CRITICAL JOURNAL REVIEW MK. PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA
SKOR NILAI :
Kewenangan Organ Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan (Puskasi FH Universitas Widyagama Malang , 2011)
NAMA MAHASISWA : ANGGRENI TIODA SITANGGANG NIM
: 3183311002
DOSEN PENGAMPU : Dra. Yusna Melianti, M.H MATA KULIAH
: PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL– UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MARET 2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... i BAB I .............................................................................................................................................. 3 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3 A. Rasionalisasi Pentingnya CJR ................................................................................................ 3 B. Tujuan Penulisan CJR ............................................................................................................ 3 C. Manfaat CJR ........................................................................................................................... 3 D. Informasi Bibliografi .............................................................................................................. 4 Jurnal Utama ............................................................................................................................... 4 BAB II............................................................................................................................................. 5 RINGKASAN ISI ARTIKEL ......................................................................................................... 5 A. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 5 B. Deskripsi Isi ......................................................................................................................... 6 BAB III ......................................................................................................................................... 12 PEMBAHASAN/ANALISIS ........................................................................................................ 12 A. Pembahasan isi journal ...................................................................................................... 12 B. Kelebihan dan Kekurangan Isi Artikel Journal .................................................................. 14 BAB IV ......................................................................................................................................... 15 PENUTUP..................................................................................................................................... 15 A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 15 B. SARAN .............................................................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17
2
BAB I PENDAHULUAN A. Rasionalisasi Pentingnya CJR
Dalam kurikulum KKNI yang berlaku sekarang ini, terdapat 6 tugas yang harus dipenuhi mahasiswa. Salah satunya tugas CJR (Critical Jurna Review). Critical Jurna Review (CJR) adalah sarana untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam hal me-review sebuah jurnal, tidak hanya isi jurnal yang dikritik tetapi juga bagian cover hingga tata tulis dan penggunaan bahasa. Pembuatan Critical Jurnal Review ini bertujuan untuk melatih dan mengasah kemampuan menganalisis buku yang satu dengan buku lainnya dengan cara membaca buku tersebut, meringkasnya, dan mencari kelemahan dan kelebihan jurnal serta membandingkan isi jurnal satu dengan jurnal lainnya yang sejenis tetapi berbeda penerbit atau pengarangnya. Dengan begitu, kita dapat mendapatkan suatu informasi ataupun dapat menggabungkan informasi dari jurnal pembanding. Dengan melakukan CJR, kita dilatih untuk berpikir kritis. B. Tujuan Penulisan CJR Dalam menyelesaikan tugas KKNI dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
serta
menambah pengetahuan tentang bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan di dalam jurnal pembanding serta meningkatkan wawas kita mengenai pendidikan kewarganegaraan di Indonesia ini serta menguatkan pemikiran kita mengenai pendidikan kewarganegaraan yang sebagai mahasiswa harus dapat mengimplementasikannya kepada masyarakat luas. C. Manfaat CJR Agar mahasiswa dapat memilah dan memberi saran tentang isi jurnal yang dibaca serta CJR juga melatih mahasiswa agar berpikir secara kritis dalam memilih referensi bacaan bukan asalasal baca saja tetapi mahaswa juga harus melihat apakah isi jurnal yang di baca sudah benar keakuratannya atau belum. Serta CJR juga melatih mahasiswa dalam menulis dan mengarang kata kata yang bias di salurkan.
3
D. Informasi Bibliografi Jurnal Utama 1. Judul Artikel
: Kewenangan Organ Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
2. Nama Journal
: Jurnal Konstitusi
3. Tahun Terbit
: 2011
4. Pengarang Artikel
: Lukman Hakim
5. Penerbit
: Puskasi FH Universitas Widyagama Malang
6. Kota Terbit
: Malang
Jurnal Pembanding 1. Judul Artikel
: Pemikiran Hukum Tata Negara Fazlur Rahman
2. Nama Journal
: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam
3. Tahun Terbit
: 2014
4. Pengarang Artikel
: Ma’mun Mu’min
5. Penerbit
: Yudisia
6. Kota Terbit
: STAIN Kudus
4
BAB II RINGKASAN ISI ARTIKEL A. PENDAHULUAN
Negara adalah suatu organisasi masyarakat untuk mengatur kehidupan bersama. Untuk mencapai tujuan bersama itu disusun suatu tatanan pemerintahan sebagai sarana pelaksana tugas negara, beserta pembagian tugas dan batas kekuasaan. Pemerintah atau administrasi negara adalah suatu abstraksi yang oleh hukum dipersonifikasi dan diangkat sebagai realita hukum. Sebagai suatu abstraksi, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan-tindakannya tanpa melalui organnya. Sedangkan apabila dipandang dari sisi tanggung jawab dan kewajiban finansial yang timbul dari tindakan pemerintah, pendekatan kelembagaan badan hukum publik yang menjadi induk dari badan atau pejabat pemerintahan juga penting. Karena badan hukum ini yang menanggung akibat finansial dari tindakan pemerintah melalui pejabatnya. Di sisi lain besarnya beban tugas pemerintah dalam negara kesejahteraan membutuhkan pula kekuasaan dan hubungan yang bertanggung jawab melalui ketentuan hukum yang lahir dari kehendak rakyat. Pejabat atau Badan Pemerintah Sebagai Organ Negara.
Dalam hukum administrasi positif
Indonesia tepatnya pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 digunakan istilah “badan” atau “pejabat” untuk menyebut organ itu. Dikatakan bahwa: “badan atau pejabat tata usaha negara adalah pelaksana urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pengertian “badan” menurut pengertian bahasa adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan untuk mengerjakan sesuatu.1 Padanan kata “badan” dalam bahasa antara lain adalah “orgaan”.2 Pengertian “orgaan” sebagai istilah hukum adalah sebagai alat perlengkapan, artinya adalah “orang” atau “majelis” yang terdiri dari orang-orang yang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar berwenang mengemukakan dan merealisasikan kehendak badan hukum. Dengan perantaraan alat perlengkapan itu badan hukum ikut mengambil bagian dalam lalu lintas hukum.3 Pengertian “pejabat” menurut pengertian bahasa adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan (unsur pimpinan).4 Dalam bahasa Belanda istilah “pejabat” disalin antara lain menjadi “ambtdrager”5, yang diartikan sebagai orang yang diangkat dalam dinas pemerintah (negara, propinsi, kotapraja, 5
dan sebagainya).6 Frederick Robert Bohtlingk sebagaimana yang dikutip S.F. Marbun dalam disertasinya, berpendapat bahwa pengertian “orgaan” adalah: “…verstaat men; ieder persoon of college, met enig openbaar gezag bekleed, of; ieder persoon die bevoegd is de overheid door rechtshandelingen te verbiden, of iets dergelijks” (…kita maksudkan adalah setiap orang atau badan, yang memiliki kekuasaan umum: atau setiap orang yang berwenang untuk menghubungkan kekuasaan melalui tindakan hukum, atau yang mirip dengan itu).” Secara istilah banyak pakar yang mendefinisikan hukum tata negara, seperti J.H.A. Logemann, mengartikan hukum tata negara sebagaui serangkaian kaidah hukum mengenai jabatan atau kumpulan jabatan di dalam negara dan mengenai lingkungan berlakunya hukum dari suatu negara. Jadi hukum tata negara ialah hukum organisasi negara. (Cristine Kansil,2009) Menurut van Apeldoorn adalah hokum yang menunjukkan orang yang memegang kekuasaan pemerintahan dan batas-batas kekuasaan. (Titok Soembodo, 1988) Menurut W.F. Prins hukum tata negara adalah hukum yang menentukan aparatur negara yang fundamental dan langsung berhubungan dengan setiap warga negara (Crinstine Cansil, 2009). Menurut Cristian van Vollenhoven hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang tata cara distribusi kekuasaan negara. (Cristine Kansil,2000) Berbeda dengan para pakar hukum tata negara dari Belanda seperti di atas, menurut pakar hukum tata negara dari Inggris, seperti A.V. Dicey, hukum tata negara adalah seluruh pelaturan yang secara langsung atau tidak langsung mengenai pembagian kekuasaan dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara. Menurut pakar hukum dari Prancis, seperti Maurice Duverger, hukum tata negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari tugas-tugas politik suatu lembaga negara. (Rozikin Daman, 1993) Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum tata negara pada dasarnya adalah suatu sistem atau peraturan yang membicarakan tentang bagaimana suatu administrasi negara dijalankan secara baik dan benar, epektif dan efisien. Baik menurut para pelaku dan pengguna hukum dan benar sesuai dengan sistem perundang-undangan yang berlaku di suatu negara.
B. Deskripsi Isi Jurnal Utama
6
1. Pejabat atau Badan Pemerintah Sebagai Organ Negara. Dalam hukum administrasi positif Indonesia tepatnya pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 digunakan istilah “badan” atau “pejabat” untuk menyebut organ itu. Dikatakan bahwa: “badan atau pejabat tata usaha negara adalah pelaksana urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pengertian “badan” menurut pengertian bahasa adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan untuk mengerjakan sesuatu.1 Padanan kata “badan” dalam bahasa antara lain adalah “orgaan”.2 Pengertian “orgaan” sebagai istilah hukum adalah sebagai alat perlengkapan, artinya adalah “orang” atau “majelis” yang terdiri dari orang-orang yang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar berwenang mengemukakan dan merealisasikan kehendak badan hukum. Dengan perantaraan alat perlengkapan itu badan hukum ikut mengambil bagian dalam lalu lintas hukum. 2. Kedudukan Pejabat atau Badan Sebagai Organ Negara Dalam Sistem Pemerintahan. Dari sisi pandang lain ada pendapat bahwa untuk menentukan seseorang atau suatu badan sebagai pejabat yang mengikat administrasi, tidak ditentukan semata-mata dari kedudukan dalam struktur pemerintahan. Mengenai hal ini Indroharto15 menjelaskan arti “badan” atau “pejabat” (jabatan) tata usaha negara menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undangundang No. 9 Tahun 2004 sebagai berikut:16 “Untuk menangkap yang dimaksud dengan badan atau jabatan tata usaha negara sebagai organ dari suatu lembaga hukum publik dapat kita dekati dengan dua cara: Pertama sebagai organ-organ dari suatu lembaga hukum publik yang menjadi induknya; Kedua sebagai jabatan-jabatan tata usaha negara yang memiliki wewenang-wewenang pemerintahan. Dalam banyak hal antara keduanya adalah identik satu dengan yang lain, tetapi tidak selalu demikian. Untuk hukum tata usaha negara cara pendekatan kedua yang mempunyai arti penting. 3.
Karakter Fungsi Dan Tugas Pemerintahan.
Perkembangan wewenang pemerintah
dipengaruhi oleh karakteristik tugas yang dibebankan kepadanya. Tugas pemerintah adalah mengikuti tugas negara, yaitu menyelenggarakan sebagian dari tugas negara sebagai organisasi kekuasaan. Dalam khazanah ilmu-ilmu kenegaraan terdapat beberapa macam dari tugas negara. Mac Iver mengemukakan tiga tugas pemerintah dengan menggolongkan menjadi:18 (1) cultural function; (2) general welfare function; (3) economic control function. Sedangkan Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa tugas pemerintah bergantung kepada tugas dan tujuan 7
masingmasing negara. Perkembangan negara di dunia memperlihatkan gerak menuju bentuk negara kesejahteraan (welfare state). Apabila pendapat para ahli di atas dikaitkan dengan tujuan negara Indonesia dapat disimpulkan tugas pokok negara Indonesia sebagai negara hukum kesejahteraan adalah tidak jauh berbeda dengan negara kesejahteraan pada umumnya. Tugas pemerintahan yang paling menarik adalah yang dikemukakan Friedmann, karena hampir dapat mencakup pendapat yang dikemukakan Mac Iver dan De Haan: Pertama, sebagai provider, bertanggung jawab dan menjamin standar kehidupan masyarakat, mengadakan kebutuhan rakyat (de Haan) dan memberikan jaminan sosial serta mendorong pemberdayaan rakyat (de Haan), welfare function (Mac Iver); Kedua, sebagai enterpreneur, menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan bidang-bidang usaha, economic control function (Mac Iver) dan menjalankan sektor usaha milik negara; Ketiga, sebagai regulator, mengadakan aturan kehidupan bernegara; Keempat, sebagai umpire, menetapkan standar yang adil bagi pihak yang bergerak di sektor ekonomi, antara sektor negara dan sektor swasta atau antar bidang-bidang usaha tertentu, atau economic control function (Mac Iver). 4.
Karakter Kewenangan Pemerintahan. Menurut pengertian umum atau bahasa, kata
“kekuasaan” berasal dari kata “kuasa” artinya kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu); kekuatan.21 Sedang wewenang adalah (1) hak dan kekuasaan untuk bertindak atau melakukan sesuatu; (2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.22 E. Utrecht membedakan istilah “kekuasaan” (gezag, authority) dan “kekuatan” (macht, power). Dikatakan bahwa “kekuatan” merupakan istilah politik yang berarti paksaan dari suatu badan yang lebih tinggi kepada seseorang, biarpun orang itu lebih tinggi kepada seseorang, biarpun orang itu belum menerima paksaan tersebut sebagai sesuatu yang sah sebagai tertib hukum positif. “kekuasaan” adalah istilah hukum. Kekuatan akan menjadi kekuasaan apabila diterima sebagai sesuatu yang sah atau sebagai tertib hukum positif dan badan yang lebih tinggi itu diakui sebagai penguasa (otoriteit). Dijelaskan lebih lanjut bahwa adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara penguasa dan yang dikuasai, atau dengan kata lain antara pihak yang memiliki kemampuan melancarkan pengaruh dan pihak lain menerima pengaruh itu dengan rela atau karena terpaksa.24 Beda antara “kekuasaan” dan “wewenang” (authority) adalah bahwa setiap 8
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan, sedang “wewenang” adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau kelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. 5. Legitimasi Kewenangan Pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan adalah bagian dari sistem kekuasaan negara. Kranenburg dan Logemann yang mengembangkan teori modern yang pada dasarnya berpendapat bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan. Legitimasi kekuasaan dalam suatu negara harus diterima sebagai kenyataan.30 Hans Kelsen sebagaimana dinyatakan Abrar menganggap negara sebagai badan hukum (rechtpersoon) yang memiliki hak dan kewajiban, disamping memiliki kekuasaan untuk membentuk hukum (mengatur). 6. Dasar Kewenangan Pemerintahan. Asas Legalitas. Kekuasaan pemerintah tidak dapat lepas dari perkembangan asas legalitas yang telah dimulai sejak munculnya konsep negara hukum klasik formele rechtsstaat atau liberale rechtsstaat yaitu wetmatigheid van bestuur artinya menurut undangundang. 7. Kebijakan Pemerintahan. Pelaksanaan bestuurzorg oleh pemerintah tidak dapat lepas dari kebutuhan akan “kebijaksanaan bebas”, yaitu wewenang untuk mengambil tindakan atas inisiatif sendiri guna menyelesaikan suatu masalah genting atau mendesak dan belum ada ketentuannya dalam peraturan yang dikeluarkan oleh kekuasaan legislatif,46 yang dikenal dengan Freies Ermessen. 8. Keseimbangan Antara Asas Legalitas Dengan Kebijakan Pemerintahan. Dari pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut, selain pendapat P. de Haan, penulis tidak melihat adanya pertentangan pendapat secara ekstrim. Pelaksanaan bestuurzorg yang menjadi tendensi negara modern, membuat tugas pemerintahan semakin bersifat teknis dan diantaranya sulit untuk memperkirakan, dan karena itu undang-undang tidak mungkin dapat menyediakan legalitas bagi segala urusan pemerintah. Perlu dicatat pendapat yang dikemukakan H.D. van Wijk bahwa perlu melihat dasar pemikiran yang menjadi latar belakang asas legalitas yaitu kekhawatiran akan terjadinya pelanggaran hakhak dan kepentingan perorangan.
Jurnal Pembanding 9
Secara bahasa atau etimologi istilah hukum tata negara berasal dari bahasa Belanda staatsrecht yang berarti hukum negara, dalam perkembangannya kemudian istilah ini berubah menjadi hukum tata negara. Dalam bahasa Inggirnya constitutional law, hal ini didasarkan dalam hukum tata negara masalah konstitusi lebih ditonjolkan. Dalam pengertian yang lebih luas, hukum tata negara meliputi hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara dan hukum tata pemerintahan. (Ni’matul Huda, 2005) Sementara menurut van Praag, seperti dikutip Dasril Radjab, berpendapat bahwa hukum tata negara dan hukum tata usaha negara adalah suatu sistem pendelegasian dari peraturan-peraturan tentang kekuasaan yang bertingkattingkat. Hal ini terjadi karena dalam hukum tata negara juga terkait dengan sistem administrasi negara yang cenderung birokratis. Dengan sebab ini pula pada praktiknya di lapangan banyak keluhan dari masyarakat yang merasa berbelit-belit ketika berurusan dengan birokrasi pemerintahan. (Dasril Radjab, 2005). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum tata negara pada dasarnya adalah suatu sistem atau peraturan yang membicarakan tentang bagaimana suatu administrasi negara dijalankan secara baik dan benar, epektif dan efisien. Baik menurut para pelaku dan pengguna hukum dan benar sesuai dengan sistem perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Permasalahan selanjutnya yang perlu didudukan adalah bagaimana kedudukan hukum tata negara dalam hukum administrasi negera. Dalam hal ini terdapat dua madzhab, yaitu: (a) madzhab yang membedakan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara, seperti pendapat van Vollenhoven, Oppenheim, Logemann, dan Stellingga, dan (b) madzhab yang menyamakan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara, seperti pendapat van der Pot dan Vegting. (Fazlur Rahman, 1990:287). Pemikiran Hukum Tata Negara Fazlur Rahman (1) Konsep Negara Islam Pembicaraan masalah konsep negara di dunia Islam, paling tidak dapat dipetakan menjadi tiga kelompok pendapat, yaitu: Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dengan pengaturan untuk segala aspek kehidupan umat manusia, termasuk masalah kehidupan bernegara. Karena itu, menurut mereka umat Islam tidak perlu mengadopsi sistem ketatanegaraan dan pemerintahan dari Barat, dan mereka menghimbau supaya sistem pemerintahan yang ada sekarang di dunia Islam bias dikembalikan kepada sistem pemerintahan yang ada sekarang di dunia Islam bida dikembalikan kepada sistem pemerintahan sebagaimana 10
yang pernah dilakukan oleh nabi Muhammad dan para Khulafa alRasyidin. (Ma’mun Mu’min, 2010:124) Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa Islam adalah hanya sebagai suatu agama saja, tidak ada hubungannya dengan masalah kenegaraan. Nabi Muhammad diutus ke dunia hanyalah sebagai seorang rasul biasa, sepertihalnya rasul-rasul sebelumnya dengan tugas hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dan nabi tidak pernah mendapat tugas untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara. Ketiga, golongan ketiga berpendapat bahwa Islam tidak merupakan suatu agama yang serba lengkap, yang di dalamnya terdapat suatu sistem kenegaraan yang lengkap pula. Namun mereka berpendapat, di dalam Islam terdapat sejumlah tata nilai dan etika yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam kehidupan bernegara. Tugas dan Wewenang Kepala Negara Sebelum lebih jauh berbicara masalah tugas dan wewenang kepala negara, terlebih dahulu perlu dipertegas adaya dua institusi pemerintahan yang kadangkala dijabat oleh satu orang yang sama, yaitu kepala negara dan kepala pemerintahan. Nampaknya, masalah ini cukup sederhana, tetapi sesungguhnya tidak demikian, sebab kepala negara dan kepala pemerintahan jelas berbeda dan harus dipisahkan. Dua institusi atau lembaga ini dapat dipisahkan secara jelas, manakala sebuah negara dipimpin oleh dua pemimpin lembaga yang memiliki proses tawar-menawar politik yang sama-sama kuat, misalnya sebuah negara yang dipimpin oleh seorang raja dan perdana menteri atau presiden dan perdana menteri. Jelas kedua lembaga ini dalam prakteknya memiliki otoritas yang sama besarnya. Konsepsi kenegaraan seperti tersebut di atas, berbeda sama sekali dengan kasus pemerintahan yang ada di Indonesia, sebab posisi presiden untuk kasus Indonesia, selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan juga sekaligus sebagai kepala negara. Sehingga dalam prakteknya terhadang seorang presiden di Indonesia relatif memiliki peluang besar untuk bersikap otoriter dan sewenag-wenang.(C.S.T. Kansil, 1985:112-115) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh rezim Orde Lama dan Orde Baru dapat dijadikan bukti atas sinyalemen tersebut. Membahas masalah kepala negara, erat kaitannya dengan bentuk negara dan pemerintahan. Sebab bila pemerintahannya monarki, maka kepala Negara dan kepala pemerintahannya akan otoriter dan berjalan secara turun temurun. Berbeda dengan sistem pemerintahan republik, pengangkatan kepala negara dan kepala pemerintahan akan ditentukan berdasarkan pemilihan rakyat atau pemilihan melalui perwakilan rakyat (legislatif). Sementara konsepsi negara Islam Fazlur Rahman, sebagaimana telah dijelaskan di muka, cenderung 11
memilih pemerintahan demokratik, oleh karenanya kepala negaranya pun ditentukan dan dipilih melalui pemilihan yang demokratis pula. Sebagaimana Rahman, Syaukat Hussein(Syekh Syaukat Hussain, 1996:13-14) juga berpandangan sama, bahwa ajaran Islam tidak memandang kekuasaan individu, keturunan atau kelas tertentu dalam hal pemimpin negara. Tetapi yang paling berwenang dalam menentukan pemimpin mereka (kepala negara dan kepala pemerintahan), sepenuhnya ditentukan oleh rakyat sendiri, dan rakyatlah yang berhak mengangkat dan memberhentikan kepala negara atau kepala pemerintahan.
BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS A. Pembahasan isi journal 1. Pada jurnal utama Negara adalah suatu organisasi masyarakat untuk mengatur kehidupan bersama. Untuk mencapai tujuan bersama itu disusun suatu tatanan pemerintahan sebagai
12
sarana pelaksana tugas negara, beserta pembagian tugas dan batas kekuasaan. Pemerintah atau administrasi negara adalah suatu abstraksi yang oleh hukum dipersonifikasi dan diangkat sebagai realita hukum. Sebagai suatu abstraksi, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan-tindakannya tanpa melalui organnya.
Sedangkan apabila dipandang dari sisi
tanggung jawab dan kewajiban finansial yang timbul dari tindakan pemerintah, pendekatan kelembagaan badan hukum publik yang menjadi induk dari badan atau pejabat pemerintahan juga penting. Karena badan hukum ini yang menanggung akibat finansial dari tindakan pemerintah melalui pejabatnya. Sedangkan dalam jurnal pembanding hukum tata negara pada dasarnya adalah suatu sistem atau peraturan yang membicarakan tentang bagaimana suatu administrasi negara dijalankan secara baik dan benar, epektif dan efisien. Baik menurut para pelaku dan pengguna hukum dan benar sesuai dengan sistem perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Permasalahan selanjutnya yang perlu didudukan adalah bagaimana kedudukan hukum tata negara dalam hukum administrasi negera. Dalam hal ini terdapat dua madzhab, yaitu: (a) madzhab yang membedakan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara, seperti pendapat van Vollenhoven, Oppenheim, Logemann, dan Stellingga, dan (b) madzhab yang menyamakan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara, seperti pendapat van der Pot dan Vegting. (Fazlur Rahman, 1990:287). 2. Pada jurnal utama Legitimasi Kewenangan Pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan adalah bagian dari sistem kekuasaan negara. Kranenburg dan Logemann yang mengembangkan teori modern yang pada dasarnya berpendapat bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan. Legitimasi kekuasaan dalam suatu negara harus diterima sebagai kenyataan.30 Hans Kelsen sebagaimana dinyatakan Abrar menganggap negara sebagai badan hukum (rechtpersoon) yang memiliki hak dan kewajiban, disamping memiliki kekuasaan untuk membentuk hukum (mengatur).31 Abrar mengemukakan pendapat Rousseau yang memandang negara sebagai badan atau organisasi sebagai hasil dari perjanjian masyarakat yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi suatu kekuatan bersama selain kekuasaan pribadi dan milik setiap individu. Sedangkan dalam jurnal pembandig Wewenang Kepala Negara Sebelum lebih jauh berbicara masalah tugas dan wewenang kepala negara, terlebih dahulu perlu dipertegas adaya dua institusi pemerintahan yang kadangkala dijabat oleh satu orang yang sama, yaitu 13
kepala negara dan kepala pemerintahan. Nampaknya, masalah ini cukup sederhana, tetapi sesungguhnya tidak demikian, sebab kepala negara dan kepala pemerintahan jelas berbeda dan harus dipisahkan. Dua institusi atau lembaga ini dapat dipisahkan secara jelas, manakala sebuah negara dipimpin oleh dua pemimpin lembaga yang memiliki proses tawar-menawar politik yang sama-sama kuat, misalnya sebuah negara yang dipimpin oleh seorang raja dan perdana menteri atau presiden dan perdana menteri. Jelas kedua lembaga ini dalam prakteknya memiliki otoritas yang sama besarnya. Konsepsi kenegaraan seperti tersebut di atas, berbeda sama sekali dengan kasus pemerintahan yang ada di Indonesia, sebab posisi presiden untuk kasus Indonesia, selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan juga sekaligus sebagai kepala negara. Sehingga dalam prakteknya terhadang seorang presiden di Indonesia relatif memiliki peluang besar untuk bersikap otoriter dan sewenag-wenang.(C.S.T. Kansil, 1985:112-115) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh rezim Orde Lama dan Orde Baru dapat dijadikan bukti atas sinyalemen tersebut. Membahas masalah kepala negara, erat kaitannya dengan bentuk negara dan pemerintahan. Sebab bila pemerintahannya monarki, maka kepala Negara dan kepala pemerintahannya akan otoriter dan berjalan secara turun temurun. Berbeda dengan sistem pemerintahan republik, pengangkatan kepala negara dan kepala pemerintahan akan ditentukan berdasarkan pemilihan rakyat atau pemilihan melalui perwakilan rakyat (legislatif).
B. Kelebihan dan Kekurangan Isi Artikel Journal KELEBIHAN : 1. Aspek ruang lingkup isi artikel pada journal utama yaitu sangat baik dan bagus serta menjelaskan seluruhnya tentang Kewenangan Hukum Tata Negara
tersebut dengan
terperinci sangat memuaskan para pembaca. Sedangkan jurnal pembanding juga menjelaskan Kewenangan Hukum Tata Negara tersebut dengan baik dan penulis juga memaparkan pendapat para ahli untuk mendukung jurnal tersebut agar lebih baik sehingga pembaca tidak mendapat kan satu sumber saja tetapi mendapatkan beebrapa sumber dari 1 jurnal. Kedua jurnal ini sangat berkaitan dan sangat berkesinambung jadi para pembaca bisa sekaligus membaca kedua jurnal ini.
14
2. Dari aspek tata bahasa pada jurnal Utama, pada jurnal utama ini sangat baik dan sangat bagus serta tidak begitu lebay tata bahasanya serta mudah untuk di pahami para pembaca. Sedangkan jurnal pembanding juga tidak kalah baik tata bahasanya juga bagus dan mudah untuk di mengerti dan di pahami para pembaca dan bahasanya juga baku.
KELEMAHAN 1. Kelemahan dalam jurnal ini pada jurnal utama penulis terlalu banyak memaparkan materi serta terlalu banyak nya penulis memasukan menurut pakar dan tidak begitu banyak memaparkan cara implementasi yang di lakukan dalam penulis tersebut. Sedangkan dalam jurnal pembanding terlalu sedikit memaparkan tentang kewenangan dan tugas oleh kepala Negara. Dan tidak begitu banyak nya memaparkan contoh dan implementasi cara pengkerjaannya. 2. Dalam kedua jurnal ini mendapatkan kelemahan pada tulisan jurnal yang begitu rapat dalam spasinya.
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Hukum tata negara pada dasarnya adalah suatu sistem atau peraturan yang membicarakan tentang bagaimana suatu administrasi negara dijalankan secara baik dan benar, epektif dan efisien. Baik menurut para pelaku dan pengguna hukum dan benar sesuai dengan sistem perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Permasalahan selanjutnya yang perlu didudukan adalah bagaimana kedudukan hukum tata negara dalam hukum administrasi negera. Dalam hal ini terdapat dua madzhab, yaitu: (a) madzhab yang membedakan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara, seperti pendapat van Vollenhoven, Oppenheim, Logemann, dan Stellingga, dan (b) madzhab yang menyamakan antara hukum tata negara dengan hukum administrasi negara, seperti pendapat van der Pot dan Vegting. (Fazlur Rahman, 1990:287).
15
Legitimasi Kewenangan Pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan adalah bagian dari sistem kekuasaan negara. Kranenburg dan Logemann yang mengembangkan teori modern yang pada dasarnya berpendapat bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan. Legitimasi kekuasaan dalam suatu negara harus diterima sebagai kenyataan.30 Hans Kelsen sebagaimana dinyatakan Abrar menganggap negara sebagai badan hukum (rechtpersoon) yang memiliki hak dan kewajiban, disamping memiliki kekuasaan untuk membentuk hukum (mengatur).
B. SARAN Semoga kami semua dapat memahami lebih baik lagi tentang Kewenanggan Hukum Tata Negara dan mengetahui lebih dalam apa itu Kewenanggan Hukum Tata Negara tersebut dalam kehidupan ini. Salain itu juga semoga para mahasiswa/ mahasiswi menjadi lebih giat dalam membaca jurnal-jurnal serta mencari informasi-informasi tentang Kewenanggan Hukum Tata Negara tersebut serta dengan membaca jurnal ini juga di harapkan kepada para mahasiswa/mahasiswi dapat menggali informasi yang terdapat di dalam jurnal yang telah di baca ini dan menambah wawasan tentang Kewenanggan Hukum Tata Negara. Dengan demikian para mahasiswa/mahasiswi tentunya akan memiliki pengetahuan yang semangkin luas serta wawasan yang akan terus bertambah tentang Kewenanggan Hukum Tata Negara.Untuk itu juga mahasiswa harus bisa mempraktikkan tentang definisi Kewenanggan Hukum Tata Negara tersebut dalam kehidupannya.
16
DAFTAR PUSTAKA Hakim,lukman.2011.Kewenangan Organ Negara dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.Vol IV (No.1). Malang: Puskasi FH Universitas Widyagama Malang Mu’min,Ma’mun.2014.Pemikiran Hukum Tata Negara Fazlur Rahman.Vol 5 (No.2). Kudus: Yudisia
17