Copi Bab 2.docx

  • Uploaded by: Desmalita Asmuni
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Copi Bab 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,485
  • Pages: 11
Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Diabetes Mellitus Tipe 2 2.1.1 Definisi Menurut World Health Organization (WHO), DM merupakan kelompok masalah anatomik dan kimiawi akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin, sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya ( PERKENI, 2011).

2.1.2 Epidemiologi Jumlah penderita DM di dunia pada tahun 2003 diperkirakan sebanyak 194 juta, 85% - 95% adalah DM tipe 2 (IDF 2005). Indonesia menduduki rangking ke 4 (empat) dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dalam prevalensi diabetes (Setyobekti P, 2004). World Health Organization memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030(Depkes RI 2011) Beberapa penelitian terhadap pasien DM didapatkan kadar osteokalsin yang lebih rendah. Kadar osteokalsin juga berhubungan dengan kadar glukosa, adiponektin dan risiko terjadinya atherosklerosis. Penelitian lain mendapatkan kadar osteokalsin

4

serum berbanding terbalik dengan lingkar pinggang, kadar glukosa , triglserida dan HOMA IR (Kanazawa I, et al.,2009; Zou M, et al., 2009)

2.1.3 Diagnosis Diabetes Melitus Kriteria diagnosis DM (PERKENI, 2011): -

Gejala klasik DM dengan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau

-

gejala klasik DM dengan Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam atau

-

kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Pemeriksaan HbA1c >6.5% oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik. (PERKENI, 2011)

5

2.2 Osteokalsin 2.2.1. Struktur Osteokalsin Osteokalsin merupakan protein nonkolagen tulang yang terdiri dari 49 asam amino dengan berat molekul 5-8 kDa. Gen osteokalsin pada manusia terletak di kromosom 1 (Iq25-q31) (Allison, 2000; Ivaska, 2005). Osteokalsin pada manusia disintesis sebagai prepromolekul yang terdiri dari 23 rangkaian residu utama dengan sinyal peptide, 28 residu propeptida dan 49 residu protein matur. (Celeste et al., 1986). Setelah dipecah proosteokalsin berupa γcarboxylation karena pro region terdiri dari a γ -carboxylation yang digambarkan sebagai bagian yang homolog dengan vitamin K-dependent sebagai faktor koagulasi darah Setelah itu propeptid akan dilepas secara intraselular dan protein matur dengan berat molekul sekitar

5900 dan disekresikan dari sel ((Pan and Price, 1985;

Gundberg and Clough, 1992)

Gambar 2.1 Struktur Osteokalsin. A. Diagram skematik osteokalsin . B. Penampilan pita osteokalsin berdasarkan struktur kristalnya (Hoang et al.,2003)

6

Osteokalsin merupakan tiga dari salah satu dari protein yang tegantung vitamin K, yang diproduksi oleh osteoblas, disamping protein lainnya yaitu matriks protein Gla dan protein S. Vitamin K atau phylloquinone (suatu vitamin larut lemak yang lebih diketahui berhubungan dengan kaskade koagulasi) adalah sebuah cofactor esensial untuk post-translational γ carboxylation dari osteokalsin. Selama carboxylation terjadi, proses grup kedua carboxyl bertambah dan menjadi spesific glutamil residu (Glu) pada posisi 17,18, dan 24

pada

bentukan residu γ

carboxylation. Modifikasi ini berguna nantinya untuk perubahan formasi, kestabilan rantai α-helical-protein dan memberikan efek afinitas yang besar untuk kalsium dan hidroksiapatit seperti pada gambar 2. 2 (Allison, 2000; Ivaska, 2005) .

Gambar 2.2 Proses karboksilasi γ Glutamyl-residues. Tahap ini di katalisis oleh enzim Vitamin K-dependent carboxylase dengan Vitamin K sebagai cofactor (Allison, 2000).

7

Gambar 2.3 Molekul osteokalsin secara utuh dan bagian bagiannya (Allison J, 2000)

Heterogenitas osteokalsin dalam sirkulasi pertama kali dilaporkan pada tahun 1985. Osteokalsin serum mempunyai waktu paruh yang singkat serta akan dihirolisis oleh ginjal dan hepar. Fragment C terminal mudah terurai sedangkan N-terminal mid fragment mempunyai stabilitas yang lebih tinggi. Residu 19-20 dan 43-44 mudah terhidrolisis (Allison J, 2000)

2.2.2 Metabolisme Osteokalsin Osteokalsin merupakan produk spesifik dari osteoblas, setelah diproduksi, sebagian akan bergabung pada matrix tulang dan sebagian akan beredar pada sistim sirkulasi. Saat ini disamping hal tersebut terdapat dugaan adanya ekspresi osteokalsin mRNA pada megakariosit 55 dan adiposit. Tapi perlu dicatat bahwa ekspresi ini dilaporkan secara in vitro, bukan in vivo (Allison, 2000; Ivaska, 2005).

8

Skema gambar 2.3 menggambarkan biosintesis dan metabolisme osteokalsin serum yang dapat diambil dari komponen plasma atau marker serum pada formasi tulang. Sintesa Osteokalsin secara spesifik diproduksi sebagian besar oleh osteoblas dan sedikit oleh odontoblas. Secara umum seperti protein lainnya,

osteokalsin

mempunyai sinyal yang mengarahkan dirinya kedalam retikulum endoplasma untuk memberikan pro-osteokalsin (terdiri dari 26

aminoacid

propeptide N-terminal)

kepada rantai 49-residue osteokalsin (Allison, 2000). Sebelum disekresikan oleh osteoblast residu glutamic acid (Glu) spesifik mengalami karboksilasi oleh enzim vitamin K dependent menjadi bentuk γ glutamic acid (Gla), osteokalsin manusia terdiri dari maksimal tiga residu Gla setiap molekulnya (Hauschkan et al., 1989). Setelah dipecah menjadi propeptide dan disekresikan, sebagian besar native osteokalsin bergabung dengan matrik mineralisasi, dengan bantuan calcium binding molecule pada residu Gla. Pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan warfarin, terjadi inhibisi proses karboksilasi menjadi non carboxylated osteocalcin, hal ini hamper sama seperti pada individu yang kekurangan vitamin K (Plantatech et al.,1991). Undercarboxylated molekul yang menyatu dengan matriks tulang dan bagian lain akan masuk ke system peredaran darah. Kebanyakan pengukuran terhadap osteokalsin menggambarkan kedua bentuk osteokalsin yaitu bentuk native dan

bentuk

undercarboxylated

dan

hal

ini

akan

menyulitkan

dalam

menginterpretasikan hasil. Beberapa penelitian telah dicoba dengn menggunakan hydroxyapatite binding secara in vitro, tetapi hasilnya sangat tergantung pada kondisi dan metode yang digunakan ( Merle &Delmas, 1990).

9

Gambar 2. 4 Metabolisme Osteokalsin. Biosintesis ostekalsin menjadikan osteokalsin native, mengaktifkan calcium binding molecule dan propeptida dalam serum,bersama dengan fragmen osteokalsin yang berasal dari degradasi material matriks tulang. Dengan adanya kekurangan karboksilasi yang adekuat akan menghasilkan molekul non carboxylated yang reaktif dengan kebanyakan antibody terhadap osteokalsin.(Robins SP,1993). Sebelum

disekresikan oleh

osteoblas,

residu

glutamic-acid

diproses

karboksilasi oleh vit-K-dependen enzyme menjadi bentukan g-carboxyglutamic acid (Gla) dimana osteokalsin manusia terdiri dari maksimal tiga Gla residu per molekul, selanjutnya terjadi pemecahan propeptida dan sekresi jumlah besar native osteocalcin yang berguna untuk meningkatkan mineral matrik, proses ini dibantu oleh calciumbinding properties of Gla residue. Proses karboksilasi ini dihambat oleh warfarin

10

yang berperan pada sekresi non-carboxylated-osteocalcin dan situasi ini mirip pada pasien defisiensi vit K, sehingga terbentuklah under-carboxylated molekul. (Allison, 2000; Ivaska, 2005)

2.2.3 Osteokalsin pada Diabetes Melitus Tipe 2 Fernandez R et al meneliti hubungan osteokalsin berhubungan dengan sesitivitas insulin pada non diabetes Kanazawa et al, mendapatkan adanya korelasi antara osteokalsin serum dengan glukosa darah dan massa lemak pada pasien DM tipe 2 di Jepang , sedangkan penelitian di cina didapatkan kadar osteokalsin yang lebih rendah secara bermakna pada DM tipe 2 (Fernandez R, 2009; Kanazawa I et al,2009 ; Zhou m, et al, 2009). Pengaturan homeostasis glukosa sistemik secara primer diatur oleh insulin dengan target utama pada hepar, jaringan lemak dan otot rangka. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa osteoblast juga mempunyai peran yang signifikan dalam merangsang respons insulin sistemik melalui FOX(O1) dan osteokalsin (Novack DV, 2010).)

11

Gambar 2.6 FOXO1 mengatur respons insuli melalui osteocalsin (Novack DV, 2010). Peningkatan regulasi factor transkripsi FOXO1, OST-PTP dan penurunan regulasi osteokalsin di osteoblast. Insulin menekan FOXO1, meningkatkan sintesis osteokalsin dan menurunkan OST-PTP. OST_PTP meningkatkan γ carboksilasi osteokalsin, yang menginaktivasi hormon ini. Efek sebenarnya terhadap insulin adalah untuk meningkatkan osteokalsin aktif yang akan bereaksi dengan sel β pancreas dan adiposit (panah biru). Osteokalsin menstimulasi proliferasi sel β dan produksi dan sensitivitas insulinnya. Insulin selanjutnya berefek pada hepatosit, miosit dan adiposit merangsang homeostasis glukosa. Hal ini juga menghambat FOXO1 di osteoblast merupakan

lingkaran feedback positif insulin/osteokalsin.

Osteokalsin juga meningkatkan sekresi adponektin oleh adiposit, yang meningkatkan sensitivitas insulin perifer, selanjutnya lebih meningkatkan metabolisme glukosa. (Novack DV, 2010).

12

Sinyal insulin pada osteoblast tidak hanya penting untuk aquisisi tulang normal, tetapi juga menstimulasi produksi osteokalsin. Analisis molekular mendukung bahwa sinyal insulin memfasilitasi formasi tulang dengan menekan Twist 2 (RUNX2 Inhibitor), merupakan suatu protein yang menghambat perkembangan osteoblast, dengan demikian akan meningkatkan ekspresi osteokalsin (Razzaque MS, 2011) Osteokalsin menginduksi produksi insulin oleh sel β dan sekresi adiponektin oleh adiposit (Lee et al., 2007). Ostokalsin meningkatkan insulin basal dan transport glukosa pada adiposit. Penelitian lain mendapatkan bahwa insulin merupakan regulator utama produksi osteokalsin. (Futzele K et al, 2010)

Osteokalsin diproduksi oleh osteoblast dan merubahnya ke bentuk karboksilasi, molekul ini mempunyai afinitas yang tinggi tehadap hidroksiapatit, jika Osteokalsin dalam bentuk undercarboxilated, aviditasnya terhadap hidroksiapatit berkurang dan dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik dengan mudah. Osteokalsin dalam bentuk undercarboksilasi ini berubah fungsinya sebagai hormon dan dapat mempengaruhi proliferasi sel β, ekspresi dan sekresi

serta sensitivitas insulin

(Clemens TL, 2010) Beberapa penelitian menemukan fungsi sel adiposit berhubungan tidak hanya pada jaringan lemak sebagai cadangan energy tubuh, tetapi juga pada molekul aktif yang dikeluarnnya yaitu adipocytokines. Adiponeksin merupakan salah satu dari adipocytokin spesifik yang berada di jaringan subcutaneous, visceral dan cadangan 13

lemak sumsum tulang. Ini dapat dikeluarkan di plasma dan diduga mempunyai peranan dalam pengaturan homeostasis energy dan sensitivitas insulin. Osteoblast mempunyai reseptor terhadap adiponektin dan terjadinya proliferasi, diferensiasi dan mineralisasi sel osteoblast ditingkatkan oleh adiponektin. (Kanazawa et al, 2011)

14

Related Documents

Copi Bab 2.docx
November 2019 2
Copi On Ig
May 2020 5
Ig On Copi
May 2020 2
Copi - Las Viejas Travestis
November 2019 8

More Documents from ""

Bab 3.docx
November 2019 3
Copi Bab 2.docx
November 2019 2
Daily Activity.xlsx
November 2019 1