1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Malaria masih merupakan salah satu masalah utama penyakit infeksi di dunia dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas terutama di negara tropis. Satu dari tiga populasi dunia berada dalam risiko infeksi, sekitar 250 juta orang menderita malaria setiap tahunnya, paling sedikit setengah juta orang meninggal setiap tahun, mayoritas adalah anak berumur di bawah lima tahun (86%). Dari 1.2 juta orang yang berisiko tinggi untuk malaria kebanyakan bermukim di benua Afrika (47%) dan kawasan Asia Tenggara (37%).1 Tahun 2010, dilaporkan sebanyak 4.3 juta kasus malaria di Asia Tenggara, di antaranya tiga negara dengan mayoritas kasus malaria yaitu India (66%), Myanmar (18%) dan Indonesia (10%), dengan total 2.436 kasus kematian.1 Menurut laporan Riskerda tahun 2013, prevalensi malaria di Indonesia adalah 6.0%, prevalensi di Propinsi Sumatera Utara prevalensi sebesar 5.2%.2 Sedangkan yang termasuk ke dalam daerah endemis antara lain Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Nias, Tapanuli Tengah, Asahan, Labuhan Batu, Deli Serdang dan Batubara.3 Menurut laporan Badan Pusat Statistika tahun 2013, Kabupaten Batubara khususnya kecamatan Lima Puluh memiliki prevalensi malaria sebesar 5.9%. Sehingga malaria masih merupakan masalah kesehatan utama
2
dengan
kejadian
wabah
malaria.
terkonsentrasi di pesisir pantai yakni
Penyebaran
infeksi
malaria
desa Perupuk, Guntung dan
Gambus Laut.4 Terdapat lima spesies dari Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria pada manusia yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan Plasmodium knowlesi.5 Benua Afrika didominasi oleh spesies malaria falsiparum yakni mencapai 92% dari total di dunia, sedangkan 8% sisanya tersebar di Asia Tenggara, Mediterania Timur dan wilayah Pasifik Barat, sedangkan malaria vivak dominan di luar Afrika, jarang terdapat di Afrika. Di negara tropis lain di luar Afrika, P. vivax ada bersama malaria spesies lainnya, sehingga infeksi campuran tidak jarang ditemukan.6 Di Asia, distribusi malaria falsiparum dan vivak sama besar, namun tidak merata, beberapa wilayah dominan malaria falsiparum, begitu juga sebaliknya.6 Tahun 2009 di Indonesia P. vivax merupakan spesies yang paling sering dijumpai yakni 55.8%, diikuti oleh P. falciparum yakni 40.2%, P.malariae 0.07% dan mixed infection sebesar 3.92%.3 P. ovale paling jarang dijumpai dan hampir semua ditemukan di Indonesia timur. Sedangkan P. knowlesi ditemukan di Kalimantan sebagai penularan dari hewan mamalia genus Macaca berekor panjang.5 Pada suatu penelitian di Kecamatan Kualuh Leidong Sumatera Utara pada tahun 2010 sampai 2012 dari 3168 orang yang diperiksa malaria, ditemukan 528 menderita
3
malaria, 331 orang (63%) menderita malaria vivak, 186 orang (35%) menderita malaria falsiparum, serta 11 orang (2%) yang menderita malaria campuran.7 Trombositopenia merupakan salah satu parameter laboratorium yang sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum dan dikorelasikan dengan kepadatan parasit. Namun data terakhir melaporkan bahwa hal ini juga dapat dijumpai pada infeksi malaria vivak serta campuran keduanya di beberapa belahan dunia.8-10 Korelasi antara jumlah trombosit dan kepadatan parasit pada penderita malaria belum ada kesamaan pendapat. Beberapa studi melaporkan hanya terjadi pada sedikit penderita malaria11, namun kebanyakan studi lain mempertimbangkan
trombositopenia
sebagai penanda malaria.12,13 Terdapat laporan bahwa sekitar 24% sampai 94% pasien dengan infeksi malaria dapat berkembang menjadi trombositopenia13, sehingga pada tempat endemis tertentu dipertimbangkan menjadi salah satu penanda infeksi malaria pada pasien demam akut14 dengan sensitivitas 60% dan spesifisitas 88%15. Pada pasien yang terinfeksi malaria terdapat risiko penurunan jumlah trombosit di bawah 150 000/µL sebanyak 12-15 kali.8 Sampai saat ini belum ada data mengenai korelasi antara jumlah trombosit dengan kepadatan parasit pada penderita malaria anak yang dilakukan di daerah endemik Indonesia. Penelitian tentang korelasi antara jumlah trombosit dengan kepadatan parasit serta hubungannya dengan
4
empat spesies malaria belum banyak dilakukan, padahal hal ini penting dalam implikasi diagnostik dan prognostik pasien malaria terutama pada anak. 1.2 . Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah ada korelasi antara jumlah trombosit dengan kepadatan parasit pada anak dengan infeksi malaria 1.3 . Hipotesis Jumlah trombosit memiliki korelasi dengan kepadatan parasit pada anak dengan infeksi malaria 1.4 . Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum: Melihat korelasi antara jumlah trombosit dengan kepadatan parasit pada anak dengan infeksi malaria 1.4.2. Tujuan khusus: 1. Melihat hubungan antara jumlah trombosit dengan kepadatan parasit pada penderita malaria falsiparum, vivak dan campuran 2. Melihat hubungan antara jumlah trombosit dengan splenomegali 3. Melihat hubungan kepadatan parasit dengan derajat splenomegali 4. Melihat korelasi antara jumlah trombosit dengan usia penderita
5
1.5. Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang infeksi khususnya hubungan trombositopenia dengan infeksi malaria 2. Di bidang klinis : besarnya frekuensi pasien malaria dengan trombositopenia dapat menjadi sebagai tambahan parameter klinis dan mikroskopik agar meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit malaria pada pasien dengan demam akut yang disertai trombositopenia dari daerah endemik 3. Di bidang ilmiah : dapat memprediksi berat parasitemia dengan melihat besar limpa dan penurunan jumlah trombosit yang berguna untuk tenaga kesehatan