Contoh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dalam Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Masalah
: perilaku kekerasan
Pertemuan : Ke 1 (pertama) A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien tampak mondar-mandir, berbicara sambil mengepalkan tinju pandangan mata tajam, wajah merah dan tegang, serta sesekali tampak memukul-mukul dinding. 2. Diagnosis keperawatan. a. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan. b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. 3. Tujuan khusus. a. Membina hubungan saling percaya. b. Menyebutkan penyebab dari perilaku marah yang ditampilkan. c. Menyebutkan perilaku yang biasa dilakukan jika marah. d. Terhindar dari cedera. 4. Tindakan keperawatan. a. Membina hubungan saling percaya. • Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien. • Berkenalan dengan klien, meliputi nama dan nama panggilan yang saudara sukai, serta nama dan panggilan klien. • Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini. • Buat kontrak asuhan meliputi apa yang saudara akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana. • Jelaskan bahwa saudara akan merahasiakan setiap informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi. • Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien. • Penuhi kebutuhan dasar klien. b. Identifikasi tanda-tanda yang menunjukkan perilaku kekerasan c. Monitor klien selama masih melakukan tindakan yang mengarah pada perilaku kekerasan. d. Lakukan pendekatan dengan teknik komunikasi terapeutik. e. Tangani kondisi kegawatdaruratan dengan isolasi dan fiksasi. B. Strategi Komunikasi Dan Pelaksanaan
1. Fase Orientasi. “Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya suster……., saya akan merawat Bapak hari ini. Nama Bapak/Ibu siapa, senangnya dipanggil apa?” (mengulurkan tangan sambil tersenyum menunjukkan sikap terbuka) “saya perhatikan Bapak mondar-mandir sambil memukul-mukul dinding, bisa kita berbincang-bincang sekarang tentang apa yang menyebabkan Bapak/Ibu memukulmukul dinding?” (memberikan sentuhan dengan perlahan serta menunjukkan sikap empati). “berapa lama Bapak/ibu ingin berbincang-bincang?” “Dimana bagusnya kita berbincang-bincang, Pak/bu?” 2. Fase kerja. “Sekarang Bapak/Ibu mulai bisa menceritakan apa yang menyebabkan Bapak/ibu memukul-mukul dinding. Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat ini?” (dengarkan ungkapan kemarahan klien dan tetap bersikap empati selama klien mengungkapkan kemarahannya, selain itu lakukan observasi terhadap tanda-tanda perilaku kekerasan yang ditunjukkan selama klien mengungkapkan perasaan marahnya). “apa yang biasa bapak/ibu lakukan jika bapak merasa kesal/marah seperti ini?” “bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan tindakan tersebut?” “baiklah Pak/Bu, untuk sementara waktu Bapak/Ibu boleh menyendiri diruangan ini dulu sampai marahnya hilang, tujuannya agar Bapak/Ibu lebih aman dan tenang, karena jika dalam kondisi kesal Bapak/ibu tetap di luar, dikhawatirkan Bapak/ibu agar akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya terjatuh atau terluka.” (melakukan isolasi pada klien di ruangan yang aman). “bapak/ibu akan dikeluarkan dari ruangan ini sampai kondisi Bapak/Ibu lebih tenang dan jika Bapak/Ibu perlu sesuatu, saya ada di ruang depan dan saya siap membantu Bapak kapan saja.” 3. Fase terminasi “Bagaiman perasaan Bapak/Ibu setelah berada di ruangan ini?” “sekarang bapak/ibu bisa menenangkan diri di ruangan ini sambil Bapak/Ibu pikirkan hal lain yang bisa membuat Bapak/Ibu kesal/marah.” “saya akan kembali 15 menit lagi untuk melihat kondisi Bapak, dan jika kondisi Bapak/Ibu sudah lebih tenang saya akan mengajarkan cara menghilangkan perasaan kesal/marah supaya Bapak/ibu tidak dimasukkan ke ruangan ini lagi.” “bagaimana pak/ibu, setuju?”