Cl Integumen.docx

  • Uploaded by: deddy ramadhan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cl Integumen.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,858
  • Pages: 31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Sistem Integumen Sistem Integumen merupakan sistem terluas dalam tubuh. Sistem integumen terdiri dari kulit dan struktur aksesoris (rambut, kuku, kelenjar minyak dan kelenjar keringat). Sistem integumen memiliki luas 1-2 m2 dan merupakan 15% dari total berat tubuh. Kulit mempunyai ketebalan yang berfariasi. Bagian yang paling tipis berada di sekitar mata dan yang paling tebal pada telapak tangan dan kaki (William & Wilkins. 2002) Beberapa komponen lapisan pada kulit sebagai berikut: a. Epidermis Merupakan lapisan paling luar yang unsur utamanya adalah keratinosit dan sel melanosit. Lapisan ini terus mengalami mitosis. Epidermis memiliki beberapa lapisan sel yaitu: 1) Stratum korneum : selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, dan mengandung zat keratin. Zat tanduk merupakan keratin lunak yang berada dalam sel-sel keratin keras. 2) Stratum lusidum: terdiri dari sel yang sngat gepeng dan bening, ditemukan pada lapisan tubuh yang berkulit tebal. 3) Stratum granulosum: terdiri dari 2-3 lapis sel poligonal yang agak gepeng, inti berada di tengah, dan sitoplasma berisi butiran granula keratohialin (keratin dan hialin). Lapisan ini menghalangi masuknya zat asing ke dalam tubuh. (contoh: bahan kimia, benda asing, kuman dan lain-lain ) 4) Stratum spinosum: terdapat banyakn sel bentuk kubus dan poliginal, inti di tengah, dan sitoplasma berisi serat-serat yang terpaut dengan desmosom. Lapisan ini berfungsi untuk menahan gesekan dan tekana dari luar. Terdapat di daerah yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan (seperti di tumit dan pangkal telapak kaki). 5) Stratum malfigi: berbatassan dengan dermis. Sel aktif mengalami mitosis sampai individu meninggal dengan umur sel 15-30 hari sejak terbentuk sampai terkelupas. b. Dermis Tebal antara 0.5-3 mm, lebih tebal dari epidermis yang terbentuk dari komponen jaringan pengikat. Turunan dermis terdiri dari bulu, kelenjar minyak, kelenjar lendir, dan kelenjar keringat yang berada jauh dalam dermis. Sedangkan lapisannya terdiri dari: 1) Lapisan papila: mengandung lapisan pengikat longgar yang membentuk lapisan stratum spongeosum. Lapisan ini terdiri atas serat kolagen halus, alastin, dan kulin yang akan membentuk jaring halus yang terdapat di bawah epidermis 2) Lapisan retikulosa: mengandung jaringan pengikat rapat dan serat kolagen, tersusun bergelombang, sedikit serat retikulum, dan banyak mengandung serat elastin.dalam lapisan ini terdapat

sel-sel fibrosa, sel histiosit, pembulh darah, pembuluh getah bening, saraf, kandung rambut kelenjar sebasea, kelenjar keringat, sel lemak, dan otot penegak rambut. c. Hipodermis / Subkuntis Lapisan bawah kulit yang terdiri dari jaringan pengikat longgar. Seratnya longgar, elastis, dan memiliki sel lemak. Terdapat lapisan subkuntan yang menentuka mobilitas kulitdi atasnya. Bantalan lemak pada lapisan ini terbentuk dari lobulus lemak yang merata di hipodermis yang disebut dengan panikolus adiposus. Pada lapisn perut dapat mencapai tebal 3cm. Pada jaringan subkuntan di kelopak mata, penis dan skrotum tidak mengandung lemak.

Gambar 1. Lapisan Kulit Pada kulit ada beberapa kelenjar di dalamnya, diantaranya adalah: 1) Kelenjar Sebasea Berasal dari rambut yang bermuara pada saluran folikel ram,but untuk melumassi rambut dan kulit yang berdekatan. Banyak terdapat di kepala dan wajah sekitar hidung, mulut dan telinga. Sedikit pada telapak tangan dan kaki. 2) Kelenjar Keringat Merupakan alat utama untuk mengendalikan suhu tubuh. Sekresi aktif kelenjar keringat berada di bawah pengendalian saraf simpatis. Kelenjar ini terdapat diseluruh tubuh terutama pada telapak tangan dan kaki kecuali pada dasar kuku, batas bibir, glans penis, dan gendang telinga. Terdapat 2 macam kelenjar keringat yaitu: a) Kelenjar keringat ekrin dan b) Kelenjar keringat apokrin. 3) Kelenjar Mamae Dikatakan sebagai kelenjar kulit menurut Syaifuddin dalam bukunya tahun 2011 karena berasal dari lapisan eksodermal. Dan pada kulit terdapat pula bagian-bagian yang menempel, yaitu: a) Rambut

Benang keratin elastis yang berkembang dari epidermis dan tersebar di seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki, permukaan dorsal falang distal, sekitar lubang dubur, dan urogenital. Memiliki batang yang bebas dan akar yang tertanam dalam kulit. Dengan struktur rambut (Syifuddin, 2011): - Medula - Korteks - Kutikula

Gambar 2: Struktur rambut b) Kuku Merupakan lempeng yang membentuk pelindung pembungkus permukaan dorsal falang jari tangan dan jari kaki yang strukturnya berhubungan dengan dermis dan epidermis. Lempeng kuku berasal dari sisik epidermis yang menyatu erat dan tidak mengelupas berwarna bening sehingga pembuluh kapiler darah dalam dasar kuku kelihatan kemerahan. 2.2

Fisiologi Sistem Integumen Berikut ini merupakan fungsi kulit sebagai sistem integumen antara lain: a. Fungsi regulasi temperatur dan tekanan darah Persarafan, pembuluh darah, dan kelenjar keringat dan lapisan kulit yang lebih dalam membantu termoregulasi. Ketika kulit terpapar udara dingin, dan suhu tubuh turun, pembuluh darah akan kontriksi sebagai respon dari sistem saraf otonom. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah ke kulit dan akan mempertahankan suhu tubuh. Sebaliknya jika suhu terlalu panas, atau saat suhu tubuh meningkat maka pembuluh darah akan berdilatasi, aliran darah meningkat dan menurunkan suhu tubuh, jika hal ini tidak efektif maka kelenjar ekrin akan meningkatkan produksi keringat sehingga terjadi penguapan yang akan menurunkan suhu tubuh. b. Fungsi proteksi Lapisan kult terluar melindungi tubuh dari trauma fisik, kimia, dan dari invasi bakteri atau mikroorganisme. Sel Langerhans, sel spesifik yang terdapat pada lapisan kulit meningkatkan respon imun

tubuh dengan membantu limfosit untuk memproses antigen yang masuk ke kulit. Melanosit. Merupakan sel kulit yang memproduksi melanin membantu menyaring sinar UV, paparan sinar matahari yang berlebih dapat menstimulasi produksi melanin. Kulit juga melindungu tubuh dengan mencegah ekskresi air dan elektrolit. hal ini akan mencegah tubuh kehilangan cairan yang berlebih. c. Fungsi ekskresi Sebagai organ ekskresi, pada kulit terdapat kelenjar keringat. Keringat tersusun atas air, elektrolit, urea dan asam laktat d. Fungsi persepsi Kulit memiliki susunan saraf yang berfungsi merasakan sentuhan atau sebagai alat peraba. e. Fungsi pembentukan vit. D Saat distimulasi oleh sinar ultraviolet, kulit akan mensintesis vitamin D3 (cholecalciferol) 2.3

Scabies A. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang menggali di dalam epidermis pada stratum korneum sehingga menimbulkan gatal-gatal pada kulit (NHS, 2012). Skabies merupakan kasus infestasi yang sering ditemukan dan diakibatkan oleh sejenis tungau Sarcoptes scabiei dan ditularkan dengan kontak jarak dekat antara manusia dengan manusia. (Price & Wilson, 2005). Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya.

Gambar 3. Tampilan kelainan kulit Scabies Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosefw, 2007). Kondisi ini dikenal dengan banyak istilah di Indonesia. Beberapa nama lain dari skabies adalah : Kudisan, Gudikan/gudig, Budukan, Gatal agogo, Infeksi tungau, atau The itch/seven year itch B. Klasifikasi Menurut Djuanda (2007) terdapat beberapa bentuk khusus dari skabies yang sering terjadi pada manusia yaitu sebagai berikut : 1. Scabies of cultivated Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan liang tungau yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Scabies jenis ini memeng sering ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan liang tungau hal ini dikarenakan tungau biasanya menghilang akibat mandi secara teratur. 2. Skabies incognito Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid topikal atau sistemik sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.

3. Skabies nodular Pada scabies bentukini terdapat lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau akan jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid. 4. Animal transmited scabies Scabies juga dapat ditularkan melalui hewan. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu gejala lebih ringan, tidak terdapatnya liang tungau, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah yang biasanya merupakan area kontak dengan binatang kesayangannya seperti paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi scabies jenis ini lebih pendek dan transmisinya lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var.animal tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia. 5. Crusted scabies Skabies Norwegia ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak. Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik yang menyebabkan sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau sehingga tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.

Gambar 4. Crusted scabies (Sumber : American Academy of Dermatology, 2010) Orang dengan Crusted scabies memiliki sekitar 100 atau bahkan 1.000 tungau pada kulit mereka. Sebagai perbandingan, kebanyakan orang yang terinfeksi scabies hanya memiliki 15 sampai 20 tungau pada kulit mereka. Dengan begitu banyak

tungau yang menggali didalam kulit, maka ruam dan gatal akan menjadi semakin parah. (Kenny, 2012). 6. Skabies pada bayi dan anak Lesi scabies pada bayi dapat mengenai di bagian wajah, sedangkan pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kulit kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo dan eczema. Gambaran klinis dari scabies jenis ini tidak khas, liang tungau juga sulit ditemukan, namun lesi berupa vesikel lebih banyak. 7. bed ridden Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. 8. Skabies pada pasien HIV/AIDS Pada scabies jenis ini ditemukan skabies atipik dan pneumonia. 9. Skabies disertai PMS lain Apabila terdapat skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinanpenyakit menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan untuk gonore dan pemeriksaan serologi untuk sifilis. 10. Skabies dishidrosiform Scabies jenis ini ditandai oleh adanya lesi berupa kelompok vesikel dan pustula padatangan dan kaki yang sering berulang dan dapat sembuh dengan obat antiskabies. C. Etiologi Skabies disebabkan oleh Sarcoptes acabiei, dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini atau seringkali berpegangan tangan dalam waktu yang sangat lama barangkali merupakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. (Brown & Burns, 2005) Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Selain itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.

Gambar 5. Kutu penyebab skabies/gudig

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Gambar 6. Tungau S.scabiae dewasa (Sumber : Ganholm, et al., 2005) Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar tubuh manusia pada suhu kamar selama lebih kurang 24-36 jam. Tempat predileksinya adalah pada lapisan stratum korneum yang tipis dan lembab yaitu pada sela-sela jari tangan, pergelangantangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Orkin, 2008). D. Patofisiologi Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Tungau jantan dewasa hidup di permukaan kulit. Tungau jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, dan setelah perkawinan yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Kurang lebih hanya 1 dari 10 telur akan menjadi tungau scabies dewasa. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko, R, 2001).

Gambar 7. Siklus hidup tungau Scabies (Sumber : www.dpd.cdc.gov) Mulanya hospes tidak menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-6 minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang dikeluarkannya, dan mulailah timbul rasa gatal. Adanya periode asimtomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respon imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowangannya akan digaruk, dan tungau-tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes mengendalikan populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita skabies, rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin. (Brown dan Burns, 2005)

Gambar 8. Tungau Scabies dan telur-telurnya dalam preparat kalium hidroksida Arias, Kathleen M (2009) menjelaskan bahwa kutu betina akan menembus kulit untuk meletakkan telurnya dan hal ini menimbulkan suatu reaksi yang biasanya bermanifestasi sebagai pruritis berat yang sangat bervariasi, bergantung pada status kekebalan hospes. Telur menetas dan menjadi dewasa dalam 10 sampai 14 hari. Masa inkubasi bisa dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Dengan demikian, seseorang dapat menularkan organisme tersebut kepada orang lain sebelum gejala muncul. Benda tercemar biasanya bukan media penularan yang utama tetapi benda tercemar juga berperan di dalam wabah jika pasien atau penghuni fasilitas menderita skabies norwegia. Kutu ini juga dapat bertahan dalam minyak mineral sampai maksimal

7 hari. Dengan demikian, salep dan krim yang mengandung minyak kemungkinan dapat berperan sebagai reservoir. Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama waktu tersebut tungau selalu berada didalam epidermis manusia. Tungau yang berpindah ke lapisan kulit teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang berperan dalam pembuatan liang yang juga digunakan untuk aktivitas makan dan pelekatan telur pada liang tersebut. Tungau-tungau ini memakan jaringan-jaringan yang hancur namun tidak mencerna darah. Scybala tungau akan ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau menuju ke epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang terowongan. Kelainan kulit pada penderita scabies dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena infeksi scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Apabila terjadi immunocompromised, respon imun yang lemah akan gagal dalam mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak bahkan dapat menyebabkan crusted scabies dengan jumlah tungau bisa melebihi satu juta. Semua kelompok umur bisa terkena. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa muda, walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia lanjut, biasanya di lingkungan rumah jompo. Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan, sehingga siapapun yang biasa menghadapi kasus skabies dalam tugas pelayanan kesehatan tidak perlu takut tertular penyakit ini. (Brown & Burns, 2005)

E. Manifestasi Klinis Sebagian besar gejala skabies disebabkan oleh respon system imun terhadap tungau itu sendiri, saliva tungau, telur tungau atau feses tungau tersebut. (Kenny, 2012) Jika seseorang pernah terinfeksi skabies sebelumnya, gatal biasanya dimulai dalam waktu 1-4 hari. Jika seseorang tidak pernah terinfeksi scabies, tubuh membutuhkan waktu lebih lama hingga 2-6 minggu untuk menimbulkan reaksi terhadap infeksi tungau. Tanda dan gejala skabies antara lain adalah : 1. Proritus nocturna Pruritus adalah gejala yang paling umum pada scabies. Pruritus tersebut biasanya parah dan cenderung berada di satu tempat pada awalnya (paling sering di tangan), hingga kemudian menyebar ke daerah lain. Pruritus umumnya semakin buruk di malam hari dan setelah mandi air panas (Kenny, 2012). Bagian kulit yang diserang oleh parasit ini biasanya adalah

bagian kulit yang tidak berambut atau bagian kulit yang rambutnya jarang seperti pergelangan tangan, telapak tangan, jari-jari, siku, pantat, kaki, sekitar organ kelamin, puting susu, dan bagian pinggang badan. Akan tetapi apabila kuman ini menyerang anak-anak dibawah dua tahun, seluruh bagian kulit bisa terinfeksi. 2. Lesi kulit pada skabies a. Ruam Ruam biasanya muncul segera setelah gatal timbul dan biasanya berupa ruam merah kental seperti jerawat yang dapat muncul di manapun pada tubuh .

Gambar 9 Ruam pada skabies (Sumber : American Academy of Dermatology, 2010) Ruam ini biasanya sering ditemukan jelas di bagian dalam paha, bagian perut dan bokong, ketiak, serta sekitar areola mamae pada wanita (Kenny, 2012). Menurut American Academy of Dermatology (2010), ruam dapat menyebabkan benjolan kecil yang sering membentuk garis. Benjolan dapat terlihat seperti gatal-gatal, gigitan kecil, knot di bawah kulit, atau jerawat, bahkan pada beberapa orang dapat muncul patch bersisik. Tempat yang paling sering timbul gatal dan ruam adalah : - Telapak tangan : tungau menggali di dalam kulit antara jari-jari dan sekitar kuku. - Lengan : seperti pada siku dan pergelangan tangan. - Kulit yang ditutupi oleh pakaian atau perhiasan : pantat, garis sabuk, penis, dan kulit di sekitar puting, serta kulit yang ditutupi oleh gelang, gelang jam, atau cincin.

Gambar 10. Tipikal distribusi inflamasi papules pada orang dewasa dengan scabies (Sumber : Ganholm, et al., 2005) b. Kurnikulus Liang merupakan tempat kuman ini menyimpan telur telur. Liang tungau dapat terlihat pada kulit halus, gelap, atau garis berwarna keperakan dengan panjang sekitar 2-10 mm. Liang ini biasanya tidak terlihat hingga ruam atau gatal timbul. (Kenny, 2012)

Gambar 11. Terowongan skabies yang khas Adanya lesi yang khas, kurnikulus pada tempat predileksi, berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, terowongan panjangnya beberapa milimeter, berdiamater sekitar 1cm. Pada ujung liang biasanya ditemukan papul dan vesikel. Tempat predileksinya adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Bila pada seorang pria diduga terdapat skabies, hendaklah genitalianya selalu diperiksa. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan kaki. (Djuanda, 2007)

3. Luka / garukan Menggaruk karena rasa gatal dapat menyebabkan kerusakan kulit ringan berupa luka bisul dan luka bekas garukan. Menurut Handoko, R (2001) ada 4 tanda cardinal yang apabila terdapat dua tanda berikut, juga bisa mendiagnosis scabies, diantaranya adalah: a. Pruritus nokturna b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai carrier c. Adanya kunikulus pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. 1.

WOC (Web of Caution)

1. Pemeriksaan Diagnostik Ada beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk klien dengan scabies, diantaranya adalah: 1. Pemeriksaan fisik Scabies cenderung didiagnosis secara klinis dengan pemeriksaan visual kulit pasien secara head to toe. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengamati adanya gejala dan tampilan khas dari ruam kulit yang biasa ditimbulkan. (Kenny, 2012) 2. Pemeriksaan laboratorium Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan ditemukannya tungau atau telurnya pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk melakukan hal tersebut, terowongan harus ditemukan, dan hal ini biasanya perlu sedikit keahlian. Beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu: a. Kerokan kulit Minyak mineral (kalium hidroksida 10%) diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan bagian tepi scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah

mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif b. Teknik winkle picker Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu ujung jarum digerakkan dengan hati-hati berputar dalam vesikel tersebut. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar. c. Epidermal shave biopsy Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop. d. Tes tinta Burrow Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif. e. Kuretasi terowongan Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif. Diagnosis dapat dipastikan jika kutu dewasa, telur, atau scybala dapat terlihat. Diagnosis untuk kasus skabies norwegia relatif lebih mudah karena banyaknya jumlah kutu yang ada, tetapi beberapa kelupasan kulit mungkin perlu diambil untuk memastikan infestasi skabies pada seseorang pejamu normal karena mungkin hanya terdapat beberapa kutu. (Kathleen Meehan Arias, 2009) 1. Pentalaksanaan Terdapat beberapa penatalaksanaan yang tepat untuk menangani scabies, yaitu: 1. Pengobatan topikal Menurut Kenny (2012), pengobatan secara topical dapat dengan menggunakan krim/ lotion atau pelembab dingin (emolien), terutama jika mereka mengandung mentol. Hindari menerapkan krim steroid yang kuat, terutama jika diagnosis scabies belum pasti. a. Crotamiton cream 10 % Cream atau lotion crotamiton memiliki kualitas menenangkan dan dapat membantu untuk meringankan gatal. Bisa digunakan untuk anak anak di bawah usia 2 tahun dan wanita hamil atau menyusui dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 2 malam dan cuci sampai bersih 24 jam setelah pemakaian kedua..

Terapkan crotamiton 2-3 kali sehari (tapi hanya sekali sehari untuk anak-anak berusia di bawah tiga tahun). b. Desoximethason cream Desoximethason cream mengandung Desoximetasone 0,25%, merupakan suatu kortikosteroid ringan berfungsi sebagai antifisiogistik dan antipruritik yang dapatmeringankan peradangan dan membantu untuk meringankan gatal. Pemakaiannya dianjurkan 2 kali sehari pada seluruh tubuh. c. Permetrin 5% cream Permetrin 5% cream adalah permetrin dengan kadar 5% yang aman digunakan karena toksiknya lebih rendah jika dibandingkan dengan gameksan yang efektifitasnya sama. Aplikasi hanya sekali dan dianjurkan pemakaian pada malam hari atau diulang selama seminggu jika masih belum sembuh. Permetrin bekerja dengan cara memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Permetrin 5% cream merupakan pengobatan yang paling sering digunakan untuk pasien scabies, namun jika ada alergi permetrin dapat diganti dengan lotion malathion 0.5% aqueous liquid. Pengobatan ini bisa menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan terutama pada anak anak dibawah 12 tahun, ibu hamil, dan ibu yang menyusui. Oleh karena itu, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat ini. (Khrisna, 2013) 2. Pengobatan sistemik a. Antihistamin Pasien diberikan antihistamin tablet (Interhistin) 3x1 tablet sehari setelah makan, bertujuan untuk mengurangi rasa gatal yang timbul akibat proses alergi terhadap skabies dan diminum malam hari bertujuan untuk mengurangi gejala nokturnal pruritus pada pasien skabies. (Kenny, 2012). b. Antibiotic Penggunaan antibiotic pada pasien scabies bertujuan untuk mengatasi terjadinya infeksi terutama jika telah ditemukan adanya infeksi kulit sekunder. (Kenny, 2012). Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok avermectin yang diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan spektrum yang luas untuk parasit dan telah banyak digunakan untuk pengobatan skabies. Selain khasiatnya sebagai anti skabies, ivermectin juga dilaporkan efektif untuk mengurangi kejadian infeksi sekunder karena bakteri Streptococcus pyoderma yang menyertai skabies. Ruam-ruam merah akan meningkat pada tiga hari pertama pasca pengobatan juga sering dialami penderita scabies. Ivermectin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dengan bobot badan < 15 kg. Penatalaksanaan lainnya pada scabies berdasarkan pada subjek atau penderitanya adalah: 1. Penatalaksanaan pada pasangan seksual. Semua pasangan seksual diobati dengan lindane 1%, 1 oz larutan atau krim dioleskan setiap 8 jam. 2. Penatalaksanaan pada orang terdekat

Semua anggota keluarga harus diobati sebagai tindakan pencegahan selama semalam dengan gama benzen heksaklorida atau permetrin, meskipun tidak ada bukti lesi skabies dan pruritus. (Price&Wilson, 2005) 3. Penatalaksanaan pada bayi Karena terowongan tungau bisa terjadi pada kepala dan leher, maka mungkin perlu dilakukan perluasan pengolesan obat-obatan topikal ke tempat-tempat ini. Penggunaan malation tidak dianjurkan untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan, sedangkan permetrin tidak dianjurkan untuk bayi berusia kurang dari 2 bulan. (Brown&Burns, 2005). Karena sudah tersedia obat-obat yang tidak bersifat iritan, penggunaan benzil benzoat tidak direkomendasikan pada bayi, tetapi bila tetap hendak digunakan maka harus diencerkan untuk mengurangi sifat iritasinya. (Brown&Burns, 2005) 4. Penatalaksanaan pada wanita hamil Telah disepakati tentang adanya efek toksik yang potensial dari skabisida pada janin bila digunakan pada wanita hamil. Akan tetapi tidak didapatkan adanya bukti yang nyata bahwa skabisida topikal yang digunakan akhir-akhir ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya pada wanita hamil bila penggunaannya sesuai dengan aturan. Karena itu, dengan tidak pernah ditemukan keracunan pada bayi, maka penggunaan malation atau permetrin dianggap aman. (Brown&Burns, 2005) Setelah pengobatan biasanya rasa gatal akan masih ada selama 1-2 minggu, walaupun semua kuman sudah terbunuh. Rasa gatal ini bukan berarti pengobatan gagal akan tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang mengandung tungau alergenik terkelupas (Khrisna, 2013). Merupakan suatu hal yang paling penting untuk menerangkan kepada pasien dengan sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan, dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan. Pada bayi, orang-orang lanjut usia, dan orang-orang dengan imunokompromasi, terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. (Brown&Burns, 2005) 1. Cara Pencegahan Upaya terpenting yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya epidemi kasus skabies dalam lingkungan pelayanan kesehatan adalah dengan pengenalan dan pengobatan segera penderita yang terkena kasus skabies. (Arias, 2009) Mencuci sprei, selimut, handuk, dan baju yang dipakai penderita dengan air panas (setidaknya temperatur air harus mencapai 60 derajat untuk bisa membunuh kuman ini). Cara lain adalah dengan memasukkan ke mesin pengering baju selama 10 menit atau menyeterikanya juga bisa membunuh kuman kuman skabies. (Khrisna, 2013) Membersihkan barang-barang lain seperti sofa, kursi, kereta bayi/pram dengan spray anti insect atau membersihkan dengan air panas bersabun. Sebaiknya anak-anak

yang menderita skabies tidak dikirim ke sekolah, mereka bisa pergi ke sekolah lagi setelah pengobatan dilakukan. (Khrisna, 2013) 1.

Komplikasi 1. Infeksi sekunder bakteri streptokokus beta-hemolitikus. (Joyce L. Kee, 1996) Hal ini dikarenakan klien sering menggaruk kulit yang gatal yang dapat merusak permukaan kulit sehingga lebih rentan terhadap infeksi bakteri kulit, seperti impetigo yang memperlihatkan kondisi kulit kemerahan, meradang, dan panas. Menurut NHS (2012), infeksi pada scabies sering memperburuk beberapa kondisi kulit yang sudah ada sebelumnya, seperti eczema atau dermatitis atopik. Eczema ini adalah kelainan kulit kronis yang sangat gatal, menyebabkan kulit kering, serta terdapat inflamasi dan eksudasi. Namun hal ini tidak akan berpengaruh pada kondisi kulit lainnya setelah infeksi kudis telah berhasil diobati. Antibiotik dapat disarankan untuk mengendalikan infeksi sekunder. 2. Crusted scabies Crusted scabies adalah bentuk terparah kudis karena didapatkan ribuan atau bahkan jutaan tungau scabies didalam kulit. Ruam pada Crusted scabies tidak gatal namun dapat mempengaruhi semua bagian tubuh, termasuk kepala, leher, kuku dan kulit kepala. Crusted scabies sering terjadi dan resiko lebih tinggi pada seseorang yang memiliki sistem kekebalan yang lemah karena risiko penularannya sangat tinggi. Kontak fisik minimal dengan seseorang dengan Crusted scabies, atau dengan linen tempat tidur atau pakaian yang terkontaminasi bisa langsung menularkan. Crusted scabies dapat diobati dengan menggunakan krim insektisida atau obat oral ivermectin.

Gambar 12. Crusted scabies 1. Prognosis Wabah skabies sangat mengganggu jika kasus itu terjadi dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Kasus itu sering mengakibatkan pemberitaan yang buruk dan menjadi bahan berita di media massa, penggunaan obat-obatan profilaktik secara berlebihan dan munculnya rasa takut dan stres yang cukup berat pada petugas akibat stigma yang melekat sebagai pembawa penyakit dan kenyataan bahwa anggota keluarga mereka beserta kenalan yang lain juga sering ikut terinfeksi. Begitu wabah skabies dipastikan (ketika skabies telah didiagnosis melalui pengerokan kulit) suatu rencana pengendalian infeksi yang terkoordinasi dan cermat harus dijalankan. Rencana itu

hendaknya berupa upaya multidisiplin yang melibatkan mereka yang bertanggungjawab terhadap pengendalian infeksi dan kesehatan petugas dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Informasi mengenai tingkat keparahan wabah. Upaya pengendalian yang dilaksanakan harus dikomunikasikan secara konsisten dan sering kepada semua petugas untuk menghindari kepanikan dan kesalahpahaman, terutama jika wabah bersifat luas dan berkepanjangan. Sebaiknya diangkat seorang juru bicara untuk fasilitas pelayanan kesehatan tersebut agar informasi yang bertentangan tidak disebarluaskan pada petugas maupun masyarakat. (Arias, Kathleen Meehan 2009) BAB 3 ASUHAN KEPERAWATA KLIEN DENGAN SCABIES (TEORI) 1. Pengkajian Pada pengkajian dilakukan anamnesa dengan menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik secara langsung guna memperoleh data yang akurat. Pemeriksaan fisik pada sistem integumen sebaiknya menggunakan metode head to toe. 1. Data demografi Penyakit kulit ini menyerang kapada siapa saja yang tidak menjaga kebersihan. Dahulu di Indonesia penyakit ini seringkali dikaitkan dengan anak-anak yang tinggal di pesantren, alasanya karena mereka sangat kurang menjaga kebersihan dan sering bertukar barang pribadi antar santri. Prevalensi skabies di negara yang sedang berkembang sekitar 6% -27% pada populasi umum dan cenderung pada anak-anak. 2. Keluhan utama Pasien sering merasakan gatal pada malam hari dan ditemukannya lesi yang khas, berupa terowongan (kurnikulus) pada tempat-tempat predileksi dan tanda iritasi kemerahan. 3. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit ini disebabkan oleh karena infeksi parasit maka apabila keluaraga sebelumnya ada yang menderita penyakit ini dan tinggal dalam satu rumah dengan pasien maka kemungkinan besar pasien tertular oleh keluarga. 4. Riwayat kesehatan klien Penyakit kulit ini berhubungan dengan kebiasaan pasien dengan pola hidup bersih dan sehat yang mereka terapkan. Pasien yang mengalami penyakit ini biasanya memiliki kebiasaan hidup yang tidak bersih. 5. Status sosial ekonomi Perkembangan penyakit ini juga dipengaruhi juga oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah. 6.

Pemeriksaan fisik

Ditemukannya lesi yang khas, berupa terowongan (kurnikulus) pada tempat-tempat predileksi; berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garislurus atau berkelokkelok, rata-rata panjang 1cm pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. Tempat predileksi tungau ini adalah kulit dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagianbawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan kaki. 7. Pemeriksaan Penunjang a. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya. b. Melihat tungau dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. c. Membuat biopsy irisan dengan cara: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian buat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya. d. Lakukan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan. e. BIT (Burrow Ink Test) bisa juga menjadi indikasi terdapatnya scabies. Pada area yang dicurigai, oleskan atau goreskan tinta kemudian hapuskan dengan alcohol. Pada penderita scabies maka akan terdapat garis zig-zag pada persilangan terhadap terowongan. 1. No

Analisa Data Data

Masalah Keperawatan

Etiologi Infeksi parasit Sarcoptes scabiei pada kulit

1

DO: Pasien menggaruk Sensitisasi dan kulitnya yang sekreta gatal. Kemerahan pada tungau kulit. DS: Pasien mengeluh gatal pada beberapa bagian Timbul gatal tubuhnya.

terhadap ekskreta Kerusakan integritas kulit

Refleks menggaruk Adanya ruam kemerahan pada kulit 2

DO: pasien mengalami Infeksi parasite Sarcoptes gangguan tidur scabiei pada kulit DS : Gangguan pola tidur pasien mengeluhkan gatal-gatal pada malam

hari sehingga tidak bisa tidur dengan nyenyak Aktivitas tungau meningkat saat hospes dalam keadaan tidak beraktivitas

Pruritus nocturna (gatal di malam hari) Gangguan pola tidur Infeksi pasien

3

parasit

DO: Adanya ruam pada tubuh Kontak pasien pasien. Pasien sering sekitarnya kontak dengan sekitarnya. DS:-

pada

dengan Risiko penularan infeksi

Berpindahnya parasit Resiko infeksi 1. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya maserasi sekunder terhadap gatal yang ditimbulkan oleh infasi parasit. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder dengan rasa gatal (pruritus nokturna). 3. Risiko penularan infeksi berhubungan dengan kontak langsung pada penderita sekunder dengan perpindahan tungau. 1.

Rencana Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya maserasi sekunder terhadap gatal yang ditimbulkan oleh infasi parasit. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pada pasien tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit Kriteria hasil: a. Kemerahan pada kulit pasien mulai menghilang b. Rasa gatal pada pasien menjadi berkurang

Intervensi: 1. Hindari menggaruk pada bagian yang sakit untuk mengurangi peradangan. 2. Kolaborasi pemberian obat topikal pada tempat gatal untuk mengurangi rasa gatal. 3. Berikan health education pada pasien untuk mandi yang bersih. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder dengan rasa gatal (pruritus nokturna). Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pada pasien tidak mengalami gangguan pola tidur. Kriteria hasil: a. Rasa gatal pada pasien saat malam hari menjadi berkurang. b. Pasien dapat tidur dengan nyenyak dan pola tidur pasien terjaga Intervensi: 1. Anjurkan pasien untuk mandi secara bersih sebelum tidur. 2. Kolaborasi pemberian antihistamin tablet (Interhistin) 3x1 tablet sehari setelah makan, bertujuan untuk mengurangi rasa gatal yang timbul akibat proses alergi terhadap skabies dan diminum malam hari bertujuan untuk mengurangi gejala nokturnal pruritus pada pasien skabies. 3. Risiko penularan infeksi berhubungan dengan kontak langsung pada penderita sekunder dengan perpindahan tungau. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pada pasien tidak terjadi penularan pada orang disekitar pasien. Kriteria hasil: Skrining pada anggota keluarga menunjukan tidak terdapat tandatanda terinfeksi parsit skabies. Intervensi: 1. Menganjurkan pada klien agar pakaian dan peralatan lainnya yang terkontaminasi harus segera di bersihkan dengan air panas atau dry cleaned. Hal yang dapat dilakukan adalah mencuci benda-benda yang kontak langsung dengan penderita pada suhu di atas 50 °C dan gunakan pakaian atau peralatan yang sudah tidak terkontaminasi setelah melakukan pengobatan. 2. Menyarankan kepada anggota keluarga, pasangan seksual serta semua orang yang pernah kontak dengan pasien yang mengeluhkan gatal atau tidak untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan scabies harus dilakukan secara menyeluruh pada semua penderita dalam satu lingkungan dalam satu waktu. 1.

Evaluasi

1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan semua risiko yang mungkin terjadi dapat dihindari. 2. Setelah dilakukan intervensi keperawatan masalah dapat tertangani sebagian dan akan dilanjutkan hingga masalah dapat tertangani secara penuh. 3. Setelah diakukan intervensi keperawatan pasien dapat merasakan perubahan dalam keadaan yang lebih nyaman.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PEDIKULOSIS Pedikulosis ialah infeksi kulit atau rambut padamanusia yang disebabkan oleh pedikulus (termasuk family pediculidae), selain menyerang manusia, penyakit ini juga menyerang binatang, oleh karena itu dibedakan pediculus humanus dengan pediculus animalis. Pediculus ini merupakan parasit obligat artinya harus menghisap darah manusia untuk dapat mempertahankan hidup. A. Pengertian Infeksi kutu yang mengenai kepala, badan, dan pubis (mengenai daerah-darah yang berambut) Infeksi kulit atau rambut pada manusia yang disebabkan parasit obligat pediculus humanis (Arif Mansjoer, 2002) B. Klasifikasi 1. Pediculosis Kapitis a. Definisi Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh pediculus humanus var capitis (Ronny P Handoko) b. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang disebut pediculus humanus capitis pada kulit kepala. (Brunner & Suddarth) Tuma betina akan meletakkan telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur ini akan menetas menjadi tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan mencapai maturitasnya dalam tempo 2 minggu. b. Etiologi

JANTAN.

BETINA -

Infeksi kulit ini disebabkan oleh pediculus humanus var capitis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat, misalnya di asrama dan panti asuhan. Kondisi hygiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut yang relative susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita). c. Epidemiologi

-

-

Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin ialah jantan dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,2-3, mm dan lebar kurang lebih ½ panjangnya, jantan lebih kecil dan jumlahnya sedikit. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin keujung terdapat yang lebih matang. d. Cara penularan Melalui perantara benda: - Pakaian

-

Sisir Sikat yang dipakai bersama Wig Topi Perangkat tempat tidur yang terinfeksi e. Pathogenesis Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul karenapengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan kedalam kulit waktu menghisap darah.

Gejala klinis · tuma paling sering ditemukan di sepanjang bagian posterior kepala dan di belakang telinga. · Telur tuma ini dapat dilihat dengan mata telanjang sebagai benda yang berbentuk oval, mengkilap dan berwarna perak yang sulit dilepas dari rambut. · Gigitan serangga ini menyebabkan rasa gatal yang hebat dan garukan yang dilakukan untuk menghiulangkan gatal seringkali menimbulkan infeksi bakteri sekunder seperti impetigo serta furunkulosis. · Infestasi tuma lebih sering ditemukan pada anak-anak dan orang yang berambut panjang. Gejala yang muncul: · Rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. · Karena garukan, dapat terjadi erosi, ekskioriasi, dan infeksi sekunder (pus, krusta) · Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika)dan disertai pembesaran kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk. g. Diagnosis banding · Tinea kapitis · Pioderma (impetigo krustosa) · Dermatitis seboroika h. Prognosis Prognosis baik bila hygiene diperhatikan i. Pengobatan · Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati infeksi sekunder. · Menurut kepustakaan, pengobatan terbaik ialah secara topical dengan malathion 0,5 % atau 1 dalam bentuk losio atau spray caranya: malam sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai losio malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat (serit. Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur. Obat tersebut sulit didapat · Di Indonesia obat yang mudah didapat dan cukup efektif adalah krim gama benzene heksaklorida (gameksan=gammexan) 1 %. Cara pemakaiannya adalah: setelah dioleskan lalu didiamkan 12 jam, kemudian dicuci dan disisir dengan serit agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih terdapat telur, seminggu kemudian diulangi dengan cara yang sama. · Obat lain adalah zil benzoate 25 %, dipakai dengan cara yang sama. · Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunder dionati dulu dengan antibiotic sistemik dan topical. Dan kemudian disusul dengan pemberian

oabat dia atas dalambentuk shampoo. Hygiene merupakan syarat agar tidak terjadi residif. 2. Pedikulosis Korporis a. Definisi Infestasi kutu pedikulosis humanus korporis pada badan (Ronny P Handoko) b. Etiologi Pediculus humanus var corporis mempunyai jenis kelamin, yakni jantan dan betina, yang betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya, sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditremukan pada kepala. c. Epidemiologi Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan hygiene yang buruk, misalnya penggembala,disebabkan mereka jarang mandi atau jarang mengganti dan mencuci pakaian. Maka itu penyakit ini sering disebut penyakit vagabond. Hal ini disebabkan karena kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai baju tebal serta jarang dicuci. d. Cara penularan · Melalui pakaian · Pada orng yang dadanya berambut terminal kutu ini dapat melekat padarambut tersebut dan dapat ditularkan melalui kontak langsung. e. Pathogenesis Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini diebabkan oleh pengaruh liur dan ekskreta dari kutu pada waktu menghisap darah. f. Gejala klinis · Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. · Kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional. g. Diagnose banding Neurotic excoriation h. Prognosis Baik dengan menjaga hygiene i. Pengobatan · Krim gameksan 1 % yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi. Jika masih belum sembuh diulangi 4 hari kemudian. · Obat lain adalah emulsi benzyl benzoate 25 % dan bubukn malathion 2 %. · Pakaian agar direbus atau disetrika, maksudnya untuk membunuh telur atau kutu. Jika terdapat infeksi sekunder diobati dengan antibiotic secara sistemik dan topical. 3. Pedikulosis pubis a. Definisi Pediculosis pubis adalah infeksi rambut di daerrah pubis dan di sekitarnya karena phthirus pubis. Pediculosis pubis dulu dianggap phthirus pubis secara morfologis sama dengan pediculus, maka itu dinamakan pediculus pubis. Ternyata morfologi keduanya berbeda, phthirus pubis lebih kecil dan pipih. b. Etiologi Kutu ini juga mempunyai jenis kelamin, yang betina lebih besar daripada yang jantan.

Panjang sama dengan lebar 1-2 mm. c. Epidemiologi · Penyakit ini menyerang orang dewasa dan edapat digolongkan dalam penyakit akibat hubungan seksual (P. H. S. ) · Serta dapat pula menyerang jenggot dan kumis · Infeksi ini juga bias terjadi pada anak-anak, yaitu di alis atau bulu mata (misalnya blefaritis) dan pada tepi batas rambut kepala. d. Cara penularan Umumnya dengan kontak langsung e. Gejala klinis · Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal ini dapat meluas kedaerah abdomen dan dada, di situ dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut macula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata telanjangn dan susah untuk dilapaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. · Black dot yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitamini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria. · Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening. f. Diagnosis banding · Dermatitis seboroika · Dermatomikosis g. Prognosis Gejala gatal yang ditimbulkan sama dengan proses pada pedikulosis. h. Pengobatan · Krim gameksan 1 % · Emulsi benzyl benzoate 25 % yang dioleskan kemudian didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudian jika belum sembuh. · Sebaiknya rambut kelamin dipotong · Pakaian dalam direbus atau disetrika · Mitra seksual juga harus diperiksa jika perlu diobati.

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Biodata b. Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis · Keluhan atau gejala yang dirasakan. · Sejak kapan gejala dirasakan. · Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. · Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar kulit kepala, badan, dan pubis. · Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir, bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga. · Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah. · Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya) c. Pemeriksaan fisik

· Kepala Kulit kepala: ditemukan telur-telur di rambut pada oksiput dan di atas telinga (biasanya terdapat kurang dari 10 ekor kutu dewasa) Ditemukan impetigo sekunder dan furunkulosis. · Badan Terlihat jalur bekas garukan sejajar, perubahan-perubahan urtikaria, dan papula erithematosa yang awet, lesi tampak jelas punggung. Ditemukan kutu-kutu yang biasanya terdapat pada lipatan-lipatan pakaian dan jarang sekali di kulit. · Pubis Rambut pubis atau paha dihuni oleh beberapa buah telur (nits) saja atau sampai tak terhitung jumlahnya Ditemukan noktah-noktah hitam kecil yang merupakan titik-titik darah terhisap dalam kutu dewasa ataupun bagian kotorannya. d. Pemeriksaan penunjang · Pedikulosis capitis Diagnose pasti adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicarai di daerah oksiput dan temporal, telur berwarna abu-abu dan berkilat. · Pedikulosis corporis Diagnose pasti adalah menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. · Pedikulosis pubis Dilakukan pemeriksaan dengan perhatian khusus terhadap kemaluan kalau perlu dengan menggunakan kaca pembesar, biasanya ditemukan telur atau kutu bentuk dewasa. 2. Diagnose keperawatan a. Gangguan rasa nyaman (gatal) berhubungan dengan infeksi kutu. b. Gangguan body image berhubungan dengan adanya penyakit (pedikulosis). c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terjadinya infeksi berat pada kulit. d. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan risiko penularan. e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit, penyebab, pengobatan, dan pencegahan. 3. Intervensi keperawatan a. Diagnose 1 Tujuan : pasien dapat merasakan kenyamanan (rasa gatal berkurang). Intervensi : · Kaji kondisi kulit kepala, badan, pubis. · Anjurkan agar kulit pasien tetap kering. · Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan pakaian, alat mandi, tempat tidur dan sisir. · Anjurkan untuk membersihkan kepala atau rambut minimal 2xseminggu · Anjurkan untuk tidak menggaruk daerah yang gatal tetapi diusap · Kolaborasi medis untuk pemberian obat untuk mengatasi gatal. b. Diagnose 2 Tujuan : pasien dapat menerima perubahan yang ada pada dirinya NOC : citra tubuh criteria hasil : 1. Mengidentifikasi kekuatan personal

2. pengakuan terhadap perubahan actual pada penampilan tubuh 3. menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh 4. memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan personal Skala : 1. Tidak pernah 2. jarang 3. kadang-kadang 4. sering 5. positif NIC : penampilan citra tubuh Intervensi : 1. Beri motivasi untuk menerima keadaan dirinya 2. beri penjelasan bahwa penyakitnya dapat disembuhkan 3. jelaskan pentingnya perawatan kulit termasuk kepala, badan, dan pubis 4. berikan motivasi tentang percaya diri dan mencegah isolasi social c. Diagnose 3 Tujuan : pasien terhindar dari kerusakan kulit NOC : pengendalian risiko Criteria hasil : 1. Memantau factor risiko dari perilaku dan lingkungan yang memperaparah kerusakan integritas kulit 2. mengikuti strategi pengendalian risiko yang dipilih 3. mengenal perubahan status kesehatan 4. pasien mempunyai kulit yang utuh. Skala : 1. Tidak pernah 2. jarang 3. kadang-kadang 4. sering 5. konsisten NIC : surveilans kulit Intervensi : 1. Lakukan pengkajian kondisi kulit secara rutin 2. anjurkan untuk menjaga kulit agar tetap bersih 3. anjurkan untuk tidak menggaruk daerah yang gatal untuk mencegah terjadinya luka 4. anjurkan pasien untuk menggunakan sabun antiseptic 5. kolaborasi medis untuk mencegah infeksi berlanjut d. Diagnose 4 Tujuan : pasien dapat memelihara kesehatan dengan mencegah penularan Noc : perilaku sehat Criteria hasil : 1. Tidak terjadi penularan 2. mengidentifikasi potensial risiko 3. menyusun dan mengikuti strategi untukmemksimalkan kesehatan 4. berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan NIC : pedoman system kesehatan Intervensi : 1. Ajarkan pada pasien semua barang, handuk, perangkat tempat tidur yang mengandung kutu atau telurnya harus dicuci dengan air panas sedikitnya suhu 54 o C atau dicuci kering (dry cleaning) untuk mencegah infestasi ulang 2. ajarkan pada pasien, keluarga bahwa perabot, permadani, dan karpet yang berbulu harus

sering dibersihkan dengan vacuum cleaner 3. ajarkan pada pasien agar sisir dan sikat rambut harus di desinfeksi dengan shamppo 4. beritahu pada semua anggota keluarga yang berhubungan dengan dengan pasien untuk diobati 5. anjurkan pada keluarga untuk tidak menggunakan sisir pasien.

Pedikulosis Pediculosis Humanus var.capitis

Pediculosis Humanus var.carporis

Penthirus pubis

Pediculosis capitis

Pediculosis carporis

Pediculosis pubis

Melalui pakaian atau kontak langsung

Kontak langsung, hub seks, atau dg benda seperti pakaian, handuk, dan sprei

Benda Perantara: sisir, bantal, kasur, topi, wig, sprei Menyerang kulit kepala Pediculus Humanus var.capitis betina menetaskan telurnya

Menyerang kulit badan dan pubis

Telur melekat pada rambut

Menggigit dan menghisap darah

Menetas dalam 2 minggu

Mengeluarkan liur & eksreta dan melekat pd kulit badan & pubis

Pediculus Humanus var.capitis muda MK: Gangguan rasa nyaman Gatal Menghisap dan menggigit kulit kepala

Klien menggaruk kepala

MK: Gangguan pola tidur

Bercak-bercak kemerahan & keabuan pada kulit badan dan pubis

Ulkus, erosi ekskovrasi

MK: Kerusakan integritas kulit

MK: Kurang Pengetahuan Mengenai Proses Penyakit MK: Gangguan Body Image

Related Documents

Cl
October 2019 68
Cl
June 2020 42
Cl
May 2020 41
Cl
June 2020 30
Cl Pronouns2
November 2019 51

More Documents from "Kamolpan Jammapat"