TINJAUAN PUSTAKA
Botani tanaman
Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, termasuk ordo Poales dengan famili Graminae serta genus Oryza Linn dan dengan nama spesies Oryza sativa L. (Grist, 1960). Padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua jenis akar tanaman padi yaitu : akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara dan akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal. Akar ini disebut adventif/buku, karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar yang telah tumbuh sebelumnya (Suharno, 2005). Batang padi tersusun dari rangkaian ruas – ruas dan diantara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi didalamnya berongga dan bentuknya bulat, dari atas ke bawah ruas buku itu semakin pendek. Ruas yang terpendek terdapat dibagian bawah dari batang dan ruas – ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas – ruas yang berdiri sendiri. Sumbu utama dari batang dibedakan dari bagian pertumbuhan embrio yang disertai pada coleopotil pertama (Grist, 1960).
Universitas Sumatera Utara
Anakan muncul pada batang utama dalam urutan yang bergantian. Anakan primer tumbuh dari buku terbawah dan memunculkan anakan sekunder. Anakan sekunder ini pada gilirannya akan menghasilkan anakan tersier (Suharno, 2005). Anakan terbentuk dari umur 10 hari dan maksimum pada 50–60 hari sesudah tanam. Sebagian dari anakan maksimum mati dan terbentuk anakan produktif sampai mencapai umur 120 hari. Anakan yang terbentuk pada stadia pertumbuhan biasanya tidak produktif. Hilang/matinya anakan disebabkan persaingan antara anakan, saling terlindung, atau kekurangan nitrogen. Varietas unggul mempunyai anakan yang lebih banyak pada waktu pembungaan dan anakan mati sedikit (Hasyim, 2000). Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselangseling dan terdapat satu daun pada tiap buku. Daun terdiri atas : helaian daun yang menempel pada buku melalui pelepah daun, pelepah daun yang membungkus ruas di atasnya dan kadang-kadang pelepah daun dan helaian daun ruas berikutnya, telinga daun (auricle) pada dua sisi pangkal helaian daun, lidah daun (ligula) yaitu struktur segitiga tipis tepat di atas telinga daun, dan daun bendera adalah daun teratas di bawah malai (Suharno, 2005). Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (Departemen Pertanian, 1983).
Universitas Sumatera Utara
Butir biji adalah bakal buah yang matang, dengan lemma, palea, lemma steril, dan ekor gabah (kalau ada) yang menempel sangat kuat. Butir biji padi tanpa sekam (kariopsis) disebut beras. Buah padi adalah sebuah kariopsis, yaitu biji tunggal yang bersatu dengan kulit bakal buah yang matang (kulit ari), yang membentuk sebuah butir seperti biji. Komponen utama butir biji adalah sekam, kulit beras, endosperm, dan embrio (Suharno, 2005). Syarat tumbuh Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 23 0C (http://terangbulan.kampungdigital.com., 2008). Suhu mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan. Suhu yang terlalu rendah pada waktu pertumbuhan permulaan sangat menghambat pengembangan daripada kecambah, sehingga pemindahan terlambat dan pembentukan anakan berkurang. Sedangkan suhu rendah setelah pembentukan malai akan menyebabkan peningkatan sterilitas dan mengurangi berat biji. Perbedaan suhu yang jelas antara siang dan malam akan mempercepat pematangan biji, terutama bila suhu malam yang rendah (Hasyim, 2000). Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU– 450 LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau
1500–2000
mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau, produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan,
Universitas Sumatera Utara
walaupun air melimpah produksi dapat menurun, karena penyerbukan kurang intensif (http://www.warintek.ristek.go.id., 2008). Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian tempat 0–650 m dpl dengan temperatur 220 C–27 0 C sedangkan di dataran tinggi 650–1.500 m dpl dengan temperatur 190 C–230 C (http://warintek.bantul.go.id., 2008). Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang juga rendah pada waktu bunting dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991). Tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi, baik secara terus–menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija (Hardjowigeno dan Rayes, 2005). Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah
yang
kandungan
fraksi
pasir,
debu
dan
lempung
dalam
perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup (http://terangbulan.kampungdigital.com., 2008). Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memilik lapisan keras 30 cm di bawah permukaan laut. Menghendaki
Universitas Sumatera Utara
tanah
lumpur
yang
subur
dengan
ketebalan
18–22
cm
(http://warintek.bantul.go.id., 2008). Keasaman tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah antara pH 4,0–7, 0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya, tanah berkapur dengan pH 8,1–8, 2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak
mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral
(http://www.warintek.ristek.go.id., 2008). Pupuk organik
Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya, nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik (Simanungkalit, dkk, 2006). Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan,limbah media jamur, limbah pasar, limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena bahan dasar pembuatan pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
kualitas bahan asalnya. Pemakaian pupuk organik terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga perlu ada regulasi atau peraturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pupuk organik agar memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan
tanaman
dan
tetap
menjaga
kelestarian
lingkungan
(http://www.pustaka-deptan.go.id, 2010). Pupuk organik mempunyai keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan dari pupuk oganik adalah antara lain : meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air (Water holding capacity), meningkatkan aktivitas kehidupan biologi tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe pada tanah masam, dan meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah. Dan kelemahan dari pupuk organik antar lain : kandungan haranya rendah, relatif sulit memperolehnya dalam jumlah yang banyak, tidak dapat diaplikasikan secara langsung ke dalam tanah, tetapi harus melalui suatu proses dekomposisi, pengangkutan dan aplikasinya mahal karena jumlahnya banyak. Pupuk organik terdiri dari : pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, guano, tepung tulang, Night soil, dan tepung tulang dan tepung darah (Hasibuan, 2006). Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut sebagai pukan pula. Beberapa petani di beberapa daerah
memisahkan antara pukan
Universitas Sumatera Utara
padat dan cair (Hartatik dan Widowati, 2010). Jenis pupuk kandang berdasarkan jenis ternak atau hewan yang menghasilkan kotoran antara lain adalah : Pupuk kandang sapi, Pupuk kandang kuda, Pupuk kandang kambing atau domba, Pupuk kandang babi, dan Pupuk kandang unggas (Hasibuan, 2006). Di antara jenis pupuk kandang, pupuk kandang sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, pupuk kandang sapi dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas,
aerase
dan
komposisi
mikroorganisme
tanah,
memudahkan
pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah. Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk kandang sapi harus
dilakukan
pengomposan
dengan
rasio
C/N
di
bawah
20
(Hartatik dan Widowati, 2010). Adapun komposisi unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik yang berasal dari kompos ternak sapi yaitu : N (0,7 – 1,3 %), P2O5 (1,5 – 2,0 %), K2O (0,5 – 0,8 %), C organik (10,0 – 11,0 %), MgO (0,5 – 0,7 %), dan C/N ratio (14,0 – 18,0 %) (http://www.sulsel.litbang.deptan.go.id, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian gulma
Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menurunkan hasil padi bila tidak dikendalikan secara efektif. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : pengendalian dengan menggunakan tangan (manual), dengan menggunakan alat atau mesin (mekanis), menggunakan bahan kimia/ herbisida (Pane dan Jatmiko, 2009). Gulma menyaingi tanaman dalam pengambilan unsur hara, air, ruang, dan cahaya. Di lahan irigasi, persaingan gulma dengan padi dapat menurunkan hasil padi 10-40 %, tergantung pada spesies dan kepadatan gulma, jenis tanah, pasokan air, dan keadaan iklim (Nantasomsaran dan Moody, 1993). Tanaman
memerlukan
penyiangan
sempurna
untuk
mencegah
pertumbuhan gulma. Penyiangan yang tepat dilakukan sebelum gulma menghambat penyerapan zat-zat makanan dari tanah. Penundaan penyiangan sampai gulma berbunga menyebabkan pembongkaran akar gulma tidak maksimum dan gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma yang viabel sehingga memberi kesempatan untuk perkembangbiakan dan penyebarannya. Kelemahan malakukan
penyiangan
pada
awal
pertumbuhan
tanaman
adalah
sulit
membedakan bibit gulma dan bibit tanaman serta kemungkinan kerusakan bibit tanaman lebih besar. Kondisi iklim sangat menentukan praktek penyiangan di lapangan. Selama hari-hari hujan penyiangan tak mungkin dilakukan dan barangkali
terpaksa
gulma
dibiarkan
hingga
melewati
periode
kritis
(Sukman dan Yakup, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Secara langsung, gulma melakukan aktivitas kompetisi dengan tanaman pokok dalam hal memperoleh air, cahaya, dan utamanya unsur hara, sehingga tanaman pokok akan kehilangan potensi hasil akibat kalah bersaing dengan gulma yang pertumbuhan dan perakarannya relatif lebih baik. Kerugian yang ditimbulkan gulma dapat mencapai 11 – 20 % (http://www.sttpgowa.ac.id, 2009). Pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang digunakan sebagai pengendalian gulma dikenal dengan nama herbisida. Penggunaan herbisida diupayakan agar tidak memberi pengaruh negatif pada tanaman budidaya, karena itulah diupayakan mencari senyawa-senyawa yang bersifat selektif
dan
cara
serta
waktu
pengaplikasian
yang
tepat
(Sukman dan Yakup, 1995).
Sistem tanam System of Rice Intensification (SRI)
Peningkatan produksi yang menjadi target pemerintah, tak melulu dipenuhi dengan membangun banyak jaringan irigasi baru. Untuk meningkatkan produksi padi nasional, selain rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi baru, juga dapat dilakukan intensifikasi pertanian salah satunya dengan budidaya padi SRI (http://www.indonesia.go.id., 2008). SRI adalah sistem intensifikasi padi yang menyinergikan tiga faktor pertumbuhan untuk mencapai produktivitas maksimal (maksimalisasi jumlah anakan, pertumbuhan akar, dan suplai hara, air, oksigen). Air hanya digunakan untuk menjaga kelembaban tanah agar padi dapat tumbuh dengan baik. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan agar suplai oksigen ke akar cukup sehingga padi menjadi sehat (Wiyono, 2004). SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional (Berkelaar, 2005). Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah : 1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8–15 hari. Benih harus disemai dengan petakan khusus dengan menjaga tanah dan sebaiknya dengan memakai chetok, serta dijaga tetap lembab. Jangan biarkan bibit mongering. Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. 2. Bibit ditanam satu–satu daripada secara berumpun Bibit ditransplantasi satu–satu. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran, sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. 3. Jarak tanam yang lebar Bibit lebih baik ditanam dengan pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. 4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air
Universitas Sumatera Utara
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama fase vegetatif. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk ke dalam tanah dan mendorong akar untuk mencari air. Sebagai tambahan untuk prinsip di atas, praktek yang lain juga penting untuk SRI yaitu : 5. Pendangiran Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana. 6. Asupan organik Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil panen. Tetapi saat subsidi pupuk cair dicabut pada akhir tahun 1980-an, petani disarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Tabel perbandingan pertumbuhan padi antara metode tradisional dengan metode SRI Faktor Pembeda
Metode Tradisional Rata-rata Kisaran
Metode SRI Rata-rata Kisaran
56 42-65 16 10-25 Rumpun/m2 3 2-5 1 1 Tanaman/rumpun 8,6 8-9 55 44-74 Batang/rumpun 7,8 7-8 32 23-49 Malai/rumpun 114 101-130 181 166-212 Bulir/malai 824 707-992 5,858 3,956-10,388 Bulir/rumpun 2,0 1,0-3,0 7,6 6,5-8,8 Hasil panen (t/ha) 28 25-32 53 43-69 Kekuataan akar (kg) Keterangan :Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998).
(Joelibarison dalam Berkelaar, 2005). Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10–15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Sedangkan, di daerah lain selama 5 tahun, ratusan petani memanen 8-9 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode non SRI maupun metode lain yang biasa diterapkan oleh petani. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan mereka (Berkelaar, 2005). Kelebihan dari SRI adalah : tanaman hemat air dan ada periode pengeringan sampai tanah pecah–pecah (irigasi terputus), hemat biaya (butuh benih 5 kg/ha, tidak butuh biaya pencabutan bibit, tidak butuh biaya pindah bibit, tenaga tanam berkurang, dan lain–lain), hemat waktu (ditanam bibit muda 5–12
Universitas Sumatera Utara
hari setelah semai, panen lebih awal), dan produksi dipastikan bisa meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha (http://www.indonesiatelecenter.net., 2008). Tabel 2. Perbedaan budidaya tanaman padi sistem non SRI dan sistem SRI Faktor Pembeda Sistem Non SRI Sistem SRI Umur pemindahan
3-4 minggu dari
7-10 hari dari
bibit
persemaian
Persemaian
Kebutuhan benih
50 kg / Ha
8-10 kg / Ha
Jarak tanam
Rapat (<25x25 cm)
Jarang (>30x30 cm)
Jumlah bibit
5-10 bibit / lubang tanam
1 bibit / lubang tanam
Pengairan/Penggenangan
Digenangi terus-menerus
Pengaturan pengairan
- Kimia
Tinggi
Rendah
- Organik
Rendah
Tinggi
Penggunaan pupuk
(Gunawan, 2006). Beberapa petani masih meragukan manfaat SRI. SRI tampak seperti mukzijat di awal, tetapi ada alasan ilmiah untuk menjelaskan setiap bagian prosesnya. Para petani perlu dimotivasi untuk mencobanya di areal kecil dahulu, untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka mengenai manfaat dan untuk memperoleh keterampilan di skala kecil (Berkelaar, 2005). Diakui, tidak mudah mengubah pola pikir petani dari tradisional menjadi lebih maju, tapi petani perlu bukti nyata, baru mau mengikuti petunjuk. Produksi padi dengan pola SRI sebagai bukti nyata yang langsung dilihat petani. Dengan hasil yang mereka lihat, petani pasti mau mengikuti petunjuk yang disampaikan oleh petugas teknis (http://www.suaratb.com., 2008).
Universitas Sumatera Utara