Chapter Ii.pdf

  • Uploaded by: marsel zega
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Chapter Ii.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 13,042
  • Pages: 89
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Pemilihan jenis pondasi bangunan umumnya didasarkan pada beberapa faktor, antara lain: besarnya beban dan berat bangunan di atasnya, fungsi bangunan di atas pondasi (upper structure), keadaan tanah Keterangan bangunan dibangun, dan anggaran biaya yang tersedia untuk pekerjaan pondasi bangunan. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis termasuk jenis pondasi dalam yang dapat dibuat dari beton, kayu, dan baja. Umumnya pondasi Tiang Tekan Hidrolis yang digunakan terbuat dari beton dengan bentuk penampang dan dimensi tertentu. Beban dari bangunan akan didistribusikan ke permukaan tanah dan kemudian ke dalam massa tanah. Distribusi beban tersebut termasuk distribusi ke permukaan Tiang Tekan Hidrolis (skin friction) dan distribusi beban langsung ke lapisan tanah keras pada ujung Tiang Tekan Hidrolis (End Bearing). Distribusi beban ke permukaan Tiang Tekan Hidrolis timbul dari gesekan antara Tiang Tekan Hidrolis dengan massa tanah, sedangkan pembebanan secara langsung timbul dari tahanan ujung tiang. Dengan demikian, besar daya dukung Tiang Tekan Hidrolis diperoleh dari tahanan samping (skin friction) dan tahanan ujung (End Bearing), dengan catatan ujung Tiang Tekan Hidrolis sudah mencapai lapisan tanah keras sesuai dengan yang direncanakan.

10

11

Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis umumnya digunakan untuk kebutuhan sebagai berikut: 1. Meneruskan beban bangunan di atas permukaan tanah ke lapisan massa tanah di bawahnya. 2. Menahan gaya tarikan atau gaya guling dari bangunan di atasnya, seperti basement bawah. 3. Menopang tanah yang berada di bawah muka air tanah jenuh dan menahan gaya guling pada menara-menara tinggi. 4. Menahan gaya lateral tanah pada galian basement. 5. Dapat menjadi pondasi Tiang Tekan Hidrolis kelompok sehingga dapat mengontrol penurunan bangunan dipikul menjadi relatif merata. 6. Meningkatkan kekakuan tanah di bawah pondasi sehingga dapat meredam amplitudo getaran dari suatu bangunan yang dipikul. 7. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah abutmen jembatan maupun pir/tiang, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang krusial. 8. Sebagai penopang bangunan lepas pantai yang dapat mendistribusikan beban dari bangunan melewati air lalu ke tanah dasar di bawahnya. Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis sudah semakin luas. Umumnya, Tiang Tekan Hidrolis ditekan Hidrolis secara vertikal untuk menahan beban vertikal, tetapi untuk menahan beban lateral dapat juga ditekan Hidrolis secara horizontal, misalnya ground anchor.

12

2.2. Karakteristik Tanah Untuk mengetahui karakteristik tanah, para ahli mengadakan penyelidikan tanah di laboratorium dan lapangan. Secara umum, tanah dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Tanah Kohesif dan Tanah Non Kohesif Tanah kohesif adalah tanah yang karakteristik butirannya selalu melekat satu sama lain baik saat basah maupun kering sehingga dibutuhkan suatu gaya untuk memisahkannya dalam keadaan kering. Sedangkan tanah non kohesif adalah tanah yang karakteristik butirannya selalu terpisah satu sama lain pada saat kering dan melekat pada saat basah akibat gaya tarik antar permukaan air. Contoh tanah kohesif yang sering dibahas karakteristiknya adalah tanah lempung (clay) sedangkan contoh tanah non kohesif misalnya pasir (sand). b. Tanah berdasarkan teksturnya (Menurut Departemen Pertanian Amerika, USDA) 1. Pasir: butiran dengan diameter 2,0 mm sampai dengan 0,05 mm. 2. Lanau: butiran dengan diameter 0,05 mm sampai dengan 0,002 mm. 3. Lempung: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm. c. Tanah berdasarkan sistem Unified (Casagrande 1982 dan ASTM) 1. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, misalnya kerikil (G) dan Pasir (S).

13

2. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, misalnya tanah lanau (M) dan lempung (C). 2.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) Sebelum merencanakan desain suatu pondasi, sangat perlu dilakukan penyelidikan tanah (soil investigation). Tujuan dari penyelidikan tanah adalah untuk mengetahui karakteristik tanah dan lapisan tanah yang akan menopang bangunan di atasnya. Jika kondisi tanah yang akan menopang bangunan kurang memiliki sifatsifat yang diperlukan dalam memikul beban kerja (working load), maka pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan pilihan yang tepat. Di dalam penyelidikan karakteristik tanah, perlu ditentukan parameterparameter tanah yang mempengaruhi desain pondasi, seperti daya dukung tanah (bearing capaCity), penurunan (besar dan laju penurunan), tekanan tanah efektif dan tekanan air pori serta kuantitas disipasi air tanah. Klasifikasi tanah juga dapat diperoleh dari penyelidikan tanah tersebut. 2.3.1. Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test adalah suatu jenis percobaan dinamis, dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh: 1. Kepadatan relatif (Relative Density) (Dr). 2. Sudut geser tanah (ø).

14

3. Nilai “N” dari lapisan tanah yang diteliti. Relative density adalah perbandingan antara berat tanah basah dengan berat tanah seluruhnya. Umumnya relative density dipakai untuk tanah tingkat kerapatan dari tanah berbutir (granular soil). Sudut geser tanah adalah suatu sudut yang menentukan besar kekuatan geser tanah, sedangkan nilai “N” adalah jumlah pukulan yang diberikan untuk memasukkan split spoon sedalam 3 × 15 cm, Keterangan “N” yang diperlukan ini dapat dihubungkan dengan sifat-sifat lain dari tanah atau lapisan tanah tersebut. Hubungan ketiga nilai di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2. 1. Hubungan antara Dr, ø, dan N dari pasir (Sosrodarsono, 1988) NILAI N 0–4 4 – 10 10 – 30 30 – 50 >50

KERAPATAN RELATIF 0 – 0,15 0,15 – 0,50 0,50 – 0,70 0,70 – 0,85 0,85 – 1

Sangat Lepas Lepas Menengah Padat Sangat Padat

SUDUT GESER DALAM TANAH PECK < 28,50 28,50 – 30 30 – 36 36 – 41 > 41

MEYERHOFF < 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 > 45

SPT yang dilakukan pada tanah non kohesif tapi berbutir halus (misalnya lanau), yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. (Shamsher Prakash, 1989).

15

Tabel 2. 2. Hubungan antara Dr dan N pada tanah lempung (Sosrodarsono,1988) RELATIVE DENSITY (Dr)

NILAI N

Very Soft/ Sangat Lunak Soft / Lunak Medium / Kenyal Siff / Sangat Kenyal Hard / Keras Padat

2 2-4 4-8 8 - 15 15 - 30 > 30

Hal ini mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N >15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948) memberikan harga ekivalen N0 yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah dikorelasi akibat pengaruh permeabilitas yang dinyatakan dengan: 𝑁0 = 15 +

1 2

𝑁 − 15

(2.1)

Gibs dan Holz (1957) juga memberikan harga ekivalen N0 yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah terkoreksi akibat tekanan berlebih yang terjadi untuk jenis tanah yang dinyatakan dengan:

𝑁0 = 𝑁

50 1 + 2𝜎 + 10

(2.2)

Keterangan ζ adalah tegangan efektif ekses, yang tidak lebih dari 2,82 kg/cm2. Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada Tabel 2.3.

16

Tabel 2. 3. Hal-Hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono,1988) KLASIFIKASI Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil survei sebelumnya

Hal yang perlu diperhatikan dari nilai N

Harga N

HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DAN DIPERTIMBANGKAN Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase, dan lain-lain. Berat isi efektif, sudut geser dalam, ketahanan terhadap Tanah pasir (non kohesif) penurunan, daya dukung tanah, dan angka elastisitas Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan Tanah lempung (kohesif) maksimum, terhadap hancuran

yang diperoleh dari SPT tersebut

diperlukan untuk

memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesa pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Mohr Coulomb. Untuk mendapatkan nilai sudut geser tanah dari tanah yang tidak kohesif (misalnya pasir) umumnya dapat menggunakan Rumus Dunham (1962) sebagai berikut: 1. Tanah pasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser dalam sebesar: 𝜑=

12𝑁 + 15

(2.3)

17

𝜑=

12𝑁 + 50

(2.4)

2. Butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi merata. 𝜑=

12𝑁 + 25

(2.5)

3. Atau dengan menggunakan rumus Peck. 𝜑 = 0.3𝑁 + 25

(2.6)

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Ditinjau dari defenisinya, angka penetrasi standard (N-SPT) adalah merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah pukulan per kaki kedalaman pada alat SPT. Pada tanah lempung, nilai N-SPT kurang begitu akurat karena sifat tanah lempung yang memiliki butiran yang halus dan kohesi yang besar, sedangkan pada tanah pasir, nilai N-SPT lebih dapat diterima. Nilai N-SPT dapat berubah-ubah pada satu titik lokasi pengujian yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh ketelitian dalam pelaksanaan pengujian. Oleh sebab itu, pengujian N-SPT hanya sebagai awal pengujian dan diperlukan pengujian lainnya agar mendapatkan hasil parameter tanah yang lebih akurat sehingga SPT masih belum begitu standard. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2.4.

18

Tabel 2. 4. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1995) ANGKA PENETRASI STANDARD (N) 0–5 5 – 10 10 – 30 30 – 50

KEPADATAN RELATIF (%) 0–5 5 – 30 30 – 60 60 – 65

SUDUT GESER DALAM (˚) 26 – 30 28 – 35 35 – 42 38 – 46

Hubungan antara harga N dengan berat isi tanah yang sebenarnya hampir tidak mempunyai pengaruh karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.5). Harga berat isi yang dimaksud tergantung pada kadar air. Tabel 2. 5. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono,1977) Tanah Non Kohesif Tanah Kohesif

Harga N Berat Isi Tanah γ (kN/m3)

< 10

10 - 30

30 - 50

> 50

12 - 16

14 - 18

16 - 20

18 - 23

Harga N

<4

4-6 6 - 15

16 - 25

> 25

Berat Isi Tanah γ (kN/m3)

14 - 18

16 - 18

16 - 18

> 20

Pada tanah yang tidak kohesif, daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi daya dukung tanah pasir. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dengan melihat nilai-nilai sebagai berikut: 1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35. 2. Lapisan kohesif mempunyai nilai kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm2 atau harga SPT, N > 15.

19

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar saja, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Apabila jumlah pukulan untuk hasil percobaan pada SPT sebanyak 15, maka: N = 15 + ½ (N’ – 15)

(2.7)

Secara umum hasil percobaan Sondir lebih akurat daripada hasil percobaan SPT (Sosrodarsono,1988). 2.3.2. Sondering Test (Tes Sondir) Tes Sondir (Sondering Test) disebut juga tes Sondir atau Cone Penetration Test. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikasi dari daya dukung tanah. Tes Sondir juga dapat mengetahui kedalaman atau tebal dari lapisan-lapisan tanah yang berbeda. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Hasil Sondir dinyatakan dalam sebuah grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai Sondir yaitu perlawanan penetrasi konus. Alat Sondir yang biasa digunakan ada 2 jenis, yaitu Sondir ringan dan Sondir berat.

20

Pada pekerjaan Sondir ringan (2 – 2,5 ton), pembacaan manometer dihentikan pada keadaan pembacaan tiga kali berturut-turur melebihi 150 kg/cm2 atau kedalaman melebihi 30 meter. Pada pekerjaan Sondir berat (10 ton), pembacaan manometer diberhentikan pada keadaan pembacaan tiga kali berturut-turut 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimum 50 meter. Dari hasil percobaan diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat dapat dihitung sebagai berikut: 1. Hambatan Lekat (HL). 𝐻𝐿 = 𝐽𝑃 − 𝑃𝐾 𝑥

𝐴 𝐵

(2.8)

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL). 𝑖

𝐽𝐻𝐿 =

𝐻𝐿

(2.9)

𝑛=0

3. Jumlah Hambatan Setempat (JHS). 𝐽𝐻𝑆 =

𝐻𝐿 10

Keterangan: JP

= Jumlah perlawanan (kg/cm2).

PK

= Perlawanan konus (kg/cm2).

A

= Tahap pembacaan (setiap kedalaman 20 meter).

B

= Faktor alat (=10).

(2.10)

21

I

= Kedalaman (meter).

Tes Sondir merupakan percobaan dengan cara memasukkan suatu batang penetrasi ke dalam tanah dan dengan bantuan manometer yang terdapat pada alat penetrasi tersebut dapat diketahui kekuatan suatu lapisan tanah pada kedalaman tertentu (Panduan Praktikum Mekanika Tanah Teknik Sipil USU). Dari pengetesan ini dapat diperoleh keterangan mengenai: 1. Jenis lapisan tanah. 2. Ketebalan tiap lapisan tanah. 3. Posisi muka air tanah. 4. Daya dukung lapisan tanah, berupa perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah. Untuk menghitung daya dukung Ultimate dan daya dukung izin Tiang Tekan Hidrolis berdasarkan data Sondir, dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut: 𝑄𝑢𝑙𝑡 = 𝑞𝑐 𝑥𝐴𝑝 + 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾

(2.11)

𝑞𝑐 𝑥𝐴𝑝 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾 + 3 5

(2.12)

𝑄𝑖𝑧𝑖𝑛 =

Keterangan: Qult

= Daya dukung Ultimate (ton).

qc

= Tahanan ujung Sondir (qc1 + qc2).

22

qc1

= Rata-rata perlawanan penetrasi konus di atas titik 8D.

qc2

= Rata-rata perlawanan penetrasi konus di bawah titik 4D.

Ap

= Luas penampang tiang = ¼ π D2 (m2).

D

= Diameter Tiang Tekan Hidrolis (m).

K

= Keliling Tiang Tekan Hidrolis = π D (m).

JHL

= Jumlah hambatan lekat.

3

= Faktor keamanan untuk tahanan ujung tiang.

5

= Faktor keamanan untuk tahanan selimut tiang.

2.3.3. Boring Test Walaupun hasil pengujian tanah dari tes Sondir sudah diketahui, biasanya masih diperlukan pengujian yang lebih teliti. Oleh sebab itu, penyelidikan tanah perlu dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari lapisan bawah. Parameter tanah yang berhubungan dengan mekanika tanah pondasi harus dicari dengan pengujian-pengujian yang sesuai dengan letak sebenarnya tanah tersebut. Untuk itu dilakukan pengeboran sesuai kedalaman pondasi agar dilakukan berbagai pengujian. Metode pengeboran beserta pengambilan contoh tanah atau pengujian tanah asli dapat memberikan hasil yang lebih teliti mengenai karakteristik fisik

23

dan mekanis tanah pondasi dibandingkan metode pengujian lain. Namun pengujian ini hanya memberikan informasi secara vertikal pada titik pengeboran. Untuk memperkirakan luas dan penyebaran karakteristik dalam arah horizontal, diperlukan suatu survei yang lain, seperti penyelidikan geofisika/geolistrik. Penggunaan jenis alat pengeboran disesuaikan dengan tujuan pengeboran, fungsi dan jenis tanah yang akan dibor. Alat-alat bor yang biasa digunakan yaitu: 1. Bor tangan. 2. Alat bor rotasi tangan. 3. Bor rotasi hidrolik. Contoh tanah yang diambil terbagi atas dua jenis yaitu contoh tanah yang tidak terganggu (undisturbed sample) dan contoh tanah yang terganggu (disturbed sample). Contoh tanah yang tidak terganggu adalah contoh tanah yang masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah yang ada padanya. Ciri-ciri tanah ini yaitu tidak mengalami perubahan dalam struktur, kadar air atau susunan kimianya. Sampel tanah asli ini dipergunakan untuk pengujian engineering properties, antara lain: 1. Permeabilitas. 2. Konsolidasi.

24

3. Direct shear triaxial. Contoh tanah terganggu diambil tanpa adanya usaha-usaha untuk melindungi struktur tanah asli tersebut. Sampel tanah ini digunakan untuk percobaan properties index, yaitu: 1. Atterberg limit. 2. Berat jenis. 3. Analisa saringan. 2.4. Tiang Tekan Hidrolis Pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan salah satu jenis pondasi dalam. Istilah Tiang Tekan Hidrolis merujuk pada pondasi tiang pancang yang dipancang dengan cara ditekan secara perlahan-lahan dengan suatu alat Hidrolis yang disebut Jacking Pile. Metode pemancangan Tiang Tekan Hidrolis lebih populer disebut Hydraulic Static Pile Driver (HSPD). Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis memiliki keterbatasan dalam kuat tekan yang diberikan terhadap tiangnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu alat Jacking Pile yang besar/berat agar dapat memberikan gaya tekan sesuai dengan yang direncanakan. Namun, Tiang Tekan Hidrolis memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh tiang pancang dengan Jack Hammer pada umumnya, yaitu tidak menimbulkan suara yang bising dan getaran pada tanah sekeliling yang dapat merusak bangunan di sekitar lokasi pondasi. Sama seperti tiang pancang pada umumnya, Tiang Tekan Hidrolis dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:

25

2.4.1. Menurut MekanismeTransfer Beban Menurut mekanisme transfer beban, Tiang Tekan Hidrolis terdiri dari: 1. Point Bearing Pile (End Bearing Pile). Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan tahanan ujung. Sesuai dengan namanya, tiang ini meneruskan beban melalui ujung Tiang Tekan Hidrolis ke lapisan tanah keras. 2. Friction Pile. Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan gesekan permukaan tiang dengan tanah di sekelilingnya. Sesuai dengan namanya, tiang ini mentransfer beban melalui gesekan atau lekatan antara tanah dengan permukaan memanjang Tiang Tekan Hidrolis. Jenis tiang ini biasanya dipakai jika lapisan tanah keras terlalu dalam, dan cocok untuk tanah lempung atau dominan lempung. 3. Compaction Pile. Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan pemadatan tanah di sekeliling Tiang Tekan Hidrolis. Pada saat pemancangan, Tiang Tekan Hidrolis ini akan memadatkan tanah di sekelilingnya. Tiang Tekan Hidrolis jenis ini umumnya digunakan pada tanah granular dan secara berkelompok. 2.4.2. Menurut Jenis Bahan Atau Material Menurut jenis bahan atau kualitas materialnya, Tiang Tekan Hidrolis terdiri dari:

26

1. Tiang Tekan Hidrolis baja (steel pile). 2. Tiang Tekan Hidrolis beton (concrete pile). 3. Tiang Tekan Hidrolis kayu (timber pile). 4. Tiang Tekan Hidrolis komposit (composite pile). Tiang Tekan Hidrolis yang paling umum dipakai adalah Tiang Tekan Hidrolis beton (concrete pile). Dalam tesis ini yang diteliti adalah Tiang Tekan Hidrolis beton pracetak (precast) berbentuk segi empat dengan dimensi 45 cm x 45 cm yang diproduksi oleh Wika Beton. Data spesifikasi teknis Tiang Tekan Hidrolis yang diteliti terdapat pada Bab III. Metodologi Penelitian. 2.5. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Dengan Data SPT Kapasitas daya dukung ulmimate Tiang Tekan Hidrolis dapat dihitung secara empiris dari nilai N hasil uji SPT. Untuk Tiang Tekan Hidrolis yang terletak di dalam tanah pasir jenuh, Meyerhoff (1956) mengajukan Persamaan sebagai berikut:

𝑄𝑢 = 4. 𝑁𝑏 . 𝐴𝑏 +

1 𝑁𝐴𝑠 50

(2.13)

1 𝑁𝐴𝑠 100

(2.14)

Untuk Tiang Tekan Hidrolis baja profil:

𝑄𝑢 = 4. 𝑁𝑏 . 𝐴𝑏 +

Keterangan: Qu

= Kapasitas Ultimate Tiang Tekan Hidrolis (ton).

27

Nb

= Nilai N dari uji SPT pada tanah di sekitar dasar Tiang Tekan Hidrolis.

As

= Luas selimut Tiang Tekan Hidrolis (ft2) dengan 1ft = 30,48 cm.

Ab

= Luas penampang Tiang Tekan Hidrolis (ft2).

Nilai maksimum 𝑁/50 dari suku ke-2 pada Persamaan (2.13) dan (2.14), yaitu suku Persamaan yang menyatakan tahan gesek dinding Tiang Tekan Hidrolis, disarankan sebesar 1.0 ton/ft2 (1.08 kg/m2 = 107 kN/m2) untuk Persamaan (2.13). Kedua Persamaan di atas telah digunakan dengan aman untuk perancangan Tiang Tekan Hidrolis pada lempung kaku (Bromham dan Styles, 1971). Pada penelitian selanjutnya, Meyerhoff (1976) mengusulkan Persamaan untuk menghitung tahanan ujung tiang:

𝑄𝑏 = 𝐴𝑕 38 𝑁

𝐿𝑏 ≤ 380 𝑁 𝐴𝑏 𝐷

𝑘𝑁

(2.15)

Dengan 𝑁 adalah nilai N rata-rata yang dihitung dari 8D di atas dasar Tiang Tekan Hidrolis sampai 4D di bawah dasar Tiang Tekan Hidrolis, sedangkan Lb/D adalah rasio kedalaman yang nilainya kurang dari L/D bila tanahnya berlapis-lapis (Meyerhoff, 1976) (D = Diameter Tiang Tekan Hidrolis). Berdasarkan Metode Meyerhoff (1976), cara untuk menghitung daya dukung ujung dan selimut pondasi Tiang Tekan Hidrolis adalah sebagai berikut: A. Tanah Non Kohesif Daya dukung ujung Tiang Tekan Hidrolis (Qp) dihitung sebesar:

28

𝑄𝑝 = 40 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥𝐴𝑝 < 400 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇𝑎𝑣 𝑥 𝐴𝑝

𝑁 − 𝑆𝑃𝑇𝑎𝑣 =

𝑁1 + 𝑁2 𝑀𝑒𝑦𝑒𝑟𝑕𝑜𝑓𝑓 2

(2.16)

(2.17)

Keterangan: Qp

= Tahanan ujung tiang (kN).

Ap

= Luas penampang tiang (m2).

Lb

= Panjang penetrasi tiang (m).

N1

= Harga N rata-rata dari dasar ke 10D ke atas.

N2

= Harga N rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah.

Sedangkan besar tahanan selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) dihitung sebesar: 𝑄𝑠 = 2 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 Keterangan: p

= Keliling tiang (m).

Li

= Panjang atau tebal lapisan tanah (m).

B. Tanah kohesif Daya dukung ujung Tiang Tekan Hidrolis (Qp) dihitung sebesar:

(2.18)

29

𝑄𝑏 = 9 𝑥 𝑐𝑢 𝑥𝐴𝑝 2 𝑐𝑢 = 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 10 3

(2.19)

(2.20)

Sedangkan besar tahanan selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) dihitung sebesar: 𝑄𝑠 = 𝛼 𝑥 𝑐𝑢 𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 Keterangan:

(2.21)

α = Faktor adhesi antara tanah dan tiang (kN/m2). cu = Kohesi undrained (kN/m2).

Nilai Faktor Adhesi dapat diperoleh dari Grafik pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Faktor Adhesi untuk Tiang Pancang dalam Tanah Lempung (Mc Clellend, 1974)

Untuk mendapatkan nilai Nq* dapat menggunakan Grafik pada Gambar 2.2.

30

Gambar 2.2. Hubungan antara Sudut Geser Dalam Tanah dengan Nq*

2.6. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Dengan Data Pembebanan (Loading Test) Pengujian pembebanan dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara beban dengan penurunan pondasi akibat pembebanan (beban rencana, beban Testing, dan penurunan tetap setelah beban dipindahkan). Besar daya dukung Tiang Tekan Hidrolis berdasarkan hasil uji pembebanan dapat diketahui langsung pada saat pengujian beban. Loading Test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik aksial (Static axial Loading Test). Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik.

31

Tujuan dilakukan pengujian pembebanan vertikal tekan (compressive Loading Test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dengan penurunan pondasi akibat beban rencana. 2. Untuk menguji tanah di bawah pondasi agar mampu memikul beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan pemancangan tidak terjadi kegagalan. 3. Untuk menentukan daya dukung yang sebenarnya sebagai kontrol terhadap hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis. 4. Untuk mengetahui tingkat elastisitas tanah, mutu beton dan mutu besi beton (Wesley,1997). Uji pembebanan biasanya diperlukan untuk kondisi-kondisi sebagai berikut: 1. Perhitungan

analitis

tidak

memungkinkan

untuk

dilakukan

karena

keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur. 2. Besar beban rencana yang tergolong sangat besar khususnya pada bangunan bertingkat tinggi. 3. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan fisik yang dialami bagian-bagian struktur, akibat kebakaran, gempa, pembebanan yang berlebihan, dan lain-lain. 4. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang tidak lazim, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur.

32

5. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan yang belum diperhitungkan dalam perencanaan. 6. Kekhawatiran atas rendahnya mutu pelaksanaan ataupun resiko dalam kesalahan perhitungan dalam perencanaan yang tidak terdeteksi. Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian beban tiang seperti dimuat dalam berbagai literatur dan jurnal. Dari sekian banyak metode pengujian beban tiang, ada 4 (empat) jenis metode pengujian yang diidentifikasi sebagai metode pengujian beban dasar, yaitu: 1. Slow Maintaned Load Test Method (SM Test). 2. Quick Maintaned Load Test Method (QM Test). 3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test). 4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test). 2.6.1. Slow Maintaned Load Test Method (SM Test) Metode pengujian ini disarankan oleh ASTM D1143-81 (1989), yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis dengan delapan tahap penambahan pembebanan, yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200% hingga 200% dari beban rencana. 2. Pertahankan

setiap

penambahan

pembebanan

hingga

rata-rata

penurunan berkurang sebesar 0,01 in/h (0,25 mm/h) tapi tidak lebih dari 2h (h = jam). 3. Pertahankan beban 200% selama 24 jam.

33

4. Setelah waktu holding tercapai, ganti beban dengan pengurangan 25% dengan waktu 1 jam di antara jeda pengurangan beban. 5. Setelah beban bekerja dan diganti, seperti di atas, bebani kembali Tiang Tekan Hidrolis dengan tes pembebanan dengan penambahan 50% beban rencana, berikan waktu 20 menit diantara penambahan beban. 6. Kemudian tambah penambahan beban sebesar 10% dari beban rencana sampai runtuh, dan berikan juga waktu 20 menit diantara penambahan beban. Metode pengujian ini umumnya dipertimbangkan sebagai metode pengujian standard ASTM dan secara umum digunakan pada pengujian lapangan untuk memasang Tiang Tekan Hidrolis dan spesifikasi tertulis. Kelemahan utama dari pengujian ini adalah dalam hal waktu yang terpakai, misalnya suatu jenis periode pengujian memakan waktu 40 sampai 70 jam atau lebih. 2.6.2. Quick Maintaned Load Test Method (QM Test) Metode pengujian ini direkomendasikan oleh New York State Department of Transportation, The Federal Highway Administration, dan ASTM 1143-81 (Opsional), yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis dalam 20 tahap penambahan beban sampai 300% dari beban rencana atau setiap penambahan beban sebesar 15% dari beban rencana.

34

2. Pertahankan setiap pembebanan dengan periode 5 menit dengan pembacaan setiap 2,5 menit. 3. Tambah

penambahan

pembebanan

hingga

jacking

berlanjut

dibutuhkan untuk menjaga beban uji atau beban uji tercapai. 4. Setelah interval 5 menit, ganti seluruh beban dari Tiang Tekan Hidrolis ke dalam 4 tahap pengurangan beban yang sama dengan waktu antara selama 5 menit. Metode pengujian ini berlangsung cepat dan ekonomis. Waktu tipikal untuk pengujian ini selama 3 sampai 5 jam. Metode pengujian ini mewakili lebih banyak kondisi Undrained. Metode ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan karena termasuk metode cepat. 2.6.3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test) Metode ini direkomendasikan oleh Swedish Pile Commission, New York State Department of Transportation, dan ASTM D1143-81 (Opsional). Langkah-langkah utama CRP Test adalah sebagai berikut: 1. Kepala Tiang Tekan Hidrolis diperkuat untuk menerima penurunan 0,05 in/menit (1,25 mm/menit). 2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi rata-rata dicatat. 3. Pengujian dilakukan sampai total penetrasi 2 sampai 3 inchi (50 sampai 75 mm).

35

Keuntungan utama dari metode ini adalah bahwa waktu 2 sampai 3 jam sangat singkat dan ekonomis. Metode ini cocok untuk friction piles tetapi tidak cocok untuk end-bearing piles karena persyaratan gaya yang besar untuk menghasilkan penetrasi melewati lapisan tanah keras. 2.6.4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test) Metode ini disarankan oleh Swedish Pile Commission dan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis hingga satu-tiga dari beban rencana. 2. Hilangkan beban (unloading) hingga satu-enam dari beban rencana. Ulangi siklus loading dan unloading 20 kali. 3. Tingkatkan beban sampai 50% lebih tinggi dari item (a) dan kemudian ulangi seperti item (b). 4. Lanjutkan sampai keruntuhan terjadi. Metode ini adalah waktu terpakai, dan perubahan siklus perilaku Tiang Tekan Hidrolis sehingga Tiang Tekan Hidrolis berbeda dibandingkan Tiang Tekan Hidrolis aslinya. Hal itu hanya disarankan untuk proyek-proyek khusus Keterangan pembebanan siklik menjadi hal yang utama. Seperti terlihat pada Gambar 2.3, SM Test dan SC Test merupakan tes paling lambat dan CRP Test adalah tes yang paling cepat. Gambar 2.4 membandingkan perilaku beban – penurunan untuk keempat jenis tes tersebut di atas. Gambar tersebut menunjukkan bahwa bentuk kurva beban – penurunan

36

dengan metode CRP Test dengan baik terdefenisikan dan sesuai dengan kurva beban terhadap penurunan pada QM Test sebelum keruntuhan tercapai. Metode SM Test umumnya digunakan di Amerika Utara karena sederhana, banyak engineer yang familiar dengan metode ini, interpretasinya berdasarkan atas penurunan kotor dan penurunan bersih dapat dibuat dengan mudah, dan memberikan estimasi yang kasar untuk penurunan Tiang Tekan Hidrolis yang diharapkan di bawah beban kerja. Interpretasi beban runtuh dari kurva beban – penurunan diperoleh dari tes pembebanan akan didiskusikan pada subbab 2.9. Untuk lebih jelasnya, perbandingan waktu yang dibutuhkan pada 4 metode pengujian Loading Test dapat dilihat pada Gambar 2.3. Skala satuan waktu yang digunakan adalah jam, sedangkan beban (load) dalam satuan ton.

Gambar 2.3. Perbandingan Waktu Yang Dibutuhkan Pada 4 Metode Pengujian (Fellenius, 1975)

37

Perilaku penurunan (movement) yang terjadi terhadap beban (load) yang diberikan pada 4 metode Loading Test dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Perbandingan Perilaku Beban – Penurunan pada 4 Metode Pengujian (Fellenius, 1975)

Dalam penelitian tesis ini, pelaksanaan Loading Test menggunakan Metode Slow Maintaned Load Test Method dengan alat Jacking Pile System kapasitas 300 ton, yang dilaksanakan dengan menggunakan beban berat sendiri alat jacking pile ditambah counterweight dengan berat total 420 ton. Test ini menggunakan 1 unit main beam dengan dimemsi 2 buah (750x300x11x18x50), 1 buah hydraulic jack kapasitas 500 ton dan 6 (enam) buah dial gauge untuk mengukur penurunan (settlement) dan pergeseran.

38

Pembebanan berjalan setelah dilakukan pemompaan terhadap hydraulic jack kapasitas 500 ton. Hydraulic Jack menekan main beam, beban diteruskan ke berat sendiri unit jacking pile, sehingga aksi dari tekanan hydraulic jack menimbulkan reaksi berupa gaya tekan ke bawah. Gaya tekan ke bawah ini mengakibatkan penurunan tiang (settlement). Penurunan tiang yang terjadi akibat reaksi tersebut diukur melalui 4 (empat) buah dial gauge pada balok reference beam yang dipasang dengan kokoh. Peralatan yang digunakan dalam pengujian pembebanan (Loading Test) ini antara lain: 1. HYDRAULIC JACK. a. Type

:

CLR 500.

b. Kapasitas

:

500 ton.

c. Diameter Ram

:

13,307 inch.

d. Merk

:

Enerpac.

e. Jumlah

:

1 (satu) unit.

a. Kapasitas

:

10.000 psi.

b. Model

:

P-464.

c. Merk

:

Enerpac.

d. Jumlah

:

1 (satu) unit.

a. Type

:

3058 E.

b. Kapasitas

:

0,01 mm – 50 mm.

2. POMPA HYDRAULIC.

3. DIAL GAUGE

39

c. Ketelitian

:

0,01 mm.

d. Merk

:

Mitutoyo.

e. Jumlah

:

6 (enam) unit.

a. Kapasitas / Div

:

10.000 / 200 psi.

b. Type / No. Seri

:

014079332/CL.1,0/Type 2.

c. Merk

:

WIKA.

d. Jumlah

:

1 (satu) unit.

4. PRESSURE GAUGE.

Susunan peralatan pada pelaksanaan pengujian pembebanan (Loading Test) dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.

Gambar 2.5. Gambar Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%)

40

Gambar 2.6. Denah Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%)

2.6.5. Prosedur Pengujian Prosedur pengujian pembebanan aksial compression kapasitas 300 ton dilaksanakan sesuai dengan ASTM D1143-81, “Standard Test Method for Piles Under Static Axial Compressive Loads”, Section 5.2, “Cyclic Loading Procedures”. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Bebani tiang sampai 200% dari beban rencana dengan pertambahan yang sama yaitu: 0%, 25%, 50%, 75%, 125%, 150%, 175%, 200%. 2. Pertahankan penambahan pembebanan hingga kecepatan penurunan tidak lebih dari 0,01 in/hari atau 0,25 in/jam, tapi tidak lebih dari 2 (dua) jam. 3. Pertahankan beban 200% hingga 24 jam.

41

4. Sesudah pembebanan pada massa tersebut beban dikurangkan 25% dengan selang 1 jam untuk tiap pengurangan. 5. Sesudah beban dipasang dan dikurangi seperti di atas, bebani kembali tiang pada pengujian dengan kenaikan 50% dari beban rencana yang diizinkan, 20 menit tiap penambahan beban. 6. Tambahkan beban tiap 10% dari beban rencana sampai keruntuhan dengan selang penambahan 20 menit. Percobaan pembebanan lain dapat menggunakan 2 (tipe) sebagai berikut: a. Percobaan yang dibagi atas 4 (empat) cycle dengan pembebanan setiap cycle adalah sebagai berikut: I.

0% - 25% - 50% - 25% - 0%

II.

0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%

III.

0% - 50% - 125% - 150% - 125% - 50% - 0%

IV.

0% - 50% - 100% - 150% - 175% - 200% - 150% - 100% - 50% - 0%

b. Percobaan dengan 1 (satu) cycle Keterangan pembebanan diberikan sebagai berikut: I.

0% - 100% - 133% - 166% - 200% - 166% - 133% - 100% - 0%

42

2.6.6. Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang Tekan Hidrolis Lokasi yang diamati pada pengukuran penurunan Tiang Tekan Hidrolis ialah pada kepala Tiang Tekan Hidrolisnya. Pembacaan dapat dilakukan pada lempeng pengujian dengan cara sebagai berikut: 1. Lakukan pembacaan terhadap waktu, beban penurunan dan catat semua sebelum dan sesudah dilakukannya penambahan atau pengurangan beban. 2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih dari 10 menit selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan beban. 3. Sesudah beban puncak dibebankan, pastikan bahwa tiang tidak runtuh. Lakukan pembacaan pada interval tidak lebih dari 20 menit pada 2 jam pertama, tidak lebih dari 1 jam pada 10 jam berikutnya dan tidak lebih dari 2 jam untuk 12 jam berikutnya. 4. Jika terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban, lakukan pembacaan dan catat dengan interval tidak lebih dari 20 menit. 5. Lakukan pembacaan akhir 12 jam sesudah beban dipindahkan. 6. Besar beban (dalam ton) dan lama pembebanan serta waktu pembacaan penurunan dimuat dalam Tabel jadwal Loading Test.

43

Beban runtuh Ultimate suatu tiang didefenisikan sebagai beban saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepatnya di bawah tekanan beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap batas penurunan dapat berubahubah, misalnya saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10% dari diameter ujung atau penurunan kotor 1,50 inchi (38 mm) dan penurunan bersih 0,75 inchi (19 mm) terjadi di bawah 2 kali beban rencana.

2.7. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut Hasil SPT Dari data SPT (N-Value) daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dapat direncanakan dan dihitung. Tesis ini menggunakan metode Meyerhoff (1976) untuk menghitung daya dukung Tiang Tekan Hidrolis. Metode ini banyak digunakan untuk merencanakan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dan menentukan daya dukung tiang izinnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑃=

𝑚 𝑁𝑎 𝐴𝑐 + 3

𝑛 𝑁 𝐴𝑠 5

Keterangan: P

= Daya dukung tiang izin (ton).

m

= Koefisien perlawanan ujung.

n

= Koefisien perlawanan geser tiang.

Ac

= Luas penampang tiang (cm2).

N1

= Nilai N-SPT pada ujung tiang.

(2.22)

44

N2

= Nilai N-SPT dari ujung tiang hingga 4 kali diameter di atas ujung tiang.

Na

= Nilai N-SPT pada elevasi dasar tiang. Na = ½ (N1 + N2) ≤ 40

(2.23)

3 dan 5 = Faktor keamanan tergantung pada jenis pondasi. As

= Luas tiang pada interval kedalaman.

Untuk menentukan nilai koefisien perlawanan ujung tiang (m) dan koefisien perlawanan gesek tiang (n) dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2. 6. Harga m dan n untuk Persamaan Meyerhoff NO. JENIS TANAH 1 Meyerhoff (1976) Pasiran Lempungan 2 Okahara (1992) Pasiran

JENIS TIANG

m

Pondasi dalam

40 0.2 0.5 0.2

≤ 10 t/m2

40 0.5

≤ 20 t/m2

0.1

≤ 5 t/m2

1

≤ 15 t/m2

-

-

Tiang tekan hidrolis cor di tempat “inner digging ”

Tiang tekan hidrolis cor di tempat “inner digging ” 3

Kohesif Takahashi (1992) Pasiran

12

n

BATASAN

0.5 ≤ 0.1 t/m2 Tiang tekan hidrolis

30 0.2

2.8. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut Hasil Sondir Data hasil pengujian Sondir juga dapat digunakan untuk menghitung daya dukung Tiang Tekan Hidrolis. Perencanaan pondasi Tiang Tekan Hidrolis dengan

45

menggunakan hasil Sondir ini dilakukan dengan metode langsung dengan rumus yang diperkenalkan Meyerhoff (1976) sebagai berikut: 𝑄𝑢 = 𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝 + 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾𝐻

(2.24)

𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾𝐻 + 3 5

(2.25)

𝑄𝑖𝑧𝑖𝑛 =

Keterangan: Qu

= Kapasitas daya dukung Tiang Tekan Hidrolis tunggal.

qp

= Tahanan ujung Sondir.

qc

= Tahanan ujung Sondir terkoreksi.

qp

= qc menurut Meyerhoff dapat diambil untuk keperluan praktis.

JHL

= Jumlah hambatan lekat.

KH

= Keliling Tiang Tekan Hidrolis.

Ap

= Luas penampang tiang.

3 dan 5

= Faktor keamanan.

2.9. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan (Loading Test) Umumnya data uji pembebanan diplotkan dengan beban sebagai absis dan penurunan sebagai ordinat. Data yang berupa titik ini kemudian digunakan untuk membuat perkiraan beban runtuh sehingga kapasitas yang diizinkan dapat dihitung.

46

Beban runtuh Ultimate suatu Tiang Tekan Hidrolis didefenisikan sebagai beban saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepatnya di bawah tekanan beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap batas penurunan kotor 1,50 inchi (38 mm) dan penurunan bersih 0,75 inchi (19 mm) terjadi di bawah 2 kali beban rencana. Banyak ahli teknik mendefenisikan beban runtuh adalah titik potong dari garis singgung awal kurva (penurunan vs beban) dengan garis singgung atau perluasan bagian akhir dari kurva. Ada beberapa metode interpretasi data Loading Test yang dibahas dalam tesis ini antara lain: 1. Metode Davisson (1972). 2. Metode Chin (1970, 1971). 3. Metode Mazurkiewicz (1972).

2.9.1. Metode Davisson (1972) Langkah-langkah untuk mendapatkan daya dukung ultimate dengan metode Davisson terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Gambar kurva beban vs penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. 2. Dapatkan penurunan elastis, ∆ = (Qva)L/AE dari Tiang Tekan Hidrolis, Keterangan Qva adalah beban kerja, L adalah panjang Tiang Tekan Hidrolis, A adalah luas penampang Tiang Tekan Hidrolis, dan E adalah modulus elastisitas bahan Tiang Tekan Hidrolis.

47

3. Gambar garis OA menurut Persamaan penurunan elastis (∆) seperti yang didefenisikan pada point b. Gambar sebuah garis BC sejajar dengan garis OA pada suatu jarak x Keterangan x = 0,15 + D/120 in, (D = diameter Tiang Tekan Hidrolis dalam satuan inchi). 4. Daya dukung ultimate adalah perpotongan antara garis BC dengan kurva Beban-Penurunan seperti tertulis di point c. Metode ini sejatinya direkomendasikan untuk driven piles, dan lebih cocok digunakan untuk metode QM Test. Keuntungan utama dari metode ini adalah batas garis BC dapat digambarkan sebelum pengujian dilakukan. Adapun hal itu dapat digunakan seperti kriteria penerimaan untuk proof-Tested contract pile. Untuk lebih jelasnya, prosedur metode Davisson dapat diihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2. 7. Grafik Persamaan Pada Metode Davisson

48

2.9.2. Metode Chin (1970, 1971) Metode Chin ditunjukkan pada Gambar 2.8 dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Gambar grafik ∆/Qva vs ∆, Keterangan ∆ adalah penurunan dan Qva adalah beban kerja. 2. Daya dukung Ultimate (Qv)ult kemudian sama dengan 1/C1. Gambar 2.8 menjelaskan semua hal ini. Hubungan ini diberikan dalam gambar ini mengasumsikan bahwa kurva beban terhadap penurunan mendekati kurva hiperbolik. Interpretasi daya dukung Ultimate dalam metode ini diaplikasikan dalam QM dan SM Test, menyediakan peningkatan waktu yang konstan yang dipakai selama pengujian. Pemilihan garis lurus dari titik-titik seharusnya dapat dipahami bahwa titik-titik data tidak muncul ke bawah pada garis lurus hingga pengujian pembebanan melewati nilai batas Davisson. Metode ini tidak menyediakan nilai keruntuhan yang sesuai kenyataan untuk pengujianpengujian yang mengikuti metode standard ASTM karena pengujian itu tidak mempunyai peningkatan beban waktu yang konstan. Untuk lebih jelasnya, prosedur metode Chin secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.8.

49

Gambar 2. 8. Grafik Persamaan Pada Metode Chin

2.9.3. Metode Mazurkiewicz (1972) Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.9, adapun langkah-langkah perhitungan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dengan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Plot kurva beban terhadap penurunan. 2. Pilih suatu tahap penurunan kepala Tiang Tekan Hidrolis dan gambar garis vertikal yang memotong kurva. Kemudian gambar garis horizontal dari titik perpotongan tersebut pada kurva hingga memotong sumbu beban. 3. Dari perpotongan setiap beban, gambar garis yang membentuk sudut 45˚ hingga memotong garis beban berikutnya.

50

4. Perpotongan-perpotongan ini akan membentuk suatu garis lurus. Titik yang diperoleh oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada sumbu beban (vertikal) adalah beban runtuh. Metode ini mengasumsikan bahwa kurva beban terhadap penurunan mendekati kurva parabolik. Nilai beban runtuh diperoleh dengan metode ini seharusnya bagaimanapun memenuhi 80% kriteria. Lebih jauh lagi, semua perpotongan garis-garis ini tidak selalu membentuk garis lurus. Bagaimanapun, beberapa penegasan mungkin diperlukan dalam menggambar garis lurus. Gambar 2.9. menunjukkan contoh prosedur bagaimana interpretasi hasil Loading Test dengan metode Mazurkiewicz digunakan.

Gambar 2.9. Grafik Persamaan Pada Metode Mazurkiewicz

51

2.10. Daya Dukung Aksial Tiang Tekan Hidrolis Berdasarkan Kekuatan Bahan Selain berdasarkan hasil pengujian tanah (Soil Investigation) yang telah dibahas sebelumnya, kapasitas daya dukung aksial tiang juga perlu diuji berdasarkan kekuatan dari bahan tiang yang dipergunakan. Adapun kapasitas daya dukung berdasarkan kekuatan bahan tiang dapat diperoleh dari Persamaan berikut ini: 𝑃𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏 . 𝐴𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔

(2.26)

Keterangan: Ptiang

= Daya dukung tiang yang diizinkan (kN).

ζb

= Kuat tekan beton yang diizinkan (kN/m2).

Atiang

= Luas Penampang Tiang Tekan Hidrolis (m2).

2.11. Penurunan Tiang Tekan Hidrolis Penurunan pada pondasi Tiang Tekan Hidrolis dapat dikaji dari 2 komponen, yaitu: penurunan elastis dan penurunan konsolidasi. Penurunan elastis tergantung dari sifat elastis tanah dan Tiang Tekan Hidrolis itu sendiri. Dalam perhitungan, perlu dibedakan antara penurunan tiang tunggal dengan penurunan tiang kelompok. Penurunan pada tiang kelompok bergantung dari penurunan tiang tunggal. Penurunan total pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan penjumlahan dari penurunan elastis tiang dengan penurunan konsolidasi tiang.

52

2.11.1. Penurunan Elastis Tiang Tekan Hidrolis Tunggal Penurunan Tiang Tekan Hidrolis akibat beban vertikal Qw dapat dihitung dengan rumus: S = S1 + S2 + S3

(2.27)

Keterangan: S

= Penurunan tiang total.

S1

= Penurunan batang tiang.

S2

= Penurunan tiang akibat beban titik.

S3

= Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang.

Berikut adalah langkah-langkah dalam menentukan ketiga faktor penurunan di atas yaitu: a. Menentukan S1 Jika diasumsikan bahan tiang adalah elastis, maka deformasi batang tiang dapat dihitung dengan rumus berikut:

𝑆1 =

𝑄𝑤𝑝 + 𝜉 𝑄𝑤𝑠 𝐿 𝐴𝑝 𝐸𝑝

(2.28)

Keterangan: Qwp

= Beban yang dipikul ujung tiang di bawah kondisi beban kerja.

53

Qws

= Beban yang dipikul selimut tiang di bawah kondisi beban kerja.

Ap

= Luas penampang tiang.

L

= Panjang tiang.

Ep

= Modulus Young bahan tiang.

Besarnya ξ bergantung pada sifat distribusi tahanan selimut sepanjang batang tiang. Jika distribusi f adalah seragam atau parabola, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10, pada (a) dan (b) besar ξ adalah 0.5. Namun untuk distribusi f dalam bentuk segitiga, Gambar 2.10 (c) nilai ξ sekitar 0.67 (Vesic, 1977). Bentuk distribusi tahanan selimut sepanjang tiang tekan hidrolis ditampilkan pada Gambar 2.10. Tampak bahwa ada 3 jenis distribusi tahanan selimut tiang tekan hidrolis.

Gambar 2.10. Jenis Distribusi Tahanan Selimut Tiang Tekan Hidrolis Tunggal

54

b. Menentukan S2 Penurunan Tiang Tekan Hidrolis akibat beban pada ujung tiang dapat dinyatakan dalam bentuk yang sama dengan penurunan pada pondasi dangkal. Rumusnya adalah sebagai berikut:

𝑆2 =

𝑞𝑤𝑝 𝐷 1 − 𝜇𝑠 2 𝐼𝑤𝑝 𝐸𝑠

𝑞𝑤𝑝 =

𝑄𝑤𝑝 𝐴𝑝

(2.29)

(2.30)

Keterangan: D

= Lebar atau diameter Tiang Tekan Hidrolis.

qwp = Beban titik per satuan luas ujung tiang. Es

= Modulus Young tanah.

μs

= Angka Poisson tanah.

Iwp = Faktor pengaruh. Untuk tujuan praktis, Iwp dapat ditentukan sama dengan αr sebagaimana digunakan pada penurunan elastis pondasi dangkal. Jika tidak ada hasil laboratorium, maka nilai Modulus Young dan angka Poisson dapat diperoleh dari korelasi sebagaimana terlihat pada Tabel 2.7. Nilai kedua parameter tersebut tergantung pada jenis tanah dan konsistensi tanah.

55

Tabel 2. 7. Parameter Elastis Tanah (Meyerhoff, 1956)

Vesic (1977) juga mengajukan suatu metode semi empiris untuk menentukan besarnya penurunan S2. Metode itu dapat dinyatakan dengan rumus berikut:

𝑆2 =

Keterangan:

𝑄𝑤𝑝 . 𝐶𝑝 𝐷. 𝑞𝑝

qp

= Tahanan ujung batas tiang.

Cp

= Koefisien empiris.

(2.31)

Nilai Cp pada berbagai jenis tanah ditampilkan pada Tabel 2.8. Tabel 2. 8. Nilai Tipikal Cp (dari Design of Pile Foundation by A.S. Vesic, 1977)

56

c. Menentukan S3 Penurunan tiang yang diakibatkan oleh pembebanan pada selimut tiang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝑆3 =

𝑄𝑤𝑠

𝐷

𝑝𝐿

𝐸𝑠

1 − 𝜇𝑠 2 𝐼𝑤𝑠

(2.32)

Keterangan: p

= Keliling tiang.

L

= Panjang tiang yang tertanam.

Iws = Faktor pengaruh. Perlu dicatat bahwa suku Qws / pL pada Persamaan di atas adalah nilai rata-rata f di sepanjang batang tiang. Faktor pengaruh Iws dapat dinyatakan dengan sebuah hubungan empiris yang sederhana sebagai (Vesic, 1977).

𝐼𝑤𝑠 = 2 + 0.35

𝐿 𝐷

(2.33)

Vesic (1977) juga mengajukan sebuah hubungan empiris sederhana untuk menentukan S3 sebagai berikut:

𝑆3 =

Keterangan:

𝑄𝑤𝑠 𝐶𝑠 𝐿𝑞𝑝

(2.34)

57

Cs = Sebuah konstanta empiris.

𝐶𝑠 = 0.93 + 0.16

𝐿 𝐶 𝐷 𝑝

(2.35)

Nilai Cp dapat diperoleh dari Tabel 2.8.

2.11.2. Penurunan Elastis Kelompok Tiang Beberapa penyelidikan tentang penurunan tiang kelompok yang telah dipublikasikan dalam literatur memiliki hasil yang sangat beragam. Hubungan yang paling sederhana untuk penurunan tiang kelompok diberikan oleh Vesic (1969) sebagai berikut:

𝑆𝑔(𝑒) = 𝑠

𝐵𝑔 𝐷

(2.36)

Keterangan: Sg(e)

= Penurunan elastik tiang kelompok.

Bg

= Lebar tiang kelompok.

D

= Diameter satu tiang dalam kelompok.

s

= Penurunan elastik tiang tunggal.

Untuk tiang kelompok di dalam pasir atau kerikil, Meyerhoff (1976) menggagas hubungan empiris berikut untuk penurunan elastik.

58

𝑆𝑔

𝑚𝑚 =

𝑒

𝑞

0.92 𝑞 𝐵𝑔 𝐼

(2.37)

𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟

𝑄𝑔 𝑘𝑁 = 2 𝑚 𝐿𝑔 𝐵𝑔

𝐼 =1−

(2.38)

𝐿 ≥ 0.5 8𝐵𝑔

(2.39)

Keterangan: Lg dan Bg

= Panjang dan lebar tiang kelompok.

Ncorr

= N-SPT koreksi rata-rata dalam daerah penurunan (≈ sedalam Bg di bawah Ujung tiang).

I

= Faktor pengaruh.

L

= Panjang tiang yang tertanam.

Dengan

cara

yang

sama,

penurunan

tiang

kelompok

dapat

dihubungkan juga dengan CPT sebagai berikut:

𝑆𝑔(𝑒) =

𝑞𝐵𝑔 𝐼 2𝑞𝑐

(2.40)

Keterangan: qc

= Nilai CPT rata-rata pada daerah penurunan.

Dalam Persamaan (2.40) semua simbol harus dalam satuan yang sesuai atau seragam.

59

2.11.3. Efisiensi Kelompok Tiang Efisiensi kelompok tiang sesungguhnya dapat dihitung berdasarkan jenis tanah, cara pembebanan, dan geometri dari kelompok tiang. Yang dibahas dalam tesis ini adalah efisiensi geometris, yaitu hanya dihitung berdasarkan jumlah dan jarak antar tiang dalam satu kelompok. Di dalam banyak pelaksanaan pondasi, Tiang Tekan Hidrolis digunakan dalam bentuk kelompok tiang untuk meneruskan beban dari bangunan ke tanah. Gambar 2.11 merupakan gambaran grup tiang tekan hidrolis sebanyak n1 × n2 tiang. Lebar grup tiang ke arah sumbu Y disimbolkan Bg, sedangkan lebar grup tiang ke arah sumbu X disimbolkan Lg. Jarak antar tiang disimbolkan d. Secara umum, defenisi dari efisiensi dalam kelompok tiang pancang atau tiang tekan hidrolis merupakan suatu kondisi dimana daya dukung kelompok tiang lebih kecil dari daya dukung tiang tunggal dikalikan dengan jumlah titik tiangnya.

Gambar 2.11. Grup Tiang Tekan Hidrolis (Das, 2011)

60

Jumlah Tiang Tekan Hidrolis dalam grup = n1 × n2 Keterangan:

Lg ≥ Bg Lg = (n1 – 1)d + 2(D/2)

(2.41)

Bg = (n2 – 1)d + 2(D/2)

(2.42)

Efisiensi dari load-bearing capaCity dari kelompok Tiang Tekan Hidrolis dapat dirumuskan:

𝜂=

𝑄𝑔(𝑥) 𝑄𝑥

(2.43)

Keterangan: η

= Efisiensi kelompok tiang.

Qg(x)

= Ultimate load-bearing capaCity dari Tiang Tekan Hidrolis grup.

Q(x)

= Ultimate load-bearing capaCity dari Tiang Tekan Hidrolis tunggal tanpa pengaruh grup.

Banyak praktisi struktur menggunakan analisis yang disederhanakan untuk memperoleh efisiensi dari grup Tiang Tekan Hidrolis friction, khususnya di tanah pasir. Berdasarkan jarak antar tiang di dalam grup, Tiang Tekan Hidrolis dapat berperilaku dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Sebagai suatu blok dengan dimensi Lg × Bg × L. 2. Sebagai Tiang Tekan Hidrolis tunggal.

61

Sebagai suatu blok, daya dukung dari Tiang Tekan Hidrolis friction adalah: 𝑓𝑎𝑣 𝑝𝑔 𝐿 ≈ 𝑄𝑔(𝑥)

(2.44)

Keterangan: pg

= Keliling penampang dari blok pondasi = 2(n1 + n2 – 2)d + 4D.

fav

= Ketahanan gesekan satuan rata-rata.

Dengan cara yang sama, pada Tiang Tekan Hidrolis yang berperilaku sebagai individu (tunggal). 𝑄𝑢 = 𝑝𝐿𝑓𝑎𝑣

(2.45)

Keterangan: p

= Keliling penampang masing-masing Tiang Tekan Hidrolis.

𝜂=

=

𝑄𝑔(𝑥) 𝑓𝑎𝑣 2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑 + 4𝐷 𝐿 = 𝑄𝑢 𝑛1 𝑛2 𝑝𝐿𝑓𝑎𝑣 2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑 + 4𝐷 𝑝𝑛1 𝑛2

𝑄𝑔(𝑥) =

2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑 + 4𝐷 𝑝𝑛1 𝑛2

𝑄𝑢

(2.46)

Rumus tersebut berlaku untuk friction piles di tanah pasir tanpa End Bearing CapaCity.

62

Jika jarak pusat tiang ke pusat tiang, d cukup besar, maka η > 1. Dalam hal ini, tiang berperilaku sebagai Tiang Tekan Hidrolis tunggal. Secara praktis, jika η < 1. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.9.

𝑄𝑔(𝑥) = 𝜂

𝑄𝑢

Dan jika η ≥ 1, maka : 𝑄𝑔(𝑥) =

(2.47)

𝑄𝑢

Tabel 2. 9. Persamaan Efisiensi Grup dari Tiang Tekan Hidrolis Gesekan (Friction Piles) (Das, 1998)

Feld (1943) mengajukan suatu metode yang mana kapasitas beban dari Tiang Tekan Hidrolis tunggal (gesekan) pada suatu grup di tanah pasir dapat dihitung. Menurut metode ini, daya dukung Ultimate dari suatu tiang dikurangi seperenambelas (1/16) dari masing-masing diagonal atau barisan tiang. Berdasarkan pengamatan eksperimental terhadap perilaku kelompok tiang pada tanah pasir, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk Tiang Tekan Hidrolis grup yang ditekan Hidrolis di tanah pasir dengan d ≥ 3D, Qg(u) dapat diambil dari Σ Qu, Keterangan termasuk daya dukung ujung dan gesekan dari tiang tunggal.

63

2. Untuk Tiang Tekan Hidrolis grup yang dibor di tanah pasir dengan jarak konvensional (d≈3D), Qg(u) mungkin dapat diambil antara 2/3 sampai 3/4 kali dari Σ Qu (kapasitas ujung dan gesekan dari Tiang Tekan Hidrolis tunggal). Jika grup tiang berada di tanah lempung jenuh, langkah-langkah perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Tentukan Σ Qu = n1n2(Qp + Qs), Qp = Ap[9cu(p)] dan Qs = Σ αpcu∆L 2. Tentukan daya dukung Ultimate dengan asumsi bahwa tiang dalam grup berperilaku sebagai suatu blok pondasi dengan dimensi Lg× Bg × L. Daya dukung gesekan dari blok pondasi yaitu: Σpgcu∆L = Σ 2(Lg + Bg)cu∆L Daya dukung ujung tiang: Apqp = Apcu(p)𝑁𝑐∗ = (𝐿𝑔 𝐵𝑔 )𝑐𝑢(𝑝) 𝑁𝑐∗ Keterangan: cu(p) = Kohesi undrained tanah lempung pada ujung Tiang Tekan Hidrolis. 𝑄𝑢 = 𝐿𝑔 𝐵𝑔 𝑐𝑢(𝑝) 𝑁𝑐∗ +

2 𝐿𝑔 + 𝐵𝑔 𝑐𝑢 Δ𝐿

(2.48)

3. Bandingkan hasil dari No.1 dan No.2 di atas. Nilai yang lebih rendah dari kedua nilai tersebut adalah Qg(u).

64

Untuk daya dukung ujung tiang di tanah keras (rock), sebagian besar peraturan bangunan yang menekankan bahwa Qg(u) = Σ Qu, menyatakan bahwa jarak minimum pusat ke pusat Tiang Tekan Hidrolis adalah D + 300 mm. Untuk Tiang Tekan Hidrolis bentuk H dan Tiang Tekan Hidrolis berpenampang bujur sangkar, besar D sama dengan dimensi diagonal dari penampang Tiang Tekan Hidrolis.

2.12. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Horizontal / Lateral Selain beban vertikal yang harus dipikul oleh pondasi tiang, akibat dari beban lateral juga perlu diperhitungkan dalam analisis pondasi Tiang Tekan Hidrolis. Beban lateral tersebut bisa berupa beban akibat angin, beban gempa, gaya akibat gelombang pada struktur lepas pantai, maupun akibat tekanan tanah lateral. Broms (1964) mengembangkan analisis sederhana untuk menghitung daya dukung akibat beban lateral pada pondasi tiang. Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah mencapai nilai Ultimate dengan membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit. Tiang pendek (short pile) jika D/B < 20, dan tiang panjang (long pile) jika D/B ≥ 20, Keterangan D = kedalaman tiang dan B = diameter tiang. Kelebihan dari Metode Broms adalah: 1. Dapat digunakan pada tiang panjang dan atau tiang pendek. 2. Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang bebas dan atau terjepit.

65

Kekurangan dari Metode Broms adalah: 1. Berlaku hanya untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah pasir saja atau tanah lempung saja. 2. Tidak dapat diterapkan pada tanah berlapis, Keterangan merupakan kondisi sebenarnya di lapangan.

2.12.1. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Bebas (Free Head) Yang dimaksud dengan tiang pendek adalah tiang yang perbandingan antara panjang tiang terhadap diameter tiangnya masih lebih kecil dari 20 yaitu L/D < 20. Untuk tiang pendek, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan Ultimate tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang bebas (Broms, 1964)

66

Pada tanah berbutir kasar atau pasiran, titik rotasi dianggap berada di dekat ujung tiang, sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat ujung (Gambar 2.13 dan 2.14) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh:

𝐻𝑢 =

0,5 𝛾 ′ 𝐿3 𝐵 𝐾𝑝 𝑒+𝐿

(2.49)

Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x0:

𝑥0 = 0,82

𝐻𝑢 ′ 𝛾 𝐵𝐾𝑝

𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 𝑒 + 15𝑥0

Gambar 2.14. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah pasir (Broms, 1964)

(2.50)

Gambar 2.13. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah lempung (Broms, 1964)

67

Hubungan di atas dapat dinyatakan dengan gambar yang menggunakan suku tak berdimensi L/D seperti terlihat pada Gambar 2.15 dan 2.16.

Gambar 2.16. Daya dukung lateral Ultimate tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah lempung (Broms, 1964)

Gambar 2.15. Daya dukung lateral Ultimate tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah pasir (Broms, 1964)

Pada tanah lempung, momen maksimum diberikan untuk dua rentang kedalaman, yaitu: 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 𝑒 + 1,5𝐵 + 0,5𝑥0 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 2,25𝐵𝑐𝑢 𝐿 − 𝑥0

2

untuk 1,5𝐵 + 𝑥0 untuk 𝐿 − 𝑥0

2.51 (2.52)

Keterangan harga x0 dinyatakan sebagai berikut: 𝑥0 =

𝐻𝑢 9𝑐𝑢 𝐵

(2.53)

Solusi perhitungan diberikan pada Gambar 2.15 dan 2.16 Keterangan dengan mengetahui rasio L/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu / (cu.B)2, sehingga Hu dapat dihitung.

68

2.12.2. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Terjepit (Fixed Head) Pola keruntuhan yang dapat terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan 2.18.

Gambar 2. 15. Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang terjepit (Broms, 1964)

Gambar 2. 16. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang terjepit pada tanah pasir (Broms, 1964)

Pada tanah pasir, maka kapasitas lateral dan momen maksimum dinyatakan sebagai berikut: 𝐻𝑢 = 1,5 𝛾 ′ 𝐿2 𝐵 𝐾𝑝

(2.54)

𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝛾 ′ 𝐿3 𝐵 𝐾𝑝

(2.55)

Reaksi antara tanah dengan momen lentur tiang pendek dapat dilihat pada Gambar 2.19.

69

Gambar 2.17. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang terjepit pada tanah lempung (Broms, 1964)

Untuk tanah lempung, tahanan lateral dan momen maksimum dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝐻𝑢 = 9 𝑐𝑢 𝐵 𝐿 − 1,5𝐷 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 4,5 𝑐𝑢 𝐵 𝐿2 − 2,25𝐷2

2.56 2.57

Seperti halnya pada kondisi kepala tiang bebas, untuk kondisi kepala tiang terjepit solusi secara grafis juga diberikan berupa gambar dengan suku tak berdimensi L/D sebagaimana terlihat pada Gambar 2.19.

2.12.3. Daya Dukung Tiang Panjang dengan Kepala Bebas (Free Head) Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.20.

70

Gambar 2. 18. Tahanan tanah dan momen lentur tiang panjang dan kepala tiang bebas (Broms, 1964) Pada tanah pasir, karena momen maksimum terletak pada titik dengan gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya Ultimate lateral dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑚𝑎𝑥 𝑒 + 0,67𝑥0 𝑥0 = 0,82

𝐻𝑢 =

2.58

𝐻𝑢 𝛾 ′ 𝐷 𝑘𝑝

2.59

𝑀𝑢

2.60

𝐻 𝑒 + 0,54 𝛾 ′ 𝐷𝑢𝐾 𝑝

Mu adalah momen kapasitas ultimate dari penampang tiang. Hu dapat dihitung dengan menggunakan chart hubungan antara nilai 𝐾

𝐻𝑢

𝑝𝛾

𝐻𝑢 𝐾𝑝 𝛾 ′ 𝐵 4

′ 𝐵3

terhadap nilai

seperti pada Gambar 2.20 (a dan b). Untuk tanah lempung digunakan Persamaan seperti pada tiang pendek. 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 𝑒 + 1,5𝐷 + 0,5𝑥0

2.61

71

𝐻

𝑥0 = 9𝑐 𝑢𝐷

Keterangan:

𝑢

Dengan mengetahui nilai

𝑀𝑢 𝑐𝑢 𝐷 3

maka nilai

𝐻𝑢 𝑐𝑢 𝐷 2

dapat ditentukan dari

Gambar 2.20.b maka harga Hu dapat diperoleh.

2.12.4. Daya Dukung Tiang Panjang dan Kepala Terjepit (Fixed Head) Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan 2.22. Momen maksimum dan gaya Ultimate lateral dapat dihitung menggunakan Persamaan: 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑚𝑎𝑥 𝑒 + 0,67 𝑥0

Gambar 2.21. Daya dukung lateral Ultimate untuk tiang panjang pada tanah pasir (Broms, 1964)

(2.62)

Gambar 2.22. Daya dukung lateral Ultimate untuk tiang panjang pada tanah lempung (Broms, 1964)

Untuk perhitungan daya dukung lateral Ultimate, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.23(a) dapat digunakan untuk tanah pasir, sedangkan untuk tanah lempung digunakan Gambar 2.23(b).

72

Gambar 2.23. Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang – kepala tiang terjepit (Broms, 1964) Keterangan untuk tanah pasir dapat menggunakan Persamaan: 𝐻𝑢 =

2𝑀𝑢 𝑒 + 0,67𝑥0

𝐻𝑢 𝑥0 = 0,82 ′ 𝛾 𝐷 𝐾𝑝

2.63 0,5

2.64

Sedangkan untuk tanah lempung dapat menggunakan Persamaan: 𝐻𝑢 =

2 𝑀𝑢 1,5 𝐷 + 0,5 𝑥0 𝑥0 =

𝐻𝑢 9 𝑐𝑢 𝐷

2.65

2.66

2.13. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) Metode elemen hingga dikembangkan secara modern dalam bidang teknik bangunan (structural engineering) pada tahun 1940-an tepatnya tahun 1941 oleh

73

Hrennikoff dan tahun 1943 oleh McHenry, Keterangan digunakan dalam bentuk elemen satu dimensi (one dimensional element) berupa elemen batang dan elemen balok untuk pemecahan masalah massa benda yang menerus. Perkembangan elemen dua dimensi (two dimensional element) dimulai oleh Turner, dkk pada tahun 1956, dimana mereka menurunkan matriks kekakuan untuk elemen batang, elemen balok, dan elemen berdimensi dua berupa elemen segitiga dan elemen segiempat. Metode ini dikenal juga sebagai direct stiffness method untuk mendapatkan matriks kekakuan total struktur. Berbagai penemuan dan pengembangan dalam metode elemen hingga semakin gencar seiring dengan perkembangan pesat dalam teknologi komputerisasi sehingga analisis dan perhitungan dari elemen-elemen hingga dapat dilakukan dengan lebih cepat dan akurat hasilnya. Pada prinsipnya, metode elemen hingga dilakukan dengan menggunakan konsep diskritisasi yaitu dengan cara membagi-bagi suatu benda atau struktur menjadi bagian-bagian yang kecil yang dinamakan elemen-elemen hingga. Jadi analisis dilakukan pada elemen-elemen kecil tersebut sehingga analisis yang dilakukan menjadi lebih sederhana daripada bila langsung menganalisis suatu benda langsung secara keseluruhan. Arah gaya luar yang bekerja pada benda dan juga karakteristik material pembentuk benda tersebut akan menentukan bagaimana efek yang ditimbulkan pada elemen-elemen penyusun benda, berupa deformasi ataupun tegangan yang dialami.

74

Metode elemen hingga (FEM) dalam bidang teknik sipil (civil engineering) umumnya dipakai pada analisa struktur dan analisa geoteknik. Dalam hal ini, FEM untuk analisa geoteknik berbeda dengan FEM untuk analisa struktur. Pada program Fem geoteknik tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air pori dan kuadratik untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah. Namun ada juga program lain yang menyamakannya (Suhairiani, 2012). Pada permasalahan geoteknik sering berhadapan dengan dua jenis material yang sifat dan kekakuannya berbeda jauh, misalnya pada Tiang Tekan Hidrolis, antara material beton Tiang Tekan Hidrolis dengan tanah di sekeliling tiang. Untuk dinding penahan tanah terdiri dari dinding (pasangan batu ataupun beton) dan tanah. Untuk pondasi dangkal terdiri dari beton dan tanah. Untuk kasus timbunan yang menggunakan geotextile terdiri dari geotextile dan tanah, dan seterusnya. Untuk kondisi seperti ini dibutuhkan elemen interface (elemen antara). Jika tidak menggunakan elemen antara maka akan terjadi slip pada struktur (elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan yang kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur dan tanah. Penggunaan elemen interface ini hanya dijumpai pada kasus pemodelan elemen hingga pada bidang Geoteknik atau yang berhubungan dengan tanah. Secara garis besar, langkah-langkah dalam Metode Elemen Hingga adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan Tipe Elemen (Diskretisasi)

75

2. Pemilihan Fungsi Perpindahan 3. Mendefenisikan Hubungan antara Regangan/Perpindahan dan Hubungan Tegangan-Regangan 4. Menurunkan Matriks Kekakuan Struktur dan Persamaannya 5. Membentuk Matriks Kekakuan Total 6. Membentuk Matriks gaya 7. Menghitung Tegangan pada Elemen Mengingat dalam penelitian ini menggunakan elemen Axisymmetri dengan 15 (lima belas) titik nodal, maka langkah-langkah yang akan dibahas dalam metode elemen hingga khususnya berhubungan dengan elemen Axisymmetri. 2.13.1. Perumusan Elemen Untuk elemen-elemen segitiga pada fungsi interpolasi ada dua koordinat lokal yaitu  dan  . Selanjutnya kita menggunakan koordinat bantuan   1    . Contoh penomoran lokal dan penentuan titik nodal dapat dilihat pada Gambar 2.24.

Gambar 2. 24. Penomoran Lokal Dan Penentuan Titik Nodal

76

2.13.2. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 6 Titik Nodal N1 =  2   1 N2 =  2  1 N3 =  2  1 N4 = 4   N5 = 4   N6 = 4   2.13.3. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 15 Titik Nodal N1 =

N2 =

N3 =

 4  14  24  3 6

 4  14  24  3 6

 4  14  24  3 6

N4 = 4 4  14  1 N5 = 4 4  14  1 N6 = 4 4  14  1 N7 =  4  14  2 . 8 / 3 N8 =  4  1 4  2. 8 / 3 N9 = 4  1 4  2 . 8 / 3 N10=  4  1 4  2 . 8 / 3

77

N11=  4  1 4  2. 8 / 3 N12= 4  1 4  2 . 8 / 3 N13= 32   4  1 N14= 32   4  1 N15= 32   4  1

2.13.4. Integrasi Numerik Dari Elemen Segitiga Perumusan integrasi numerik untuk elemen segitiga adalah sebagai



berikut:

k

F  ,  d d   F  i , i wi i 1

Keterangan:

F  ,  = Nilai fungsi F pada posisi  dan  (value of the function F at position  and  ).

wi

= Weight factor for point i.



= Koordinat bantu/auxiliari coordinat.

Finite Element Method menggunakan integrasi Gaussian. Untuk elemen 6 node integrasi didasarkan pada 3 titik contoh, sedangkan untuk elemen 15 node menggunakan 12 titik contoh. Posisi dan faktor berat titik integrasi disajikan dalam Tabel 2.10 dan Tabel 2.11.

Tabel 2. 10. Integrasi 3 titik, untuk elemen 6 titik nodal (Waternan, 2004)

78

Tabel 2. 11. Integrasi 12 titik, untuk elemen 15 titik nodal (Waternan, 2004)

2.14. Pemodelan Pada Program Finite Element Method Finite Element Method adalah suatu program yang menggunakan prinsipprinsip metode elemen hingga (Finite Element Method) untuk aplikasi Geoteknik yang mana model-model tanah digunakan untuk mensimulasikan perilaku tanah. Sebelum melakukan perhitungan dengan program metode elemen hingga di Finite Element Method terlebih dahulu harus dipahami teori tentang pemodelan tanah yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan kekeliruan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh. Untuk

menghitung

korelasi

beban

vertikal

batas

(Ultimate)

dengan

displacement yang terjadi pada suatu Tiang Tekan Hidrolis dengan metode elemen hingga di Finite Element Method, model tanah yang digunakan adalah model Mohr Coulomb dan model Soft Soil dengan analisis Axisymetric. Kedua model ini digunakan untuk membandingkan hasil model mana yang paling sesuai dan mendekati dengan hasil Loading Test yang diperoleh di lapangan.

79

2.14.1. Model Mohr-Coulomb Model Mohr-Coulomb mengasumsikan perilaku tanah bersifat plastis sempurna dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Model Mohr-Coulomb adalah model elastis-plastis yang terdiri dari 5 buah parameter, yaitu E dan ν untuk memodelkan elastisitas tanah; ø dan c untuk memodelkan plastisitas tanah dan Ψ sebagai sudut dilatansi. Model Mohr-Coulomb merupakan suatu pendekatan “ordo pertama” dari perilaku tanah atau batuan. Model ini disarankan untuk dilakukan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi. Setiap lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai kekakuan rata-rata yang konstan. Karena kekakuan yang konstan, maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi dari model. Di samping kelima parameter tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegang peranan yang penting dalam hampir seluruh masalah deformasi tanah. Tegangan horizontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan menentukan nilai K0 yang tepat. Parameter dasar meliputi 5 buah parameter, yaitu: 1. Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Es) 2. Poisson Ratio (ν) 3. Kohesi (c) 4. Sudut Geser (ø) 5. Sudut Dilatansi (Ψ)

80

1. Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Elastic Modulus) Finite Element Method menggunakan modulus Young sebagai modulus kekakuan dasar dalam model elastis dan model MohrCoulomb, tetapi beberapa modulus alternatif juga ditampilkan. Modulus kekakuan mempunyai dimensi yang sama dengan dimensi tegangan. Nilai dari parameter kekakuan yang digunakan dalam suatu perhitungan memerlukan perhatian khusus karena kebanyakan material tanah menunjukkan perilaku yang non linier sejak awal pembebanan. Dalam mekanika tanah, kemiringan awal dari kurva tegangan-regangan umumnya dinotasikan sebagai E0 dan modulus sekan pada 50% kekuatan dinotasikan sebagai E50 (lihat gambar 2.25). Untuk material dengan rentang elastisitas linier yang lebar maka penggunaan E0 adalah realistis, tetapi untuk masalah pembebanan

pada

tanah,

biasanya

digunakan

E50.

Pada

pengurangan beban, seperti pada kasus terowongan dan galian, perlu digunakan Eur, dan bukan E50. Di laboratorium, modulus elastisitas (E) diperoleh dari hasil hubungan tegangan-regangan pengujian Triaxial Test. Untuk model Mohr-Coulomb, Finite Element Method menawarkan sebuah pilihan khusus untuk masukkan nilai kekakuan yang meningkat terhadap kedalaman. Untuk tanah lempung over konsolidasi dan beberapa jenis batuan dengan rentang linier elastis yang besar, digunakan E0. Sedangkan untuk material pasir dan

81

lempung normal konsolidasi lebih tepat menggunakan E50. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.25.

Gambar 2. 25. Defenisi E0 dan E50 Untuk Hasil Uji Triaksial Terdrainase Standar (Finite Element Method 8.2)

Dalam penelitian ini, modulus elastisitas didapatkan dari korelasi hasil Standard Penetration Test (SPT), Undrained Cohesion (Cu) terhadap modulus elastisitas. Misalkan, hubungan antara Modulus Elastisitas (Es) dengan N-SPT dikorelasikan dengan : Es = (1 – 3) qc. Kemudian nilai Es direduksikan sebesar 0.6 dari nilai Es yang diperoleh untuk menjadi hanya parameter drained. Hal ini disebabkan karena dalam program Finite Element Method nilai Es yang digunakan adalah parameter drained. Untuk mendapatkan nilai Es dan qc dapat diperoleh dari korelasi dengan nilai N-SPT seperti tampak pada Tabel 2.12.

82

Tabel 2. 12. Korelasi Nilai N-SPT dan qc dengan Modulus Elastisitas Tanah Tanah Pasir (terkonsolidasi normal)

SPT Es = 500(N + 15)

CPT Es = 2 to 4 qc

Pasir (jenuh)

Es = 250(N + 15)

-

Pasir (terkonsolidasi lebih)

Es = 18000 + 750N

Es = 6 to 30 qc

Pasir berkerikil dan kerikil

Es = 1200(N + 6) Es = 600(N + 6)

N ≤ 15

Es = 600(N + 6) + 2000

N > 15

Pasir berlempung

Es = 320(N + 15)

Es = 3 to 6 qc

Pasir berlanau

Es = 300(N + 6)

Es = 1 to 2 qc

Lempung lunak

-

Es = 3 to 8 qc

Memakai kuat geser tak tersalur Su dalam satuan Su Lempung

Ip > 30 atau organik

Es = 100 to 500 Su

Ip < 30 atau kaku

Es = 500 to 1500 Su

Es di dalam satuan kPa untuk SPT dan satuan qc untuk CPT.

2. Poisson Ratio (ν) Poisson ratio adalah perbandingan antara regangan arah lateral dengan regangan arah aksial, yang berguna untuk menghubungkan besar modulus elastisitas (E) dengan modulus geser (G) dengan Persamaan (2.67). 𝐸 = 2 1−𝑣 𝐺

(2.67)

Uji triaksial terdrainase dapat menghasilkan pengurangan volume yang signifikan pada awal pemberian beban aksial, yang menghasilkan konsekuensi berupa nilai angka Poisson awal (ν0) yang rendah. Pada beberapa kasus, khususnya pada kasus

83

pengurangan beban, mungkin realistis untuk menggunakan nilai awal yang rendah, tetapi pada penggunaan model Mohr-Coulomb, secara umum disarankan menggunakan nilai yang tinggi. Penentuan angka Poisson cukup sederhana jika model elastis atau model Mohr-Coulomb digunakan untuk pembebanan gravitasi (dengan meningkatkan ΣMweight dari 0 ke 1 pada perhitungan plastis). Untuk pembebanan seperti ini, Finite Element Method harus memberikan rasio yang realistis dari 𝐾0 = 𝜎𝑕 /𝜎𝑣 . Karena kedua model tersebut akan menghasilkan nilai rasio yang dikenal luas yaitu

𝜎𝑕 𝜎𝑣

=

𝑣 1−𝑣

untuk kompresi satu dimensi. Maka dengan

mudah dapat dipilih angka Poisson yang menghasilkan nilai K0 yang realistis dapat dengan mudah dilakukan. Oleh karena itu, nilai ν dievaluasi dengan mencocokkan nilai K0. Dalam banyak kasus, nilai Poisson ratio berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,4. Umumnya nilai tersebut tidak hanya digunakan pada kompresi satu dimensi, tetapi dapat juga digunakan pada pembebanan lainnya. Namun untuk pengurangan beban, lebih umum untuk menggunakan nilai antara 0,15 sampai 0,25. Pada program Finite Element Method disarankan ≤ 0,35. Nilai Poisson Ratio dapat dilihat pada Tabel 2.13.

84

Tabel 2. 13. Hubungan Jenis Tanah dan Konsistensi Tanah dengan Poisson’s ratio (υ) (Das, 1999)

Jenis Tanah

N-SPT Konsistensi 2–4 Soft /Lunak Clay /Lempung 4 – 8 Medium 8 – 15 Stiff /Keras 0 – 10 Loose /Lepas Sand /Pasir 10 – 30 Medium 30 – 50 Dense /Padat

υ 0.35 – 0.40 0.30 – 0.35 0.20 – 0.30 0.15 – 0.25 0.25 – 0.30 0.25 – 0.35

3. Kohesi (c) Kohesi merupakan sifat butiran tanah yang cenderung mengikat sesuai dengan kadar air yang terkandung di dalam tanah. Kohesi memiliki dimensi yang sama dengan tegangan. Kohesi tanah akan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah yang ditinjau. Finite Element Method dapat menangani pasir non kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan tidak akan berjalan dengan baik. Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum berpengalaman disarankan untuk menggunakan nilai yang kecil untuk kohesi (gunakan c > 0,20 kPa). Di laboratorium, kohesi dapat diperoleh dari beberapa jenis pengujian antara lain Triaxial Test dan Unconfined Compression Test. Nilai kohesi dalam hubungannya dengan konsistensi tanah dan tekanan konus pada hasil uji Sondir (Sondering Test) dapat dilihat pada Tabel 2.14.

85

Tabel 2. 14. Korelasi antara Konsistensi Tanah dan Tekanan Konus (Begemen, 1965)

4. Sudut Geser Dalam (ø) Sudut geser dalam merupakan sudut yang mewakili tahanan geser tanah, yang dinyatakan dalam satuan derajat. Sudut geser dalam yang semakin tinggi biasanya dimiliki oleh tanah dengan butiran yang semakin halus dan padat, baik pada pasir maupun lempung. Sudut geser yang tinggi seperti pada pasir padat, akan mengakibatkan peningkatan beban komputasi plastis. Waktu komputasi akan meningkat kurang-lebih secara eksponensial terhadap sudut geser. Karena itu, sudut geser yang tinggi sebaiknya dihindari saat melakukan perhitungan awal untuk suatu proyek tertentu. Sudut geser akan menentukan kuat geser seperti pada Gambar 2.26 dengan menggunakan lingkaran tegangan Mohr.

86

Sama seperti kohesi, sudut geser dalam tanah dapat diperoleh dari beberapa

pengujian

laboratorium

yaitu

Triaxial

Test

dan

Unconfined Compression Test. Untuk lebih jelasnya mengenai lingkaran tegangan saat runtuh dapat dilihat pada Gambar. 2.26.

Gambar 2. 26. Lingkaran-Lingkaran Tegangan Saat Mengalami Leleh (Yield) ; Satu Lingkaran Menyentuh Garis Keruntuhan Coulomb (Finite Element Method 8.2)

5. Sudut Dilatansi (Ψ) Sudut dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan

deviatorik.

Tanah

lempung

terkonsolidasi

tidak

mempunyai sudut dilatansi. Tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif (Relative Density, Dr) dan sudut geser dalamnya, yang dinyatakan dengan Persamaan (2.68).

87

𝛹 = 𝜙 − 300

(2.68)

Walaupun demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai ø kurang dari 30˚. Nilai negatif yang kecil untuk Ψ hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas. 6. Peningkatan Kekakuan (Eincrement) Pada tanah sesungguhnya, kekakuan tanah tergantung pada tingkat tegangan secara signifikan, yang berarti bahwa kekakuan umumnya akan meningkat terhadap kedalaman. Saat menggunakan model Mohr-Coulomb, kekakuan merupakan suatu konstanta. Untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan terhadap kedalaman dapat digunakan Eincrement, yaitu peningkatan modulus Young per dimensi kedalaman (dinyatakan dalam dimensi tegangan per dimensi kedalaman). Pada level yang ditentukan oleh parameter yref, kekakuan adalah sebesar modulus Young referensi, Eref, yang dimasukkan dalam lembar tab parameter. Nilai aktual dari modulus Young pada titik tegangan yang berada di bawah yref akan diperoleh dari nilai referensi dan Eincrement. Perhatikan bahwa dalam perhitungan yang dilakukan, kekakuan yang meningkat terhadap kedalaman tidak berubah sebagai fungsi dari kondisi tegangan. 7. Peningkatan Kohesi (cincrement) Finite Element Method menawarkan pilihan tingkat lanjut untuk masukan dari lapisan tanah lempung Keterangan kohesi meningkat

88

terhadap kedalaman. Untuk memperhitungkan peningkatan kohesi terhadap kedalaman dapat digunakan cincrement, yaitu peningkatan kohesi per dimensi kedalaman (dinyatakan dalam dimensi tegangan per dimensi kedalaman). Pada level yang ditentukan parameter yref, nilai kohesi sebesar kohesi referensi, cref, yang dimasukkan dalam lembar tab parameter. Nilai aktual dari kohesi pada titik tegangan yang berada di bawah yref akan diperoleh dari nilai referensi dan cincrement. 8. Batas Tegangan Tarik Tanah dapat mengalami retak tarik (tensile crack) disamping akibat geser. Perilaku ini dapat diperhitungakan dalam Finite Element Method dengan memilih pembatasan tegangan tarik. Dalam hal ini, tidak diperbolehkan adanya lingkaran Mohr dengan tegangan utama positif (tegangan tarik). Saat mengaktifkan pembatasan tegangan tarik, kuat tarik dapat dimasukkan. Untuk model Mohr-Coulomb dan model Hardening Soil, pembatasan tegangan tarik telah diaktifkan secara pra-pilih dengan kuat tarik nol. 9. Parameter Permeabilitas (Kx, Ky) Parameter Kx dan Ky nilainya dianggap sama untuk setiap lapisan tanah, terhadap arah x maupun terhadap arah y. Pada dasarnya, nilai Kx tidak sama dengan Ky. Nilai Kx = tiga sampai lima kali Ky. Hubungan antara koefisien rembesan dengan jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.15.

89

Tabel 2. 15. Hubungan antara Jenis Tanah dengan Koefisien Rembesan (K) (Wesley, 1977) Jenis Tanah Pasir yang mengandung lempung atau lanau

Koefisien Rembesan

Pasir Halus

5 x 10-2 – 5 x 10-3

Pasir Kelanauan

2 x 10-3 – 2 x 10-4

Lanau

5 x 10-4 – 5 x 10-5

Lempung

10-6 – 10-9

10-2 – 5 x 10-3

2.14.2. Model Soft Soil Model Soft Soil mengasumsikan perilaku tanah sebagai tanah lunak yang sebagian besar atau dominan mengandung lapisan tanah lempung atau lanau. Hal ini berbeda dengan model Mohr-Coulomb yang dominan mengandung lapisan tanah pasir. Model Soft Soil adalah jenis model Cam-Clay yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan yang terkonsolidasi normal. Meskipun kemampuan dari model ini berada di bawah model Hardening Soil, namun model Soft Soil tetap dipertahankan dalam versi Finite Element Method 8.2 karena beberapa pengguna Finite Element Method masih terbiasa dengan model ini dan masih ingin menggunakannya. Beberapa sifat dari model Soft Soil antara lain: 1. Kekakuan tergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmi). 2. Pembedaan

antara

pembebanan kembali.

pembebanan

primer

dan

pengurangan/

90

3. Tekanan prakonsolidasi. 4. Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb.. Adapun parameter dasar untuk model Soft Soil antara lain: 1. Indeks Kompresi Termodifikasi (λ*). 2. Indeks Muai Termodifikasi (k*). 3. Kohesi (c). 4. Sudut Geser (ø). 5. Sudut Dilatansi (Ψ). Dan parameter tingkat lanjut (gunakan pengaturan pra-pilih) yaitu: 1. Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan kembali (νur). 2. Koefisien Tekanan Lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal (K0NC). 3. Parameter yang berhubungan dengan K0NC (M). Penjelasan singkat atas parameter-parameter tersebut di atas akan diberikan dalam tulisan di bawah ini. 1. Indeks

Muai

Termodifikasi

dan

Indeks

Kompresi

Termodifikasi Parameter ini dapat diperoleh dari uji kompresi isotropis termasuk pengurangan beban secara isotropis. Terlepas dari uji kompresi isotropis, parameter k* dan λ* dapat diperoleh dari uji kompresi

91

satu dimensi. Tabel 2.16 sampai Tabel 2.18 menunjukkan hubungan tersebut. Tabel 2. 16. Hubungan dengan Parameter Cam-Clay

Tabel 2. 17. Hubungan dengan Peraturan di BeLanda

Tabel 2. 18. Hubungan dengan Parameter Internasional yang dinormalisasi

Catatan: a. e merupakan angka pori yang diasumsikan bernilai konstan. Angka pori sebenarnya akan berubah selama uji kompresi, namun perubahan itu relatif kecil sehingga nilai e dapat digunakan angka pori rata-rata ataupun angka pori awal. b. Faktor 2,3 diperoleh dari perbandingan antara logaritma dengan bilangan dasar 10 dengan logaritma alami (ln). c. Rentang rasio λ*/k* (= λ/k) pada umumnya berkisar antara 3 dan 7.

92

2. Kohesi Kohesi mempunyai dimensi tegangan. Setiap nilai kohesi efektif dapat digunakan, termasuk kohesi sama dengan nol. Saat menggunakan pengaturan standard, kohesi diambil sebesar 1 kPa. 3. Sudut Geser Dalam Sudut geser dalam efektif menyatakan peningkatan kuat geser terhadap tingkat tegangan efektif, dan dinyatakan dalam satuan derajat. Sudut geser nol tidak diperbolehkan. Namun penggunaan sudut geser yang tinggi juga tidak disarankan. Sebaliknya, disarankan penggunaan sudut geser critical state (øcr), dan bukan nilai yang lebih tinggi yang ditentukan berdasarkan regangan kecil. 4. Sudut Dilatansi Untuk jenis material yang dimodelkan dengan model Soft Soil umumnya sudut dilatansi dapat diabaikan. Sudut dilatansi sebesar nol derajat dapat digunakan dalam pengaturan standard dari model Soft Soil. 5. Angka Poisson Nilai angka Poisson umumnya berkisar antara 0,1 dan 0,2. Jika dipakai pengaturan standard pada model Soft Soil, maka νur = 0,15 akan digunakan secara otomatis. Angka Poisson seharusnya tidak didasarkan atas nilai K0NC pada kondisi terkonsolidasi secara normal, tetapi pada rasio dari peningkatan tegangan horizontal terhadap peningkatan tegangan vertikal dalam pengurangan dan

93

pembebanan kembali pada uji Oedometer sedemikian rupa sehingga : 𝑣𝑢𝑟 ∆𝜎𝑥𝑥 = 1 − 𝑣𝑢𝑟 ∆𝜎𝑦𝑦 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖

(2.52)

6. Parameter K0NC Parameter M secara otomatis ditentukan berdasarkan koefisien tekanan tanah lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal, K0NC seperti yang dimasukkan oleh pemakai Finite Element Method. Hubungan eksak antara M dengan K0NC menurut Brinkgreve, 1994 adalah:

Namun demikian, nilai M dapat didekati dengan Persamaan berikut: 𝑀 ≈ 3,0 − 2,8 𝐾0 𝑁𝐶

(2.53)

2.15. Perkembangan Metode Pengujian Beban Tiang 2.15.1. Jenis Pengujian Beban Tiang Ada beberapa jenis pengujian beban tiang sesuai dengan kebutuhan, misalnya pengujian beban tekan, beban tarik, dan sebagainya. Dalam penelitian tesis ini selain membahas pengujian beban tekan secara statis (static

94

Loading Test) yang telah dibahas pada subbab-subbab sebelumnya, maka selanjutnya penulis juga menulis tentang perkembangan metode pengujian beban statis yang sering digunakan pada masa sekarang terutama untuk konstruksi dengan beban rencana yang besar serta kondisi tanah clay-shale serta soft clay yaitu dengan metode pengujian beban statis Osterberg Cell (OCell). Di samping itu, lokasi kerja yang sangat tidak memungkinkan dilakukan pengujian beban statis konvensional yaitu terutama pada lokasi lepas pantai maupun dermaga di tepi pantai. 2.15.2. Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell (O-Cell) Untuk pelaksanaan pengujian Osterberg Cell (O-Cell), yang pertama disiapkan pada lokasi pekerjaan adalah peralatan utama seperti: 1. Load Cell, berfungsi untuk menghasilkan beban. 2. Tell Tale, berfungsi sebagai pengukur penurunan (displacement) yang terjadi pada load cell. 3. Displacement Tranducers, berfungsi sebagai pengukur penurunan (displacement) yang terjadi pada load cell. 4. Strain Gauge, berfungsi mengukur distribusi regangan dan gaya aksial di sepanjang tiang. 5. Pipa untuk keperluan sonic logging dan grouting pada dasar tiang. Pada pelaksanaan Osterberg Cell (O-Cell) ini penggunaan jumlah load cell dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengukur tahanan dan

95

penurunan tiang, Keterangan jika ingin mendapatkan tahanan ujung tiang, maka load cell diletakkan di ujung tiang, sedangkan jika ingin mendapatkan tahanan selimut tiang, maka load cell diletakkan di sepanjang tiang. Load cell yang diletakkan di ujung tiang disebut load cell bawah, sedangkan load cell yang diletakkan di atasnya disebut load cell atas. Pada setiap tahapan pembebanan yang dilakukan, besarnya gaya aksial dan displacement yang terjadi dicatat. Pembebanan maksimum akan tercapai bila displacement yang terjadi sudah jauh lebih besar daripada pembebanan pada tahap sebelumnya atau pembebanan sudah mencapai batas maksimum yang ditentukan. 2.15.3. Keunggulan dan Kelemahan Pengujian Osterberg Cell (O-Cell) Sejak tahun 1996 pada bulan September, metode pengujian O-Cell sudah sangat populer dan telah sekitar 200 pengujian telah berhasil pada tiang bored di seluruh Amerika Serikat dan Asia Timur. Hal ini disebabkan karena O-Cell test memiliki keunggulan sebagai berikut: 1. Lebih ekonomis. 2. Dapat menghasilkan kapasitas pengujian yang lebih besar. 3. Menghasilkan komponen tegangan geser dan daya dukung. 4. Lebih aman dalam pelaksanaan. 5. Dapat dilakukan pada tanah bebatuan. 6. Memerlukan lokasi kerja yang lebih kecil.

96

7. Dapat dilakukan pada daerah lepas pantai dan dermaga. 8. Dapat menghasilkan penyebab static creep dan setup (aging). 9. Peralatan yang dibutuhkan tidak banyak. Selain keunggulan, O-Cell test juga memiliki beberapa kelemahan secara umum antara lain: 1. Harus membeli lisensi produk terlebih dahulu, karena lisensi asli hanya dimiliki oleh LOADTEST, Inc. 2. Untuk pengujian beban tiang yang kecil menjadi tidak ekonomis. 2.16. Analisis Bentuk Penampang Tiang Tekan Hidrolis Bentuk penampang Tiang Tekan Hidrolis yang diteliti dalam tesis ini adalah persegi empat atau lebih dikenal dengan Prestressed Concrete Square Pile dengan dimensi penampang 45 cm x 45 cm. Dalam hal ini timbul pertanyaan dalam benak beberapa ahli struktur dan geoteknik mengenai alasan mengapa bentuk penampang tersebut yang dipilih, mengingat secara umum untuk bangunan gedung bertingkat tinggi (High Rise Building) menggunakan jenis Spun Pile Concrete. Oleh sebab itu, penulis akan menganalisis bentuk penampang Square Pile dibandingkan dengan Spun Pile. Adapun beberapa hal yang perlu ditinjau dalam pemilihan bentuk penampang tiang antara lain: 1. Kapasitas daya dukung aksial tekan. 2. Kapasitas momen lentur terhadap tekuk.

97

3. Kapasitas momen lentur Ultimate. 4. Kapasitas daya dukung lateral. 5. Lokasi sekitar. 6. Metode pemancangan.

2.17. Pengembangan Dari Penelitian Tesis Loading Test Sebelumnya Tesis ini yang berjudul “Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Tekan Hidrolis Prestressed Concrete Square Pile Pada Proyek Podomoro City Deli Medan” memiliki Tema tentang Uji Pembebanan Aksial (Loading Test). Tema ini bukan merupakan tema yang baru dalam penulisan Tesis, khususnya pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun beberapa Judul Tesis terdahulu sebelum penulisan Tesis ini oleh penulis yaitu: 1. Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile Diameter 600 MM dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Elemen Hingga Pada Proyek Medan Focal Point, yang ditulis oleh Berlin Anggiat Tampubolon dari Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Tahun 2014. Tesis ini membahas tentang hasil Loading Test pada Pondasi Bored Pile berdiameter 600 mm yang dibandingkan dengan hasil metode elemen hingga dengan pemodelan tanah Mohr-Coulomb. Daya dukung lateral tiang dan perbandingan mesh belum diteliti dalam tesis tersebut. 2. Analisis Perbandingan Daya Dukung Hasil Loading Test pada Bored Pile Diameter Satu Meter Tunggal dengan Metode Elemen Hingga Memakai Model Tanah Mohr-Coulomb Pada Proyek Crystal Square Medan, yang

98

ditulis oleh Suhairiani dari Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Tahun 2012. Tesis ini membahas tentang hasil Loading Test pada Pondasi Bored Pile berdiameter 1000 mm yang dibandingkan dengan hasil metode elemen hingga dengan pemodelan tanah Mohr-Coulomb. Daya dukung lateral tiang dan perbandingan mesh belum diteliti dalam tesis tersebut. Dibandingkan dengan Tesis sebelumnya, Tesis yang penulis susun ini memiliki penambahan dan pengembangan topik pembahasan yang lebih lengkap yang setidaknya terdiri dari 5 penambahan yaitu: 1. Pondasi tiang yang diteliti adalah tiang tekan hidrolis dengan ukuran 45 cm x 45 cm, baik secara tunggal maupun kelompok tiang (group piles). 2. Memakai pemodelan tanah Mohr-Coulomb dan Soft Soil sesuai dengan jenis lapisan tanah yang diteliti. 3. Selain membahas tentang daya dukung akibat beban vertikal, Tesis ini juga membahas tentang daya dukung akibat beban lateral. 4. Tesis ini juga mengkaji pengaruh jaring elemen (mesh) terhadap hasil analisis metode elemen hingga. 5. Menggunakan software atau program komputer yaitu Finite Element Method dan Program AllPile.

Related Documents

Chapter
May 2020 60
Chapter
November 2019 76
Chapter
October 2019 79
Chapter 1 - Chapter 2
June 2020 62

More Documents from ""