Ckd Malnutrisi.docx

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ckd Malnutrisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,264
  • Pages: 27
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN MALNUTRISI DAN TINDAKAN HEMODIALISA

1. CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) A. Definisi CKD atau biasa dikenal sebagai gagal ginjal kronik adalah progresifitas lambat dari fungsi ginjal selama beberapa tahun yang akhirnya pasien memiliki gagal ginjal permanen. Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), gagal ginjal kronik adalah kerusakan pada organ ginjal dimana terjadi penurunan tingkat filtraasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate - GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 dalam kurun waktu 3 bulan atau lebih. CKD atau gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut dan kronik. Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006). Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen dalam darah), dan dapat terjadi pada individu yang rentan, nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pamakaian harian obat-obatan analgesik selama bertahun-tahun. B. Klasifikasi Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), gagal ginjal kronis dapat diklasifkasikan berdasarkan sebabnya, yaitu sebagai berikut:

1

Klasifikasi Penyakit

Penyakit

Penyakit infeksi dan peradangan

Pielonefritis

kronik,

Glomerulonefritis Penyakit Vaskuler hipertesif

Nefrosklerosis

benigna,

Nefrosklerosis

maligna,

Stenosis

arteri renalis Gangguan jaringan penyambung

Lupus

eritematosus

sistemik,

nodusa,

Sklerosis

Poliartritis

sistemik progresif Gangguan kongenital dan heredite

Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolik

Diabetes melitus, Gout disease, Hipertiroidisme

Nefropati toksi

Penyalahgunaan

analgesic,

Nefropati timbale Nefropati obstruksi

Saluran kemih bagian atas: kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperineal. Saluran

kemih

bagian

bawah:

hipertropi prostat, striktur uretra, anomali leher kandung kemih dan uretra. Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium (Suharyanto dan /adjid, 2009), yaitu: 1. Stadium I : dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti. 2. Stadium II : dinamakan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25% dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal.

Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul. 3. Stadium III : dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala

yang

timbul

karena

ginjal

tidak

sanggup

lagi

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik. Berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010). 1. Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2) Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat di deteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama

penyakit

ginjal

ini,

tujuan

pengobatan

adalah

untuk

memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. 2. Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2) Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan lain. 3. Stadium 3 : sedang (GFR 30-59 ml/min/1,73 m2) Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.

4. Stadium 4: gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2) Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut kita. atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok. 5. Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR < 15 ml/min/1,73 m2) Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal. GFR normal adalah 90-120 ml/min/1,73 m2. Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009 dalam Desita, 2010). Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010). Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005). Kadar BUN dapat diukur dengan rumus berikut (Hosten, 1990):

28

BUN = Urea darah 𝑥 60 C. Etiologi Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis hipertensi essensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20%. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari wanita, umur 20-40 tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal. a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,

glomerulonefritis

dibedakan

primer

dan

sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006). b. Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator , karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2008). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal. d. Ginjal Polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

e. Obstruksi saluran kemih Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi pada daerah intrarenal sampai uretra. obstruksi ini bila ditemukan harus sedapat mungkin diperbaiki dengan segera. f. Infeksi traktus urinarius Infeksi traktus urinarius secara sendiri jarang memperburuk GGK, kecuali infeksi yang sangat berat. biasanya infeksi memperburuk faal ginjal bila disertai dengan obstruksi, sehingga perbaikannya pun harus terpadu. D. Patofisiologi Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama.

Penyakit ini

menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.

Sklerosis nefron ini

diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009). Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomelurus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorbsi akibat diuresis osmotik disertai poliuru dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguria timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul

gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 8090%.

E. Faktor Resiko Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2015). F. Manisfestasi Klinis a.

Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensinaldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher, frekuensi jantung yang tidak regular akibat hiperkalemia.

b.

Integumen

yaitu

yang

ditandai

dengan

warna

kulit

abu-abu

mengkilat,kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar c.

Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal seta pernapasan kussmaul

d.

Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI

e.

Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapakkaki, serta perubahan perilaku

f.

Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-fosfor, serta foot drop.

g.

Reproduksi yaitu ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler (SmeltFer, 2008 : Suyono, 2008).

G. Komplikasi Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah: 1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit berlebih 2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat 3. Anemia akibat penurunan eritropoitin. 4. Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh 5. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan

H. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. a) Analisa urin dan kultur Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT. - Pemeriksaan

urine

24

jam,

memperlihatkan

penurunan

pembersihan kreatinin - Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi hari atau sewaktu b) Ureum, kreatinin serum, CCT (fungsi ginjal) - BUN (Blood ureum nitrogen) dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan

peningkatan,

kalium

meningkat,

meningkat, kalsium menurun, protein menurun c) Hemopoesis: Hb, Ht, faktor pembekuan - Hematokrit dan hemoglobin turun

magnesium

d) Elektrolit, AGD 2. Penunjang a. Pemeriksaan pencitraan ginjal untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut b. Pielografi Intra Vena(PIV) dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter c. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) Untuk melihat kemungkinan hipertrofi Ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa. d. Foto Polos Abdomen Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. e. Pemeriksaan Foto Dada Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial. I. Penatalaksaan a. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit b. Menimbangan berat badan setiap hari c. Batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr. d. Mengkaji daerah edema e. Melakukan pengukuran EKG, mengindikasi adanya hiperkalemiac.  Terapi Umum 1) Cairan dan Elektrolit - Edema : Asupan garam di batasi bila edema terjadi - Hipertensi : Hipertensi sedang maupun berat diatasi dengan obat hipertensi standard.

- Gagal Jantung Kongestif : Terjadi penimbunan cairan dan natrium karena itu di berikan pembatasan asupan natrium/ diberikan diuretik 2) Medikamentosa a. Terapi Simtomatik Terapi ini hanya ditujukan untuk meminimalkan gejala ysng timbul pada pasien tetapi tidak mengatasi kausa dari penyakit GGK. b. Terapi Pengganti Ginjal - Dialisis Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai ekskresi - Hemodialisa Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien di pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel

buatan

dengan

kompartemen

dialisat.

Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi cairan dengan komposisi cairan elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami

perubahan

konsentrasi

karena

zat

terlarut

berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah.

Konsentrasi

zat

terlarut

sama

di

kedua

kompartemen(difus) pada proses dialisis,air juga akan berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi. Selama proses dialisis pasien akan terpajang

dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap dialisis,dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam. terdapat dua jenis cairan dialsis yang sering di gunakan yaitu cairan bikarbonat dan asetat, selain itu ditambahkan pula heparin untuk mencegah terjadinya trombus - Dialisis Peritoneal Yakni menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah difiltrasi. dengan menggunakan kateter peritoneum untuk di pasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter terletak dalam kavum douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis masuk kedalam peritoneum melalui kateter tersebut. membran peritoneum bertindak sebagai membran dialisis yang memisahkan antara cairan dialisis dalam kavum peritoneum dengan plasma darah dalam pembuluh darah di peritoneum.

Sisa-sisa

metabolisme

seperti

ureum,kreatinin,kalium dan toksin lain yang dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan tertimbun dalam plasma darah. Karena kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui membran peritoneum dan akan masuk kedalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh. setiap cairan dialisat yang sudah dikeluarkan diganti dengan cairan dialisat baru. - Transplantasi Ginjal Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti pada GGK tahap akhir, dengan transplantasi ginjal dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi ginjal yakni faal ekskresi dan faal endokrin, sehingga tercapai tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik yang akan meningkatkan harapan hidup. Keberhasilan trasplantasi ginjal

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan : donor ginjal yakni donor hidup, donor jenazah: resipien ginjal,etiologi gagal ginjal,faktor imunologi,golongan darah ABO serta kelas kompleks histokompatibilitas mayor.

2. MALNUTRISI PADA PASIEN DIALISIS A. Pendahuluan Penatalaksanaan nutrisi pada penderita Penyakit Ginjal Kronis (PGK) yang belum memerlukan dialisis merupakan bagian dari pengelolaan konservatif penderita PGK. Tujuan penatalaksanaan nutrisi pada penderita pra-dialisis adalah mencegah timbunan nitrogen, mempertahankan status gizi yang optimal untuk mencegah terjadinya malnutrisi, menghambat progresifitas kemunduran faal ginjal serta mengurangi gejala uremi dan gangguan metabolisme.Status nutrisi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan pada saat penderita membutuhkan inisiasi dialisis karena merupakan prediktor untuk hasil akhir yang bisa dicapai dan adanya malnutrisi protein-energi merupakan faktor risiko mortalitas. Tergantung pada petanda nutrisi yang digunakan dan populasi yang diteliti,diperkirakan 50%- 70% penderita dialisis menunjukkan tanda dan gejala malnutrisi. Dibutuhkan kerjasama antara dokter, perawat dan ahli gizi dalam edukasi perubahan pola diit antara masa sebelum dan sesudah menjalani dialisis, penatalaksanaan kebutuhan nutrisi serta mengatasi faktorfaktor yang ikut berperan dalam terjadinya malnutrisi.

B. Malnutrisi Pada Pasien Dialisis Malnutrisi protein-energi atau protein-energy malnutrition (PEM) adalah kondisi berkurangnya protein tubuh dengan atau tanpa berkurangnya lemak, atau suatu

kondisi

terbatasnya

kapasitas

fungsional

yang

disebabkan

oleh

ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrient, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan, dan

hilangnya massa tubuh. Dengan demikian, PEM yang terjadi pada pasien PGK yang menjalani dialisis seharusnya dapat diperbaiki dengan memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pada dasarnya malnutrisi disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang, kehilangan nutrient meningkat, dan atau katabolisme protein yang meningkat. Dalam keadaan normal, inflamasi adalah suatu respon yang bersifat protektif. Ini merupakan mekanisme pertahanan penting pada injury akut, dan biasanya akan berkurang ketika terjadi perbaikan. Akan tetapi inflamasi menjadi berbahaya bila terjadi kronis. Buktibukti menunjukkan bahwa pada pasien dialisis yang malnutrisi didapatkan peningkatan petanda inflamasi dan sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti CRP dan IL6. Adanya inflamasi dikaitkan dengan anoreksia yang terjadi pada pasien dialisis. Inflamasi kronis juga bisa meningkatkan kecepatan penurunan protein otot skeletal ataupun yang ada dijaringan lain, mengurangi otot dan lemak, menyebabkan hipoalbumin dan hiperkatabolisme dimana kesemuanya tadi akan menyebabkan kidney disease wasting (KDW). Adanya status nutrisi yang buruk akan menyebabkan penderita malaise dan fatigue, rehabilitasi jelek, penyembuhan luka terganggu, kepekaan terhadap infeksi meningkat dan angka rawat tinggal dan mortalitas juga meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya PEM: 1) Asupan nutrisi kurang a. Restriksi diit berlebihan b. Pengosongan lambung lambat dan diare c. Komorbid medis lainnya d. Kejadian sakit dan rawat inap yang berulang e. Asupan makanan lebih menurun pada hari-hari dialisis f. Obat-obat yang menyebabkan dispepsia (pengikat fosfat, preparat besi) g. Dialisis tidak adekuat h. Depresi i. Perubahan sensasi rasa

2) Kehilangan nutrient meningkat a. Kehilangan darah melalui saluran cerna b. Kehilangan nitrogen intradialytic 3) Katabolisme protein meningkat a. Kejadian sakit dan rawat inap yang berulang b. Komorbid medis lain c. Asidosis metabolik d. Katabolisme yang dikaitkan dengan hemodialisis e. Disfungsi dari the growth hormone-insulin growth factor endocrine axis f. Efek katabolik beberapa hormon (hormon parathyroid, kortisol, glukagon)

3. HEMODIALISA A. Definisi Hemodialisa Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012) Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012) Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi

pengganti

ginjal

(renal

replacement

therapy/RRT)

dan

hanya

menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada

penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat

dibedakan

menjadi

3

yaitu:

HD

darurat/emergency,

HD

persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).

B. Tujuan Hemodialisa Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

C. Indikasi Hemodialisa Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007): 1. Kegawatan ginjal a) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi b) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam) c) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam) d) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l) e) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l) f) Uremia ( BUN >150 mg/dL) g) Ensefalopati uremikum h) Neuropati/miopati uremikum

i) Perikarditis uremikum j) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L k) Hipertermia 2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis. 3. Indikasi Hemodialisis Kronik Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007): a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah. c. adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot. d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan. e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

D. Prinsip Hemodialisis Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. 1) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat. 2) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat. 3) Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat. Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi

berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011).

E. Cara Kerja Hemodialisa Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen: 1) kompartemen darah, 2) kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007). Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membrane semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007).

F. Komplikasi Hemodialisis a. Komplikasi akut: Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal,

demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007). b. Komplikasi kronis: Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi, anemia, renal ostedystrophy, Neuropaty, disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, Gangguan perdarahan, infeksi.

4. ASUHAN KEPERAWATAN 1) Pengkajian  Aktifitas /istirahat Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah klien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas, misalnya karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medula spinalis.  Sirkulasi Kaji terjadinya peningkatan tekanan darah nadi, yang disebabkan nyeri, ansietas atau gagal ginjal. Daerah perifer apakah teraba hangat, merah atau pucat. Eliminasi kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat BAK. Keinginan/dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria, piuri atau perubahan pola berkemih.  Makanan/cairan Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.  Nyeri/kenyamanan Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di region sudut kosta vertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha, genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.  Keamanan Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat demam atau menggigil.  Riwayat penyakit

Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit, usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebih kalsium atau vitamin D (Haryono, 2013: 66). a. Pengkajian fisik - Penampilan / keadaan umum: Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma. - Tanda-tanda vital: Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler. - Antropometri: Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan. - Kepala: Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor. - Leher dan tenggorok: Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher: - Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung. - Abdomen: Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit. - Genital: Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.

- Ekstremitas: Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik. - Kulit: Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis. 2) Diagnosa keperawatan  Pre Hemodialisa 1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal 2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan mual, muntah efek sekunder dari nyeri. 3. Nyeri berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal. 4. Perubahan pola miksi berhubungan dengan retensi urine 5. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru. 6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah. 7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder. 8. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan 9. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner. 10. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi  Intra Hemodialisa 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan natrium. 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatas gerak 4. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur infasif 5. Risiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi

 Post Hemodialisa 1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif 2. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh 3. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik 3) Rencana Keperawatan  Pre Hemodialisa No

Diagnosa

Noc

Nic

keperawatan 1

Resiko ketidakseimbangan

- Keseimbangan elektrolit dan asam basa

Manajemen elektrolit - Lakukan dialisis jika perlu

elektrolit

- Keseimbangan cairan

- Konsultasikan dengan ahli gizi

berhubungan

- Hidrasi

untuk memberikan diet

dengan disfungsi

Setelah dilakukan tindakan

pembatasan natrium.

ginjal

keperawatan selama 1x24 jam

- Pantau hasil laboratorium yang

pasien mampu untuk:

relevan terhadap retensicairan

Tercapainya keseimbangan

(misalnya, peningkatan berat

elektrolit dan asam-basa, dengan

jenis urine, peningkatan BUN,

indikator:

penuranan hematocrit dan

- Jumlah elektrolit serum dalam batas normal - Tanda-tanda vital seperti

peningkatan kadar osmolalitas urine) - Observasi khususnya terhadap

nadi dan pernapasan

kehilangan cairan yang tinggi

dalam batas normal.

elektrolit (misalnya diare,

- pH urine dalam batas normal Tercapainya keseimbangan cairan, dengan indikator: - Tidak ada asites - Tidak ada edema perifer

drainasse luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan drainasse ileustomi) - Laporkan abnormalitas elektrolit Pemantauan elektrolit

- Berat badan dalam keadaan stabil

- Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi

- Mempertahankan output

elektrolit (misalnya diare,

urine yang sesuai dengan

drainase luka, pengisapan

usia dan BB, BJ urine

nasogastrik, diaforesis,

normal, HT normal

draninase ileostomi) - Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas kulit

2

Risiko

Setelah dilakukan tindakan

ketidakseimbangan

keperawatan selama 1x24 jam

kulit, berat badan, dan derajat

nutrisi kurang dari

diharapkan nutrisi dapat teratasi

penurunan berat badan,

kebutuhan

dengan kriteria hasil:

integritas mukosa oral,

berhubungan mual,

- mampu mengidentifikasi

kemampuan menelan, riwayat

muntah efek

kebutuhan nutrisi

mual/muntah, dan diare.

sekunder dari nyeri

-tidak ada tanda-tanda

kolik.

malnutrisi

biasa yang disukai klien (sesuai

-tidak terjadi penurunan berat

indikasi).

badan yang berarti

- Kaji status nutrisi klien, turgor

- Fasilitas klien memperoleh diet

- Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu). - Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi atau pemeriksaan peroral. - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat. - Kolaborasi untuk pemberian anti-muntah

 Intra Hemodialisa No 1.

Diagnosa

NOC

NIC

Nyeri akut

- Pain Level,

Pain Management

berhubungan

- pain control,

- Lakukan pengkajian nyeri

dengan agen injuri

- comfort level

secara komprehensif termasuk

setelah dilakukan tindakan

lokasi, karakteristik, durasi,

keperawatan selama 1x 24 jam

frekuensi, kualitas dan faktor

diharapkan nyeri berkurang

presipitasi

dengan Kriteria Hasil: - Mampu mengontrol nyeri

- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Gunakan teknik komunikasi

(tahu penyebab nyeri,

terapeutik untuk mengetahui

mampu menggunakan tehnik

pengalaman nyeri pasien

nonfarmakologi untuk

- Kurangi faktor presipitasi nyeri

mengurangi nyeri, mencari

- Pilih dan lakukan penanganan

bantuan) - Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri - Mampu mengenali nyeri

nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) - Ajarkan tentang teknik non farmakologi - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

(skala, intensitas, frekuensi

- Tingkatkan istirahat

dan tanda nyeri)

- Kolaborasikan dengan dokter

- Menyatakan rasa nyaman

jika ada keluhan dan tindakan

setelah nyeri berkurang

nyeri tidak berhasil

- Tanda vital dalam rentang normal

 Post Hemodialisa No

Diagnosa

NOC

NIC

1.

Resiko Infeksi

- Immune Status

Infection Protection (proteksi

berhubungan dengan

- Knowledge : Infection

terhadap infeksi)

prosedur infasif

control - Risk control Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1x24 jam diharapkan klien terhindar dari resiko infeksi dengan Kriteria Hasil : - Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi - Jumlah leukosit dalam batas normal

- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung granulosit, WBC - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah - Laporkan kecurigaan infeksi

DAFTAR PUSTAKA Anjani.(2011). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Batu Ginjal. Di unduh di http://www.dokterumum.net/bedah/diagnosis-dan-penatalaksanaanpada-penyakit-batu-ginjal.html tanggal 15 maret 2013 jam 10.07 Arita

Morwani.(2011).Perawatan Publising:Yogyakarta

Pasien

Penyakit

Dalam.Gosyen

Corwin Ej. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi revisi 3. Jakarta: EGC Daunges. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Gebhart, J.B. (2010). Urologic Surgery for the Gynecologist and Urogynecologist. Jakarta: Saunders. Lyndon

Saputra,dr.(2012).Medikal Aksara:Tangerang

Bedah

Renal

dan

Urologi.Binarupa

Mutaqqin A. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika NANDA International.(2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20152017, edisi 10. Jakarta: EGC Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnosess definitions and classification 20152017. United Kingdom: Blackwell. Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012 Jevuska. 2012. Gagal Ginjal Kronik atau CKD: Pengertian dan klasifikasi. Desember 2015. Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L.& Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fourth edition, Missouri: Mosby Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi., dan Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Related Documents

Ckd
April 2020 22
Ckd Lp.docx
April 2020 17
Ckd Sesak.docx
November 2019 31
Ckd Malnutrisi.docx
May 2020 13
Ckd Revisi.docx
December 2019 24
Ckd Nyeri.docx
November 2019 32