Chapter Ii.pdf

  • Uploaded by: nana rieka
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Chapter Ii.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,116
  • Pages: 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Teori Baja Secara Umum Suatu struktur baja yang terdiri dari kumpulan batang–batang yang

membutuhkan adanya sambungan–sambungan untuk mengikat satu batang dengan batang lainnya, sehingga memungkinkan beban untuk menyebar ke bagian lain dari struktur tersebut. Sambungan dapat digolongkan menurut: 1. Jenis alat penyambung, seperti paku keling, baut, dan las. 2. Kekakuan geser sambungan yang dapat dibagi lagi menjadi: a. Sambungan kaku, yang mengembangkan kapasitas momen penuh dari bagian konstruksi penghubung dan yang mempertahankan sudut yang relatif konstan diantara bagian–bagian yang disambung dibawah setiap rotasi sambungan. b. Kerangka sederhana, tanpa terjadinya perpindahan momen diantara bagian–bagian yang disambung. Sebenarnya sejumlah kecil momen akan dikembangkan tetapi momen tersebut dapat diabaikan dalam perencanaan. Untuk balok, sambungan kerangka sederhana hanya melibatkan pemindahan gaya geser dikedua ujung balok. c. Sambungan semi kaku, dengan kapasitas momen yang dipindahkan kurang dari kapasitas momen penuh dari bagian–bagian konstruksi yang disambungkan. Perencanaan sambungan ini mengharuskan kita untuk

menganggap

adanya

sejumlah

kapasitas

momen

yang

sembarang.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Sifat Bahan Baja Baja adalah suatu bahan yang mempunyai homogenitas yang tinggi, hasil campuran dari besi, zat arang, mangan, silicon dan tembaga. Kekutan baja tergantung dari besar kecilnya kadar karbon. Semakin besar kadar karbon semakin besar pula tegangan patah dan regangannya, tetapi akan mengurangi daktalitasnya. Untuk menjamin daktalitas minimum dari baja, maka persentase maksimum dari karbon, fosfor dan sulfur dibatasi. Pembatasan komposisi maksimum dari campuran tersebut adalah: 1.70 % zat karbon, 1.65 % zat mangaan, 0.60 % tembaga. Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.

Baja dengan persentase zat karbon rendah (< 0.15 %)

2.

Baja dengan persentase zat karbon ringan (0.15 % - 0.29 %)

3.

Baja dengan persentase zat karbon sedang (0.30 % - 0.59 %)

4.

Baja dengan persentase zat karbon tinggi (0.60 % - 1.70 %)

Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja lunak, karena mempunyai daktalitas yang tinggi. Nilai modulus elastis dari bermacam–macam baja adalah sama, walaupun nilai batas lelehnya berbeda–beda. Modulus elastis ini diperoleh dari sudut kemiringan grafik tegangan–regangan. Hal ini ditunjukkan pada diagram di bawah

ini

berdasarkan

hasil percobaan berbagai

jenis

tarik

Stress

Fy

dari

mutu baja.

Strain

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Diagram Stress – Strain berbagai jenis Baja (Charles G Salmon,1986) Sama halnya dengan modulus geser (G), maka angka poison (µ) dan angka muai linier bermacam – macam baja juga sama besarnya. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan untuk baja bangunan diperoleh nilai konstanta sebagai berikut: Modulus Elastis

: E = 2.10 * 105 MPa

Modulus Geser

: G = 0.81 * 105 MPa

Angka poison (µ)

: µ = 0.30

Hubungan antara regangan dan tegangan baja dapat dilihat pada diagram berikut ini

D

Fu B

Fy Fp

C

E

A

O

Gambar 2.2 Kurva Tegangan-Regangan

Dari kurva dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan dan regangan masih bersifat linear, atau masih mengikuti hukum Hooke. Titik A disebut juga titik proporsional, sedangkan titik B disebut dengan batas elastis. Sampai pada

Universitas Sumatera Utara

batas ini bila gaya dikerjakan batang akan mengalami deformasi, dan apa bila gaya tersebut dihilangkan, maka batang tersebut akan kembali ke bentuk semula. Titik C disebut juga titik leleh atas. Bila beban yang bekerja ditambah atau dikurangkan, maka regangan akan bertambah tanpa adanya pertambahan tegangan sampai pada titik D, yaitu titik leleh bawah. Pada kondisi ini tegangan yang terjadi pada serat terluar tampang sudah mencapai tegangan leleh. Bila beban yang bekerja semakin bertambah maka batang baja akan mengalami perubahan bentuk yang besar sampai menunjukkan gejala keruntuhan, keadaan ini akan sampai pada puncaknya di titik E, yaitu titik tegangan batas. Batang akan putus apabila beban bertambah terus. Tegangan batas pada baja akan tercapai pada saat regangan mencapai harga maksimum sebesar 20 %. Perlu diketahui bahwa batas elastis dan batas keseimbangan sulit ditentukan, dan oleh karena itu sebagai standart

untuk menentukan besarnya tegangan didefenisikan

sebagai tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0.20 % (menurut Charles G. Salmon,1986). Dari titik C ditarik garis sejajar OB yang memotong grafik pada titik D. Dari titik D ditarik garis horizontal yang memotong sumbu tegangan. Tegangan yang diperoleh ini dinamakan tegangan leleh

D B CD OB O

0.002

0.004

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Kurva Tegangan Leleh [ Charles G Salmon,1986] 2.2

Teori Sambungan Baut Pada struktur portal baja, sambungan berfungsi untuk menggabungkan profil-

profil wals (giling) menjadi batang, kolom, balok dan bagian–bagian konstruksi lainnya serta menggabungkan bagian–bagian konstruksi tersebut menjadi satu kesatuan bangunan. Sambungan ini harus mampu menyalurkan gaya–gaya yang bekerja dari satu komponen ke komponen lainnya. Kriteria dasar yang umum dalam perencaan sambungan, antara lain: 1. Kekuatan (strength) Dari segi kekuatan, sambungan harus kuat menahan momen, gaya geser, gaya aksial yang dipindahkan dari elemen yang satu ke elemen yang lainnya beserta gaya skunder yang ditimbulkannya. 2. Kekakuan (stiffness) Kekakuan sambungan secara menyeluruh sangatlah penting, antara lain untuk menjaga lokasi semua komponen struktur satu sama lain. Menurut kekakuannya, sambungan dapat dibagi atas: a. Sambungan Diffinitif, berarti tidak dapat dibuka lagi tanpa merusak alat– alat penyambungan. b. Sambungan Tetap, berarti bagian–bagian yang disambung tidak dapat bergerak lagi. c. Sambungan Sementara, berarti dapat dibuka lagi tanpa merusak alat-alat penyambungnya. d. Sambungan Bergerak, berarti sambungan ini memungkinkan pergerakan yang dibutuhkan menurut perhitungan statis pada bagian–bagian yang disambung. 3. Cukup Ekonomis

Universitas Sumatera Utara

Sambungan harus cukup sederhana, biaya fabrikasi yang murah tapi memenuhi syarat cukup kuat dan mudah dalam pelaksaannya atau praktis. 2.3

Jenis – Jenis Sambungan Menurut AISC, ada 3 (tiga) jenis dasar sambungan, yaitu: 1. Sambungan sederhana ( flexible connection) 2. Sambungan semi kaku (semi rigid connection) 3. Sambungan kaku (rigid connection)

2.3.1 Sambungan Sederhana (flexible connection) Umumnya disebut rangka sederhana (tidak bisa menahan momen atau asumsi hubungan sendi), pada Gambar 2.4a. Pada sambungan ini, rotasi ujung batang relative besar, dengan perkataan lain derajat pengekangan ujung batang sangat kecil, kurang dari 20 % terhadap kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini bekerja untuk memindahkan gaya lintang ke batang lain, misalnya dari balok ke kolom. Sambungan ini tidak digunakan di dalam perencanaan plastis, hanya diterapkan dalam struktur yang direncanakan berdasarkan Simple Design Method, dimana dalam perhitungan dianggap sebagai tumpuan sendi. 2.3.2 Sambungan Semi Kaku (semi rigid connection) Pada sambungan ini.. derajat pengekangan rotasi berkisar antara 20 % sampai 90 % dari kapasitas yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini diperguna kan untuk perencanaan berdasarkan Semi Rigid Design Methode. Tetapi karena besarnya derajat pengekangan rotasi sulit ditentukan, maka metode ini jarang dipakai (Gambar 2.4b) 2.3.3

Sambungan Kaku (Rigid Connection)

Universitas Sumatera Utara

Pada sambungan ini, sudut antara batang–batang yang disambung relatif tidak akan berubah, baik sebelum ataupun setelah pembebanan, sehingga pengekangan rotasi relatif besar, mencapai lebih dari 90 % dari yang diperlukan guna mencegah perubahan sudut. Sambungan ini sangat tepat digunakan pada perencanaan plastis berdasarkan Rigid Design Method (Gambar 2.4c) 01 01

02 02

(a) Sendi

(b) Semi Rigid

01

02

(c) Rigid

Gambar 2.4 Jenis Sambungan berdasarkan kekakuannya [ Charles G Salmon,1986]

Rotasi yang dimaksud adalah perubahan sudut yang terjadi antara balok dan kolom dari kondisi aslinya, yang merupakan suatu ukuran putaran balok dan kolom. 2.4 Sambungan Pelat Rata Ada terdapat dua macam sambungan pelat rata dalam konstruksi baja yaitu: 1. Lap Joint, adalah sambungan yang tidak menggunakan pelat penyambung

Universitas Sumatera Utara

P

P

P P Gambar 2.5a. Sambungan Lap Joint [ Charles G Salmon,1986]

Gambar 2.5b. Pembengkokan Pelat pada Sambungan Lap Joint [ Charles G Salmon,1986]

Gaya–gaya pada sambungan (Gambar 2.5a) bekerja eksentris, akibatnya pelat–pelat

yang

disambung

cenderung

membengkok

yang

dapat

memperlemah sambungan (Gambar 2.5b)

Universitas Sumatera Utara

2. Butt Joint, adalah sambungan dengan menggunakan pelat penyambung. Sambungan ini dapat dibagi atas: a. Sambungan dengan pelat penyambung tunggal Akibat gaya pada sambungan bekerja eksentris maka sambungan cenderung membengkok

P

P

Gambar 2.6a. Sambungan dengan Pelat Penyambung Tunggal [ Charles G Salmon,1986]

P

P

Gambar 2.6b. Pembengkokan Pelat Sambungan dengan Pelat Penyambung Tunggal [ Charles G Salmon,1986] b. Sambungan dengan pelat penyambung ganda Karena sambungan simetris, maka momen sekunder yang timbul saling mentiadakan

P

P

Gambar 2.7a. Sambungan dengan Pelat Penyambung Tunggal [ Charles G Salmon,1986 ]

Universitas Sumatera Utara

2.5

Alat Penyambung Struktur baja adalah gabungan dari elemen–elemen tersendiri atau batang–

batang yang disambung bersama (biasanya diujung batang) dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan pengelasan. Cara lainnya adalah dengan menggunakan alat penyambung seperti paku keling, baut biasa, baut HTB, baut sekrup. Dalam penulisan ini yang akan dibahas adalah alat penyambung baut biasa dan baut HTB. 2.5.1 Alat Penyambung Baut Baut–baut dalam konstruksi baja tidak pernah mengisi lubang–lubangnya. Dalam hal ini pemindahan gaya dilakukan atau dengan gesekan–gesekan diantara pelat–pelat yang harus disambung atau kalau gaya–gaya itu besar baru sesudah pergeseran sedikit dari bagian baut, sampai batang–batang baut itu mendukung. Berdasarkan gaya–gaya yang dipikul, terdapat jenis sambungan yang menggunakan baut sebagai alat penyambungnya, antara lain: a. Sambungan dengan gaya lintang tunggal, dalam hal ini baut memikul satu irisan. b. Sambungan dengan gaya lintang rangkap, baut memikul dua irisan. Kekuatan baut dua irisan dua kali daripada kekuatan baut satu irisan. c. Tampang T yang digunakan sebagai batang gantung yang menimbulkan tegangan tarik pada baut.

P P

P

Universitas Sumatera Utara

Baut Memikul Satu Irisan Baut Yang Dibebani

P

P Baut Memikul Dua Irisan

Gambar 2.8. Jenis – Jenis Sambungan Baut

2.5.1.1 Alat Penyambung Baut Biasa Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasikan oleh ASTM (American Society for Testing and Materials) sebagai A307, dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah karena banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya terutama pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan (platform), jalan laluan (catwalk), gording, rusuk dinding, rangka batang kecil dan lainnya yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau las. Tegangan – tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan baut adalah sebagai berikut: •

Tegangan geser yang diijinkan : τ- = 0.6 σ-



2.1

Tegangan tarik yang diijinkan : σ

ta

= 0.7 σ-

2.2

Universitas Sumatera Utara



Tegangan tumpu yang diijinkan : σ

tu

= 1.5 σ- , untuk

2d < S 1 ≤ 3d

σ

tu

= 1.2 σ- , untuk 1.5d ≤ S 1 ≤ 2d

2.3 2.4

dimana: s1

= jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung

d

= diameter baut

σ

= tegangan dasar, dimana persamaan (2.1) dan (2.2) menggunakan tegangan dasar dari bahan baut, sedangkan persamaan (2.3) dan (2.4) menggunakan tegangan dasar bahan yang disambung.

2.5.1.2 Alat Penyambung Baut Mutu Tinggi Ada dua jenis baut mutu tinggi yang ditunjukkkan oleh ASTM sebagai A 325 dan A 490 . Baut ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan mur segi enam yang setengah halus dan tebal seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Type alat penyambung Bagian ulirnya lebih pendek daripada bagian baut yang tidak struktural, dan dapat dipotong atau digiling. Baut A 325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas sekitar 558 sampai 634 MPa yang tergantung pada diameter. Baut A 490 juga diberi perlakuan panas tetapi dibuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 793 samapai 896 MPa yang tergantung pada diameter baut. Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½ dan 1 ½ inchi. Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah ¾ sampai 7/ 8 inchi, sedang ukuran yang paling umum digunakan dalam perencanaan jembatan adalah 7/ 8 dan 1 inchi. Alat sambung baut mutu tinggi berkekuatan leleh minimal 372 MPa mampu mengatasi slip antara dua elemen baja yang disambung pada struktur rangka batang memikul gaya aksial.

Universitas Sumatera Utara

Baut mutu tinggi harus diberi tegangan awal relative lebih besar dalam batas praktis dengan menggunakan prosedur putaran mur. Baut A 325 paling banyak dipergunakan pada penyambungan struktur. Kekuatan alat sambung baut mutu tinggi ditentukan oleh dimensinya, type bautnya, kekuatan leleh (Tensile Strength), panjang ulir didalam elemen pelat dan putaran untuk tarik awal. Tabel 2.1 Sifat-sifat Baut Identifikasi ANSI/ASTM

Diameter Baut

Beban Leleh, a Metode Kekuatan c Leleh,

Kekuatan Tarik Minimum,

ksi (MPa)

ksi (MPa)

-

-

60

½ sampai 1

85

92

120

(12,7 sampai 25,4)

(585)

(635)

(825)

1 sampai 1

74

81

105

(28,6 sampai 38,1)

(510)

(560)

(725)

¼ sampai 1

85

92

120

(6,35 sampai 25,4)

(585)

(635)

(825)

1 sampai 1

74

81

105

(28,6 sampai 38,1)

(510)

(560)

(725)

1 sampai 3

55

58

90

(6,35 sampai 76,2)

(380)

(400)

(620)

½ sampai1½

120

130

150

(12,7 sampai 38,1)

(825)

(895)

(1035)

Inci (mm)

Beban Leleh, a Metode Pengukuran b Panjang, ksi (MPa)

A307d, baja karbon rendah Mutu A dan B

¼ sampai 4 (6,35 sampai 104)

A325e, baja berkekuatan tinggi Tipe 1, 2, dan 3 Tipe 1, 2, dan 3

A449f, baja berkekuatan tinggi (Catatan: Pemakaiannya dibatasi oleh AISC hanya untuk baut yang lebih besar dari 1½ inci serta untuk batang berulir dan baut angkur) A490g, baja paduan yang diberi perlakuan panas

Sumber: Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid I Edisi Kedua, Penerbit Erlangga,1997

Universitas Sumatera Utara

Baut kekuatan tinggi dikencangkan untuk menimbulkan tegangan tarik yang ditetapkan pada baut sehingga terjadi gaya jepit pada sambungan. Oleh karena itu, pemindahan beban kerja yang sesungguhnya pada sambungan terjadi akibat adanya gesekan pada potongan yang disambung. Sambungan dengan baut mutu tinggi dapat direncanakan sebagai tipe gesek, bila daya tahan slip yang tinggi dikehendaki. 2.6 Perincian Baut Mutu Tinggi dan Prosedur Kemasannya Baik baut A 325 yang paling banyak dipakai, maupun baut A 490 yang kadang– kadang digunakan merupakan baut kepala segi enam yang tebal. Baut ini ditunjukkan dengan indentifikasi ASTM dan symbol pabrik yang ditulis dipuncak kepala baut. Keduanya memiliki mur segi enam tebal yang diberi tanda standar dan simbol pabrik pada salah satu mukanya. Tabel 2.2 Dimensi baut mutu tinggi A 325 dan A 490 [ Charles G Salmon,1986 ] DIMENSI BAUT Diameter

F

DIMENSI MUR H

Pjg Ulir

inc

mm

in

mm

½

12.7

7

/8

22.2

5

/8

15.9

17

/ 16

27.0

25

9.9

5

¾

19.1

5

/4

31.8

15

11.9

/8

22.2

23

/ 16

36.5

35

1

25.4

13

/8

41.3

9

28.6

29

/ 16

5

31.8

2

5

7

/8 /4

11

/8

34.9

35

3

/2

38.1

19

/ 16 /8

W

H’

in

mm

in

mm

in

Mm

/ 16

7.9

1

25.4

7

/8

22.2

31

12.3

31.8

17

/ 16

27.0

39

15.5

11

/8

34.9

5

/4

31.8

47

18.7

13.9

3

/2

38.1

23

/ 16

36.5

55

21.8

39

15.5

7

/4

44.5

13

/8

41.3

63

25.0

46.0

11

17.5

2

50.8

29

/ 16

46.0

71

28.2

50.8

25

19.8

2

50.8

2

50.8

39

31.0

55.6

27

21.4

6

38.1

35

55.6

43

34.1

60.3

15

23.8

6

38.1

19

60.3

47

37.3

/ 64 / 32 / 64 / 64 / 16 / 32 / 32 / 16

/4

/4 /4

/ 16 /8

in / 64 / 64 / 64 / 64 / 64 / 64 / 32 / 32 / 32

mm

Universitas Sumatera Utara

Panjang Ulir

W

H

F

Panjang Baut

H'

Baut A325

Tanda baut

Panjang Ulir

A 325

A 325

A 325

D 3

TIPE 3

TIPE 2

H

TIPE 1

Panjang baut

Cincin tipe 3 yang ditandai dengan "3" atau tanda lain yang sesuai

Simbol identifikasi pabrik Simbol identifikasi pabrik hanya untuk "2" dan "2H" (a)

(b)

3

2

W

W

Mur tipe 3 yang ditandai dengan "3" dan tiga tanda sekeliling

Alternatif tanda mur "2", "D", "2H" atau "DH"

Muka mur dapat berbentuk cincin seperti pada (a) atau bercelah ganda seperti (b)

Baut A490 Simbol identifikasi pabrik hanya untuk "2H" Panjang Ulir

Muka mur dapat berbentuk cincin seperti pada (a) atau bercelah ganda seperti (b)

D

A 490

2H H

Panjang baut

W

Tanda mur "2H" atau "DH"

H

H

(a)

(b)

Simbol identifikasi pabrik

Gambar 2.9 Dimensi penentu untuk baut

mutu tinggi A 325 dan A 490

Universitas Sumatera Utara

[ Charles G Salmon,1986 ] 2.7 Beban Leleh dan Penarikan Baut. Syarat utama dalam pemasangan baut mutu tinggi ialah memberikan gaya pratarik yang memadai dan tidak menyebabkan kehancuran baut. Bahan baut menunjukkan tegangan – tegangan yang tidak memiliki titik leleh yang jelas.

60

300

Min. tension A490

A490 Proof load A490

Bolt tension, kips

50

Min. tension A325

250

A325

200

40 30

1 2

150

turn from snug

Bolt tension, kN

70

100

20 10

7 8

x5

1 2

1 8

in. thread in grip

in . bolts

50

0 1/4

1/2

3/4

1

5/4

3/2

7/4

Turns from snug

Gambar 2.10 Hubungan tipikal untuk beban dan rotasi mur pada baut A 325 dan A 490 [ Charles G Salmon,1986 ]

Sebagai pengganti tegangan leleh, istilah beban leleh atau beban tarik awal akan digunakan untuk baut. Beban leleh adalah beban yang diperoleh dari perkalian luas tegangan tarik dan tegangan leleh yang ditentukan berdasarkan regangan tetap (offset strain) 0.2 % atau perpanjangan 0.5 % akibat beban. ASTM menyajikan tabel beban leleh untuk setiap diameter baut. Misalnya untuk baut berdiameter ½ sampai 1 inchi, harga dari metode regangan adalah 634 MPa dan harga dari pengukuran

Universitas Sumatera Utara

panjang adalah 586 MPa. Tegangan beban leleh untuk baut A 325 dan A 490 masing– masing minimal sekitar 70 % samapai 80 % dari kekuatan tarikan maksimumnya. 2.8 Teknik Pemasangan Baut mutu Tinggi Mekanisme slip kritis yang memungkinkan sistem sambungan baut tidak mengalami slip ketika dibebani adalah sangat penting sekali untuk menghindari terjadinya kegagalan akibat fatiq. Meskipun secara teori statik, suatu sambungan baut yang direncanakan terhadap mekanisme slip kritis juga harus direncanakan terhadap mekanisme tumpu, sehingga secara teori dapat diketahui bahwa ketika mekanisme slip kritis gagal, yaitu terjadi slip, maka sistem sambungan tidak langsung rusak karena kemudian dapat bekerja baut tersebut dalam mekanisme tumpu, tetapi jika kemudian tidak diberikan gaya pretensioned lagi pada baut tersebut maka dalam perjalanan waktu, struktur tersebut akhirnya dapat rusak karena fatiq tersebut. Jadi proses pemasangan baut agar menghasilkan gaya pretensioned baut adalah sesuatu yang sangat penting, bahkan vital bagi kelangsungan hidup jembatan tersebut. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk pemasangan baut tersebut Tiga teknik yang umum digunakan untuk memperoleh pratarik yang dibutuhkan adalah: •

Metode kunci yang dikalibrasi (calibrate wrench)



Metode putaran mur (turn of the nut)



Metode indicator tarikan langsung (direct tension inciator)

Metode kunci yang dikalibrasi dapat dilakukan dengan kunci puntir manual (kunci inggris) atau kunci otomatis yang diatur agar berhenti pada harga puntir yang ditetapkan. Variasi tarikan baut yang dihasilkan oleh satu puntiran dapat mencapai ± 30 % dengan variasi rata–rata sebesar ±10 %. Oleh karena itu, research council menyarankan agar kunci yang dikalibrasi diatur untuk menimbulkan tarikan baut minimal 5% atas harga yang ditunjuk dalam Tabel 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Prinsip dasar dari pemasangan baut mutu tinggi yang akan dikerjakan dengan mekanisme slip-kritis, yaitu pada baut harus terjadi gaya pretensioned seperti yang tercantum pada AISC. Jika mau digunakan baut diameter 20, yaitu M20 maka pemasangan yang baik adalah jika setelah pemasangan pada baut mutu ASTM A 325 tersebut terdapat gaya pretensioned sebesar 142 kN. Tabel 2.3 Tarikan baut minimum [ Charles G Salmon,1986 ] Diameter

Proof Load

Proof Stress

inch

mm

Kips

kN

MPa

½

12.7

12

53

418.6

/8

15.9

19

85

429.7

¾

19.1

28

125

441.1

/8

22.2

39

173

446.2

1

25.4

51

227

448.2

5

7

Diameter inch

Proof Load

Proof Stress

mm

Kips

kN

MPa

9

28.6

56

249

387.8

5

31.8

71

316

398.1

11

/8

34.9

85

378

395.3

3

/2

38.1

103

458

401.9

/8 /4

Pada metode putaran mur, deformasi merupakan faktor kritis dengan batas keamanan yang diperlihatkan Gambar 2.10 . Secara umum masing–masing proses pemasangan memerlukan minimum 2 1/ 4 putaran dari titik erat untuk mematahkan

Universitas Sumatera Utara

baut. Bila metode putaran mur digunakan dan baut ditarik secara bertahap dengan kelipatan 1/ 8 putaran, baut biasanya akan patah setelah empat putaran dari titik erat.

Bolt Elongation, mm 1

2

3

4

5

6

7

8 300

1 2

Turn of nut

11 2

Turn of nut

Min. Tensile strength

Bolt tension, kips

50 40

200

1 Turn of nut

Min. Proof Load

30

7 8

diam A325 bolt

100

20

Bolt tension, kN

60

10 0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

Bolt Elongation, in.

Gambar 2.11 Hubungan tegangan dan regangan [ Charles G Salmon,1986 ] Secara teoritis cara turn-of-nut mudah dilakukan, dalam praktek karena sambungan berupa sampel yang relatif kecil dan terpisah, maka diperlukan suatu “platform khusus” yang berfungsi memegang kepala baut mutu tinggi agar tidak ikut berputar ketika mur / nut-nya dilakukan pengencangan ulang. Juga diperlukan lengan bantu pada kunci pas agar dapat dengan mudah dilakukan pengencangan ulang. Metode indikator tarikan langsung adalah metode paling baru untuk menarik baut. Alat yang dipakai adalah cincin pengencang dengan sejumlah tonjolan pada salah satu murnya. Cincin dimasukkan diantara kepala baut dan bahan yang digenggam, dengan bagian tonjolan menumpu pada sisi bawah kepala baut sehingga terdapat celah akibat tonjolan tersebut. Pada saat baut dikencangkan, tonjolan– tonjolan tertekan dan mendesak sehingga akhirnya mengecil. Tarikan baut ditentukan

Universitas Sumatera Utara

dengan mengukur lebar celah yang ada. Tarikan baut yang baik akan menghasilkan lebar celah sekitar 0,38 mm. Tabel 2.4 Rotasi mur dari titik erat Posisi permukaan luar bagian yang dibaut

Panjang Baut (Bagian bawah kepala baut sampai ujung baut)

Semua permukaan tegak lurus terhadap sumbu baut

Satu permukaan tegak lurus terhadap sumbu baut, dan lainnya miring

Semua permukaan miring

≤4d

2

1

2

4d<1≤8d

1

2

5

8d<1≤12d

2

5

/ 3 putaran / 2 putaran / 3 putaran

/ 2 putaran

/ 3 putaran

/ 3 putaran

/ 6 putaran

/ 6 putaran

1 putaran

2.9 Kekuatan dan Prilaku Baut mutu Tinggi Pada hampir semua sambungan struktural, baut harus dapat mencegah terjadinya gerakan material yang akan disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut. Pada kasus seperti ini baut disebut mengalami geser. Kapasitas pikul beban atau kekuatan pikul desain sebuah baut yang mengalami geser tunggal sama dengan hasil kali antara luas penampang melintang tangkainya (shank) dan tegangan geser ijin: P gsr = A b . τ b Dimana: P gsr

= kekuatan geser

Universitas Sumatera Utara

Ab

= luas penampang melintang baut

τb

= tegangan geser ijin baut

Untuk meninjau kekuatan baut, selain yang ditinjau baut itu sendiri juga perlu ditinjau kekuatan pelat disekitar lubang baut. Jika pelat tidak kuat maka lubang baut pada pelat akan berubah bentuk dari bundar menjadi oval. Pada bidang kontak antara baut dan pelat terjadi tegangan yang disebut sebagai tegangan tumpu. P tp = d . t . τ tp Dimana: P tp

= kekuatan tumpu

d

= diameter lubang

τ tp

= tegangan tumpu

t

= tebal pelat terkecil antara yang disambung dengan penyambungan

Pada sambungan jenis tumpu dianggap bautnya mengalami geser dan beban yang disalurkan berdasarkan tahanana geser baut selain itu juga tumpu pada bagian– bagian yang disambung. Penyambungan jenis tumpu dapat didesain dengan ulir baut terletak di dalam atau diluar bidang geser. Ringkasnya baut–baut pada setiap jenis sambungan mengalami tarik dengan cara yang benar–benar sama, dan gaya tarik itu sama yaitu yang ditentukan oleh ukuran dan materialnya. Perbedaan yang ada hanya pada tegangan ijin yang digunakan dalam analisis atau desain. Beban dipindahkan dari satu batang ke batang lainnya melalui sambungan antara batang tersebut. Karena tarikan awal pada baut mutu tinggi cukup besar sehingga gaya gesek yang timbul mampu memindahkan seluruh beban, maka desakan baut terhadap sisi lubang umumnya tidak terjadi pada kondisi beban kerja. Diagram

Universitas Sumatera Utara

benda bebas untuk perpindahan beban pada sambungan baut kekuatan tinggi diperlihatkan pada Gambar 2.12 Perpindahan gaya geser dan profil ke penyambung sebagian besar melalui baut dan sebagian lagi melalui gesekan antara pelat (friction). Semakin kuat mur diputar maka semakin menyatu profil dengan pelat penyambung dan semakin besar pula gaya yang didistribusikan melalui gesekan pelat tersebut. Hal ini terjadi terutama pada baut mutu tinggi yang sanggup memberikan gaya tarik awal sehingga pelat menjadi sangat rapat.

Pelat A Baut Mutu Tinggi

P P Pelat B Free Body Pelat A

P T = gaya tarik T = Tahanan friksi

Bagian Berulir

= Koefisien Friksi P= T

P Free Body Pelat B

Gambar 212 Pemindahan beban pada sambungan baut mutu tinggi [ Charles G Salmon,1986 ]

Universitas Sumatera Utara

Bila gesekan sendiri mampu memindahkan beban, setiap alat penyambung itu menyalur beban yang sama besar (asalkan bahan dan ukurannya sama). Namun, jika beban sedemikian besar hingga tahanan gesek tidak mampu memindahkannya, maka tepi lubang akan mengalami desakan. Pada saat sambungan berada diambang kehancuran, gaya gesek tidak besar pengaruhnya terhadap ragam kehancuran (failure mode). Sebaliknya kekuatan pelat bersama kekuatan tarik dan kekuatan geser baut akan menentukan kekuatan sambungan. Ragam kehancuran yang mungkin terjadi diperlihatkan pada Gambar 2.13

Samabungan baut Tunggal

Fraktur penampang netto

(a)

(b)

.

Ujung pelat sobek akibat geser (c)

Kerusakan tumpu pada pelat (d)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.13Kehancuran pada sambungan baut [ Charles G Salmon,1986 ]

Universitas Sumatera Utara

Related Documents

Chapter
May 2020 60
Chapter
November 2019 76
Chapter
October 2019 79
Chapter 1 - Chapter 2
June 2020 62

More Documents from ""