Cerita I

  • Uploaded by: Raga Candradimuka
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cerita I as PDF for free.

More details

  • Words: 948
  • Pages: 2
Shinta di Bilik Jantungku (syafi'i 's diary) Beberapa bulan ini, aku merasa aku telah diberi cobaan oleh allah. Aku mengalami penyakit mabuk asmara atau al-'isyq. Hal ini disebabkab sosok seorang wanita yang terus terbayang-bayang di mataku. Seorang wanita bernama shinta. Senyumnya, kata-katanya, kecerdasannya, kharismanya, dan semua sisi indahnya meneror kehidupanku, sampai-sampai di saat sholatpun, dirinya terbayang-bayang di kepalaku. Ini adalah penyakit hati, dan aku tahu, hal ini tidak dibenarkan oleh Allah, dengan kata lain, dapat menyebabkan dosa. Aku tidak ingin berdosa, aku ingin menyucikan diriku dari segala dosa baik kecil atau besar, aku harus menghilangkan penyakit hati ini. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana. Berbagai macam cara sudah aku lakukan. Di setiap tahajudku, selalu aku memohon kepada allah untuk menghilangkan penyakit ini. Namun Allah masih berkehendak lain, doa-ku belum dikabulkan. Aku juga sudah berusaha menjauh dari wanita ini selama beberapa minggu (aku pergi rihlah ke bandung bersama keluarga) namun bukannya menghilang, bahkan kerinduan untuk berjumpa dengannya semakin mendalam. Dan kekhusyukan ibadahku semakin meradang. Parahnya, aku tidak bisa menjauh terus darinya karena aku satu kampus dan bahkan satu kuliah dan satu organisasi dengannya. Aku terpaksa harus bertemu dengannya saat kuliah di kelas atau beraktivitas di organisasi. Hampir tidak ada hari tanpa pertemuan dengannya…dan hampir tidak ada cara untuk mengembalikan ketenangan hatiku. Aku tidak ingin berdosa, maka aku bersikeras mencari jawaban. Dan aku tidak menemukan cara lain selain berterus terang kepadanya. Ya, mengenai dia, cintaku, dan pernikahan. Semuanya dimulai tadi pagi. Tadi pagi, jam setengah sembilan, aku mengadakan pertemuan dengan teman-teman organisasi yang menjadi panitia “kajian jumat pagi di kampus” dengan tujuan membicarakan ekspektasi persiapan minggu ini. Seperti biasa, dimanapun rapat diadakan, baik di sekretariat ataupun di luar sekretariat, baik sedikit ataupun banyak pesertanya, rapat tetap dapat berjalan dengan baik dan tepat waktu . dan yang menghadiri rapat Cuma aku dan shinta. Anggota panitia ang lainnya memohon izin karena ada kuliah pagi. Seperti biasa juga, karena acara rapat tidak diadakan di sekretariat tapi di perpustakaan, maka kami tidak menggunakan hijab, sehingga aku dengan leluasa tergoda untuk memandang sosok shinta. Mulai dari suara sampai indah wajahnya. Entah kenapa, dengan sembunyi-sembunyi aku menatap ke arahnya di saat ia menunduk. Jika ia akan menatap ke arahku, aku berpura-pura menunduk juga. Seluruh pembicaraan kami menggetarkan syaraf-syaraf emosional di kepalaku. Untuk sekejap rasa berdosa kepada Allah tertutup oleh rasa kagumku akan sosok wanita itu. Astagfirullah. “Manual acara, konsumsi, dokumentasi, publikasi, dan beberapa persiapan lainnya sudah terpenuhi, tinggal Moderator saja yang belum di-fix-kan” Shinta menyimpulkan penjelasannya dengan kepala yang menunduk. Ia terlihat anggun. “Alhamdulillah, teman-teman memang cekatan. Cuma dalam waktu dua hari kalian sudah merampungkan hampir semua persiapan” tanggapku dengan nada menyanjung. Shinta hanya tersenyum kecil.

“Mmm..Mengenai moderator, kalau ukhti vita tidak bisa, bagaimana dengan ukhti rima?” ”Sepertinya ukhti rima sedang sibuk dengan penelitiannya di luar kota, jadi kemungkinan besar ia juga tidak bisa. Kalau ukhti rima belum bisa, aku saja yang menggantikannya. Bagaimana?”. “Subhanallah, bagus sekali. Jadi tidak perlu mencari lagi, dan ukhti juga sudah cukup profesional kan?” sanjungku seraya melihat ke arahnya. Lagi-lagi Ia hanya tersenyum kecil. Senyum yang khas. “Tidak ada senyum seindah itu di dunia ini” batinku berujar tanpa merasa berdosa. “Hanya allahlah yang tahu siapa diri kita sesungguhnya..iya kan?” katanya menanggapi dengan wajah yang tetap menunduk. Kalimat yang seakan menyinggung diriku. Menyinggung kemunafikanku. Entah, ia sedang menyinggung atau tidak, Mendengar kalimat itu aku menjadi tersadar akan siapa diriku. Diriku yang berusaha tampak suci hanya untuk bertopeng muka. Terasa ada suatu perasaan yang menyelinap masuk ke hatiku. Perasaan bersalah kepada allah. Sejak awal pertemuan tadi aku ingin terlena akan sosok shinta, sehingga aku dengan sengaja melupakanNya. “Astagfirullah” lirih batinku. Dan Tiba-tiba saja aku teringat lagi akan niatku untuk berterus terang kepadanya mengenai cintaku. “Okelah, sepertinya acara kita pagi ini cukup sampai di sini, mengingat semua pembahasan sudah kita selesaikan..” kataku berniat menutup rapat. “..tapi, mungkin setelah ini ada yang ingin ana bicarakan dengan ukhti” lanjutku lagi seraya menatap shinta yang masih menunduk. “ana merasa perlu melanjutkan pertemuan untuk membicarakan sesuatu..penting” “ya, tidak apa-apa”. Jawabnya. “..apa ukhti ada kegiatan lain seusai ini?” sambungku lagi untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar punya waktu luang seusai rapat itu. “Sebenarnya ana juga ada acara diskusi saat ini, tapi sepertinya teman-teman diskusi sedang tidak dapat hadir. Kalau memang ada hal lain yang ingin dibicarakan, silahkan saja...” jawabnya seraya menatap ke arahku sekilas, lalu menunduk lagi. Aku lihat ia benar-benar siap. Lalu setelah membaca pelan doa kafaratul majlis dan ucapan salam untuk menutup rapat, aku membuka pembicaraan baru. Kuceritakan semua unek-unekku kepadanya. Mengenai ketertarikanku padanya dan cobaan yang allah berikan itu. Aku ingin tahu bagaimana responnya atas permasalahanku itu. Selama aku berbicara ia hanya menunduk, sambil sesekali tersenyum kecil. Sampai akhirnya,seusai “curhat”-ku, ia mulai berbicara, “Akhi, Allah telah berfirman pada surah Ali Imran, ayat ke empat belas, Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga), maha benar Allah dengan apa yang difirmankannya. Firman tanpa cacat dan noda. Allah sampaikan, mengenai Fitrah. Kecintaan terhadap wanita adalah salah satu fitrah, fitrah yang suci. Fitrah yang telah ditanamkan Allah dalam hati setiap manusia. Seharusnya kita tidak perlu mengkhawatirkannya, setiap ciptaan Allah akan merasakan hal yang sama. Setiap orang dapat jatuh cinta dan itu bukan dosa. Cuma, jika kita sudah siap lahir dan batin, maka pernikahan adalah wujud nyata dari cinta yang demikian. ana insyaAllah sudah siap, Bagaimana, antum sudah siap?” ternyata Gayung bersambut. Serta merta rasa bahagia, takjub, syukur, haru, terlukis indah di depan mataku. Semua beban pikiranku seakan menguap ke langit-langit perpus dan semua harapanku seakan mengembun di telapak tangan shinta. Kami akan segera menikah. Alhamdulillah. By: me

Related Documents

Cerita I
April 2020 35
Cerita
May 2020 54
Cerita
June 2020 51
Cerita
June 2020 51
Cerita Ii
April 2020 26
Cerita Islami.rtf
December 2019 39

More Documents from ""