(combine) Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur.docx

  • Uploaded by: Keke Mokita
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View (combine) Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 12,857
  • Pages: 98
HUBUNGAN PELAYANAN KEFARMASIAN DENGAN KEPUASAN PASIEN MENGGUNAKAN JASA APOTEK DI KOTA RANAI KECAMATAN BUNGURAN TIMUR KABUPATEN NATUNA TAHUN 2017 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Peroleh Gelar Sarjana Kedokteran

AMITHA SYAHFITRI 61114007

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM 2017

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017 Amitha Syahfitri, NPM : 61114007, Tahun : 2014 Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Batam Pada Hari ……. Tanggal ……….. 2018 Pembimbing I Nama

: dr. H. Thamrin Aziz, FETP,MBA,MM

NIDN

:

.......................

Pembimbing II Nama

: dr. Kasih Purwati, M.Kes

NIDN

:-

.......................

Penguji I Nama

: dr. Sukma Sahreni, M.Gz

NIDN

:-

.......................

Universitas Batam, 2018 Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. dr. Ibrahim, SH., M.Sc., M.Pd., Ked., M.Kn NIDN :

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: Amitha Syahfitri

NPM

: 61114007

Program Studi

: Program Studi S1 Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Batam

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Batam, September 2017

Amitha Syahfitri NPM : 61114007

iii

MOTTO

“SAMBUT HARI DENGAN BISMILLAH DAN SENYUM IKHLAS”

iv

BIODATA PENULIS

Nama

:

Amitha Syahfitri

NPM

:

61114007

Tempat & Tanggal Lahir

:

Pontianak, 19 November 1996

Agama

:

Islam

Jenis Kelamin

:

Perempuan

Alamat Natuna

:

Jalan Datuk Kaya Wan Moh.Benteng

Ayah

:

H.Muhammad Amin SH.MM

Ibu

:

Hj.Fatimah S.Pd.MM

Adik-adik

:

1. Aura Muharommah

Nama orang tua

2. Angga Tri Satria RIWAYAT PENDIDIKAN TK

:

TK Angkasa (2000 s/d2002)

SD

:

SDN 001 Ranai Natuna (2002 s/d 2008)

SMP

:

SMPN 1 Ranai Natuna (2008 s/d 2011)

SMA

:

MAN 1 Natuna (2011 s/d 2014)

SI Kedokteran

:

Universitas Batam (2014 s/d 2017)

v

ABSTRAK

Amitha Syahfitri, 61114007, 2018, Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bungurungan Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Batam. Latar Belakang : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelayanan kefarmasian di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian menurut Kemenkes RI Nomor 35 Tahun 2014. Kota Ranai Kabupaten Natuna memiliki lima apotek, namun hanya tiga apotek resmi berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI tanggal 22 Januari 2016. Metode : Metode penelitian ini adalah jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling dengan populasi sebesar 65 responden yang ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi di tabulasi silang kemudian diuji dengan uji Chisquare. Hasil : Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa 65 responden (100%), dimana 40 responden (61.5%) yang merasa puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek dengan klasifikasi 10 responden merasa kurang (38.5%) dan 30 responden merasa baik (76.9%) dibandingkan dengan 25 responden (38.5%) merasa tidak puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek dengan klasifikasi

16 responden merasa

kurang (61.5%) dan 9 responden merasa baik (23.1%). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p value yang didapat sebesar 0.002 (P<0.05). Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna tahun 2017. Kata Kunci: Apotek

vi

ABSTRACT

Amitha Syahfitri, 61114007, 2018. Pharmacy service relationships with patient satisfaction using the services of a pharmacies in the town of Ranai City East Bunguran District Natuna Regency in 2017. Medicine Faculty University Batam. Background: This study aims to determine whether pharmaceutical services in Ranai City, East Bunguran District Natuna Regency is in accordance with the standard of pharmaceutical services according to the Ministry of Health RI No. 35 of 2014. Ranai Municipality Natuna Regency has five pharmacies, but only three official pharmacies based on data from the Ministry of Health January 22, 2016. Methods: This research method is kind of analytic research with approach of cross sectional which done in Ranai City East Bunguran District Natuna Regency in 2017. Sampling technique is total sampling with population of 65 respondents determined by inclusion and exclusion criteria. The results of the study were analyzed by frequency distribution in cross tabulation then tested by Chi-square test. Results: The results of research conducted on 65 respondents (100%), where 40 respondents (61.5%) who are satisfied with pharmaceutical services in pharmacies with a classificatio of 10 respondents felt less (38.5%) and 30 respondents felt good (76.9%) compared with 25 respondents (38.5%) were dissatisfied with pharmaceutical service in the pharmacy with classification 16 respondents felt less (61.5%) and 9 respondents feel good (23.1%). It is proved to be significantly related because p value is 0.01 (<0.05). Conclusions: There is a significant relationship between the pharmaceutical service and the satisfaction of the patients using the pharmacy service at the pharmacy of Ranai City, East Bunguran District, Natuna Regency in 2017. Keywords: Pharmacy

vii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, segala puji syukur penulispanjatkan kehadirat Allah SWT yang mana atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan proposal yang berjudul “Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017“ Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan mencapai sarjana kedokteran umum Fakultas Kedokteran Universitas Batam. Dalam penyelesaian penulisan proposal penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam membuat skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. H. Novirman Jamarun, M.Sc, Rektor Universitas Batam, selaku pimpinan Universitas. 3. Dr. dr. Ibrahim, SH., M.sc., M.pd.Ked, M.Kn selaku pimpinan fakultas yang memberikan dan menyediakan berbagai fasilitas. 4. dr. H. Thamrin Aziz, FETP, MBA, MM selaku pembimbing I yang dengan tulus menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini. 5. dr. Kasih Purwati, M.Kes, selaku pembimbing II yang dengan tulus menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulisan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini. 6. dr. Sukma Sahreni, M.Gz, selaku penguji yang dengan tulus menyediakan

waktu,

tenaga

dan

pikiran

untuk

menguji,

mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini.

viii

7. Mama Hj. Fatimah S.Pd. MM dan Ayah H. Muhammad Amin SH. MM, dan adik adik penulis Aura Muharommah dan Angga Trisatria tercinta beserta keluarga besar penulis yang selalu memberikan motivasi hingga penulis bisa bertahan dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini. 8. Sahabat dari kecil penulis Fadhlika Andriyati yang telah bersedia meluangkan waktu liburnya untuk menemani penulis ketika penelitian. 9. Sahabat-sahabat penulis Fibri Famelia, Dayang Permatasari, Emy Sulastri, teman-teman ex-tutorial I dan teman teman angkatan 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penelitian ini. 10. Apotek Sella Farma, Apotek Tsabita dan Apotek Bunda yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Apotek. Harapan penulis semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat serta dapat memberikan kontribussi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari bahwandalam penulisan proposalini masih memiliki kekurangandan jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk kesempurnaan proposal ini. Penulis menghanturkan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan dalam penelitian proposal ini.

Batam,

Januari 2017

Penulis

ix

DAFTAR ISI

PENGESAHAN SKRIPSI.........................................................................................................ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................................................iii MOTTO .................................................................................................................................... iv BIODATA PENULIS ................................................................................................................ v ABSTRAK ............................................................................................................................... vi ABSTRACT ............................................................................................................................vii KATA PENGANTAR ............................................................................................................viii DAFTAR ISI ............................................................................................................................. x DAFTAR TABEL ..................................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined. BAB I......................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang................................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 5 1.

Tujuan Umum ............................................................................................................. 5

2.

Tujuan Khusus ............................................................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 5 1.

Peneliti ........................................................................................................................ 6

2.

Institusi Pendidikan..................................................................................................... 6

3.

Peneliti Selanjutnya .................................................................................................... 6

4.

Masyarakat .................................................................................................................. 6

5.

Apotek ......................................................................................................................... 6

BAB II ....................................................................................................................................... 7 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 7 A. Pelayanan ........................................................................................................................ 7 1.

Definisi Pelayanan ...................................................................................................... 7

2.

Karakteristik Layanan ................................................................................................. 8

x

3.

Dimensi Pokok Kualitas Pelayanan .......................................................................... 10

B. Kefarmasian .................................................................................................................. 11 1.

Definisi...................................................................................................................... 11

2.

Sejarah ...................................................................................................................... 11

C. Pengembangan Obat ..................................................................................................... 19 1.

Sejarah Penggunaan Obat ......................................................................................... 20

2.

Sumber Obat ............................................................................................................. 21

3.

Perkembangan Bidang Kefarmasian ......................................................................... 22

D. Pelayanan Kefarmasian ................................................................................................ 24 1.

Standar Pelayanan Kefarmasian ............................................................................... 25

2.

Apotek ....................................................................................................................... 30

3.

Apoteker.................................................................................................................... 36

E. Kepuasan Pasien ........................................................................................................... 37 1.

Pengertian Kepuasan Pasien ..................................................................................... 37

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................................................................ 38 3.

Pengukuran Kepuasan Pasien ................................................................................... 39

F.

Kerangka Teori ............................................................................................................. 41

G.

Hipotesis Kerja ......................................................................................................... 42

BAB III .................................................................................................................................... 43 METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 43 A. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................................ 43 B. Hipotesis Penelitian ...................................................................................................... 43 C. Variable Penelitian ....................................................................................................... 44 D. Definisi Operasional ..................................................................................................... 45 E. Desain Penelitian .......................................................................................................... 47 F.

Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 47

G.

Populasi Penelitian .................................................................................................... 48

H.

Sampel Penelitian ..................................................................................................... 48

I.

Besar Sampel ................................................................................................................ 48

J.

Pengumpulan Data ........................................................................................................ 49

xi

K.

Pengolahan Data ....................................................................................................... 49

L. Analisis Data ................................................................................................................ 50 BAB IV .................................................................................................................................... 52 HASIL PENELITIAN ............................................................................................................. 52 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................................................. 52 B. Hasil Analisis Data ....................................................................................................... 52 1.

Analisis Univariat ..................................................................................................... 52

2.

Analisis Bivariat ....................................................................................................... 56

C. Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 57 BAB V ..................................................................................................................................... 58 PEMBAHASAN...................................................................................................................... 58 A. Pembahasan Analisis Univariat .................................................................................... 58 1. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelayanan Kefarmasian ..... 58 2. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek ........................................................................................... 59 B. Pembahasan Analisis Bivariat, Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggukan Jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. ............................................................................................ 61 BAB VI .................................................................................................................................... 64 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 64 A. Kesimpulan ................................................................................................................... 64 B. Saran ............................................................................................................................. 64 1.

Bagi Masyarakat ....................................................................................................... 64

2.

Bagi Apotek .............................................................................................................. 64

3.

Bagi Universitas Batam ............................................................................................ 65

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 66

xii

DAFTAR TABEL Tabel 3.1

Definisi Operasional……………………………………………………………30

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Pasien di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Kepulauan Riau Tahun 2017 ………………………………………………………………………………….36

Tabel 4.2

Distribusi Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Kepulauan Riau Tahun 2017 ……………………………………………………………………………....…..37

Tabel 4.3

Distribusi Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Aptek di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017 …………………………………………………………………………………38

Tabel 4.4

Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017 …………………………………………………………………………………..39

xiii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Persetujuan Menjadi Responden Subyek Penelitian Lampiran 2. Data Diri Pengisi Kuisioner Lampiran 3. Kuesioner Pelayanan Kefarmasian Lampiran 4. Kuesioner Kepuasan Pasien Lampiran 5. Tabel Data Penelitian Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Chi-Square Lampiran 7. Lembar Konsul Lampiran 8. Jadwal Penelitian Lampiran 9. Surat Izin Penelitian Lampiran 10. Surat Balasan dari Apotek Bunda Lampiran 11. Surat Balasan dari Apotek Tsabita Lampiran 12. Surat Balasan dari Apotek Sella Farma Lampiran 13. Foto-foto Hasil Penelitian

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pelayanan adalah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menyebabkan kepemilikan sesuatu (Kotler, 2012:356). Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan,pengawetan dan pembakuan bahan obat-obatan (Syamsuni, 2006:4). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan ketersediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Kemenkes, nomor 35 tahun 2014). Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefaramsian (Kemenkes, nomor 35 tahun 2014). Dengan dikeluarkannya standar pelayanan kefarmasian yaitu untuk menjamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat. Standar tersebut meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pelayanan resep (tidak hanya meliputi peracikan dan penyerahan obat tetapi juga termasuk pemberian infromasi obat), konseling, monitoring penggunaan obat, edukasi, promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap pengobatan (antara lain dengan membuat catatan pengobatan

1

2

pasien) (Handayani, dkk, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpangan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelyanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009). Menurut WHO (2007), apoteker mempunyai peran profesional dalam berbagai bidang pekerjaan meliputi regulasi dan pengelolaan obat, farmasi komunitas, farmasi rumah sakit, industri farmasi, kegiatan akademik, pelatihan tenaga kesehatan lainnya, dan penelitian. . Jumlah farmasis di Indonesia saat ini masih kurang dari 10.000 sehingga rasio terhadap penduduk Indonesia lebih kurang 1:20.000, sedangkan di negara lain rasionya jauh lebih kecil, Jepang (1:660), Thailand (1:1.000), Prancis (1:1.300), Amerika Serikat (1:1.430), Autralia (1:1.700) dan Cina (1:5.000) ( Lydianit, dkk 2016:66). Pada tahun 2015 jumlah apotek yang ada di Indonesia yaitu 25.339 apotek, di Kepulauan Riau jumlah apotek sebanyak 239 apotek. Kota Ranai terletak di Kecamatan Bunguran Timur yang merupakan ibukota Kabupaten Natuna. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna (2016), Kota Ranai memiliki lima apotek, namun haya tiga apotek resmi berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI tanggal 22 Januari 2016 (Dinkes Natuna, 2016).

3

Penelitian yang dilakukan oleh Muslicnah, dkk (2010), 76,86% masyarakat menginginkan penampilan apotek yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Wirth, dkk (2011) mendapatkan hasil bahwa keramahan petugas dalam melayani konsumen itu sangat penting dan konsumen akan mengunjungi suatu apotek karena rumah konsumen berdekatan dengan lokasi apotek. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah, dkk (2010), 93,4% masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat di apotek. Penelitian yang dilakukan oleh Aris (2013), kelengkapan informasi obat sangat penting dalam pelayanan informasi obat dan memerlukan pelayanan dalam hal pelayanan informasi obat dalam bentuk brosur, leaflet, booklet atau poster dengan menyediakan di apotek. Pengguna jasa apotek adalah seseorang yang datang ke tempat pelayanan kesehatan yaitu apotek. Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan kefarmasian serta perbekalan alat kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menkes, 2017). Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Nursalam, 2011). Sedangkan pasien adalah makhluk bio-psiko social ekonomi budaya. Artinya dia memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan, dan harapan dari aspek biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi (papan, sandang, pangan, dan afiliasi social), serta aspek budaya (Supriyanto dan Ernawaty, 2010).

4

Kepuasan menggunakan jasa apotek merupakan sikap dari konsumen dalam menentukan arah dan tujuan akhir dalam proses memahami pemakaian obat secara tepat atau pembelian suatu produk obat (Alfianasari, 2010), sehingga kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat digunakan sebagai tolak ukur melihat seberapa besar kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Dan konsumen apotek akan merasa senang dan akan kembali lagi ke apotek untuk membeli obat dan melaksanakan konsultasi kesehatan apabila pelayanan di apotek tersebut baik. Oleh karena itu kualitas pelayanan yang baik dipengaruhi oleh tingkat kepentingan konsumen seperti kemampuan apoteker untuk melaksanakan jasa dengan terpercaya dan akurat, kemauan untuk membantu konsumen ddan memberi jasa dengan cepat, pengetahuan dan kesopanan, serta penampilan fasilitas fisik, personil, peralatan dan materi komunikasi yang baik. (kotler dan Keller, 2012). Dalam survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan April tahun 2017 di lima apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, hanya tiga apotek yang memiliki apoteker. Sedangkan dua apotek lainnya pelayanan farmasi dilakukan oleh tenaga yang bukan apoteker, sehingga keluhan masyarakat banyak terjadi dikarenakan minimnya tenaga professional farmasi, menyebabkan kurangnya pelayanan farmasi di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. Dan melalui wawancara dengan pemilik apotek kunjungan ke apotek dalam satu bulan hanya 30%.

5

Berdasarkan uraian latar belakang diketahui pentingnya pelayanan kefarmasin dengan kepuasan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui adanya Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kefarmasian penggunaan jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017. b. Diketahui tingkat distribusi frekuensi kepuasan pasien

penggunaan jasa

Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017. c. Diketahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran timur Kabupaten Natuna 2017. D. Manfaat Penelitian

6

1. Peneliti Sebagai sarana pembelajaran melakukan penelitian khususnya tentang tentang pentingnya pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien. 2. Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa kedokteran mengenai pelayanan kefarmasian di Apotek. 3. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya tentang faktor lain yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian di Apotek. 4. Masyarakat Sebagai bahan informasi dan menambah pengetahuan bagi masyarakat umum, khususnya dalam pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Apotek. 5.

Apotek Dapat menentukan upaya perubahan agar mengarah kepada perbaikan yang sesuai harapan konsumen dan dapat dijadikan tolak ukur dalam membuat keputusan atau tindakan untuk memperbaiki kualitas pelayanan di Apotek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan 1. Definisi Pelayanan Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Sedangkan, pengertian pelayanan dalam Kamus

Umum

Bahasa

Indonesia,

pelayanan

adalah

menolong

menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti tamu atau pembeli. Pelayanan adalah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

menyebabkan

kepemilikan

sesuatu

(Kotler,

2012:356).

Pelayanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada dua jenis, yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan orang lain selaku anggota organisasi, baik itu organisasi massa atau Negara (Deliyanti, 2012). Menurut Fandy Tjiptono (2012:4) pelayanan (service) bisa dipandang sebagai sebuah system yang terdiri atas dua komponen utama, yakni service operations yang kerap kali tidak tampak atau tidak diketahui keberadaannya oleh pelanggan (back office atau backstage) dan service delivery yang biasanya tampak (visible) atau diketahui pelanggan (sering disebut pula front office atau frontstage).

7

8

2. Karakteristik Layanan Menurut Fandy Tjiptono (2012:28) layanan memiliki empat karakteristik utama yaitu : 1. Tidak Berwujud (Intangibility) Layanan berbeda secara signifikan dengan barang fisik. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material atau benda yang bisa dilihat, disentuh dan dirasa dengan panca indera, maka layanan justru merupakan perbuatan, tindakan, pengalaman, proses,

kinerja

(performance),

atau

usaha

yang

sifatnyanabstrak. Bila barang dapat dimiliki, maka layanan cenderung hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki (non-ownership). Pelayanan bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengalami atau mengkonsumsinya sendiri. 2. Bervariasi (Heterogeneity) Layanan bersifat variable atau heterogen karena merupakan non-standardized output, artinya bentuk, kualitas dan jenisnya sangat beraneka ragam, tergantung pada siapa, kapan, dan di maana layanan tersebut dihasilkan.terdapat tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu :

9

1. Kerja

sama

atau

partisipasi

pelanggan

selama

penyampaian layanan. 2. Moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan 3. Beban kerja perusahaan. 3. Tidak Terpisahkan (Inseparability) Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa/layanan bersangkutan. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa/layanan bersangkutan. Dalam hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas staff layanan merupakan unsur kritis. Implikasinya, sukses tidaknya jasa/layanan

bersangkutan

ditunjang

oleh

kemampuan

organisasi dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi, penilaian

kinerja,

system

kompensasi,

pelatihan,

dan

pengembangan karyawannya secara efektif. 4. Tidak Tahan Lama (Perishability) Perisbhability

berarti

bahwa

jasa/layanan

adalah

komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di wakty yang akan datang, dijual kembali, atau dikembalikan. Permintaan jasa juga bersifat fluktuasi dan

10

berubah, dampaknya perusahaan jasa seringkali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan jasa merancang strategi agar lebih baik dalam menjalankan usahanya dengan menyesuaikan permintaan dan penawaran. 3. Dimensi Pokok Kualitas Pelayanan Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2012:174) terdapat lima dimensi pokok untuk mengukur kualitas layanan. Dimensi pokok tersebut antara lain : 1. Realibilitas,

berkaitan

dengan

kemampuan

perusahaan

memberikan layanan yang disajikan secara akurat dan memuaskan. 2. Daya Tanggap, berkenan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera. 3. Jaminan, berkenanan dengan pengetahuan dan kesopanan keryawan serta kemamouan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pelanggan. 4. Empati, berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan tersebut.

11

5. Bukti Fisik, berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/perlengkaoan, sumber daya mannusia, dan materi komunikasi perusahaan. B. Kefarmasian 1. Definisi Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membuat, mencampur,meracik,

memformulasi,

mengidentifikasi,mengombinasi,

menganalisi, serta menstandarkanobat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusiandan penggunaannya secara aman. Farmasi dalam bahasa Yunani (Greek) disebut farmakon yang berarti medika atau obat (Syamsuni, 2006:2). 2. Sejarah Farmasi adalah prfesi kesehatan yang menghubungkan kesehatan ilmu dengan ilmu kimia dan dibebankan dengan memastikan penggunaan yang aman dan efektif dari obat farmasi . Kata ini berasal dari bahasa yunani :φάρμακον (pharmakon), yang berarti "obat" atau "obat" (bentuk awal dari kata tersebut adalah mycenaean yunani pa-ma-ko, dibuktikan dalam B linear script suku kata )(Sukandar, 2012) . Ruang lingkup dari praktek farmasi termasuk peran lebih tradisional seperti peracikan dan penyaluran obat-obatan, dan juga mencakup layanan modern lebih terkait dengan perawatan kesehatan , termasuk layanan klinis, meninjau obat untuk keamanan dan keampuhan, dan memberikan informasi obat. Apoteker , karena itu, adalah ahli pada terapi obat dan para profesional

12

kesehatan dasar yang menggunakan obat mengoptimalkan untuk menyediakan pasien dengan hasil kesehatan positif (Sukandar, 2012). Apotek Kata berasal dari akar kata farmasi yang merupakan istilah yang digunakan sejak abad-17 15. Selain tanggung jawab farmasi, farmasi menawarkan nasihat medis umum dan berbagai layanan yang sekarang dilakukan semata-mata oleh praktisi spesialis lain, seperti bedah dan kebidanan The Pharma (seperti yang dimaksud) sering dioperasikan melalui toko ritel yang, di samping bahan untuk obat-obatan, tembakau dijual dan obat-obatan paten. Para pharmas juga menggunakan herbal lainnya tidak terdaftar (Sukandar, 2012). a. Sejarah Farmasi di Arab Farmasi

Arab

ataupun

lebih

khusus

lagi

dikenali

sebagai saydanah merupakan satu bentuk profesi yang mulanya agak asing dari dunia kedokteran. Pada abad ke-9, dunia Arab dan Islam telah berhasil membangun jembatan ilmu yang menghubungkan antara sumbangan Yunani dengan dunia farmasi moderen sekarang ini. Malah tahap ilmu yang diperoleh daripada Yunani khususnya terus ditingkatkan dan usaha ini diteruskan hingga ke abad ke-13 melalui berbagai karya, terjemahan ataupun peningkatan ilmu pada zaman-zaman berikutnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, farmasi dipraktekkan secara terpisah dari profesi medis yang lain. Puncak sumbangan dunia Arab-Islam dalam farmasi dicapai dengan

13

siapnya

satu

panduan

praktikum

farmasi

pada

tahun

1260

(Dheelis,2012). Tulisan berjudul Minhaj itu adalah hasil karya Abu’l-Muna alKohen

al-Attar

dari

Mesir.

Al-Attar

seorang

ahli

farmasi

berpengalaman. Dalam Minhaj, al-Attar menuliskan pengalaman hidupnya serta ilmu dalam seni apotek, atau seni meracik obat. Sebahagian besar buku itu menguraikan tentang etika farmasi, salah satu topik penting dalam sejarah profesi kesehatan. Sementara itu, di kota-kota seperti Baghdad, profesi farmasi dipraktekkan dengan rapi sehingga ahli farmasi mendapat perlindungan dan sanjungan daripada pemerintah

serta

pengguna

ketika

itu.

Melalui

penyebaran

perdagangan dunia Islam yang kian pesat, dan daya tarik bahan rempah-rempah dan bahan obat-obatan, menjadikan kedudukan profesi farmasi khususnya, dan kesihatan pada umunya di dunia Arab semakin meningkat (Sukandar, 2012). Dan sebenarnya bidang farmasi Barat adalah berasal daripada farmasi Arab dan Islam. Aspek dan pengaruh Arab ini tidak ditulis oleh penulis barat pada sejarah perubatan umumnya dan sejarah farmasi khususnya. Sedangkan pada hakikatnya prestasi sains dan budaya dunia Arab begitu banyak mempengaruhi profesi serta sumbangan pustaka farmasi di barat yang ada hingga hari ini. Sayangnya, kurang daripada satu abad selepas al-Attar, praktek farmasi mulai beku dan kaku, dan terus merosot dengan jatuhnya

14

peradaban Arab pada abad ke 19. Sejak dari itu, farmasi mula berkembang dengan pesatnya di Eropa khususnya dan Barat umumnya (Sukandar, 2012). b. Sejarah Farmasi di Cina Ilmu farmasi awalnya berkembang dari para tabib dan pengobatan tradisional yang berkembang di Yunani, Timur Tengah, Asia kecil, Cina, dan Wilayah Asia lainnya. Mulanya “ilmu pengobatan” dimiliki oleh orang tertentu secara turun-temurun dari keluarganya. Di Negara Cina, para tabib mendapatkan ilmunya dari keluarga secara turun-temurun. Itu gambaran dari “ilmu farmasi” kuno di Cina. (Dheelis, 2012). Buku tentang bahan obat-obatan pertama kali ditulis di Cina sekitar 2735 SM. Para pengguna awal Cina dikenal pada materi medica adalah Shennong Bencao Jing (Herb-Akar Klasik Petani Divine), datang kembali keabad 1. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan selama dinasti Han dan dikaitkan dengan mitos Shennong. Literature sebelumnya

termasuk

daftar

resep

untuk

penyakit

tertentu,

dicontohkan oleh “Resep untuk 52 Penyakit” manuskrip, ditemukan di makam Mawangdui, pada 168 SM (Dheelis, 2012). Kefarmasian

di

Cina

menurut

legenda

pertama

kali

dikembangkan oleh Shen Nung (sekitar 2000 SM). Seorang kepala suku yang telah mencari dan menginvestigasikan khasiat obat dari ratusan herbal. Beliau diyakini mencobakan beberapa herbal tersebut

15

terhadap dirinya sendiri, serta menulis Pen T-Sao pertama, tulisan tentang herbal-herbal asli yang berisikan 365 jenis obat-obatan. Sesuatu yang masih dipuja oleh orang Cina asli penghasil obat sebagai wujud perlindungan Tuhan untuk mereka. Shen Nung secara menakjubkan menguji beberapa herbal, kulit kayu, dan akar diperoleh dari ladang, rawa-rawa, dan hutan yang masih dikenal dalam bidang kefarmasian hingga kini (Dheelis, 2012). c. Farmasi India Pada kemerdekaan pada tahun 1947, India warisan sistem untuk profesi farmasi dari penguasa Inggris yang terorganisir dan tidak ada pembatasan hukum atas praktik farmasi. Konsep praktik farmasi tidak menyadari sampai setelah kemerdekaan diperoleh. Pada tahun 1948, Farmasi diberlakukan sebagai standar minimum pertama bangsa kualifikasi pendidikan untuk praktik farmasi untuk mengatur praktek, pendidikan, dan profesi farmasi (Basak, 2010). Saat ini, salah satu kebutuhan setidaknya diploma di apotek untuk

praktek

sebagai

seorang

apoteker.

Ketentuan

UU

diimplementasikan melalui Farmasi Dewan India (PCI) 0,6 Undangundang mengharuskan masing-masing negara untuk mendirikan dewan farmasi negara yang bertanggung jawab untuk mengendalikan dan mendaftarkan apoteker di negara masing-masing. Sepanjang makalah ini kata "institusi" telah digunakan untuk menggambarkan kedua perguruan tinggi atau sekolah dan universitas. Bahasa Inggris

16

adalah satu-satunya bahasa pengantar untuk semua lembaga farmasi. (Basak, 2010). d. Farmasi Indonesia Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para tenaga farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah yang sangat sedikit. Tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti, yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya. Dewasa ini kefarmasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi

17

yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri. Demikian pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya Selintas Sejarah Kefarmasian Indonesia : 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaan Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asistem apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

18

2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958 Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama, dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri. 3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967 Pada periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari

19

impor. Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar. (Nguyen, Tiffany, 2008). C. Pengembangan Obat Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam sejarahnya, pendidikan tinggi farmasi di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan apoteker sebagai penanggung jawab apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker atau dikenal pula dengan sebutan farmasis, telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas. Apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensic, berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik-kosmeseutikal, jamu, obat herbal, fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industry vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesenatan adalah tempat-tempat untuk faramasis melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian (Lydianita, dkk, 2016). Pelayanan obat kepada penderita melalui berbagai tahapan pekerjaan meliputi diagnosis penyakit, pemilihan, penyiapan dan penyerahan obat kepada penderita yang menunjukan suatu interaksi antara dokter, farmasis, penderita sendiri dan khusus dirumah sakit

20

melibatkan perawat. Dalam pelayanan kesehatan yang baik, informasi dari farmasis, baik untuk dokter, perawat dan penderita (Lydianita, dkk,2016). 1. Sejarah Penggunaan Obat Pada mulanya, penggunaan obat dilakukan secara empiric dari tumbuhan, yang hanya didasarkan pada pengalaman. Paracelsus (15411493 SM) berpendapat bahwa membuat sediaan obat tentu membutuhkan pengetahuan tentang kandungan zat aktifnya dan pembuatan aktifnya. Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran”, dalam praktek pengubatannya, telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang farmakologi. Selanjutnya, Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan

sediaan

obat

seperti

pil,

supositoria,

sirup

dan

menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara, yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik. Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan: “ I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan . Percobaan pada hewan merupaka uji praklinik yang sampai sekarang

21

merupakan persyaratan sebelum obat diuji-coba secara klinik pada manusia. Insitut Farmakologi pertama kali didirikan pada tahun 1847 oleh Rudolf Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia). Selanjutnya, Oswald Schiedeberg (1838-1921), bersama dengan pakar disiplin ilmu lain, menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut juga diperkuat oleh T. Farzer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman (Lydianita, dkk, 2016).

2.

Sumber Obat Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organic atau

anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi juga dapat menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita. Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim, maka tumbuhan obat diawetkan dengan cara pengeringan. Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi gretah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa, yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin dan lain-lain yang ternyata

22

memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun dari sumber yang sama. Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi, tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Oleh karena itu, untuk menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783-1841) pada tahum 1804 memlopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu, berkembanglah obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit (Lydianita, dkk, 2016). 3.

Perkembangan Bidang Kefarmasian Pelayanan kefarmasian saat ini telah semakin berkembang, di

mana selain berorientasi kepada produk, juga berorientasi kepada pasien, dan seiring dengan peningkatan kesadaran masyarkat akan pentingnya kesehatan dan pergeseran budaya rural menuju urban, hal itu telah menyebabkan peningkatan dalam konsumsi obat, terutama obat bebas, kosmetik, kosmeseutikal, health food, nutraseutikal dan obat herbal (Lydianita, dkk, 2016). Berbagai tuntutan yang ada di masyarakat menjadi tantangan untuk pengembangan dunia kerfarmasian seperti pharmaceutical care, yaitu obat telah ke tangan pasien dalam keadaan baik, efektif, aman dan disertai dengan informasi yang jelas sehingga penggunaanya tepat dan dapat menyebabkan kesembuhan. Munculnya penyakit baru dan perubahan pola penyakit yang memerlukan pencarian obat baru atau obat yang lebih unggul ditinjau dari efektivitas dan keamanannya serta

23

meningkatnya penyalahgunaan obat dan ketergantungan pada narkoba dan psikotropika merupakan tuntutan untuk mengawasi penggunaan obat tersebut dan mencari/mencintesis obat yang lebih aman serta mampu memberikan informasi tentang bahaya penyalahgunaan obat. Farmasi, sebagai partner dokter, harus terpacu untuk menguasai lebih mendalam tentang ilmu farmakologi klinis dan farmakoterapi serta ilmu farmasi social dan komunikasi. Selain itu, farmasi, yang merupakan penanggung jawab pengadaan obat di apotek, rumah sakit, pedagang besar farmasi, puskesmas dan lain-lain, harus mampu menguasai farmakoekonomi dan manajemen farmasi.

Farmasis juga dituntut untu berperan dalam

perkembangan industri farmasi melalui perkembangan drug delivery system, pengembangan cara produksi dan metode kontrol kualitas. Farmasi juga harus menempati bidang pemerintahan yang berperan dalam hal

perizinan,

pengaturan,

pengawasan,

pengujian,

pemeriksaan,

pembinaan, perkembangan farmasi veteriner, dan perkembangan alat kesehatan dan pereaksi diagnostic (Lydianita, dkk, 2016). Untuk mengakomodasi semua tuntutan tersebut, diperlukan sistem pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan tenaga farmasi dengan bekal ilmu pengetahuan keprofesian yang mutakhir(Lydianita, dkk,2016). Jumlah farmasis di Indonesia saat ini masih kurang dari 10.000 sehingga rasio terhadap penduduk Indonesia lebih kurang 1:20.000, sedangkan di negara lain rasionya jauh lebih kecil, Jepang (1:660), Thailand (1:1.000), Prancis (1:1.300), Amerika Serikat (1:1.430), Autralia

24

(1:1.700) dan Cina (1:5.000). Farmasis di Thailand bertindak proaktif dalam memberikan informasi obat dari rumah ke rumah. Untuk aktivitas seperti ini, tentu diperlukan jumlah tenaga farmasis yang cukup (Lydianita, dkk, 2016). D. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang bekaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien (Menkes RI, 2014). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Penggunaan pelayanan kefarmasian tidak hanya digunakan untuk pelayanan resep tapi juga untuk pengobatan sendiri (swamedikasi) (Gupta, dkk, 2011). Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada swamedikasi. Peran dan tanggungjawab apoteker ini didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, yaitu tanggung jawab apoteker dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Didasarkan pada filosofi ini, maka tanggung jawab apoteker adalah mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah terjadinya masalah yang

25

berhubungan dengan obat (drug-related problems), sehingga dapat tercapai keluaran terapi yang optimal. Standar pelayanan kefarmasian di apotek ini meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek (Menkes RI, 2014). 1. Standar Pelayanan Kefarmasian Sistem praktek kefarmasian dapat diartikan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi jaringan pelayanan kefarmasian. Praktek kefarmasian adalah upaya penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat. Sistem pelayanan kefarmasian meliputi struktur sistem pelayanan kefarmasian dan fungsi sistem pelayanan kefarmasian (Menkes, 2014). a.

Penampilan Apotek Penampilan apotek adalah keadaan secara fisik dari penampilan

apotek menyangkut penataan ruang tunggu dan desain interior etalase obat, kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu secara fasilitas penunjang lainnya seperti TV, AC atau kipas angin, koran, toilet, telpon dan penampilan tentang prodesur pelyanan. Lingkungan fisik apotek harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan farmasi

26

sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional dan professional (surahman, 2011). b.

Keramahan Petugas Apotek Menurut Heri Kuswara (2009) Ramah adalah sikap santun

terhadap semua orang agar orang lain merasakan kenyaman dan perasaan senang saat bersama kita. Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah, mulai dengan senyum akan lebih mudah bagi petugas dalam membujuk pelanggan agar ia menyukai produk yang ada di apotek tersebut. Kemudian sopan santun dan hormat, dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan hendaknya selalu dengan sopan dan hormat. Dengan demikian, pelanggan juga akan menghormati pelayanan yang diberikan oleh petugas tersebut. Hal tersebut dapat dicapai apabila jumlah petugas cukup,sehingga beban pekerjaan tidak terlalu berat, dengan demikian akan memberi kesempatan kepada petugas untuk bersikap ramah. Baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan menurut pasien diantaranya adalah dari sikap petugas kesehatan (wibowo, 2011). Pelayanan kesehatan dipandang baik karena petugasnya ramah, bersahabat, sabar dan komunikatif. Sebaliknya jika pelayanan kesehatan dianggap kurang baik karena petugasnya kasar dan berbicara kurang sopan (Yunevy dan Haksamana, 2013). c.

Pelayanan Informasi Obat di Apotek Menurut keputusan Menkes RI no. 1197/MENKES/SK/X/2004

PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk

27

memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan pelayanan informasi obat adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesahatan di lingkungan rumah sakit. Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif dan pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan bulletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anisah, dkk. 2012). Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi menegenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek pengunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Infromasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal (Menkes, 2014). Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternative, efikasi, keamanan pengunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain (Menkes,2014).

28

Untuk resep baru, pasien perlu diberi edukasi mengenai semua aspek pengobatan. Karena sering mencakup banyak informasi umum tentang obat (nama, kegunaan), cara pengunaan (dosis dan jadwal pengunaan), dan hasil (peringatan, efek samping ringan, efek samping berat) (Ikatan Apoteker Indonesia, 2014). d.

Ketersediaan Obat di Apotek Ketersediaan obat di apotek merupakan faktor utama dalam

menghadapi persaingan dengan apotek sekitarnya. Pemesanan obat di pesan dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) dengan memberikan SP (Surat Pesanan) yang ditanda tangani oleh apoteker penanggung jawab apotek. Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi variasi jenis, tipe ukuran kemasan barang yang dijual, dan macam-macam rasa dari suatu produk yang akan dibeli (Yuliana, 2009). Untuk menjamin ketersediaan obat di apotek dan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian, maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketersediaan obat di apotek harus lengkap dan akurat, kemudian sesusai dengan standar penyediaan obat di apotek yaitu meliputi Obat Wajib Apotek (OWA), Obat Bebas (OB), Obat Bebas Terbatas (OBT), Psikotropika, dan Narkotika (Lydianita, 2016). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apoteker, mendefinisikan Obat Wajib Apotek (OWA), yaitu obta keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada

29

pasien di apoteker tanpa resep dokter. Jenis obat yang termasuk dalam daftar OWA, tertulis dalam Kepmenkes tentang OWA 1, OWA 2, dan OWA 3. OWA 2 merupakan tambahan dari daftar obat yang telah ditetapkan dalam OWA 1, demikian juga OWA 3, merupakan tambahan dari OWA 1 dan OWA 2 (Lydianita, 2016). Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2006, menerbitkan “Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas”. Dalam pedoman tersebut, Obat Bebas (OB) didefinisikan sebagai obat yang dijual bebas di pasaran dan kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tapi berwarna hitam. Sedangkan Obat Bebas Terbatas (OBT) didefinisikan sebagai obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Lydianita, 2016). e.

Kecepatan Pelayanan Petugas Apotek Kecepatan pelayanan terdapat di dalam kualitas pelayanan.

Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dpat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Kecepatan pada umumnya menjadi indicator dari kualitas pelayanan yang kualitas pelayanan itu sendiri dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya

30

dalam mengimbangi harapan pasien (Tjiptono, 2007). Kecepatan pada dasarnya berarti sebuah satuan dari pergerakan yang dilakukan oleh seorang atau suatu hal. Kecepatan suatu pelayanan dalam perusahaan jasa akan menimbulkan suatu kesan atau nilai baik dari pasien. Nilai pasien yang baik dibutuhkan suatu apotek guna meningkatkan penjualan dan minat loyalitas secara tidak langsung. Adanya pengaruh dari kecepatan yang berpengaruh terhadap nilai pasien (Novitasari, 2010). Secara teoritis pasien tidak ingin mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa kepercayaan pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut. Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang (Naik dkk, 2010). 2.

Apotek a.

Pengertian Apotek Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang

wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik (Lydianita, 2016). Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kerfarmasian oleh Apoteker (Permenkes, 2014). Studi kelayakan apotek adalah suatu rancangan secara komprehensif mengenai rencana penderian apotek baru untuk melihat

31

kelayakan usaha baik dari pengabdian profesi maupun sisi bisnis ekonominya (Lydianita, 2016). b.

Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan satu di antara sarana pelayanan kesehatan masyrakat yang diatus dalam: a. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang No. 5 Tahun 19997 tentang Psikotropika. d. Peraturan Pemerintahan No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PERS/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. f. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995. g. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas PP No.26 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 mengenai Apotek. h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara pemberian Izin Apotek. i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan

32

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004

tentang

Standar

Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. c.

Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan PP RI No.25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintahan No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah: 1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannyakegiatan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sebagai

sarana

penyaluran

perbekalan

farmasi

yang

harus

menyebarkan obat yang diperlukan masyarakt secara luas dan merata. 4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat. d.

Persyaratan Pendirian Apotek

33

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA0. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang

bekerja

sama

dengan

pemilik

sarana

apotek

untuk

menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Persyaratan pendirian apotek adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja/personalia apotek. Menurut Permenkes No. 889 tahun 2011, Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknisi kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas Sarjana Farmasi Ahli Madya Farmasi/Asisten Apoteker. 2.

Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmsian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: 1) SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian

34

2) SIPA bagi apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian 3) SIK bagi apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran. Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP Ri No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang apoteker harus memliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat diperoleh jika seorang apoteker memnuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Memiliki ijazah apoteker 2) Memiliki sertifikat kompetensi apoteker 3) Surat pertanyaan telah mengucapkan sumpah dan janji apoteker 4) Surat sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin praktek 5) Surat pertanyaan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi 3.

Lokasi Menurut PerMenkes RI No. 922/MenKes/PER/X/1993, lokasi apotek tidak lagi ditentukan haru memliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, lingkungan yang hegienis, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat banyak dengan kendaraan dan faktor-faktor lainnya (Lydianita, 2016).

4.

Bangunan dan kelengkapannya

35

Menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.922/Menkes/Per/X/1993, luas apotek tidak diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemiliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Persyaratan teknis apotek adalah bangunan apotek setidaknya terdiri dari: 1. Ruang tunggu pasien 2. Ruang peracikan dan penyerahan obat 3. Ruang administrasi 4. Ruang penyimpanan obat 5. Ruang pencucian alat 6. Kamar kecil (WC) Selain itu bangunan apotek harus dilengkapai dengan: 1. Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan 2. Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dengan baik 3. Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi dengan baik 4. Ventilasi dan system sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene lainnya 5. Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telepon apotek (bila ada). Papan nama apotek dibuat dengan ukuran minimal

36

panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih dengan tinggi huruf minimal 5 cm dan tebal 5 cm.

3.

Apoteker Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker serta memiliki surat ijin praktek (SIPA). Peran apoteker adalah melakukan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) yang merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes, 2014). Apoteker

harus

memiliki

kemampuan

menyediakan

dan

memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya (manusia, fisik dan anggaran) secara efektif, selalu belajar sepanjang karir

dan

membantu

pendidikan

serta

member

peluang

untuk

meningkatkan pengetahuan (Depkes, 2014). Tugas apoteker antara lain memimpin seluruh kegiatan apotek, mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi (administrasi kefarmasian, administrasi keuangan, administrasi penjualan, administrasi barang

dagangan

atau

inventaris,

administrasi

personalia,

dan

administrasi bidang umum), membayar pajak yang berhubungan dengan apotek dan berusaha agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan

37

hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja. Tanggung jawab seorang apoteker adalah bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya dan bertanggung jawab kepada pemilik modal (Anief.2006). E. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan Pasien Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana, kompleks dan rumit. Dalam hal ini setiap individu dalam penyedia jasa sangatlah penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk. Untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pelanggan secara lebih baik, maka perlu dipahami pula sebab-sebab kepuasan. Pelanggan tidak Cuma lebih banyak kecewa pada jasa daripada baran, tetapi mereka juga jarang mengeluh. Salah satu alasannya adalah karena mereka juga ikut terlibat dalam proses penciptaan jasa (Pratiwi, 2010). Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Anisah, 2010). Sedangkan pasien adalah makhluk bio-psiko social ekonomi budaya. Artinya dia memerlukan terpenuhinya kebutuhan, keinginan, dan harapan dari aspek biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi (papan, sandang, pangan, dan afiliasi social), serta aspek budaya (Supriyanto dan Ernawaty, 2010). Menurut Traveso et al, 2007 kepuasan pasien adalah evaluasi terhadap peniliana dari suatu pelayanan atau produk yang diterima oleh

38

konsumen. Pelanggan yang merasa puas terhadap pelayanan yang didapatkan akan berdampak terhadap keinginan pelanggan untuk kembali ke apotek yang sama dan kepuasaan tersebut dapat dijadikan

alat

dipromosi dari mulut ke mulut bagi calon pelanggan baru yang dapat berpengaruh sangat positif bagi usaha apotek (Mas’ud, 2009). Westbrook & Reilly (dalam Tjiptono, 2007) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan merupakan respon emosional terhadap pengalamanpengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku pembeli), serta pasar secara keseluruhan. Pengertian kepuasan pasien menurut kotler adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil sebuah produk dan harapan-harapanya (Anisah, 2010). Sedangkan menurut Pohan (2013), kepuasan pasien adalah keluaran layanan kesehatan, dengan demikian kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya. 2.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kefarmasian di Apotek Menurut Sangadji dan Sopiah (2013) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien antara lain:

39

a.

Karakteristik pasien. Faktor penentu tingkat pasien atau konsumen oleh karakteristik dari pasien tersebut yang merupakan ciri-ciri seseorang atau kekhasan seseorang yang membedakan orang yang satu dengan orang lain. Karakteristik tersebut berupa nama, umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, suku bangsa, agama, pekerjaan dan lain-lain.

b.

Sarana fisik. Berupa bukti fisik yang dapat dilihat yang meliputi gedung, perlengkapan, seragam pegawai dan sarana komunikasi.

c.

Jaminan. Pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki apoteker.

d.

Kepedulian. Kemudahan dalam membangun kemonukasi baik antara pegawai dengan klien, perhatian pribadi, dan dapat memahami kebutuhan pelanggan.

e.

Kehandalan. Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, tepat, akurat dan memuaskan.

3.

Pengukuran Kepuasan Pasien Sebuah apotek perlu mengukur kepuasaan pasien guna melihat umpan

baik maupun masukan yang dapat diambil oleh apotek untuk keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pasien Kotler (2014: 54) mengemukakan bahwa terdapat empat metode untuk mengukur kepuasan pasien, yaitu: a. System keluhan dan saran. Setiap apotek yang berpusat pada pelanggan/pasien (customer centered) perlu memberikan kesempatan

40

bagi pelangganna untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. b. Survei kepuasan pelanggan/pasien.apotek tidak dapat beranggapan bahwa system keluhan dan saran dapat menggambarkan secara lengkap kepuasan dan kekecewaan pelanggan/pasien. Apotek yang responsife mengukur kepuasan pasien dengan mengadakan survey berkala. Mereka mengirimkan daftar pertanyaan atau menelpon suatu kelompok acak dari pembeli mereka untuk mengetahui perasaan mereka terhdap berbagai aspek kinerja apotek. Apotek juga menanyakan pendapat pembeli mengenai kinerja apotek pesaing. c. Ghost shopping (pesien bayangan). Metode ini dilakasanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan sebagai pasien atau pembeli potensial produk apotek pesaing untuk melaporkan titik-titik kuat maupun titik-titik lemah yang mereka alami waktu membeli produk apotek maupun produk pesaing. Ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan. d. Lost customer analysis (analisis pelanggan yang beralih). Perusahaan sebaiknya menghubungi para pasien yang telah berhenti membeli atau yang telah berpindah ke apotek agar dapat memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil kebijkasanaan perbaikan atau penyempurnaan selanjtnya.

41

F. Kerangka Teori

Karakteristik pasien -

Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Penghasilan

Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian yang menyebabkan kepuasan pasien: -

Jarak apotek dengan tempat tinggal Praktek dokter Sarana fisik

Standar Pelayanan Kefarmasian: -

-

-

-

Penampilan apotek Keramahan petugas apotek Pelayanan informasi obat di apotek Ketersediaan obat di apotek Kecepatan pelayanan Harga obat Kenyamanan Ketersediaan obat dan informasi kesehatan pelayanan konseling kerahaman ketanggapan petugas kecepatan

Komponen yang menyebabkan kepuasan pasien: -

Kepuasan Pasien

Keterangan : Diteliti Tidak Diteliti Gambar 2.1 Kerangka Teori

Harapan pasien Kualitas kinerja pelayanan kesehatan

42

G. Hipotesis Kerja Hipotesis kerja adalah suatu rumusan hipotesis dengan tujuan untuk membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul. Biasanya menggunakan rumusan pernyataan “jika…, maka…” (Notoatmodjo,2010). “Jika pelayanan kefarmasian baik maka tingkat kepuasan pasiennya tinggi”.

BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian pada hakikatnya adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep serta variable-variabel yang akan diukur atau diteliti (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konsep untuk penelitian ini yaitu sebagai berikut: Variabel Independen

Variabel Dependen

Pelayanan Kefarmasian

Kepuasan Pasien

Gambar 3.1 Kerangka Konsep penelitian B. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah dan memerlukan suatu pembuktia tentang sebuah hubungan yang diharapkan antara dua variable atau lebih dalam rumusan provinsi yang dapat diuji secara empiris. (Rumengan, 2008). Berdasarkan kerangka konsep diatas maka dapat disusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut : 1. Hipotesis Alternative (Ha) Hipotesis alternative dalam penelitian adalah:

43

44

Adanya hubungan antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017. 2. Hipotesis Nol (Hₒ) Hipotesis nol dalam penelitian ini adalah: Tidak adanya hubungan antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017.

C. Variable Penelitian Dalam penelitian ini ditetapkan variabel dependen dan variabel independen. 1. Variabel dependen: kepuasan pasiean menggunakan jasa apotek 2. Variabel independen: pelayanan kefarmasian

45

D. Definisi Operasional Table 3.1 Definisi Operasional

No.

1.

Variabel

Definisi

Alat

Skala

operasional

ukur

ukur

Variabel

Pelayanan

Kuesi

Ordinal

Independen

kefarmasian

oner

Pelayanan

adalah suatu

kefarmasian

pelayanan

(Saifudin Azwar,

langsung dan

2010)

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan ketersediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Kemenkes, nomor 35 tahun

Hasil ukur

- Kurang baik, bila 116 - baik bila 17-32

46

2014). Skala yang terdiri dari 2 pilihan jawaban yaitu :

1.

Jawab an baik skor 2,

2.

Jawab an tidak baik skor 1, (Sugiy ono, 2010).

No.

2.

Variabel

Definisi

Alat

Skala

dependen

operasional

ukur

ukur Nominal

Kepuasan

Kepuasan pasien

Kuesi

pasien

adalah perasaan

oner

menggunaka

senang, puas

n jasa apotek

individu karena

Hasil ukur

- 0= tidak puas - Jika menjawab

terpenuhinya

kolom tidak

harapan atau

puas <7

keinginan untuk

- 1= puas

47

kembali menggunakan jasa

menjawab

Apotek. Pengkuran

kolom puas >

kepuasan pasien

7

dengan cara

(Achmad

memberikan

,2008)

pertanyaan sebanyak 13 pertanyaan (Achmad, 2008)

E. Desain Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian analitik dengan pendekatan Cross sectional (Woordward, M dalam buku Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Peneliti dalam penelitian ini tidak melakukan intervensi atau perlakuan terhadap subjek penelitian tetapi hanya memberikan kuesioner (self administered). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, untuk mengetahui hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. F. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di tiga Apotek di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna pada bulan Agustus sampai November 2017.

- Jika

48

G. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Pengambilan populasi didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil menjadi sampel. Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel. H. Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi yang ditentukan dengan menggunakan kriteria inklusi, sedangkan bagian populasi yang tidak dimasukan kedalam kriteria inklusi disebut dengan kriteria eksklusi. a. Kriteria inkulasi 1. Pasien yang membeli obat di apotek dengan biaya sendiri. 2. Pasien berumur 18-60 tahun. 3. Pasien bisa berkomunikasi, membaca, dan menulis dengan baik. 4. Pasien bersedia mengisi kuesioner. b. Kriteria eksklusi 1. Pasien atau keluarga yang berasal dari pegawai apotek tersebut. 2. Pasien kerjasama dari apotek. I. Besar Sampel Untuk mengetahui besarnya sampel yang akan digunakan pada penelitian ini maka dapat mengunakan teknik Total Sampling dimana

49

sampel diambil dari dari populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari perhitungan besar sampel berdasarkan metode diatas maka didapatkan jumlah sampel penelitian ini sebanyak 65 orang. J. Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pengambilan dan pencatatan data di tiga Apotek di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna menggunakan instrument kuesioner. 2. Melakukan penyuntingan dan coding data untuk menghasilkan data untuk menghasilkan data yang siap diinput ke dalam perangkat lunak. 3. Melakukan pemasukan data menggunakan perangkat lunak SPSS. K. Pengolahan Data Dalam penelitian ini peneliti mengolah data dengan: 1. Editing (mengedit data) Memeriksa kembali kelengkapan pengisian kuesioner, untuk memastikan tidak adanya kuesioner yang tidak terisi. 2. Coding (mengode data) Pemberian kode atau symbol tertentu untuk setiap jawaban responden pada kuesioner untuk mempermudah tabulasi dan analisis data. Dalam hal ini, peniliti memberikan tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai menurut responden. 3. Tabulating (tabulasi data) Setelah mengkode data, lalu dilakukan perhitungan dengan menghitung jumlah nilai skor pelayanan kefarmasian sesuai standar pelayanan

50

kefarmasian, serta yang diperoleh responden dari jawaban yang diisikan pada kuesioner. 4. Cleaning (pembersihan data) Melakukan pengecekan kembali apakah terdapat kesalahan perhitung dan pengolahan data kuesioner. Peneliti mengecek kembali semua tabulasi data dan coding kuesioner untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan pada perhitungan dan pemberian kode pada jawaban responden dalam kuesioner. 5. Entry Proses

memasukan data ke

computer

untuk

selanjut

dianalisa

menggunakan program komputerisasi yaitu SPSS, dan data siap dianalisis dengan memastikan tidak kesalahan dalam memasukan data. L. Analisis Data 1. Analisis Univariat Menganalisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk mengetahui karakteristik dari subyek penelitian. 2. Analisis Bivariat Pada penelitian ini dilakukan menggunakan chi squar. Hasil uji statistic ini bertujuan untuk menyimpulkan adanya hubungan 2 variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna. Hubungan dikatakan signifikan jika nilai p≤0.05 (Sujarweni, 2014). Analisa data menggunakan program komputer.

Pada

penelitian

ini

yaitu

menghubungkan

pelayanan

51

kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kabupaten Natuna Tahun 2017.

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Natuna adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau , Indonesia. Kabupaten Natuna memiliki 3 apotek yang resmi berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI tanggal 22 Januari 2016. Apotek Bunda terletak di Kelurahan Ranai Kota dan berada di Jalan Datuk Kaya Wan Mohammad Benteng, Apotek ini buka setiap hari mulai dari jam 08.00-22.00 WIB. Dan Apotek Tsabita juga berada di Kelurahan Ranai Kota, namun berada di Jalan Datuk Kaya Wan Mohammad Rasyid, Apotek Tsabita ini buka setiap hari dan 24 jam. Apotek Sella Farma terletak di Kelurahan Bandarsyah, Apotek Sella Farma buka setiap hari dari jam 08.00-22.00 WIB. Waktu penelitian dilakasanakan pada bulan Oktober 2017. Subjek penelitian sebanyak 65 responden yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah di tentukan oleh peniliti. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: B. Hasil Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian, meliputi karakteristik pasien, pelayanan kefarmasian dan kepuasan pasien. Hasil analisis univariat yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Karakteristik pasien Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik pasien dapat dilihat pada table 4.1.

52

53 Table 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Pasien di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna Kepulauan Riau tahun 2017 Karakteristik Pasien

f

%

Laki-laki

39

60

Perempuan

26

40

<30 tahun

37

56.9

>30 tahun

28

43.1

SD

3

4.6

SMP

4

6.2

SMU

43

66.2

SARJANA/DIPLOMA

15

23.1

Tenaga Kesehatan

2

3.1

Swasta/Wirausaha

25

38.5

PNS/TNI/POLRI

25

38.5

Tidak Bekerja

13

20

<1 juta

18

27.7

1 juta-2juta

16

24.6

Jenis Kelamin

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Penghasilan

54 >2juta

31

47.7

Pertama kali

21

32.3

1 sampai 5 kali

20

30.8

Lebih dari 5 kali

24

36.9

Pergi Apotek

Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik pasien dari 65 responden, dilihat bahwa karakteristik pasien tentang jenis kelamin laki-laki lebih banyak (60%) dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (40%). Karakteristik umur <30 tahun (56.9%) lebih besar dibandingkan umur >30 tahun (43.1%). Karakteristik pendidikan mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar SD (4.6%), SMP (6.2%), Sarjana/Diploma (23.1%), SMU (66.2%). Karakteristik pekerjaan didapatkan hasil dari yang terkecil sampai yang terbesar tenaga kesehatan (3.1%), tidak bekerja (20%), swasta (38.5%), PNS (38.5%). Karakteristik penghasilan dari yang terkecil sampai yang terbesar 1juta2juta (24.6%), <1juta (27.7%), >2juta (47.7%).

b. Pelayanan Kefarmasian Tabel pelayanan kefarmasian hasil uji univariat pelayanan kefarmasian dapat dilihat pada table 4.2 Tabel 4.2 Distribusi Pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017

55

Pelayanan Kefarmasian

f

%

Kurang

26

40

Baik

39

60

Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa pelayanan kefarmasian di Apotek dari 65 responden, dilihat bahwa pelayanan kefarmasian mulai dari kurang (40%), sedangkan baik (60%). c. Kepuasan Pasien Tabel

karakteristik

hasil

uji

univariat

kepuasan

pasien

menggunakan jasa apotek dapat dilihat dari tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna Tahun 2017

Kepuasan pasien menggunakan jasa

F

%

Tidak Puas

25

38.5

Puas

40

61.5

apotek

Dilihat dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dari 65 responden, dilihat dari 25 responden

56 (38.5%) merasa tidak puas dengan pelayanan kefarmasian, sedangkan sebanyak 40 responden (61.5%) merasa puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna tahun 2017. 2. Analisis Bivariat Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variable yaitu variable independen (pelayanan kefarmasian) dan variabel dependen (kepuasan pasien). Uji statistik yang digunakan adalah chisquare (person chi-square), dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%. Hasil uji bivariat pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.4 Hubungan antara Pelayanan Kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kabupaten Natuna Tahun 2017 Pelayanan

Kepuasan Pasien

kefarmasian

Menggunakan Jasa Apotek Tidak Puas

Total

P

Puas

f

%

f

%

F

%

16

61.5

10

38.5

26

100

Baik

9

23.1

30

76.9

39

100

Total

25

38.5

40

61.5

65

100

Kurang

0.002

57 Berdasarkan tabel 4.4 diatas diketahui bahwa 65 responden (100%), dimana 40 responden (61.5%) yang merasa puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek dengan klasifikasi 10 responden merasa

kurang

(38.5%) dan 30 responden merasa baik (76.9%) dibandingkan dengan 25 responden (38.5%) merasa tidak puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek dengan klasifikasi

16 responden merasa kurang (61.5%) dan 9

responden merasa baik (23.1%). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p value yang didapat sebesar 0.002 (P<0.05). C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti dalam penelitian ini adalah : 1. Pada saat pengumpulan data pada kuesioner yang diisi oleh responden sangat ditentukan oleh kejujuran dan ingatan responden dalam mengisi kuesioner. 2. Penelitian ini dapat memungkinkan menjadi bias karena penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan hanya satu kali.

BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Analisis Univariat 1. Gambaran

Distribusi

Frekuensi

Responden

Berdasarkan

Pelayanan Kefarmasian Berdasarkan

hasil

penelitian

yang

dilakukan

dapat

diketahui bahwa pelayanan kefarmasian di Apotek dari 65 responden, dilihat bahwa pelayanan kefarmasian mulai dari 26 responden merasa kurang (40%), sedangkan 39 responden merasa pelayanan kefarmasian baik (60%). Dalam penelitian ini didapatkan 39 responden (60%) merasa pelayanan yang ada di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna baik, hal ini disebabkan oleh pengalaman pasien ketika melakukan kunjungan di Apotek tersebut. Dimana secara keseluruhan pasien mengalami pengalaman yang baik, yaitu pengalaman berupa pelayanan yang diberikan oleh pegawai atau petugas Apotek sesuai dengan standar pelyanan kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek (Menkes RI, 2014). Dan dalam penelitian ini juga didapatkan 26 responden (40%) merasa pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna kurang baik, hal ini disebabkan oleh

58

59 pengalaman pasien ketika melakukan kunjungan ke Apotek. Dimana secara keseluruhan pasien mengalami pengalaman yang kurang baik, yaitu pengalaman berupa pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh pegawai atau petugas Apotek tidak sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian menurut Menkes RI tahun 2014. 2. Gambaran

Distribusi

Frekuensi

Responden

Berdasarkan

Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dari 65 responden, dilihat dari 25 responden (38.5%) merasa tidak puas dengan pelayanan kefarmasian, sedangkan sebanyak 40 responden (61.5%) merasa puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna 2017. Dalam penelitian ini didapatkan 40 responden (61.5%) merasa puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Sangadji dan Sopiah (2013), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien seperti sarana fisik berupa bukti fisik yang dapat dilihat yang meliputi gedung, perlengkapan, seragam pegawai dan sarana komunikasi yang di Apotek, jaminan seperti pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas atau pegawai apotek, kepedulian seperti kemudahan dalam membangun komunikasi baik antara pegawai dengan klien, perhatian pribadi, dan dapat memahami kebutuhan pasien, kehandalan seperti kemampuan

60 dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, tepat, akurat dan memuaskan untuk pasien. Dari hasil penelitian ini pasien merasa puas karena petugas atau pegawai memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Apotek menurut Menkes RI tahun 2014 yaitu penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan petugas apotek. Dalam penelitian ini didapatkan 25 responden (38.5%) merasa tidak puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kabupaten Natuna. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori menurut Sangadji dan Sopiah (2013), tetapi sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Muslicnah, dkk (2010) dengan judul pengaruh faktor lingkungan, faktor individu, dan faktor komunikasi pemasaran terhadap keputusan membeli obat farmasi antara Apotek di Kabupaten Sukoharjo dan Apotek di Kota Surakarta tahun 2010. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat menginginkan penampilan apotek yang baik. Penelitian yang dilakukan Abdullah, dkk (2010) dengan judul pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung apotek terhadap informasi obat di Kota Depok tahun 2010. Hasil penelitian menunjukan bahwa 93,4% masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat obat di Apotek. Penelitian yang dilakukan Aris Winanto (2013) dengan judul persepsi konsumen terhadap pelayanan apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna tahun 2013. Hasil

61 penelitian kelengkapan informasi obat sangat penting dalam pelayanan informasi obat dan memerlukan pelayanan dalam hal pelayanan infromasi obat dalam bentuk brosur, leaflet, booklet atau poster dengan menyediakan di apotek. Dari hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Apotek menurut Menkes RI tahun 2014. B. Pembahasan Analisis Bivariat, Hubungan Pelayanan Kefarmasian dengan Kepuasan Pasien Menggukan Jasa Apotek di Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa 65

responden (100%), dimana diketahui bahwa 65 responden (100%), dimana 40 responden (61.5%) yang merasa puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek dengan klasifikasi 10 responden merasa kurang (38.5%) dan 30 responden merasa baik (76.9%) dibandingkan dengan 25 responden (38.5%) merasa tidak puas dengan pelayanan kefarmasian di Apotek dengan klasifikasi

16 responden merasa

kurang (61.5%) dan 9 responden baik (23.1%). Hal ini terbukti secara signifikan berhubungan karena nilai p value yang didapat sebesar 0.002 (P<0.05). maka Ha dapat disimpulkan Ha penelitian diterima. Berdasarkan

hasil

penelitian

hubungan

antara

pelayanan

kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kabupaten Natuna 2017 dapat diketahui bahwa pada kelompok yang merasa puas dengan pelayanan kefarmasian, proposi responden yang menyatakan puas dengan pelayanan kefarmasian sebanyak 61.5% 40 responden. Sikap petugas yang memberikan

62 pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian menurut Kemenkes RI tahun 2014 sehingga pasien atau pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek. Dengan

sikap

petugas

apotek

yang

memberikan

pelayanan

kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian dapat meningkatkan kualitas

hidup

dari

pasien.

Standar pelayanan

kefarmasian di apotek ini meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan pelayanan di apotek menurut Menkes RI tahun 2014. Hasil uji statistic menggunakan uji Chi Square antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kabupaten Natuna 2017 dengan p value < 0.05 pada tingkat kesalahan 5 % mendapatkan adanya hubungan antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Kota Ranai Kabupaten Natuna 2017. Pelayanan Kefarmasian meliputi penampilan apotek, keramahan petugas apotek, pelayanan informasi obat di Apotek, ketersediaan obat di Apotek, dan kecepatan pelayanan petugas apotek. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putu Eka Arimbawa tahun 2014 dengan judul yang sama dan melaukan penelitian di Kota Denpasar, bahawa diamana pelayanan kefarmasian memberikan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek pada apotek di Kota Denpasar sebesar 78,2%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelemunya yang dilakukan

63 oleh Monica Arum Sukmajati dengan judul pelaksanaan standar pelayanan kefarmasain di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/XI/2004 di Kota Yogyakarta tahun 2007 bahwa Apoteker di apotek-apotek di Kota Yogyakarta belum melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/XXI/2004 secara menyeluruh. Hal ini dikarekan masih terdapatnya persentase pelaksana yang kurang dari 50%.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna tahun 2017, diperoleh sebagai berikut: 1. Sebagian besar pelayanan kefarmasian di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna tahun 2017 sudah baik sebanyak 39 (60%). 2. Sebagian besar kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna tahun 2017 merasa puas sebanyak 40 (61.5%). 3. Adanya hubungan yang signifikan (p value = 0.002)

pelayanan

kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek di Apotek Kota Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna 2017. B. Saran 1. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini bagi masyarakat dapat menambah informasi tentang standar pelayanan kefarmasian menurut Kemenkes Nomor 35 Tahun 2014 sehingga masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup masyarkat. 2. Bagi Apotek Hasil penelitian ini dapat menentukan upaya perubahan agar mengarah kepada perbaikan yang sesuai harapan konsumen dan dapat 64

65 dijadikan tolak ukur dalam membuat keputusan atau tindakan untuk memperbaiki kualitas pelayanan di Apotek.. 3. Bagi Universitas Batam Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau tambahan bahan bacaan di perpustakaan, serta juga dapat dijadikan sebagai data pembandingan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai pelayanan kefarmasian khususnya di Apotek. 4. Bagi Penulis Agar dapat memberikan wawasan pada penulis tentang mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat pengetahuan bagaimana hubungan antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien menggunkan jasa apotek di Kota Ranai Kabupaten Natuna tahun 2017. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti lebih dapat mengembangkan penelitian ini dari beberapa sisi aspek seperti metode penelitian, ruang lingkup populasi dan sampel dengan ratio yang lebih besar. Selain itu juga mengembangkan faktor terkait dari kasus yang dibahas pada penelitian ini, karena banyak sekali faktor yang ditemukan peneliti dilapangan dan hal itu dapat menjadi point kecil untuk merubah persentase kejadian kasus ini.

Daftar Pustaka

Abdullah, N., Andrajadi, R., dan Supardi, S. 2010. Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat di Kota Depok. Pusat Penelitian Dan Sistem Pengembangan Kebijakan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan Achmad Saebani, Beni. 2008. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia Afandi, D, Candra, F, Novitasari, D : Widjaja, I.R ;Kurniawa, L. 2010. Tingkat Penyalahgunaan Obat dan Faktor Risiko

di

Kalangan

Siswa

Menengah

Umum.

(http://journal_dediafandi.staff.unri.ac.id/files/2010/0 4/Tingkat_pemyalahgunaan_obat_pdf)

Diakses

Tanggal 5 November 2012 Alfiansari. Junidah. 2010. Pengaruh Komunikasi Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian kartu Perdana. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Anief, M. 20006. Ilmu Meracik Obat Teori & Praktek. Yogyakarta: Gadjah Mada Anisah, dkk. Pengaruh Pelayanan Kefarmasian Terhadap Kepuasan Konsumen Apotek di Wilayah Terhadap Kepuasan

66

67 Pasien di wilayah Purwokweto. Pharmacy, 7 (1) April 2010 Anonim.

2016.

History

Of

Pharmacy.

https://Ien.Wikipedia.org/Wiki/History_Of_Pharmacy Aris, w. bambang, w. iswahyudi. 2013. Persepsi Konsumen Terhadap Pelayanan

Apotek

di

Kota

Bunguran

Timur

Kabupaten

Ranai

Kecamatan

Natuna.

Jurnal

Manajemen dan Pelayanan Farmasi Asih & Pratiwi. 2010. Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati Dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi, Volume I, No I. Kudus : Universitas Muria Kudus Azwar. 2010. Metodologi Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Basak, C. Subal. Subal. 2010. Pharmacy Education in India. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMO28791 19/ Deliyanti

Oentroro,

2012,

Manajemen

Pemasaran

Modern,

Yogyakarta, Lakbang PRECSINDO Departemen Kesehatan REpublik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. DEPKES RI. Jakarta

68 Dheelis.

2012.

Sejarah

Farmasi.

https://dheelis.wordpress.com/2014/04/30/sejarah_far masi/ Hadi Kurniawan. S.Farm. 2012. Etika Kefarmasian, Kasus dan Kode Etik

Serta

Implementasinya.

http://www.academia.Edu/8794455/kumpulan_materi _etika_kefarmasian_kasus_dan_kode_etik_serta_impl ementasinya/ (diunduh Pada Tanggal 9 Juli 2015 Handayani, RA., Supardi, S., Raharni, dan Susyanti, AL. 2009. Ketersediaan dan Peresepan Obat Generik dan Obat Esensial di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Ikatan Apoteker Indonesia. 2014. Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan

Apoteker

Indonesia

Nomor:

PO.002/PP.IAI/1418/VII/2014. Jakarta Kotler,

Philip

and Gray

Admstrong.

2012.

Prinsip-Prinsip

Pemasaran. Edisi 13 Jilid I. Jakarta. Erlangga Lydianita dan Muhammad Jauhar. 2016. Dasar-Dasar Manajemen Farmasi. Jakarta: Prestasi Pustaka

69 Maspupah Lestari, Apriyanti. 2011. Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Dtp Mand. Ciajur. (diunduh Pada Tanggal 15 Agustus 2015) Mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan RI No.35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian

di

Apotek.

Jakarta:

Kementrian Muslinah, Wahyudi, M, dam Syamsuddin. 2010. Pengaruh Faktor Lingkungan Faktor Lingkungan, Faktor Individu, dan Faktor Komunikasi Pemasaran Terhadap Keputusan Membeli Obat Farmasi Antara Apotek di Kabupaten Sukoharjo dan Apotek di Kota Surakata. Jurnal USU. Sumatera Utara Naik, Prabhagasar. Dan Sansala. 2010. Service Quality (Servqual) and in Efforton Customer Satifaction In Retaily. Europen Jurnal Of Social Science Vol 16 Nguyen.

Tiffany.2008.

sejahtera

Kefarmasian

Indonesia.

http://pharmacy07.wordpress.com/2008/09/20/sejarah _kefarmasian_Indonesia/ Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Metedologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek. Jakarta. Salemba Kesehatan

70 Permekes. 2009. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Apotek, Jakarta: Kementerian Kesehatan Seto. S. 2008. Manajemn Farmasi, Edisi Kedua. Airlangga Unniversity Press. Surabaya Sugiyono.

2010.

Metode

Penelitian

Pendidikan

Pendekatan

Kuantitatif. Kualitatif dan RED. Bandung: Alfabeta Sukandar, Elin Yulinah. 2012. TREN DAN PARADIGMA DUNIA FARMASI:

Industri_Klinik_Teknologi

Kesehatan:

Bandung Supriyanto dan Ernawati. 2010. Judul: Pemasaran Industri jasa. Kesehatan. Penerbit CV Andi Offjet: Yogyakarta Surahman E.M. Husen I.R.2011. Konsep Dasar Pelayanan Kefarmasian Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 29-31 Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2012. Pemasaran Strategik. Yogyakarta. ANDI Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT.Raja Grafindo Perseda

71 Yuhevy. E dan Haksama, S. 2013. Analis Kepuasan Berdasarkan Persepsi dan Harapan Pasien di Puskesmas Medokan Ayu

Surabaya.

Jurnal

Administrasi

Kesehatan

Indonesia. Surabaya Yuliana. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyolitas Pelanggan

Pasar

Swalayan

dengan

Kepuasan

Sebagai Variabel Intervening. Excellent. Surakarta.

Informed Consent dan Kuesioner SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SUBYEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Saya yang bernama Amitha Syahfitri / 61114007 adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Batam. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada program S1 kedokteran umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pelayanan Kefarmasian Dengan Kepuasan Pasien Menggunakan Jasa Apotek di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika Bapak/Ibu bersedia,silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu. Identitas pribadi sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bapak/Ibu berhak untuk ikut atau tidak ikut berpartisipan tanpa ada sanksi dan konsekuensi buruk dikemudian hari. Jika ada hal yang kurang dipahami Bapak/Ibu dapat bertanya langsung kepada peneliti. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi partisipan dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih. Natuna, Peneliti

( Amitha Syahfitri)

September 2017

Responden

(

72

)

73

DATA DIRI PENGISI KUISIONER

Jenis Kelamin

Laki- laki

Perempuan

Umur (Dalam tahun) = Pendidikan terakhir

tidak sekolah

SMP

SARJANA/DIPL OMA SD Pekerjaan

SMU

Tenaga kesehatan

PNS/TNI/ POLRI

Swasta/Wirausaha Tidak bekerja Penghasilan dalam 1 bulan

< 1 Juta 1 juta- 2juta > 2 Juta

Pernah Membeli obat di apotek ini

Pertama kali (1 x)

selama 1 bulan

1 sampai 5 x Lebih dari 5 x

74

1. Kuesioner Pelayanan Kefarmasian Isilah kolom dibawah ini dengan tanda rumput (√ ) Keterangan (1=tidak ada, 2 =ada ) No.

Pelayanan Kefarmasian

1.

PENAMPILAN APOTEK Papan nama apotek, dan lokasi apotek terletak ditempat yang strategis

2.

Penataan obat menarik dan rapi

3.

Ruang tunggu pengambilan obat dan toilet apotek bersih dan rapi Ada tempat browsur dan tempat display informasi obat/kesehatan

4. 5.

6. 7. 8.

9.

10.

11.

12.

Para pegawai memakai seragam apotek/tanda pengenal petugas apotek KERAMAHAN PETUGAS Petugas Menyapa apabila ada pasien datang Petugas siap membantu segala keluhan pasien dan member informasi obat Petugas selalu murah senyum dan ramah dalam berkomunikasi PELAYANAN INFORMASI OBAT Petugas memberi informasi obat dan bahasa yang mudah dimengerti Petugas memberikan informasi lain selain obat yang berhubungan dengan penyakit pasien dan cara pengobatannya KETERSEDIAAN OBAT petugas memberikan solusinya bila obat yang diminta pasien lengkap dan kosong atau tidak ada Obat yang diberikan di apotek ini kualitasnya terjamin ( belum expired date,dan kemasan obat tidak rusak) KECEPATAN PELAYANAN APOTEK

13.

Petugas menghitung harga obat dengan cepat dan tepat

1

Pelayanan Yang Dirasakan 2 3 4

75 14.

Apabila penyediaan obat tanpa racikan lebih dari 15 menit atau dengan racikan lebih dari 25 menit diberikan diskon atau permintaan maaf dari petugas apotek

15.

Apabila ada pasien datang petugas dengan sigap memberikan pelayanan dengan baik dan cepat

16.

Petugas apotek melakukan proses tranksaksi pembelian, dan pembayaran kepada pasien dengan cepat

76

2. Kuesioner Kepuasan Pasien

No.

Isilah kolom dibawah ini dengan tanda rumput (√ ) Keterangan (0 = Tidak Puas, 1= Puas) Jenis Pelayanan Tidak Puas

1.

Ketanggapan terhadap pasien

2.

Kecepatan pelayanan kasir

3. 4.

Kelengkapan obat dan alat kesehatan Kesesuaian harga obat

5.

Kecepatan pelayanan obat

6.

8.

Keramahan petugas pelayanan obat Kemampuan petugas memberikan informasi obat Kebersihan ruang tunggu

9.

Kenyamanan ruang tunggu

10.

Ketersediaan brosur, leaflet, poster dll sebagai informasi obat/kesehatan Pelayanan apoteker dalam hal pengobatan sendiri Pelayanan konseling oleh Apoteker Pelayanan informasi obat

7.

11. 12. 13.

petugas

Puas

77

78

79

80

81

82

83

84

Related Documents


More Documents from "timkreatif tatagraha"