Cerpen: Baju Lebaran Oleh: Kang Warsa Satu hari menjelang Lebaran, Nina masih termenung duduk di atas kursi di beranda rumah. Wanita kecil, berumur 10 Tahun dengan hiasan rambut hitam legam dan panjang itu menatap jalan, kedipan di matanya hanya akan mengingatkan kalian pada seekor kunang-kunang, indah dan hampir saja padam. Pipinya putih bersih, walau bibir agak pecah -belah karena puasa. Anak kecil seperti itu kelak akan mengingatkan kalian pada seorang Oliver Twist, bocah dengan raut wajah kepedihan dan kesedihan yang bisa dibagikan kepada orang lain. Bocah yang bisa membawa kalian pada alam empati, dimana rasa sakit seakan lusinan paku menusuk dada dan jantung kalian, dan itu bisa dirasakan oleh kalian hanya dengan menatap wajah Nina. Satu Hari menjelang Lebaran, Nina masih menunggu, kapan mamanya membelikan dia baju lebaran. Padahal anak-anak lain telah membicarakan baju-baju baru di mesjid sejak seminggu terakhir ini. Di surau pun selepas tarawih, mereka mengobrolkan, lebaran tahun ini pasti lebih seru karena orangtua mereka telah membelikan untuk mereka baju-baju warna-warni. Lebaran memang akan dikunyah ibarat makanan renyah untuk anak-anak lain. Nina hanya duduk saja mengharap kepulangan mamanya. Satu hari menjelang lebaran, Nina masih berharap, mamamnya akan segera pulang dari pasar sambil membawa barang-barang, penganan, kue-kue dan sudah tentu baju lebaran yang akan dipakainya selepas sholat ied nanti. Kumandang takbir telah menggema, memecah udara alam sore, kering namun dingin, berhembus di altar pepohonan padi, gunung membiru seolah bersyukur jika Ramadhan tahun ini akan segera berakhir. Suara bedug yang ditabuh di mesjid seimbang dengan gemebyarnya riuh petasan. Jalanan telah ramai, anak-anak menghadirkan hiburan yang tak akan pernah lelah ditatap oleh mata kalian. Satu Hari menjelang Lebaran, Mata Nina berkilatan, ada bahagia tersembur keluar, aura di wajahnya mengingatkan kalian pada bulat mentari sore dengan nuansa cerah emas. Satu fokus pandangan darinya menatap jalan dimana seorang ibu dengan jilbab merah jambu berjalan, penuh semangat, senyum, dan kalian akan membayangkan betapa di dalam diri wanita itu ada segudang kebahagiaan meskipun, jika kalian tahu, wanita itu telah lama ditinggal pergi oleh suaminya. Senyum itu sama sekali tidak keluar secara terpaksa, kecuali keluar tanpa paksaan, dan begitu hangat. Barisan giginya memang sengaja diperlihatkan kepada anaknya, supaya keceriaan dan rasa bahagia tidak akan terlepas lagi dari dalam diri Nina. Ya, kebahagiaan Nina bukan tanpa alasan, tentu saja kebahagiaan itu karena mamanya membawa barang-barang selaras dengan harapan dalam dirinya. Satu hari menjelang Lebaran, Mama mencium Nina yang telah berdiri menyambutnya. Ciuman itu akan mengingatkan kalian pada cinta. Aku yakin, kalian pernah dicium oleh cinta. Penanda kebahagiaan lebih lengkap dan utuh ketika mama mengeluarkan bungkusan dan memberikannya kepada Nina. Baju Baru. Dengan alasan tertentu, maka mama berkata kepada anaknya. ” Baju lebaran Untukmu…” 1
Cerpen: Baju Lebaran| http://warsa.wordpress.com
” Terimakasih, mama!” Ucap Nina , lalu memeluk erat mamanya seolah tidak ingin dilepaskan lagi. Satu hari menjelang Lebaran, Nina menatap dirinya di cermin. Baju baru telah dipakai, dicoba, berdiri menyamping, membelakangi cermin, lalu menatap cermin lagi, seutas senyum coba dikeluarkan olehnya, memegang pipinya, dan lengkaplah ketika mamanya berkata; ” Sungguh cantik, kamu, Nin!”. Satu Hari menjelang Lebaran, sebuah tangis terdengar dari rumah tetangga Nina. Nina mencoba menguping, mama pun demikian memasang telinga kuat-kuat. Lantas setelah segalanya jelas, anak dan ibu itu menggigit bibir kuat-kuat, saling menatap tanpa kata. Tangisan itu memberi berita, jika anak tetangga Nina hari ini masih belum memiliki baju lebaran, padahal beberapa jam lagi kumandang adzan magrib akan mengakhiri Ramadhan. Satu hari menjelang Lebaran, Nina berbisik lembut kepada mamanya, ” Mama, biar baju lebaran ini Nina berikan saja kepada Qinong…..” Mamanya tersenyum. Demi melihat kelembutan hati anaknya. Dalam benaknya terpikir, hati Nina seolah terbuat dari mutiara yang pernah dipegang oleh Jibril, mutiara kasih-sayang. Selepas buka puasa, Nina memberikan baju lebaran itu kepada Qinong, tetangganya. Ibu Qinong memeluk erat tubuh Nina, sambil berbisik, anak ini terbuat dari apa? Tangis pun keluar tanpa harus dipaksa dan disuruh oleh siapa pun. Gema Takbir membahana di seantero, tasbih malaikat terdengar mengalahkan ledakan petasan dan kebahagiaan orang-orang menyuguhkan satu kemenangan, kebahagiaan menutupi akhir Ramadhan. Nina dan Mama saling menatap dan tersenyum bahagia. ” Selepas Sholat ied kita ziarah ke makam Almarhum Ayah…” Kata mama kepada Nina. Demi mendengar itu, Nina tersenyum. Diam dalam balutan gema takbir. Lalu, menjelang pukul 08.00, ketika Nina akan memasuki alam mimpinya, pintu diketuk ringan. Mama membuka pintu, Kang Ohi telah berdiri sambil membawa sebuah kardus, bisa diterka isinya pasti penuh. ” Ini untuk, Nina…!” Kata Kang Ohi sambil meletakkan kardus di atas lantai, ” Pemberian Haji Hamid…” Kang Ohi bergegas pergi. Mama membawa kardus itu ke dalam kamar Nina. Nina duduk di bibir ranjang, sambil tetap mempertahankan senyumnya. ” Kita Buka sama-sama ya?!” Kata mama. Dan kardus pun dibuka, isnya adalah aneka kue, bahkan ada amplop, sudah barang tentu berisi uang, dan senyum di bibir Nina semakin kuat ketika di dalam kardus itu ada didapat mukena, serta baju muslim baru. ” Ini baju lebaranmu, Nin!” Kata ibu. Tiba-tiba alam menjadi terang dengan kasih-sayang, kasih-sayang antara sesama manusia, tanpa batas… dan kalian akan selalu merindukannya… kasih-sayang tnpa aturan yang mengikat akan sebuah balasan dari orang lain kecuali dari Dia Yang Maha Penyanyang!
2
Cerpen: Baju Lebaran| http://warsa.wordpress.com
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallahu Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillaahil Hamdu…. Kutulis cerpen ini sehari menjelang Lebaran… Aku Kangen pada Ramadhan..!
3
Cerpen: Baju Lebaran| http://warsa.wordpress.com