Cdk 034 Masalah Otak

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cdk 034 Masalah Otak as PDF for free.

More details

  • Words: 33,404
  • Pages: 64
Cermin Dunia Kedokteran

34. Masalah Otak

1984

No 34, 1984

Cermin Dunia Kedokteran International Standard Serial Number : 0125—913X Diterbitkan oleh :

Pusat Ps'nelitian dan P.np.mbanpan P.T. Kalbe Farina

Cermin Dunia Kedokteran

34. Masalah Otak

Karya Sriwidodo

Artikel : 3 Afasia Sebagai Gangguan Komunikasi Pada Kelainan Otak 7 Gangguan Bahasa, Persepsi dan Memori Pada Kelainan Otak 12 Disfungsi Otak Minor Kesulitan Belajar ditinjau dari Segi Neurologis 15 Gangguan Kesadaran 20 Beberapa Obat yang Digunakan pada Insufisiensi Serebral dan Demensia 25 Penanggulangan Bencana Peredaran Darah di Otak 28 Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak 32 Cedera Otak dan Dasar-dasar Pengelolaannya 39 Infeksi Intrakranial 42 Tumor Otak : Tinjauan Kepustakaan 47 Ketulian : Pemeriksaan dan Penyebabnya 50 Rodamin B dan Metanil Kuning ("Metanil Yellow")

Sebagai Penyebab Toksik pada Mencit dan Tikus Percobaan 56 Perkembangan : Obat-obat & Insomnia Pengobatan Preleukemia

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-maeing penulie dan tidak eelalu merupakan pandangan atau kebijakan inetansl/lembaga/bagian tempat kerja ai penulie.

58 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ? 60 Catatan Singkat 61 Humor Ilmu Kedokteran 63 Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran 64 Abstrak-abstrak

Artikel Afasia Sebagai Gangguan Komunikasi Pada Kelainan Otak dr. Lily Sidiarto dan dr. Sidiarto Kusumoputro

Klinik Gangguan Wicara - Bahasa Bagian Neurologi FKUI/RSCM, Jakarta

PENDAHULUAN Dengan bertambahnya jumlah gangguan peredaran darah otak (CDV) dan trauma kapitis, maka jumlah kasus dengan gejala sisa neurologik juga makin meningkat. Gejala sisa elementer yang paling menyolok adalah hemiparesis dan gejala sisa fungsi luhur yang paling banyak adalah afasia. Pada kasus CVD, kemungkinan seorang pasien menderita afasia adalah 25%, karena separuhnya menderita hemiparesis dekstra dan separuh dari ini mungkin menderita afasia. Karena afasia tergolong kelainan komunikasi dan komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia, maka rehabilitasi afasia tidak dapat diabaikan. Mungkin saja seorang dengan gejala sisa kelumpuhan menduduki jabatannya semula tetapi akan sangat sulit bagi orang yang menderita afasia. Bukannya ini berarti tidak mungkin; sebagian pasien afasia dapat juga kembali menduduki jabatan semula asal afasinya yang tidak terlalu berat mendapatkan rehabilitasi yang cepat dan tepat. Untuk maksud itu, kecepatan dan ketepatan diagnosis sangat diperlukan untuk menolong nasib pasien afasia. Makalah ini menguraikan secara singkat masalah afasia ditinjau secara klinik. GANGGUAN KOMUNIKASI Seorang yang berkomunikasi menggunakan sederetan fungsi sebagai berikut : 1. simbolisasi, yaitu melakukan formulasi dan menyimak bahasa dan simbol-simbol lain yang lazim disebut berbahasa. 2. respirasi, yang diperlukan untuk mendapatkan tenaga guna berbicara (speech). 3. resonansi : menghasilkan nada-nada tertentu. 4. fonasi (pembunyian) : tenaga yang didapat dipakai untuk menggerakkan pita suara. 5. artikulasi : menghasilkan vokal dan konsonan untuk berbicara.

6. lafal : menghasilkan pengucapan bunyi bahasa. 7. prosodi : yang membuat lagu kalimat. 8. kemampuan komunikasi, yaitu kemauan, kesediaan dan kemampuan untuk berinteraksi lewat komunikasi. Jenis gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh kelainan pada salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut diatas. Bagan gangguan wicara-bahasa (speech and language disorder) Gangguan komunikasi juga disebut sebagai gangguan wicara bahasa dan istilah ini lebih sering dipakai. Gangguan ini dapat terjadi pada anak dan dewasa. Sebuah bagan sederhana disajikan dibawah ini : gangguan wicara mencakup fungsi dasar : - respirasi - resonansi - fonasi - artikulasi - lafal - prosodi Gangguan wicara—bahasa

a. gangguan multimodalitas : — afasia b. gangguan modalitas tunggal : — agnosia — apraksia c. gangguan "berpikir" : — demensia — confusion (kusut pikir) — psikogemic

Untuk memahami jenis-jenis gangguan wicara- bahasa sebaiknya dikenal juga komponen- komponen dari proses pusat bahasa di otak. Menurut Brown, model pusat bahasa di otak Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

3

terdiri dari 4 komponen : 1. kosa kata (leksikal) yang didapat sejak kecil dan dikembangkan terus seumur hidup. 2. sintaktikal, suatu aturan yang dikuasai untuk membentuk kalimat yang benar. 3. rentang ingatan auditif (auditory retention span) yang cukup lama untuk dapat memproses apa yang didengar. 4. pemilihan saluran, suatu kemampuan untuk menyaring dan memilih masukan (input) dan keluaran (output) yang diperlukan untuk berbahasa menurut hirargi. Komponen- komponen ini diperlukan untuk mempelajari bahasa dan mempergunakannya secara baik dan benar. Penerapan penggunaan komponen- komponen tersebut dalam berbahasa dapat dilihat dari ketrampilan penggunaan modalitas bahasa sebagai berikut : 1. berbicara 2. menyimak 3. menulis 4. membaca Jenis-jenis gangguan bahasa dapat diterangkan berdasarkan ketrampilan menggunakan modalitas bahasa diatas. GANGGUAN WICARA—BAHASA

dapat berbicara dan menyimak bahasa, tetapi masih dapat menulis dan membaca. Pasien ini menderita agnosia auditif. Sebaliknya pasien yang menderita apraksia tidak mampu menulis, tetapi mampu berbicara. gangguan "berpikir" : Penggunaan bahasa yang tidak benar dapat juga disebabkan oleh gangguan cara berpikir dan salah menggunakan bahasa. Hal ini membedakan dari afasia, agnosia dan apraksia yang disebabkan oleh gangguan modalitas bahasa. Contoh dari gangguan "berpikir" adalah demensia, kusut pikir (confusion) dan kasus psikiatrik. Di bawah ini akan dibahas sepintas tentang pola berbahasa pada contoh tersebut untuk memberikan gambaran bahwa ada gangguan bahasa yang non-afasia. Pola berbahasa pada pasien demensia menunjukkan kesalahan- kesalahan pada semua segi bahasa. Yang menyolok ialah ketidak mampuan untuk memberikan makna sebuah pepatah. Tidak mampu melaksanakan tugas verbal yang abstrak, seperti tidak dapat menyebutkan nama-nama benda dalam satu kategori (namanama hewan piaraan rumah). Reaksinya lambat, sukar mengikuti pembicaraan yang beralih dari satu judul ke judul yang lain. Pasien lupa apa yang baru saja dibicarakan. Selain gangguan bahasa, pasien demensia juga menunjukkan gangguan fungsi luhur lainnya seperti gangguan persepsi, memori, kognitif dan emosi. Pola berbahasa pasien kusut pikir (confused) tampaknya sepintas masih normal. la masih dapat menyebutkan nama benda, membaca kalimat pendek dan mudah, berhitung sederhana. Tetapi mengalami kesukaran kalau tugas tersebut agak sulit. Pasien akan mengalami kesulitan menjawab pertanyaan yang terbuka, yang harus ia jawab dengan menyusun kalimat. la akan mengalami kesulitan pula dalam memberi makna sebuah pepatah. Walaupun kalimatnya benar tetapi isinya sering tidak cocok. la tidak sadar bahwa ia telah membuat kesalahan dalam pembicaraannya. Pasien juga mengalami gangguan orientasi waktu, orang dan tempat disamping gangguan yang tersebut diatas. Juga pasien sukar mempertahankan interaksinya dengan orang lain dalam waktu lama dan tidak dapat mengikuti pembicaraan terus menerus. Biasanya keadaan kusut pikir ini sementara (transient) sifatnya. Pola berbahasa pada kasus psikiatrik tidak dibahas disini.

Seseorang dapat terganggu wicaranya saja (speech disorder) ataukah bahasanya (language disorder). Kedua gangguan yang disatukan tersebut sebenarnya mempunyai perbedaan yang nyata. Gangguan wicara : bersifat perifer, disebabkan oleh kelainan- kelainan saraf perifer, otot dan struktur yang dipakai untuk berbicara. Gangguan bahasa : bersifat sentral, disebabkan oleh kelainan pada korteks serebri (fungsi luhur). 1. Gangguan wicara : Sering disebut juga sebagai gangguan wicara dan suara (speech and voice disorder), karena memang mencakup kedua fungsi tadi. Lazim juga disebut dengan satu kata "disartria" untuk kemudahan. Kelainan- kelainan neurologik banyak yang menyebabkan gangguan wicara ini dan letak lesinya dapat ditetapkan berdasarkan gangguan fungsi dasar yang ditemukan. Juga penyakit- penyakit lain seperti THT, mulut, gigi- geligi, paru dan sebagainya dapat menyebabkan gejala "disartria" ini. Kami tidak membahas hal ini lebih lanjut. SINDROMA AFASIA 2. Gangguan bahasa : Gangguan ini lebih kompleks sifatnya. Afasia adalah gangguan bahasa yang multimodalitas, artinya Gangguan bahasa dapat ditinjau dari aspek gangguan modal itas tidak mampu berbicara, menyimak, menulis dan membaca. bahasa (berbicara, menyimak, menulis dan membaca), untuk Tergantung dari jenis afasinya, ketidak mampuan dalam modamembedakan afasia dari agnosia dan apraksia. Sedangkan dari litas tersebut tidak merata tetapi satu lebih menonjol dari yang aspek gangguan "berpikir" dan "cara penggunaan bahasa" dapat lain. dibedakan demensia, kusut pikir (confusion) dan kasus Dari segi klinik, jenis afasia yang mudah dikenali adalah : psikiatrik. 1. afasia Broca (menonjol : tidak dapat bicara) • gangguan multimodalitas bahasa : Afasia adalah gangguan bahasa yang meliputi semua modalitas yaitu berbicara, menyimak, menulis dan membaca. Tidak ada afasia yang salah satu modalitasnya masih sempurna. Biasanya semua terkena, hanya yang satu lebih berat daripada yang lain. • gangguan modalitas tunggal : Sering dijumpai pasien tidak 4

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

2. afasia Wernicke (menonjol : tidak dapat menyimak) 3. afasia anomik (menonjol : tidak dapat menyebut nama benda) 4. afasia konduksi (menonjol : tidak dapat mengulang kalimat) 5. afasia global (semua tidak dapat) Masih ada jenis-jenis afasia lain yang tidak dicantumkan, ka-

rena jarang dan sukar dikenali secara klinik. Ciri-ciri afasia Afasia adalah gangguan bahasa dan biasanya tanpa gangguan fungsi luhur lainnya seperti gangguan persepsi, memori, emosi dan kognitif (kalaupun ada tidak seberat gangguan bahasanya). Disini letak perbedaan dengan demensia, yang mengalami gangguan pada semua fungsi luhur secara merata. Afasia dapat dibagi dalam 2 golongan besar : afasia non-fluent dan afasia fluent. Penggolongan ini dilakukan dengan memperinci ciri-ciri bicara spontan pasien. Afasia dapat ditentukan jenisnya dari analisis kemampuan linguistiknya (bicara spontan, menyimak, mengulang dan menyebut). Afasia yang berat dan sedang dapat ditetapkan secara klinik non formal, sedangkan afasia yang ringan atau meragukan perlu ditetapkan secara formal dengan tes afasia. Penetapan jenis afasia (Broca, Wernicke dan sebagainya) diperlukan untuk menentukan letak lesi di otak (diagnostik) dan program rehabilitasinya (bina wicara = speech therapy). Langkah-langkah penetapan afasia 1. menentukan bahasa yang dikuasai pasien. 2. menentukan kecekatan tangan (handedness) 3. menetapkan golongan afasia non fluent dan fluent. 4. menetapkan jenis afasia. 5. menetapkan fungsi-fungsi luhur lainnya (persepsi, memori, emosi, kognitif). 6. menetapkan dengan tes formal (Token Test, Peabody Vocabulary Test, Boston Diagnostic Aphasia Test). 7. menetapkan fungsi-fungsi luhur lainnya dengan formal (tes psikometrik). Cara dan makna penetapan 1. Pada afasia, biasanya bahasa ibu merupakan bahasa yang paling sedikit terkena dibandingkan bahasa- bahasa lain yang dipelajari oleh pasien poliglot.

kan dengan menganalisis ciri-ciri bicara sebagai berikut : Ciri bicara

- tempo berbicara - usaha bicara - banyak bicara - isi - panjang frase - parafasia

Non-fluent menurun meningkat menurun substantif pendek jarang

Fluent meningkat normal meningkat (logore) predikatif panjang ada

Menentukan ciri bicara ini penting dalam menetapkan letak lesi. Afasia non fluent : biasanya letak lesi di bagian anterior hemisfer kiri (dominan). Afasia fluent : letak lesi biasanya di bagian posterior. Pada penentuan ciri bicara ini pasien disuruh berbicara secara spontan untuk beberapa saat. Dari pembicaraannya dapat dinilai ciri-ciri tadi. Tentu hal ini dilakukan secara global dalam penetapan secara klinik. Dalam penetapan formal terdapat patokan penilaian tertentu dari ciri bicara ini.

4. Penetapan jenis afasia dipakai kemampuan linguistik bicara spontan, menyimak, mengulang dan menyebut sebagai patokan. Secara klinik, bicara spontan telah. dibahas diatas. Penyimakan bahasa dapat ditentukan secara klinik dengan menanyakan beberapa pertanyaan pada pasien dan pertanyaan yang diajukan mula-mula sederhana makin lama makin kompleks. Pertanyaan dibuat sedemikian hingga cukup dijawab oleh pasien dengan ya atau tidak, bila perlu dengan anggukan dan gelengan kepala. Hal ini terutama bila kita memeriksa pasien afasia yang non-fluent. Contoh pertanyaan : "Apakah ibu yang ada disamping saya ini istri bapak?" "Apakah bapak sudah sarapan pagi tadi?" Pertanyaan dapat disusun dan disesuaikan dengan latar belakang pendidikan dan kedudukan social pasien. Pertanyaanpertanyaan formal pada tes afasia tentu menggunakan kalimat yang dibuat sedemikian rupa hingga mempunyai kesukaran linguistik. Pengulangan kata/kalimat juga dimulai dari yang sederhana sampai yang sulit. Contoh kata yang sederhana "ma2. Hemisfer kiri pada orang kinan (right-handed) dianggap me- kan" dan yang sulit "menjajagi". Kalimat mudah "Udara hari ini rupakan hemisfer yang dominan. Dominansi serebral ini dapat cerah" dan kalimat sulit "Musim kemarau yang panjang dan diketahui dari kecekatan tangan pasien. Kemutlakan dominansi kering tahun ini merupakan bencana bagi kami". serebral dapat dipakai sebagai ancar-ancar untuk menentukan Penyebutan nama benda dapat dilakukan dengan menyuruh prognosis afasia. Dikatakan bahwa dominansi yang mutlak pasien menyebutkan beberapa nama benda yang ada disekimempunyai prognosis yang kurang baik dibandingkan do- tarnya. minansi yang tidak mutlak. Kemutlakan ini dapat diketahui dari Jenis afasia ditentukan dengan kemampuan linguistik sebagai berikut : kecekatan tangan, mata dan kaki pasien. Orang dianggap kinan mutlak bila ia cekat dalam hal penggunaan tangan, mata dan Afasia bicara spontan penyimakan pengulangan penyebutan kaki kanan serta tidak ada keluarga yang kidal. Orang dianggap kinan tidak mutlak bila cekat tangan kanan disertai cekat mata Wernicke fluent buruk buruk buruk atau kaki kiri, atau bila ada keluarga yang kidal. Cara Broca buruk non-fluent baik buruk buruk baik buruk menentukan cekat tangan biasanya dilihat dari tangan mana yang konduksi fluent buruk non-fluent buruk buruk dipakai untuk bekerja, menulis dan makan minum. Cekat mata global buruk anomik fluent baik baik ditentukan dengan mata mana pasien mengintip sebuah lubang dan cekat kaki dengan cara kaki mana yang dipakai untuk berdiri diatas satu kaki. Cara-cara tersebut sudah cukup untuk menentukan kecekatan. Ada cara-cara lain yang lebih terperinci Penetapan jenis afasia ini mempunyai makna : diagnostik, yang tidak dibahas disini. Hal-hal tersebut tidak berlaku prognostik dan terapeutik sebagai berikut : seluruhnya bagi pasien kidal. • Afasia Broca terletak di bagian anterior di daerah posterior 3. Bicara spontan yang non fluent dan fluent dapat ditentugirus frontalis.

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

5

• Afasia Wernicke terletak di bagian posterior di daerah girus temporalis posterior-superior • Afasia konduksi lesinya berada di fasikulus arkuatus diantara Broca dan Wernicke. • Afasia global mempunyai lesi yang luas meliputi seluruh korteks. Prognosisnya juga sangat buruk ada yang menyebutnya sebagai afasia irreversible Jenis inilah yang sering mirip dengan demensia. • Afasia anomik atau anomia dapat terjadi di beberapa tempat. Tidak mempunyai nilai lokalisasi. Paling sering di daerah girus angularis. Sering mgrupakan gejala sisa dari afasia yang berat. 5. Penetapan afasia dengan tes formal yang dipakai di Klinik Gangguan Wicara Bahasa FKUI/RSCM dipilihkan dari tes yang bersifat multilingual. Artinya, tes yang dapat dialih bahasakan ke bahasa lain. Namun demikian, kesulitan linguistik dalam modifikasi tes tersebut masih ada. Afasia adalah ilmu yang prinsip, konsep dan tes formalnya tidak dapat diambil alih begitu saja dari bahasa aslinya. Penanganan terpadu afasia oleh neurolog, psikolog, linguist dan ahli bina-wicara sangat mutlak. DASAR-DASAR REHABILITASI Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada : 1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah memungkinkan pada fase akut penyakitnya.

S I M D I TteWu N MEN66G6crR KAN KAt.D lN6AN. APAKA HB E N 4 ?

2. Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik. 3. Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat). 4. Program terapi yang dibuat oleh terapis sangat individual dan tergantung dari latar belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien. 5. Program terapi berlandaskan pada penumbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien memberikan tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan ataupun taktil. Materi yang telah dikuasai pasien perlu diulangulang (repetisi). 6. Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien afasi yang lain. 7. Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.

KEPUSTAKAAN 1. Benson DF. Aphasia, Alexia and Agraphia. New York: Churchill Livingstone, 1979. 2. Darley FL. And Spriestersbach DC. Diagnostic Methods in Speech Pathology. New York: Harper and Row, 1978. 3. Eisenson J. Adult Aphasia, Assessment and Treatment. San Francisco: Appleton-Century-Crofts, 1973. 4. Espir M and Rose FC. The Neurology of Speech. London : Blackwell Scientific Publications, 1976. 5. Watson R. How to examine the patient with aphasia. Geriatrics, Des. 1975;73-77.

B a NAR,

SA yA TEL-414 MEN6606URkAN KEHAM►b.14N 1 0 0 E?coR TlKtdS ( Lt K PERCOBAAN (LMIA

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Gangguan Bahasa, Persepsi dan Memori Pada Kelainan Otak dr. Sidiarto Kusumoputro dan dr. Lily Sidiarto

Klinik Gangguan Wicara - Bahasa Bagian Neurologi FKUI/RSCM, Jakarta

PENDAHULUAN

dari otak, maka semua fungsi- fungsi luhur tersebut dapat terkena dan hasilnya adalah suatu demensia atau retardasi mental. Tetapi pada kerusakan yang fokal, maka biasanya hanya satu atau beberapa dari fungsi ini terganggu. Justru pada kerusakan otak yang fokal inilah, gejala luhur mempunyai peranan penting. Pada pasien dengan kelainan tingkah laku, perlu ditentukan apakah kelainan ini disebabkan oleh kerusakan otak (brain damage) ataukah sesuatu yang fungsional (kasus psikiatrik). Penelusuran gangguan fungsi luhur inilah yang dapat membedakan kedua kemungkinan tadi.

Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut tertuang dalam fungsi sensorik. luhur dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologik elementer, misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks dari ke tiga fungsi di atas. Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kortikal Menetapkan gangguan fungsi luhur luhur adalah fungsi- fungsi : 1. bahasa 2. persepsi 3. memori 4. emosi 5. kognitif Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Ke dua fungsi tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian. Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka penulis ingin menguraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan memori pada kelainan otak. Kelainan otak disini dibatasi pada penyakit- penyakit yang frekuen, yaitu gangguan peredaran darah di otak (Cerebro-Vascular Disorder) dan trauma kapitis. Peranan fungsi luhur dalam klinik Seperti halnya gejala elementer, maka gejala fungsi Iuhur ini dapat dipakai untuk menetapkan diagnosis dan rehabilitasi pasien dengan penyakit otak. Pada kerusakan difus dan berat

Melakukan anamnesis dan pemeriksaan neurologik memerlukan waktu yang cukup lama dan kompleks. Apabila di dalam pemeriksaan itu juga dibebani penetapan fungsi Iuhur secara rutin, maka waktu pemeriksaan akan bertambah lama lagi. Untuk menghemat waktu, maka penetapan fungsi luhur secara artifisial dapat dilakukan bertahap. Tahap awal merupakan observasi terhadap kemungkinan adanya gangguan fungsi luhur, yang dilakukan selama pemeriksaan neurologik rutin. Apabila diduga adanya gangguan fungsi luhur ini, maka pasien bersangkutan perlu diperiksa lebih teliti secara klinis pada tahap berikutnya. Selanjutnya pada tahap terakhir dipertimbangkan untuk suatu penetapan secara formal dengan tes psikometrik. Tahap terakhir ini melibatkan psikolog yang berwenang melakukan tes tersebut. Jenis tes akan dipilih yang khusus dipergunakan untuk menentukan adanya gangguan otak (a.l. Raven's Progressive Matrices). Khusus untuk gangguan bahasa perlu dilakukan tes afasia (a.l. Token Test) yang melibatkan ahli bina wicara. Dokter sebaiknya mengenal penetapan awal dan klinis gangguan fungsi Iuhur ini, karena dialah yang akan berhadapan pertama kali dengan pasien- pasien dengan gangguan tersebut.

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

7

Tahap-tahap penetapan fungsi luhur 1. Penetapan awal. Pada saat membuat anamnesis dan melakukan pemeriksaan neurologik rutin, sebaiknya menambah anamnesis yang tertuju untuk mengungkapkan gangguan fungsi luhur. Syarat mutlak adalah pasien harus kompos mentis. Pertanyaan- pertanyaan meliputi : — data-data lengkap tentang pribadi pasien termasuk riwayat dahulu. — mengapa ia dirawat atau datang berobat dan apa sakitnya. — dimana ia sekarang berada dan siapa orang yang ada didekatnya serta jam berapa sekarang ini. — dimana ia tinggal, bagaimana ia mencapai tempat ini. — dengan apa dan siapa ia datang kemari. — apa yang ia lakukan selama 24 jam terakhir ini. — Kejadian apa yang diketahuinya atau dibacanya akhir-akhir ini (peristiwa sekitar rumah, dalam kota, dalam negeri atau luar negeri). — cobalah pasien disuruh mengurangi angka 100 dengan 7 dan hasilnya dikurangi lagi dengan 7 dan seterusnya. — cobalah suruh pasien mengulangi 6 digit yang kita sebutkan. — cobalah suruh pasien memberi makna sebuah pepatah. — cobalah suruh pasien mengulangi kalimat pendek dan panjang yang kita sebutkan. — cobalah suruh pasien menyebut nama benda yang kita tunjukkan. — nilailah cara bicara pasien dari segi kecepatan, lagu dan panjang kalimat. Sekali lagi, pasien harus sadar, kompos mentis. Kalau ada pertanyaan yang kurang benar jawabnya, maka ada alasan untuk menduga adanya gangguan fungsi luhur. 2. Penetapan klinis. Akan diuraikan kemudian. 3. Penetapan secara formal dilakukan oleh psikolog. Sebaiknya diberikan pengarahan tentang apa yang kita kehendaki supaya tidak menyulitkan psikolog mencari tes yang tepat. Penetapan fungsi luhur secara klinis Dalam menetapkan secara klinis dianut prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral. Artinya, bagian-bagian otak tertentu mempunyai fungsi tertentu. Prinsip pusat lokalisasi fungsi pada otak ini tidak mutlak. Pusat-pusat di otak ini merupakan suatu sistem pusat fungsional yang kompleks (Luria). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa menempati hemisfer kiri (disebut hemisfer dominan bagi orang yang kinan atau right-handed), fungsi persepsi menempati hemisfer kanan (non-dominan) dan fungsi memori menempati hemisfer kanan dan kiri, tepatnya di lobus temporalis. Dengan demikian dikenal sindroma hemisfer kiri dan kanan dengan perincian sebagai berikut : • Sindroma hemisfer dominan terdiri dari :

1. sindroma afasia (termasuk aleksia dan agrafia) 2. sindroma Gerstmann (right-left confusion, agnosia jari, agrafia dan akalkulia). 8

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

• Sindroma hemisfer non-dominan terdiri dari :

1. neglect 2. anosognosia 3. kesukaran visuospatial 4. apraksia konstruksional 5. apraksia berpakaian Sindroma ini tidak ditulis lengkap, masih ada gejala yang tidak dicantumkan. • Sindroma lobus temporalis kiri dan kanan terdiri dari gangguan: 1. immediate memory 2. short-term memory 3. long-term memory Gangguan memori disebut sebagai amnesia; bila mengenai lobus temporalis kiri menyebabkan gangguan memori verbal dan bila kanan menyebabkan memori visual. Sindroma afasia Secara klinis kita kenal afasia : 1. Broca 2. Wernicke 3. konduksi 4. anomia 5. global Uraian masing afasia secara singkat ialah sebagai berikut : Afasia Broca : ciri bicara spontan pasien ialah lambat, terbata-bata, monoton dan kalimat pendek- pendek (disebut non fluent). Penyimakan bahasa baik, pengulangan kalimat buruk dan penyebutan nama benda buruk. Afasia Wernicke : ciri bicara spontan cepat, kadang- kadang terlalu cepat, lagu kalimat baik, panjang kalimat cukup (disebut fluent). Penyimakan bahasa buruk, pengulangan kalimat buruk dan penyebutan nama benda buruk. Afasia konduksi : ciri bicara fluent, penyimakan dan penyebutan nama benda baik, hanya pengulangan kalimat buruk. Afasia nominal atau anomia : ciri bicara spontan fluent, hanya penyebutan nama benda yang buruk, yang lain baik. Afasia global : ciri bicara spontan non-fluent, lain-lain buruk semua. Dengan menilai gangguan segi bahasa tersebut, dapat ditentukan pasien menderita jenis afasia apa dan dimana letak lesinya. Broca terletak di bagian anterior, Wernicke di bagian posterior, konduksi di jaras antara Broca dan Wernicke, global di seluruh hemisfer kiri dan anomia tidak mempunyai letak lesi yang tetap. Sindroma Gerstmann lalah sekelompok gejala yang terdiri dari agnosia jari (tidak mengenali jari-jari sendiri dan pemeriksa), right-left disorientation, disgrafia (tidak mampu menulis) dan akalkulia (tidak mampu berhitung). Sindroma ini disebabkan kerusakan hemisfer kiri daerah lobus parietalis. Right-left disorientation ialah ketidak mampuan pasien membedakan kanan dan kiri dari anggota tubuh sendiri dan dari ruang sekitarnya. Pasien tidak sanggup menunjuk tangan ka-

nannya, kaki kirinya, dan juga tidak dapat menunjukkan tangan yang benar dari pemeriksa bila diminta. Unilateral Spatial neglect merupakan gangguan persepsi ruang yang sering mengakibatkan pasien membentur benda yang berada di sisi kirinya atau pasien tampak mengabaikan benda-benda yang berada di lapangan pandang kirinya. Kelainan ini dapat dikenali dengan menyuruh pasien membuat gambar yang simetris dan ia akan menghilangkan sisi kiri dari gambar tadi. Misalnya disuruh membuat gambar jam, maka hasilnya ialah sebuah gambar jam yang angka-angka 8, 9 dan 10 tidak tergambar. Anosognosia ialah gangguan persepsi karena kerusakan hemisfer non-dominan lobus parietalis. Pasien tidak mempunyai pandangan dan kesadaran tentang dirinya dan anggota tubuhnya. Pasien tidak memberi perhatian pada kelainan tubuhnya, bahkan sampai menyangkal bahwa anggota tubuhnya lumpuh. Gangguan visuospatial ialah gangguan utuk menafsirkan posisi, jarak, gerak, bentuk dan hubungan anggota tubuhnya terhadap objek sekitarnya. la seakan-akan tidak tahu terhadap konsep atas-bawah, depan belakang, dan dalam-luar. Pasien mengalami kesukaran bila harus melewati sebuah gang, ia tidak ingat lagi tata ruang yang pernah dikenalnya, tidak tahu letak kamar tidurnya, tidak kenal peta rumah tinggalnya. Pasien tidak dapat menjiplak sebuah gambar bergaris, tidak sanggup menggambar kubus atau binatang dan tidak dapat menyusun balok-balok yang diperlihatkan kepadanya. Gangguan orientasi ini disebabkan kelainan hemisfer non-dominan. Apraksia konstruksional : ketidak mampuan untuk mencontoh bentuk bentuk gambar dan menyusun balok-balok atau batangbatang korek api menurut contoh yang diberikan. Kemampuan ini termasuk fungsi kognitif yang kompleks dan diperankan oleh semua lobi dengan lobus parietalis non-dominan yang terpenting. Apraksia berpakaian merupakan gangguan orientasi ruang yang menyebabkan pasien sukar mengenakan pakaian karena sukar membedakan bagian mana yang diperuntukkan lengan, tungkai dan sebagainya. -

-

nesia sering menjadi manifestasi dari gangguan peredaran darah otak jenis transient ischemic attack's (TIA's) . Jenis CVD ini umumnya dikenal karena adanya gangguan neurologik elementer seperti hemiparesis, hemihipestesia dan sebagainya yang timbul secara tiba-tiba dan sentara (transient) dan berlangsung tidak lebih dari 24 jam serta tanpa memberikan gejala sisa. Serangan sentara ini dapat berulang-ulang. Tidak jarang serangan ini berupa gangguan bahasa seperti afasia atau gangguan memori seperti amnesia. TIA'S dengan gejala afasia mudah dikenali karena gejala yang jelas, tetapi tidak demikian halnya dengan gangguan memori. Transient global amnesia sebagai manifestasi TIA's biasanya dikenali dari perubahan tingkah laku pasien. Pasien tampak seperti bingung-bingung, banyak bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan oleh dirinya. Kalau kita agak waspada dan mengajukan pertanyaan pada pasien akan terungkap bahwa ia tidak ingat apa yang telah dilakukan beberapa saat yang lalu, tetapi orientasi pasien, immediate memory dan long-term memory masih baik. Perlu dibedakan dengan keadaan confuse. Ungkapan adanya TIA's sangat penting karena merupakan suatu peringatan bahwa suatu ketika pasien dapat mengalami stroke serebral yang manifes bila tidak diobati. 2. Sering pula, gangguan bahasa, afasia, merupakan satu-satunya gejala gangguan peredaran darah otak yang menetap (isolated stroke). Pada afasia Broca, gejala tunggal ini mudah dikenali, tetapi anomia lebih sulit dikenali sedangkan afasia Wernicke sering sukar dikenali karena pasien dengan bicara spontan banyak akan disalah tafsirkan sebagai kasus psikiatrik. 3. Walaupun pada gangguan peredaran darah otak terdapat gejala hemiparesis yang nyata hingga diagnosis mudah ditegakkan, sebaiknya adanya gangguan bahasa, persepsi dan memori perlu mendapat perhatian. Hal ini perlu untuk rehabilitasi pasien selanjutnya terutama pada hemiparesis kiri. Peranan pada trauma kapitis. 1. Pada keadaan akut trauma kapitis, maka gangguan memori mempunyai peranan penting. Amnesia post trauma kapitis dapat meliputi kejadian sebelum trauma (retrograd amnesia) atau setelah trauma (anterograd amnesia). Lamanya amnesia tersebut dapat dipakai sebagai patokan akan luas lesi yang terjadi di otak. Umumnya amnesia ini meliputi gangguan short-term memory saja. Apabila ternyata long-term memory juga terkena maka ini menandakan adanya kelainan otak yang difus, berat dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Juga disini perlu dicatat bahwa pasien umumnya hanya terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi-fungsi lain. 2. Pada keadaan lanjut trauma kapitis, dapat dijumpai berbagai kelainan fungsi luhur, baik sebagai gejala tunggal atau bersamasama gejala elementer. Pada keadaan yang pertama kita perlu waspada karena gejala yang tidak jelas. Sering pasien mengeluh tentang kurangnya konsentrasi, cepat lupa setelah mengalami trauma kapitis. Masalah yang juga disebut sebagai sindroma post trauma kapitis ini perlu penanganan serius. Perlu dibedakan antara keadaan pribadi yang neurastenis yang sudah ada premorbid dengan gejala gangguan persepsi, memori atau bahasa yang disebabkan trauma. Keadaan akhir -

Amnesia Gangguan immediate memory mudah dikenali dengan menyuruh pasien mengulangi 6 digit yang kita sebutkan. Gangguan short-term memory dapat dikenali karena pasien tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi beberapa saat yang lalu. Ia tidak dapat menceritakan kejadian pada hari itu. Sedangkan long-term memory terganggu bila pasien tidak lagi mengenali riwayat hidupnya. Umumnya amnesia yang terjadi adalah gangguan short-term memory. Pada kelainan lobus temporalis kiri menyebabkan gangguan memori verbal (tidak ingat apa yang disebutkan) sedangkan lobus temporalis kanan menyebabkan memori visual (apa yang diperlihatkan). Gangguan memori ini merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. _

Peranan pada gangguan peredaran darah di otak (cerebro-vascular disorder). 1. Gangguan memori yang disebut sebagai transient global am-

-

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

9

ini dapat dikenali kalau kita sempat melakukan observasi selama pasien mengalami trauma. Pada mulanya lebih banyak gejala yang ditemukan yang lambat laun makin berkurang dan akhirnya hanya tersisa satu atau dua gejala saja. Selain yang akut, trauma kapitis menahun juga membawa pengaruh terhadap timbulnya gangguan luhur ini. Salah satu contoh trauma kapitis menahun ialah olah raga tinju. Sudah sering diungkapkan bahwa olah raga ini dapat merusak saraf. Yang dimaksudkan kerusakan saraf ini ialah gangguan fungsi luhur, bukan gangguan elementer yang mudah dikenali oleh awam. Adanya afasia ringan, gangguan persepsi atau memori pada trauma kapitis akut dan menahun perlu ditelusuri. Penelusuran ini perlu karena biasanya pasien tidak mengeluh secara jelas. Lagi pula gejala fungsi luhur post-trauma kapitis ini dapat menyebabkan masalah dalam hubungan kerja pasien dengan majikan. Pasien mengeluh tetapi majikan tidak melihat alasan keluhan tadi. Atau juga bagi dokter yang harus menentukan apakah pasien dengan trauma kapitis sudah sembuh benar dan dapat kembali kerja menduduki jabatan semula. Tentu kita harus berhati-hati kalau .berhadapan dengan kasus demikian. Dan yang terakhir yang akan menyebabkan masalah adalah asuransi kesehatan.

Pasien dilatih untuk memandangi anggota yang sakit terse-but yang sedang digerak-gerakan oleh terapis kesegala arah, juga arah melewati garis tengah tubuhnya. Selanjutnya pasien diminta melakukan hal tersebut tanpa bantuan terapis, tetapi dengan bantuan anggotanya yang tidak sakit. Pasien dilatih menunjuk benda yang dipegang oleh terapis dan digerak-gerakan kesegala arah termasuk arah melewati garis tengah tubuhnya. Pasien diminta berdiri diatas garis lantas menempatkan kaki-kakinya diatas tempat-tempat yang telah diberi tanda. Pasien diminta menirukan terapis yang menunjuk-nunjuk anggota tubuhnya. Kemudian pasien diminta menunjuk atas perintah terapis.

Pada pasien yang mengalami gangguan visuospatial, dimana ia mengalami kesukaran menafsir keadaan dirinya terhadap ruang sekelilingnya, maka tata ruang dimana pasien tinggal perlu mendapat perhatian. Ruangan sebaiknya tidak terlalu penuh dengan alat-alat rumah tangga dan benda-benda, cukup terang, tidak berwarna terlalu menyolok dan tenang. Hal-hal ini akan membantu pasien dalam kehidupan sehari-hari. Pada pasien lebih baik diberikan instruksi secara verbal yang jelas daripada instruksi yang menggunakan isyarat. Cermin yang besar sangat menolong pasien dalam menafsirkan dirinya terRehabilitasi hadap ruang sekitarnya. Latihan-latihan menjiplak gambarDisamping rehabilitasi gejala hemiparesis pada CVD, maka gambar perlu diberikan. rehabilitasi terhadap gangguan bahasa, persepsi perlu mendapat Pasien dengan gangguan unilateral spatial neglect, yang meperhatian. Terutama hal ini penting bagi pasien dengan nyebabkan pasien mengabaikan lapangan pandang sisi kirinya, hemiparesis kiri. Sering pasien demikian ini juga menunjukkan perlu dibantu dengan mengatur tata ruangnya secara khusus. gejala gangguan persepsi-orientasi yang menghambat latihanSemua alat mmah tangga dan benda diletakkan ke arah kanan latihan untuk paresisnya. Pasien tidak acuh terhadap tungkainya dari titik pusat aktivitas pasien. Dengan letak khusus ini diyang lumpuh, pasien tidak mengenali posisi tungkainya, pasien maksudkan supaya pasien dapat melihat bila ada orang lain yang tidak memperhatikan lapangan pandang sisi kirinya, semua ini menyukarkan fisioterapi. Sebaiknya rehabilitasi juga ditujukan sedang bekerja di dalam ruangnya. Juga Ietak TV, meja kursi kepada gangguan persepsi orientasi ini. Demikian pula pada perlu diatur demikian. Letak makanan dalam piringnya juga pasien dengan hemiparesis kanan yang menderita juga afasia. perlu mendapat perhatian. Latihan memberikan rangsangan Latihan fisioterapi perlu disertai latihan bina wicara (speech verbal dan taktil perlu diberikan dari arah kiri pasien. Pasien dengan apraksia konstruksional perlu dilatih menyutherapy). sun balok atau batang korek api membuat konstruksi 3 dimenLatihan afasia berupa bina wicara dapat diberikan oleh sional. Mula-mula bentuk sederhana, kemudian makin komseorang yang profesional dan oleh keluarga yang telah mendapat pleks. petunjuk-petunjuk untuk ini di rumah, karena pasien Latihan-latihan mengenakan pakaian perlu diberikan pada membutuhkan latihan terus menerus. Prinsip bina wicara ialah motivasi, stimulasi dan repetisi. Pasien perlu mendapat motivasi pasien dengan apraksia berpakaian. Bila perlu diberikan tanda untuk melatih bicaranya. Jangan dibiarkan menggunakan bahasa pada salah satu bagian baju atau celananya untuk dijadikan isyarat dalam percakapan sehari-hari, juga di rumahnya. patokan bagi pasien dalam mengenakan pakaian tadi. Secara Keluarga diberi tahukan untuk tidak membiarkan pasien ringkas dapat disebutkan bahwa rehabilitasi pasien dengan memakai bahasa isyarat. Pasien harus dipaksakan mengucapkan gangguan bahasa umumnya perlu : kata disamping isyarat yang dipakainya. Terapis akan membuat 1. menimbulkan motivasi agar pasien mau belajar berbicara lagi, program latihan bagi pasien yang disesuaikan dengan latar 2. memberikan banyak stimulasi verbal dan tulisan. belakang pendidikan dan berat-ringan afasinya. Program ini 3. melakukan repetisi secara kontinu. ditujukan untuk memberikan stimulasi yang kontinu secara Pada rehabilitasi pasien dengan gangguan persepsi perlu : auditif atau tertulis. Pengulangan atau repetisi perlu dilakukan 1. mengatur ruangannya supaya sederhana, tidak semrawut. secara teratur. Stimulasi taktil juga dapat dipakai bila diperlukan. 2. aktivitas rutin yang di-arahkan pada latihan penguatan Pada gangguan anosognosia dimana pasien mengabaikan (reinforces learning) dan dilakukan banyak repetisi. anggota tubuhnya yang sakit, maka anggota bersangkutan perlu 3. stimulasi sensorik yang menimbulkan kesadaran (awareness) dirangsang supaya lambat laun pasien menyadarinya.

10

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

KEPUSTAKAAN 1. Benson DF. Aphasia, Alexia and Agraphia. New York: Churchill Livingstone, 1979. 2. Cummings J, Benson F, and Lovermen S. Reversible Dementia. JAMA. 243, 1980; 2434 - 2439. 3. Lezak M.D. Neuropsychological Assessment. New York: Oxford

University Press, 1976. 4. Luria AR. The Working Brain. London The Penguin Press, 1973. 5. O'Brien MT and Pallett PJ. Total care of the Stroke patient USA: Little, Brown and Company (Inc), 1978. 6. Valenstein E. Making sense of cerebral dominance and syndrome of the nondominant hemisphere. Geriatrics, Nov. 1976; 111 - 117.

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

11

Disfungsi Otak Minor Kesulitan Belajar Ditinjau Dari Segi Neurologis dr. Lily Sidiarto Klinik Gangguan Wicara - Bahasa Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta.

PENDAHULUAN

suatu sindroma sehingga lebih tepat bila digunakan nama Minimal Brain Dysfunction Syndrome atau Sindroma Disfungsi Otak Minor (S.D.O.M.). Apakah definisi dari S.D.O.M Anak-anak dengan S.D.O.M. adalah anak-anak dengan inteligensi mendekati rata-rata, rata-rata (average) atau diatas ratarata dengan kesulitan belajar dan perilaku (behaviour) yang disertai dengan kelainan fungsi sistem saraf. Gejala klinis Gejala klinis dapat berupa : 1. Kesulitan belajar yang spesifik (satu atau lebih). 2. Hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dengan short attention span. 3. Disfungsi motorik. 4. Problema emosional sekunder. Gejala- gejala tersebut di atas tidak harus ada seluruhnya, dapat berupa kombinasi dari satu atau lebih gejala tersebut. Kesulitan belajar yang spesifik Kesulitan belajar dapat dimanifestasikan dalam gangguan memproses (processing) masukan sensoris (gangguan persepsi), gangguan dalam mengintergrasikan masukan tersebut (gangguan kognitif), gangguan dalam menyimpan dan mendapatkan kembali data (gangguan memori), atau gangguan dalam memproses keluaran (gangguan bahasa, gangguan motorik). Beberapa ahli menekankan pada problema spesifik yang timbul, sehingga disebut dengan disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), diskalkuli (kesulitan menghitung) dan disfasia (kesulitan berbahasa).

Di Amerika dilaporkan bahwa lebih kurang 10% dari jumlah anak usia sekolah mengalami kesulitan belajar (Silver, 1982). WHO melaporkan 5 - 25% dari anak-anak usia sekolah menderita disfungsi otak minor. Belum ada data mengenai anakanak usia sekolah yang mengalami disfungsi otak minor di Indonsia, karena sering tidak terdeteksi. Anak-anak dengan disfungsi otak minor biasanya mengalami kesulitan belajar di sekolah. Kesulitan belajar dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. retardasi mental 2. gangguan fungsi sistem saraf 3. problema emosional primer Anak-anak dengan kesulitan belajar karena retardasi mental lebih mudah dideteksi/dikenal, dan untuk anak-anak ini telah ada wadahnya yaitu Sekolah Pendidikan Luar Biasa C. Lagi pula gangguan fungsi sistem sarafnya lebih difus, mencakup hampir semua fungsi kortikal, sehingga tidak akan disinggung dalam makalah ini. Problema emosional primer yang merupakan penyebab lain dari kesulitan belajar merupakan bidang psikologi/psikiatri. Yang akan dibahas dalam tulisan ini ialah anak-anak dengan kesulitan belajar tertentu/spesifik, yang disebabkan karena gangguan pada beberapa fungsi sistem saraf pusat atau lebih terkenal dengan nama Minimal Brain Dysfunction (M .B .D), atau Disfungsi Otak Minor (D.0.M.). Anakanak dengan D.O.M. sering tidak terdiagnosis, sehingga tidak mendapat penanganan yang semestinya. Ini mengakibatkan timbulnya problema sosial dan emosional sekunder. Bila hal ini terjadi, maka akan merupakan problema hidup (life disability), dimana penanganan akan lebih kompleks. Hiperaktivitas/hiperkinetik SINDROMA KLINIS Hiperaktivitas atau aktivitas motorik yang berlebihan pada Disfungsi Otak Minor atau Minimal Brain Dysfunction S.D.O.M. bersifat fisiologis. Ini harus dibedakan dari hiper(M.B.D) terdiri dari berbagai macam gejala klinis, merupakan aktivitas yang disebabkan oleh keadaan cemas (anxiety). Hi-

12

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

peraktivitas pada S.D.O.M. timbul pada setiap saat dan dimana saja, tidak tergantung dari tempat dan waktu, sedangkan yang disebabkan oleh keadaan cemas, hiperaktivitas hanya timbul pada saat-saat tertentu. Perbedaan ini perlu diketahui oleh seorang dokter, karena terapi yang diberikan berlainan. Silver mengemukakan bahwa hiperaktivitas terdapat pada kira-kira 40% dari kasus dengan S.D.O.M. Masukan sensoris baik visual maupun auditoris yang masuk ke korteks tidak dapat disaring, karena untuk proses tersebut diperlukan perhatian. Anak ini menunjukkan suatu distraktibilitas. Karena perhatian cepat dialihkan pada setiap rangsangan visual maupun auditoris, maka timbul short attention span. Disfungsi motorik Biasanya kelainan yang menonjol dalam bentuk gangguan motorik halus dan koordinasi. Dalam klinik disamping pemeriksaan neurologis umum, dilakukan pemeriksaan neurologis minor.

menonton TV dan sebagainya. Riwayat perkembangan : Biasanya riwayat perkembangan motorik kasar tidak terlambat, tapi adanya riwayat anak sering tersandung dan jatuh mengingatkan pada suatu inkoordinasi. Riwayat motorik halus : kesulitan mengikat tali sepatu, mengancing baju, kesulitan menggunting, melipat dan mewarnai. Adanya riwayat anak sering "bengong" atau kejang-kejang. Riwayat keluarga : adanya kasus kesulitan belajar dalam keluarga, hubungan antar keluarga. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Sindroma Disfungsi Otak Minor terdiri dari : 1. Pemeriksaan neurologik umum 2. Pemeriksaan daya penglihatan dan pendengaran (sensoric input) 3. Pemeriksaan jenis hiperaktivitas (fisiologik atau emosional). 4. Pemeriksaan neurologik minor : a. penetapan dominansi serebral (kecekatan tangan, mata dan kaki). b. penetapan fungsi kortikal luhur : — fungsi persepsi-orientasi — fungsi kognitif (abstraksi dan matematik) — fungsi memori — fungsi Wicara-bahasa c. pemeriksaan koordinasi motorik halus (ketrampilan) d. pemeriksaan koordinasi motorik kasar (ketangkasan)

Problema emosional sekunder Telah disebutkan di atas bahwa sering kesulitan belajar spesifik tidak dikenal dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat, sehingga anak-anak ini karena mengalami kegagalan demi kegagalan menjadi frustrasi. Sehingga stres emosional akan menjadi suatu kelainan perilaku atau problema watak (character) . Bila hal ini terjadi, kadang-kadang sukar untuk membedakan apakah problema emosional ini bersifat primer atau sekunder, sehingga penanganan kurang memuaskan hasilnya. Lagi pula anak-anak ini akan mendapatkan kesulitan dalam perkembangan PENANGGULANGAN psikososial selanjutnya. Problema yang dihadapi akan lebih 1. Terapi medikamentosa : kompleks, karena problema ini tidak saja melibatkan anak itu sendiri, tetapi juga keluarganya, sekolahnya dan masyarakat. Hal a. untuk hiperaktivitas yang berdasarkan fisiologik dapat diberikan psikostimulan seperti golongan amfetamin, efedrin ini sudah merupakan suatu sindroma yang multi-dimensional, dan sebagainya. Penggunaan dalam jangka waktu lama dapat dimana banyak pihak yang terlibat dalam penanganannya. menyebabkan kemunduran psikik. b. pada hiperaktivitas karena keadaan cemas dapat diberikan PENYEBAB/ETIOLOGI anxiolitik. Pemberian obat-obat ini tidak tanpa gejala sam- Kelainan genetik. ping, hingga dianjurkan pemberian dalam jangka waktu - Kelainan metabolik. pendek dan dosis yang tepat. - Gangguan otak (brain insult) pada masa prenatal dan c. obat golongan cerebro-metabolic-vasodilators dapat diberiperinatal. kan untuk stimulasi metabolisme otak. - Penyakit dan trauma dari susunan saraf pusat terutama 2. Remedial teaching programme pada masa krisis dari perkembangan dan maturasi dari Program pendidikan khusus yang diberikan di sekolah dapat susunan saraf pusat. memperbaiki penampilan anak. 3. Untuk membantu anak-anak dengan kesulitan belajar secara TATALAKSANA menyeluruh, para profesional perlu mengikut-sertakan orang tua Untuk dapat mendiagnosis S.D.O.M., diperlukan data leng- dalam program pendidikan. Orang tua diberi keterangan mengenai kelemahan dan kemampuan dari anaknya, serta kap yang mencakup : bagaimana cara menanganinya guna memperoleh keberhasilan RIWAYAT MEDIS secara maksimal dan mengurangi kegagalan se-minimal Meliputi riwayat pada masa kehamilan (prenatal), perinatal dan mungkin. posnatal terutama 2 tahun pertama. Aktivitas yang kurang wajar dari sejak bayi : tidak dapat diam KESIMPULAN dalam gendongan ibu, berguling-guling dalam box, lari sebelum berjalan, makan tidak dapat diam di kursi, tidak betah Setiap anak dengan kesulitan belajar sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurologik untuk mengenali adanya disfungsi

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

13

otak minor. Hal ini akan sangat membantu dalam penanggulangannya. KEPUSTAKAAN 1. Peter FE, Romine JS and Dykman RA. A Special-Neurological Examination of Children with Learning Disabilities. Develop Med Child Neurol 1975;17 : 63 - 78. 2. Pray BS. Learning Principles from Psychoneurology. People With

14

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Special Needs, Down Syndrome Report. Vol 5 No 3, 1983. 3. Touwen BCL and Sporrel T. Soft Signs and MBD. Develop Med Child Neurol. 1979; 21 : 528 - 529. 4. Wilson EB. Sensory Integrative Therapy for Children With Learning Disorders. Rehabilitation in Australia. Jan 1975; 27 - 29. 5. Wright FS, Schain RJ, Weinberg WA and Rapin I. Learning disabilitie and associated conditions. In : The Practice of Pediatric neurology Edited by Swaiman KF & Wright FS. Saint Louis : The CV Mosby Company, 1975; pp 883 - 926.

Gangguan Kesadaran dr. Manthurio dan dr. P Nara Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSU Ujung Pandang

PENDAHULUAN Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran.l Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma sebagai kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna.2 Makalah ini membahas anatomi fisiologi, etiologi, patofisologi, klinik serta penanggulangan gangguan kesadaran.

Neuron substansia reaularis diensefalon, "penggalak kewaspadaan".

ANATOMI FISIOLOGI : Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal.3-5 Ada pula lintasan asendens aspesifik yakni formasio

Sub dan Hip otalamus

Pons Mesensefalon Med. oblong

retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus ke seluruh permukaan otak4,5 Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre) terletak di rostral formasio retikularis daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini

Sistema aseudens difus aspesifik Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

15

oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri.6 Dengan adanya 2 sistem lrntasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron- neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.4,5 ETIOLOGI A. Menurut kausa : 1. 1. Kelainan otak — trauma — gangguan sirkulasi

komosio, kontusio, laserasio, hematoma epidural, hematoma subdural. perdarahan intraserebral, infark otak oleh trombosis dan emboli. ensefalitis, meningitis. primer, metastatik. status epilepsi.

— radang — neoplasma — epilepsi 2. Kelainan sistemik — gangguan metabolis- : hipoglikemia, diabetik ketoame dan elektrolit sidosis, uremia, gangguan hepar, hipokalsemia, hiponatremia. — hipoksia penyakit paru berat, kegagalan jantung berat, anemia berat. — toksik : keracunan CO, logam berat, obat, alkohol. B. Menurut mekanisme gangguan serta letak lesi : - gangguan kesadaran pada lesi supratentorial. — gangguan kesadaran pada lesi infratentorial. — gangguan difus (gangguan metabolik). Benyamin Chandral menggunakan istilah cemented yang merupakan huruf- huruf pertama penyebab gangguan kesadaran. c = circulation (gangguan sirkulasi darah). e = ensefalomeningitis. m metabolisme (gangguan metabolisme). e elektrolit and endokrin (gangguan elektrolit dan endokrin) • neoplasma. trauma kapitis. • epilepsi drug intoxication. 16 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

PATOFISIOLOGI Lesi Supratentorial Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses terse-but maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro- kaudal sepanjang batang otak.4'6 Gejala- gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai dengan gejala- gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma mesei►sefalon bahkan sindroma ponto- meduler dan deserebrasi.2'4'6 Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii.4'6 Lesi infratentorial Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.2'6 Gangguan difus (gangguan metabolik) Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomik tertentu pada susunan saraf pusat.2 Penyebab gangguan kesadaran pada golongan initerutama akibat kekurangan 02 , kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin.6 Kekurangan 02 Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada kejang- kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.6 Glukosa Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio retikularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.6 Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini. Gangguan sirkulasi darah Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang.

Toksin Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi.

Dinilai anggota gerak yang memberikan reaksi paling baik dan tidak dinilai pada anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannya lebih bervariasi daripada tungkai.

a. mengikuti perintah : 6 KLINIK b. adanya gerakan untuk menyingkirkan rang: 5 Kesadaran mempunyai 2 aspek yakni derajat kesadaran dan sangan yang diberikan pada beberapa tempat kualitas kesadaran. Derajat kesadaran atau tinggi rendahnya c. gerakan fleksi cepat disertai dengan abduksi : 4 kesadaran mencerminkan tingkat kemampuan sadar seseorang bahu dan merupakan manifestasi aktifitas fungsional ARAS terhadap d. fleksi lengan disertai aduksi bahu : 3 stimulus somato-sensorik. e. ekstensi lengan disertai aduksi : 2 Kualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemamf. tidak ada gerakan : 1 puan dalam mengenal diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri.2 Perbedaan kedua aspek tersebut 3. Kemampuan bicara sangat penting sebab ada beberapa bentuk gangguan kesadaran Menunjukkan fungsi otak dengan integritas yang paling tingyang derajat kesadarannya tidak terganggu tetapi kualitas gi. kesadarannya berubah.3,4,5,7 a. orientasi yang baik mengenai tempat, orang : 5 Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : kompos dan waktu mentis, inkompos mentis (apati, delir, somnolen, sopor, koma) b. dapat diajak bicara tetapi jawaban kacau : 4 Kompos mentis : Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang c. mengeluarkan kata-kata yang tidak dimenger- : 3 yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang viti suil, auditorik dan sensorik. d. tidak mengeluarkan kata, hanya bunyi : 2 Apati : sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya. e. tidak keluar suara : 1 Delir : kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap tgl. rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi. Somnolen : penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi sejam cara motorik atau verbal yang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan. kemampuan membuka mata E Sopor (stupor) : penderita hanya dapat dibangunkan dalam a. 4 waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulangb. 3 ulang. Koma : tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri c. 2 yang bagaimanapun hebatnya. d. 1 PENENTUAN TINGKAT KESADARAN Batas antara berbagai derajat kesadaran tidak jelas. Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran dapat digunakan: A. Glasgow Coma Scale = CGS8, yang pertama kali diperkenalkan oleh Teasdale & Jennet dalam tahun 1974 dan banyak digunakan dalam klinik. B. Glasgow Pitsburgh Coma Scale = GPCS (modifikasi CGS)2 Pada GSC tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek : 1. kemampuan membuka mata : EYE opening =E 2. aktifitas motorik : MOTOR response = M 3. kemampuan bicara : VERBAL response = V

1. Kemampuan membuka mata a. dapat membuka mata sendiri secara spontan b. dapat membuka mata atas perintah c. dapat membuka mata atas rangsang nyeri d. tak dapat membuka mata dengan rangsang nyeri apapun 2. Aktifitas motorik

: 4 : 3 : 2 : 1

aktifitas motorik

M

a.

6

b.

5

c.

4

d.

3

e.

2

f.

1

Kemampuan bicara

V

a.

5

b.

4

c

3

d.

2

e.

1

-'

- ~

i

`J

-

--~

~•---

E + M + V = 3 - 15

E + M + V : bergeser antara 3 dan 15. Teasdale & Jennet menemukan pada 700 kasus trauma kepala skor E+M+V sebagai berikut : >9 tidak ada kasus koma, nilai 8 : 58% dengan koma dan <7 : koma 100%. Penilaian aspek kesadaran Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

17

harus dilakukan tiap hari beberapa jam sekali yang dicatat pada tabel sehingga memberikan suatu grafik. Keuntungan sistem ini.7 • sangat sederhana dan tidak memerlukan alat khusus. • mudah dikerjakan oleh petugas kesehatan. • derajat dan lamanya kesadaran dapat diukur secara kuantitatif. PEMERIKSAAN KLINIK Pemeriksaan klinik penting untuk etiologi dan letaknya proses patologik (hemisfer batang otak atau gangguan sistemik). Pemeriksaan sistematis dilakukan sebagai berikut : Anamnesis — penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya. — keluhan penderita sebelum terjadi gangguan kesadaran. — obat-obat diminum sebelumnya. — apakah gangguan kesadaran terjadi mendadak atau perlahan-lahan. Pemeriksaan fisik — tanda-tanda vital : nadi, pernapasan, tensi, suhu. — kulit : ikterus, sianosis, luka-luka karena trauma — toraks : paru-paru, jantung. — abdomen dan ekstremitas Pemeriksaan neurologis' '3,9 1. OBSERVASI UMUM .

• gerakan primitif : gerakan menguap, menelan dan membasahi mulut. • posisi penderita : dekortikasi dan deserebrasi.

Klaster ("Cluster breathing") respirasi yang berkelompok diikuti oleh apnoe. Ditemukan pada lesi pons. p i

i o t

Ataksik pernapasan tidak teratur, baik dalamnya maupun iramanya. Lesi di medulla oblongata dan merupakan stadium preterminal.

Perlu diperhatikan besarnya pupil (normal, midriasis, miosis), bentuk pupil (isokor, anisokor), dan refleks. Midriasis dapat terjadi oleh stimulator simpatik (kokain, efedrin, adrenalin dan lain-lain), inhibitor parasimpatik (atropin, skopolamin dan lain-lain). Miosis dapat terjadi oleh stimulator parasimpatik dan inhibitor simpatik. Lesi pada mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang tidak memberikan reaksi terhadap cahaya. Pupil yang masih bereaksi menunjukkan bahwa mesensefalon belum rusak. Pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi berarti adanya tekanan pada saraf otak III yang mungkin dapat disebabkan oleh herniasi tentorial. 3. KELAINAN PUPIL :

Refleks-refleks mempunyai pusat pada batang otak. Dengan refleks ini dapat diketahui bagian mana batang otak yang terganggu misalnya refleks pupil (mesensefalon), refleks kornea (pons), Doll's head manoeuvre ( pons), refleks okulo-auditorik (pons), refleks okulo-vestibuler = uji kalori (pons), gag reflex (medulla oblongata). 4. REFLEKS SEFALIK :

2. POLA PERNAPASAN : dapat membantu melokalisasi lesi dan

kadang-kadang menentukan jenis gangguan. Cheyne-Stokes Pernapasan makin lama makin dalam kemudian makin dangkal baik.

Hiperventilasi neurogen sentral pernapasan cepat dan dalam dengan frekuensi ± 25 per menit. Lokasi lesi pada tegmentum batang otak antara mesensefalon dan pons.

j\k yi i,

Ai\

)( ;1111 ,

IiU~iv~4Y '~~'~rrr~

,i Ill

Apnestik inspirasi yang memanjang diikuti apnoe dalam; ekspirasi dengan frekuensi 1 - 2/menit. Pola pernapasan ini dapat diikuti

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

5. REAKSI TERHADAP RANGSANG NYERI : Penderita dengan kesadaran menurun dapat memberikan respons yang dapat dikategorikan sebagai berikut : a. sesuai (appropriate) Penderita mengetahui dimana stimulus nyeri dirasakan. Hal ini menunjukkan utuhnya sistem sensorik dalam arti sistem asendens spesifik. b. tidak sesuai (inappropriate) Dapat terlihat pada jawaban berupa rigiditas dekortikasi dan rigiditas deserebrasi. 6. FUNGSI TRAKTUS PIRAMIDALIS : Bila terdapat hemiparesis, dipikirkan ke suatu kerusakan strukturil. Ella traktus piramidalis tidak terganggu, dipikirkan gangguan metabolisme. 7. PEMERIKSAAN LABORATORIK :

— darah : glukose, ureum, kreatinin, elektrolit dan fungsi hepar. — pungsi likuor untuk meningitis dan ensefalitis. — funduskopi mutlak dilakukan pada tiap kasus dengan kesadaran menurun untuk melihat adanya edema papil dan tan-

menilai kesadaran menurut 3 aspek yaitu kemampuan membuka mata, aktifitas motorik dan kemampuan bicara. Pemeriksaan klinik dan neurologik secara sistematis perlu untuk dapat mengetahui etiologi dan letaknya proses patologik penyebab gangguan kesadaran. PENANGGULANGAN Penanggulangan gangguan kesadaran harus dilakukan cepat Harus dilakukan cepat dan tepat. Gangguan yang berlangdan tepat untuk menghindari terjadinya kematian dan kerusakan sung lama dapat menyebabkan kerusakan yang ireversibel otak yang lebih berat. bahkan kematian. Terapi bertujuan mempertahankan homeostasis otak agar fungsi dan kehidupan neuron dapat terjamin. KEPUSTAKAAN Terapi umum : 1. Chandra B. Diagnostik dan penanggulangan penderita dalam koma 1. resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi : Cermin Dunia Kedokteran, nomor khusus, 1979; 95 - 100. a. memperbaiki jalan napas berupa pembersihan jalan 2. Yusuf Misbach. Penatalaksanaan umum penderita koma. Media napas, sniffing position, artificial airway, endotracheal Aesculapius 30 September 1983. 3. Bannister R. Consciousness and Unconciousness. Brain's clinical inlubation, tracheotomy. Neurology 5th ed. Oxford : The English Book Society Oxford b. pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah University Press, 1978; pp 150 - 160. bebas berupa : 4. Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta. Kesadaran dan fungsi luhur. — pernapasan mulut ke mulut/hidung. Neurologi klinis Dasar, cetakan 3 PT Dian Rakyat, Jakarta 1978; hal. 184 - 200. — pernapasan dengan balon ke masker. 5. Priguna Sidharta. Penilaian derajat dan kualitas kesadaran. Tata — pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis. Pemeriksaan Dalam Neurologi, cetakan 1 PT Dian Rakyat, Jakarta c. peredarah darah 1980; bal. 500 - 512. Bila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi 6. Rizal T. Rumawas. Patologi dan patofisiologi gangguan kesadaran. Simposium Koma, Jakarta 3 September 1983; hal 1 - 13. berupa : 7. Andrari S. Penilaian tingkat gangguan kesadaran dengan Glasgow — kompresi jantung dari luar dengan tangan. Coma Scale Simposium Koma, Jakarta 3 September 1983; hal 71-77. — kompresi jantung dari luar dengan alat. 8. Teasdale G and Jennet B. Assessment of coma and impaired consd. obat-obatan ciousness Lancet 1974; 2 : 81 - 83. Dalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara 9. Pedoman Praktis Pemeriksaan Neurologi FK UI. Jakarta 1978; hal. 39 - 40. intravena, seperti epinefrin, bikarbonas, deksametason, 10. Kasim YA. Cardio-Pulmonal-Cerebral-Resuscitation pada anak. glukonas kalsikus dan lain-lain. Critical Care Pediatrics Berita Klink 1980; 6 : 17 - 41. e. elektrokardiogram dilakukan untuk membuat diagnosis 11. Lumbantobing SM. Koma. Kedaruratan dan kegawatan medik. FK UI, Jakarta 1981; hal. 55 - 61. apakah terhentinya peredaran darah karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps kardiovaskuler. f. resusitasi otak tidak banyak berbeda dengan orang dewasa, bertujuan untuk melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut. g. intensive care 2. anti konvulsan bila kejang. Terapi kausal : segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. da-tanda hipertensi. — dan lain-lain seperti EEG, eko-ensefalografi, CT-scan dilakukan bila perlu.

RINGKASAN Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di batang otak. Penyebab gangguan kesadaran ialah multi faktorial dengan proses patologis yang berlokasi supratentorial, infratentorial ataupun difus dalam susunan saraf pusat. Pada lesi supratentorial dan infratentorial, gangguan kesadaran terjadi karena kerusakan pada "ARAS" sedangkan gangguan difus oleh kekurangan 02, kekurangan glukosa, gangguan peredaran darah serta pengaruh toksin. Kesadaran meliputi dua aspek yakni derajat kesadaran dan kualitas kesadaran. Tingkat kesadaran dapat berupa kompos mentis, apati, delir, sopor dan koma. Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran sehari-hari dalam klinik dapat digunakan Glasgow Coma Scale yang

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

19

Beberapa Obat Yang Digunakan Pada Insufisiensi Serebral dan Demensia dr.

Sardjono O. Santoso dan dr. Santoso Wibowo

Bagian Farmakologi dan Bagian Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Perubahan- perubahan fisiologik dan patologik pada proses menua sangat kompleks, dan bisa menyebabkan gangguan afekOtak merupakan organ penting bagi manusia, karena otaklah tif serta intelektual. yang membedakan manusia dengan mahluk-mahluk Tuhan lain yang hidup di dunia ini. Meskipun besarnya kalah dibandingkan ANATOMI - FISIOLOGI ALIRAN DARAH OTAK dengan otak gajah atau kerbau misalnya, tetapi otak manusia Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri jauh lebih unggul. Walaupun ukuran otak relatif kecil dibandingkan dengan karotis dan sebagian berasal dari arteri vertebralis. Kedua arteri ukuran tubuh manusia secara keseluruhan, otak menerima darah vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang yang cukup banyak yakni 750 ml per menit atau 15 persen dari dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna seluruh curah jantung dalam keadaan istirahat. Aliran darah yang yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu menuju ke jaringan otak adalah 50 - 55 ml per 100 grarn otak per sirkulus Willisi. Dengan demikian terjadilah jalinan kolateral menit.l Jumlah darah yang mengalir ini relatif tidak mengalami yang cukup besar pada arteri- arteri besar yang mengurus variasi yang begitu besar walau dalam keadaan yang ekstrim jaringan otak. Adanya kolateral yang besar ini, maka pada orang sekalipun. Ini disebabkan terdapatnya mekanisme khusus yang muda kedua arteri karotis biasanya dapat disumbat tanpa mengatur tetapnya aliran darah ke otak. Tentu saja terdapat menimbulkan efek yang merugikan fungsi serebral. Sedangkan kekecualian yakni bila terdapat karbondioksida yang berlebihan pada orang tua, arteri besar pada dasar otak sering mengalami dalam otak atau otak mengalami kekurangan oksigen yang berat. sklerosis dan menyumbat arteri karotis, sehingga penyediaan Pada usia lanjut, fungsi- fungsi sentral menurun, sehingga darah ke otak berkurang sedemikian rupa sampai terjadi antara lain terjadi penurunan proses belajar dan berpikir, gangguan fungsi serebral.3 aktivitas seksual, kebutuhan tidur, motivasi dan aktivitas pada Terdapat beberapa hal yang mengatur aliran darah otak, yakni umumnya. Dalam proses menua yang berjalan normal, massa 1. Pengaturan metabolisme otak pada usia 70 tahun menurun sampai 10 - 15%. Belum jelas Bila metabolisme neuronal meningkat, produk CO2 akan meningkat, sedangkan pH ekstra seluler akan menurun sehingga apakah terjadi penurunan jumlah sel atau terjadi suatu "pengerutan". Pada kira-kira 10% manusia yang berumur 60 - 70 terjadi vasodilatasi serebral yang menyebabkan peningkatan tahun, terjadi penurunan massa otak sampai lebih dari 30% dan aliran darah. 2. Autoregulasi serebral terdapat 3 golongan yaitu : 1. Demensia senilis/presenilis dari type Alzheimer dengan atrofi Pengaturan ini merupakan kapasitas bawaan pembuluh darah primer berupa degenerasi atau penurunan jumlah sel dari untuk mempertahankan aliran darah otak. Pembuluh darah otak otak besar. menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian 2. Demensia multiinfark dengan kausa vaskuler sebagai akibat rupa, sehingga aliran darah menetap, walaupun tekanan perfusi suatu arterioklerosis serebral. berubah. Pengaturan diameter lumen ini di sebut autoregulasi. 3. Bentuk-bentuk lain terutama karena kausa ekstrakranial.2 Walaupun teori ini cukup menarik, tetapi terdapat bukti-bukti Dengan sendirinya suatu terapi farmakologik hanya bisa yang menunjukkan pengaruh faktor neurogenik pada berhasil bila terdapat suatu gangguan fungsional pada SSP. autoregulasi ini. PENDAHULUAN

20

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

3. Pengaturan neurogenik Peran faktor neurogenik telah dibuktikan yakni berupa pengawasan susunan saraf otonom yang terletak di batang otak dan diensefalon, serta inervasi alfa dan beta adrenergik dan kolinergik. Adrenergik alfa bersifat vasokonstriktif, sedangkan adrenergik beta dan kolinergik mengakibatkan vasodilatasi. Peningkatan aliran darah hemisferik dapat disebabkan oleh perangsangan formasio retikularis. Agaknya hal ini diakibatkan oleh peran faktor neurogenik dan akibat meningkatnya metabolisme otak. PATOFISIOLOGI INSUFISIENSI SEREBRAL DAN DEMEN SIA Insufisiensi serebral merupakan salah satu jenis penyakit serebrovaskuler yang banyak dijumpai terutama pada usia lanjut. Proses patologik yang terjadi yaitu iskemia otak, yakni aliran darah ke suatu bagian otak berkurang sehingga menimbulkan manifestasi klinik berupa gangguan fungsi serebral. Tergantung dari bagian otak yang mengalami iskemia maka gangguan fungsi serebral dapat berupa : tinitus, vertigo, gangguan berfikir, dan sebagainya. Terjadinya insufisiensi serebral dan gangguan metabolisme otak saling berkaitan. Kelainan yang satu dapat menyebabkan atau memperberat kelainan yang lain. Oleh karena itu, kadang-kadang obat-obat yang digunakan atau dinyatakan bermanfaat pada insufisiensi serebral dapat pula digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki metabolisme otak. Pada usia lanjut terjadi penurunan katekolamin terutama fungsi-fungsi dopamin pada berbagai daerah otak, sehingga bisa terjadi suatu ketidak-seimbangan antara dopamin dan asetikolin atau lebih baik disebut antara dopamin dan GABA. Dilain fihak juga terjadi penurunan dari sistem kolinergik yaitu asetilkolin, asetikolinesterase dan asetilkolinetransferase, dimana antara lain telah diperiksa bahwa pada usia 50 tahun terjadi penurunan 40 60% dari asetilkolintransferase dibanding dengan pada umur 20 tahun. Pada proses berpikir, maka informasi didapat lalu disimpan (teoritis disimpan sampai mati), sehingga seharusnya informasi tersebut setiap waktu dapat dipanggil (diingat) kembali. • Penyimpanan (Storage. ) mula-mula terjadi pada proses pemikiran jangka pendek (PPJP) (KZG = Kurzzeitgedachtnis) yang lamanya beberapa detik sampai menit, mungkin juga beberapa hari, kemudian disimpan dalam : • Proses Pemikiran Jangka Panjang (PPJPa) (LZG = Langzeitgedachtnis) dimana isi pikiran dikonsolidasi. Ada pendapat bahwa sebelum PPJP terdapat suatu Fase Inisial yang pendek dan antara PPJP dan PPJPa juga terdapat suatu Fase Peralihan. Mekanisme fase pertama (PPJP) agaknya terjadi dalam neuron-neuron pertama sedangkan pada fase kedua (PPJPa), terjadi sintesis protein yang diperkuat atau diubah sebagai akibat suatu peninggian RNA. Yang masih belum jelas ialah apakah dalam fase kedua (PPJPa) ini :

— isi pikiran disimpan di dalam kode/file berupa sekuens asam amino atau : — apakah karena perubahan morfologik terjadi proses transmisi pada berbagai sinaps yang lebih efisien. Adalah suatu kenyataan bahwa tiap-tiap fase proses berpikir dapat dipengaruhi secara farmakologik. Beberapa contoh : Fase Inisial dan mungkin juga PPJP dapat dipengaruhi antara lain oleh renjatan listrik (Elektroshock) dan Narkosis. Skopolamin menghambat konsolidasi atau pemindahan isi pikiran dari PPJP ke PPJPa dan efek ini dapat dihilangkan dengan Fisostigmin : juga Benzodiazepin agaknya mempunyai efek yang sama. Zat-zat yang dengan suatu cara tertentu mempengaruhi mekanisme transmisi dalam sinaps terutama bekerja pada PPJP, tetapi juga ada pengaruh pada PPJPa, sedangkan zat-zat yang mempengaruhi sintesis protein (seperti Puromisin, Sikloheksimid, dan Anisomisin) terutama hanya mempengaruhi PPJP dalam arti suatu amnesia retrograd. Efek zat-zat tersebut pada proses berpikir tidak hanya tergantung dari dosis tapi juga dari waktu kapan diberikan. Anatomi lokalisasi proses berpikir belum jelas benar tetapi umumnya dianggap terdapat suatu kerjasama antara diensefalon, hipokampus dan struktur-struktur fungsi limbik yang lain. Secara eksperimental zat-zat yang mempengaruhi proses berpikir dinilai dari kerjanya zat-zat tersebut pada proses belajar. Idealnya ialah bila bisa dibuktikan bahwa dengan pengaruh suatu zat terjadi suatu reaksi tertentu yang lebih cepat dengan kesalahan yang lebih sedikit dan dapat dikerjakan terus menerus dalam waktu yang lebih lama. OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK GANGGUAN FUNGSI SEREBRAL Gangguan fungsi serebral dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Obat-obat yang dibicarakan di sini adalah untuk gangguan fungsi akibat insufisiensi serebral dan menurunnya metabolisme otak. Manfaat obat-obat ini untuk menanggulangi gangguan fungsi serebral masih belum mantap, karena data yang tersedia umumnya pada hewan percobaan sedangkan data uji klinik pada manusia belum meyakinkan. Selain itu, parameter perbaikan fungsi serebral sukar diukur dengan pasti dan diperlukan waktu yang lama dan dana yang besar untuk menilai manfaat penggunaan obat-obat ini. Penggolongan obat berdasarkan cara kerjanya : 1. Zat-zat dengan kerja utama pada peredaran darah serebral — vasodilator misalnya Naftidrofuril, xantinolnikotinat. — antikoagulan, plasmaekspander, penghambat agregasi. 2. Zat-zat dengan kerja utama pada sel saraf — zat yang mempengaruhi transmisi sinaps misalnya L-DOPA dan zat-zat sejenis DOPA (lergotril, Amfetamin); Inhibitor MAO; Fisostigmin. — Psikostimulan dan Analeptik sentral seperti Pemolin, Dimetilantinoetanol, Fenkamfamin, Meklofenoksat.

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

21

— zat-zat yang mempengaruhi sintesis protein misalnya asam orotik. — Lain-lain misalnya Piritinol, Pirasetam, Kavain dan Prokain. Seringkali terjadi tumpang tindih dalam penggolongan di atas misalnya Amfetamin yang merupakan zat sejenis DOPA juga adalah suatu Psikostimulan. Penggolongan obat berdasarkan struktur kimianya : — Alkaloid misalnya Dihidroergotoksin, Papaverin, derivatderivat vitamin. — Xanthin : Pentifilin, Pentoksifilin, Xantinol. — Piperazin : Cinarizin, Flunarizin, Piribedil. — Derivat asam Fenoksiasetat : Fenoksedil, Feksikain, Meklofenoksat. — Feniletanolamin : Isoksuprin, Nilidrin, Oksifedrin, Tinofedrin. — Lain-lain : Bensiklan, Betahistin, Siklandelat, Naftidrofuril, Pirasetam, Piritinol. Pada usia lanjut, maka prestasi serebral bisa menurun karena gangguan peredaran darah dan atau berkurangnya fungsi sel-sel saraf, sehingga bisa dibenarkan untuk memberikan obat-obat tersebut di atas. Tidak boleh dilupakan bahwa perbaikan selain oleh pengaruh obat bisa juga disebabkan oleh efek plasebo dan perbaikan yang spontan. Walaupun efek zat-zat tersebut masih sering dianggap kontroversial, akan tetapi pemikiran yang ingin dicapai antara lain ialah : • perbaikan utilisasi/pemakaian 02 dan glukosa oleh SSP • peningkatan resistensi jaringan otak terhadap hipoksia • peningkatan sintesis protein • perbaikan sirkulasi serebral • perbaikan prestasi dalam proses belajar dan berpikir. Obat-obat ini diindikasikan pada penurunan prestasi serebral yang disebabkan oleh berbagai kausa baik vaskuler maupun nonvaskuler. Obat-obat untuk insufisiensi serebral Golongan obat ini terutama diindikasikan untuk kelainan fungsi serebral yang diduga akibat gangguan penyediaan darah, atau berkurangnya aliran darah ke jaringan otak. 1 . Heksobendin Heksobendin (N, N-bis (3- (3,4,5-trimetoksi)-propil)-etilen-diamindihidroklorid merupakan vasodilator kuat yang dapat meningkatkan aliran darah otak (cerebral blood flow) dan pasien iskemia serebral dan infark, baik pada daerah iskemik maupun pada daerah yang normal, tanpa adanya efeksteal 4,5 . Aliran darah otak total dan regional ini diukur dengan metode penyuntikan Xenon 133 intra karotis. 6 Heksobendin diberikan intravena dan 30 menit kemudian dilakukan pengukuran aliran darah otak. Selama penyelidikan ini diukur juga tekanan darah sistemik dan diambil contoh darah arteri dan vena jugularis untuk pemeriksaan pCO 2 dan pO 2 . Terlihat peningkatan aliran darah otak sebanyak 15%, dengan penurunan resistensi vaskuler intra serebral yang menetap untuk 35 menit. 7 Pemberian heksobendin secara oral juga meningkatkan aliran darah otak.

22

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Infra cerebral steal dapat terjadi pada pemberian CO2 konsentrasi tinggi, sehingga berdasarkan teori ini dibuatlah postulat bahwa pengobatan dengan vasodilator tidak efektif bahkan berbahaya pada pasien dengan infark akut. Tetapi penelitian lain pada anjing menunjukkan peningkatan aliran darah otak pada pemberian inhalasi campuran CO 2 5% dalam 02 , yakni konsentrasi yang sama seperti yang dianjurkan pada pemberian inhalasi intermiten pada manusia. a Peningkatan cerebral blood flow ini terjadi melalui sirkulasi kolateral ke daerah yang iskemik. Pemberian heksobendin intravena meningkatkan aliran darah hemisferik pada daerah infark dengan sedikit atau tanpa penurunan tekanan darah sistemik. 9 Heksobendin juga tidak mempengaruhi metabolisme otak. 2. Gabungan heksobendin, etamivan dan etofilin (Instenon) Etamivan merupakan perangsang susunan saraf pusat, yang tempat kerjanya diduga di substansia retikularis pada pusat pernafasan dan sirkulasi. Pemberian etamivan saja ternyata tidak memberikan perubahan yang berarti pada aliran darah. 6 Etifilin meningkatkan aliran darah koroner, mempunyai efek inotropik positif terhadap jantung serta mempunyai efek diuretik yang mengurangi edema serebri serta memperbaiki metabolisme jaringan otak. Etofilin meningkatkan aliran darah pada daerah iskemik, sedangkan pada daerah normal perubahan hanya sedikit atau hampir tidak ada. 6 Gabungan dari ke tiga preparat ini rupa-rupanya mempunyai efek sinergistik yakni meningkatnya aliran darah otak secara nyata. Penggunaan baik heksobendin maupun gabungan tiga preparat ini cukup popular di Eropa, tetapi di Amerika Serikat penggunaannya masih terbatas pada keperluan penelitian. 5,9 Di Indonesia penggunaan obat ini masih dalam taraf permulaan dan belum pernah ada uji klinik atau publikasi mengenai penggunaan obat ini. 3. Bensiklan Obat ini merupakan suatu sikloalkano eter yang menyebabkan vasodilatasi dengan jalan relaksasi otot-otot pembuluh darah tanpa adanya perubahan pada transmitor adrenergik di daerah inervasi adrenergik. Dengan demikian maka terjadi vasodilatasi yang lebih banyak pada jaringan kolateral yang tadinya tidak berfungsi disekitar daerah yang iskemik, dan aliran darah mikrosirkuler juga meningkat. Oleh karena terjadi peningkatan aliran darah di daerah iskemik yang lebih besar (40%) daripada di daerah lain (20%) maka tidak terjadi suatu steal syndrome. Obat ini meninggikan jumlah glukosa di otak, menimbulkan toleransi pada keadaan anoksia serta meningkatkan akumulasi glukosa dan kinin. Dengan demikian metabolisme otak distimulasi, dan terjadi suatu perubahan mekanisme transpor glukosa dan substrat yang lain pada sawar darah otak dengan jalan meningkatkan permeabilitas sawar darah otak. l0 Selain itu terjadi pengurangan tendensi aglutinasi platelet. Sesuai dengan cara kerjanya, maka obat ini terutama bermanfaat bila terdapat suatu insufisiensi sirkulasi otak. Dengan dosis 300-600 mg/hari selama 8 minggu, terlihat perbaikan dalam kriteria obyektif maupun subyektif pada gangguan sirkulasi serebral 11

4. Co-dergokrin mesilat Obat ini terdiri dari dihidroergokornin mesilat, dihidroergokristin mesilat dan dihidroergokriptin mesilat dalam jumlah yang sama banyaknya. Khasiat campuran komponen- komponen ini antara lain adalah : reaktivasi neurotransmisi sentral dengan cara yang menyerupai dopamin dan serotonin, yaitu stimulasi reseptor-reseptor post sinaptik menggantikan sebagian dari defisiensi neurotransmitor akibat proses menua dan menggunakannya secara lebih efisein sebagai suatu agonis dopamin dan serotonin maka obat ini memulihkan fungsi serebral sehingga diharapkan terjadi kemajuan-kemajuan gejala demensia. Obat ini meningkatkan aliran darah serebral (CBF) dan konsumsi oksigen, juga terjadi aktivasi suksinik oksidase (MAO), dan melakukan inhibisi ATP-ase, adenil siklase dan fosfodiesterase sehingga mengkonservasi konsumsi ATP.12 Dosis yang dianjurkan adalah 3 - 6 mg/hari dan perbaikan gejala diharapkan dalam 3 - 4 minggu, sehingga dianjurkan pemakaian dalam jangka waktu lama. 5. Pentoksifilin Obat ini merupakan suatu derivat Xantin yang mempunyai mekanisme sebagai berikut : menghambat agregasi platelet dan eritrosit, memperbaiki deformabilitas eritrosit serta mengurangi viskositas darah, sehingga terjadi peningkatan aliran darah otak memperbaiki utilisasi Oksigen dan glukosa otak memperbaiki permeabilitas dinding sel serta fungsi sel otak sehingga edema serebri berkurang.13 Dari mekanisme kerja obat ini maka dapat dimengerti bahwa obat ini terutama diindikasikan pada keadaan- keadaan di mana terdapat insufisiensi aliran darah otak. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 300 - 1200 mg/hari selama 8 minggu.13-15 Obat-obat yang meningkatkan atau memperbaiki metabolisme otak Golongan obat ini diindikasikan untuk kelainan fungsi serebral yang terutama diduga akibat menurun atau terganggunya metabolisme otak. 1. Pirasetam Obat ini adalah suatu derivat siklik gamma amino-butyric acid (GABA), tetapi tidak mempunyai sifat-sifat GABA.16 Obat ini disebut suatu Nootropik yang berarti : a. tidak mempunyai vasoaktivitas yang langsung, yakni tidak menyebabkan vasodilatasi atau vasokonstriksi, tidak mempengaruhi aliran darah serebral total (total CBF) dan tidak menyebabkan suatu steal phenomenon. b. tidak menyebabkan perubahan pada aktivitas dasar EEG. Obat ini tidak mengubah ritme dasar EEG, tetapi menurunkan jumlah gelombang- gelombang delta. c. melewati sawar darah otak (blood brain barrier) dalam keadaan normal maupun patologik d. mempunyai efek samping yang minimal

e. tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler maupun pernapasan.12 Mekanisme kerja obat ini adalah sebagai berikut : aktivasi metabolik peredaran darah otak meningkatkan kecepatan metabolik serebral oksigen dan glukosa regional menormalkan aliran darah ke daerah iskemik, bukan dengan suatu aktivitas langsung tetapi sekunder menurunkan rasio laktat/piruvat Dosis yang dianjurkan ialah 2,4 - 4,8 g/hari, selama 6 - 12 minggu.16-18 Status obat ini masih dimintakan persetujuan kepada FDA (Food Drug Administration). 2. Piritinol Suatu derivat B6 (piridoksin), yang termasuk juga golongan Nootropik, menyebabkan peningkatan aliran darah otak secara selektif terutama ke substansia grisea. Pada penyelidikan ditemukan peningkatan aliran darah sebanyak 12% ke substansia grisea dan 4% ke substansia alba di daerah-daerah yang mempunyai sirkulasi patologik. Peningkatan aliran darah ini merupakan akibat sekunder dari peningkatan metabolisme.19 Dengan pemberian obat ini, konsumsi glukosa oleh otak dinormalkan kembali.20 Piritinol juga menurunkan permeabilitas sawar darah otak terhadap fosfat, menurunkan kadar GABA dan GABA-transaminase dan meningkatkan RNA residual dan RNA ribosomal.12 Aktivasi umum yang disebabkan obat ini diperkirakan karena pengaruhnya terhadap membran fosfolipid eritrosit, di tempat mana terjadi peningkatan pengaturan molekulmolekul pada lapisan ganda fosfolipid.21 Dosis yang dianjurkan ialah 600 - 800 mg/hari dan efeknya baru terlihat setelah 3 minggu dan jelas bermakna terhadap plasebo setelah 6 - 9 minggu.22 Beberapa penyelidik mengemukakan, bahwa dengan dosis 600 mg/hari atau lebih selama 2 4 bulan jelas memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan dosis rendah atau plasebo pada organic brain syndrome termasuk demensia.22-24 Manfaat obat ini terutama pada pasien dengan gangguan serebral yang berhubungan dengan gangguan metabolisme glukosa.25 Walaupun demikian perlu dilakukan penelitian uji klinik yang lebih luas dengan rancangan yang lebih baik untuk memastikan manfaat obat ini. KESIMPULAN Telah dibicarakan beberapa obat yang lazim dipakai pada kelainan insufisiensi serebral dan demensia. Walaupun efek obatobat tersebut masih sering dianggap kontroversial dan perlu diadakan penelitian uji klinik yang luas dengan rancangan penelitian yang mantap untuk dapat menilai manfaat obat-obat ini secara tuntas, namun agaknya persoalannya mempunyai titik awal pada penentuan jenis kausanya terlebih dulu. Dengan mengingat penggolongan obat berdasarkan cara kerjanya, maka obat-obat yang kerja utamanya pada sel saraf atau meningkatkan metabolisme sel-sel saraf dapat diberikan pada keadaan- keadaan degeneratif. Sedangkan obat-obat yang kerja utamanya pada peredaran darah serebral, dapat di berikan pada keadaan insufisiensi serebral. Disamping itu perlu

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

23

diperhatikan pengobatan penyakit yang mendasari kelainan serebral yang merupakan kausa ekstrakranial. Dengan demikian maka terapi farmakologik diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal.

KEPUSTAKAAN 1.

2. 3.

4. 5. 6.

7. 8. 9.

10. 11.

12.

13.

Guyton AC. Blood flow through special areas of the body. Text book of medical Physiology, 4th. edition, WB Saunders Co, 1971; p. 367. Stumpf C. Pharmaka and Mirnleistung, in Neuropharmakologie, Springer Verlag, Wien New York, 1983; pp 157 - 163. Rasyad RS. Efek gabungan Hexobendin, Etamivan dan Etofilin pada penderita CVD, makalah Joint-session Neuropharmacology, Agustus, 1982. Marshall J. The management of cerebrovascular disease, 3rd ed. Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1976; 1 - 60. Meyer JS. Modern concepts of cerebrovascular disease, Spectrum publications, New York, 1975. Meiss, WD. Drug effects on regional cerebral blood flow in focal cerebrovascular disease, Journal of the Neurological Science, 1973, 19 : 461 - 482. Meyer JS et al. Effects of hexobendine on cerebral hemispheric blood flow and metabolism. Neurology 1971; 121. 7 : 691 - 702. Kraupp D et al. The effect of Hexobendine on cerebral blood flow and metabolism, Arzneim-Forsch, 1969; 19 : 1691 - 1698. McHenry L et al. Regional cerebral blood flow and cardiovascular effect of hexobendine in stroke patiens, Neurology, vol. 22, 1972; 3:213:217-223. Hapke HJ. The effect of Fludilat on the Blood Brain Barrier, Therapie Woche, English Edition 24. Nr 25, 17; 1974. Bartles H & Schneider B. Investigation of the pharmacodynamic action of Fludilat in the . treatment of cerebrovascular insufficiency, Med. Welt 1978; 29 : 1056 - 1060. Skondia V. Criteria for Clinical Development and Classification of Nootropic Drugs. International Symposium on Nootropic Drugs, Rio de Janeiro, 1979; pp 7 - 20. Muller R & Lehrach F. Haemorheology and Cerebrovascular Disease : Multifunctional approach with Pentoxifylline, Curr Med

9A RAH

24

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Res Opin Vol 7 : No. 4, 1981. 14. Buckert D & Harwart D. Trials of BL 191 in double blind test, II Farmaco, 1976;5, 31. 15. Takamatsu S, Sato K, Takamatsu M, Sakuta S & Mizuno S. Changes in haematological and blood chemical parameters after treatment of aged arteriosclerotic patients with Pentoxifylline, Pharmatherapeutica, Vol. 2, No. 3, 1979. 16. Chouinard G, Annable L, Olivier M, Fontaine F & Ross Chouinard A. Psychotropic and Neurophysiologic effects of Piracetam in Geratric Psychiatr Patients. a controlled study. preliminary report. International Symposium on Nootropic Drugs, Rio de Janeiro, 1979; pp 23 - 30. 17. Castellanos V & Suarez MV. The use of Piracetam in the PsychoOrganic Syndrome of Senility. International Symposium on Nootropic Drugs, Rio de Janeiro, 1979; pp 49 - 60. 18. Mendivil MAC. Clinical work in Patients with a Psyeho-Organic Syndrome of Senility using the Drug Piracetam. International Symposium on Nootropic Drugs, Rio de Janeiro, 1979; pp 31 - 48. 19. Herrschaft H. Die Wirkung von Pyritinol ouf die Gehirndurchblutung des Menschen,.Munchen Medizinische Wochenschrift, 60, 1978. 20. Becker K & Hoyer S. Hirnstoffwechseluntersuchungen unter der Behandlung mit Pyrithioxin, Deutsche Zeitschrift fur Nervenheilkunde, p1966; pp 188 - 200. 21. Martin KJ. On the Mechanism of Action of Encephabol, J. int. Med. Res, Vol. 2. no. 2, 1983. 22. Hamouz W. The use of Pyritinol in patients with moderate to severe organic psychosyndrome, Pharmatherapeutica, Vol. 1 No. 6, 1977. 23. Cooper AJ & Magnus RV. A placebo-controlled study of Pyritinol in Dementia, Pharmatherapeutica, Vol 2, No. 5, 1980. 24. Glatzel J. Dose-Effect Relationship of Drally Administered Pyritinol in the Chronic Brain Syndrome, Med. Klinik, 1978; 73. 11171121. 25. Hoyer S, Oesterreich K & Stoll KD. Effects of Pyritinol HCL on blood flow and oxidative metabolism of the brain in patients with Dementia, Arzneim Forsch 1977; 27, 671. 26. Kohimeyer K. The effect of Bencyclane on the General and Regional Blood supply of the brain. Investigation with the Xenon 133 clearance method. Herz/Kreislauf 4. Nr. 5, 1972; 196 - 203.

Penanggulangan Bencana Peredaran Darah di Otak Dr. Sahala Maringan Lumban Tobing Bagian Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

PENDAHULUAN Bencana peredaran darah di otak (BPDD) sering dikenal dengan kata stroke atau cerebrovascular accident, merupakan penyebab invaliditas yang paling sering pada golongan umur di atas 45 tahun Di negara industri BPDD merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan Otak merupakan organ yang membutuhkan banyak oksigen dan glukosa Zat ini diperolehnya dari darah. Di otak hampir tidak ada cadangan oksigen, sehingga jaringan otak sangat bergantung kepada keadaan aliran darah setiap saat. Beberapa detik saja aliran darah terhenti maka fungsi otak akan terganggu; bila aliran darah kesuatu daerah otak terhenti selama kira-kira 3 menit maka jaringan otak akan mati (infark). Gangguan aliran darah di otak dapat diakibatkan oleh gangguan di pembuluh darah darah atau jantung atau gabungan ketiga faktor tersebut Adanya BPDD dapat dengan mudah diketahui, yaitu dari terjadinya defisit neurologik yang timbul secara mendadak misalnya lumpuh sebelah badan mendadak. Kita mengenal dua jenis stroke, yaitu : • Stroke non-hemoragik • Stroke hemoragik "Stroke" non-hemoragik Didapatkan penurunan aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada sebagian jaringan otak Bila hal ini lebih berat dan berlangsung lebih lama dapat terjadi infark dan kematian. Berkurangnya aliran darah ke otak dapat disebabkan oleh berbagai hal : misalnya trombus, emboli yang menyumbat salah satu pembuluh darah, atau gagalnya pengaliran darah oleh sebab lain, misalnya kelainan jantung (fibrilasi, asistol). Stroke non-hemoragik lebih sering dijumpai daripada yang hemoragik. Diagnosis mudah ditegakkan, yaitu timbulnya defisit neurologik secara mendadak (misalnya hemiparesis), dan kesadaran penderita umumnya tidak menurun.

Pada stroke yang ringan, iskemia berlangsung singkat, defisit neurologik dapat pulih sempurna. Bila pemulihan sempurna ini terjadi dalam jangka waktu 24 jam, ia dinamakan "serangan iskemia sepintas" (transient ischemic attack atau disingkat TIA). Bila pulih sempurna terjadi setelah waktu 24 jam, disebut defisit neurologik iskemia yang reversibel (reversible ischemic neurologic deficit atau disingkat RIND). Pada iskemia yang lebih berat atau berlangsung lama, terjadi defisit neurologik yang irreversibel, yang menetap, dan merupakan cacad. 'Stroke" hemoragik Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadaan penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya menurun. Mereka berada dalam keadaan somnolen, sopor atau koma pada fase akut. PENANGGULANGAN "STROKE" • Perawatan umum — Memonitor, dan bila perlu memperbaiki fungsi pernafasan, tekanan darah dan jantung. — Mengusahakan keadaan metabolisme yang optimal, memperhatikan kebutuhan akan : cairan, kalori dan elektrolit. — Memperhatikan fungsi miksi dan defekasi. — Mencegah terjadinya dekubitus, pneumonia ortostatik. • Mendeteksi dan bila perlu mengobati faktor risiko : — Hipertensi — diabetes mellitus — kelainan jantung — hiperlipidemia, hiperkolesterolemia — obesitas — berhenti merokok • Memberikan pengobatan atau tindakan khusus. — antiedema

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

25

— antiagregasi, antikoagulasi

— antifibrinolisis — meningkatkan aliran darah dan metabolisme otak. • Tindakan bedah — Mengeluarkan hematoma (bila perlu) — Melakukan EC-IC shunt. • Melakukan rehabilitasi. • Mencegah berulangnya stroke. Hipertensi Sebagian terbesar penderita stroke adalah penderita hipertensi. Hipertensi adalah faktor risiko yang paling "kuat" bagi terjadinya stroke. Bila hipertensi diobati secara adekuat, maka jumlah penderita stroke dapat dikurangi. Pada fase akut kita harus hati-hati menurunkan tensi. Oleh karena keadaan iskemia, maka fungsi autoregulasi menjadi terganggu. Aliran darah di otak bergantung kepada tekanan perfusi (tekanan darah sistemik - tekanan venous). Bila tekanan diastole pada fase akut tidak melebihi 115 mm Hg tidak diberikan obat anti-hipertensi. Bila memberikan obat antihipertensi pada fase akut, harus dijaga agar turunnya tensi tidak terlalu banyak, cukup bila sudah mencapai 160/110 mm Hg. Bila fase akut sudah berlalu, maka pengobatan hipertensi adalah sebagai biasanya. Obat antiedema Edema di otak dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah otak, terutama "mikrosirkulasi", dan dapat pula mengakibatkan herniasi jaringan otak yang berakibat fatal. Deksametason : Steroid adalah obat anti-inflamasi yang ampuh, yang juga dapat mengurangi sembab-otak, mungkin melalui pen-stabilan membran sel dan menncegah terjadinya edema intra dan ekstraselular. Deksametason merupakan steroid yang paling sering digunakan sebagai antiedema otak. Walaupun khasiatnya sudah dapat dibuktikan dalam mengobati edema otak pada keganasan (neoplasma) di otak, namun khasiatnya dalam mengobati edema oleh infark dan hemoragi di otak masih kontroversial. Deksametason dapat diberikan dalam dosis permulaan 10 mg intravena atau intramuskular, kemudian diikuti oleh 5 mg tiap 6 jam sampai selama satu minggu dan kemudian dihentikan secara bertahap (tapering off). Efek samping steroid cukup banyak, kita harus mempertimbangkan untung-ruginya pada tiap kasus. Bila terdapat riwayat tukak lambung sebaiknya tidak diberikan !

Obat anti-agregasi trombosit Trombosit mempunyai kemampuan untuk beragregasi dan dapat membentuk trombus atau tromboemboli. Diduga bahwa tromboemboli mempunyai peranan pada banyak kasus stroke. Untuk mencegah hal ini digunakan obat-obat anti-agregasi. Telah banyak dilakukan penyelidikan mengenai khasiat obat anti -agregasi untuk mencegah berulangnya stroke pada penderita TIA (transient ischemic attack) atau stroke ringan. Banyak laporan yang mengemukakan bahwa obat anti-agregasi seperti asetosal dapat mengurangi kambuhnya stroke pada penderita stroke ringan. Obat anti-agregasi yang dapat digunakan ialah : asetosal, dipiridamol, sulfinpirazon, pentoksifilin. Obat yang paling banyak diselidiki ialah asetosal. Dosis yang digunakan bermacam-macam, ada yang melakukan penyelidikan dengan dosis 2 x 650 mg sehari, ada dengan 2 x 500 mg sehari; 500 mg sehari 10 mg/kg berat badan sehari.1 Bahkan ada yang melaporkan bahwa Asetosal dengan dosis rendah mempunyai manfaat, yaitu 40 mg sehari.2 Lamanya pengobatan berkisar antara 2 sampai 5 tahun. Obat lainnya, yaitu dipiridamol, sulfinpirazon dan pentoksifilin masih kurang banyak diselidiki. Masih ditunggu hasil penyelidikan yang lebih luas. Hasil sementara melaporkan bahwa dipiridamol dan sulfinpi razone bila diberikan tersendiri tidak mempunyai khasiat, tetapi bila diberi bersama sama asetosal ada khasiatnya.3 Obat antifibrinolisis Beberapa penyelidikan telah dilakukan guna menilai manfaat obat antifibrinolisis dalam mencegah perdarahan-ulang pada penderita perdarahan subaraknoid. Hasilnya masih kontroversial. Obat yang digunakan ialah asam aminokaproat dan asam traneksamat.

Meningkatkan aliran darah dan metabolisme otak Manfaat vasodilatansia dalam meningkatkan aliran darah di daerah iskemia belum dapat dibuktikan. Vasodilatansia yang pernah digunakan ialah : dioksida karbon, papaverin, heksobendin, betahistin dihidroergonovin, nilidrin, siklandelat. Pemberian oksigen juga tidak berguna, kecuali bila kadar oksigen arterial memang menurun. Vasopressor pernah dicoba untuk meningkatkan aliran darah ke daerah iskemia. Landasan teoritiknya ialah : autoregulasi di daerah iskemik terganggu, dengan demikian aliran darah bergantung kepada tekanan perfusi, yaitu tekanan darah iskemia - tekanan vena. Meningkatkan tekanan darah akan meningkatkan tekanan perfusi. Penyelidikan mengenai hal ini belum cukup dilakukan, namun ada laporan yang mengemukakan hasil baik. hiperventilasi untuk Gliserol : Larutan hiperosmolar ini dapat menarik air dari otak, mengurangi PaCO2 tidak bermanfaat dalam pengobatan stroke. dengan demikian mengurangi edema otak. Dosis yang dianjurkan per infus ialah larutan 10% diberikan sebanyak 24-30 PENUTUP tetes per menit, sampai jumlah 1 gram gliserol/kg berat badan/hari; Di klinik kami, untuk orang dewasa kami berikan 1 Stroke atau bencana peredaran darah di otak dapat didefinisikan kolf 500 ml larutan 10% gliserol sehari yang diberikan dalam sebagai gangguan yang mendadak daripada suplai darah di otak, waktu kira-kira 6 jam (28 tetes/menit). Gliserol dapat pula atau perdarahan setempat di otak. Walaupun didapatkan diberikan per oral, dengan dosis 1,5 gram/kg berat badan sehari, kemajuan yang pesat dalam bidang diagnostik serta pemahaman dibagi dalam 4 kali pemberian. Laporan mengenai hasil patofisiologi daripada stroke, namun dalam bipengobatan dengan gliserol masih kontroversial. 26

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

dang pengobatan kemajuan sangat lambat. Bila stroke sudah terjadi infark atau perdarahan otak sudah terjadi maka pengaruh pengobatan tidak banyak artinya. Oleh karena itu tujuan utama ialah pencegahan. Saat ini telah diketahui beberapa faktor yang menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap stroke. Bila faktor risiko ini ditanggulangi dengan baik. kemungkinan mendapatkan stroke dapat dikurangi.

KEPUSTAKAAN 1. Bousser MG Eschwege E, Haguenau M, Lefaucconnier, Thibult N, Toubould D, Touboul PJ. "AICLA" controlled trial of aspirin and dipyridamole in the secondary prevention of atherothrombotic cerebral ischemia. Stroke 1 9 8 3 ; 1 4 : 5 - 14. 2. Weksler BB, Scherer P, Kent J, Rudolph D. Low dose aspirin effectively inhibits platelet function in patients with recent cerebral ischemia. Stroke 1984; 15 : 183. 3. Yatsu FM. Acute medical therapy of strokes. Stroke 1982; 13 : 524526.

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

27

Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak dr. Susworo

Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

PENDAHULUAN

Perubahan umum Pemeriksaan radiologi pada kelainan otak dapat dibagi atas : 1. Peninggian tekanan intrakranial. 1. Konvensional a. Terjadi pelebaran dari ukuran sela tursika (ballooning). — tanpa kontras (foto polos) b. Pelebaran dari sutura. — dengan kontras (positif atau negatif) c. Ekspansi dari rongga tengkorak. 2. Radioisotop d. Penipisan tulang batok kepala. 3. CT scanning e. Pelebaran dari foramina. Indikasi paling sering untuk melakukan pemeriksaan-peme2. Atrofi atau perkembangan jaringan otak yang terhambat. riksaan ini adalah kelainan karena trauma dan tumor (proses a. Penebalan tulang batok kepala. desak ruang). Dalam jumlah kecil dilakukan pada kelainan-keb. Rongga tengkorak yang kecil dengan kompensasi perlainan bawaan serta degeneratif. Kelainan akibat infeksi, setumbuhan struktur organ-organ didalamnya. kalipun sering ditemukan di Indonesia jarang dilakukan pemec. Sutura cepat menutup. riksaan radiologik karena kurangnya manifestasi langsung yang Perubahan setempat dapat dilihat. 1. Didapatkan tanda- tanda terdorongnya struktur normal oleh proses desak ruang. A. FOTO POLOS a. Korpus pineale mungkin terdorong sebagai akibat langsung dari tumor, atau sekunder karena herniasi jaringan Perubahan- perubahan yang tampak pada gambaran radiologik otak melalui tentorium serebri. adalah merupakan akibat dari peninggian tekanan intrakranial. b. Pendorongan pada pleksus koroideus, falks atau tentoKeadaan ini telah diketahui sejak tahun tiga puluhan oleh rium yang semuanya berkalsifikasi. Schuller, dan makin lama makin banyak fakta-fakta yang 2. Erosi setempat pada tulang akibat penekanan. terungkap pada kelainan tersebut. Sepertiga dari penderita3. Penipisan setempat atau penonjolan setempat tulang akibat penderita dengan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial, penekanan massa yang berlangsung lama. baik itu disebabkan tumor, abses atau hidrosefalus, pada orang 4. Adanya tumor atau malformasi arteriovenosa akan medewasa atau kanak- kanak, akan menunjukkan tanda-tanda nimbulkan kelainan pada tulang tengkorak. tersebut pada foto polos kepala. Sedangkan pada 20% penderita 5. Hiperostosis. yang dengan pemeriksaan radiologik menunjukkan tanda-tanda 6. Adanya struktur tulang tengkorak yang abnormal dapat kenaikan tekanan intrakranial, pada pemeriksaan klinis belum mengakibatkan kelainan neurologik yang sekunder. didapatkan adanya edema papil. 7. Akibat peradangan pada organ-organ yang berdekatan seperti mastoid atau sinus frontalis. 8. Adanya fraktur atau akibat penyembuhan dari fraktur. TANDA-TANDA RADIOLOGIK 9. Pembentukan tulang yang abnormal (anomali) dengan Pada foto polos kepala kelainan intrakranial dapat menimkelainan neurologik. bulkan perubahan yang sifatnya umum atau lokal. 10. Adanya kalsifikasi patologik intrakranial. 28

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

KELAINAN RADIOLOGIK Efek pada tulang tengkorak Apabila kenaikan tekanan intrakranial ini terjadi pada periode ante-natal sampai minggu pertama setelah kelahiran, tulangtulang tengkorak akan tampak lebih tipis dari pada normal, kadang-kadang menunjukkan kegagalan dalam proses penulangan (sebuah bentuk dari kraniolakuna). Tetapi kenaikan tekanan intrakranial yang terjadi secara akut tidak akan mempengaruhi penebalan atau bentuk tulang tengkorak. Tanda lain dari kenaikan tekanan intrakranial pada kanak-kanak adalah yang dinamakan impressiones digitatae (Convolutional impressions) yang terjadi pada bagian atas tulang frontal dan parietal. Tetapi apabila gambaran ini tampak pada tulang tengkorak 2/3 bawah ia tidak mempunyai nilai diagnostik, melainkan dianggap merupakan respons dari tulang yang sedang tumbuh terhadap jaringan otak di bawahnya. Pada orang dewasa, kelainan yang berlangsung lama kadangkadang menimbulkan penipisan kalvaria secara menyeluruh. Tetapi apabila tekanan intrakranial yang tinggi ini berlangsung sejak masa kanak-kanak, misalnya pada_ stenosis akuaduk akan terjadi pelebaran bagian supratentorial, kecuali fossa posterior serebri. Efek pada sutura Dalam pertumbuhan seorang anak, sutura akan menyempit pada rata rata usia 1 tahun pertama. Apabila sutura ini tetap lebar maka patut dicurigai adanya peninggian tekanan intrakranial. Yang paling jelas adalah sutura lambdoidea. Diastasis dari sutura ini lebih nyata apabila telah terjadi osifikasi yang sempurna. Untuk dapat melihat dengan nyata, maka diperlukan pengaturan posisi kepala anak sehingga tidak terjadi superposisi dengan jaringan lain. Gambar 1 : Angiogram karotis normal.

Keadaan-keadaan yang mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial adalah : 1. Massa intrakranial yang besar seperti neoplasma, abses atau hematoma akan menimbulkan tekanan intrakranial yang meninggi.Otak lebih sering tertekan dari pada tulang kepala apabila tumbuhnya dengan cepat. 2. Terjadinya obstruksi parsial atau komplit dari aliran likuor serebrospinal, baik oleh massa intrakranial ataupun kelainan kongenital, atau oleh perlekatan setelah infeksi dapat mengakibatkan terjadinya hidrosefalus. 3. Edema serebral yang terjadi sebagai akibat neoplasma, abses, ensefalitis, infark serebri atau hipertensi vaskuler. 4. Kronio stenosis, yaitu suatu keadaan dimana tengkorak telah berhenti berkembang pada saat jaringan otak masih membutuhkan tempat untuk berkembang. Manifestasi radiologik dari peninggian tekanan intrakranial sangat bergantung pada : periode timbulnya peninggian tersebut (akut atau kronik), apakah terjadinya pada saat masih bayi, kanak-kanak atau dewasa. Biasanya kelainan radiologik timbul apabila tekanan intrakranial yang tinggi telah berlangsung 5 sampai 6 minggu. Dua daerah menjadi pegangan akan ada tidaknya peninggian tekanan intrakranial ini, yaitu sutura pada kanak-kanak dan sela tursika pada orang dewasa.

Efek pada sela tursika Sela tursika merupakan salah satu bagian intrakranial yang di gunakan sebagai tolok-ukur ada tidaknya kenaikan intrakranial. Untuk mendeteksi perubahan dini pada sela tursika akibat kenaikan tekanan intrakranial ini, diperlukan syarat-syarat radiologik yaitu : — Posisi pemotretan harus lateral murni, arah sinar-X tegak lurus pada bidang yang melalui sela tursika. (bidang sagital). — Teknik pemotretan harus sedemikian rupa sehingga dapat dilihat adanya perubahan yang men-detail pada tulang. Kelainan radiologik yang tampak pada sela tursika sebagai akibat kenaikan tekanan intrakranial, oleh du Boulay dan El Gammal dibagi dalam 3 kategori : I. Tampak erosi pada garis korteks sela tursika dekat basis dari dorsum sela. II. Destruksi dari puncak dorsum sela prosesus (klinoideus anterior) dengan kecendrungan terdorongnya sisa dari lamina dura. III. Apabila erosi tulang sedemikian rupa sehingga telah melibatkan planum sfenoidale. Harus dapat dibedakan kelainan yang timbul akibat tumor intra atau suprasellar. Tumor intrasellar akan mengakibatkan

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

29

fosa hipofisi yang membengkak seperti balon (ballooning) sedangkan tumor-tumor suprasellar menimbulkan pendataran dari Adanya tumor serebral akan mengakibatkan distribusi yang sela (flattening). normal dari pembuluh darah otak terganggu. Lesi-lesi di daerah Pada penelitian penulis terhadap 83 orang Indonesia dewasa oksipital dan temporal sebelah posterior akan lebih sulit terdeteksi "normal" mendapat ukuran sela tursika rata rata : 1,17 cm. daripada bagian lainnya. Kadang- kadang jenis tumor dapat diperkirakan berdasarkan gambaran pembuluh darah tumor tersebut terutama pada jenis meningioma dan glioblastoma multiforme Perdarahan subaraknoid : Angiografi karotis merupakan salah satu sarana diagnostik yang menentukan adanya perdarahan subaraknoid. Bila faktor trauma disangkal, maka perdarahan yang terjadi, 50 - 70% diakibatkan aneurisma arteri intrakranial. Pada kasus-kasus hipertensi, perdarahan subaraknoid sering disertai perdarahan intraserebral yang spontan. Pada Stenosis pembuluh darah otak yang mengakibatkan iskemia, maka angiografi serebral ini diperlukan benar untuk mengetahui lokalisasi pasti dari penyumbatan. Trauma kepala dengan kecurigaan perdarahan intraserebral memerlukan angiografi karotis segera, sehingga hematoma dapat ditemukan dengan segera dan tindakan adekuat dapat pula dilaksanakan. Pada hidrosefalus, tindakan angiografi karotis jarang dilakukan dan lebih bermanfaat untuk mengevaluasi hasil tindakan. Kelainan yang tampak pada angiografi serebral dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Pendorongan pembuluh darah akibat proses desak ruang. 2. Tanda-tanda dilatasi ventrikuler. 3. Tanda-tanda herniasi melewati foramen magnum atau tentorium. 4. Tanda-tanda atrofi serebral. Gambar 2 : Angiogram karotis menunjukkan penekanan pada a. serebri 5. Sirkulasi vaskuler yang bertambah pada tumor dan angioma. anterior ke medial dan a. serebri medial ke bawah (tanda panah). 6. Aneurisma. 7. Tanda-tanda penyakit serebro vaskuler. 8. Kelainan kongenital. B. FOTO DENGAN KONTRAS 9. Tanda-tanda yang berhubungan dengan trauma kepala (heFoto polos tengkorak digunakan untuk menilai akibat dari matoma). kelainan otak pada tulang tengkorak, sedangkan jaringan otaknya sendiri tidak akan tergambar, kecuali adanya pengapuran. Ventrikulografi dan pneumoensefalografi (PEG) : Selain itu juga kelainan yang sifatnya akut, kecuali fraktur tidak Pneumoensefalografi lumbal adalah memasukkan udara ke menimbulkan jejak pada tulang tengkorak. Karena itu, dalam ruangan ventrikel melalui pungsi- lumbal sehingga seluruh usahakanlah melakukan pemeriksaan jaringan otak dengan ventrikel IV, akuaduk serta sisterna fosa posterior serebri, juga menggunakan kontras. Pada hakekatnya, pemeriksaan dengan sistim ventrikel yang lain terisi udara. kontras terdiri atas : kontras positif, yang menimbulkan baSedangkan ventrikulografi adalah tindakan mengisi ventrikel yangan opak (angiografi); kontras negatif, apabila menimbulkan secara langsung dengan udara steril, yang sebelum cairan di bayangan lusen (dengan udara; pneumoensefalografi). dalamnya di-tap terlebih dulu untuk memberi tempat pada udara Angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan kontras tersebut. ke dalam pembuluh- pembuluh otak melalui arteri karotis, Indikasi untuk melakukan ventrikulografi serta PEG adalah: dengan pertolongan jarum atau kateter atau dengan modifikasi pada kasus-kasus yang klinis menunjukkan tekanan intrakranial teknik Seldinger yang menggunakan kanula. Karena aliran darah yang meninggi namun tidak tampak pada pemeriksaan arteri yang cepat, maka pemotretan pun harus dilaksanakan radiografik biasa. Ensefalografi terutama dilakukan untuk semua secara seri (serial), sehingga setiap fase di mana kontras berada kasus-kasus tumor ekstra serebral yang asalnya dari basis kranii, tidak akan terluput. Fase tersebut adalah fase arteriil, kapiler dan pada tumor-tumor yang berasal dari cerebello-pontin angle. venosa. Selain berseri, pemotretan sekaligus dilakukan pada Dikatakan bahwa ventrikulografi lebih superior dibandingkan proyeksi lateral dan anteroposterior. dengan PEG pada tumor-tumor serebelum serta tumorSelain angiografi karotis untuk mengevaluasi tumor-tumor tumor intra serebral. pada muka atau nasofaring dilakukan angiografi karotis ekstema. Indikasi pemeriksaan ini terutama adanya proses desak ruang. 30

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

patologik pada otak, seperti tumor, mengakibatkan bertambahnya cairan ekstra seluler. Komponen radio aktif diatas akan mengalami kumulasi terutama pada cairan ekstra seluler tadi, karena itu bagian ini akan memancarkan sinar radio aktif paling tinggi yang akan tampak sebagai hot-spot. Sebaliknya gambaran cold-spot menunjukkan daerah dengan vaskuler yang rendah pada daerah tersebut. Kegunaan pemeriksaan radioisotop pada jaringan otak terutama pada tumor primer (glioma, meningioma), metastasis tumor. Pada abses. dan hematoma jarang dilakukan karena kurang spesifik. CT SCAN PADA KELAINAN OTAK Merupakan teknik pemeriksaan yang mutakhir, mempunyai risiko pemeriksaan yang rendah dan memberikan nilai diagnostik yang amat tinggi. Hampir semua kelainan pada jaringan otak dan dasar tengkorak dapat dideteksi dalam keadaan yang masih dini. Sekalipun demikian, pemeriksaan ini tidak dapat seluruhnya menggantikan fungsi- fungsi pemeriksaan yang telah diuraikan sebelum ini, melainkan harus saling melengkapi. Kekurangan lain adalah masih langkanya sarana dan masih mahalnya biaya pemeriksaan ini.

KEPUSTAKAAN 1. Shanks SC, Kerley P. A textbook of X-rayDiagnosis. 4th ed., Philadelphia: WB Saunders Co., 1959. 2. Susworo. Pengukuran Sella Tursica Pada Sejumlah Orang Indonesia Secara Radiologik. Majalah Radiologi Indonesia 1980; 4 : 5 - 13.

Gambar 3 : Pneumoensefalografi normal.

Secara umum penggunaan kontras negatif ini dilakukan apabila dengan foto polos atau kontras positif tidak didapatkan kelainan, padahal klinis amat mengarah ke hal tersebut. Makin lama penggunaan kontras udara ini makin terdesak karena tindakan ini dinilai terlalu "tidak enak" (uncomfortable), apalagi dengan dikembangkannya penggunaanradio isotop dan lebihlebih lagi sekarang telah digunakan orang Computerized Tomography Scanning yang benar-benar tidak ada faktor manipulasi pada penderita.

PEMERIKSAAN JARINGAN OTAK DENGAN RADIOISOTOP Apabila sejumlah kecil isotop radio aktif mencapai aliran darah maka ia akan segera disebar keseluruh tubuh dalam jumlah yang berbeda-beda. Banyak sedikitnya zat radio aktif dalam jaringan dapat diketahui dari jumlah radiasi yang dapat ditangkap kamera, sehingga akan tercipta suatu pola penyebaran radio aktif dalam jaringan. RISA (radio iodinated Serum albumen) serta technetium 99 dalam bentuk pertechnetate merupakan materi yang digunakan untuk mendeteksi adanya tumor otak. Adanya proses Cermin Dunia Kedokteran No. 31, 1984

35

Cedera Otak dan Dasar-dasar Pengelolaannya dr. Leksmono PR*, dr. A Hafid**, dr. M Sajid D**

* Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya * * Sie Bedah Saraf Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN

lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.7 Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan se-ring kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan- benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak.1,7,8,9 Yang seringkali menderita kerusakan- kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.

Cedera otak yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah cedera akibat rudapaksa kepala (trauma kapitis). Di negara maju, kecelakan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama pada umur antara 2 - 44 tahun, dimana 70% diantaranya mengalami rudapaksa kepala 1-3 Di Surabaya, frekuensi trauma kapitis meningkat dengan 18% setiap tahunnya4 Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti kerusakan otak disertai robekan duramater. Pembagian lain menyebutkan bahwa pada komosio serebri, penurunan kesadaran kurang dari 15 menit dan post traumatic amnesia kurang dari 1 jam. Bila penurunan kesadaran melebihi 1 jam dan post traumatic amnesia melebihi 24 jam berarti telah terjadi kontusio serebri. Perlu ditambahkan juga ada atau tidaknya gejala cedera otak fokal yang dini, dan hasil rekaman EEG.5 Pembagian seperti di atas ternyata tidak memuaskan, karena batas antara kontusio dan komosio serebri sering kali sulit PATOFISIOLOGI dipastikan.5,6 Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang MEKANISME disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf Rudapaksa kepala dapat menyebabkan cedera pada otak otak maupun pembuluh- pembuluh darah di dalam dan di sekitar karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan otak. isinya.1,7,8 Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Penelitian tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini pada lebih dari 500 penderita trauma kepala menunjukkan mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagianbahwa hanya ± 18% penderita yang mengalami fraktur bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat tengkorak.10 Fraktur tanpa kelainan neurologik, secara klinis duramater. Bita terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi tidak banyak berarti.7 benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak 32

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabang- cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga. Fraktur impresi dapat menyebabkan penurunan volume dalam tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum.7,11 Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan- kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek pada laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut.9 Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan di batang otak.7 Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.7 Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan.2 Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini.7 Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak)2 , dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum.7 Dari saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak.11 Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak. Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii 2,7,11 Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah edema2,7 Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan sering kali disertai perdarahan lewat lubang teli-

nga. —Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan.2 Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan.7 —Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada sarafsaraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma. Ini sering terjadi pada arteri karotis interna pada tempat masuknya di dasar tengkorak. Aneurisma arteri karotis interim ini suatu saat dapat pecah dan timbul fistula karotiko kavernosa.7 Aneurisma pasca traumatik ini bisa terdapat di semua arteri, dan potensial untuk nantinya menimbulkan perdarahan subaraknoid. Robekan langsung pembuluh darah akibat gaya geseran antar jaringan di otak sewaktu trauma akan menyebabkan perdarahan subaraknoid, maupun intra serebral. Robekan pada vena-vena yang menyilang dari korteks ke sinus venosus (bridging veins) akan menyebabkan suatu subdural hematoma. Ada 3 macam yaitu yang akut - terjadi dalam 72 jam sesudah trauma; subakut dan kronik. Bentuk akut dapat juga disebabkan oleh robekan pembuluh darah di korteks. Hematoma subdural akibat robekan bridging veins disebut juga hematoma subdural yang simple, sedangkan yang dari pembuluh darah korteks disebut complicated. Hal ini sehubungan dengan ada (complicated) atau tidaknya (simple) kerusakan jaringan otak di bawah hematoma.12 Perdarahan epidural biasanya terjadi karena robekan arteri/ vena meningea media atau cabang-cabangnya oleh fraktur linier tengkorak di daerah temporal. Kumpulan darah di antara duramater dan tulang ini akan membesar dan menekan jaringan otak ke sisi yang berlawanan, herniasi unkus dan akhirnya terjadi kerusakan batang otak. Keadaan ini terdapat pada 1 - 3% penderita trauma kapitis dan dapat berakibat fatal bila tidak mendapat pertolongan dalam 24 jam.7 Dalam perjalanan penyakit selanjutnya bila penderita tidak meninggal oleh lesi primer tersebut di atas, terjadi proses gangguan/kerusakan yang akan menimbulkan lesi sekunder. Proses ini selain disebabkan faktor- faktor intrakranial juga dipengaruhi oleh faktor faktor sistemik. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut tekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.13,14 Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah,

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

35

sium di kepala. sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab — Adanya tanda-tanda trauma di tempat lain, bila ada dapat lain juga memberikan akibat yang sama.15 memperburuk prognosisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan suhu tubuh • X Foto Kepala : sebaiknya dibatasi10,20 menjadi 400 Celcius selama 2 jam akan menambah edema se- Dianjurkan dibuat pada : besar 40% yang mungkin disebabkan oleh karena perubahan -- trauma kepala tertutup dengan ekskoriasi ataupun hematoma penneabilitas kapiler dan kenaikan metabolisme.16 kulit kepala. Akibat lain dari trauma kapitis adalah kenaikan tekanan intra penderita dengan kelainan neurologik. kranial. Pada saat trauma, terdapat peningkatan tekanan pada adanya fraktur impresi. sisi benturan dan penurunan tekanan pada sisi yang berpenderita akan dioperasi dengan dugaan hematoma intralawanan. Kenaikan tekanan intrakranial yang terjadi beberapa kranial. waktu kemudian dapat oleh karena edema otak atau kenaikan trauma kepala terbuka untuk mengetahui lokalisasi frakvolume darah otak. Bila timbulnya lebih lambat lagi (lebih dari tur/fragmen-fragmennya. 10 hari), ini mungkin disebabkan oleh adanya hematoma kronik • Pemeriksaan Tambahan 17,21,22 atau gangguan sirkulasi cairan serebro spinal. 1. Eko - Ensefalografi Kenaikan tekanan intra kranial ini menyebabkan : Sebagian penulis menyatakan, pemeriksaan ini dapat mem— aliran darah ke otak menurun. bantu mengetahui adanya pergeseran garis tengah otak bila — Brain shift maupun herniasi. dikerjakan oleh orang yang berpengalaman; penulis lain — perubahan metabolisme, yaitu terjadi asidosis metabolik berpendapat bahwa pemakaiannya kurang dapat dijamin. yang selanjutnya memperberat edema. 2. Angiografi dan CT Scan — gangguan faal paru-para. Keduanya merupakan cara pemeriksaan yang dapat diandalkan untuk mengetahui adanya massa intrakranial. Ini terjadi karena kerusakan pada batang otak sesudah trauma Indikasi Masuk Rumah Sakit18 mengakibatkan terjadinya apnea atau takipnea. Hal ini menimbulkan edema paru-paru yang selanjutnya mengganggu Hal ini tergantung pada berat ringannya kerusakan yang terdapat pertukaran gas. Gangguan ini menyebabkan hipoksia yang akan pada waktu masuk dan kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang akan terjadi. memperberat edema di otak maupun di paru-paru.1 Dari hal-hal di atas terlihat bahwa gangguan intrakranial 1. Gangguan kesadaran. maupun sistemik sesudah trauma kapitis itu merupakan suatu 2. Gangguan kelainan neurologik. lingkaran kejadian sebab akibat yang makin lama makin mem- 3. Fraktur tulang kepala yang menyilang jalan a. meningea media (untuk observasi). perjelek keadaan penderita ( "lingkaran setan"). 4. Kemungkinan fraktur dasar tengkorak. PENGELOLAAN 5. Fraktur impresi terbuka dan trauma kepala terbuka yang lain. 6. Dipertimbangkan pada nyeri kepala, vertigo dan muntah yang Pemeriksaan 5,17,18,19 terus menerus. • Anamnesis. Anamnesis dapat diambil dari famili, orang disekitar kejadian, pegawai ambulans, polisi, mengenai : Perawatan — Saat terjadinya kecelakaan, macam kecelakaan : lalu lin• Umum tas, pabrik dll. a) menjaga agar jalan nafas tetap bebas/lancar, terutama bila —cara kecelakaan, untuk dapat memperkirakan intensitas penderita koma. Posisi penderita sebaiknya miring (termasuk trauma dan macam cederanya. —pada penderita yang sadar : ada tidaknya gangguan kesa- badannya), ini untuk mencegah aspirasi dan penyumbatan laring daran sebelumnya, ada tidaknya amnesia, baik retrograde oleh lidah. Tungkai yang di atas sebaiknya fleksi, dan posisi maupun pasca traumatik. Makin lama amnesia post trau- diubah setiap 2 jam. Kalau perlu dapat dipertimbangkan pemasangan pipa endomatik, prognosis makin jelek. trakea/trakeostomi. —penyakit yang diderita : epilepsi, hipertensi, diabetes, janBila ada fasilitas analisa gas darah, p02 arteri dipertahankan tung dan lain-lain. diatas 80 mmHg dan pCO2 antara 25 - 30 mmHg. —Obat-obat yang telah/sedang dipergunakan. b) Tekanan darah yang kurang dari 90 mmHg dengan nadi kecil, • Pemeriksaan Fisik —fungsi- fungsi vital, kesadaran, gejala neurologik, antara lain harus dicari sebab- sebabnya diluar kepala, antara lain trauma gejala vegetatif : mual, muntah, pucat, (dalam hal ini harus abdomen26 , fraktur. Syok harus segera diatasi dan perdarahan dihentikan. Bila ada dibedakan dengan pucat akibat perdarahan). Data-data pemeriksaan awal ini penting sebagai dasar observasi anemia harus segera diperbaiki (terutama pada penderita selanjutnya. Di Bagian Saraf dan Sie Bedah Saraf Bagian arterioskeloris). Bedah RS Dr. Soetomo dipakai Glasgow Coma Scale (GCS) c) Cairan, Elektrolit, Nutrisi. Pada umumnya diadakan pembatasan cairan ringan untuk untuk evaluasi kesadaran. —Tanda-tanda trauma di kepala, hematoma sekitar mata dan hematoma di belakang telinga, darah dari orifisium-orifi-

34

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

mencegah adanya overhidrasi, terutama dalam 24 jam pertama. 27 Bila keadaan memungkinkan pemberian cairan intravena setelah 2 hari dapat dikombinasi/diganti dengan sonde hidung. Penderita dewasa, kebutuhan cairan minimal 2 liter/hari dan tiap kenaikan suhu 1° C ditambah ½ liter. Kalori yang dibutuhkan pada penderita koma minimal 2000 kal/hari. d) Miksi, defekasi, kulit, mata. Urin ditampung untuk memperhitungkan kebutuhan cairan dan menjaga agar tempat tidur tetap kering. Dipasang kondon atau kateter. Kateter dipakai sesedikit mungkin untuk mencegah bahaya infeksi. Diusahakan tidak terdapat konstipasi yang terlalu lama karena bahaya ileus. Untuk mencegah dekubitus, tempat tidur harus rata, kering dan lunak. Mata dapat dibasahi dengan larutan asam borat 2%. e) Hipotermi 28 Dengan penurunan suhu tubuh menjadi 32° C, kebutuhan 02 otak menurun sebanyak 25%; ini mengurangi risiko terjadinya hipoksia. Selain itu pendinginan tubuh ini juga membantu mengeringkan sekret, mengurangi tonus otot di saluran napas, dan mengurangi tekanan intrakranial. • Khusus/Pengobatan. a) Kejang-kejang. Sekitar 5% dari penderita mengalami kejang-kejang 6,21,29 Bila ada fraktur impresi, insidensi naik menjadi 10%. Angkaangka ini untuk kejadian-kejadian pada minggu pertama, (epilepsi traumatik dini).7 Untuk mengatasi diberikan diazepam, selanjutnya difenilhidantoin dan fenobarbital. b) Penderita yang mulai sadar sering menjadi gelisah. Diusahakan untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, misalnya kandung kemih yang penuh atau ikatan yang terlalu kuat. Kegelisahan ini dapat menyebabkan peningkatan tensi dan lain-lain hal yang tidak diinginkan. Bila perlu dapat diberikan suntikan klorpromazin 25 mg23 c) Suhu tubuh Kenaikan suhu tubuh dapat memperberat edema otak. Harus diusahakan untuk mencari penyebabnya dan mengendalikannya. Kemungkinan penyebabnya: penggantian cairan tidak baik, infeksi pm-pm komplikasi trakeostomi, infeksi saluran kencing, tromboflebitis, luka operasi, reaksi transfusi, drug fever, gangguan hipotalamus dan batang otak. d) Pengobatan edema otak Deksametason Terpenting adalah deksametason karena paling kuat kerjanya diantara obat-obat glukokortikoid, dan dapat membantu fungsi membran sel dalam pertukaran ion Na+ K+ (sodium pump)22 Takaran permulaan 8 - 12 mg dilanjutkan dengan 4 mg tiap 6 jam selama 7 - 10 hari kemudian perlahan-lahan dihentikan. Dosis untuk anak-anak 1 - 4 mg kemudian 0,25 - 0,50 mg/kg/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian.20 Pada trauma berat dapat diberikan dosis yang lebih besar. Sebaiknya diberikan juga antasida dan simetidin untuk mencegah terjadinya perdarahan karena ulkus lambung.31

Cairan Hipertonik24 Yang biasa dipakai adalah Manitol 20%. Diberikan pada penderita yang akan dioperasi dan bila keadaan kritis. Takaran 1 1,59 gr/kg dalam 10 menit. Marshal13 menganjurkan 0,25 gr/kg. Pemberian dapat diulang menurut keperluan. Diuretik Efeknya dalam menurunkan tekanan intrakranial belum dapat dipastikan. Di rumah sakit yang lengkap peralatannya, dapat dilakukan "hiperventilasi yang terkontrol", dimana PaCO dipertahankan 2 30 torr dan PaO2 diatas 150 torr.24,28 Observasi Tujuannya untuk mengikuti perjalanan penyakit penderita, mengetahui sedini mungkin terjadinya komplikasi, hingga dapat secepatnya diambil tindakan. Sebagai dasar observasi adalah data-data pemeriksaan fisik mengenai fungsi vital, kesadaran penderita dan gangguan neurologik. • Observasi fungsi vital mencakup hal-hal yang tersebut dalam Bab Perawatan. • Kesadaran Kesadaran merupakan hal yang terpenting pada observasi. Kesadaian diatur oleh dua pusat di otak yaitu oleh (Ascending Reticular Activating System (ARAS) yaitu untuk off-on nya misalnya reaksi membuka mata, sedangkan hemisfer otak menentukan "isi" dari kesadaran tersebut. Kedua pusat ini harus tetap dalam keadaan baik supaya seseorang dapat sadar dengan sepenuhnya. Untuk dapat memperoleh catatan/gambaran yang cukup obyektif mengenai kesadaran penderita di Bagian Saraf FK Unair dan Sie Bedah Saraf Bagian Bedah FK Unair selama be berapa tahun telah dipakai Glasgow Coma Scale (GCS)4,32,33 Skala ini disusun oleh Teasdale dan Jennett pada tahun 1974. Disini dinilai tiga macam reaksi yaitu reaksi membuka mata, reaksi verbal dan reaksi motorik (Lihat Tabel) Dalam skala ini seseorang yang sadar sepenuhnya mendapat nilai 15, yaitu 4 untuk reaksi buka mata, 5 untuk reaksi verbal dan 6 untuk reaksi motorik. Jadi penderita dapat membuka mata spontan, bila diajak berbicara jawabannya berorientasi (mengenal diri, waktu dan tempat), dan dapat melakukan hal-hal sesuai dengan yang diperintahkan , misalnya mengangkat tangannya. Penderita koma yang dalam mendapat jumlah nilai 3 yaitu nilai 1 untuk masing-masing reaksi. Dengan mengisi tabel ini pada waktu-waktu yang tertentu, kita dapat menilai/mengikuti perkembangan kesadaran penderita. • Gangguan Neurologik.39 Disini antara lain diperiksa adanya lesi kompresi yang unilateral dan ada atau tidaknya perkembangan kerusakan dari kranial (hemisfer) ke kaudal (batang otak/medula) --> kematian penderita. 1. Lesi unilateral supratentorial. a. Hemiparesis. b. Gangguan saraf fasialis sentral. c. Deviasi bola mata ke arah lesi. d. Kompresi mesensefalon unilateral --> reaksi pupil abnormal.

Cermin Dunia Kedokteran No. 35, 1984

35

TABEL

Nama . Umur

.

Ref.

Bagian Saraf/Sie Bedah Saraf Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Unair/RS Dr. Soetomo Surabaya

Tn. X 30 tahun

(l

P

007.84

Tgl.

9 April 84

Hari Senin 1

10

11

12

13

2

3

4

5

Reaksi

Spontan

I

buka

thd. suara

~.I

mata

thd. nyeri

7

1

negatif S K A L A

• •

berorientasi Reaksi

bingung

Verbal

tidak sesuai

K O M

I

tidak dimengerti





i

negatif

A

I

mengikuti perintah Reaksi

melokalisir nyeri

Motorik

menarik diri fleksi

I ~ . _ • . _

j









_ ~

• •

ekstensi negatif

2. Perkembangan kranio kaudal. a. Pupil dan reaksinya : integritas batang otak. besar normal/refleks cahaya (+) - - pin point/refleks (+) ( Normal) —► (lesi di pons) b. Gerak refleks mata — D o l l 's h e a d e y e m o v e m e n t . Rotasi cepat kepala penderita oleh pemeriksa akan memberi reaksi gerak mata konjugat ke arah yang berlawanan (batang otak masih baik). Tes kalori (harus dicek utuhnya membrana Timpani). Irigasi telinga dengan air dingin sesudah 20 - 30 detik akan menimbulkan gerakan mata konjugat tonik ke arah rangsangan (batang otak masih baik). c. Reaksi motorik Bila dirangsang nyeri dan lain-lain, posisi penderita akan memperlihatkan gejala-gejala dekortikasi atau deserebrasi atau flaksid. (Gangguan kranial — , ► kaudal). d. Tipe pernapasan Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor matabolik. Bila faktor-faktor tersebut dapat disingkirkan, hubungan lokalisasi kurang lebih sebagai berikut : 36 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Cheyne stokes lesi kortikal. Hiperventilasi (sentral) —. lesi mesensefalon. Iregular lesi tegmentum. Ataksik — Apnea — ~ lesi medula. Selain hal-hal tersebut diatas, diobservasi juga gejala-gejala neurologik lain, misalnya kemungkinan timbulnya fistula karotiko kavernosa dan emboli lemak. Fistula karotiko kavernosa dapat timbul sejak beberapa jam sesudah trauma. Penderita mendengar suara bising (bruit) dalam kepalanya, nyeri kepala dan penglihatan ganda. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan dan penonjolan mata yang merah dan berdenyut. Dapat ditemukan gangguangangguan saraf kranial berturut-turut saraf 3,6,5,7,4 dan 2. Pada auskultasi di daerah temporal, orbita, dan diatas arteri karotis dapat terdengar suara bising yang sesuai dengan denyut nadi. Operasi ligasi dilakukan setelah evaluasi dengan arteriografi dan EEG." Emboli lemak dapat terjadi bila terdapat juga fraktur tulangtulang panjang. Gejala dapat timbul dari beberapa jam sampai 3 hari sesudah trauma. Mula mula akan timbul sindroma paruparu dengan hipoksia, takipnea dan sesak nafas, ta—



~

~

dikirim berhubung gejalanya sudah nyata, seyogyanya tindakan bedah dapat dilakukan di RS setempat. Beberapa petunjuk pembantu menentukan lokalisasi : — biasanya temporal (73%)36 — adanya jejas di kepala; laserasi kulit, hematoma subkutan, ekskoriasi, perdarahan dari telinga. — x foto kepala terdapat fraktur tulang kepala. Hematoma epidural terdapat pada/dibawah/sekitar garis fraktur. — dipilih terutama pada sisi pupil yang melebar. Pembedahan explorative burrhole, bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi evakuasi hematoma dan hemostasis yang Tindakan bedah darurat. Dari segi bedah saraf sangat penting adalah komplikasi intra- cermat. kranial, lesi massa, khususnya hematoma intrakranial. Hematoma subdural12 Hematoma epidural 12 Yang terpenting dalam hal gawat darurat adalah hematoma Adalah komplikasi intrakranial yang paling mudah dicapai dan subdural akut (yang terjadi dalam waktu 72 jam sesudah traupaling baik hasilnya dari tindakan-tindakan bedah trauma kema). Hematoma subdural, khususnya yang berkomplikasi, pala. Pada umumnya alasan untuk merawat penderita dalam RS gejalanya tak dapat dipisahkan dari kerusakan jaringan otak didasarkan atas kemungkinan timbulnya hematoma ini. yang menyertainya; yang berupa gangguan kesadaran yang Maka perjalanan penyakit serta gejala-gejalanya harus dikenal berkelanjutan sejak trauma (tanpa lusid interval) yang sering dengan baik. bersamaan dengan gejala-gejala lesi massa, yaitu hemiparesis, Gambaran klasik adalah kehilangan kesadaran sementara deserebrasi satu sisi, atau pelebaran pupil. pada waktu trauma. Gangguan kesadaran ini membaik tanpa Dalam hal hematoma subdural yang simple dapat terjadi kelainan neurologik. Kemudian terjadi gangguan kesadaran lusid interval bahkan dapat tanpa gangguan kesadaran. Sering yang kedua dengan didahului oleh nyeri kepala. Pada saat terdapat lesi multiple. Maka, tindakan CT Scan adalah ideal, trauma, terjadi robekan dan perdarahan dari a. meningea mekarena juga menetapkan apakah lesi multiple atau single. dia. Perdarahan kemudian berhenti oleh karena spasme pemAngiografi karotis cukup bila hanya hematoma subdural yang buluh darah dan pembentukan gumpalan darah. Beberapa jam didapatkan. kemudian terjadi perdarahan ulang; penumpukan darah di ruang Bila kedua hal tersebut tak mungkin dikerjakan, sedang geepidural_ini akan melepaskan duramater dari tulang tengkorak. jala dan perjalanan penyakit mengarah pada timbulnya lesi Pada waktu nyeri kepala menghebat dan kesadaran menurun, massa intrakranial, maka dipilih tindakan pembedahan. Tintelah terjadi kenaikan tekanan intrakranial yang kedua. Pada dakan eksploratif burrhole dilanjutkan tindakan kraniotomi, saat ini timbul gejala-gejala distorsi otak. pembukaan dura, evakuasi hematoma dengan irigasi memakai Begitu kemampuan kompensasi ruang intrakranial habis, cairan garam fisiologis. Sering tampak jaringan otak edematous. keadaan umum penderita dengan cepat menurun. Tampak peDisini dura dibiarkan terbuka, namun tetap diperlukan penulebaran pupil ipsilateral (80%), oleh karena herniasi bagian tupan ruang likuor hingga kedap air. Ini dijalankan dengan mesial dari lobus temporalis menekan n. okulomotorius. bantuan periost. Perawatan pascabedah ditujukan pada faktor— penurunan kesadaran bertambah. faktor sistemik yang memungkinkan lesi otak sekunder. — hemiparesis kontralateral (dapat juga ipsilateral). — deserebrasi. Fraktur impresi. Bila keadaan berlanjut tanpa tindakan, timbul Fraktur impresi terbuka (compound depressed fracture). In— Pernapasan Cheyne Stokes. dikasi operasi terutama adalah debridement, mencegah infeksi. — refleks pupil dan respon kalorik negatif. Operasi secepatnya dikerjakan. Dianjurkan sebelum lewat 24 — pernapasan paralitik, bradikardi dan akhirnya meninggal. Maka sangat penting diagnosis ditegakkan sedini mungkin, jam pertama. Pada impresi tertutup, indikasi operasi tidak yaitu bila hanya nyeri kepala dan penurunan kesadaran saja mutlak kecuali bila terdapat kemungkinan lesi massa dibawah yang tampak. Pada saat ini diperlukan pemeriksaan tambahan fraktur atau penekanan daerah motorik (hemiparesis dan lainarteriografi atau bila mungkin CT. Bila telah tampak pelebaran lain). Indikasi yang lain (lebih lemah), ialah kosmetik dan kepupil dan atau hemiparesis maka tindakan secepatnya harus mungkinan robekan dura. Diagnosis dengan x foto kepala 2 diambil dengan atau tanpa bantuan sarana diagnosis tersebut. proyeksi, kalau perlu dengan proyeksi tangensial. Impresi lebih Mengirimkan penderita ke pusat yang lebih lengkap seharusdari tebal tulang kepala pada x foto tangensial, mempertinggi nya pada saat dini tersebut, yaitu pada saat baru timbul nyeri kemungkinan robekan dura. X foto juga diperlukan untuk kepala hebat dan penurunan kesadaran. Bila tidak mungkin menentukan letak fragmen-fragmen dan perluasan garis melakukan rujukan, atau bila diperkirakan terlambat untuk fraktur; dengan ini ditentukan pula apakah fraktur menyilang sinus venosus. Impresi fraktur tertutup yang menyilang garis tengah merupakan kontra indikasi relatif untuk operasi, hap berikutnya terjadi sindroma serebral dengan kegelisahan, suhu badan meningkat, penurunan kesadaran sampai koma yang kadang-kadang disertai dengan gejala-gejala fokal misalnya hemiparesis ataupun kejang-kejang. Pada X-foto torak dapat terlihat gambaran snowstorm. Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid, 02 dan hipotermi.7,25,35 Hasil-hasil observasi sangat menentukan tindakan apa yang selanjutnya harus dikerjakan, antara lain perlu atau tidaknya seseorang penderita segera dioperasi.







Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

37

dalam arti sebaiknya tidak diangkat bila tidak terdapat gejala yang mengarah pada kemungkinan lesi massa atau penekanan otak.37 Dalam hal fraktur impresi terbuka yang menyilang sinus venosus maka persyaratan untuk operasi bertambah dengan : — bila luka sangat kotor. — bila angulasi besar. — bila terdapat persediaan darah cukup. — bila terdapat ketrampilan (skill) dan peralatan yang cukup.

negatif, tak ada gerakan apapun merupakan tanda-tanda brain death. Ini perlu dilengkapi dengan EEG yang isoelektrik.35 RINGKASAN

Dibicarakan mengenai cedera otak dan dasar-dasar pengelolaannya, sehubungan dengan makin meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas dimana banyak diantaranya mengalami cedera otak. Akibat benturan kepala, terjadi cedera pada otak dan jaPROGNOSIS ringan sekitarnya yang disebut dengan lesi primer. Bila korban dapat tetap bertahan, terjadi proses lebih lanjut yang dipengaHal-hal yang dapat membantu menentukan prognosis : ruhi oleh faktor-faktor intrakranial maupun sistemik. Proses ini 38 Usia dan lamanya koma pasca traumatik, makin muda usia, akan menghasilkan kerusakan-kerusakan yang disebut lesi makin berkurang pengaruh lamanya koma terhadap restitusi sekunder. Mekanisme terjadinya cedera akibat benturan kepala mental. dan patofisiologik proses selanjutnya telah dibicarakan; juga Tekanan darah pasca trauma. Hipertensi pasca trauma memkerusakan-kerusakan pada jaringan sekitar otak. perjelek prognosis.38 Pengelolaan meliputi pemeriksaan, observasi dan pengobatPupil lebar dengan fefleks cahaya negatif, prognosis jelek.35 an penderita baik secara konservatif maupun yang memerlukan Reaksi motorik abnormal (dekortikasi/deserebrasi) biasanya tindakan operasi darurat. Dengan pengelolaan yang cepat, tanda penyembuhan akan tidak sempurna.35 terutama pada saat proses terjadinya lesi-lesi sekunder, Hipertermi, hiperventilasi, Cheyne-Stokes, deserebrasi: diharapkan dapat diperoleh hasil yang sebaik-baiknya bagi 35,39 menjurus ke arah hidup vegetatif. penderita. Apnea, pupil tak ada reaksi cahaya, gerakan refleks mata Daftar kepustakaan ada pada redaksi/penulis

38

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Infeksi Intrakranial dr. Hendro Susilo Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN

— Perluasan dari tromboflebitis kortikal dan abses otak — Melalui lamina kribrosa pada rinore CSS yang kronis atau Mekanisme Penanggulangan terhadap infeksi yang terjadi di rekuren. susunan saraf pusat diduga kurang efektif dibandingkan dengan infeksi yang terjadi di bagian tubuh lain. Tidak jarang organisme Etiologi : Meningitis adalah kasus darurat yang memerlukan yang relatif memiliki derajat patogenitas rendah dapat pengobatan segera tanpa menunggu hasil pembiakan kuman, menyebabkan meningitis atau abses otak. Demikian pula cairan sehingga perlu diketahui jenis organisme yang sering ditemukan serebrospinal (CSS) pada beberapa kasus justru merupakan berdasarkan usia penderita.2 media yang ideal untuk pertumbuhan kuman disamping — Neonatus (sampai 30 hari) : Gram negatip enterobaccili, hambatan antibodi dan sel radang untuk menembus jaringan Streptococcus grup B, Listeria monocytogenes saraf pusat oleh karena adanya barrier darah otak. — Bayi (30 - 60 hari) : Streptococcus grup B, Haemophilus Dari segi klinis, infeksi intrakranial seringkali menunjukkan influenzae, Neisseria meningitidis. angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hingga penting — Anak (2 - 4 tahun) : Haemophilus influenzae, Neisseria untuk mengenal diagnosis secara dini dan memberikan meningitidis, Streptococcus pneumonia. pengobatan yang segera, tepat dan rasional untuk menghindari — Anak (lebih 4 tahun) dan dewasa : Streptococcus kematian dan gejala sisa yang menetap. pneumonia. Neisseria meningitidis, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae. MENINGITIS Istilah "meningitis" menunjukkan reaksi keradangan yang Manifestasi klinis : Secara klinis meningitis purulenta pada demengenai satu atau semua lapisan selaput otak yang membung- wasa ada 3 kelompok : kus jaringan otak dan sumsum tulang. Dalam arti yang terbatas — Kelompok I : menunjukkan infeksi difus yang mengenai lapisan pia dan dengan panas, nyeri kepala dan kaku tengkuk mendadak diaraknoid (lepto meningitis).1 Pada umumnya infeksi tidak hanya ikuti kesadaran yang menurun. terbatas pada selaput otak namun juga mengenai jaringan otak — Kelompok II : (ensefalitis) dan pembuluh darah (vaskulitis). dengan panas, nyeri kepala dan kaku tengkuk yang berjalan Pembagian klinis : antara 1 - 7 hari, dengan tanda-tanda infeksi saluran napas 1. Meningitis bakteri akut bagian atas; penderita hanya mengantuk tanpa penurunan 2. Meningitis subakut dan kronis. kesadaran yang jelas. — Kelompok III : MENINGITIS BAKTERI AKUT panas dan nyeri kepala mendadak diikuti keadaan syok Patogenesis : infeksi mencapai selaput otak melalui : dengan hipotensi dan takikardia oleh karena sepsis. — Implantasi langsung setelah luka terbuka kepala — Perluasan langsung dari infeksi telinga tengah, sinus paraPemeriksaan neurologis seringkali dijumpai tanda rangsangan nasalis dan wajah selaput otak (seperti kaku tengkuk, tanda Kernig dan Brudzinki), — Lewat aliran darah (bakteriemia atau sepsis) kelumpuhan saraf kranial (strabismus, gerakan bola mata

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1 9 8 4

39

terganggu) dan tanda fokal lain. Pada bayi dan anak sering dijumpai kejang dan kesadaran yang menurun sampai koma. Faktor predisposisi : Beberapa faktor predisposisi perlu dipikirkan seperti otitis media dan mastoiditis, pneumonia, diabetes mellitus, trauma kepala, abses otak, furunkulosis dan selulitis. Meningitis dapat juga merupakan komplikasi dari leukemia dan penyakit Hodgkin.1,2 Diagnosis : Pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan meningkat dengan warna keruh sampai purulen, dan peningkatan jumlah lekosit (500 - 35000/cmm) yang terutama terdiri sel PMN (stadium awal). Kadar protein meningkat dan kadar glukosa menurun. Hendaknya dilakukan pengecatan CSS (Gram) disamping pembiakkan kuman. Pemeriksaan lain seperti X-foto tengkorak, sinus paranasalis mastoid, toraks dan EEG. Pengobatan : — Pengobatan kausal dengan antibiotika dosis tinggi sesuai dengan usia penderita dan kuman penyebab. Dosis dewasa yang biasanya diberikan adalah : Ampisilin : 300 - 400 mg per kg (6 dosis) i.v Kloramfenikol : 4 - 6 g/hari (4 dosis) i.v. Gentamisin : 3 - 5 mg per kg (3 dosis) i.v Oksasilin : 10 - 12 gram (6 dosis) — Pengobatan suportip dan simtomatik (cairan, elektrolit, kejang, edema otak, febris). MENINGITIS TUBERKULOSIS

Penyakit ini merupakan meningitis yang sifatnya subakut atau kronis dengan angka kematian dan kecacadan yang cukup tinggi. Menurut pengamatan, meningitis tuberkulosis merupakan 38,5% dari seluruh penderita dengan infeksi susunan saraf pusat yang dirawat di bagian Saraf RS Dr Soetomo.3 Manifestasi klinis : Penulis menemukan adanya panas (94%), nyeri kepala (92%), muntah muntah, kejang dan pemeriksaan neurologik menunjukkan adanya kaku tengkuk, kelumpuhan saraf kranial (terutama N III, IV, VI, VII) (30%), edema papil dan kelumpuhan ekstremitas (20%) serta gangguan kesadaran.4 Diagnosis : Diagnosis Meningitis tuberkulosis ditegakkan atas dasar : 1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig dan Brudzinski. 2. Pemeriksaan CSS menunjukkan : — peningkatan sel darah putih terutama limfosit — peningkatan kadar protein — penurunan kadar glukosa 3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini : — ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS — kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberkulosis — Pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif Stadium : Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :

40

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

— Stadium I : kesadaran penderita baik disertai rangsangan selaput otak tanpa tanda neurologik fokal atau tanda hidrosefalus. — Stadium II : didapatkan kebingungan dengan atau tanpa disertai tanda neurologis fokal misalnya kelumpuhan otot mata bagian luar atau adanya hemiparesis. — Stadium III : penderita dengan stupor atau delirium dengan hemiparesis/ paraparesis. Pengobatan : Beberapa kombinasi obat pernah diberikan untuk menanggulangi penyakit ini namun pada dasarnya obat tersebut harus dapat menembus barrier darah otak, berada dalam CSS dengan kadar yang cukup efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi, resistensi dan kerja samping obat yang minimal. Di RS Dr Soetomo dipakai kombinasi3 : — Streptomisin 20 - 30 mg/kg/hari selama 2 minggu kemudian dijarangkan 3 kali/minggu hingga klinis dan laboratorium baik (perlu waktu kira-kira 6 minggu). — INH 20 - 25 mg/kg/hari pada anak anak atau 400 mg/hari pada dewasa selama 18 bulan. — Etambutol 25 mg/kg/hari sampai sel cairan serebrospinal normal, kemudian diturunkan 15 mg/kg/hari selama 18 bulan. — Rifampisin 15 mg/kg/hari selama 6 - 8 minggu. Kortikosteroid hanya dianjurkan bila ditemukan tanda edema otak. ABSES OTAK Penanganan penderita dengan abses otak di RS Dr Soetomo akhir-akhir ini mengalami kemajuan dengan adanya sarana diagnosis yang modern seperti CT scan, penanggulangan bedah saraf yang memadai dan pengobatan yang adekuat. Namun perlu diperhatikan pula adanya kegagalan dalam pengobatan, karena adanya pembahan pola organisme seperti ditemukannya kuman anaerob dan infeksi campuran serta resistensi terhadap antibiotika.5 Sumber infeksi : — Penyebaran langsung dari otitits media, mastoiditis atau sinusitis frontalis, etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. — Tromboflebitis kortikal, osteomielitis tulang tengkorak. — Luka tembus pada tulang tengkorak. — Emboli septik yang berasal dari paru (bronkiektasis, empiema, abses paru), dan jantung (SBE, penyakit jantung kongenital). Lokalisasi : Sering daerah lobus frontalis dan parietalis, juga ditemukan pada lobus temporalis dan serebelum (otitis, media dan mastoiditis) serta abses yang multiple. Manifestasi klinis : — Gejala sistemik : panas, malaise, menggigil, bradikardia. — Gejala SSP non fokal : akibat kenaikan tekanan intrakranial (nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran). — Gejala fokal SSP : tergantung lokalisasi abses (gangguan motorik, mental, sensorik, kejang,ataksia).

— Pengobatan suportif dan simtomatik. Diagnosis : — Darah : sel lekosit dan laju endap darah meningkat. — X-foto tengkorak, mastoiditis, sinusitis, pergeseran kelenjar pineal. KEPUSTAKAAN — CT scan : sangat membantu diagnosis dini maupun follow-up pasca pengobatan/bedah. Demikian pula CT scan 1. Gilroy J, Meyer JS. Medical Neurology, 3rd Ed. New York : Mc Milian Co, 1979; 387 - 444. sangat membantu pada penderita dengan gejala meningitis 2. Sahs AL, Joynt RJ. Bacterial Meningitis. In Baker AB, Baker LH eds. yang disertai tanda lateralisasi neurologi sebelum dilakukan Clinical Neurology,Philadelphia : Harper & Row 1981; chap 15, punksi lumbal 1 - 90. 3. Hasan M, Troeboes P. Penanggulangan dari tuberkulosa susunan sa— EEG dan arteriogram. Pengobatan : — Pemberian antibiotika yang adekuat terutama stadium serebritis baik terhadap kuman aerob maupun anaerob (Penisilin G, Kloramfenikol, Metronidazole).6 — Tindakan pembedahan.

raf pusat. Simposium Tuberkulosa, Surabaya, 1982. 4. Hendro S. Treatment of Tuberculous Meningitis with ProthionamideIsoniazid-Ethambutol and Streptomycin regimen, 5th Asian and Oceanian Congress of Neurology. Manila, 1979. 5. Hendro S dkk. Penyulit Otitis Media Khronika-Mastoiditis Khronika dalam bidang Neurologi. Kongres Nasional II PNPNCh, Bandung, 1980. 6. De Lauvois J. Antibiotic treatment of abscesses of the central nervous system. Br Med J 1977; 2 : 985 - 87.

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

41

Tumor otak Tinjauan Kepustakaan dr. Ny. Herainy Hartono Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya.

PENDAHULUAN Di dalam era CT scan dewasa ini, sering kali dibuat diagnosis penderita sebagai tumor otak. Dan sebagai gambaran umum disebutkan bahwa kurang lebih 10% tumor pada manusia mengenai susunan saraf pusat, dimana 80% dari padanya berada didalam intrakranial dan 20% di medulla spinalis. Tumor metastasis otak merupakan 20% dari tumor intrakranial. Penyebab yang pasti belum dapat ditentukan, walaupun penyelidikan-penyelidikan telah dilakukan. Faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab yaitu : keturunan, sisa-sisa sel embrional, perubahan neoplastik, trauma, virus dan bahan-bahan karsinogenik. Urutan-urutan frekuensi tumor otak adalah sebagai berikut : 1. Glioma 41% 2. Meningioma 17% 3. Adenoma hipofise 13% 4. Neurilemmoma/neurofibroma 12% 5. Tumor metastasis 6. Tumor pembuluh darah Mengenai lokalisasi tumor otak, dilaporkan bahwa pada orang dewasa kebanyakan di daerah supratentorial, sedangkan pada anak-anak di daerah infratentorial. Tumor-tumor metastasis otak kebanyakan berasal dari paru, traktus digestivus, mamma serta ginjal, din-ma 70% terletak di hemisfir serebri, sedangkan 30% di serebelum dan 70% multipel. INSIDENSI Insidensi umur : Jenis tumor saraf mempunyai kecenderungan untuk berkembang pada golongan umur tertentu. Tumor primer dari susunan saraf pusat yang berasal dari jaringan embrional banyak dijumpai pada umur di bawah 10 tahun, dan jenis tumor lain berkisar antara umur 20 - 60 tahun. Sedangkan tumor metastasis otak sebagian besar terdapat pada umur 40 - 70 tahun. 42

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Tumor serebelum lebih sering pada anak-anak dari pada orang dewasa. Glioma batang otak, praktisnya di Pons lebih sering dijumpai pada anak-anak. Berdasarkan pemeriksaan histopatologi tumor, digambarkan sebagai berikut : — Meduloblastoma, pada dasa warsa I — Pinealoma dan astrositoma serebelum, pada dasawarsa II — Glioblastoma, pada dasa warsa V — Schwannoma, pada dasa warsa V - VI Insidensi jenis kelamin : Tumor otak yang banyak dijumpai pada laki-laki, yaitu : — Glioma : astrositoma, glioblastoma dan meduloblastoma — tumor-tumor di regio pineale — Tumor pituitari — Tumor-tumor kongenital — Kordoma Sedangkan schwannoma dan meningioma lebih sering dijumpai pada wanita. GEJALA KLINIS Gejala klinis sangat dipengaruhi oleh lokalisasi dan histopatologik dari tumor. Gejala-gejala tersebut dapat digolongkan menjadi : • Gejala umum • Gejala fokal Gejala umum Biasanya disebabkan oleh karena tekanan intrakranial yang meningkat. Kenaikan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh faktor-faktor : — langsung oleh masa tumor sendiri — edema serebri — obstruksi aliran cairan serebro spinalis — obstruksi sistema vena serebri — gangguan mekanisme absorbsi cairan serebro spinalis Gejala-gejala ini dapat berupa :

1. Nyeri kepala 2. Muntah 3. Kejang 4. Gangguan mental 5. Pembesaran kepala 6. Papil edema 7. Sensasi abnormal di kepala 8. Nadi lambat dan tensi meningkat 9. False localizing sign 10. Perubahan respirasi 1. Nyeri kepala : Merupakan keluhan utama pada kira-kira 20% kasus. Dapat dirasakan selama perjalanan penyakitnya, dapat umum atau terlokalisir pada daerah yang berlainan. Sifat nyerinya digambarkan sebagai nyeri berdenyut atau dirasakan sebagai rasa penuh di kepala dan seolah-olah kepala mau "meledak". Timbulnya dimulai pagi hari, dikaitkan oleh karena kenaikan kadar CO2 selama tidur. Adanya CO2 ini menyebabkan aliran darah serebral meningkat serta kongesti dari sistema vena serebral. Ini mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Nyeri dapat diperhebat dengan gerakan manuver valsava, batuk, bersin, mengejan, mengangkat barang ataupun ketegangan. Nyeri intermiten sering didapat pada anak-anak. Gejala ini mungkin karena hilang atau berkurangnya tekanan intrakranial dengan jalan pelebaran sutura. 2. Muntah : Muntah tidak berhubungan dengan lokalisasi tumor, sering timbul pada pagi hari. Sifat muntah adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat dan tidak didahului rasa mual. 3. Kejang : Kejang dapat merupakan manifestasi pertama tumor otak pada 15% kasus. Dikatakan, bahwa apabila terjadi kejang fokal pada orang berumur di bawah 50 tahun, harus dipikirkan adanya tumor otak, selama penyebab lain belum ditemukan. Dalam hal terjadinya kejang, lokasi tumor lebih penting daripada histologinya. Tumor yang jauh dari korteks motoris akan jarang menimbulkan kejang. Meningioma pada konveksitas otak, sering menimbulkan kejang fokal sebagai gejala dini. Sedangkan kejang urnum biasanya terjadi, apabila kenaikan tekanan intrakranial melonjak secara cepat misalnya pada Glioblastoma multiforme. 4. Gangguan mental : Gejala gangguan mental tidak perlu dihubungkan dengan lokalisasi tumor, walaupun beberapa sarjana menyatakan bahwa gejala ini sering dijumpai pada tumor lobus frontalis dan temporalis. Juga dikatakan bahwa menigioma merupakan tumor yang seting menimbulkan gangguan mental. Gejalanya sangat tidak spesifik. Dapat berupa apatis, demensia, gangguan memori, gangguan intelegensi, gangguan tingkah laku, halusinasi sampai seperti psikosis. 5. Pembesaran kepala : Keadaan ini hanya terjadi pada anak-anak, dimana suturanya belum menutup. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial, sutura akan melebar dan fontanella anterior menjadi

menonjol. Pada beberapa anak sering terlihat pembendungan vena didaerah skalp dan adanya eksoftalmos. Pada perkusi terdengar suara yang khas, disebut crack pot signs (bunyi gendi yang rengat). 6. Papil edema : Papil edema dapat terjadi oleh karena tekanan intrakranial yang meningkat atau akibat langsung dari tekanan tumor pada N II. Derajat papil edema tidak sebanding dengan besarnya tumor dan tidak sama antara mata satu dan lainnya. Bila tekanan intrakranial meningkat dengan cepat, akan terjadi pembendungan vena-vena N. Optikus dan diskus optikus menjadi pucat serta membengkak. Sering disertai perdarahanperdarahan disekitar fundus okuli. Pada papil edema yang kronis dapat menyebabkan gliosis N. Optikus dan akhirnya N. Optikus mengalami atrofi sekunder dengan akibat kebutaan. Dilaporkan bahwa 60% dari tumor otak memperlihatkan gejala papil edema, dan 50% diakibatkan oleh tumor supratentorial. 7. Sensasi abnormal di kepala : Banyak penderita merasakan berbagai macam rasa yang samar-samar. Sering dikeluhkan sebagai enteng kepala (lightheadness), pusing (dizziness) dan lain-lainnya. Keadaan ini mungkin sesuai dengan tekanan intrakranial yang meningkat. 8. Bradikardi dan tensi meningkat : Keadaan ini dianggap sebagai mekanisme kompensatorik untuk menanggulangi iskemia otak. 9. False localizing sign : False localizing signs dari tumor otak adalah merupakan gejala yang tidak semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang jauh dari tumor itu sendiri. Misalnya pada. tumor otak yang kecil disertai edema serebri yang luas, akan memperlihatkan gejala-gejala klinis yang luas. Sebaliknya tumor besar tanpa disertai edema serebri biasanya tidak memberikan gejala klinis. Hal-hal inilah yang dapat membingungkan untuk menentukan lokalisasi tumor. Keadaankeadaan tersebut dapat disebabkan oleh karena ada nya edema serebri atau herniasi. 10. Perubahan respirasi : Hal ini akibat tekanan intrakranial yang meningkat. Dapat timbul respirasi tipe Cheyne Stokes, dilanjutkan dengan hiperventilasi-respirasi irreguler-apneu, akhirnya kematian. Gejala fokal Gejala-gejala fokal sangat tergantung dengan lokalisasi tumor. Gejalanya sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Dapat menimbulkan disfungsi, misalnya hemiparesis, afasia motorik ataupun paresis saraf kranial, sebelum tekanan intrakranial meninggi secara berarti. Dalam hal ini, gejala dan tanda di atas mempunyai arti lokalisasi/fokal. Dibawah ini akan diuraikan tentang beberapa gejala dan manifestasi fokal yang menunjukkan lokasi tumor otak.

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

43

Tumor lobus frontalis : Tumor di daerah ini pada umumnya menimbulkan gangguan kepribadian dan mental. Dapat timbul perlahan-lahan, beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Pada mulanya penderita menjadi apatis, kurang atau hilangnya perhatian/kontrol, kemudian kesukaran dalam pandangan kedepan (lack of fore sight), kesukaran dalam pekerjaan dan akhirnya regresi dalam tingkah laku sosial, kebiasaan dan penampilan, serta gangguan psikoseksual. Euforia sering dijumpai dan senang berkelakar (factitiousness) yang dalam beberapa kepustakaan disebut sebagai "witzelsucht". Gejala fokal lain terjadi bila tumor meluas ke jaringan sekitarnya. Bila mengenai bagian posterior di dekat girus sentralis anterior, Pada penderita didapatkan graps refleks (refleks memegang). Kadang-kadang didapatkan spasme tonik pada jarijari tangan atau kaki ipsilateral tumor, monospasme, kejang fokal pada wajah dan transitory post convulsive paralysis (Todd's paralisis). Bila mengenai area Broca pada hemisfer dominan dapat terjadi afasia motorik. Kejang tonik fokal merupakan simtom fokal dari bagian atas posterior dari lobus frontalis di sekitar daerah premotor. Bila mengenai traktus kortikospinalis mengakibatkan hemiparesis sampai hemiplegia dengan tonus meningkat, refleks meningkat dan adanya ekstensor plantar refleks yang positip. Semua ini kontralateral lesi. Bila tumor tumbuh ditengah atau timbul dari groove olfactorius, maka biasanya meluas ke posterior dan mengenai N. Optikus. Pada penderita didapatkan tanda "sindroma Foster Kennedy", yaitu anosmia sesisi lesi akibat tekanan N. I, atrofi N. II ipsilateral akibat tekanan pada N. II, dan papil edema kontralateral lesi akibat meningkatnya tekanan intrakranial. Jika tumor tumbuh didaerah falks serebri setinggi daerah presentral maka paraparesis inferior akan dijumpai. Pada tumor lobus frontalis juga dijumpai kurangnya kontrol sfingter dilanjutkan dengan hilangnya inhibisi kandung kencing dan akhirnya jatuh dalam inkontinensia urine. Urutan jenis tumor pada lobus frontalis adalah glioma (glioblastoma multiforme pada orang dewasa dan astrositoma pada anak-anak), ependimoma, meningisma disusul kraniofaringiomasis dan yang jarang adalah glioma dari N. Optikus. Tumor lobus temporalis : Lobus temporalis mempunyai ambang yang rendah untuk timbulnya serangan epilepsi. Tumor yang menekan atau timbul di Unkus mengakibatkan uncinate fit yaitu kejang parsiil, yang dapat terjadi beberapa kali dalam satu hari. Biasanya dimulai dengan halusinasi bau atau rasa. 80% dengan halusinasi bau busuk dan 20% halusinasi bau bunga. Ini merupakan sensasi yang pertama. Tumor yang mengenai lobus temporalis dan insula, menimbulkan psikomotor epilepsi. Penderita dapat mengalami movement motoric automatic dengan sengaja. Penderita dapat berjalan, berlari, menyetir mobil, membuka pakaian atau bentuk-bentuk gerakan lain yang terkoordinir baik selama fase ini. Biasanya jarang merupakan gerakan-gerakan yang anti sosial atau agresip, dan bentuknya tetap (stereotype). 44

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

Bila tumor mengenai insula, menimbulkan kejang parsiil dengan keluhan didaerah visera, termasuk nyeri epigastrium, perasaan fluttering di epigastrik atau toraks. Tumor pada temporalis posterior, menimbulkan kejang parsiil. Dimulai dengan halusinasi visual. Pada medial lobus temporalis, dapat meluas ke daerah basal ganglia dengan akibat distonia unilateral, korea atetosis dan tremor. Pada daerah midtemporal dapat disertai halusinasi pendengaran, berupa suara siulan (whistling), menyiut (hissing) atau suara bel. Juga didapatkan gejala "dejavu" atau "jamais Vu". Jenis tumor pada lobus temporalis biasanya glioblastoma multiforme, astrositoma, oligodendroglioma disusul tumortumor metastasis. Tumor lobus parietalis : Tumor di daerah parietalis dapat merangsang korteks sensoris, sebelum manifestasi lain dijumpai. Area parietalis ini berguna untuk diskriminasi tekstur, berat, ukuran, bentuk dan identifikasi obyek yang diraba. Akibat rangsangan disini ialah serangan Jackson sensorik. Jika tumor menimbulkan kerusakan strukturil di daearah ini, maka segala macam perasaan di butuh kontralateral sisi lesi, tidak dapat dirasakan dan dikenal. Gangguan dapat berupa astereognosis, atopognosis, hemianestesia, tidak dapat membedakan kanan atau kiri dan loss of body image. Jenis tumor lobus parietalis meliputi glioma, glioblastoma, astrositoma, oligodendroglioma, meningioma, ependimoma, tumor-tumor metastasis dan angioma. Tumor lobus oksipitalis : Tumor di daerah ini biasanya jarang. Gejala dini yang menonjol sering berupa nyeri kepala di daerah oksipital, kemudian disusul oleh adanya gangguan yojana penglihatan. Tumor di daerah medial lobus oksipitalis, sering menimbulkan kuadrananopsia homonimus inferior kontralateral dan dapat meluas menjadi hemianopsia homonim. Tumor di daerah ini jenis glioma, angioma dan tumor-tumor metastasis. Tumor serebellum : Tumor serebellum cepat mengadakan obstruksi aliran cairan serebro spinalis, sehingga tumor ini cepat menimbulkan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala nyeri kepala, muntah dan papil edema sering sebagai gejala dini, disusul dengan gangguan gait dan gangguan koordinasi. Nyeri kepala dirasakan didaerah oksipital dan dapat menjalar ke leher bawah. Nyeri menghebat apabila terjadi herniasi tonsila serebellaris. Gangguan koordinasi dapat diperiksa dengan finger to nose test; heel to knee test, dan didapatkan disdiadokokinesia. Bila berjalan akan jatuh ke sisi lesi, Romberg test positip, ataksia, tremor, nistagmus hipotonia dan scanning speech positip. Tumor di daerah ini meliputi medulloblastoma, astrositoma, granuloma tuberkuloma, granuloma luetika dan tumor-tumor metastasis.

"UICC

Classification for tumors of the brain and related structures"

1. Nerve cells : — Ganglioneuroma, gangliocytoma, ganglioglioma — Ganglioneuroblastoma — Malignant ganglioneuroma, malignant gangliocytoma, malignant ganglioglioma — Sympathicogonioma — Neuroblastoma, sympathicoblastoma. 2. Neuroepithelium : — Ependymoma : Epthelial ependymoma Papillary ependymoma Cellular ependymoma — Malignant ependymoma, ependymoblastoma — Plexus papilloma — Olfactory neuroepithelioma. 3. Eye : — Medulloepithelioma of ciliary epithelium, dyktioma Neuroepihtelioma, retinoblastoma 4. Glia : — Astrocytoma : Fibrillary astrocytoma Gemistocytic astrocytoma Protoplasmatic astrocytoma — Astrocytoma of the nose, nasal glioma — Oligodendroglioma — Multiform glioblastoma — Polar spongioblastoma — Medulloblastoma 5. Peripheral and cranial nerves :

Di atas adalah kutipan kaasifikasi tumor otak berdasarkan " Unio Internarnationalis Contra Cancrum" (UICC). PROSEDUR DIAGNOSIS

— Neurinoma, neurolemmoma, schwannoma — Neurofibroma — Malignant neurinoma, malignant neurolemmoma, malignant schwannoma 6. Meningens : — Meningioma Epitheloid meningioma, meningotheliomatousmeningioma, endotheliomatous meningioma Fibroblastic meningioma, fibromatous meningioma — Psammomatous 7. Vascular structure of central nervous system : — Hemangioma of cerebellum — Von Hippel-Lindau disease 8. Parapanglia : — Noncromaffm paraganglioma included, carotid body tumor, glomus caroticum tumor — Chemodectoma 9. Pineal gland : Pinealoma 10. Hypophysis : — Chromophobe adenoma : Diffuse chromophobe adenoma Sinusoidal chromophobe adenoma Papillary chromophobe adenoma — Oxyphil adenoma, eosinophil adenoma, papillary — Basophil adenoma — Craniopharyngioma, adamantinoma of ductus, craniopharyngeus — Chromophobe carcinoma.

dewasa berupa suatu struktur di garis tengah yang tidak akan berpindah ke lateral lebih dari 3 mm pada gambaran foto tengkorak AP. Pergeseran lebih dari 3 mm sebagai indikasi adanya tumor otak.

Menegakkan diagnosis tumor otak secara klinis tidaklah be- . c. Tanda-tanda tekanan intra kranial yang meningkat : gitu sulit, terutama apabila penderita menunjukkan trias gejala, — Tanda paling dini dari kenaikan tekanan intrakranial berupa nyeri kepala; muntah dan pada pemeriksaan didapatkan adalah dekalsifikasi prosessus klinoideus posterior, dipapil edema. Namun sering kali beberapa tumor otak, hanya lanjutkan dengan perubahan yang serupa di lantai dorsum menunjukkan gejala gangguan mental sebagai gejala sella tursika. Pada jangka waktu yang lama, keadaan ini permulaan. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan dapat mengakibatkan lantai dorsum sella mengembung, fisik, masih diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan, hilang atau rusak. Juga dapat disebabkan karena ekspansi dimulai cara nontraumatik sampai yang traumatik. adenoma hipofise atau tumor-tumor disekitar sella tursika. — Impresio digiti. — Pelebaran sutura pada anak-anak. 1. X-foto tengkorak d. Pembentukan tulang baru (Hyperostosis) : Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan : Pada meningioma kira-kira 40% memperlihatkan gambaran a. Kalsifikasi intrakranial : hiperostosis, terutama didaerah pterion, tuberkulum sella, — pada tumor otak kira-kira 10% mengalami kalsifikasi. serebelepontin dan fosa kranii media. Sedangkan tumor jenis — insidensi kalsifikasi tertinggi terjadi pada Kraniofaringilain sering pada daerah dasar tengkorak. oma dan Oligodendroglioma. b. Displacement calcified pineal gland : Glandula pineale sering mengalami kalsifikasi pada orang

e. Destruksi tulang :

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

45

— Kira-kira 10% meningioma menunjukkan penipisan tulang. Dapat disebabkan karena infiltrasi tumor pada tulang atau karena erosi tulang disebabkan tekanan dari tumor yang tumbuh perlahan-lahan. — Kista epidermoid kadang-kadang dapat ditunjukkan dengan adanya area yang mengalami destruksi. 2. X-foto toraks : Banyak tumor metastase otak berhubungan dengan adanya lesi primer di paru. 3. "Computerized Tomography,Scan" (CT scan) : Merupakan pemeriksaan yang nontraumatik dan dapat mendeteksi adanya tumor otak kira-kira 95%. 4. "Electroencephalography" (EEG) : Tumor pada hemisfer serebri, sering memberi gambaran EEG abnormal pada 75 - 85% kasus. Sedangkan tumor pada fosa posterior sering tidak memberikan kelainan EEG. Tumor otak sendiri tidak memberi aktifitas listrik abnormal. Hanya neuron-neuron yang membuat ini dan neuron-neuron pada daerah dekat tumor menjadi abnormal sedemikian rupa sehingga "hypersynchronisation" dari pelepasanpelepasan listrik dari beribu-ribu atau berjuta-juta sel saraf membentuk gelombang lambat atau gelombang runcing (spike) pada EEG. Mungkin tumor ini memberi kelainan metabolik neuron-neuron didekatnya, dengan tekanan langsung tumor, edema atau dengan merusak enervasi darahnya. Edema serebri mungkin adalah mekanisme yang paling penting. 5. Lumbal pungsi (LP) : Penggunaan LP untuk metidiagnosis adanya tumor otak, sudah banyak ditinggalkan. Lagi pula cara ini harus dikerjakan pada indikasi yang tepat. L.P. masih tetap digunakan pada dugaan adanya meningeal carcinomatosis, granuloma kronis atau adanya dugaan proses desak ruang yang dengan pemeriksaan CT scan negatip. 6. Arteriografi : Dewasa ini pemeriksaan CT scan telah mendesak arteriografi. Arteriografi dapat memberikan tambahan dimensi tumor otak dan serial arteriografi dapat membantu menggambarkan mengenai blood supply dari tumor. Tumor dari kelompok meningioma biasanya sangat vaskuler (banyak pembuluh darah) dan sering menimbulkan pembesaran pada pembuluh darah arteri yang diinervasi. Gambaran yang khas pada meningioma adalah adanya pembuluh darah yang menginervasi tumor oleh cabang-cabang dari sistim karotis eksterna. Arteriografi juga membantu adanya dugaan proses tumor di fosa posterior, tumor kecil di batang otak atau neurilemmoma akustikus yang tidak tampak pada CT scan. 7. Pneumoensefalografi dan Ventrikulografi : Dapat menunjukkan paling jelas tumor intra ventrikuler dan tumor yang letaknya dalam dekat pada ventrikel, atau mengadakan invasi pada struktur di garis tengah (invading mid line structures).

46

Cermin Dania Kedokteran No. 34, 1984

PENGOBATAN Pengobatan tumor otak pada umumnya membutuhkan intervensi dari bidang bedah saraf. Makin dini diagnosa ditegakkan dan makin mudah dicapai lesinya, makin baik hasilnya. Pada prinsipnya pengobatan meliputi pengelolaan/penurunan dari tekanan intrakranial, tindakan operatif, pemberian radiasi dan obat-obat khemoterapi. PROGNOSIS Pada umumnya prognosis ditentukan oleh faktor keganasan dan lokalisasi dari tumor otak. Makin ganas jenis tumor seperti glioblastoma atau meduloblastoma prognosisnya makin buruk dan tidak tergantung dari letak tumor. Sebaliknya tumor-tumor yang timbulnya perlahan seperti meningioma, relatif memberikan prognosis yang lebih baik. Disamping itu, tumor-tumor yang terletak di bagian yang sukar dicapai akan memberikan prognosis yang kurang baik. Demikian juga dengan tumor-tumor metastasis akan memberikan prognosis yang jelek. KEPUSTAKAAN 1. Ausman JI. Intracranial neoplasms. In : Baker AB & Bakker LB. Rived ed. Vol I Chap Clinical neurology. Philadelphia:Harper & Row Publ. 1981; pp. 6 - 103. 2. Chusid JG. Correlative neuroanatomy and functional neurology 17 thed. Mauzen Asia (ptc) Ltd, 1979. 3. De Jong RN. The Neurologic Examination 4 thed. Hagertown, Maryland, New York, London : Harper Row Publ. 1979. 4. Gilroy J & Meyer IS. Tumor of the central nervous system. In: Medical Neurology 2 nded., Mac Milian Pub Co, 1975; pp. 591 - 645. 5. Merrit HH. Tumors in a Textbook of Neurology. 5 thEd. Tokyo: Igaku Shoin Ltd 1973; pp. 377 - 388.

Ketulian : Pemeriksaan dan Penyebabnya dr. MS Wiyadi Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN Yang dimaksud "ketulian" disini adalah sama dengan "kurang pendengaran", yang dalam buku-buku ditulis deafness atau hearing loss. Di dalam buku pedoman praktis penyelenggaraan sekolah luar biasa Departemen P dan K, kata "tuli" menggambarkan adanya kekurangan pendengaran 70 db atau lebih pada telinga yang terbaik.l Dalam tulisan ini antara kata-kata "ketulian", "kurang pendengaran" dan "tuli" mempunyai arti yang hampir sama. Secara garis besar ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori neural hearingloss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut tuli campuran. Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran. Dapat dari cara yang paling sederhana sampai dengan memakai alat elektro-akustik yang disebut audiometer. Dengan menggunakan audiometer ini jenis ketulian dengan mudah dapat ditentukan. Maksud dari tulisan ini adalah untuk memberi pengertian yang lebih mendalam tentang ketulian. PEMERIKSAAN PENDENGARAN2 Dengan melakukan pemeriksaan pendengaran kita dapat mengetahui : • Apakah seseorang kurang pendengaran atau tidak. • Sifat ketuliannya, tuli konduksi ataukah tub persepsi. • Derajat ketuliannya atau besar kekurang pendengarannya.

• Dengan diketahui sifat ketulian berarti diketahui pula letak

kelainan, sehingga dapat ditentukan apakah perlu tindakan operasi, pemberian obat-obatan saja atau hanya dapat ditolong oleh Alat Pembantu Mendengar (APM) atau hearing aid. Macamnya tes pendengaran yaitu : • Tes yang paling sederhana ialah tes suara bisik dan percakapan ("konversasi"). • Tes dengan garpu suara. • Di klinik yang maju dipergunakan alat elektro-akustik yaitu tes dengan audiometer dan, • Tes dengan Impedance meter. 1. Tes suara bisik Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan katakata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter. 2. Tes Garpu Suara Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

47

Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi. 3. Tes dengan Audiometer Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram : • Audiogram nada murni (pure tone audiogram) • Audiogram bicara (speech audiogram) Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes : • tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau bukan. • tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N VIII Keuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang menyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel). 4. Tes dengan "Impedance" meter Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan dengan Impedancemeter dapat diketahui : • Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak. • Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah? • Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang melalui tuba Eustachii. • Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang. • Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau sebab infeksi. • Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis). • Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.

speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db. Derajat ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagai berikut : • Normal antara 0 s/d 20 db. • Tull ringan antara 21 s/d 40 db. • Tull sedang antara 41 s/d 60 db. • Tull berat antara 61 s/d 80 db. • Tull amat berat bila lebih dari 80 db. PENYEBAB KETULIAN 8-10

Penyebab tuli konduksi 1. Pada meatus akustikus eksterna : cairan (sekret, air) dan benda asing, polip telinga). 2. Kerusakan membrana timpani : perforasi, ruptura, sikatriks. 3. Dalam kavum timpani : kekurangan udara pada oklusio tuba, cairan (darah atau hematotimpanum karena trauma kepala, sekret pada otitis media baik yang akut maupun yang kronis), tumor. 4. Pada osikula : gerakannya terganggu oleh sikatriks, mengalami destruksi karena otitis media, oleh ankilosis stapes pada otosklerosis, adanya perlekatan-perlekatan dan luksasi karena trauma maupun infeksi, atau bawaan karena tak terbentuk salah satu osikula. Penyebab tuli persepsi • Periode prenatal 1. Oleh faktor genetik 2. Bukan oleh faktor genetik. — Terutama penyakit-penyakit yang diderita ibu pada kehamilan trimester pertama (minggu ke 6 s/d 12) yaitu pada saat pembentukan organ telinga pada fetus. Penyakitpenyakit itu ialah rubela, morbili, diabetes melitus, nefritis, toksemia dan penyakit-penyakit virus yang lain. — Obat-obat yang dipergunakan waktu ibu mengandung seperti salisilat, kinin, talidomid, streptomisin dan obatobat untuk menggugurkan kandungan. • Periode perinatal Penyebab ketulian disini terjadi diwaktu ibu sedang melahirkan. Misalnya trauma kelahiran dengan memakai forceps, vakum ekstraktor, letak-letak bayi yang tak normal, partus lama. Juga pada ibu yang mengalami toksemia gravidarum. Sebab yang lain ialah prematuritas, penyakit hemolitik dan kern ikterus. DERAJAT KETULIAN3-7 • Periode postnatal Untuk mengetahui derajat ketulian dapat memakai suara bisik 1. Penyebab pada periode ini dapat berupa faktor genetik atau sebagai dasar yaitu sebagai berikut : keturunan, misalnya pada penyakit familiar perception • Normal bila suara bisik antara 5 - 6 meter deafness. • Tuli ringan bila suara bisik 4 meter 2. Penyebab yang bukan berupa faktor genetik atau keturunan: • Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3 meter — Pada Anak-anak : • Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter. a. Penyakit-penyakit infeksi pada otak misalnya meningitis Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat dan ensefalitis. ketulian ditentukan oleh angka rata-rata intensitas pada freb. Penyakit-penyakit infeksi umum : morbilli, varisela, kuensi-frekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang juga disebut 48

Cermin Dunia Kedokteran No. 34. 1984

parotitis (mumps), influenza, deman skarlatina, demam dari 5556 kasus di seksi audiologi bagian THT RS Dr. Soetomo. tipoid, pneumonia, pertusis, difteri dan demam yang tak RINGKASAN diketahui sebabnya. Telah dibicarakan pengertian tentang ketulian, pemeriksaan c. Pemakaian obat-obat ototoksik pada anak-anak. pendengaran, derajat ketulian dan penyebab ketulian baik di — Pada orang dewasa : a. Gangguan pada pembuluh-pembuluh darah koklea, dalam bagian konduksi maupun persepsi. bentuk perdarahan, spasme (iskemia), emboli dan trombosis. Gangguan ini terdapat pada hipertensi dan penyakit jantung. KEPUSTAKAAN b. Kolesterol yang tinggi : Oleh Kopetzky dibuktikan bahwa penderita-penderita tuli persepsi rata-rata mempunyai kadar 1. Hendarmin H. Sebab Tuna Rungu di Indonesia. Kumpulan Naskah Kongres Nasional V Perhati di Semarang 27 - 29 Oktober 1977; kolesterol yang tinggi dalam darahnya. hal 152. c. Diabetes Melitus : Seringkali penderita diabetes melitus tak mengeluh adanya kekurangan pendengaran walaupun kalau 2. Wiyadi MS. Beberapa Macam Test Pemeriksaan Pendengaran. Airlangga. Pers Kampus Universitas Airlangga. Edisi Desember diperiksa secara audiometris sudah jelas adanya kekurang 1979, hal 5. pendengaran. Sebab ketulian disini diperkirakan sebagai 3. Katz J. Handbook of Clinical Audiology. Baltimore: The Williams berikut : & Wilkins Co, 1972; p. 79. — Suatu neuropati N VIII. 4. Sedjawidada R dan Manukbua A. Test Bisik. Kumpulan — Suatu mikroangiopati pada telinga dalam (inner ear). Naskah Kongres Nasional V Perhati di Semarang 27 - 29 — Obat-obat ototoksik. Penderita diabetes sering terOktober 1977; hal 189 - 198. kena infeksi dan lalu sering menggunakan antibiotika 5. Strome M. Differential Diagnosis in Pediatric Otolaryngology, 1st yang ototoksik ed. Boston : Little, Brown &Co, 1975; p 16. d. Penyakit-penyakit ginjal : Bergstrom menjumpai 91 kasus 6. Wiyadi MS dan Iskandar A. Pemeriksaan Pendengaran Pada Calon Mahasiswa Universitas Airlangga. Konas Perhati ke-VI di tuli persepsi diantara 224 penderita penyakit ginjal. Medan 30 Juni s/d 2 Juli 1980. Diperkirakan penyebabnya ialah obat ototoksik, sebab penderita penyakit ginjal mengalami gangguan ekskresi obat- 7. Zaman M. Kuliah Test Suara Bisik pada Mahasiswa FK Unair tahun 1975. obat yang dipakainya. 8. Maulani HS. Pengobatan Tuli Persepsi dengan Vitamin A. e. Influenza oleh virus. Oleh Lindsay dibuktikan bahwa sudden Karya Untuk Memperoleh ljazah Keahlian THT Fakultas deafness pada orang dewasa biasanya terjadi bersama-sama Kedokteran Unair, 1981. dengan infeksi traktus respiratorius yang disebabkan oleh 9. Wiyadi MS. Penyebab Ketulian di Seksi Audiologi Bagian THT RS Dr. Soetomo/FK Unair 1974 - 1976. Kumpulan Naskah virus. Kongres Nasional V Perhati di Semarang 27 - 29 Oktober 1977; f. Obat-obat ototoksik : Diberitakan bahwa bermacam-macam hal 124 - 137. obat menyebabkan ketulian, misalnya : dihidrostreptomisin, salisilat, kinin, neomisin, gentamisin, arsenik, antipirin, 10. Wiyadi MS. Pemeliharaan Pendengaran. Majalah Kedokteran Surabaya, 1979; 16 : 44 - 54. atropin, barbiturat, librium. g. Defisiensi vitamin. Disebut dalam beberapa karangan, bahwa defisiensi vitamin A, B1, B kompleks dan vitamin C dapat menyebabkan ketulian. h. Faktor alergi. Diduga terjadi suatu gangguan pembuluh darah pada koklea. i. Trauma akustik : letusan born, letusan senjata api, tuli karena Va, hidungnya mirip ayahnya. suara bising. Tapi saya perhatikan matanya j. Presbiakusis : tuli karena usia lanjut. lebih mirip suami saya. k. Tumor : Akustik neurinoma. 1. Penyakit Meniere m. Trauma kapitis. • Psikogen Ketulian psikogen dapat : — simulated (malingering) — fungsional (histeri) • Tak diketahui sebabnya (unknown) Arnvig memberitakan bahwa 21,1% dari kasus-kasusnya tak diketahui sebabnya. Menurut Harrison dan Livingstone besarnya 30%, menurut Fraser 38% dari 2355 kasus dan menurut Maran 28% dari 464 kasus. Penulis sendiri menemukan 40,4%

• v d

J

f F ~T

1

rY ~~

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

49

Rodamin B dan Metanil Kuning ("Metanil Yellow") Sebagai Penyebab Toksik Pada Mencit dan Tikus Percobaan G. Nainggolan — Sihombing Unit Penelitian Gizi Diponegoro Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Dep Kes R.I., Jakarta

PENDAHULUAN Dalam penyelidikan pada tahun 1978, ditemukan bahwa rodamin B dan metanil kuning dipakai sebagai pewarna makanan di Jakarta.1 Kedua bahan pewarna ini sebenarnya diproduksi untuk mewarnai kertas, tekstil, kayu dan barang industri non pangan lainnya.2 Laporan tentang adanya kasus keracunan makanan yang mengandung rodamin B atau metanil kuning belum diperoleh di kepustakaan Jakarta. Berhubung kedua bahan pewarna ini telah terbukti sering dan banyak digunakan pedagang kecil di Jakarta untuk mewarnai makanan kecil dan minuman, maka telah dilakukan percobaan biologik pada mencit dan tikus putih. Data yang diperoleh kiranya dapat dipergunakan oleh para ilmuwan untuk ditafsirkan pada manusia. Diharapkan lambat laun masyarakat Indonesia dapat mengetahui bahwa rodamin B dan metanil kuning memang berbahaya bagi kesehatan manusia dan menolak penggunaannya dalam makanan. BAHAN DAN METODE 1. Zat pewarna Rodamin B diperoleh dari PT Krikras Jakarta asal produk pabrik Ciech Organik B2 Div Warsawa. (1 gram produk ekivalen dengan 210 mg rodamin B murni). Metanil kuning berasal dari pabrik Imperial Chemical Industry Ltd London, PT Galic Bina Mada Jakarta. (1 gram ekivalen dengan 435 mg metanil kuning)1 2. Makanan stok Makanan stok diperoleh dari Unit Gizi Diponegoro Badan Litbangkes Dep Kes Jakarta (Addendum 1).3 Makanan yang dicampur dengan rodamin B (untuk percobaan I dan II) : 1 gram bahan pewarna rodamin B dicampur dengan 3 kg makanan stok. Kadar rodamin B dalam makanan

*) Ringkasan naskah Ceramah Ilmiah di PT Kalbe Farma, Jakarta tanggal 22 Februari 1983.

50

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

ini adalah 7 mg per 100 gram. Makanan yang dicampur dengan metanil kuning (untuk percobaan I) : 1 gram bahan pewarna metanil kuning dicampur dengan 3kg makanan stok. Kadar metanil kuning dalam makanan ini adalah 14,5 mg per 100 gram. 3. Hewan Percobaan Mencit dan tikus putih sapihan diperoleh dari Unit Gizi Diponegoro, Badan Litbangkes, Dep Kes, Jakarta. 4. Perlakuan hewan percobaan • Percobaan I Delapan belas ekor mencit dibagi menjadi 3 grup, yang masing-masing terdiri dari 6 ekor. Grup I diberi makan stok yang dicampur dengan rodamin B. Grup II diberi makanan stok yang dicampur dengan matanil kuning. Grup III diberi makanan stok saja dan dipakai sebagai grup kontrol. Semua hewan diberi makan dan minum ad libitum selama 16 minggu (Tabel 1). • Percobaan II Grup A (percobaan) dimulai dari seekor tikus jantan dan 2 ekor tikus betina yang berumur 3 bulan untuk dikawinkan selama 3 hari. Kemudian ke dua ekor tikus betina itu dipisahkan selama masa hamil sampai dekat pada hari melahirkan. Setelah beranak, anak-ananya dibiarkan tetap bersama induknya sampai umur 3 bulan. Pada umur ini dipilih secara acak 6 ekor anak jantan dan 6 ekor anak betina untuk dipergunakan sebagai 6 pasang parent stok (FI). Sisa anak yang tidak terpakai dibuang dan ke 6 parent stok (keturunan grup A) ini kemudian dikawinkan. Dari hasil perkawinan dipilih lagi secara acak 6 ekor anak jantan dan 6 ekor betina yang kemudian dipasangkan untuk dikawinkan (F2). Demikianlah seterusnya dilakukan sampai dengan generasi ke-6 (F6) (tabel 2). Semua tikus mulai dari FI sampai F6 dari keturunan grup A ini diberi makanan campuran dengan rodamin B selama 12 bulan. Grup B (kontrol) juga dimulai dari seekor tikus jantan yang

HASIL

ADDENDUM 1 "COMPOSITION OF PREPARED STOCKDIETS FOR ALBINO - RATS, STRAIN L.M.R." Basic Foodstuff

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Protein %

Fat %

Weight in kg

Weight in%

7.0 40 27 35 -

1 18 44 100 -

10.0 4.5 1.5 2.0 250 ml 0.15 0.075 30 tab. + +

54.3 24.4 8.1 10.8 1.3 0.8 0.4 + + +

±18.4 kg

±100%

Rice Soybean, boiled, dried Peanut, chelled, fried Skim milk powder, high quality Coconut-oil Kitchensalt Bonemeal Vit. B-complex tablet * Vit. A + D3 in starch ** Ferri - citrate

Average Composition as calculated :

as analysed For Comparison :

:

Crude Protein Total Fat Total Energy NPU-standard NPU-operative Crude Protein

19.6 % 9% 370 Cals. % 60 50 20.3 %

Composition of Purina Laboratory Chow : (Ralston Purina Co St Louis, USA). Crude Protein 23.0 % Nitrogen free extract 50.6 % Crude fat 5.8 % Crude fibre 4.9 % Ash 7.7 %

* B-complex, Each table contains : Thiamin HO 3 mg Riboflavin 2 mg Pyridoxin HCl 0.5 mg Calcium pantothenate 2 mg Nicotinamide 10 mg

** Rovimix A + D3 Type 500/100 Roche : 1 gram contains 500.000 IU Vit. A + 100.000 IU Vit. D 125 grams Rovimix to 400 grains of starch For 18.4 kg of food use 8 grams of (Starch + Rovimix). (equiv. to 0.25 g Rovimix).

• Percobaan I Mencit yang diberi makanan yang dicampur dengan rodamin B dan metanil kuning selama 16 minggu. Pada grup rodamin G gejala menyolok adalah bulu-bulu menjadi kasar dan pertumbuhan badan terlambat kalau dibandingkan dengan kelompok kontrol. Mata dan air seninya berfluoresensi bila kena sinar matahari. Hewanhewan nampak aktif sadar. Pada minggu ke-7 mereka umumnya gelisah, sering menggaruk-garuk badannya sehingga mendapat luka-luka dibeberapa tempat bagian tubuhnya (Gambar 1). Pada minggu ke-8 keaktifan mereka mulai berkurang dan geraknya lambat dan malas. Pada minggu ke-10 ditemukan seekor mencit mati (Tabel 1). Pada kelompok mencit yang diberi meta-nil kuning, pertumbuhan badan juga terlambat (lihat Grafik), tetapi mereka aktif dan sadar. Di antara 6 ekor mencit ditemukan 2 ekor yang menderita megalosefali (Gambar 2), dan 2 ekor lainnya mendapat pembengkakkan pada ke dua kaki depannya. Seperti halnya kelompok rodamin B, pok metanil kuning pun mulai bergerak lam-ban pada minggu ke-8 dan ke-9 masing-masing ditemukan seekor mencit mati (Tabel 1). Pada otopsi dari ke tiga ekor mencit yang mati ( 1 ekor dari grup rodamin B dan 2 ekor dari grup metanil kuning), hanya menunjukkan keadaan gizi yang jelek dimana semua deposito lemak di dalam tubuhnya habis sama sekali. Sisa mencit grup 1 yang berjumlah 5 ekor dibunuh pada akhir minggu ke-16. Pada hati seekor mencit ditemukan 1 bungkul tumor hapatoma dengan ukuran ± 0,5 x 0,5x 0,25 cm yang terletak pada lobus hepatis dekstra. Sisa mencit yang berjumlah 4 ekor dari grup II dibunuh pada akhir minggu ke-16 juga. Dua ekor diantaranya mengalami perubahan ginjal (ginjal kistik). Terlihat jelas bahwa bagian pielum meluas dan bagian korteks menipis.

Sumber Unit Gizi Diponegoro - Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan. Kompleks Nutrition Centre, Seameo Tropmed - U.I. Salemba 4 (Kampus U.l.) Jakarta. October 1978

dikawinkan dengan 2 ekor tikus betina berumur 3 bulan. Perlakuan selanjutnya sama seperti pada grup A, untuk memperoleh 6 generasi ( F1 - F6). Kemudian pasangan F1 dari grup B (kontrol) merupakan counter . part dari F1 grup A (percobaan). Demikian seterusnya pasangan-pasangan F2 sampai dengan F6. Grup B menjadi counter part masing-masing dari pasangan F2 sampai dengan F6 grup A ( percobaan). Semua tikus dari semua generasi grup B hanya diberi makanan stok selama 12 bulan dan dipergunakan sebagai grup kontrol.

Percobaan II Enam pasang tikus selama 6 generasi diberi makanan yang dicampur dengan rodamin B (Tabel2). Gejala klinik yang nyata adalah perubahan warna yang menjadi kemerah-merahan pada kulit dan ekor (mungkin kena sentuhan makanan berwarna setiap hari atau mungkin konsentrasi rodamin B di dalam darahnya lebih tinggi dari biasanya). Bola mata, air mata, dan air seni mereka juga kemerahan-merahan, air seninya berfluoresensi kalau kena sinar maCermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984 51

Tabel 1 Percobaan II : Disain percobaan dengan mencit, jumlah kematian dan jenis kelainan patologi pada mencit yang diberi makanan yang dicampur rodamin B dan metanil kuning.*

Grup

Jenis Makanan

Jumlah kematian Mencit pada minggu ke

Jumlah Mencit pada permulaan

Jumlah Total

VIII

IX

X

Kelainan Patologi _ Hati

Ginjal

Rodamin B

6

0

0

1

1

1**

H

Metanil kuning

6

1

1

0

2

0

2**

III

Kontrol

6

0

0

0

0

0

0

I

Keterangan

0

Hepatoma (1 ekor) Ginjal kistik (2 ekor)

Lama percobaan 16 minggu Kandungan bahan pewarna rodamin B (tidak murni) adalah 1 gram (ekivalen dengan 7 mg) per 100 gram stokdiet. Kandungan bahan pewarna metanil kuning (tidak murni) adalah 1 gram (ekivalen dengan 14.5 mg) per 100 gram stokdiet. ** Kelainan patologi ditemukan pada mencit yang dibunuh pada akhir minggu.

Grafik : Perobahan berat badan mencit yang diberi masing masing dari rodamin B dan metanil kuning dalam diet selama 16 minggu ( persen dari berat badan semula). 200 150 100 50

Kontrol

Metanil kuning

Rodamin B Gambar 1 : Mencit yang mendapat benjolan dan luka pada kaki kanan, karena pemberian rodamin B dalam diet pada percobaan selama 16 minggu.

Diet & pemberian rodamin B ( 210 mg) — 1 gram ekuiv. per 3 — 1 gram kg stokdiet (ekuiv. 435 mg) metanil kuning malcan per 3 kg stokdiet libitum dan minum ad.

t% 1

0

2

Bulan

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

3

4

Gambar 2 : Mencit yang memperoleh metanil kuning dalam diet selama 16 minggu, menderita megalosefali pada minggu ke 10.

Tabel 2 Percobaan II : Jumlah tikus-tikus yang mati dan yang mendapat tumor pada pengamatan selama 6 minggu dengan pemberian makanan yang mengandung 7 mg Rodamin B murni dalam 100 gram diet selama 12 bulan, setiap generasi (F) terdiri dari 6 pasang hewan.

Generasi ke

Jumlah kematian dan Jumlah Tumor yang ditemukan pada bulan ke —

Jumlah

(F)

Jumlah — Jumlah masmgtikus mas ng d i

I

II

III

N

V

VI

VII

VIII

IX

X

XI

XII

F- 1

9

F-3

0

0

0

0

0

0

0

0

2*

2

1

0

0

5

12

6

0

0

0

0

0

0

0

0

2

1







6

9

6

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1*

1

1

1

4

d

6

0

0

0

0

1

1

1

0

1

0

0

0

0

4

6 — 6

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

4

0

0

0

0

0

0

0

0

2*

0

0

0

0

4

6

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

0

0

0

3

6

0

0

0

0

0

2

2*

0

0

0

0

0

0

4

6

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

0

3

6

0

0

0

0

0

0

0

0

2*

0

1

0

0

3

6

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

1

0

0

2

6

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

1

9

12

9 d

F-6

12

9 d

F-5

* Ditemukan

6

d F-4

Keterangan

12

F- i F-2

Total Kemtal

tikus

12

9 d

limfoma pada 1 ekor

12

Catatan ; — Pada kelompok kontrol tidak ada yang mati Pada kelompok kontrol tidak ada pertumbuhan tumor

tahari. Tubuhnya rata-rata lebih kecil bila dibandingkan dengan hewan kontrol (Gambar 3), akan tetapi semua hewan menjadi aktif, malah banyak yang galak, agresif dan kanibal. Tikus-tikus umumnya mengalami diare sebelum mati, dan yang mati kemudian dimakan oleh tikus-tikus yang masih hidup dan aktif. Mulai bulan ke-10 banyak tikus mengalami kerusakan tubuh (Gambar 4). Angka kematian pada generasi pertama cukup tinggi, akan

Gambar 4 Tikus yang mengalami kerusakan tubuh pada pemberian rodamin B dalam diet pada penelitian selama 12 bulan.

Gambar 3 : Perbedaan besar tubuh tikus yang diberi rodamin B dalam diet dengan kontrol pada penelitian selama 12 bulan.

tetapi makin lama pada generasi berikutriya menjadi makin berkurang (Tabel 2). Pada otopsi, ditemukan tumor limfoma masing-.masing 1 ekor pada Fl, F2, F3, F4, F5 dan F6 (Tabel 2). Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan tumor limfoma antara 6 sampai 9 bulan. Limfoma yang sering ditemukan berada pada meCermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984 53

diastinum dan kadang-kadang pada mesenterium. Besarnya bervariasi dari yang berdiameter ± 0,25 cm sampai 2,5 cm. Tikus-tikus dari grup kontrol tidak ada yang mati dan pada otopsi tidak ditemukan tumbuh ganda di dalam tubuhnya.

Gambar 5

terbentuk pula produk sampingan yang tidak dikenal sifatnya. Ini mungkin berbahaya atau tidak berbahaya, tetapi kehadiran zat itu tidak diinginkan.4 Rodamin B dibuat dari meta- dietilaminofenol dan ftalik anhidrid, kemudian diasamkan dengan asam hidroklorid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan. Selanjutnya asam HC1 yang dipakai tentunya bertingkat "teknis" dengan kadar logam logam berat yang cukup tinggi. Begitu juga metanil kuning yang dibuat dari asam metanilat dan difenilamin. Kedua bahan ini toksik. Jadi, dapat kita bayangkan bahwa di dalam bahan pewarna baik rodamin B maupun metanil kuning, berbagai bahan lain masih ada di dalamnya. Mereka turut ambil bagian sebagai penyebab toksik tambahan pada hewan percobaan. Memang kemurnian pewarna rodamin B dan metanil kuning diusahakan tinggi oleh pabrik pembuatnya, tetapi karena bahan pewarna ini dimaksudkan untuk mewarnai sebangsa tekstil, kertas, kayu dan sebagainya, maka kehadiran logam berat serta produk sampingan lainnya yang dianggap rendah bagi industri non-pangan sudah cukup tinggi untuk pewarna makanan. Kontaminasi dapat pula terjadi dari kemasan bahan pewarna non pangan yang kurang baik mutunya sehingga menambah Beginilah label dari kemasan plastik yang berisi bahan pewarna "makanan", dijual di pasaran bebas Jakarta. Per-bahaya kesehatan manusia bila menggunakan bahan pewarna ini hatikan "Special Colours fo all Purposes". untuk makanan.4,5 KESIMPULAN

Gambar 6 : Bahan pewarna dalam kemasan kaleng, botol, kantong plastik dijual di pasaran bebas Jakarta sebagai pewarna makanan.

Pemberian rodamin B dan metanil kuning dalam diet mencit dan tikus percobaan mengakibatkan efek toksik pada hewan tersebut. Ini menegaskan keterangan yang ada dalam kepustakaan, yaitu baik rodamin B maupun metanil kuning adalah bahan pewarna untuk mewarnai barang- barang non pangan2, jadi tidak dapat ditolerir untuk mewarnai makanan manusia. Karena masyarakat Indonesia di Jakarta khususnya dan di Indonesia umumnya memang senang pada makanan yang berwarna, maka pengadaan bahan pewarna makanan yang diizinkan dengan derajat Food Grade dan memenuhi persyaratan higine, harus mendapat perhatian instansi pemerintah yang berwenang c.q. Departemen Kesehatan, Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian. Pengadaan ini hendaknya disertai dengan harga yang kompetitif dengan harga pewarna non pangan yang sebelumnya diperdagangkan sebagai pewarna pangan, sehingga dapat dijangkau masyarakat luas seperti sediakala.

PEMBAHASAN

RINGKASAN

Data mengenai efek toksik yang diperoleh dari percobaan bahan pewarna rodamin B dan metanil kuning pada mencit dan tikus percobaan menimbulkan pertanyaan, apakah keracunan serupa seperti yang terlihat pada hewan percobaan itu, akan terjadi juga pada manusia yang sering makan makanan yang mengandung pewarna rodamin B atau metanil kuning. Mungkin ada gunanya juga kalau diutarakan di sini, bahwa pada pembuatan bahan pewarna seperti pembuatan bahan-bahan kimia organik pada umumnya dibutuhkan proses yang rumit untuk memperoleh produk yang murni. Ada kalanya

Dua pewarna non-pangan dikenal dengan nama rodamin B yang memberi efek warna merah jambu, dan metanil kuning yang memberi warna kuning telor digunakan luas sebagai pewarna makanan di Jakarta. Sebagai bahan non-pangan pada umumnya bila berada di dalam makanan kemudian dikonsumsi manusia, dapat diramalkan akan mengganggu kesehatan dalam jangka waktu pendek atau panjang. Untuk pembuktiannya telah dilakukan percobaan pada mencit dan tikus putih dengan mencampurkan masing- masing dari kedua bahan pewarna non-pangan tersebut

54

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

ke dalam diet mereka sehari-hari. Hasil penelitian menguatkan dugaan, bahwa kedua bahan pewarna non-pangan ini dapat mengganggu kesehatan hewan percobaan.

2. 3.

Ucapan terima kasih : Kepada Dr. Iwan T. Budiarso, ahli patologi veteriner pada Puslitbang Kanker, Badan Litbangkes, Dep Kes R.I., yang telah memberi penilaian simtom patologi dari penelitian biologik ini.

4.

5.

ing Matters Commonly Used As Food Colours In Jakarta (Thesis), 1978; p. 37 - 82. Fairhall LT. Industrial Toxicology, 2nd. Ed., New York: Hafner Publishing Company, 1975 ; p. 235 - 236. Unit Penelitian Gizi Diponegoro, Badan Litbangkes Depkes R.I. Miller DS. Worksheet for Determination of Net Protein Utilisation using Rats Body N Technique, 1978; p 2. Jacobs MB. The Chemical Analysis of Foods and Food Products, 3rd. Ed, New York : Robert E. Krieger Publishing Co., Inc. Hungtington, 1973; 11743, p. 103 - 105. Imperial Chemical Industries. Edicol Colours for Foodstuffs, Pattern leaflet 113.

KEPUSTAKAAN 1. Sihombing G. An Exploratory Study on Three Synthetic Colour-

Kalender Kegiatan Ilmiah SECOND INTERNATIONAL CONGRESS on TRADITIONAL ASIAN MEDICINE Dates : September 2, through September 7, 1984 I. Scientific programe : Theme of the congress : Traditional medicine in Asian countries and their place in pluralistic health care systems. Main subject areas of the congress : 1. The sources and histories of classical traditions 2. Popular medicine 3. Ethnobotany, ethnopharmacology, and allied subjects 4. Models of integration : problems and chances 5. The social construction of illness experience 6. Clinical and experimental studies of therapeutic practices 7. Primary health care and education of health care workers. II. Social programme : Ladies' Programme : traditional Indonesian beauty treatment with traditional drug and traditional cosmetic. III. Cultural evening. Place

: Bumi Hyatt Hotel, Jln. Basuki Rachmat 124 - 128. Phone 031 - 470875, Surabaya .

Secretariat

: Faculty of Pharmacy, Airlangga University J1n. Dharmahusada 47, Surabaya Phone (031). 43710

Registration fee: For Indonesian participant is : Rp. 50.000,and the accompanying person : Rp. 25.000,Sent payment to : ICTAM II, Bank Account : BNI 46 branch No. 11.02.090.8000 UNAIR

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

55

PERKEMBANGAN Pengobatan Preleukemia

diobati dengan androgen, sitarabin dosis rendah, dan pengobatan suportif. Penelitian meliputi faktor- faktor prognosis dan efek dari masing- masing pengobatan di atas. Hasilnya ternyata mengecewakan, karena evolusi dari penyakitnya tidak terpengaruh. Dalam penelitian lain, digunakan sitarabin dosis rendah yang diberikan subkutan secara intermittent pada 21 pasien. Lima di antaranya menderita preleukemia, dan sisanya leukemia nonlimfositik akut. Hasilnya cukup baik, 50% kasus mencapai remisi sempurna, termasuk 4 dari pasien preleukemia tadi. Wisch dengan kolega- koleganya di Amerika telah mempelajari 8 pasien preleukemia dengan berbagai gambaran morfologik; 7 di antaranya dengan peningkatan sel-sel bias dalam sumsum tulang. Digunakan sitarabin secara infus intravena terus menerus dengan dosis 20 mg/m2/hari selama 21 hari. Satu pasien mencapai kesembuhan klinik yang sempurna, dan tetap baik setelah 14 bulan kemudian. Dua pasien meninggal, dan 5 pasien menunjukkan kemajuan dalam hitung darahnya, yang bertahan 2 - 4 bulan setelah pemberian obat. Corak maturasi dalam sumsum tulang mengalami kemajuan, bahkan 1 kasus kembali normal. Dari laporan- laporan lain juga ditekankan bahwa cara pengobatan demikian dapat menghasilkan remisi, atau setidaknya, maturasi hematologik dalam berbagai jenis displasia sumsum tulang preleukemia. Sebelum remisi, kadang- kadang ada episode-episode di mana sumsum tulang menjadi hipoplasia. Hal yang demikian masih dapat ditolerir, mengingat besarnya potensi untuk maturasi; efek dari obat terhadap stroma sumsum tulang, dan peranannya dalam mensekresi substansi- substansi penginduksi juga tak boleh dilupakan. Walaupun secara in-vitro efeknya masih belum jelas, tapi pengalaman dalam klinik meyakinkan kita bahwa zat tersebut bermanfaat sebagai kemoterapi preleukemia. Bagaimanapun juga, bahkan dengan dosis yang rendah, risiko terjadinya depresi sumsum tulang tetap ada. Dosis yang lazim dipakai sebagai kemoterapi preleukemia telah ditinggalkan, mungkin karena anggapan bahwa sumsum tulang tidak dapat kembali lagi ke fungsinya yang normal. Anggapan ini tidak mutlak benar; makin intensif pengobatan, kesempatan untuk remisi mungkin lebih besar, dan risiko kematian menurun. Efek sitarabin (dan mungkin zat-zat penginduksi lain), dengan dosis yang bervariasi di dalam pengobatan displasia sumsum tulang pada preleukemia ini, masih perlu dipelajari secara lebih meluas.

Istilah "preleukemia" dulu digunakan untuk menggambarkan sekelompok kelainan morfologik sel-sel darah yang diidentifikasikan, secara retrospektif, sebagai pendahulu dari leukemia mieloblastik akut. Sekarang, istilah ini banyak dipakai oleh para hematolog, secara prospektif, untuk pasien yang diduga menderita leukemia, dengan prognosis buruk, tapi belum tentu berakhir sebagai leukemia akut. Perjalanan kliniknya bervariasi. Cukup banyak penderita meninggal karena kegagalan sumsum tulang, sebelum penyakitnya sendiri berkembang menjadi leukemia akut. Gambaran dari sumsum tulang biasanya hiperseluler; dan karena maturasi sel-sel darah kurang sempurna, maka pada darah tepi didapatkan sitopenia. Pada pasienpasien tua, atau bila transplantasi sumsum tulang tidak dapat dilakukan, pengobatan suportif dengan tranfusi darah masih merupakan pilihan utama. Usaha-usaha penyembuhan dengan rejimen pengobatan anti- leukemia yang telah dikenal, biasanya gagal. Juga telah dicoba pemakaian steroid androgen tanpa hasil yang berarti. Bagaimana caranya supaya sel-sel neoplastik tadi terinduksi hingga berdiferensiasi? Ini akan memperbaiki keadaan darahnya. Penemuan cara pembiakan dan "cloning" sel darah, baik yang normal maupun leukemik, telah membuka jalan untuk mempelajari beberapa zat kimia yang dapat menginduksi sel. Pada percobaan in-vitro terbukti perlunya protein induser supaya sel menjadi dewasa dan viable. Protein- protein ini dihasilkan oleh beberapa jenis sel seperti fibroblas, limfosit, makrofag, dan anehnya, ternyata juga dihasilkan oleh sel-sel mieloid leukemik sendiri. Pada sel leukemia akut, kelainan fenotip utamanya adalah ketidakmampuannya untuk berdiferensiasi menjadi sel dewasa. Protein induser, penambahan zatzat kimia tertentu dan substansi-substansi alamiah seperti asam retinoat dan metabolit dari vitamin D, semua ini dapat menginduksi sel-sel leukemik untuk berdiferensiasi. Walaupun beberapa bahan tadi cukup toksik untuk digunakan dalam klinik, beberapa lainnya merupakan bahan standar sebagai kemoterapi. Contohnya ialah sitarabin. Klon spesifik dari sel-sel leukemik tikus akan terinduksi untuk berdiferensiasi oleh sitarabin. Dan pemberian terus menerus zat ini terhadap HL 60 human promyelocytic leucemic cell, akan meningkatkan pematangan sel sampai menyamai monosit atau granulosit. Jadi sel-sel leukemik jenis ini mungkin Lancet 1984; i : 943-944 sangat sensitif terhadap sitarabin. Tapi cara kerjanya belum diketahui dengan tepat. Keuntungan pemakaian sitarabin dengan dosis yang jauh lebih rendah daripada rejimen pengobatan anti- leukemia biasa, telah dipelajari dan diperdebatkan. Sebagai contoh, para ahli dari Inggris telah melakukan penelitian terhadap pasien dengan Insomnia terjadi dalam begitu banyak keadaan, sehingga sulit anemia aplastik dan anemia refrakter. Pasien- pasien tersebut diketahui hipnotik mana yang harus dipergunakan dan

Obat-obat & Insomnia

56

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

mana yang paling cocok. Dalam 10 tahun belakangan ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam pemahaman masalah tidur dan gangguannya; dan banyak obat, diazepin maupun nondiazepin, telah dibuat untukmemperbaiki tidur. Beberapa waktu lalu, dalam konperensi tentang "Obat-obatan dan insomnia" di Inggris telah dicapai suatu konsensus. Pandangan yang lebih jelas tentang obat-obat tadi mulai tampak, sehingga kini kita mempunyai pegangan sekadarnya. Insomnia adalah simtom dari berbagai keadaan. Ini menunjukkan perlunya penilaian sistematik terhadap penyebabpenyebab medis, psikiatrik, ataupun lainnya. Analisis dari insomnia paling baik dilakukan dalam tiga bagian : transien, jangka pendek, dan jangka panjang. Insomnia transien timbul pada mereka yang biasa tidur nyenyak; biasanya ini karena perubahan keadaan yang menyertai tidur (misalnya, kebisingan), atau pola istirahat yang tak biasa, misalnya bekerja malam atau setelah perjalanan dengan pesawat jet ke negeri jauh. Obat hipnotik mungkin diperlukan, mungkin tidak, tergantung apakah pasien tadi mengeluhkannya atau tidak. Tapi, bila pengobatan diberikan, hipnotik yang cepat dieliminasi lebih cocok. Dan ia seharusnya cuma diberikan sekali dua kali. Insomnia jangka pendek biasanya berkaitan dengan problema emosional atau penyakit medis yang serius. Mungkin ia berlangsung beberapa minggu, dan bisa kumat. Diperlukan pengelolaan yang baik agar insomnia jangka panjang dapat dihindari. Yang paling penting ialah perhatian akan higiene tidur. Hipnotik mungkin sekali berguna, namun jangan lebih dari tiga minggu pemberiannya; lebih baik kalau cuma sekitar seminggu. Penggunaan intermiten dianjurkan, setelah beberapa hari tidur nyenyak. Obat yang cepat dieliminasi biasanya cocok, agar siangnya tidak mengantuk. Namun pada mereka yang menunjukkan ansietas cukup banyak, obat yang eliminasinya lama (diazepam misalnya) boleh dipakai. Tapi harus berhati-hati agar tidak terlalu mengantuk akibat akumulasi obat. Banyak kontroversi tentang penggunaan hipnotik pada insomnia kronik. Diagnosis yang tepat diperlukan sebelum keputusan diambil. Mungkin sepertiga sampai setengah penderita tadi punya latar belakang penyakit psikiatrik, terutama depresi, dan pasien- pasien demikian perlu pengobatan khusus. Kelompok lain termasuk mereka yang menyalahgunakan obat dan alkohol. Tapi ada juga kelompok yang benar-benar punya kelainan tidur yang spesifik. Secara praktis, yang terpenting — terutama pada usia lanjut — ialah apnea tidur. Pada pasien demikian, yang biasanya gemuk dan suka tidur mengorok, atau mengantuk di siang hari — sedatif dianggap merupakan kontraindikasi! Sekalipun demikian, pada banyak pasien insomnia kronik, penyebabnya tidak diketahui. Di sini kedua pendekatan : perbaikan higiene tidur dan hipnotik, akan diperlukan. Yang penting ialah olahraga, mengurangi stress, pantang kopi dan alkohol; hipnotik digunakan secara intermiten sekali dalam tiga malam sampai sebulan. Pada pasien- pasien ini, benzodiazepin jangka panjang mungkin lebih baik. Bila setelah sebulan belum berhasil, dapat dicoba antidepresan sedatif, misalnya selama 4 minggu, meskipun tak tampak jelas gejala depresi.

Namun pendekatan ini perlu dipertimbangkan benar- benar. Diazepin lebih menguntungkan dari barbiturat, bukan saja karena keamanannya, tetapi juga karena manfaat terapeutiknya. Masalah yang terutama timbul ialah efek sisanya di siang hari (yang sedikit bila memakai senyawa yang cepat dieliminasi); kumatnya insomnia bila obat distop (yang dapat dicegah bila digunakan jangka pendek dan penghentian pengobatan bertahap); ketergantungan obat (dapat diminimalkan dengan dosis kecil intermiten, pemberian jangka pendek, atau penghentian bertahap); dan potensiasi obat sedatif lainnya. Untuk menghindarkan semua itu, pasien harus diberi dosis terkecil, dengan jangka waktu sesingkat- singkatnya. Dokter perlu mendidik pasien untuk menggunakan dosis kecil secara intermiten tersebut. Saran-saran di atas cukup masuk akal. Terapi dengan hipnotik dengan cara di atas akan banyak mengurangi masalah penggunaan sedatif yang terlalu lama. Selain itu dosis obat dulu sering terlalu tinggi. Mungkin dosis yang terlalu tinggi ini karena salah penilaian; pasien dengan insomnia transien atau jangka pendek disamakan dosisnya dengan yang untuk pasien insomnia kronik. Brit Med J 1984; 288 : 261

Untuk segala surat- surat, pergunakan alamat :

Redaksi Majalah Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984 57

• Pada suatu hari, datang seorang ibu ke dokter dengan membawa pembantu wanita yang berumur kira-kira 30 tahun. • Ibu rumah tangga tadi mengatakan bahwa pembantunya itu sedang hamil muda. Hasil pemeriksaan fisik dan tes kehamilan menunjukkan bahwa pembantu tersebut memang sedang hamil lebih kurang 10 minggu. Dokter tersebut mencoba melakukan tanya jawab dengan pembantu tadi, tapi wanita tersebut bungkam seribu bahasa. • Menyadari bahwa mungkin pembantu ini takut sekali terhadap majikannya, maka dokter mempersilahkan sang majikan menunggu di luar kamar periksa. Ternyata tindakan ini membawa hasil. Si pembantu sekarang dapat bercerita : bahwa ia memang hamil akibat hubungan kelamin dengan ayah mertua majikannya yang sudah berumur lebih kurang 65 tahun. Oom tua yang sudah pensiun dan tak memiliki kegiatan sehari-hari yang tetap, ternyata berhasil membujuk/mengancam pembantu ini untuk melakukan hubungan seksual sampai sebanyak tiga kali. Kesempatan untuk "pertemuan" ini dipilihnya waktu-waktu dimana rumah sedang kosong oleh karena para anggota keluarga semua keluar rumah, seperti pada pagi hari. • Dapat dibayangkan bahwa istri rumah tangga tersebut terkejut dan malu sekali setelah mendengar dari dokter tentang kasus kehamilan yang tak terencana ini. Setelah mengatasi keributan dalam keluarganya, mereka kembali ke dokter dan sang majikan mengatakan bahwa telah disepakati oleh para anggota keluarga besarnya, dimana kehamilan tersebut harus diakhiri. • Untuk meyakinkan bahwa tidak ada unsur paksaan dari pihak keluarga majikan, maka dokter tersebut mempersilahkan majikan keluar dari kamar periksa dan mengadakan tanya jawab dengan pembantu tersebut. • Dijelaskan oleh dokter tersebut : bahwa bila pembantu wanita itu hendak mempertahankan kehamilannya sampai kemudian bayinya lahir. maka dokter tersebut akan berusaha agar majikannya memberikan pengganti materil yang wajar sebagai uang pesangon si pembantu untuk pulang kedesanya. Bila tidak, maka akan dicarikan jalan untuk mengakhiri kehamilan ini. Ternyata memang si pembantu bertekad untuk tidak meneruskan kehamilannya, oleh karena tidak dapat menghadapi beban batin di kampungnya. Nah, setelah mendengar itu, dokter tersebut mengatakan kepada majikannya agar pembantu tersebut dibawa ke sebuah klinik untuk dihentikannya kehamilannya. Bagaimana pendapat saudara tentang "penyelesaian" kasus ini? OLH

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Komentar TANGGAPAN DARI SEGI ETIK KEDOKTERAN. Inti permasalahan ialah bagaimana sikap etis seorang dokter terhadap abortus provokatus. Dalam kasus ini, dokter tersebut memahami keinginan dari sang majikan dan korban untuk melakukan abortus provokatus dan karena itu dia menyetujui dengan sekaligus mengirim yang bersangkutan ke sebuah klinik untuk penghentian kehamilan. Indikasi untuk abortus provokatus itu adalah indikasi sosial dari kedua pihak, yaitu rasa "malu". Bicara mengenai abortus provokatus, maka secara langsung dokter berhadapan dengan hati nuraninya sendiri, mengingat sumpah jabatan dokter yang diantaranya berbunyi : "Saya akan menghormati hidup insani semenjak saat pembuahan". Namun kita juga menyaksikan bahwa penyimpangan seakanakan sudah lumrah terjadi. Di bawah "permukaan", abortus provokatus dapat dilakukan secara tersembunyi oleh "dukun" yang sulit diharapkan akan dilakukan dengan memperhatikan kriteria medis, sehingga sering membawa korban bagi sang calon ibu. Namun yang dilakukan secara baik menurut kriteria teknis medis juga ada, untuk mengurangi bahkan menghilangkan risiko dan efek sampingan berupa infeksi, perdarahan, dan lain-lain. Dan yang terakhir ini dilakukan oleh tenaga ahli yaitu dokter ! Secara resmi yang dibenarkan oleh etik kedokteran adalah bila ada indikasi medis yaitu bila terminasi kehamilan tidak dilakukan akan membahayakan si calon ibu. Dengan demikian, secara tersirat, dunia kedokteran sudah sejak lama menentukan urutan prioritas dalam menghormati kehidupan insani. Yaitu, yang pertama dihormati kehidupan insani yang telah lengkap/telah lahir; baru kemudian insani yang belum lahir ke dunia ! Secara tidak sadar penampilan sikap "egoisme" dari manusia sendiri maju ke depan; membela ras manusia yang telah hadir di dunia, lebih penting ketimbang membela calon manusia yang belum kelihatan. Beberapa dasawarsa belakangan ini indikasi lain untuk melakukan abortus provokatus semakin luas, seperti indikasi sosial dalam arti luas, indikasi sosial dalam skala keluarga, keenganan mempunyai unwanted child demi kesejahteraan keluarga dan lain-lain. Program KB dengan Norma Keluarga Kecil yang Berbahagia dan Sejahtera (NKKBS) banyak pula dimanfaatkan oleh anggota masyarakat tertentu yang menjurus pada abortus provokatus, biarpun secara resmi cara ini tidak termasuk dalam program KB. Akan tetapi praktek seperti M.R. masih diperdebatkan antara yang pro dengan yang kontra, apakah itu suatu

abortus provokatus atau bukan. Bahkan, pemasangan IUD bila mekanismenya dalam mencegah kehamilan diyakini sebagai pencegahan nidasi saja, akan berarti telah menciderai sumpah dokter sebab pembuahan telah terjadi, hanya nidasi yang terhalang. Karena berbagai realitas hidup sehari-hari, maka secara diam-diam masalah abortus provokatus menjadi semakin ringan. Dengan perkataan lain secara evolusi telah terjadi pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat termasuk masyarakat dokter. Dalam kasus kita ini mungkin sebagai suatu apologi, Sejawat yang mengirim ke klinik tersebut, merasa tidak bersalah karena dia tidak menganjurkan dan lagi pula yang melaksanakan bukan dia sendiri; dia cuma memberikan kemudahan dengan menunjukkan tempat yang baik dan aman. Pergeseran nilai yang lain ialah secara tersirat seolah-olah sudah ada klinik yang berfungsi untuk maksud abortus provokatus tanpa indikasi medis, yang diterima oleh masyarakat. Kita juga menyaksikan bergesernya nilai sakral dari hubungan intim perkawinan biarpun salah satu sila dalam Pancasila adalah " Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Makna beradab ini sering terlanggar, mungkin karena tolak ukurnya kurang jelas. Pertanyaan kita : "Apakah hubungan seksuil dalam kehidupan perkawinan masih dianggap sakral dan merupakan rahasia pribadi yang termulia, masih dianut ?" Dalam beberapa hal, misalnya dalam kampanye Safari KB di layar TVRI, sering kita menyaksikan pertanyaan dan dialog yang tidak lagi menghormati kesakralan dan kerahasiaan hubungan seksuil suami istri, seolah-olah perbuatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang tak perlu disembunyikan, karena toh semua orang tabu juga. Kembali di sini masalah pergeseran nilai. Bilamana hubungan seksuil dua insan yang berlainan jenis, kehilangan nilai sakral dan keintimannya, maka kehamilan sebagai buah dari hubungan tersebut juga tidak lagi dinilai sakral, maka dengan sendirinya penilaian pun menjadi rutin, sehingga pelaksanaan abortus secara berangsur-angsur akan diterima sebagai hal yang wajar pula. Seolah-olah kita menerima kesepakatan: "Marilah kita menikmati dunia ini untuk kita sendiri, tidak perlu memikirkan hak asasi calon manusia itu". Di sini kita sekarang berada dalam manifestasi kontroversialitas "species" yang namanya manusia. dr. H. Masri Roestam Direktorat Transfusi Darah PMI/ Ketua I.D.I. Cabang Jakarta Pusat

TANGGAPAN DARI SEGI HUKUM KEDOKTERAN Ada 3 persoalan yuridis dalam kasus ini : • Yang pertama menyangkut rahasia pekerjaan dokter. Seharusnya dokter itu meminta ijin kepada pembantu rumah tangga untuk memberi tabu tentang kehamilannya kepada si majikan. Tapi dari cerita selanjutnya ternyata pembukaan rahasia itu adalah demi kebaikan si pembantu, sehingga tidak ada alasan untuk menuntut dokternya.

• Yang kedua menyangkut ancaman. Jika ini berupa ancaman kekerasan, misalnya mau dibunuh, maka telah terjadi perkosaan. Tapi kalau hanya ditakut-takuti akan diberhentikan dari pekerjaan maka perbuatan ini tidak dapat dituntut. • Yang ketiga menyangkut abortus provokatus. Seperti kita ketahui, abortus provokatus yang diperbolehkan oleh hukum ( berdasarkan yurisprudensi dan juga sejarah pembuatan hukumnya) hanya yang berdasarkan indikasi medik. Jika indikasi untuk dilakukan abortus itu tidak tepat, maka dokter yang memberi tabu di klinik mana dapat dilakukan abortus itu dapat dituntut sebagai pembantu melakukan kejahatan menurut KUH Pidana pasal 56 : Sebagai pembantu melakukan kejahatan dipidana : ke-1: orang yang dengan sengaja membantu waktu kejahatan itu dilakukan; ke-2: orang yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu. Dalam yurisprudensi Belanda (putusan Arrondissementsrechtbank Amsterdam 5 Februari 1942) dibenarkan suatu abortus provokatus atas dasar indikasi psikiatrik, di mana psikiater menerangkan, bahwa si wanita itu berada dalam ketegangan jiwa yang hebat dengan bahaya bunuh diri (in een zeer ernstige overspanningstoestand met direct suicide-gevaar). Di Indonesia belum pernah ada yurisprudensi seperti ini, tapi dalam suatu perkara (tentang hal lain) dalam sidang pengadilan pernah terungkap adanya abortus provokatus atas dasar indikasi psikiatrik dan dokter yang melakukannya tidak dituntut. Jadi secara diam-diam (stilzwijgend)tampaknya indikasi psikiatrik juga diterima di sini. Oleh karena itu sebaiknya dokter mengirim pembantu rumah tangga tadi ke psikiater untuk meneliti besarnya "beban tekanan batin" yang diderita dan apakah dapat dipertanggungjawabkan, jika dilakukan abortus provokatus atas dasar "be-ban tekanan batin" itu. dr. Handoko Tjandroputranto Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta

Catatan singkat Menteri Kesehatan Inggris bulan Mei yang lalu mencabut izin peredaran tablet anti- rematik yang berisi oksifenbutason, karena alasan keamanan. Di Inggris ia beredar dengan nama Tanderil, Tandacote dsb. ( di Indonesia: Tanderil, Rheumapax, Realin, Reozon). Apotik - apotik harus mengembalikan stok obat tersebut pada waktu yang telah ditentukan. Dulu fenilbutason juga mengalami nasib serupa; Tapi ia masih boleh dipergunakan oleh dokter di rumah sakit, pada keadaan tertentu. •

Banyak macam ukuran cuff dari sfigmomanometer yang dimiliki dan digunakan oleh para dokter. Cuff yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat mengubah tekanan darah seseorang sebesar 8,5 mmHg sistolik dan 4,6 mmHg diastolik. Bila cuff terlalu kecil, tekanan darah akan terukur lebih tinggi dari yang sebenarnya; sedangkan bila cuff terlalu besar, tekanan darah akan terukur lebih rendah. Ini dapat menyebabkan over treatment atau under treatment. Circulation 1983; 68 : 763 - 6 •

Dari Afrika Selatan, dilaporkan adanya 19 kasus perlukaan vagina setelah melakukan senggama biasa. Mengapa demikian ? Penulis tersebut menduga bahwa perlukaan vagina tadi terbanyak pada wanita- wanita yang mengulang senggama setelah sekian lama tidak melakukannya. Tidak disebutkan bagaimana karakteristik dari pasangan wanita-wanita yang mengalami perlukaan vagina itu. South African Med J 1983; 64 : 746 - 7 •

Penemuan antibiotika telah diikuti dengan resistensi kuman. Bagaimana mencegah bencana ini pada obat-obat antivirus? Pada infeksi bakteri, pemberian antibiotika profilaksis umumnya dianggap sebagai penyebab resistensi. Tapi pada obat antivirus, keadaannya berbeda sekali, terutama virus yang punya fase laten pada siklus hidupnya - seperti, herpes simplex, sitomegalovirus, dan adenovirus. Pencegahan pada penyakitpenyakit karena virus tadi dapat amat bermanfaat. Dan mungkin mencegah timbulnya resistensi. Lancet 1984;i:1154

Apakah transplantasi otak dapat dilakukan? Ya, menurut hasil penelitian baru-baru ini. Binatang yang diduga • mengalami kerusakan pada salah satu bagian otaknya, kaBanyak zat-zat pemanis sintetis. Tapi banyak pula yang tak dang-kadang dapat diperbaiki melalui transplantasi dedianjurkan karena efek sampingnya. Sakarin, misalnya, ngan jaringan otak fetus. Dalam waktu mendatang, hal ini karena menyebabkan kanker kandung kencing, pernah mungkin menjadi kenyataan pada manusia. akan dilarang di Amerika. Tapi ini ditentang oleh para Developmental Med and Child Neuro 1983; 25: 654-6 penderita diabetes yang memerlukan. • Tapi pemanis sintetis aspartam, oleh sebuah komite Pil KB ternyata dapat menimbulkan efek samping kesehatan di Inggris dinyatakan aman. Aspartam ini, berupa otosklerosis. Sebaiknya pada ibu-ibu yang akan setelah dimakan akan dipecah menjadi fenilalanin dan menggunakan pil KB tersebut, sebelumnya dilakukan asam aspartat; kedua- duanya asam amino alamiah, dan pemeriksaan telinga. Juga penting anamnesis ada tidakfenilalanin asam amino yang esensial. Juga setelah makan nya riwayat ketulian dalam keluarga. Br J Fam Planning 1984; 9 : 134 aspartam, kadar fenilalanin tubuh tidak meningkat secara bermakna. • Pada awal tahun 1970, dilakukan screening terhadap 2000 orang laki-laki yang tampaknya sehat, dengan usia antara 40 - 59 tahun. Hasilnya : 115 orang menderita penyakit pembuluh koroner jantung yang laten. Pada 109 dari 115 orang ini dilakukan pemeriksaan angiografi. Didapatkan 36 orang dengan gambaran angiogram yang normal. Pada follow-up 7 tahun kemudian, dari ke 36 orang ini, 3 orang meninggal tiba-tiba, 4 orang menderita kardiomiopati, dan 1 orang dengan dilatasi/regurgitasi aorta. Kesimpulan : angiogram normal belum tentu menunjukkan jantung yang normal. Circulation 1983; 68 : 490 - 7

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984



Penyebab vertigo yang sering dan biasa pada orang dewasa justru jarang menyebabkan vertigo pada anakanak. Penyelidikan terhadap 50 kasus vertigo yang rekuren pada anak-anak, ternyata 28% disebabkan epilepsi lobus temporal, 22% oleh karena epilepsi subkortikal, baru kemudian penyebab- penyebab lainnya. Anak-anak dengan vertigo, seharusnya dilakukan pemeriksaan EEG dan audiometri. Up Date 1983; 1389 - 1397

TIUP BALON

TEKANAN DARAH RENDAH

Seorang anak laki-laki berumur lebih kurang 4 tahun sedang berada di kamar bersama ibunya yang sedang berganti pakaian. Sewaktu ibunya menanggalkan kutangnya, anak tadi nycletuk : "Ibu, balonbalon ibu kurang keras / besar, perlu ditiup !" Ibu : "Hush, ini bukan balon !" sambil menunjuk pada payudaranya. Anak : "Lho, tadi saya lihat bapak di gudang sedang meniup balon Minah (si pembantu) sampai keras sekali !!!" OLH

Seorang sejawat ditugasi oleh Lembaga Transfusi Darah PMI DKI Jaya untuk melaksanakan kegiatan pengambilan darah pada anggota keluarga besar salah satu ludruk terkenal di wilayah Jakarta. Setelah memeriksa seorang pasien, terjadilah percakapan sebagai berikut : "Bapak, darahnya tidak bisa diambil. Bapak Dokter sekarang tidak bisa donor" Pemain ludruk I : "Kenapa dokter?" Dokter : "Tekanan darah Bapak ini rendah." " Pemain ludruk I (dengan agak cemas) : Bagaimana mengobatinya dokter?" Pemain ludruk II (nyeletuk) : "Gampang mas, makan saja "tangga", kan nanti tekanan darahnya jadi naik tinggi!!"

K.O. Sewaktu masih coass, saya berdua dengan teman saya harus memberikan ceramah mengenai cara-cara pertolongan partus yang benar kepada para dukun beranak. Sebenarnya kami masih hijau dalam praktek dibandingkan mereka. Maklum, belum lagi masuk kebidanan. Sebelumnya, saya buat perjanjian dengan teman saya; bila ada pertanyaan yang tidak dapat saya jawab, saya akan memberi kode dengan menyentuh kakinya agar ia yang menjawab. Beberapa kali hal ini berjalan mulus. Akhirnya, saya dibuat "knock out" juga, karena biar sudah saya tendang- tendang kakinya, ia tetap diam saja. Sama-sama tidak bisa

dr. Tjandra Yoga Aditama Jakarta

JUDUL BARU Tiap penerbitan majalah ini selalu dirakit dalam suatu simposium dengan tema tertentu. Suatu ketika seorang pengumpul naskah bertanya kepada dokter penulis, suatu judul untuk "Simposium masalah otak" : "Dokter, dari judul-judul simposium otak ini, judul apa lagi yang dipandang masih perlu untuk ditambahkan?" Dokter membaca sederetan judul- judul, dan sambil manggut- manggut mengatakan : " Menurut saya sudah cukup. Tapi kalau mau ditambahkan ini menarik juga." Dengan serta merta si peminta naskah menulis apa yang dikatakan oleh dokter tsb : 'Resep-resep baru dalam pengelolaan ......... masakan ......................otak kambing!' Sang dokter meledak ketawanya dan sang peminta naskah cepat-cepat balik minta diri sambil berkata : "Dan sop buntut ya dokter." Sri

Kris

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984 61

POSITIF

MINTA TOLONG

Waktu menjalani kepaniteraan klinik bagian neurologi, setiap coass harus membuat presentasi kasus secara bergilir. Istimewanya, untuk seorang dosen tertentu presentasi tersebut dibawakan di rumah beliau. Jadi setiap kali kami berbondong- bondong ke rumahnya, dan tentu saja ..., tanpa pasien! Suatu kali tiba giliran saya. Karena di rumah sakit tidak ada kasus yang menarik, terpaksa kasusnya saya karangkarang sendiri. Status saya salin saja dari bekas teman saya. Saatnya pun tiba. Saya bacakan identifikasi pasien wanita itu, anamnesis, dan seterusnya. Beliau manggutmanggut . . ., tiba-tiba dia tertawa. Teman-teman yang lain pun ikut tertawa. Saya bingung juga, tapi segera sadar. Rupanya dalam status palsu tersebut tertulis : refleks kremaster positif !

Disuatu ruang praktek seorang dokter, datang seorang pria umur ± 60 tahun, seorang wanita umur ± 25 tahun dan seorang anak kecil umur ± 2 tahun. Setelah dipersilahkan duduk, terjadi tanya jawab antara dokter dengan pasien tersebut. Dokter : "Yang sakit siapa Pak ?" Si wanita yang menjawab : "Itu Pak Dokter, suami saya senjatanya tidak bisa bergerak". (Maksudnya : impotent). Dokter (setengah kaget, karena disangkanya sang Bapak tadi adalah orang tua dari wanita tersebut) : "Sudah berapa lama sakitnya Pak ?" Bapak : "Sudah kurang lebih 5 tahun Pak Dokter". Dokter : "Tapi anak ibu baru ± 2 tahun, mana mungkin ?" Si istri mendengar pertanyaan Dokter itu senyum senyum kecil. Sang Bapak dengan malu-malu kucing menjawab : "Betul Pak Dokter, anak itu memang anak dari istri saya, tetapi bukan anak saya". Dokter : "Apakah istri Bapak waktu kawin dengan Bapak sudah janda ?" Bapak : "Tidak Pak Dokter, dia waktu itu masih gadis" . Dokter : "Lalu ?" Bapak : "Waktu itu saya minta tolong kepada tetangga oleh karena saya ingin punya anak". Mendengar jawaban yang tidak terduga tadi sang Dokter berkata : "Kenapa Bapak dulu tidak minta tolong kepada saya ?" Si istri, mendengar perkataan Dokter tadi, terlihat senyum- senyum kecil penuh arti. Segera Dokter sadar, dan meralatnya. "Bukan begitu, kenapa tidak berobat, maksud saya !"

di

Kris

:

dr. Sudaranto

Puskesmas Sail, Pekanbaru, Riau

SALAH PAKAI

r

Sepasang suami istri datang menghadap seorang dokter dalam rangka KB. Oleh dokter tersebut diberi 1 doos kondom, sambil bertanya kepada si suami : "Bapak sudah tahu cara memakainya ?" "Sudah dok, dulu sebelum kawin saya sudah pernah pakai !" Pasangan suami istri tersebut kemudian pergi sambil membawa bekal kondom tadi. Setelah beberapa waktu si istri kembali kepada dokter dan bercerita bahwa haidnya belum juga datang. Dokter bertanya : "Apakah bapaknya tiap kali pakai alat tadi, bu ?" Si istri : "Wah, bapak sering malas, jadi saya yang pakai saja !" Dokter : "Lho, caranya bagaimana ?" Si istri : "Saya makan satu biji sebelum campur !" Dokter : "Wah, salah ! Itu tidak untuk dimakan !" Si istri : "Pantas sekarang tiap kali saya kentut, keluar plembungannya (balon) !" OLH

KEMANA ?

Pengalaman dokter gigi di desa macam- macam. Ada pasien, seorang kakek tua, yang gigi gerahamnya berlubang. Harus dicabut ! Kemudian dokter memberikan suntikan anestesi lokal, dan menyuruhnya menunggu di luar. Setelah beberapa saat dokter membuka pintu dan menyilahkan pasien tersebut masuk. Tapi ........................... ruangan telah kosong, pasien tersebut telah pergi, mungkin dikiranya pengobatan telah selesai . . . . atau uangnya yang tidak cukup, sehingga harus Sri 62

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

RUAN G PENYE G AR DAN

i►a~ili

PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ???

(a) fraktur tengkorak, tanpa kelainan neurologik, secara 1. Afasia adalah gangguan bahasa, dan biasanya : klinik tidak begitu berarti. (a) disertai gangguan persepsi (b) diantara saraf otot mata,yang sering terkena ialah Saraf (b) disertai gangguan memori III, sehingga mengalami diplopia. (c) disertai gangguan emosi (c) Saraf keVII dan VIII sering cuma mengalami ganggu(d) disertai gangguan kognitif an karena edema. (e) tidak disertai gangguan fungsi luhur di atas. (d) Saraf vagus jarang terkena, karena bila terkena biasanya 2. Prinsip dari rehabilitasi(speech therapy) penderita afasia: penderita mati. (a) dimulai seawal mungkin (e) semua jawaban di atas benar. (b) komunikasi dengan isyarat jangan digunakan 7. Tumor otak yang paling banyak didapatkan ialah jenis : (c) materi pelajaran perlu diulang-ulang (a) glioma (d) penyertaan keluarga adalah mutlak (b) meningioma (e) semua di atas benar. (c) adenoma hipofisis 3. Mengenai disfungsi otak minor pada anak, pernyataan yang (d) tumor metastasis tidak benar ialah : (e) tumor pembuluh darah. (a) diduga diderita oleh5 - 25% anak-anak usia sekolah. 8. Pada tumor otak : (b) dapat mengalami kesulitan membaca, menulis, meng(a) Nyeri kepala ditemukan pada sebagian besar pasien. hitung, atau berbahasa. (b) Pada sebagian besar pasien didapatkan kejang umum. (c) anak dengan kesulitan belajar tak perlu pemeriksaan (c) dapat ditemukan gejala bradikardia dan hipertensi. neurologik. (d) Gangguan mental, seperti halusinasi, tak pernah di(d) riwayatnya : tidak dapat diam, sering tersandung dan jumpai . jatuh, sulit mengikat tali sepatu, sulit mengancing (e) Papil edema jarang ditemukan. baju, dan lain-lain. 9. Penanggulangan penderita insomnia kronik adalah sebagai (e) terapinya antaralain obat psikostimulan dan cerebralberikut, kecuali : metabolic vasodilators. (a) lebih dipilih benzodiazepin yang kerjanya singkat. 4. Obat-obat untuk insufisiensi otak, umumnya masih diper(b) dapat dicoba pemberian antidepresan, meskipun debatkan efektivitasnya.Tapi, secara umum, tujuannya ialah gejalanya tak jelas. sebagai berikut, kecuali : (c) higiene tidur dan olah raga penting sekali. (a) perbaikan pemakaian02 dan glukosa oleh otak (d) bila diberikan hipnotik, dipilih dosis seringan mungkin; (b) penghambatan sintesis protein otak, misalnya dengan kalau perlu diberikan intermiten. heksobendin (e) benzodiazepin lebih dipilih daripada fenobarbital. (c) peningkatan resistensi otak terhadap hipoksia. 10. Mana diantara keadaan ini yang tak dapat menyebabkan (d) perbaikan sirkulasi serebral, misalnya dengan nikotinat. ketulian ? (e) semua jawaban benar. (a) Keturunan 5. Pada penanggulangan stroke; yang tidak benar ialah : (b) Influena (a) penderita hipertensi berat cukup bila tekanan ditu(c) Diabetes melitus runkan sampai 160/110 mmHg pada fase akut. (d) Vitamin B-1 (b) pemberian deksametason masih kontroversial. (e) Penyakit Meniere. (c) bila pasien dapat minum, gliserol dapat diberikan peroral, meskipun efeknya masih kontroversial. (d) pemberian vasodilatansia dan oksigen sangat berguna. 3 '8 fl 'b (e) yang terpenting ialah perawatan umum dan mengobati V 'L '£ faktor risiko. D'01 S'9 3'Z 6. Pada cedera otak, manakah pernyataan berikut yang tidak V'6 a'S 3'1 benar ? 7I1dd)l uageMa

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984 63

ABSTRAK AB5TRAK PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG Pelayanan kesehatan jiwa di negara-negara berkembang, lebih banyak dikenal pada saat ini daripada 10 tahun yang lalu. Yaitu, sejak WHO membentuk suatu badan khusus untuk mempelajari strategi supaya pelayanan kesehatan jiwa itu berhasil. Berikut ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang dicapai oleh Badan tersebut : (a) Kebutuhan akan pelayanan kesehatan jiwa antara masyarakat pedesaan dan perkotaan adalah sama besar. (b) Sebagai primary health care, sistem desentralisasi bagi pelayanan kesehatan jiwa baik di desa dan di kota untuk negara-negara berkembang, dapat dilaksanakan. (c) Selain oleh dokter umum, pelayanan kesehatan jiwa dapat juga dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah mendapat latihan sekedarnya. Cara seperti ini telah digu. nakan dibanyak pusat kesehatan, dan pedoman latihan diterbitkan dalam bahasa setempat. (d) Ketrampilan menolong penderita gangguan jiwa perlu diberikan pada semua staf medis; bukan hanya untuk menolong penderita gangguan jiwa, tapi untuk meningkatkan mutu segala bentuk pelayanan kesehatan. (e) Ketrampilan dalam ilmu mengenai tingkah-laku, pada saat yang bersamaan dapat menolong dalam formulasi dan implementasi program kesehatan masyarakat, yang mempromosikan kesehatan, termasuk kesehatan jiwa. Kris WHO Technical Report Series, No 698, 1984; 30 - 31

DUA LANGKAH UNTUK BERUBAH MENJADI KANKER Oleh 3 team peneliti masing-masing : R. Weinberg dari MIT, USA, E. Rodey dari Cold Spring Harbour U.S.A dan R.F. Newbold/R.W. Overell dari Institute of Cancer Re-search dari Inggeris telah ditemukan bahwa untuk perubahan sel-sel normal menjadi sel-sel kanker (ganas) diperlukan 2 langkah : Langkah I, disebut immortalization, yaitu berubahnya sel-sel normal sedemikian rupa sehingga dapat hidup selama-lamanya dalam laboratorium, Sel-sel normal biasanya akan mati setelah 1k. 50 generasi. Langkah II, diperlukan impuls atau rangsang agar sel-sel dapat membagi-bagi diri secara cepat. Urutan kedua langkah ini tidak menjadi soal, akan tetapi kedua-duanya mutlak untuk mengubah sel-sel normal menjadi sel yang ganas. Perubahan ini dapat disebabkan oleh gen-gen virus, zat-zat karsinogenik, atau oleh oncogenes, yaitu gen-gen binatang yang bertalian dengan jenis-jenis kanker tertentu. OLH "CHILD ABUSE"

Science, Nov. 1983

"Child abuse" merupakan suatu tragedi bagi anak. Ia merupakan contoh rasa saling tidak mengerti antara orang tua dengan anaknya. Bahkan sering-sering menimbulkan keterasingan sang ibu dari bayinya. Perlu dipertimbangkan di sini sensasi yang berlainan antara ibu dan bayi pada saat dilahirkan. Kelahiran, bagi ibu adalah peristiwa dramatik yang menyakitkan dan melelahkan. Sang bayi, yang biasanya hidup dalam rahim ibunya, tiba-tiba harus hidup dalam dunia "luar". Pelukan dan buaian dari ibunya itu perlu supaya perubahan tersebut tidak terlalu besar dirasakan. Tapi, yang sering terjadi, bayi dipisahkan dari ibunya, dan diletakkan begitu saja dalam box. Tentunya, perubahan ini terasa besar bagi bayi dan amat tidak menyenangkan. Mungkin berbicara tentang cinta sudah ketinggalan jaman, tapi bernyanyi lagu cinta adalah mode. Yang dibutuhkan bagi bayi dan setiap orang, yaitu keinginan untuk dicintai dan perasaan aman. Bayi yang tidak dicintai akan menangis. Menangis merupakan satusatunya cara bagi bayi untuk menuntut sesuatu, Adalah kewajiban seorang ibu untuk mengetahui apa yang dimaui bayinya bila ia menangis. Misalnya, keinginan untuk dicintai! Kris Up date Jan 1984; 29

64

Cermin Dunia Kedokteran No. 34, 1984

Related Documents

Cdk 034 Masalah Otak
November 2019 8
Cdk 077 Tumor Otak
November 2019 19
Cdk 086 Masalah Anak
November 2019 14
Cdk 033 Masalah Anestesi
November 2019 15
Cdk 031 Masalah Jantung
November 2019 8
Cdk 027 Masalah Anak-anak
November 2019 17