PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DASAR DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA KONSEP SISTEM PENCERNAAN MAKANAN PADA MANUSIA (Studi Eksperimen di Kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2017/ 2018) A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Sains (IPTEKS) sekarang ini sudah banyak meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Berbagai perkembangan dari IPTEKS telah banyak membantu meringankan dan mempermudah segala kebutuhan manusia. Dengan berbagai perkembangan tersebut, diharapkan dapat menghasilkan juga SDM yang berkualitas dan unggul agar kita dapat bersaing secara global dengan masyarakat dunia. SDM yang berkualitas dan unggul tentunya di dasarkan dari mutu pendidikannya. Pendidikan yang bagus dan berkualitas tentunya akan menghasilkan SDM yang memiliki segala keterampilan sehingga nantinya keterampilan hidup yang dimiliki akan dijadikan bekal untuk bisa eksis dan bersaing dengan masyarakat global. Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang berpendidikan, berilmu, berakhlak mulia, sehat, kreatif, mandiri, dan beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun mata pelajaran IPA atau Sains yang dapat mengembangkan 1
2 kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Aspek kajian Biologi sangat luas dan menarik untuk dipelajari. Pada pembelajaran Biologi siswa diajarkan untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara pengumpulan data, analisa, bersikap ilmiah, berpikir secara rasional dan kritis sehingga terlatih dapat mengahadapi masalahmasalah yang akan dihadapinya. Namun kenyataannya karena berbagai alasan, proses pembelajaran pada mata pelajaran Biologi dilapangan dirasa masih kurang efektif bahkan masih membosankan dan membuat jenuh peserta didik. Keadaan ini diperparah juga oleh metode pembelajaran di dalam kelas yang masih cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Peserta didik cenderung pasif dan menerima materi hanya dari satu arah saja, padahal dalam kurikulum 2013 pembelajaran harus sudah berorientasi pada peserta didik (students centered), guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Selain itu, pembelajaran Biologi apabila dilihat dari aspek kognitif yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi dan menciptakan, masih belum bisa memenuhi semua aspek tersebut. Pembelajaran Biologi saat ini masih menitikberatkan pada mengingat dan memahami, kemudian Biologi masih diajarkan dengan sistem hafalan sehingga kurang mengembangkan proses berpikir. Seharusnya, pembelajaran Biologi yang baik adalah pembelajaran yang dilandaskan pada prinsip keterampilan proses, dimana peserta didik di ajarkan untuk menemukan dan mengembangkan fakta
3 dan konsepnya sendiri maupun untuk mengembangkan konsep atau prinsip yang telah ada. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang melibatkan segenap kemampuan peserta didik dalam memperoleh pengetahuan berdasarkan fenomena fenomena yang dihadapinya. Kemampuan peserta didik yang
dimaksud
menafsirkan,
adalah
keterampilan
memprediksi,
mengamati,
mengajukan
mengelompokkan,
pertanyaan,
berhipotesis,
merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, berkomunikasi dan melaksanakan percobaan (Rustaman, 2005) (dalam Wahyudi, Andi, dkk, 2015:6). Keterampilan proses sains penting dalam pembelajaran saat ini karena, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada peserta didik, adanya kecenderungan bahwa peserta didik lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak, tapi bersifat relatif, dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik (Semiawan, 1992) (dalam Wahyudi, Andi, dkk, 2015:6). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran Biologi SMAN 1 Tasikmalaya, menunjukan bahwa proses pembelajaran pada mata pelajaran Biologi selama ini masih belum maksimal karena Biologi sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami oleh
4 siswa karena banyaknya istilah-istilah yang sulit serta proses alam yang rumit. Dengan anggapan seperti itu mengakibatkan siswa tidak begitu paham dengan materi yang terkandung di dalamnya. Nilai rata-rata yang diambil dari ulangan pada materi sistem pencernaan makanan pada manusia tahun ajaran 2016/2017 masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 69,00 sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang harus dicapai adalah 72,00. Penulis menyimpulkan bahwa proses pembelajaran Biologi yang berlangsung selama ini masih belum maksimal, khususnya pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia. Pada konsep ini banyak sekali permasalahan yang perlu dikaji dan diselesaikan. Namun peserta didik kesulitan menganalisis permasalahan yang ada dan cenderung menerima apa adanya informasi yang disampaikan maupun yang tertulis dalam buku. Ketika guru mengajukan permasalahan, peserta didik cenderung pasif dalam mengemukakan ide ataupun gagasan penyelesaian masalah. Hal tersebut menunjukan rendahnya keterampilan proses sains peserta didik. Dalam proses pembelajaran pun guru masih berperan aktif di kelas sehingga peserta didik kurang dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses sainsnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka keterampilan proses sains sangatlah penting karena dengan keterampilan proses sains peserta didik akan mampu bersikap ilmiah dan berpikir secara rasional dalam melakukan suatu tindakan. Peserta didik juga akan terlatih untuk dapat manghadapi permasalahan baik pada proses pembalajaran maupun di kehidupan sehari-hari.
5 Untuk itu guru dituntut harus memiliki inovasi dan kreativitas dalam menentukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik dan hasil belajarnya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik adalah model problem based learning. Model pembelajaran berbasis masalah menurut Berd dan Erickson (Komalasari, Kokom, 2013:59) menyatakan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran ini menghadapkan siswa pada permasalahan sebagai dasar dalam pembelajaran yaitu dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan atau berdasarkan masalah. Sehingga melatih siswa untuk dapat menggunakan berbagai keterampilan salah satunya keterampilan proses sains dan mampu memecahkan masalah dengan tepat. Keterampilan proses sains dapat terlatihkan karena terjadi aktivitas ilmiah pada pembelajaran, menurut Masek & Sulaiman (Wahyudi, Andi, dkk 2015:6) Problem Based Learning dapat membuat siswa berfikir kritis/tingkat tinggi. Keterampilan proses sains akan dikuasai siswa jika siswa mampu berfikir tingkat tinggi (Meyers, Washburn & Dyer, 2004 (Wahyudi, Andi, dkk, 2015:6). Problem Based Learning menurut ahli tersebut dapat mempengaruhi
6 pengetahuan yang didapatkan siswa mencapai kemampuan metakognisi dan membuat siswa berfikir tingkat tinggi sehingga keterampilan proses sains dapat dikuasai siswa, dengan kata lain pengetahuan dan keterampilan proses sains siswa dapat meningkat. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. mengapa hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia di SMAN 1 Tasikmalaya kurang memuaskan?; 2. apa saja kesulitan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia sehingga peserta didik sulit mengembangkan keterampilan proses sains?; 3. apa penyebab rendahnya keterampilan proses sains peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia?; 4. apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatan keterampilan proses sains peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia?; 5. apakah model pembelajaran problem based learning dapat meningkatan hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia?; dan 6. adakah pengaruh model pembelajaran problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya ?.
7 Agar permasalahan tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis perlu membatasi permasalahan penelitiannya. Adapun pembatasan masalah ini adalah sebagai berikut: 1. model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model problem based learning; 2. materi yang dijadikan bahan penelitian adalah konsep sistem pencernaan makanan pada manusia; 3. subjek penelitian adalah peserta didik kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018 dengan sample sebanyak dua kelas; 4. hasil keterampilan proses sains yang diperoleh dari hasil pengukuran instrumen keterampilan proses sains pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia dengan aspek yang diukur meliputi mengobservasi, mengklasifikasi,
memprediksi,
mengukur,
menyimpulkan
dan
mengkomunkasikan 5. hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif meliputi dimensi pengetahuan yang dibatasi pada jenjang pengetahuan faktual (K1), pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3), pengetahuan metakognitif (K4) serta dimensi proses kogintif yang dibatasi pada jenjang mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5). Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar dan Hasil Belajar Peserta Didik
8 pada Konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia (Studi Eksperimen di Kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2017/2018”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh model problem based learning terhadap keterampilan proses sains dasar dan hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018?” C. Definisi Operasional Untuk menghindari timbulnya salah pengertian ataupun perbedaan penafsiran istilah istilah yang digunakan, maka dalam penelitian ini penulis mendefinisikan beberapa istilah, diantaranya sebagai berikut: 1. hasil belajar peserta didik adalah perubahan tingkah laku peserta didik setelah mendapatkan pengalaman belajar pada materi sistem pencernaan makanan pada manusia dan diamati dalam dimensi kognitif yang dibatasi pada jenjang mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5), dengan dimensi pengetahuan faktual (K1), pengetahuan konseptual (K2), pengetahuan prosedural (K3) dan pengetahuan metakognitif (K4). Pada penelitian ini hasil belajar peserta didik dinyatakan dengan skor yang diperoleh peserta didik setelah peserta didik melakukan post test pada materi sistem pencernaan makanan pada manusia;
9 2. keterampilan proses sains adalah keterampilan ilmiah yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Keterampilan proses sains ini di dalam proses pembelajarannya tidak hanya belajar semata untuk mendapatkan hasil belajar yang diinginkan, melainkan peserta didik mampu diantaranya untuk dapat menjelaskan, memprediksi, menafsirkan serta mengembangkan kemampuan-kemampuan yang lain menggunakan kemampuan berpikir tingkat tingginya. Pada penelitian ini aspek keterampilan proses sains dasar yang diukur adalah mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Aspek tersebut disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan yaitu Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia. 3. model problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang proses
pembelajarannya
dititik
beratkan
pada
pemecahan
suatu
permasalahan yang dirancang berdasarkan permasalahan riil kehidupan yang bersifat ill-structured (struktur yang tidak teratur). Maksud tidak terstruktur adalah masalah yang digunakan adalah masalah yang terbuka dan tidak mengakibatkan terfokus pada satu pemecahan melainkan berbagai alasan dan pemecahan. Adapun langkah-langkah pembelajaran model problem based learning adalah sebagai berikut:
10 a. orientasi pada masalah, guru membahas tujuan
pembelajaran,
mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk teribat dalam kegiatan mengatasi masalah; b. mengorganisasikan siswa untuk belajar, guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya; c. investigasi mandiri dan kelompok, guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi; d. mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang tepat; e. menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang siswa gunakan. D. Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
model
pembelajaran problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencenaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya. E. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretis a.
Sebagai upaya untuk dapat membawa manfaat sekaligus harapan guna menambah
ilmu
pengetahuan,
khususnya
kajian
peningkatan
11 keterampilan proses sains dan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kreatifitas khususnya dalam pendidikan sains berupa teori-teori bagi para peneliti dan pihak lain, serta hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan yang berharga dalam permasalahan baru yang perlu dikaji lebih lanjut.
2. Kegunaan Praktis a. Bagi Sekolah 1) Memberi masukan kepada sekolah dalam menentukan kebijakan sekolah dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains serta kualitas hasil belajar peserta didik melalui pemberian bimbingan dan motivasi pada guru untuk bisa menggunakan model pembelajaran yang bervariatif 2) Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak sekolah dalam rangka upaya mempelajari
meningkatkan kualitas
dan
memahami
suatu
peserta didik materi
dalam
untuk proses
pembelajaran di kelas dengan kemasan yang membuat peserta didik dapat aktif, kritis, serta inovatif; 3) Memberikan bantuan pengetahuan mengenai model problem based learning terhadap keterampilan proses sains peserta didik.
12 b. Bagi Guru 1) Dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran; 2) Sebagai bahan pertimbangan dan masukkan kepada guru Biologi khususnya dalam menggunakan model pembelajaran
yang
bervariasi di dalam kelas agar transfer ilmu tidak berlangsung satu arah saja dan juga dapat meningkatkan keterampilan proses sains dn hasil belajar peserta didik. c. Bagi Peserta Didik 1) meningkatkan keterampilan proses sains serta meningkatkan hasil belajar peserta didik; 2) sebagai daya motivasi peserta didik dalam peningkatan ilmu pengetahuan; 3) memacu peserta didik sehingga mampu berpikir aktif, kreatif, dan inovatif. 4) meningkatkan daya tarik dan perhatian peserta didik terhadap mata pelajaran biologi khususnya pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia d. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam merancang atau menyiapkan suatu strategi pembelajaran yang efektif. Sehingga akan menjadi bekal kelak ketika terjun langsung ke masyarakat menjadi seorang guru yang profesional.
13 F. Landasan Teoretis 1. Kajian Teoretis a. Pengertian Hasil Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Namun kenyataan yang dipahami sebagaian besar masyarakat, belajar sering diartikan sebagai suatu kesatuan kegiatan di sekolah yang diajarkan oleh pendidik di dalam kelas. Ternyata pengertian belajar sangat luas bukan hanya interaksi yang terjadi di dalam kelas, tetapi interaksi di luar sekolah termasuk belajar. Berikut beberapa definisi belajar menurut para ahli dengan berbagai sudut pandang. Komalasari, Kokom (2017:2) menyatakan bahwa “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal.” Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungnnya”. Hamalik, Oemar (2015:36) “belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
14 bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami.” Menurut Sunarno (Komalasari, Kokom, 2017:2) “belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan.” Berdasarkan
beberapa
pendapat
para
ahli
dapat
disimpulkan bahwa, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Perubahan tingkah laku tersebut diperoleh bukan dari mengingat dan menghafal saja, melainkan dari pengalaman ataupun latihan yang dialami peserta didik dalam waktu yang relatif lama. 2) Pengertian Mengajar Bila terjadi proses belajar, maka terjadi proses mengajar. Mengajar
pada
dasarnya
merupakan
suatu
usaha
untuk
menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Menurut Dequeliy dan Gazali dalam Slameto (2010:30) mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat”. Mursell, Bagi dalam Slameto (2010:33) mengajar digambarkan sebagai “mengorganisasikan belajar” sehingga
15 dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi siswa.” Menurut Hamalik, Oemar (2015:36) mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa.” Menurut Howard, Alvin W dalam Slameto (2010:32) “mengajar adalah suatu aktifitas untuk mencoba menolong, membimbing
seseorang
untuk
mendapatkan,
mengubah
mengembangkan skill, attitude, ideals, (cita-cita), appriciations (penghargaan) dan knowledge”. Berdasarkan berbagai pendapat tentang mengajar diatas, dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu proses penciptaan sistem lingkungan untuk menanamkan pengetahuan dan memungkinkan terjadinya proses belajar yang baik. 3) Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran selesai. Hasil belajar peserta didik biasanya ditunjukan oleh evaluasi atau hasil tes yang dinyatakan dalam bentuk angka berdasarkan kriteria penilaian. Mager dalam Rustaman (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4) menyatakan bahwa: hasil belajar seseorang siswa selalu ditanyakan dalam terbentuknya tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar yang telah dialami oleh siswa tersebut. Teori inilah yang dijadikan landasan oleh Bloom dalam mengkategorikan
16 tingkah laku tersebut menjadi tiga ranah (domain), yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap dan nilai) dan ranah psikomotor (keterampilan motorik) Gagne (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4) mengemukakan bahwa: hasil pembelajaran ialah berupa kecakapan manusiawi (human capabilities) yang meliputi: 1) informasi verbal; 2) kecakapan intelektual, yang terdiri dari (a) diskriminasi, (b) konsep konkrit, (c) konsep abstrak, (d) aturan, dan (e) aturan yang lebih tinggi; 3) strategi kognitif, (4) sikap; dan 5) kecakapan motorik. Menurut Sudjana (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:4): Keberhasilan dalam belajar mengajar dapat diukur dari dua segi yaitu : segi proses belajar dan hasil belajar. Proses belajar artinya keberhasilan pengajaran terletak dalam proses belajar dalam keberhasilan belajar siswa, sedangkan hasil belajar siswa diperoleh sebagai akibat proses belajar. Widodo, Ari (2005:3-9) dengan mengutip hasil belajar yang dikemukakan oleh Benjamin S. Bloom yang di revisi oleh Anderson et.al pada tahun 2011 berpendapat bahwa hasil belajar ranah kognitif dibagi dalam 2 dimensi, yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. 1) Dimensi Pengetahuan a) Pengetahuan faktual: unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu yang biasa digunakan oleh ahli di bidang tersebut untuk saling berkomunikasi dan memahami bidang tersebut. Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi level rendah. (1) Pengetahuan tentang terminology yaitu mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk disiplin ilmu tersebut.
17 (2) Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur yaitu pengetahuan tentang kejadian tertentu, orang, waktu, dan sebagainya. b) Pengetahuan konseptual yaitu saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam (1) Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori yaitu mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. (2) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi yaitu mencakup abstraksi dari hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah fakta, kejadian, dan saling keterkaitan antara sejumlah fakta. (3) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur yaitu mencakup pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kompleks. c) Pengetahuan procedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu. (1) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan. (2) Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. (3) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. d) Pengetahuan metakognitif yaitu mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. (1) Pengetahuan strategic yaitu mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. (2) Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang konteks dan kondisi
18 yang sesuai mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta strategi kognitif mana yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu. (3) Pengetahuan tentang diri sendiri yaitu mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. 2) Dimensi proses kognitif a) Menghafal (Remember) yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. (1) Mengenali (Recognizing) yaitu mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang agar dapat membandingkan dengan informasi yang baru. (2) Mengingat (Recalling) yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dengan menggunakan petunjuk yang ada. b) Memahami (Understand) yaitu mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. (1) Menafsirkan (interpreting) yaitu mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari dari kata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata. (2) Memberikan contoh (exemplifying) yaitu memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. (3) Mengkelasifikasikan (classifying) yaitu Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. (4) Meringkas (summarising) yaitu membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. (5) Menarik inferensi (inferring) yaitu menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta (6) Membandingkan (comparing) yaitu mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua obyek atau lebih. (7) Menjelaskan (explaining) yaitu mengkonstruk dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu system. c) Mengaplikasikan (Applying) yaitu mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas.
19 (1) Menjalankan (executing) yaitu menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. (2) Mengimplementasikan (implementing) yaitu memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. d) Menganalisis (Analyzing) yaitu menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsurunsur tersebut. (1) Menguraikan (differentiating) yaitu menguraikan suatu struktur dalam bagian-bagian berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. (2) Mengorganisir (organizing) yaitu mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. (3) Menemukan pesan tersirat (attributting) yaitu menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. e) Mengevaluasi yaitu membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. (1) Memeriksa (Checking) yaitu Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut). (2) Mengritik (Critiquing) yaitu menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. f) Membuat (create) yaitu menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. (1) Membuat (generating) yaitu menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. (2) Merencanakan (planning) yaitu merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah (3) Memproduksi (producing) yaitu membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir yang diperoleh siswa berupa perubahan tingkah laku dan kecakapan lainnya termasuk perubahan dalam
20 pengetahuan, minat, dan bakat. yang dibatasi pada jenjang menghafal (C1), memahami (C2),
mengaplikasikan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan membuat (C6) dengan dimensi pengetahuan faktual (K1), konseptual (K2), prosedural (K3), dan metakognitif (K4). 4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Keberhasilan kegiatan belajar akan tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Slameto (2010:54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni: 1) faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar meliputi: faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) dan faktor kelelahan (kelelahan secara jasmani dan rohani); dan 2) faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Meliputi: faktor keluarga (cara orangtua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana dirumah, keadaaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan). Faktor sekolah ( metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah). Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Berdasarkan uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa bukanlah sesuatu
21 yang didapat sendirinya. Akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu faktor intern maupun ekstern. Dan dari setiap faktor tersebut merupakan sebuah komponen-komponen yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam mencapai hasil belajar. b. Keterampilan Proses Sains 1) Pengertian Keterampilan Proses Sains Pembelajaran yang baik tidak hanya menilai atau melihat seorang peserta didik dari hasil belajar yang dicapainya semata, tetapi harus lebih mengembangkan berbagai kemampuan dan keterampilannya, terutama keterampilan dengan menggunakan proses dan prinsip keilmuan ilmiahnya. Berdasarkan pandangan IPA sebagai proses, dalam pembelajaran lPA saat ini digunakan keterampilan proses. Tawil, Muh dan Liliasari (2014:8) menyatakan bahwa: Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS) dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, 21ocial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan kemampuan mendasar yang pada prinsipnya ialah ada dalam diri siswa. Senada dengan hal tersebut Kurniawati (Tawil, Muh dan Liliasari, 2014:8) mengungkapkan bahwa: Pendekatan keterampilan proses sains adalah pendekatan yang memberi kesempatan kepada siswa agar dapat menemukan fakta membangun konsep-konsep, melalui kegiatan dan atau pengalaman-pengalaman seperti ilmuwan.
22 Menurut Jufri, Wahab (2017:154) “keterampilan proses sains merupakan hasil belajar IPA yang dapat dikembangkan melalui proses latihan melalui rangkaian kegiatan belajar yang dirancang oleh peserta didik”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses menekankan pada penumbuhan dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa sehingga mampu memproses infromasi untuk memperoleh fakta, konsep, maupun pengembangan konsep dan nilai. Sehingga berbagai kemampuan dan keterampilan proses siswa dapat dilatih untuk bekal dimasa yang akan datang. 2) Pengukuran Keterampilan Proses Sains Untuk mengukur keterampilan proses IPA yang dimiliki siswa dapat dilakuakan dengan bentuk tes tertulis, lisan dan observasi. Keterampilan proses IPA bukanlah keterampilan tangan dengan menggunakan proses-proses IPA. Oleh karena itu pokok ujinya pun dapat berbentuk tes tulis walaupun seringkali diperlukan alat untuk melengkapi pokok uji tersebut, Darliana, dalam Duherti (Tawil, Muh dan Liliasari (2014:37) Pengukuran
keterampilan
proses
memiliki
dua
karakteristik, yaitu karakteristik umum dan karakteristik khusus sebagaimana yang dikemukakan oleh Rustaman, et. Al dalam Tawil, Muh dan Liliasari (2014:34) yaitu :
23 1. Karakteristik umum Pembahasan pokok uji pada karakteristik umum lebih ditunjukan untuk membedakan dengan pokok uji biasa yang mengukur penguasaan konsep. Karakteristik pokok uji tersebut yaitu: a) Pokok uji tidak boleh dibebani konsep (non concept burdan). Hal ini diupayakan agar pokok uji tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan kinteks. Konsep yang terlibat harus diyakini oleh penusun dan pokok uji sudah tidak asing lagi bagi siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa) b) Pokok uji keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi pokok uji dalam keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik, data dalam label atau uraian atau objek aslinya. c) Seperti pokok uji pada umumnya aspek yang akan diukur oleh pokok uji keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu apek saja, misalnya interpretasi. d) Sebaliknyua ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek. 2. Karakteristik khusus Pada karakteristik khusus ini jenis keterampilan proses sains tentu dibahas dan dibandingkan satu sama lain sehingga jelas perbedaannya karakteristik tersebut lain: a) Pengamatan: harus dari objek atau peristiwa yang sesungguhnya. b) Interpretasi: harus menyajikan sejumlah data untuk memperlihatkan pola. c) Klasifikasi: harus ada kesempatan mencari/ menemukan persamaan, perbedaan, atau diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokan atau ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk. d) Prediksi: harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau ramalan. e) Berkomunikasi : harus ada satu bentuk pernyataan tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan, atau tabel ke bentuk grafik. f) Berhipotesis: harus dapat merumusakan perumusan dugaan atau jawaban sementara, atau menguji pertanyaan yang ada dan mengandung hubungan
24 dua variabel atau lebih, biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau membuktikan. g) Merencanakan percobaan atau penyelidikan: harus memberi kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah (variabel), mengendalikan variabel. h) Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat konsep/prinsip yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya. i) Mengajukan rumusan masalah: harus memunculkan sesuatu yang mengherankan, mustahilm tidak biasa atau kontadiktif agar responden/siswa termotivasi untuk bertanya. 3) Indikator Keterampilan Proses Sains Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan keterampilan proses sains peserta didik maka harus diperhatikan beberapa indikator dari keterampilan proses sains. Menurut Tawil, Muh dan Liliasari (2014:37), indikator keterampilan proses sains meliputi : a) Mengamati/observasi Menggunakan berbagai indera; mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan; b) Mengelompokan/klasifikasi Mencatat setiap pengalaman secara terpisah; mencari perbedaan; persamaan; mengontraskan ciri-ciri; membandingkan; mencari dasar pengelompokan atau penggolongan; c) Menstrasfer/interpretasi Menghubung-hubungkan hasil pengamatan; menemukan pola/keteraturan dalam suatu seri pengamatan; menyimpulkan; d) Meramalkan/prediksi Menggunakan pola-pola atau keteraturan hasil pengamatan; mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum terjadi; e) Melakukan komunikasi Memprediksikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan/pengamatan denan grafik/label diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah satunya; menyusun dan menyampaikan laporan secara
25 sistematis dan jelas; menjelaskan hasil percobaan/penyelidikan; membaca grafik atau labe; atau diagram; mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah/peristiwa; f) Mengajukan pertanyaan Bertanya apa, bagaimana dan mengapa; bertanya untuk meminta penjelasan; mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis; g) Mengajukan hipotesis Mengetahui bahwa ada lebih dari suatu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian; menyadari bahwa satu penjelasan perlu diuji kebenarnya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pencegahan masalah; h) Merencanakan percobaan/penyelidikan Menentukan alat, bahan, atau sumber yang akan digunakan; menentukan variabel atau faktor-faktor penentu; menentukan apa yang akan diatur, diamati, dicatat; menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja; i) Mengginakan alat/bahan/sumber Memakai alat dan atau bahan atau sumber; mengetahui alasan mengapa menggunakan alat atau bahan/sumber; j) Menerapkan konsep Menggunakan konsep/prinsip yang telah dipelajari dalam situasi baru; menggunakan konsep/prinsip pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi; k) Melaksanakan percobaan/penyelidikan Penilaian proses dan hasil belajar IPA menuntut teknik dan cara-cara penilaian yang lebih konferhensif (Stiggins, 1994). Disamping aspek hasil belajar yang dinilai harus menyeluruh yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, teknik penilaian dan instrumen penilaian seyogyanya lebih bervariasi. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi pengetahuan (knowladge), penalaran (reasoning), keterampilan (skills), hasil karya (product) dan afektif (affective). c.
Model Pembelajaran Problem Based Learning 1) Model pembelajaran Model pembelajaran merupakan suatu pola yang digunakan sebagai pedoman di dalam merencanakan dan melaksanakan
26 pembelajaran di dalam kelas. Komalasari, Kokom (2014:57) menyatakan “Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran”. Trianto (2015:51) menyatakan bahwa “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.” Abidin, Yunus (2014:117) “model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu konsep yang membantu menjelaskan proses pembelajaran, baik menjelaskan pola pikir maupun pola tindakan pembelajaran tersebut.” Yulaenawati (Abidin, Yunus, 2014:117) menyatakan bahwa “Model pembelajaran menawarkan struktur dan pemahaman desain pembelajaran dan membuat para pengembang pembelajaran memahami masalah, merinci masalah, ke dalam unit-unit yang mudah diatasi, dan menyelesaikan masalah pembelajaran.” Berdasarkan beberapa pernyataan para ahli diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka prosedural yang sistematis dan terarah, yang berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam melakukan aktivitas mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dan
27 menjadi pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran agar pembelajaran di dalam kelas lebih variatif.. 2) Model Problem Based Learning Model problem based learning merupakan salah satu model yang termasuk kedalam kurikulum 2013 dan banyak dikembangkan dan diterapkan pada saat ini. Ada beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai PBL ini. Menurut Barrows, Howard dan Kelson (Amir, Taufiq, 2015:21) Problem based learning (PBL) adalah kurikulum dan proses proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, diracang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.... . Rumusan dari Dutch (Amir, Taufik, 2015:21) menyatakan bahwa: PBL merupakan metode instruksional yang menantang mahasiswa agar “belajar untuk belajar”, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis mahasiswa dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai. Sedangkan Berd dan Erickson (Komalasari, Kokom, 2013:59) menegaskan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
28 Wisudawati, Asih Widi dan Sulistyowati, Eka (2017:88) “ Problem Based Learning atau PBL digunakan untuk mendukung pola berpikir tingkat tinggi (HOT atau higher-order thinking) dalam situasi yang berorientasi masalah, termasuk belajar “how to learn”. Jadi berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang diawali dengan pemberian suatu masalah dimana peserta didik malakukan kerjasama di dalam kelompoknya untuk nantinya peserta didik dapat memecahkan suatu masalah tersebut dengan berbagai keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik dapat terlatih untuk dapat menggunakan keterampilan proses sainsnya dan diharapkan peserta didik dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dikehidupan sehari-hari. Problem based learning mempunyai beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas dari pembelajaran tersebut. Karakeristik dari model problem based learning menurut Tan (Amir, Taufiq, 2015:22) adalah sebagai berikut: a) Masalah digunakan sebagai awal pemebelajaran; b) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (illstructured); c) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective); d) Masalah membuat pelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran baru;
29 e) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning); f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengtahuan ini menjadi kunci penting; g) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan koopertif. Pelajar bekerja kelompok, berinteraksi, saling mengerjakan (peer teaching), dan melakukan persentasi. 3) Sintaks Model Problem Based Learning Arends, dalam Wisudawati, Widi Asih dan Sulistyowati (2017: 91) menyebutkan bahwa ada lima fase atau tahapan dalam sintaks problem based learning. Kelima fase problem based learning dan perilaku yang dibutuhkan dari guru untuk masingmasing fasenya dirangkum dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 1 Sintaks Problem Based Learning menurut Arends Fase Perilaku Guru Fase 1 : Memberikan orientasi Guru membahas tujuan suatu masalah pada pembelajaran, peserta didik (orient mendeskripsikan dan student to the memotivasi peserta didik problem) untuk teribat dalam kegiatan mengatasi masalah. Fase 2 : Mengorganisasi Guru membantu peserta didik peserta didik untuk untuk mendefinisikan dan meneliti (organize mengorganisasikan tugasstudent for study) tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Fase 3 : Mendampingi dalam Guru mendorong peserta didik penyelidikan sendiri untuk mendapatkan informasi maupun kelompok yang tepat, melaksanakan (assist independet and eksperimen, serta mencari group investigation) penjelasan dan solusi. Fase 4 : Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik mempresentasikan dalam merencanakan dan hasil (develop and menyiapkan hasil-hasil yang present article and tepat, seperti laporan, rekaman exhibits) video, serta model-model, dan membantu mereka untuk
30 Fase
Fase 5 : Analisis dan evaluasi dari proses pemecahan masalah (analyze and evaluate the problemsolving process) Sumber : Arends dalam Sulistyowati (2017: 91)
Perilaku Guru menyampaikannya kepada orang lain. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan. Wisudawati, Widi Asih dan
4) Kelebihan Model Problem Based Learning Problem based learning tentunya mempunyai kelebihan Delisle (Abidin, Yusuf 2014:162) menyebutkan bahwa ada kelebihan pada problem based learning sebagai berikut: a) problem based learning berhubungan dengan situasi kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi bermakna b) problem based learning mendorong siswa untuk belajar secara aktif; c) problem based learning mendorong lahirnya berbagai pendekatan belajar secara interdisipliner; d) problem based learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang akan dipelajari dan bagaimana pembelajaranya e) problem based learning mendorong terciptanya pembelajaran kolaboratif; f) problem based learning diyakini mampu meningkatkan kualitas pendidikan; g) problem based learning mampu mengembangkan motivasi belajar siswa; h) problem based learning mendorong siswa untuk mampu mendorong berpikir tingkat tinggi; i) problem based learning mendorong siswa mengoptimalkan kemampuan metakognitipnya. j) problem based learning menjadi pembelajaran yang beramakna sehingga mendorong siswa memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mampu belajar secara mandiri.
31 5) Kelemahan Model Problem Based Learning Selain memiliki banyak keunggulan, ternyata model problem based learning juga memiliki beberapa kelemahan. Adapun beberapa kelemahan yang dikemukakan oleh Sanjaya, Wina (2010) diantaranya sebagai berikut: a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. 6) Manfaat Model Problem Based Learning Smith (Amir, Taufiq 2009:27) menyatakan bahwa Ada beberapa manfaat dari problem based learning yaitu meningkatkan kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerjasama, kecakapan belajar, dan memotivasi pemelajaran.
32 d. Deskripsi Materi Konsep Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia 1) Pengertian Sistem Pencernaan Makanan Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana
dengan
menggunakan
enzim
dan
organ-organ
pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya tergantung dari bahan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Zat makanan yang dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk yang lebih sederhana. Proses pencernaan makanan pada manusia terjadi secara mekanik dan kimiawi. Tahapan pencernaan terjadi melalui empat tahap, yaitu penelananan (ingesti), pencernaan (digesti), penyerapan (absorpsi), dan pembuangan (egesti). Menurut Sloane, Ethel (2013:281) “fungsi utama sistem pencernaan adalah menyediakan makanan, air, elektrolit bagi tubuh dan nutrient yang dicerna sehingga siap diabsorpsi”. Beberapa pengertian umum mengenai proses pencernaan yang dikemukakan Sloane, Ethel (2013:281) yaitu: Ingesti adalah masuknya makanan kedalam mulut, disini terjadi proses pemotongan terjadi proses pemotongan dan penggilingan makanan yang dilakukan secara mekanik oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan (menelan); peristaltis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan makanan tertelan
33 melalui saluran pencernaan; digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil sehingga absorbsi dapat berlangsung; absorpbsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran pencernaan kedalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. Egasti adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri dalam bentuk feses dan saluran pencernaan;
Secara umum, pencernaan makanan pada manusia melalui proses, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Apabila disimpulkan
pencernaan
mekanik
adalah
pencernaan
yang
dilakukan oleh gigi didalam mulut, sedangkan pencernaan kimiawi adalah pencernaan yang melibatkan enzim yang terjadi mulai dari mulut, lambug, dan usus. Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan organ-organ pencernaan, terdiri dari mulut
(cavum oris),
kerongkongan (oesophagus) lambung (ventrikulus), usus halus (intestineum tenue), usus besar (colon), dan anus. Sedangkan menurut Suharsono dan Popo Musthofa Kamil (2012:42) : Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organorgan pencernaan yang berkaitan/tambahan. Saluran pencernaan merupakan suatu saluran yang panjang berkelanjutan dari mulut sampai ke anus, bagian-bagiannya terdiri dari: a) Mulut (oris) b) Faring c) Oesphagus d) Ventriculus e) Duodenum f) Jejenum g) Ileum
34 h) Colon i) Rectum Sedangkan organ-organ terkait terdiri dari: a) Tiga kelenjar di dalam cavum oris b) Gigi dan ludah c) Hepar dengan vesica valeanya d) Pancreas. Sedangkan kelenjar pencernaan berfungsi menghasilkan enzim-enzim Yang dibutuhka dalam proses pencernaan. Kelenjar pencernaan terdapat di dalam air liur atau ludah, lambung, pankreas, dan hati (hepar). Proses pencernaan makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: a) Proses pencernaan secara mekanik Yaitu proses perubahan makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil dan halus. Pada manusia dan mamalia umumnya, proses pencernaan mekanik dilakukan dengan menggunakan gigi. b) Proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis) Yaitu proses peribhan makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan menggunakan enzim. Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang befungsi mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam tubuh. 2) Organ Pencernaan Makanan Sistem pencernaan terdiri atas suatu saluran panjang yaitu saluran cerna dimulai dari mulut sampai anus, dan kelenjar-kelenjar
35 yang berhubungan seperti air liur, hati, pankreas, yang letaknya diluar slauran tetapi menghasilkan sekret melaui sistem duktus masuk kedalam saluran tersebut. Bagian-bagian dari sistem pencernaan terdiri dari mulut (oris), faring, esophagus, ventriculus, duodenum, jejenum, ileum, colon, dan rectum. Sedangka organ-organ terkait terdiri dari tiga kelenjar didalam cavum oris, gigi dan lidah, hepar dan visecavalea dan pankreas. Berikut ini adalah penjelasan dari saluran-saluran pencernaan dan organ-organ pencernaan yang berkaitan atau tambahan. a) Mulut (oris) Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari dalam mulut. Didalam rongga mulut terdapat gigi (denta), lidah (lingua) dan tempat bermuaranya kelenjar ludah yang membantu proses pencernaan. b) Faring Faring merupakan organ penghubung antara rongga mulut dengan kerongkongan atau esofagus c) Esophagus Menurut Setiadi (2007:69) “Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung”. Panjang kerongkongan sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter
36 sekitar 2,54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. d) Ventriculus (lambung) Menurut Irmaningtyas (2003;265) : Ventrikulus adalah organ pencernaan yang berbentuk seperti huruf J, terletak di rongga perut bagian atas sebelah kiri, bawah diafragma. Lambung terdiri dai 4 bagian, yaitu kardia, fundus, badan, dan pilorus. e) Usus halus Usus
halus
merupakan
tempat
pencernaan
dan
penyerapan nutrisi. f) Duodenum (Usus 12 Jari) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus lambung dan menghubungkannya ke usus kosong. g) Colon (Usus Besar) Merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. h) Anus / Rectum Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. 3) Proses Pencernaan Makanan a) Pencernaan dalam Mulut b) Pencernaan dalam Lambung c) Pencernaan dalam Usus 4) Kelainan Pada Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia a) Parotis epidemika
37 b) Konstipasi c) Pankreasitis d) Diare e) Apendicitis f) Disfagia g) Enteritis h) Kolik i) Ulkus j) Parotis k) Peritonitis e. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan menggunakan model problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pernah dilakukan oleh Wahyudi, Andi dkk (2014). Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa problem based learning berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa dan berpengaruh signifikan juga terhadap hasil belajar biologi ranah pengetahuan, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar Biologi ranah sikap kelas X SMA Negeri Jumapolo. Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Rahmad Kono dkk (2016) di SMA Negeri 1 Sigi. Penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa model pembelajaan problem based learning (PBL) memiliki pengaruh terhadap keterampilan proses sains
38 siswa pada materi laju reaksi. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampialn proses sains yang lebih baik teradap siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui model problem based learning dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvesional. G. Kerangka Pemikiran Hasil belajar merupakan perubahan segala aspek dari seorang individu setelah melewati suatu proses yang cukup panjang mencakup perubahan pengetahuan, sikap, minat maupun keterampilan. Proses belajar bagi setiap individu tentu berbeda satu sama lain karena setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda, termasuk juga karakter pada saat mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran di dalam kelas pada umumnya masih didominasi oleh guru. Peserta didik pada dasarnya hanya menerima informasi satu arah dari pendidik saja, sehingga proses pembelajaran yang dirasakan oleh peserta didik hanya sebuah proses pembelajaran yang membosankan, membuat jenuh dan membuat mata pelajaran Biologi menjadi mata pelajaran yang menakutkan dan tidak disukai. Kurangnya keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar menyebabkan peserta didik merasa tidak tertarik dan tertantang untuk mengemukakan ide- ide yang dimiliki dan membuat keterampilan proses sains nya tidak pernah diajarkan. Akibatnya berdampak pada hasil belajar peserta didik yang kurang memuaskan dan kurangnya keterampilan-keterampilan yang dimiliki peserta didik salah satunya adalah keterampilan proses sains.
39 Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menstimulus peserta didik untuk bisa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, karena dengan memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi maka peserta didik akan terlatih untuk bisa menggunakan keterampilan proses sainsnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan proses sains adalah model problem based learning. Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada pemecahan masalah yang bersifat nyata. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk terus berpikir dan mencari solusi agar permasalahan yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik dengan cara-cara ilmiah sehingga kemampuan-kemampuan yang ada pada diri peserta didik dapat menonjol dan bisa menjadi sebuah kelebihan untuk nantinya digunakan sebagai bekal dalam menjalani kehidupan yang sebenarnya. Model problem based learning bersifat kontekstual dan kolaboratif. Bersifat kontektual artinya materi yang dipelajari dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Sedangkan bersifat kolaboratif artinya dalam proses pembelajarannya siswa dituntut harus mampu bekerja sama dengan teman kelompoknya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, diduga ada pengaruh model problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya.
40 H. Hipotesis Agar penelitian dapat terarah dan sesuai dengan tujuan, maka dirumuskan hipotesis atau jawaban sementara sebagai berikut: H0
: tidak ada pengaruh model problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya.
Ha
: ada pengaruh model problem based learning terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik pada konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia di kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya.
I. Prosedur Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah true experimental. Menurut Arikunto, Suharsimi (2014:125) bahwa “true experimental, yaitu eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi persyaratan. Yang dimaksud dengan persyaratan dalam eksperiman adalah adanya kelompok lain yang tidak dikenal eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan”. 2. Variabel Penelitian Menurut Sugiyono (2017:38) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
41 untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulannya.” Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan, yaitu: a. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik. b. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu model problem based learning. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Sugiyono (2017:80) mengatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI MIPA SMAN 1 Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018 sebanyak 8 kelas yaitu dari kelas XI MIPA 1 sampai dengan kelas XI MIPA 8, dengan jumlah siswa sebanyak 299 orang. Tabel 2 Jumlah Seluruh Siswa Kelas XI Tahun Ajaran 2017/2018 No. 1. 2. 3. 4.
Kelas XI MIPA 1 XI MIPA 2 XI MIPA 3 XI MIPA 4
Jumlah Siswa 38 orang 38 orang 38 orang 38 orang
42 5. 6 7 8
XI MIPA 5 37 orang XI MIPA 6 37 orang XI MI8A 7 38 orang XI MIPA 8 35 orang Jumlah 299 orang Sumber: Tata Usaha (TU) SMAN 1 Tasikmalaya Populasi dianggap memiliki kemampuan yang relatif sama berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaran Biologi semester 2, sehingga penulis menduga keadaan populasi homogen. b. Sampel Sampel menurut Arikunto, Suharsimi (2014:174) adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sugiyono (2017:81) menyatakan bahwa “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dikarenakan populasi dalam penelitian ini ada 8 kelas, maka dalam penelitian ini sampel yang diambil dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik cluster random sampling digunakan agar peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi, melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1) membuat gulungan kertas berisi tulisan nama kelas sebanyak 8 buah yaitu dari kelas XI MIPA 1 sampai XI MIPA 8; 2) memasukkan gulungan kertas ke dalam gelas; 3) mengocok gelas yang berisi gulungan kertas yang bertuliskan nama kelas;
43 4) mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai didapatkan sampel kelas pertama; dan 5) mengocok dan mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai didapatkan sampel kelas kedua. Selain pengambilan sampel, dilakukan juga penentuan perlakuan pada sampel dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) membuat gulungan kertas sebanyak dua buah berisi tulisan kelas Eksperimen yaitu menggunakan treatment model problem based learning dan kelas kontrol yaitu menggunakan treatment model konvensional atau langsung. 2) kedua kertas yang bertuliskan model dimasukan ke dalam gelas kedua; dan 3) mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai didapatkan sampel pelakuan pertama; dan 4) mengocok dan mengeluarkan gulungan kertas dari gelas sampai didapatkan sampel perlakuan kedua. 4. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Control group pre-test post-test. Menurut Sugiyono (2017:76) Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pretest yang baik bila kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan. Pengaruh perlakuan adalah (O2-O1) – (O4-O3). Pola dari desain penelitian dirumuskan sebagai berikut:
44
Kelompok A R _____O1_________X______O2 Pola: Kelompok B R _____O3_____________________O4 Keterangan : A = Kelompok eksperimen B = Kelompok kontrol R = Randomisasi K (KK) 03 04 O1 = pretest pada kelas ekperimen O2 = posttest pada kelas eksperimen O3 = pretest pada kelas kontrol O4 = posttest pada kelas kontrol X = treatmen dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. 5. Langkah-langkah Penelitian Prosedur penelitain yang dilakukan dibagi dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam persiapan melakukan penelitian, sedangkan tahap pelaksanaan merupakan kegiatan pada saat penelitian di lapangan. a. Tahap persiapan, yang meliputi : 1) mendapatkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Siliwangi mengenai penetapan bimbingan skripsi; 2) mempersiapkan judul dan melakukan observasi awal ke sekolah untuk melihat kemungkinan pelaksanaan penelitian; 3) mengkonsultaskani judul dan permasalahan yang akan diteliti dengan pembimbing I dan II; 4) mengajukan judul ke Dewan Bimbingan Skripsi (DBS);
45 5) menyusun proposal penelitian dan dengan dibimbing oleh pembimbing I dan II; 6) melaksanakan bimbingan proposal; 7) mengkonsultasikan dengan pembimbing I dan II untuk memperbaiki proposal penelitian; 8) mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian. Salah satunya dengan meminta surat pengantar penelitian dari Dekan FKIP Universitas Siliwangi ditujukan kepada Kepala Sekolah SMAN 1 Tasikmalaya; 9) menyusun instrumen penelitian dan memperbanyak instrument; 10) melaksanakan uji coba instrumen penelitian; 11) mengelola hasil uji coba instrument dan memperbanyak instrumen penelitian. b. Tahap pelaksanaan, yang meliputi: 1) melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas XI SMAN 1 dengan menggunakan model problem based leaning dan dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan; 2) melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas XI SMAN 1 sebanyak dengan menggunakan pembelajaran langsung dan dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan; 3) melakukan tes keterampilan proses sains dan tes akhir tentang konsep sistem pencernaan makanan pada manusia pada akhir
46 pertemuan di kelas yang menggunakan model problem based learning; 4) melakukan tes keterampilan proses sains dan tes akhir tentang konsep sistem pencernaan makanan pada manusia pada akhir pertemuan di kelas yang menggunakan pembelajaran langsung. c. Tahap pengolahan Pada tahap ini melakukan pengolahan dan analisis data terhadap tes keterampilan proses sains dan hasil belajar yang diperoleh dari penelitian. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan alam penelitian ini adalah teknik tes. Tes dilaksanakan sebelum (pretest) dan setelah (posttest) proses pembelajaran pada materi yang dibahas selesai. Tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains dalam bentuk uraian/essay dan tes akhir belajar yang berupa pilihan majemuk dengan 5 option, dan berjumlah 50 butir soal. Tujuan dari pelaksanaan tes ini adalah untuk memperoleh data keterampilan proses sains dan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dilakukan oleh peserta didik. 7. Instrumen Penelitian a. Konsepsi Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes keterampilan proses sains pada konsep sistem pencernaan makanan pada manusia. Bentuk tes berupa soal uraian sebanyak 20 butir soal.
47 Keterampilan proses sains peserta didik pada penelitian ini di ukur pada enam indikator yaitu mengobservasi, mengkomunikasikan, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis, merencanakan percobaan dan menggunakan alat/bahan.
No
Tabel 3 Kisi-Kisi Instrument Penelitian Keterampilan Proses Sains Konsep Sistem Pencernaan Makanan pada Manusia Indikator Sub indikator Materi No. soal Jumlah
Kemudian instrumen yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan tes hasil belajar peserta didik pada materi Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia dengan jumlah soal sebanyak 50 butir soal. Tes berbentuk pilihan ganda dengan 5 option. Hasil belajar yang diukur adalah ranah kognitif yang dibatasi hanya pada tingkat mengingat (C1), mengerti (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5) dengan dimensi pengetahuan faktual (K1), konseptual
48 (K2), prosedural (K3), metakognitif (K4). Selanjutnya setiap jawaban benar diberikan skor 1 (satu) dan apabila salah diberi skor 0 (nol). Tabel 4 Kisi-Kisi Soal Pada Materi Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia
No.
1.
Aspek Kognitif
Pokok Bahasan
Dimensi Pengetahuan
Organ Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia
K1
6, 12, 14, 21, 48
K2
8,
Jumlah C1
K3
C2
C3
C4
C5
28
6
11, 16, 33
23,
5
27
17,
3
27,
K4 K1
2.
Proses Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia
K2
7, 43, 45
3, 46
49
1, 2, 4, 9, 10, 12, 22, 35, 36, 38, 42, 50
20,
47
15
5, 32
13, 40, 41, 44
30, 37, 39
9
26
1
K3
5
K4
3.
Kelainan Pada Sistem Pencernaan Makanan Pada Manusia
K1 K2 K3 K4
18,
25 23,
29 15,30
31
3 2
24
3
49 11
Jumlah
21
11
8
1 50
b. Uji Coba Instrumen Tujuan dilaksanakannya uji coba instrumen pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang telah di susun tersebut memiliki validitas dan reliabilitas yang baik atau tidak. Uji coba instrument penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI MIPA SMAN 1 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018. Uji coba instrumen meliputi uji validitas butir soal dan uji reliabilitas. 1) Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk menentukan tingkat kecocokan antara hasil tes dengan kriteria yang telah ditentukan. Menurut Arikunto, Suharsimi (2014:211) Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat ke validan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Uji validitas tiap butir soal menggunakan teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Suharsimi, Arikunto. (2010 : 211)
N XY X Y
rxy =
N X
2
X 2 N Y 2 Y 2
Keterangan : rxy = Validitas soal N = Jumlah siswa x = Jumlah betul setiap soal y = Jumlah betul seluruh soal setiap siswa
50 ∑x = Jumlah betul dalam satu soal ∑y = Jumlah total betul seluruh siswa
No.
Tabel 5. Koefisien Kolerasi Uji Validitas Butir Soal Validitas Penafsiran
1
rxy < 0,00
Berkorelasi negatif (soal dibuang)
2
0,00 ≤ rxy ≤ 0,20
Berkorelasi sangat rendah (soal dibuang)
3
0,20 ≤ rxy ≤ 0,40
Berkorelasi rendah (soal diperbaiki)
4
0,40 ≤ rxy ≤ 0,60
Berkorelasi cukup (soal dipakai)
5
0,60 ≤ rxy ≤ 0,80
Berkorelasi tinggi (soal dipakai)
6
0,80 ≤ rxy ≤ 1,00
Berkorelasi sangat tinggi (soal dipakai)
Sumber: Widaningsih, Dedeh (2012:4) Uji
validitas
tiap
soal
keterampilan
proses
sains
menggunakan program Anates versi 4.0.5 for windows (AnatesV4net.Rar) dengan program anates untuk soal uraian. 2) Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi instrumen yang akan digunakan. Menurut Arikunto, Suharsimi (2014:221) menyatakan bahwa: Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.
51 Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:221) mengemukakan bahwa untuk menguji reliabilitas soal digunakan rumus, sebagai berikut: k Vt pq r11 = Vt k 1
keterangan: r11: k : Vt : P
:
q
:
banyaknya instrumen; banyaknya item; variasi total; proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir(proporsi subjek yang mendapat skor 1); dan proporsi siswa yang mendapat skor 0 (q = 1-p).
Tabel 6 Kriteria Reliabilitas Butir Soal No 1 2 3 4 5
Reliabilitas Penafsiran r11 ˂ 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 ≤ r11 ˂ 0,40 derajat reliabilitas rendah 0,40 ≤ r11 ˂ 0,70 derajat reliabilitas sedang 0,70 ≤ r11 ˂ 0,90 derajat reliabilitas tinggi 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi Sumber : Guilford,J.P., (Widaningsih,Dedeh 2012:5) Reliabilitas tiap soal keterampilan proses sains dilakukan
dengan menggunakan program Anates versi 4.0.5 for windows (AnatesV4-net Rar) dengan program anates untuk soal uraian. 8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data a. Teknik Pengolahan Data Data yang diambil dari penelitian ini meliputi pretest kelas kontrol dan kelas eksperiment, posttest kelas kontrol dan kelas eksperiment serta perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain)
52 antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menurut Hake (Meltzer 2002:2) N-gain dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑵𝒈 =
𝑺𝒑𝒐𝒔𝒕 − 𝑺𝒑𝒓𝒆 𝑺𝒎𝒂𝒙 − 𝑺𝒑𝒓𝒆
Keterangan: Ng : Nilai gain yang dinormalisasi (N-gain) dari kedua pendekatan Spost : Skor test akhir Spre : Skor test awal Smax : Skor maksimum Tabel 5 Kriteria Nilai N-Gain Perolehan N- gain Keterangan N- gain > 0,70 Tinggi 0,30 ≤ N- gain ≤ 0,70 Sedang N- gain < 0,30 Rendah Sumber: (Meltzer, 2002:3) b. Analisis Data Setelah data dari penelitian diperoleh, maka data tersebut dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Uji Prasyarat a) Uji normalitas dengan menggunakan uji chi – kuadrat (χ2). Uji normalitas data yang dilakukan dengan menggunakan uji chi kuadarat (X2) karena jumlah data ≥ 30. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data keterampilan proses sains tersebut berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data yang berdistribusi normal bila kriteria X2 hitung ≤ X2 tabel.
53 b) Uji homogenitas dengan menggunakan uji Fmaksimum. Uji
homogenitas
kedua
kelas
dilakukan
dengan
menggunakan Fmaksimum karena data dalam penelitian ini hanya terdiri dari dua data. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua data keterampilan proses sains tersebut mempunyai varians yang homogen atau tidak, dengan ketentuan bahwa ke dua kelompok data memiliki varians yang homogen bila kriteria Fhitung ≥ Ftabel. c) Uji Hipotesis Apabila hasil uji prasyarat analisis statistik menyatakan bahwa keduan data berdistribusi normal dan homogen maka pengujian hipotesis menggunakan statistika parametrik yang dilakukan dengan menggunakan uji t.
54 9. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di kelas XI MIPA SMAN 1 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2017/2018 pada bulan Januari.
No 1 2
3 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabel 6 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian Nov '17 Des '17 Jan '18 Feb ‘17 Kegiatan Penelitian Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Mendapat SK bimbingan skripsi Mengajukan judul/masalah penelitian Menyusun dan bimbingan proposal Ujian Proposal Penyempurnaan proposal Persiapan penelitian Uji coba instrumen penelitian Melaksankan penelitian Pengolahan data Menyusun dan bimbingan skripsi Sidang skripsi Penyempurnaan skripsi
55 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yusup. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama. Ambarsari, Wiwin, dkk. (2013). Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta. Pendidikan Biologi Vol 5, No. 1, 8195. Amir, M Taufiq. (2015). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Prenadamedia Group. Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penellitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Creswell, Jhon W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hanafiah, Aan. (2015). Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Keterampilan Proses Sains (KPS) Siswa pada Materi Laju Reaksi. (Kuasi Eksperimen di MAN Mauk Kabupaten Tangerang). (Skripsi). Jakarta : Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengatahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Hamalik, Oemar. (2015). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara. Jufri, Wahab. (2017). Belajar dan Pembelajaran Sains : Modal Dasar Menjadi Guru Profesional. Bandung : Penerbit Pustaka Reka Cipta. Komalasari, Kokom. (2014). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama. Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-ruzz Media Slameto. (2015). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta. Sloane, Ethel (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suharsono. (2014). Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Tasikmalaya : FKIP Universitas Siliwangi.
56 Tawil, Muh. dan Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makasar : Badan Penerbit UNM. Tawil, Muh. dan Liliasari. (2014). Keterampilan-Keterampilan Sains dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makasar : UNM. Trianto. (2015). Model Pembalajaran Terpadu. Jakarta : PT Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Grup. Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Wahyudi, Andi, et al. (2015). Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri Jumapolo Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurna Bio-pedagogi: Universitas Sebelas Maret. Vol. 4, No. 1. 5-11. Widodo, Ari (2005). Taksonomi Tujuan Pembelajaran. Didaktis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung Wisudawati, Asih Widi dan Sulistyowati Eka. (2017). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta : PT Bumi Aksara.