Bottom of Form
BERSYUKUR KEPADA ALLAH Setiap insan yang hidup di muka bumi ini pasti pernah mengalami suka dan duka. Tak ada insan yang diberi duka sepanjang hidupnya, karena ada kalanya kemanisan hidup menghampirinya. Demikian pula sebaliknya, tak ada insan yang terus merasa suka karena mesti suatu ketika duka menyapanya. Bila demikian tidaklah salah kalimat yang mengatakan, “Kehidupan ini ibarat roda yang berputar”, terkadang di atas, terkadang di bawah. Terkadang bangun dan sukses, terkadang jatuh dan bangkrut, kadang kalah, kadang menang, kadang susah, kadang bahagia, kadang suka dan kadang duka… Begitulah kehidupan di dunia ini, kesengsaraannya dapat berganti bahagia, namun kebahagiannya tidaklah kekal.
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah di antara kalian serta berbangga-bangga dalam banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kalian lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras/pedih dan ada pula ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Kehidupan dunia itu tidak lain kecuali hanya kesenangan yang menipu.” (AlHadid: 30) Sebagai siswa SMA yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengimani takdirNya, sudah semestinya suka dan duka itu dihadapi dengan syukur dan sabar. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan dua sifat ini di dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang banyak bersabar lagi bersyukur.” (Ibrahim:5) Al Imam Qatadah –rahimahullahu- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, “Dia adalah hamba yang bila diberi bersyukur dan bila diuji bersabar.” (An-Nukat wal ‘Uyun, 3/122) Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa mukmin yang sabar atas musibah/duka yang menimpanya dan bersyukur atas nikmat/suka yang diterimanya akan mendapatkan kebaikan. Kabar gembira ini tersampaikan kepada kita lewat sahabat beliau yang mulia Shuhaib Ar-Rumi radhiyallahu ‘anhu. Shuhaib berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
Ceramah Agama
“Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan1 ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 7425) Apapun yang terjadi, apakah sebuah kelulusan ataukah kegagalan hendaknya semua disikapi dengan lapangnya dada dan bersihnya hati. Seorang yang beriman kepada Allah dalam kesehariannya, niscaya akan dapat menyikapi segala kemungkinan dan keadaa apapun dengan sangat mudah. Sebab janji Allah atas orang yang bertakwa itu adalah sebuah janji yang nyata dan jelas. Dan hendaknya pula mereka yang mendapatkan kemudahan atas kelulusannya untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah diatas sebenar-benarnya ibadah dan ketakwaan. Sarana mendekatkan diri kepada Allah tersebut dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain: 1. Memperbanyak membaca dan mempelajari ayat-ayat Al-Quran Kata Ibnu Qayyim –rahimahullah-, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.” 2. Memperbanyak amal shalih Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu Bakar –radliyallahu’anhu- menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah ‘alaihi ash shalatu wa sallam bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu beliau bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim) Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surga.
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21) Maksudnya kita harus berlomba-lomba dalm berbuat kebaikan. Sekecil apapun itu perbuatan baik atau amal saleh yang kita lakukan. Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah subhanahu wa ta’ala., “Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin
Ceramah Agama
yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19) Dari ayat ini dapat tersurat makna bahwa amal saleh yang di sebutkan antaranya melaksanakan sholat tahajud, membayarkan zakat, dan selalu mohon ampun kepada Allah. Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137) Kita harus terus memupuk iman kita karena adakalanya iman kita naik dan turun. Oleh karena itu, berbuat baik secara terus menerus InsyaAllah akan dapat menjaga keimanan kita. 3. Memperbanyak mengingat mati Wahai teman-temanku, tidak ada guna kita mensyukuri nikmat dengan cara corat – coret serta konvoi2 sedemikian. Bagaimana jika saat kita konvoi, kemudian tiba – tiba kita mati? Maka tugas kita adalah banyak untuk mengingat kematian. Karena kelulusan, bisa saja dan sama halnya dengan semakin dekatnya waktu kita untuk mendekati kematian. Nabi berpesan…“Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584) Beliau juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230) Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah sehingga tiada lalai dengan sebuah kelulusan. 4. Mendatangi kajian – kajian keislaman yang sesuai dengan tuntunan sahabat. Mengapa demikian? Ya, setelah ini kita akan menempuh kehidupan baru, baik kehidupan kampus maupun dunia kerja. Tentu dunia yang baru ini banyak sekali resiko serta tantangan berupa aliran – aliran baru dalam agama islam, pemahaman – pemahaman yang tidak sesuai dengan islam yang shahih, serta banyak teman – teman yang tidak menjaga islam mereka dengan baik. Nah, hendaknya kita bentengi diri kita dengan senantiasa menuntut ilmu agama… Nabi kita yang mulia bersabda: “Barangsiapa yang berjalan untuk menuntut ilmu agama, niscaya akan Alah mudahkan jalan dia ke surga.” (HR. Muslim) Dijelaskan Imam al Faqih Abdurrahman As Sa’di –rahimahullah- “setiap jalan, baik nyata maupun tak nyata yang dapat mengantarkan seorang hamba untuk mendapatkan ilmu agama, maka itu termasuk jalan yang disebutkan oleh nabi tsb.” (dlm Fatawa As Sa’diyah, I/623) Semoga apa yang tertulis oleh tinta ini dapat mengantarkan kita semua terutama untuk temanteman menuju ridla Ar Rahman dengan percikan iman. Amiiin… Di adaptasi dari artikel : Didit Fitriawan
Ceramah Agama