Chapter Ii (1).pdf

  • Uploaded by: Malawisaputra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Chapter Ii (1).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,400
  • Pages: 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak merupakan bentuk peradangan pada kulit dengan

spongiosis atau edema interselular pada epidermis karena interaksi dari bahan iritan maupun alergen eksternal dengan kulit. Menurut Harrianto (2013) Dermatitis Kontak ialah reaksi peradangan yang terjadi pada kulit akibat terpajan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari substansi iritan maupun substansi alergen. Menurut Michael Dermatitis Kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada pekerja (Michael, 2005). Menurut Hayakawa Dermatitis Kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono Dermatitis Kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (Dermatitis Kontak iritan)

(Hudyono,

2002).

Dalam

era

Industrialisasi

saat

ini, terdapat

kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industri, yang merupakan substansi alergen dan iritan, sehingga menyebabkan kenaikan prevalensi Dermatitis Kontak.

27

Universitas Sumatera Utara

28

Dermatitis Kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel, asam, basa, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan Dermatitis Kontak 2.1.1 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis Kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibanding Dermatitis Kontak alergi. 1. Fase Akut Pada Dermatitis Kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kandang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksi nya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Pada Dermatitis Kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitasi, derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan

Universitas Sumatera Utara

29

eksudasi (cairan). Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas, dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2011) 2. Fase Kronis Pada Dermatitis Kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan Dermatitis Kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa berTahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Pada Dermatitis Kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan, walau bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007). Dermatitis kronis pada tangan terjadi sebagai akibat kontak berulang dengan zat kimia, dermatitis kronis menyebabkan kulit pada tangan terasa gatal, Pomfoliks adalah suatu keadaan menahun dimana lepuhan-lepuhan yang terasa gatal timbul di telapak tangan dan pinggiran

Universitas Sumatera Utara

30

jari-jari telapak tangan, lepuhan ini seringkali disertai kulit kemerahan dan bengkak ( Susanto dan Ari, 2013). 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak Banyak hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan apa saja faktor Dermatitis Kontak. Dan semua pernyataan tersebut mengarah kepada dua kategori faktor yang mempengaruhi Dermatitis Kontak yaitu direct cause/influence dan inderect cause/influence. Secara garis besar faktor tersebut antara lain adalah (Lestari dan Utomo, 2007) : a. Direct cause (penyebab langsung) yaitu bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman, dan biologi b. Inderect cause (penyebab tidak langsung) yaitu faktor genetik (alergi), penyakit kulit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, ketebalan kulit, pigmentasi, lama kerja, alat pelindung diri, dan musim. 1. Masa kerja Masa kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak akibat kerja. Semakin lama seseorang bekerja, maka akan semakin sering terpajan dan kontak dengan bahan kimia penyebab dermatitis. Suma‟mur (2009) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

Universitas Sumatera Utara

31

Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit hingga bagian dalam dan semakin beresiko untuk terjadinya dermatitis (Fatma, 2007). Hubungan Dermatitis Kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu : a. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 Tahun lebih banyak menderita dermatitis daripada pekerja yang masa kerjanya <1. b. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian Dermatitis Kontak dengan P value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja ≥5 Tahun yaitu hanya 18,8%. c. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya ≤1 Tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masak kerjanya ≥ 2 Tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis. 2. Personal Hygiene Kebersihan perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit,

Universitas Sumatera Utara

32

kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya Dermatitis Kontak antara lain : a. Mencuci tangan Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999). b. Mencuci pakaian Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju di campur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan ikut terkena dermatitis. Sebaiknya baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali.

Universitas Sumatera Utara

33

Hubungan Personal Hygiene dengan Dermatitis Kontak dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu :  Penelitian Cahaya (2012) yang berjudul “Hubungan hygiene perorangan dan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan keluhan gangguan kulit” yang menyatakan bahwa kebersihan kulit seharihari yang baik proporsi yang mengatakan ada keluhan gangguan kulit sebanyak 43 responden (57,3%) dan yang tidak ada keluhan 19 responden (25,4). 3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya Dermatitis Kontak, karena dengan menggunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia, perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada. 4. Lama Kerja Lama kerja mempengaruhi kejadian Dermatitis Kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka semakin akan merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko terjadinya Dermatitis Kontak akan semakin tinggi (Cohen,1999). Semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit maka penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit akan

semakin

luas

dan

dalam

hingga

menyebabkan

reaksi

peradangan/iritasi yang lebih berat.

Universitas Sumatera Utara

34

2.2

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) DKI merupakan peradangan kulit akibat kontak langsung dengan bahan

yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan hasil reaksi nonimunologis. Dermatitis yang disebabkan oleh substansi iritan yang kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan Dermatitis Kontak iritan akut. Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Tabel 2.1 Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan No.

Bahan Iritan

1.

Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)

2.

Basa kuat (Kalsium hidroksida, natrium hidroksida, kalium hidroksida)

3.

Detergen

4.

Resin epoksi

5.

Etilen Oksida

6.

Fiberglass

7.

Minyak (lubrikan)

8.

Pelarut pelarut organik

9.

Agen oksidator

10.

Serpihan kayu

Sumber : Keefner, K.P. 2004 dalam Agung S. 2008. Dermatitis Kontak Swamedikasi

Universitas Sumatera Utara

35

2.2.1 Epidemiologi Dermatitis Kontak iritan dapat terjadi pada semua umur pada laki-laki maupun perempuan. Pada orang dewasa, DKI sering terjadi pada telapak tangan dan punggung tangan, karena DKI sering berkaitan dengan pekerjaan, muka dapat terkena oleh bahan yang menguap (Graham dan Brown,2005). Jumlah penderita DKI cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun angkanya secara tepat sulit diketahui, hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang kelainan ringan tidak datang berobat (Djuanda, 2011). 2.2.2 Etiologi Dermatitis Kontak iritan muncul karena bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011). Faktor lain yang mempengaruhi Dermatitis Kontak iritan : 1.

Lama kontak

2.

Kekerapan

3.

Adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable

4.

Gesekan

5.

Trauma fisis

6.

Suhu dan kelembapan lingkungan

Universitas Sumatera Utara

36

2.2.3 Gejala Klinis 1. DKI Akut Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahanbahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Biasanya dermatitis iritan kuat terjadi karena kecelakaan kerja. Bahan bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkuras nya lapisan tanduk, denaturasi keratin, dan pembengkakan sel. Tipe reaksi nya tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak, reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau cokelat. Terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadangkadang terbentuk bula yang parulen dengan kulit disekitarnya normal. Contoh bahan kontak untuk dermatitis kuat adalah asam dan basa keras yang sering digunakan dalam industri. 2. DKI Kronik Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan antiseptik. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak seminggu atau sebulan, bahkan bisa berTahun-Tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting (Graham dan Brown, 2005). Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, dan skuama, lambat laun kulit tebal (Hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus menerus akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci

Universitas Sumatera Utara

37

yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan pada penderita pada umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita, setelah mengganggu baru mendapat perhatian. 2.2.4

Pengobatan DKI 1. Hindarkan sabun 2. Pakai sarung tangan kalau bekerja 3. Topikal : dapat diberikan Kortikosteroid. 4. Bila lesi akut (kulit bengkak dan basah), dapat diberikan dengan kompres dengan liquor Burowi 1:20 tiap dua jam sekali. 5. Kemudian dapat diberikan Kortikosteroid topikal ataupun sistemik.

2.3

Dermatitis Kontak Alergik Dermatitis

Kontak

alergik

(DKA)

dapat

terjadi

karena

kulit

terpajan/berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen), penyakit ini timbul akibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap suatu alergen eksternal. Tidak terhitung banyaknya zat kimia yang dapat bereaksi sebagai alergen, tetapi sangat jarang yang menimbulkan masalah, beberapa zat kimia merupakan alergen yang cukup kuat, yang dengan sekali paparan bisa menyebabkan terjadinya sensitisasi. Yang sering menyebabkan Dermatitis Kontak iritan adalah nikel, colophony, bahan-bahan aditif karet, cat rambut, dan obat-obat

Universitas Sumatera Utara

38

topikal baik sebagai bahan aktif utama maupun sebagai bahan dasar (Graham dan Brown, 2005) Tabel 2.2 Alergen yang Sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi Alergen

Uji Patch Positif

Sumber Antigen

Benzokain

2

Penggunaan anastetik tipe-kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral

Garam Kromium

2,8

Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna

Lanolin

3,3

Lotion, pelembab, kosmetik, sabun

Latex

7,3

Sarung tangan karet, vial, syringes

Bacitracin

8,7

Pengobatan topikal maupun injeksi

Kobal klorida

9

Formaldehid

9,3

Germisida, plastik, pakaian, perekat

Pewangi

11,7

Sinamat, geraniol

Balsam peru

11,9

Pengobatan, salep antibiotik

Neomisin sulfat

13,1

aminoglikosida

Nikel sulfat

14,2

Perabot rumah tangga, koin spesies toxicodendron

Tanaman

Semen, plat logam, pewarna cat

Tidak ditentukan

Sumber : Keefner, K.P. 2004 dalam Agung S. 2008. Dermatitis Kontak Swamedikasi

Universitas Sumatera Utara

39

2.3.1 Manifestasi klinik Secara umum, tingkat keparahan Dermatitis Kontak alergi dapat dibagi menjadi tiga (Agung S, 2008) : a). Dermatitis ringan dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindung. b). Dermatitis sedang selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian tubuh. c). Dermatitis berat dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan, pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi yang segera, khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi ialah eosinofilia, serima,

Universitas Sumatera Utara

40

multiform, sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis. 2.3.2 Diagnosis Dermatitis Kontak Terdapat beberapa cara diagnosis Dermatitis Kontak, diantaranya adalah sebagai berikut : A. Anamnesis Menurut siregar (2009), hal-hal yang perlu ditanyakan dalam mendiagnosa penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut : 1. Apakah penderita sudah ada penyakit kulit sebelum bekerja di perusahaan yang sekarang 2. Jenis pekerjaan penderita 3. Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya 4. Apakah ada karyawan lain menderita hal yang sama 5. Riwayat alergi penderita dan keluarganya 6. Prosedur produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan 7. Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan 8. Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai 9. Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur 10. Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit, dan lain-lain

Universitas Sumatera Utara

41

B. Pemeriksaan klinis Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, lkenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. C. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperikas kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsi kulit kadang perlu dilakukan. D. Uji tempel Dermatitis Kontak sebagian besar berbentuk Dermatitis Kontak alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab alergennya. Nahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc, yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji. Bahan yang akan diuji diteteskan di atas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan impermebel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis.

Universitas Sumatera Utara

42

Pembacaan dilakukan setelah 48,72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester. Hasil yang didapat akan berupa :

2.4

0

: bila tidak ada reaksi

+

: bila hanya eritema

++

: bila ada eritema dan papul

+++

: bila ada eritema, papul dan vesikel

++++

: bila ada edema, vesikel

Faktor risiko yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu

2.4.1 Faktor internal 1). Umur Dermatitis dapat diderita oleh semua orang dari golongan umur. Seorang yang lebih tua memiliki kulit kering dan tipis yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut (Sucipta, 2008). Usia hanya sedikit berpengaruh pada kapasitas sensitisasi. Setiap kelompok usia memiliki pola karakteristik sensitivitas yang berbeda, seperti pada dewasa muda cenderung didapati alergi karena kosmetik dan pekerjaan, sedangkan pada usia yang lebih tua pada medikamentosa dan adanya riwayat sensitivitas terdahulu (Siregar, 2005). Usia tua menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis sehingga timbul dermatosis kronik. Dapat dikatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

43

dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua (Trihapsoro, 2003). Usia 15-49 Tahun merupakan usia produktif bagi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh para pekerja sudah sempurna, sehingga mampu menghadapi zat-zat toksik dalam ambang batas yang ditetapkan (Mathinus, 2001). 2). Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, dermatitis akibat kerja memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita (Siregar, 2006). Akan tetapi, dermatitis secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Sucipta,2008). Nikel merupakan penyebab paling sering terjadinya Dermatitis Kontak pada wanita, sedangkan pada laki-laki jarang terjadi alergi akibat kontak dengan nikel (Brown dan Burns,2006). 3). Masa kerja Hampir sama seperti pernyataan pada bagian hubungan antara usia dengan dermatitis. Pekerja dengan lama kerja ≤ 2 Tahun dapat menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaanya. Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka kejadian dermatitis pada pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 Tahun. Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan terpajan bahan iritan maupun alergen lebih sedikit (Lestari dan Utomo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

44

Faktor lain yang memungkinkan pekerja dengan lama kerja ≤ 2 Tahun lebih banyak yang terkena dermatitis adalah masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia. Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 Tahun masih rentan terhadap berbagai macam bahan iritan maupun alergen. Pada pekerja dengan lama bekerja > 2 Tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi terhadap bahan iritan maupun alergen. Untuk itulah mengapa pekerjaan dengan lama bekerja > 2 Tahun lebih sedikit yang mengalami Dermatitis Kontak (Lestari dan Utomo, 2007). 4). Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Secara sederhana yang dimaksud dengan APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja. Berdasarkan kenyataan di lapangan terlihat bahwa pekerja yang menggunakan APD dengan baik masih lebih sedikit dibandingkan dengan yang kurang baik dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku penggunaan APD oleh pekerja masih kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas APD ketika sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan maka kulit menjadi tidak terlindungi dan kulit menjadi lebih mudah terpapar oleh bahan iritan maupun alergen (Lestari dan Utomo, 2007).

Menurut Budiono (2005), ada beberapa APD yang paling banyak dan sering digunakan adalah: 1) Alat pelindung kepala: helm, tutup kepala, hats/cap. 2) Alat pelindung mata atau muka: spectacles, goggles, perisai muka.

Universitas Sumatera Utara

45

3) Alat pelindung telinga: ear plug, ear muff. 4) Alat pelindung pernafasan: masker, respirator. 5) Alat pelindung tangan: sarung tangan. 6) Alat pelindung kaki: sepatu boot. 7) Pakaian pelindung: celemek, pakaian terusan dengan celana panjang. 8) Sabuk pengaman (safety belt) 5). Personal Hygiene Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga masih terdapat sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit. Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit. Jika jenis sabun ini sulit didapatkan dapat menggunakan pelembab tangan setelah mencuci tangan. Usaha mengeringkan tangan setelah dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan yang lembab Kebersihan kulit yang terjaga baik akan menghindari diri dari penyakit, dengan cuci tangan dan kaki, mandi dan ganti pakaian secara rutin dapat terhindar dari penyakit kulit. Dalam mencuci tangan bukan hanya bersih saja, yang lebih penting lagi jika disertai dengan menggunakan sabun serta membersihkan sela jari tangan dan kaki dengan air mengalir. Dengan mandi dan mengganti pakaian setelah bekerja akan mengurangi kontak dengan mikroorganisme yang hidup di

Universitas Sumatera Utara

46

permukaan kulit yang berasal dari lingkungan sekitar kita (Siregar dan Saiman Nugroho, 1991). 2.4.2. Faktor Eksternal 1). Riwayat Penyakit kulit Diagnosis mengenai riwayat dermatologi yang sering diajukan untuk membedakan suatu penyakit dari penyakit lainnya adalah menanyakan pada pasien apakah mempunyai riwayat masalah medis kronik (Goldstein dan Adam, 2001). Dermatitis Kontak iritan bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi individu dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang (Lestari dan Utomo, 2007). Timbulnya Dermatitis Kontak alergi dipengaruhi oleh riwayat penyakit konis dan pemakaian topikal lama (Kabulrachman, 2003). Kelainan kulit yang biasa juga sering secara diagnostik lebih sulit atau secara terapeutik lebih resisten pada pasien usia lanjut yang dirawat di panti, kurang gizi, mempunyai kesukaran mengikuti instruksi terinci, mendapat banyak obat, atau mempunyai banyak penyakit kronik. Pasien usia lanjut cenderung mendapat lebih banyak obat dalam jumlah maupun jenis nya. Penyakit kulit yang terkait dengan kejadian dermatitis diantaranya disebabkan karena alergi, obat, suhu, dan cuaca (Mulyaningsih, 2005). 2). Riwayat Alergi Alergi timbul oleh karena pada seseorang terjadi perubahan reaksi terhadap bahan tertentu. Hal tersebut tidak terjadi pada kebanyakan orang. Sebagai contoh udang atau obat yang sebelumnya tidak menimbulkan apa-apa,

Universitas Sumatera Utara

47

pada suatu waktu menyebabkan gatalgatal, dan ekzim. Jadi alergi adalah reaksi yang abnormal terhadap satu bahan atau lebih yang terdapat dalam lingkungan hidup sehari-hari. Penyakit alergi diantaranya alergi debu rumah, alergi pollen, alergi spora jamur, alergi obat, alergi makanan, dan alergi serangga. Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis. Dalam melakukan diagnosis penyakit dermatitis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis (Baratawidjaja, 2008). 3). Bahan kontakan Menurut Djuanda (2007), Dermatitis Kontak disebabkan karena kulit mengalami kontak dengan iritan (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air) dan bahan alergen (sabun, detergen, udara, krim, keringat, garukan, bakteri, emosi atau stress, pakaian, dan perhiasan). Bahan kontaktan alergi ini terdapat pada detergen, alergi logam, dan tempat yang penuh zat kimia (Hidayat, 2009). Alergen diantaranya logam nikel (perhiasan imitasi, jam tangan, ikat pinggang, bingkai kacamata), karet (ikat pinggang, perlak atau alas kasur, sandal, sepatu), formaldehid (pakaian), obat topikal (Kabulrachman, 2003).

Universitas Sumatera Utara

48

4). Riwayat pekerjaan Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit pada keluarganya (Djuanda, 2007). Kelompok tertentu mempunyai resiko yang tinggi. Pekerja yang biasa terpajan dengan sensitizer, seperti kromat pada industri bangunan atau pewarna, pada

pabrik pengolahan kulit, mempunyai

insiden

yang lebih tinggi

(Kabulrachman, 2003). Dermatitis akibat pekerjaan terlihat,misalnya perusahaan batik, percetakan, pompa bensin, bengkel, salon kecantikan, pabrik karet, dan pabrik plastik (Mansjoer, 2003). Di Amerika Serikat penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai berturut-turut pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8%, dan pekerja bagunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization terbanyak dijumpai pada tukang batu dan semen 33%, pekerja rumah tangga 17% dan pekerja industri logam dan mesin 11%. Di Indonesia golongan tertinggi pada Tahun 1993 adalah petani diikuti oleh penjual di pasar, tukang becak, pembantu rumah tangga dan pengangguran (Trihapsoro, 2003). Bahan penyebab dermatitis terdapat pada tukang batu dan pekerja yang bekerja di tempat yang penuh zat kimia (Hidayat, 2009). Masa awitan penyakit selama 4 Tahun untuk pekerjaan yang berhubungan dengan logam dan petugas pelayanan kesehatan, 3 Tahun untuk pekerjaan industri makanan, dan 2 Tahun untuk pekerjaan penata rambut (Mulyaningsih, 2005).

Universitas Sumatera Utara

49

5). Lingkungan Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah (Siregar, 2005). Alergi adalah penyakit yang biasanya ditimbulkan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan. Jika faktor keturunan kadarnya besar dan faktor lingkungan kecil, reaksi alergen tetap bisa terjadi. Tetapi kalau faktor keturunan besar dan lingkungan tidak memacu, alergi itu tidak akan terjadi. Lingkungan yang harus dihindari oleh penderita alergi antara lain udara yang buruk, perubahan suhu yang besar, hawa yang terlalu panas atau dingin, lembab, bau-bauan seperti cat baru, obat nyamuk, semprotan (pewangi maupun pembasmi serangga), asap (rokok, bakar sampah), polusi udara dan industri (Kanen Baratawidjaja, 2008). Kecenderungan alergi dipengaruhi dua faktor yaitu genetik dan lingkungan (faktor eksternal tubuh). Hal tersebut merupakan salah satu penjelasan mengapa terjadi peningkatan kemungkinan mendapat alergi. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mengontrol lingkungan sehingga tidak membahayakan (misalnya menghindari tungau debu rumah seperti karpet, kapuk, bahan beludru, pada sofa atau gordyn, ventilasi yang baik di rumah atau kamar, jauh dari orang yang sedang merokok, menghindari makanan yang diketahui sering menyebabkan alergi seperti susu, telur, makanan laut, coklat), serta menghindari kecoak dan serpihan kulit binatang peliharaan (Rengganis, 2009).

Universitas Sumatera Utara

50

2.5

Kerangka Teori Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun lah kerangka teori

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang, yang dapat dilihat dibawah ini :

Faktor-faktor internal : 1. umur 2. jenis kelamin 3. Masa kerja 4. pemakaian APD 5. Personal Hygiene Gejala Dermatitis Kontak Faktor-faktor Eksternal : 1. Riwayat penyakit kulit 2. Riwayat alergi 3. Bahan kontakan 4. Riwayat Pekerjaan 5. Lingkungan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Adhi Djuanda (2007), Cinta Lestari (2008), Citra Sucipta (2008), Cohen DE (1999), Clevere Susanto dan GA Made Ari (2013), Erliana (2008), Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo (2008), Hudyono (2002), Hayakawa (2000), Harrianto (2013), HSE UK (2004), Iwan Trihapsoro (2003), Kabulrachman (2003), Michael (2005), Marwali Harahap (2000), R.S Siregar (2006), Siregar (2005), Robin Graham dan Brown Tony Burns (2005), Suma‟mur (2009).

Universitas Sumatera Utara

51

2.6

Kerangka Konsep Berdasarkan teori-teori Dermatitis Kontak diatas maka penulis menyusun

variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel independen dan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang sebagai variabel dependen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak diantaranya adalah usia, lama kerja, personal hygiene, penggunaan APD, masa kerja. Variabel Independen 1.

Usia

2.

Lama kerja

3.

Personal hygiene

4.

Penggunaan APD

5.

Masa kerja

Variabel Dependen Gejala Dermatitis Kontak

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Related Documents

Chile 1pdf
December 2019 139
Chapter Ii
October 2019 24
Chapter Ii
November 2019 22
Chapter Ii
June 2020 15
Chapter Ii
July 2020 11
Chapter Ii
November 2019 18

More Documents from ""

Chapter Ii (1).pdf
December 2019 5