KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Pada Kasus Osteoartritis” Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Pada Kasus Osteoartritis”.sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri. Penulis sampaikan terimaksih kepada : 1. Direktur Akper Dharma Husada Kediri 2. Pembimbing I dan Pembimbing II Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis ini masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun isi sehingga peneliti menerima dengan baik kritik dan juga saran demi kesempurnaan penyusunan karya tulis ini dan dapat memudahkan peneliti dalam penelitian yang akan datang. Akhir kata semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait.
Kediri,Agustus2018
Peneliti
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Proses menua (aging process) adalah komulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofisiogi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu dan dapat meningkatkan resiko terserang penyakit degeneratif hingga kematian. Proses menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan, selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis ,fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh yang akhirnya mempengaruhi kemampuan fisik secara keseluruhan (Sudirman, 2011. Semua sistem dalam tubuh lansia mengalami kemunduran termasuk pada sistem musculoskeletal lansia sering mengalami rematik, penyakit gout, lumbago dan osteoartritis (http//didik//proses menua/12 des 2017). Pada lanjut usia, terjadi perubahan kolagen dan penurunan sintesis protoglikan yang menyebabkan tulang dan sendi lebih rentan terhadap tekanan dan kurang elastis sehingga rawan sendi menjadi menipis, rusak, dan menimbulkan
gejala
osteoarthritis
2
seperti
nyeri
3
sendi,kaku san deformitas (Aigner, 2010). Data riset kesehatan dasar (Riskendas) tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia >15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensi cukup tinngi yaitu sekitar 27% . Gangguan yang terjadi pada osteoarthritis awalnya nyeri terjadi bersama gerakan, kemudian nyeri dapat juga terjadi pada saat istirahat. Pemeriksaan menunjukan adanya daerah nyeri tekan krepitus, berkurangnya rentang gerak,seringnya pembengkakan tulang,dan tanda-tanda inflamasi pada saat tertentu. Peningkatan rasa nyeri diiringi oleh kehilangan fungsi secara progresif. Keseluruhan koordinasi dan postur tubuh mungkin terpengaruh sebagai hasil dari nyeri dan hilangnya mobilitas (Stanley, Mickey 2006:159). Gangguan pada musculoskeletal pada umumnya memberikan gejala atau keluhan nyeri, dan tingkat ringan sampai berat. Keluhan nyeri yang timbul dapat mengganggu penderita sehingga, penderita tidak dapat bekerja atau beraktivitas dengan nyaman bahkan juga tidak dapat merasakan kenyamanan dalam hidupnya. Oleh karena itu,penanganan untuk gangguan musculoskeletal yang pertama kali harus kita lakukan adalah mengurangi nyeri atau gejala yang ditumbulkan (Martono, 2009:61). Manajemen nyeri nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri osteoarthritis antara lain mengubah posisi, tehnik nafas dalam dan kompres dingin.Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri, peradangan, mencegah edema. Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah setempat
4
yang dapat meniumbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi kompres dingin dalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi pendarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Ryri, 2012). Berdasarkan latar belakang di atas penulis, tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Pada Kasus Osteoartritis”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri pada kasus osteoartritis?”. C. Tujuan Penelitian Untuk memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri osteoartritis. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Studi ini dapat di manfaatkan oleh institusi maupun profesi keperawatan dalam upaya penyempurnaan tindakan pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri osteoartritis.
5
2.
Manfaat Praktis a) Bagi Profesi Keperawatan Sebagai masukan data dan memberikan sumbangan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian selanjutnya pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri osteoartritis. b) Bagi Pasien dan Keluarga Studi kasus ini diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri dengan perawatan pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri pada kasus osteoarthritis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia 1.
Pengertian Menua Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Aspiani, 2014:7). Penuaan adalah suatu proses salami yang tidak dapat dihindari, berjalan
terus
menerus,
dan
berkesinambungan.
Selanjutnya
akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan bio kimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan ( Maryam, R,Siti dkk,2008 : 45). Berdasarkan definisi diatas menua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupanya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakkan
lambat,
dan
figure
2. Teori-teori Proses Menua 6
tubuh
yang
tidak
proporsiona
a.
Teori Biologi 1) Teori Genetik a) Teori Genetic Clock Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan menua itu telah terprogram secara
bahwa
genetic untuk spesies
tertentu. Setiap spesies di dalam inti selnya memilki suatu jam genetic / jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda – beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati (Nugroho, 2008:13-14) b) Teori Mutasi Somatik Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Nugroho, 2008:14). 2) Teori Non Genetik 7
a) Teori Penurunan Sistem Imun Tubuh Mutasi
yang
berulang
dapat
menyebabkan
berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal ini yang mendasari peningkatan penyakit auto – imun pada lanjut usia (Nugroho, 2008:14). b) Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolism atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai electron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lai yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh (Nugroho, 2008:14). c) Teori Menua Akibat Metabolism Teori ini telah dibuktikan dalam berbagai percobaan kepada hewan,
bahwa
pengurangan
asupan
kalori
ternyata
bisa
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Nugroho, 2008:15). d) Teori Rantai Silang
8
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan
pada
membran
plasma,
yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua (Nugroho, 2008:15). e) Teori Fisiologis Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori oksidasi stress, dan teori dipakai – aus ( wear and tear theory )di sini terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (Nugroho, 2008:15). b.
Teori Sosiologis 1) Teori Interaksi Sosial Pokok-pokok social exchange theory antara lain : a) Masyarakat terdiri atas actor social yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing. b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi social yang memerlukan biaya dan waktu. c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor mengeluarkan biaya (Nugroho, 2008:15-16). 2) Teori Aktivitas atau Kegiatan a) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secaralangsung.Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia 9
yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. b) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. c) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2008:16). 3) Teori Kepribadian Lanjut Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan usia lanjut (Nugroho, 2008:16). 4) Teori Pembebasan Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya.
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yaitu: a) Kehilangan peran (Loss of Role) 10
b) Hambatan kontak sosial (Restraction of Contacts and Relation Ships) c) Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores and Values) (Nugroho, 2008:16-17) 3.
Perubahan Fisiologis Usia Lanjut a. Sel 1) Lebih sedikit jumlahnya 2) Lebih besar ukurannya. 3) Berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler. 4) Meurunya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati. 5) Jumlah sel otak meurun 6) Tergangungya mekanisme perbaikan sel. 7) Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20% b. Sistem Pernafasan a)
Berat otak menurun 10 – 20 % (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya)
b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. c)
Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena meningkatnya kratin.
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa / stress. c. Sistem Penglihatan a)
Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar. 11
b) Kornea lebih berbentuk sferis ( bola ) c)
Lensa lebih suram ( kekeruhan pada lensa ) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan sudah melihat dalam cahaya gelap. e)
Hilangnya daya akomodasi.
f)
Menurunnya lapangan pandang.
g) Menurunya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala. d. Sistem Pendengaran a)
Presbiakusis ( gangguan pada pendengaran ). Hilangnya kemampuan ( daya ) pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau suara – suara atau nada – tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata – kata 50 % terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. c)
Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena meningkatnya kratin.
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa / stress. e. Sistem kardiovaskuler a)
Elastisitas, dinding aorta menurun.
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
12
c)
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumennya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. e)
Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
f. Sistem respirasi a)
Otot – otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b) Menurunya aktivitas dari silia. c)
Paru – paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang. e)
Kemampuan untuk batuk berkurang.
f)
Kemampuan pegas, dinding, dada, dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
g. Sistem kulit ( Integumentary System ) a)
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik ( karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk – bentuk sel epidermis. c)
Mekanisme proteksi kulit menurun : Produksi serum menurun , penurunan produksi VTD, gangguan permegtansi kulit. 13
d) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. e)
Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.
f)
Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
g) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk. (Siti Bandiyah, 2009:13-17)
B. Konsep Osteoarthritis 1.
Pengertian Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratife yang berjalan secara progresif lambat ditandai dengan kerusakan tulang rawan sendi dan struktur sendi diarthrodial (Soeroso et al., 2014:13). Penggunaan tulang rawan yang berlebihan akan memperanguhi sendi dan menekan tulang rawan termasuk lutut, pinggul, jari dan daerah tulang belakang bawah sehingga menyebabkan nyeri sendi dan gangguan mobilitas (WHO, 2010). Gangguan tersebut semakin parah dan dapat menimbulkan kecacatan (Buys dan Elliott, 2008:13). Osteoarthritis ditandai dengan perubahan degeneratife pada tulang, tulang rawan, menisci, ligament dan jaringan synovial (Braunn at al., 2011:13). Bagian yang paling sering terken Osteoarthritis adalah vertebra panggul, lutut dan pergelangan kaki (Soeroso at al, 2014).
2.
Etiologi Osteoarthritis Berdasarkan etiopatogenesisnya osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu osteoarthritis primer dan juga osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis 14
disebut juga osteoarthritis ideopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan sistemik, inflamasi ataupun perubahan local pada sendi, sedangkan osteoarthritis sekunder merupakan osteoarthritis yang ditengarahi oleh factor-faktor penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktivitas kerja, olahraga berat, adanya cidera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. Osteoarthritis primer lebih banyak ditemukan pada osteoarthritis sekunder (deavy, 2006). 3.
Patofisiologi Osteoarthritis ditandai dengan factor kerusakan sendi dan struktur sendi diarthrodial yang ditandai oleh kerusakan progresif tulang rawan sendi, hilangnya anti polarhialin tulang rawan, penebalan tulang subkondral dan kapsul sendi, renovasi tulang, pembentukan osteofit, sinovitis ringan dan perubahan lainnya (epstain et al., 2011:22). Osteoarthritis terbentuk pada dua keadaan, yaitu (1) sifat kartilago sendi dan tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi sehinggga jaringan rusak. (2) Beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat kartilago sendi atau tulang kurang baik (Brandt, 2014:22). Penggunaan tulang terus menerus dari sendi mengakibatkan hilangnya tulang rawan karena kontak dari tulang ketulang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya osteoarthritis. Secara makroskopik, perubahan tulang rawan osteoarthritis dapat dilihat sebagai pelunakan dan kondromalasia, fibrilasi, erosi, kerusakan tulang rawan dan kegagalan perbaikan tulang rawan, hilangnya lapisan tulang rawan, mikropis seluler, kondrosit kloning, dan duplikasi tidemark 15
(pearle et al., 2005:23). Pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal dari pada bentuk normal, tetapi tulang rawan melunak, integritas tulang terputus dan terbentuk celah vertical (vibrilisasi) yang dapat mengakibatkan remodelling dan hiprtrofi tulang (Soeroso et al., 2014:23). Pelunakan tulang rawan tersebut adanya peningkatan kadar enzim protease, seperti matriks metalloproteinase (MMPs). Enzim proteasekatabolik ini memiliki peran penting dalam inisiasi dan perkembangan osteoarthritis. Selanjutnya, ditandai dengan meningkatnya kadar air dan pelunakan tulang rawan berat dana sendi (Epstein et al., 2008:23). Hal tersebut dapat membentuk kulkus kartilago dalam yang meluas ketulang, sehingga terjadi kemampuan menahan stress mekanik dengan cara perbaikan kartilaginosa. Pertumbuhan kartilago dan tulang ditepi sendi menyebabkan terbentuknya osteofit, yang mengubah kontur sendi dan membatasi pergerakan (Brandt, 2014:23). Pengaturan fungsi kondrosit dan metabolisme kartilago bersifat kompleks, terdiri dari insulin-like growth factor, epidermal growth factor, fibroblast growth factor dan agen lainnya yang mampu meningkatkan proliferasi kondrosit dan sintesis proteoglikan. Sebaliknya, interleukin-I dan tumor necrosis factor-a menghasilkan enzim yang mendegradasi matriks protein dan menekan sintesis proteoglikan dan kolagen dalam matriks ekstra seluler (Buys and Elliott, 2008:24). Dalam tulang rawan orang dewasa sehat, pasien atau dengan gejala osteoarthritis, terjadi perubahan anabolic dan katabolic dalam keseimbangan homeostatis,sehingga tingkat metabolisme rendah dan pembentukan 16
kartilago sangat lambat. Pada tulang rawan kartilago dewasa bersifat avascular, dengan kondrosit yang dialiri oleh cairan sinpvial. Dengan gerakan dan pembenanan pada sendi, nutrisi mengalir ke tulang rawan, sedangkan imobilisasi gerakan mengurangi aliran nutrisi. Sehingga aktivitas fisik normal bermanfaat bagi kesehatan sendi (Buys and Elliott, 2008:24). Semua kartilago secara metabolit aktif, dan kondrosit melakukan replica, membentuk matrik baru dan terbentuk hiposelular. Proses perubahan ini dipengaruhi oleh factor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel. Faktr ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam deosiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi, dan bila terakumulasi di sendi akan menghambat fungsi rawan sendi dan mengalami respon imun yang menyebabkan inflamasi (Soeroso et al., 2014:24). Pada tulang rawan sendi pasien osteoarthritis terjadi peningkstsn aktivitas fibrinogenetik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Hal ini menyebabkan penumpukan thrombus dan lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskwmia dan nekrosis jaringan subkhondral yang selanjutnya akan mengakibatkan pelepasan prostaglandin dsn interleukin yang menimbulkan bone aangina lewat subkhondral yang diketahui mengandung saraf sensible yang dapat menghantarkan rasa sakit (Soeroso et al., 2014, diunduh 22 agustus 2018).
17
4.
Tanda Gejala Osteoarthritis( juga disebut penyakit degeneratif sendi, hipertrofi atritis, artritis senescent, dan osteoarthritis) adalah gangguan yang berkembang secara la,bat, tidak simetris, dan non inflamasi yang terjadi pada sendi-sendi ysng dapat digerakan, khususnya pada sendi-sendi yang menahan berat tubuh. Osteoarthritis ditandai oleh degenerasi kartilago sendi dan oleh pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi. Kerusakan pada sendi-sendi akibat penuaan diperkirakan memainkan suatu peran penting
dalam
perkembangan
osteoarthritis.
Perubahan
degeneratif
menyebabkan kartilago yang secara normal halus, putih, tembus cahaya menjadi buram dan kuning, dengan permukaan yang kasar dan area malacia (pelunakan) . ketika lapisan kartilago menjadi lebih tipis, tulang tumbuh semakin dekat satu sama lain. Inflamasi sekunder dari membran sinovial mungkin mengikuti. Pada saat permukaan sendi menipiskan kartilago, tilang subkondrial meningkat kepadatannya dan menjadi sclerosis. (Stanley, Mickey 2006:159).
C. Konsep Nyeri pada Osteoarthritis 1.
Definisi Nyeri Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah 18
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. 2.
Penyebab Nyeri Penyebab rasa nyeri menurut (Asmadi, 2008:24) antara lain: a.
Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
b.
Psikis: Trauma Psikologis Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
3.
Faktor yang mempengaruhi nyeri Faktor yang mempengaruhi nyeri (Potter & Perry, 2006:24-26) adalah: 19
a.
Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Kemampuan klien lansia untuk menginterpretasikan nyeri dapat
mengalami
komplikasi
dengan
keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. b.
Jenis kelamin Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin. Misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.
c.
Kebudayaan Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
d.
Ansietas Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian maka rasa cemas dapat menimbulkan suatu masalah 20
penatalaksanaan nyeri yang serius. Nyeri yang tidak cepat hilang akan menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian. e.
Pengalaman sebelumnya Pengalaman sebelumnya, pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan.
f.
Kelelahan Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan.(Potter & Perry, 2006:26).
21
BAB III METODOLOGI A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional diskriptif dengan pendekatan studi kasus. Observasional diskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010:35). Studi kasus yang dilaksanakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui study kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit yang menjadi masalah pada kasus tersebut akan dianalisa secara mendalam dianalisa baik dari segi yang berhubungan dengan kasusnya sendiri, faktor resiko, yang mempengaruhi, kejadian yang berhubungan dengan kasus maupun tindakan, dan reaksi dari kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap sesuatu parilaku atau pemaparan tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus tersebut hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis sacara mendalam. (Setiadi, 2007:131-132). Studi kasus dilakukan untuk melakukan tindakan pada masalah keperawatan nyeri pada lansia dengan kasus osteoarthritis di PSTW Jombang. B. Lokasi dan Waktu Study Kasus Study kasus dilakukan di PSTW Jombang dilakukan selama pada 5-10 Februari 2018 . Sedangkan lama perawatan klien ( responden ) minimal 3 hari
22
C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau subyek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti. (Arikunto, 2006:101). D. Tehnik Pengambilan Data 1.
Wawancara Wawancara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data secara lisan dari responden atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan responden (Setiadi, 2007:41). Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari klien dengan diagnosis osteoarthritis yang ditandai dengan kekauan pada dan seputar sendi, bengkak dari nyeri pada umunya terjadi pada sendi-sendi tangan, bengkak dan nyeri umunya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh), sakit atau radang dan terkadang bengkak dibagian persendiaan pergelangan jari, tangan, kaki, bahu, lutut, pinggang, punggung dan sekitar leher (Haryono & Setianingsih, 2013:41).
2.
Pengamatan (Observasi) a. Pengamatan terlibat (observasi partisipasif) Pengamat atau peneliti benar-benar mengambil bagian didalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kata lain pengamat ikut aktif berpartisipasif pada aktivitas yang telah di selidiki (Setiadi, 2007:41). Memberikan tindakan kompres dingin dengan mengobservasi nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, tetap atau bertambah parah. 23
b. Pengamatan sistematis Pengamat yang mempunyai kerangka atau struktur yang jelas dan pada umumnya observasi sistematika ini didahului suatu observasi pendahuluan yakni dengan observasi partisipasif (Setiadi, 2007:42). Kerangka tersebut memuat beberapa hal, pada masalah nyeri hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain, pada keluhan utama yang meliputi PQRST, riwayat penyakit, pemeriksaan penyakit, pemeriksaan fisik terutama pada pemeriksaan TTV (Tekanan Darah, Nadi, Respirasi), respon perilaku dan respon fisiologis klien. 3.
Study Dokumentasi Studi dokumentasi adalah pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2005:85). Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan melihat catatan dokumentasi klien.
4.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik adalah memberikan penilain terhadap tandatanda vital, tinggi dan berat badan, kebiasaan serta penampakan klien secara umum (Rosyidi, 2013:3). Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan data obyektif dari riwayat kesehatan pasien. Focus pengkajian fisik yang di lakukan adalah pada kemampuan fungsional, metode atau tehnik yang di gunakan dalam pemeriksaan fisik adalah inpeksi ,palpasi, perkusi, auskultasi.
E. Instrumen Pengambilan Data
24
Instrumen Penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian dalam mengumpulkan data penelitian (Arikunto, 2006:149). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah format asuhan keperawatan gerontik yang berfokus pada pengkajian skala nyeri kronis dan menggunakan instrument pengambilan data standard operasional prosedur sebagaimana yang terlampir. F. Analisa Data Analisa data dilakukan secara diskriptif menggunakan prinsip-prinsip manajemen tindakan keperawatan : 1. Melalui proses persiapan alat dan kesiapan klien pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri osteoarthritis. 2. Melalui prosedur tindakan pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri osteoarthritis. 3. Melalui proses evaluasi tindakan pada lansia dengan masalah keperawatan nyeri osteoarthritis. Mengidentifikasi efektivitas tehnik kompres dingin pada masalah keperawatan nyeri pada lansia. 1. Penyajian Data Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel gambar. Bagan maupun teks naratif kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari responden. 2. Kesimpulan
25
Dari data yang disajikan kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. G. Etika Penelitian Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Informed Concent (surat persetujuan) Sebelum pengambilan data dilakukan peneliti memperkenalkan diri, memberikan penjelasan tentang judul studi kasus. Deskripsi tentang tujuan pencatatan, menjelaskan hak dan kewajiban responden.Setelah dilakukan penjelasan pada responden peneliti melakukan persetujuan sesuai dengan responden tentang dilakukannya penelitian pada klien osteoarthritis 2. Anominity (tanpa nama) Peneliti melindungi hak-hak dan privasi responden, nama tidak digunakan
serta
menjadi
kerahasiaan
menggunakan inisial sebagai identitas 3. Confidentiality (kerahasiaan)
26
responden,
peneliti
hanya
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan nyeri, di wisma Kenanga PSTW Jombang baik secara teori dan kasus yang dialami di Rumah Sakit, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : A.
Kesimpulan 1.
Pengkajian Dari hasil data pengkajian diatas dapat di simpulkan bahwa, menurut peneliti tidak ditemukan kesenjangan antara fakta dan teori. Nyeri
berhubungan
mengalami
nyeri,
dengan
proses
disebabkan
oleh
inflamasi
dimana
adanya
inflamasi
pasien yang
mengakibatkan dilepasnya mediator-mediator kimiawi, kinin dan mediator kimiawi lainya dapat merangsang timbulnya nyeri. Untuk mengatasi masalah Nyeri salah satu tindakan keperawatan yaitu dengan tindakan terapi dingin, tentunya terapi dingin tidak dapat optimal apabila tidak ada tindakan yang lain. 2.
Diagnosa Keperawatan Hasil dari kesimpulan dari data tersebut dapat ditegakkan diagnose keperawatan nyeri yang menjadi diagnose prioritas utama, karena pada kasus Osteoarthritis kebanyakan pasien mengalami nyeri.
3.
Perencanaan Dari hasil data diatas dapat di simpulkan, untuk perbedaan antara rencana keperawatan dan kasus yang ditemukan, peneliti berpendapat dan menegakkan diagnose keperawatan bahwa fakta dan 27
28
secara teori tidak ditemukan kesenjangan, dimana keadaan klien sesuai dengan kriteria hasil
yaitu klien mengatakan nyeri
hilang/terkontrol, mampu melakukan teknik terapi dingin secara mandiri, terlihat rileks, dapat tidur/ beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan. 4.
Pelaksanaan Dari hasil data diatas dapat di simpulkan, untuk perbedaan antara rencana keperawatan dan kasus yang ditemukan, peneliti berpendapat dan menegakkan diagnose keperawatan bahwa fakta dan secara teori tidak ditemukan kesenjangan, dimana keadaan klien sesuai dengan kriteria hasil
yaitu klien mengatakan nyeri
hilang/terkontrol, mampu melakukan teknik terapi dingin secara mandiri, terlihat rileks, dapat tidur/ beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
29
B. Saran 1.
Bagi Profesi Keperawatan Disarankan untuk meminimalisi masalah keperawatan nyeri menggunakan manajemen nyeri nonfarmakologi sesuai karakteristik dan lokasi nyeri.
2.
Bagi Institusi Pendidikan a. Disarankan dalam penyediaan literature penyusunan Karya Tulis Ilmiah menggunakan aplikasi E-library guna mempermudah pencarian informasi b. Disarankan agar bandwidth Wifi ditingkatkan.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Disarankan peneliti selanjutnya mengembangkan penelitian tentang manajemen nyeri nonfarmakologi yang lain pada lansia khususnya pada Osteoartritis.
4.
Bagi Klien Disarankan
bagi
lansia
dipanti
untuk
menerapkan
penatalaksanaan nyeri menggunakan tehnik nonfarmakologi yang telah di ajarkan. 5.
Bagi Tempat Penelitian Disarankan penambahan tenaga profesional dalam hal ini perawat untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah nyeri.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT RINEKA CIPTA. Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Aspiani, Reny Yuli. (2014), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik aplikasi NANDA, NIC dan NOC jilid 1. Jakarta : CV. Trans Info Media. Afifka D.A, Bambang E.W. (2012). Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia Dengan Nyeri Lutut. Jurnal Nursing Studies. Jurnal Nursing Studies, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 60 – 65. Diakses pada tanggal 22 November 2017 Hermand, T Heather. (2012). NANDA International Diagnosa Keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.. Maryam, Siti S.Kp dkk. (2008). Mengenal Perawatannya.Jakarta: Salemba Medika.
Usia
Lanjut
dan
Handono, Sri , Selvia D.R. (2013). Upaya Menurunkan Keluhan Nyeri Sendi Lutut Pada Lansia Di Posyandu Lansia Sejahtera. STIKES RS Baptis Kediri. Diakses pada tanggal 22 November 2017 Rosyidi, Kholid. (2013). Prosedur Praktik Keperawatan Jilid 1. Jakarta. Stanley, Mickey (2006). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta :EGC Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu