008. Intrauterine fetal death. Elsevier: obstetrics, gynaecology and reproductive medicine. hal:1-6 10. Weeks A. 2007. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology and Obstetrics ; 99 : S156–S159. 11. Patel S, et al. 2014 study of causes and complications of intra uterine fetal death (IUFD). Int J ReprodContraceptObstet Gynecol. Dec; 3(4):931-935