Ivan Illich, dalam bukunya yang terkenal Medical Nemesis, mengolok-olok dunia kedokteran. Kekaguman terhadap dunia kedokteran, katanya, sama sekali tidak berdasar. Keberhasilan-keberhasilan yang konon dicapai dunia kedokteran di masa-masa yang lalu bukan disebabkan oleh kemajuan dalam dunia kedokteran, tapi oleh faktor-faktor lain, seperti perbaikan sanitasi Lingkungan dan sebagainya. Jadi, kedokteran modern itu, tambahnya, praktis tidak memberi sumbangan apa-apa kepada umat manusia ! Seandainya struktur dunia kedokteran sekarang ini dibongkar sama sekali, harapan hidup tak akan menurun ! Jadi? Profesi kedokteran harus dihancurkan dengan menghilangkan kontrol atas siapa yang boleh berpraktek; pelayanan kesehatan harus tersedia secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat; teknologi tinggi harus dihapuskan dari dunia kedokteran karena ia membuang uang; dan riset-riset kedokteran jangan dibantu oleh dana masyarakat/pemerintah. Jelas Illich membesar-besarkan masalahnya. Tapi, bila disimak dengan seksama, terlihat butir-butir kebenaran di dalam argumentasinya. Bukan suatu koinsidensi bahwa kemudian WHO menganjurkan teknologi tepat guna bagi masyarakat di dunia berkembang; pemerataan pelayanan kesehatan kedesa-desa dan sebagainya. Betapa pun dikecam, kemajuan ilmu dan teknologi tinggi di bidang kedokteran tak urung menimbulkan kekaguman bagi para klinikus, yang memang melihat pasien dari skala mikro. Terlebih lagi bagi para pasien yang beruntung dapat menikmati kemajuan teknologi tersebut. Dalam sistem penyampaian obat, kini telah luas beredar preparat nitrogliserin untuk ditempel di kulit. Dalam waktu tak lama lagi mungkin ia akan diikuti oleh preparat tempel (transdermal patch) klonidin untuk terapi hipertensi yang dapat bertahan seminggu. Bagi penderita hipertensi, yang mampu membayar tentunya, kemajuan ini sungguh akan sangat meringankan bebannya memakan obat setiap hari. Di Indonesia, di berbagai kota besar juga telah tersedia CT scanner. Ia jelas telah menolong "banyak " orang yang mampu membayar 100.000 rupiah ke atas. Lokasi tumor atau bekuan darah di otak yang dulu cuma dikirakira, kini dapat ditunjukkan dengan tepat. Juga lesi-lesi di alat-alat dalam tubuh lainnya. Dalam bidang penyakit mata, telah tersedia keratoplasti refraktif yang dapat menggantikan kaca mata atau mengurangi tebalnya lensa kaca mata. Dengan rifampisin kini lama pengobatan TBC dapat ditekan menjadi 6 bulan saja. Lenyaplah sudah keharusan suntik tiap hari dengan streptomisin selama 3 bulan. Di negara maju, kelainan kongenital pun, seperti hidrosefalus kongenital, mulai dapat diatasi dengan operasi janin alias operasi semasa dalam kandungan. Bagi pasangan yang mendambakan anak, kemajuan teknologi ini sungguh sangat memberi harapan . Mungkin cuma dalam pengobatan infark jantung pengamatan Illich dapat diterapkan di klink, karena belum ada kemajuan yang berarti. Dogma-dogma cara pengelolaannya tumbuh dan tumbang silih berganti. Sehingga menurut Mitchell, pasien infark tanpa komplikasi itu dirawat di rumah sakit di ICCU atau pun di rumah, sama saja baiknya. Itulan sekilas kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dunia kedokteran. Sekali lagi, semuanya memang mahal. Tapi mengagumkan bagi yang beruntung menikmatinya, dan tertolong olehnya. Ivan Illich pun, yang begitu sinis, mungkin akan mengakuinya tatkala dia sakit.
Artikel
Sistem Penyampaian Obat Terkontrol Drs. Victor S. Ringoringo Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farina, Jakarta
Efek obat pada tubuh dihasrlkan dari aksi obat pada makromolekul "sasaran" yang terdapat di dalam atau di permukaan sel tertentu. Beberapa obat mempunyai aksi yang sangat spesifik (hormon.hormon) karena senyawa ini berinteraksi dengan reseptor yang hanya terdapat pada satu atau beberapa sel tertentu saja. Seringkali efek terapetik yang diinginkan dari suatu obat hanya menyangkut aksinya pada satu sel tertentu saja (sal tumor), efek toksik atau efek samping yang tidak diinginkan berasal dari aksinya terhadap sel lainnya. Sehingga kita dapat meningkatkan efek terapetik suatu obat dan meminimalisir efek toksiknya dengan melipat-duakan jumlah dan durasi obat di sekitar sel sasaran, sementara itu mengurangi paparan obat pada sel-sel non sasaran. Hal ini merupakan dasar rasional dari konsep sistem penyampaian obat yang terkontrol, yaitu dengan menggunakan sistem dan teknik yang dapat memodifikasi dan mengontrol absorpsi, kadai obat dalam darah, metabolisme, distribusi ke jaringan, dan uptake obat aktif pada tahap seluler. Tujuan akhir daripada sistem penyampaian obat yang terkontrol adalah meningkatkan efikasi obat, meminimalisir efek samping, dan meningkatkan kepatuhan penderita dengan cara pemberian aturan dosis yang menyenangkan. AKSI OBAT YANG TERLOKALISIR. Dalam banyak hat, aksi obat hanya diinginkan pada jaringan atau pada organ tertentu saja sehingga efek samping dapat dirninimalisir. Obat-obat anti kanker, anti fertilitas, antiinflamasi steroid seringkali menimbulkan efek samping yang serius. Dengan teknik lokalisasi aksi obat, maka problema efek samping diltarapkan dapat diatasi. Lokalisasi aksi obat juga dapat digunakan untuk meningkatkan efikasi dan potensi obat-obat tertentu, misalnya pada terapi glaukoma.
AKSI OBAT PADA SEL SASARAN Tujuan akhir pengontrolan penyampaian obat yaitu pengembangan suatu kompleks carrier-obat yang akan membawa obat secara eksklusif pada sel sasaran. Dalam hal ini harus diketahui proses yang terjadi antara kompleks carrier-obat dengan reseptor pada pennukaan set. Imunoglobulin spesifik meparu rupakan salah satu contoh carrier yang memberikan hara untuk maksud ini. Penemuan teknologi hibridoma yang relatif mash baru dalam produksi antibodi monoklonal yang mumi merupakan suatu pendekatan baru untuk menyampaikan obat pada sel sasaran dengan antibodi. Juga telah dilakukan pendekatan lain untuk menyampaikan obat pada sel sasaran yaitu dengan mengeksploitasi suatu determinan karbohidrat spesifik. Perlu diperhatikan bahwa konsep penyampaian obat pada sel sasaran agak berbeda dengan konsep lokalisasi penyampaian obat. Konsep lokalisasi penyampaian obat merupakan lokalisasi obat pada organ tertentu, dimana obat bereaksi pada organ atau permukaan tubuh tertentu Sedang konsep penyampaian obat pada sel sasaran merupakan penyampaian kompleks carrier-obat pada jenis sel yang spesifik. PELEPASAN OBAT YANG TERUS -MENERUS Umumnya bila suatu obat diberikan secara oral atau parenteral, kadar obat sistemilc jauh diatas kadar terapetik pada periode awal dan kemudian secara graduil akan turun ke kadar inefektif. Bentuk kinetric obat seperti "gerigi gergaji" ini tidak diinginkan untuk beberapa obat, terutama untuk obatobat yang mempunyai indeks terapi yang kecil yaitu bila jarak kadar toksik dan kadar terapi sangat sempit. Fluktuasi kadar obat yang tak diinginkan ini juga dapat disebabkan karena ketidak patuhan penderita dalam meminum obat sesuai regimen dosis yang diberikan. Penggunaan sistem penyampaian obat yang terkontrol dapat mempertahankan kadar obat Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
3
diatas kadar terapetik relatif konstan tanpa adanya bentuk kinetik seperti gerigi gergaji. Sistem penyampaian obat ini dapat diterapkan pada kemoterapi sel kanker dengan sitosin arabinosid. TEKNOLOGI SISTEM PENYAMPAIAN OBAT TERKONTROL 1. Matriks polimer sintetis Salah satu bentuk sistem penyampaian obat terkontrol yang paling banyak dilcembangkan adalah matriks polimer sintetis. Film atau kapsul carrier obat dapat dibuat dari polimer inert seperti silastic atau asam poliaktat. Matriks polimer ini dapat dipakai pada kulit, di inplantasikan subkutan, atau dimasukkan kedalam berbagai rongga tubuh. Laju pelepasan obat dari matriks polimer ini tergantung pada sifat-sifat fisika matriks polimer dan obat itu sendiri. Matriks polimer dapat digunakan untuk melepaskan obat secara perlahan-lahan dan konstan untuk mempertahankan kadar obat efektif dalam darah atau untuk mempertahankan kadar obat yang tinggi di dalam kompartemen lokal seperti pada ruang intrauterin, rung intraokuler dan lain-lain. Konsep dasar penggunaan matriks polimer dalam suatu penyampaian obat adalah pelepasan obat secara Perlahan-lahan dan terus-menerus untuk mempertahankan kadar obat efektif pada kompartemen tubuh tertentu untuk mengimbangi proses biologis seperti metabolisme dan eliminasi obat. 2. Pendekatan kimiawi Secara tradisional ahli kimia farmasi mencari metoda sinte sa suatu analog obat untuk meningkatkan efektifitas obat dengan sifat-sifat yang lebih baik. Perbaikan efektifitas obat dapat diperoleh dengan mengubah proses interaksi obat dengan sel sasaran atau dengan perbaikan karakteristik farmakodinamik obat. Gugus yang dapat mengubah sifat-sifat farmakodinamik dapat dimasukkan kedalam molekul obat membentuk ikatan yang bioreversibel. Metoda modifikasi kimia bioreversibel ini dapat meningkatkan absorpsi obat dan dikenal sebagai konsep prodrug. Pendekatan prodrug dapat pula digunakan untuk memperbaiki mutu farmasetis obat dengan membuat bentuk sediaan obat yang lebih enak dipakai, lebih mudah diformulasi, dan lebih cepat diabsorpsi pada saluran cerna. Konsep prodrug banyak diterapkan pada golongan obat penisilin dan telah banyak dipakai dalam terapi seperti talampisilin, pivampisilin, dan bakampisilin. Desain prodrug dapat pula digunakan untuk memperoleh aksi obat yang terlokalisir, seperti methenamin, suatu antiseptik saluran kemih yang hanya efektif pada suasana urine yang asam. 3. Pendekatan biologis Pendekatan biologis dalam sistem penyampaian obat menggunakan senyawa biologis seperti antibodi, sel darah merah, dan liposom sebagai carrier obat. Seperti matriks polimer, carrier biologis seperti liposom dan sel darah merah dapat digunakan untuk pelepasan obat secara terus-menerus dan terkontrol kedalam cairan sistemik. Berbeda dengan carrier sintetis, liposom dan sel darah me 4
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
rah dapat dimasukkan langsung kedalam pembuluh sistemikc. Lokalisasi aksi obat dapat diperoleh dengan memasukkan liposom langsung kedalam organ atau rongga tubuh yang tepat dengan cars yang sama seperti matriks polimer sintetis. Carrier biologis dapat digunakan pada keadaan dimana dengan sistem matriks sintetis tidak dapat dilakukan. Liposom dapat mempermudah uptake obat seluler yang tidak dapat atau sukar menembus membran sel. Keistimewaan ini sangat penting dalam kemoterapi kanker dmmana sel-sel neoplastik sering menjadi resisten terhadap obat sebab perubahan-perubahan membran yang terjadi akan menurunkan permeasi obat. Berbeda dengan matriks polimer sintetis, carrier biologis dapat digunakan untuk membawa obat yang berukuran makromolekul seperti enzim, dan asam nukleat. Keistimewaan ini dapat digunakan dalam terapi penggantian enzim pada penyakit genetik dan dalam manipulasi genetik pada teknologi rekombinan DNA. PENERAPAN TEKNOLOGI SISTEM PENYAMPAIAN OBAT TERKONTROL. Teknologi sistem penyampaian obat terkontrol dapat diterapkan pada bermacam obat dan tujuan pengobatan, misalnya kemoterapi kanker, kontrol fertilitas, terapi penggantian enzim, dan terapi glaukoma. Juga diharapkan dapat diterapkan pada pengobatan penyakit parasit intraseluler seperti leishmaniasis dan malaria. 1. Neoplasia Oleh karena obat-obat anti tumor umumnya menimbulkan efek samping yang serius, maka penting dilakukan usaha untuk menemukan cara pengontrolan sifat farmakokinetik dan distribusinya pada jaringan. Telah banyak usaha penelitian yang dilakukan dengan liposom, antibodi, dan senyawa biologis lainnya yang dapat digunakan sebagai carrier obat-obat antitumor. Beberapa penelitian in vitro dan percobaan tumor pada hewan menunjukkan hasil yang memberikan harapan dimasa mendatang. Penelitian pada manusia masih sangat sedikit karena menyangkut segi etis. 2. Pengontrolan fertilitas Pemakaian polimer sintetis sudah banyak diterapkan dalam pengobatan kontrasepsi. Teknologi di bidang ini relatif sudah klin cukup berkembang dan pemakaiannya dalam klinik sangat menguntungkan. Mat kontrasepsi intravaginal dan intrauterine menerapkan sistem sustained release terhadap obatobat progestin dan estrogen, dan sudah banyak diproduksi oleh industri farmasi. 3. Terapi glaukoma Penggunaan polimer sintetik dan prodrug sekarang banyak diterapkan untuk meningkatkan keefektifan obat dalam terapi glaukoma. Problema dalam pengobatan glaukoma adalah penetrasi yang buruk dari berbagai obat kedalam ruang okuler dan cepat menghilangnya obat ke sirkulasi sistemik. Matriks polimer sintetis telah banyak dllcembangkan untuk tujuan ini. Preparat pilokarpin dalam bentuk intraocular sustained release telah banyak digunakan dalam klinik.
4. Terapi penggantian enzim Defisiensi enzim secara genetik dapat diatasi dengan pemberian enzim eksogen. Yang masih menjadi problem adalah stabilitas enzim eksogen in vivo dan uptake enzim tersebut oleh sel. Pada percobaan-percobaan pendahuluan telah banyak digunakan liposom, sel darah merah, dan makromolekul biologik sebagai carrier enzim. Hasil percobaan dalam bidang ini walaupun memberikan harapan di masa mendatang, tetapi belum bisa diterapkan dalam klinik.
trol masih dalam tahap awal, walaupun demikian, penggunaan dalam klinis menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama dalam penggunaan polimer pada preparat sustained release pada pengobatan kontrasepsi dan pengontrolan glaukoma. Pada masa mendatang, penggunaan carrier biologis ke organ sasaran pada pengobatan kemoterapi kanker dan penyakit parasit sangat memberi harapan . Pengembangan selanjutnya memerlukan kerjasama yang erat antara ahli kimia farmasi, farmakologi, dan klinisi yang BEBERAPA CONTOH OBAT YANG SUDAH DIGUNAKAN terlibat dalam penelitian sistem penyampaian obat terkontrol. Mereka yang berkecimpung dalam penelitian dan pengembangDALAM KLINIK. an sistem ini harus cukup jeli untuk memilih bentuk sediaan 1. Transdennal patch yang tepat sehingga keuntungan terapetik yang didapat dari Transdenn-Scop yang mengandung scopolamin 0,5 mg, di- sistem tersebut sesuai dengan pengeluaran biaya, waktu, dan gunakan sebagai obat anti mabuk perjalanan. Patch yang bertenaga yang dicurahkan dalam pengembangannya. ukuran 2,5 cm 2 ditempelkan di belakang telinga. Pelepasan Pada beberapa dasa warsa yang lalu, pengembangan farmasi dan absorpsi skopolamin dari patch ke dalam kulit secara perterutama ditekankan pada penemuan obat baru. Tetapi palahan-lahan dengan laju yang konstan. Efek anti mabuk bida saat ini dan pada beberapa tahun mendatang, industri farsa sampai 3 hari. Cara pemakaian ini sangat sederhana dan masi akan mengalihkan perhatiannya pada pengembangan menyenangkan dibandingkan pemberian tablet atau injeksi teknologi sistem penyampaian obat terkontrol sebagai alteryang berulang-ulang. natif lain. Inovasi dalam sistem penyampaian obat mempunyai Obat lain yang diberikan dalam bentuk ini adalah nitroaspek ekonomi yang penting dalam kompetisi pasan untuk gliserin 2 % yang dikenal dengan Transderm-Nitro, Nitrodisc, mempertahankan market share suatu obat yang hampir meleatau Nitro-Dur. wati masa proteksi patennya, karena sistem penyampaian obat dapat dipatenkan bagi obat tersebut. Dengan teknologi 2. Indosmos baru dalam sistem penyampaian obat, 3 - 5% dari jumlah obat Indosmos yang mengandung indometasin yang dimasukkan yang diberikan dalam bentuk sediaan yang konvensional sekedalam suatu peralatan seperti pi1 yang terdiri dari selapis perti sekanang ini akan memberikan efek terapi yang sama. plastik yang dilubangi dengan sinar laser membentuk lubang Hal ini mempunyai arti ekonomi yang besan disamping keungyang sangat halus. Plastik ini meliputi suatu inti padatan obat gulan klinis lainriya serta efek samping yang minimal atau tiyang bersifat sedikit permeabel terhadap cairan tubuh. Bila dak ada sama sekali. pil ini ditelan, air akan bermigrasi melalui membran plastik Dengan teknologi sistem penyampaian obat yang terkontadi dan melarutkan obat serta material pembentuk tekanan trol, suatu era "obat super " dengan efek samping yang miniosmotik. Tekanan osmotik yang ditimbulkan ini akan memommal terbentang dihadaparu kita. pa keluar larutan obat melalui lubang yang sangat halus tadi. Selama tekanan osmotik dalam plastik tadi konstan, maka laju pelepasan larutan obat akan konstan (orde nol). Sisa plastik tidak berbahaya terhadap tubuh dan akan dikeluarkan. 3. Implants. Implants yang dimasukkan kedalam tubuh nantinya akan melepaskan obat secara perlahan-lahan dan konstan dalam waktu yang lama. Banyak digunakan pada kontrasepsi, kemoterapi kanker, hormon pertumbuhan, dan monoclonal antibodies. Implant dalam bentuk pompa osmotik banyak dikembangkan oleh Alza Corporation. 4. Mikrokapsul Dalam bentuk yang halus dapat diinjeksilcan kedalam tubuh dengan jarum hipodermis untuk penyampaian obat seperti insulin.
KESIMPULAN Pengembangan teknologi sistem penyampaian obat terkonCermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
5
Nanoparticles Drug Delivery System, adalah suatu bentuk Drug Delivery System yang penggunaannya adalah parenteral. Bentuk preparatnya sendiri adalah zat padat dengan partikel-partikel berukuran rata-rata antara 200 nm — 500 nm, oleh sebab itu disebut Nanopartikel. Pada waktu akan dipakai baru dilarutkan menjadi suatu larutan kolloidal. Keuntungan -keuntungan cara pengobatan dengan Colloidal Drug Delivery System ini ialah : 1. Kadar dalam darah dari obat yang bebas maupun yang terikat pada protein akan sangat berkurang. 2. Jumlah total obat yang digunakan, berkurang. 3. Beaya pembuatannya memang relatif tinggi, disebabkan karena teknologi pembuatannya yang agak rumit, tetapi dibanding dengan keuntungan yang diperoleh karma pengurangan dosis obat, side effect serta toxic effect yang ditimbulkannya, masih menguntungkan. 4. Sifat kolloidal ini penting karena larutannya tidak cepat mengendap dan tidak akan menutupi lubang jarum suntik atau pembuluh darah kapiler. Drug Delivery System ini dapat berguna sebagai Sustained release products dan ada kemungkinan diarahkan ke organ tertentu dalam tubuh. Nanopartikel tidak dapat melewati dinding sel, tidak seperti halnya dengan preparat - preparat liposome yang mudah melewati dinding sel. Jadi effisiensi dari nanopartikel tergantung pada kemampuan mereka untuk diphogocytose oleh sel-sel yang berkepentingan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu Nanopartikel yang ideal adalah sebagai berikut : 1. Harus berakumulasi atau tetap tinggal pada daerah yang dikehendaki. 2. Harus melepaskan obatnya pada kecepatan dan tempat yang dikehendaki. 3. Harus secara farmacentis dapat diterima, dari segi stabilita 6
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
dan dengan cara pemakaian yang mudah. 4. Karena berupa obat parenteral, harus dapat disterilkan. 5. Bahan pembawanya (Carrier), harus tidak toxik dan bersifat biodegradeable. Tidak ada diantara sistim-sistim nanopartikel yang memenuhi semua persyaratan tersebut diatas. Sistim nanopartikel yang ideal harus juga mempunyai shelf-life yang cukup lama supaya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi suatu industri farmasi untuk membuatnya secara besar -besaran. Dalam hal ini keuntungan dari nanopartikel ialah bahwa sistim ini dapat disimparu dalam keadaan kering, sebagai serbuk yang freeze dried, dan ternyata setelah penyimparu an satu tahun masih dapat di dispersikan kembali dengan baik menjadi lamtan kolloidal dengan sifat-sifat invitro dan in vivo yang tidak berubah. Shelf-life-nya sendiri yang tepat masih belum diketahui. Tipe-tipe nanopartikel yang dikenal : 1. Partikel-partikel Non-Biodegradeable ocrylate 2. Polymeric system yang bersifat biodegradeable 3. Sistim campuran polymer dan makromolekul 4. Sistim-sistim yang menggunakan makromolekul alam. Tipe 1 : Pertikel -partikel Non-Biodegradeable acrylate. Dibuat dari monomer -monomer seperti methymethacrylate di solubilisasi dalam larutan hexane. Polimerisasi di induksi oleh radiasi sinar gamma atau oleh sinar ultra violet. Hasilnya berupa partikel -partikel berukuran 80 mm — 250 mm disimpan sebagai serbuk yang freeze dried. Masalah-masalah yang dihadapi pada pembuatan nanopartikel tipe ini ialah : a. Sisa-sisa monomer dari methylmethacrylate dan acrylamide bersifat toksis. Untuk pemakaian in vivo, diharuskan monomemya habis terpakai atau di cuci sampai bebas monomer.
b. Radiasi sinar gamma, dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada bahan obatnya. c. Partikel-partikel bersifat non-biodegradeable. Tipe 2 : Polymeric system yang bersifat biodegradeable. Merupakan hasil polymerisasi dari suatu alkycyanoacrylate di dalam medium air yang bersifat asam dan di tambah surfactant. Partikel -partikel tersebut di uraikan oleh hydrolisa rantai karbon membentuk formaldehyde dan suatu alkylcyanoacetate. Makin pendek rantai alkyl makin cepat terurai. Tipe 3 : Sistim campuran polymer dan makromolekul. Kombinasi antara polymer dengan makromolekul dimaksudkan untuk memperbesar sifat biodegradeable dari sistim polymernya. Edmon dkk. (1980) mula-mula memasukkan dextran kedalam rantai hydrokarbon di dalam polyacrilamide dengan tujuan agar polymernya lebih mudah dimetabolisir. Kemudian mereka memasukkan protein -protein seperti carbonic anhydrase ke dalam polyacryldextran yang poreus. Tipe 4 : Sistim-sistim yang menggunakan makromolekul alam. Makromolekul alam yang biasa dipergunakan adalah protein dan cellulose sebagai bahan nanopartikel yang bersifat mudah di uraikan tubuh (biodegradeable). Dari bahan-bahan tersebut yang telah berhasil di buat n an opartikel dengan hasil baik ialah : — Serum albumin manusia. — Serum albumin sapi — Ethylcellulose — Cascein — Gelatin Kejelekan dari bahan ini ialah bersifat antigenic. Yang sering dipakai ialah gelatin, karena : — Sifat antigenic-nya relatif kecil — Sudah biasa dipakai dalam preparat - preparat farmasi. — Dapat di sterilkan dengan autoclave. Dari ke-empat tipe tersebut yang dianggap paling mendekati ideal adalah tipe 4.
ses pengerasan. NaHSO3 mempengaruhi dua hal : 1). Menurunkan pH, sehingga reaksi diperlambat. 2). NaHSO3 akan bereaksi dengan sisa glutaraldehyde, sehingga mencegah terjadinya ikatan silang (crosslinking) yang berlebihan yang menghasilkan aggregataggregat massif berbongkah-bongkah. d. Proses pemurnian. Sistim yang masih kotor kemudian dimumikan secara penyaringan gel dengan suatu gel chromatography clean up, misalnya Sephadex G - 50 column yang dapat menghilangkan garam-garam yang berlebihan, bahan obat yang tidak terikat dan species dengan BM rendah. e. Proses Pengeringan. Sistim yang sudah dimurnikan kemudian dibekukan dengan direndam dalam es kering atau aceton dan dikeringkan semalam dengan suatu freeze drier. Cara mencampurkan zat berkhasiatnya ialah pada tahap proses aggregasi. Untuk zat-zat yang larut dalam air, dapat di larutkan dalam larutan gelatin. Zat-zat yang tidak larut dalam air dapat di solubilisasi dengan sedikit surfactant atau dilarutkan dalam alkohol jika bahan desolvasinya adalah suatu alkohol. Atau dapat juga ditambahkan sebagai serbuk pada Carrier Nanopartikel yang berupa serbuk pula, jadi seperti pada dry syrup. Contoh -contoh penggunaan Nanopartikel. 1. Pada bahan-bahan diagnostik. a. Technetium Radioaktif Nanopartikel : Pemberian label pada Nanopartikel dengan radio -isotop digunakan untuk meneliti distribusi, clearance dan ekskresi dari Nanopartikel. Distribusi in vivo dari 99 mTc nanopartikel pada berbagai waktu setelah injeksi i.v. kedalam tikus diperlihatkan dalam Tabel 1.
Tahap-tahap proses yang dikenal dalam proses pembuatan nanopartikel Tipe 4 ialah : a. Proses aggresasi. Dengan methode koaservasi dari microencapsulation dengan cara mendesolvasi larutan gelatin dengan penambahan suatu bahan desolvasi yang bersifat berebut solvent, misalnya Na2SO4 atau suatu alkohol. b. Proses pengerasan atau stabilisasi. Bahan Kimia yang biasa dipakai sebagai bahan pengeras (cross-linking agent), ialah suatu aldehyde. Yang sering di gunakan ialah Glutaraldehyde. Yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa pengadukan harus kuat (dengan homogeniser) dan pH antara 4€8. Makin rendah pH makin lambat reaksi, tetapi diatas pH 8 terjadi aggregat-aggregat massif dan kasar. c. Proses penghentian. Biasanya digunakan NaHSO3 untuk menghentikan pro -
Dosis tersebut dikoreksi untuk khasiat yang tinggal didalam lap dan pada tempat yang disuntik. Volume darah total diambil pada 7,5% berat badan. Semua hasil telah dikoreksi untuk kerusakan karena radio-aktif. Cara Pemberian : Pemberian secara intra venous (i.v.) adalah route yang paling Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
7
tepat untuk mengikuti kelakuan in vivo dari nanopartikel. I.v. juga merupakan route yang paling tepat untuk ditempuh didalam pengobatan pada manusia. Tetapi pada hewan pemberian i.v. tidak mudah, maka diteliti juga cara-cara lain, misalnya i.m., s.c. dan i.p. (intra peritoneal). Hasilnya ternyata kurang memuaskan seperti yang terlihat pada Tabel 2.
b. Fluorescein Isothyocyonate (F.I.T.C) Nanopartikel. F.I.T.C. telah diketahui teriket pada grup-grup amino, terutama dalam lysine. Gelatin dan Albumin mengandung sejumlah besar lysine. F.I.T.C. ini ternyata dapat di ikatkan pada permukaan Gelatin atau Albumin Nanopartikel. Hal ini membuktikan bahwa aminogrup permukaan dari Gelatin nanopartikel tidak seluruhnya dipakai didalam proses ikatan silang glutaraldehyde. Jadi daerah-daerah amino permukaan ini dapat dimanfaatkan untuk mengikat molekul-molekul obat. Sel-sel tumor yang di inkubasi dengan F.I.T.C. Gelatin Nanopartikel menunjukkan pengambilan nanopartikel tersebut oleh sel-sel tumor. Hal ini membuktikan bahwa nanopartikel jenis ini dapat di phagocytose oleh beberapa jenis tumor dan karena itu nanopartikel yang Carrier -nya terbuat dari protein akan berguna dalam chemotherapie untuk kanker. 2. Citotoxics. Couvreur dkk. membuktikan bahwa polyalkylcyanoacrylate nanopartikel dapat mengikat dactinomycin, vinblastin dan methothrexate. Dalam binatang-binatang normal terbukti bahwa ada kenaikan penghantaran obat ke beberapa organ oleh nanopartikel tersebut, dibanding dengan obat bebasnya. Masih akan diteliti cara kerja sistim tersebut pada binatang yang mengandung tumor dan pengambilan secara selektif oleh macam-macam tipe sel. Ryser & Shen (1980) mengatakan bahwa methothrexate dapat dihubungkan secara covalent pada poly (L-lysine) dengan berat molekul 2700 - 130.000. Pengambilan oleh sel terhadap obat yang terikat tersebut kira-kira 200 x dibanding obat bebas jika ditest pada sel ovarium tikus besar yang diternak. 3. Flukicides. Data dari 99 mTc nanopartikel menunjukkan bahwa partikel -
8
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
partikel ini diakumulasi didalam hati, dan karena itu penyakit cacing hati pada hewan merupakan kondisi yang paling cocok untuk pengobatan dengan nanopartikel. F93, F106 seperti halnya Nitroxynil, suatu obat cacing hati, mempunyai kelarutan dalam air yang sangat kecil ± 0,015%/ WV. Kelarutan yang cukup besar dapat dicapai dengan menaikkan pH sampai diatas 11.K arena itu kedua senyawa tersebut menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam bidang farmasi. Telah berhasil dibuat nanopartikel Albumin yang mengandung ± 5% dari salah satu obat tersebut. Karena 1 G dari nanopartikel tersebut dapat terdispersi dalam 3 ml Saline, maka kelarutan effektif dari tiap-tiap senyawa sekarang adalah 1,6% W/V ini merupakan kenaikan yang besar jika dibandingkan dengan kelarutan mula-mula dalam air. Jadi dengan mengikatkan F93 atau F106 pada nanopartikel, kita dapat menaikkan index therapeutiknya dan memudahkan masalah formulasi. Tambahan pula, produk nanopartikel mempunyai kelebihan yaitu lebih terarah ke hati, dari pada penyebaran secara acak keseluruh tubuh. Ringkasan Nanopartikel termasuk golongan Solid Colloidal Drug Delivery System, dan merupakan dasar dari sistim penghantaran obat yang bersifat dapat diuraikan oleh tubuh. (biodegradeable) dan tidak toksik. Nanopartikel adalah suatu preparat parenteral dan dapat disimparu dalam bentuk padat. Setelah penyimparuan setahun masih dapat diencerkan kembali menjadi larutan kolloidal yang baik dan masih mempunyai sifat-sifat in vivo dan in vitro yang tidak berubah. Shelf-life -nya sendiri masih belum diketahui. In vivo, nanopartikel dapat menghantarkan obat ke hati dan in vitro, ke-sel-sel yang bersifat phagocytose aktif. Dalam skala kecil (± 5 G), bentuk ini telah berhasil dibuat, tapi beaya dan kemungkinan untuk dapat dibuat dalam skala besar belum di selidiki. Pengobatan dengan nanopartikel masih dalam taraf permulaan tetapi penggunaan sistim penghantaran obat tipe ini, memberi harapan besar dalam bidang diagnostik, pengobatan kanker dan pengobatan hewan.
Kita harus memperhatikan benar anak ini untuk dapat melihat tanda - tandanya : Rambutnya belum begitu lebat menutup bekas operasi di belakang kuping kanannya. Ada beberapa bekas lainnya, yang terbesar di atas pusatnya. Anda juga dapat meraba pipa plastik kecil yang terdapat dibawah kulitnya, menjulur dari kepala sampai ke dadanya. Tapi meskipun begitu, Daniel Rowe adalah anak yang sehat dan kuat, satu dari sekitar 30 pasien termuda di seluruh dunia. Sehatnya Daniel Rowe adalah hasil operasi yang diputuskan oleh orang tua dan dokter - dokternya — keputusan untuk memasuki rahim yang dulu dianggap terlarang dan melakukan operasi pada janin yang dikandungnya. Pada kasus Daniel, dilakukan operasi untuk memasang pipa kecil ke dalam otaknya yang dipakai untuk mengeringkan pengumpulan cairan akibat penyakit hydrocephalus. — Suatu keadaan yang dapat mengakibatkan keterbelakangan, kebutaan atau bahkan kematian. Sewaktu hamil 24 minggu, Nancy Rowe disuruh dokternya ke RS Universitas Thomas Jefferson pada tanggal 29 Nopember 1981, karena adanya kelainan yang terlihat pada gambar ultrasound anak yang sedang dikandungnya. Menurut para dokter di RS Jefferson, anak yang dikandungnya menderita hydrocephalus. Ayah Nancy, setelah mendengar berita yang menyedihkan itu, mengatakan bahwa ibu Nancy pernah melahirkan anak yang menderita penyakit serupa dan meninggal sebelum Nancy lahir. Bagi Ronald Wapner, ahli kandungan di RS Jefferson, kenyataan ini memberikan harapan : Janin lelaki ini mungkin menderita jenis hydrocephalus kongenital yang hanya mempengaruhi anak lelaki. Pada jenis ini, cairan serebrospinal yang pekat menyumbat rongga — masalah yang bukan akibat cacad pertumbuhan. Nancy Rowe kini sudah 26 minggu hamil. "Dua setengah minggu kemudian ukuran rongga cairan mengembang secara dramatis, " kata Wapner. Pada pertengahan hamil 28 minggu, hampir 95% kepala janin itu hanya berupa rongga berisi penuh cairan. Wapner takut, kalau terlalu lama menunggu,
itu akan menderita keterbelakangan yang parah. "Kita memberitahu ibunya bahwa mengoperasi sekarang ada bahayanya, seperti tak sengaja melukai pembuluh darah yang bisa anak
Ronald Wapner, ahli kandungan, Mengambil risiko.
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
9
mengakibatkan pendarahan otak. Atau bahkan mungkin lebih parah lagi."Bagi keluarga Rowe, hanya ada 3 kemungkinan : aborsi, berusaha memperbaikinya setelah lahir, atau melakukan pembedahan janin. Lima tahun yang lalu, bagi sebagian besar dokter, ide untuk mengoperasi janin masih dianggap mustahil. Rahim dianggap sebagai organ tubuh yang sangat peka, tak boleh diganggu: Sedikit saja luka dapat mengakibatkan aborsi spontan atau kelahiran prematur. Tetapi penyelidikikan laboratorium selama 20 tahun membuka harapan. Kini intervensi-intervensi eksperimental telah dicoba dalam banyak kasus kehamilan — untuk merawat atau menyembuhkan kelainan-kelainan seperti hydrocephalus, hydronephrosis (penyumbatan jalan perkencingan) atau untuk memperbaiki masalah darah atau metabolik. "Para dokter sering melihat bayi baru lahir menderita penyakit atau cacat yang jelas dapat disembuhkan, tetapi sudah terlambat," kata Michael Harrison, ahli bedah pediatrik di Fetal Treatment Program, Universitas Kalifornia. Sebagian besar penyelidikan mengenai intervensi janin dilakukan di sini.
Gordon Avery, ahli neonatologi. .... intervensi mahal seperti ini dalam jangka panjang mungkin dapat menyebabkan penderitaan yang lebih besar .... "
"Persis seperti semua kasus kedokteran. Anda melihat ini dan hanya dapat berkata 'Sialan, kita terlambat.' Bagaimana bisa lebih cepat? Ya, sebelum lahir." Pada tahun 1963, seorang dokter Selandia Baru yang frustasi melihat kematian bayi-bayi yang sebenarnya tidak perlu terjadi akibat ketidak serasian Rh, melaporkan melakukan transfusi darah pertama ke dalam rahim. Ini adalah kasus pertama dinding rahim ditembus demi janin. Perkembangan-perkembangan selanjutnya berjalan lambat: mempelajari janin mamalia hidup sulit, dan penyelidik tidak bisa bereksperimen pada manusia. Pada pertengahan tahun 1960an, Abraham Rudolph yang kini bekerja di Universitas Kalifornia, mengadakan penyelidikan pada janin biri-biri. Biri-biri dipilih karena rahimnya tidak begitu peka. Akhirnya Rudolph dkk. menemukan cara untuk mengeluarkan janin dari dalam rahim biri-biri, mencangkok pipa ke dalam janin itu untuk menambah atau mengeluarkan darah atau zat-zat kimia lainnya, memasukkan kembali janin itu ke dalam rahim, dan kemudian mengikuti perkembangan pertumbuhan janin mamalia itu selanjutnya. Langkah berikutnya adalah binatang jenis primata. Rahim monyet, seperti manusia, jauh lebih peka. Tetapi para penyelidik di Universitas Kalifornia, setelah banyak bereksperimen, berhasil melakukan operasi Caesar pada monyet rhesus beberapa bulan sebelum saat melahirkan. Penyelidikan terhadap manusia terbatas pada bayi-bayi baru lahir dan janin yang diaborsi sampai kemajuan teknologi memungkinkan orang melihat ke dalam rahim. Dikembangkan pada pertengahan tahun '60an, "amniocentesis " memungkinkan para ilmuwan mengambil cairan amniotik yang mengandung contoh sel-sel janin yang dipakai untuk mengidentifisir masalah-masalah subseluler, metabolik. Kemajuan diagnose lain, sebuah teropong kecil yang disebut "fetoscope " , memungkinkan para dokter melihat langsung janin di dalam rahim. Sonograph, yang penggunaan medisnya dikembangkan pada tahun 1970an, menggunakan gelombang-gelombang ultrasonik untuk menunjukkan masalah-masalah struktural dan anatomis dan merekam gambar janin yang sedang bergerak di dalam rahim pada layar peraga. Dan baru-baru ini, obat-obat seperti ritodrine, yang dapat mencegah kelahiran prematur dan sangat berguna bila rahim harus ditembus, semakin memperbanyak senjata dokter untuk melindungi bayi dalam kandungan. Kesempatan untuk merawat janin terjadi pada tahun 1981, yang menghasilkan lahirnya bayi bernama Michael Skinner. Ibunya hamil pada usia 41 tahun dan dianjurkan dokternya pergi ke bagian perawatan janin San Francisco untuk pemeriksaan rutin dengan sonogram. Apa yang dilihat oleh ahli kandungan Mitchell Golbus mengkuatirkannya: ibu ini, Rosa Skinner, hamil 17 minggu dan mengandung bayi kembar, laki dan perempuan. Yang perempuan sehat dan normal tetapi bayi lelakinya menderita hydrophrenosis. Cairan semakin menumpuk, perutnya mengembung, dan bila tidak segera dirawat ginjal dan paru-parunya bisa rusak parah. Tetapi apapun yang dilakukan untuk mengobati si bayi lelaki dapat juga membahayakan si bayi perempuan. Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
11
Para dokternya menunggu sampai Rosa Skinner hamil 7 bulan, supaya si bayi perempuan ada kemungkinan selamat bila terjadi kelahiran prematur. Pada tanggal 26 April 1981, dengan pembiusan lokal, Golbus, Harrison, ahli diagnosis ultrasound Roy Filly dkk. menusukkan jarum ke dalam perut Rosa, menembus rahim dan masuk ke dalam kandung kencing si bayi lelaki. Melalui, sonograph, mereka dapat melihat pengeringan cairan itu ke kantung amniotik. Pipa dibiarkan terus terpasang untuk mengeringkan cairan itu selama 2 minggu berikutnya, sampai bayi kembar itu lahir secara normal. Yang perempuan, Mary, sehat normal. Sehari setelah lahir, mereka mengeluarkan kateter dari dalam Michael dan memperiki penyumbatannya. Kini ia tumbuh sehat, hasil dari salah satu pembedahan janin pertama yang berhasil. Hampir pada saat yang sama para ahli bedah San Francisco membawa penyelidikan mereka setapak lebih maju. Pasien mereka adalah janin berusia 21 minggu dari ibu yang baru 18 tahun. Janin yang ia kandung juga menderita hydronephrosis. Karena posisi janin dan kecilnya si ibu, pencangkokan pipa tidak mungkin dilakukan. Sebaliknya, para dokter itu melakukan sesuatu yang jauh lebih berani: Mereka membedah rahim si ibu dan mengangkat kaki janin sampai setengah badannya ke luar. Setelah ginjal diberi drainage janin itu kemudian dimasukkan kembali ke dalam rahim. Kehamilan berjalan terus dengan normal dan air kencing mengalir ke luar dari samping badan bayi ke cairan amniotik selama 3 bulan berikutnya. Sembilan jam setelah lahir normal, bayi itu meninggal. Ternyata kerusakan yang diakibatkan hydronephrosis itu sudah terlalu parah. Tetapi bagi dunia kedokteran, operasi itu sangat berhasil: Para ahli bedah telah dapat mengeluarkan janin hidup dari dalam rahim , mengoperasinya, dan. mengembalikannya ke dalam rahim tanpa mengakibatkan kelahiran prematur. Di Philadelphia, pada tanggal 11 Desember 1981, ahli kandungan Wapner dari RS Universitas Jefferson meminta keluarga Rowe untuk mempertimbangkan selama 3 hari langkah apa yang akan mereka ambil. Mereka menolak aborsi dan merasa kans bayi tidak terlalu besar bila dirawat setelah lahir. Operasi: itulah keputusannya. Para dokter di Jefferson belum pemah melakukan pembedahan semacam ini. Mereka meminta nasehat pada Golbus di Universitas Kalifornia dan pipa diminta dari Medical Center Universitas Colorado. Pipa mirip spaghetti ini terbuat dari silikon dan paru jangnya sekitar 12,7 cm. Dilengkapi dengan klep satu arah yang mengalirkan cairan cerebrospinal ke luar dari dalam otak mencegah cairan amniotik masuk ke dalam. Untuk merasakan rasanya janin dalam rahim, mereka berlatih pada sebuah akuarium dengan menggunakan pipa dan sarung tangan operasi, yang diikat seperti balon air, untuk meniru keadaan rongga yang mengembung. Nancy Rowe diberi morfm dan Nembutal. Bukan untuk menidurkannya, tetapi untuk mendiamkan gerakan janin. Nancy yang juga perawat melihat Daniel di layar peraga sonograph: terbalik dengan mulut megap-megap. Sewaktu salah seorang dokter itu memegang kepala janin — yang dipermu12
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
dah karena posisi janin yang sungsang Wapner menusukkan jarum panjang dan menempatkannya di dalam otak janin. Kemudian pipa diselipkan melalui jarum ke dalam kepala bayi dengan salah satu ujungnya menyembul ke luar sebagai saluran ke cairan amniotik. Setelah pipa dipasang, jarum diangkat ke luar. Perubahannya jelas terlihat di layar sonograph: Kepala Daniel langsung mulai mengempis. Seluruh kejadian itu berlangsung sekitar 1 jam. Pemasangan pipa hanya memakan waktu sekitar 3 menit, dan tidak diperlukan obat pencegah kejang (anticontractive). Nancy Rowe praktis tidak merasakan apa-apa. . Rongga terus mengempis selama 31 hari sebelum cairan serebrospinal yang pekat itu menyumbat pipa. "Otak berkembang sehat hampir selama 5 minggu," kata Wapner. Daniel Rowe dilahirkan dengan operasi Caesar pada tanggal 15 Februari 1982, tepat sebulan sebelum waktunya. Tes-tes neurologi Daniel normal, walaupun ada beberapa kelainan pada EEG-nya. Pertumbuhannya juga berkembang biasa, walaupun perkembangan fisiknya agak terbelakang. Ia juga telah menjalani 2 operasi tambahan dan bahkan pada usia 3 hari selamat dari cardiac arrest yang disebabkan oleh
John Fletcher, ahli bio-etik. .... keputusan akhir harus berada pada si ibu."
anestesi sewaktu pipa permanen sedang dipasang di dalam tubuhnya. Para dokter dan keluarga Rowe yakin bahwa keputusan mereka tepat. Tetapi masalah yang ditimbulkan oleh pembedahan janin membuka lembaran baru dalam ilmu kedokteran. Cara yang diambil Universitas Kalifornia mungkin yang paling ketat. Dokter disana hanya mau melakukannya hanya apabila prosedurnya telah diselidiki pada binatang-binatang laboratoriumnya. Mereka belum pernah melakukan pembedahan pada janin-janin penderita hydrocephalus karena merasa belum cukup kuat dalam penyelidikan laboratorium mereka. Tambah lagi, mereka juga mengeluarkan formulir tanda persetujuan yang sangat teliti, dan orang tua diberitahu dengan jelas setiap kemungkinan bahaya yang bisa terjadi. Mereka juga tidak mengizinkan setiap publikasi sebelum hasilnya — baik atau buruk — diterbitkan dalam jurnal-jurnal kedokteran. Cara yang ditempuh RS Universitas Jefferson lebih ad hocsetiap kasus dipertimbangkan secara terpisah. Pada kasus Daniel Rowe, para ahli bedah Jefferson mencari setiap literatur mengenai operasi yang serupa, dan tidak menemukannya. Yakin bahwa mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan operasi, mereka menyodorkan formulir tanda persetujuan setebal 4 halaman yang sebagian besar berisi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan. "Mereka sangat berterus terang." kata Nancy. "Tidak ada yang ditutup-tutupi. Kata mereka, beberapa bayi meninggal karena operasi ini. Dan pada kasus-kasus lainnya, masih terlalu dini untuk mengetahui akibatnya, karena anak-anak itu masih terlalu muda. Semua kemungkinan bahaya diperingatkan dengan jelas." Kini para penyelidik sedang meneliti penyakit lainnya yang mungkin dapat membenarkan pembedahan janin. "Penyakit yang membuat saya ingin melakukan ini semua, sejak 5 tahun yang lalu, adalah hernia diafragmatika,, " kata Harrison. "Ini adalah salah satu contoh penyakit yang paling baik karena sebagian besar anak yang menderita penyakit ini sulit ditolong jiwanya. Sering kita melakukan operasi, yang sebenarnya sederhana saja, setelah si bayi lahir; semuanya berjalan baik. Tetapi tetap saja anak-anak itu meninggal dunia." Mereka bukan meninggal akibat penyakit hernianya. Mereka mati karena usus mendorong ke luar melalui hernia ke dalam dada, menghalangi pertumbuhan tenggorokan janin yang sedang berkembang. Harrison dkk. telah membuktikan ini pada binatang-binatang percobaan. Kini para penyelidik di Universitas Kalifornia telah dapat menyembuhkan penyakit hernia ini dengan pembedahan pada janin di dalam rahim biri-biri. Tetapi masih banyak yang khawatir akan semakin meluasnya pembedahan janin ini. Seperti yang dikatakan neonatolog Gordon B. Avery dari RS Anak-anak, Washington: "Operasi janin adalah sesuatu yang banyak tantangan dan bahayanya. Tantangannya adalah mencari cara-cara baru dan efektif bagi pasien yang masih janin ini. Bahayanya adalah mungkin
kita akan melakukan lebih banyak kerusakan daripada perbaikan...................Bila intervensi mekanik dapat dibuat lebih efisien, mungkin juga semakin banyak janin yang akan dapat ditolong. Tetapi intervensi mahal seperti ini dalam jangka parujang mungkin dapat menyebabkan penderitaan yang lebih besar bagi keluarga yang bersangkutan." Asisten bio-etik John Fletsher dari Klinik Pusat Lembaga Kesehatan Nasional, Bethesda, Maryland, memperkirakan masalah-masalah rawan lainnya. "Saat ini operasi janin masih dalam tahap yang sangat awal. Tetapi di masa depan , kita harus memikirkan hak etik setiap orang tua yang menolak perawatan: bagi janinnya, apapun alasannya. Walaupun argumentasinya sangat kuat pada pengoperasian, keputusan akhir harus berada pada si ibu. Ia harus mempunyai hak-haknya." Masalah hukum juga diperkirakan akan ada. Bagaimana bila para dokter melakukan pembedahan janin dan gagal? Apakah anak-anak yang menderita hydrocephalus kongenital dapat menggugat dokternya apabila ia tidak berusaha untuk menyembuhkannya dari awal?
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
13
Pendahuluan. Riwayat dikenalnya penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejal lama. Penyakit batu vesika urinaria sudah dikenal sejak sebelum Masehi. Sejak zaman Mesir kuno sudah diketahui adanya penyakit batu vesika urinaria. Tetapi dokumen tertulis yang lengkap baru ditemukan pada permulaan Masehi. Celsus seorang dokter Romawi telah menulis cara-cara pengobatan pembedahan batu vesika. Dikutip cara operasi sebagai berikut (terjemahan bebas) : Ahli Bedah harus menggunting kukunya dengan rapi, kemudian Ahli Bedah mencelup jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri ke dalam minyak dan memasukkan satu persatu jari tersebut ke dalam anus penderita. Dengan jari tangan kanan Ahli Bedah menekan bagian bawah perut penderita dengan hati-hati agar tidak menyebabkan trauma pada vesika urinaria. Hal ini harus dikerjakan dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa agar tidak merusak saraf, untuk mengurangi penderitaan pasien. Batu vesika dengan jarijari kedua tangan dilokalisir dan difiksasi pada leher vesika. Batu kecil yang mobil di fundus vesika juga diurut sehingga terfiksasi di leher vesilca; batu yang lonjong kadang-kadang licin sedang yang bersudut lebih mudah diarahkan bagian yang kecil ke urethra. Setelah batu terfiksasi, maka dibuat sayatan perineal mulai dari dekat anus sampai ke leher vesika, yang kemudian leher vesrlca dibuka melintang, yang paru ting sayatan pada leher vesika harus cukup lebar sebab bila tidak, leher vesika akan robek sehingga dapat timbul kemudian fistula. Setelah insisi dibuat,batu, dengan jari yang ada di dalam anus, digeser keluar. Batu yang agak besar dapat dipegang dengan instrumen yang keras. Apabila batu melejit maka gagallah operasi, perdarahan, peradangan atau robekan jaringan dan juga fistula perineal merupakan resiico dari operasi.
Nasehat operasi ini tertulis dalam tulisan yang terkenal : De Re Medica yang pada tahun 1478 oleh Paus Nicolas V dan
dipublikasikan di Florence. Cara operasi ini masih digunakan sampai akhir abad ke 18. Hal ini dibantah oleh ajaran Hypocrates yang dalam pernyataannya dikutip : Saya tidak akan memotong penderita, yang menderita penyakit batu. Ketakutan Hypocrates terhadap perlukaan vesika kemungkinan disebabkan oleh mortalitas dan
14
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
morbiditas yang tinggi pada penderita batu yang dioperasi. Ia berkata : Kematian biasanya disebabkan setelah perlukaan pada otak, sumsum tulang belakang, vesika dan pembuluh darah besar. Oleh karena hal ini sampai abad ke 18 sistostomi suprapubik tidak dipraktekkan. Kemudian dalam sejarah perkembangan _dan pengobatan di bidang Urologi dicatat juga sejarah perkembangan alat-alat teknologi di bidang urologi. Telah ditemukan kateter pertama di rumah Ahli Bedah dari Pompei yang paru jangnya 26 cm dan kaliber 17 mm yang berbentuk S (sumbu) yang ternyata identik dengan yang dipergunakan oleh Petit 1600 tahun kemudian, kateter tersebut terbuat dari tembaga (Gambar l).
Bougie Aboule tahun 1836 diciptakan oleh Leroy d'Etiolles yang sampai sekarang masih dipakai untuk kalibrasi urethra. Reybaid mempublikasikan kateter balon yang sampai sekarang menjadi prototype dari kateter Foley. Tahun 1807 Philip Bozxini seorang dokter berumur 27 tahun dari Frankfurt memperkenalkan dasar sistoscopi yaitu memancarkan sinar ke dalam rongga di dalam tubuh manusia (Gambar 2). 1828 Segalas memperkenalkan speculum urethrocystique di depan Academie des Sciences. Tetapi baru pada tahun 1852 Desormeaux mengembangkan endoskopi dengan menggunakan sumber cahaya gasogen. Desormeaux dianggap sebagai bapak endoskopi. Tahun 1879 Max Nitze memulai era endoskopi optik pada
tanggal 9 Maret dia mengemukakan penemuannya pada pertemuan tim dokter kaisar dan istrinya di Wina dengan nama sistoskop. Dalam perkembangannya kemudian teijadi perbaikan-perbaikan dalam sistem optik dan juga diameter semakin kecil.
lombang elektrohydraulik. Instrumen pertama dikenal dengan nama Uraat 1. Kemudian tahun 1970 Lutzyeyer mengembangkan alat gelombang akustik yang tidak merusak mukosa saluran kemih. Perkembangan teknologi Urologi dalam pengobatan batu ginjal. Diagnostik batu ginjal sampai sekarang ditegakkan dengan cara membuat anamnese yang baik, yaitu mengenali rasa nyeri, kolik hematuri, riwayat mengeluarkan batu atau operasi batu. Kemudian secara diagnostik fisik mungkin dapat diraba pembesaran ginjal (kalau ada hidronefrosis), nyeri ketok daerah ginjal. Sebenarnya, yang menentukan justru pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan radiologik dengan menggunakan sinar Rontgen untuk mendeteksi batu ginjal ini pertama kali diperkenalkan oleh John Mc Intyre tahun 1896 (Gambar 4). Tetapi kemudian cara ini belum dapat diterima oleh dunia kedokteran pada saat itu.
Tahun 1887 menggunakan sistoskop untuk memasukkan kateter, dan tahun 1897 Albaran menciptakan sistoskop dengan sistem pengarah kateter. Dengan ditemukannya sistoskop berkembanglah arsenal instrument untuk eksplorasi di dalam vesika dan juga tindakantindakan operasi transurethral. Kemudian timbul juga usaha-usaha untuk memecahkan batu transurethral. Henterloups lithotrit - perkusi ditulis tahun 1832 dan sejak itu mulailah litotripsi mekanis. Kemudian E ' crous-Brise' van Charriere mengembangkan lithotripsi dengan memakai cara memecah batu dengan menggunakan jepit yang dijalankan dengan sistem sekrup. Henry Begelow 1878 dari Harvard University menciptakan lithotription yang lebih paru jang dan lebih kuat dan kateter untuk evakuasi, sehingga proses eliminasi batu dapat dikerjakan dalam satu prosedur (cara ini disebut litholopaxie). Pada abad ke 20, tepatnya tahun 1908, Ringleb mengembangkan sistoskop dengan sistem seri prisma dan lensa (Gambar 3). Sehingga dapat dilakukan lithotripsi di bawah penglihatan dengan sistem lensa. Tetapi dengan cahaya lampu pijar atau sumber cahaya lain selalu menimbulkan panas.
Hal ini diucapkan oleh Hendry Morvis yang menulis (1902):
Barulah pada tahun limapuluhan ditemukan sinar dingin (cold light). Kemudian berkembang pula alat-alat pemecah batu yang semula mekanik menjadi menggetarkan batu. Tahun 1959 ditemukan .sistem pemecah batu dengan ge -
In my opinion the roentgenray is scientific toy in renal cases and our practical of surgery ought to base upon other factors in every case.
Volker dan von Lichtenberg beruntung pada tahun 1906 secara kebetulan membuat systogram dengan memasukkan larutan perak ke dalam vesika, dimana kebetulan pada pasien tersebut terdapat risiko ureteral reflux, sehingga secara tidak Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
15
sengaja didapatkan gambaran collecting system dari ginjal + ureter. Tabun 1923 pertamakali dibuat IVP di Mayo Clinic oleh Rowntree. Sebagai zat kontrast dipakai garam jodium oral dan intravena. Kejadian ini merupakan suatu revolusi dalam radiologi ginjal. Setelah kejadian itu dimulailah era penggunaan IVP dalam pemeriksaan penderita dengan kelainan-kelainan ginjal. Diagnostik batu ginjal menjadi dipermudah dengan teknik radiologi yang baru ini. Cara-cara membuat IVP ini kemudian menjadi lebih maju dengan adanya perbaikan teknologi pesawat Rontgen dan juga diketemukannya zat kontras yang dapat dimasukkan intravena. Sekarang banyak sekali zat kontras tadi, tetapi pada dasarnya masih memakai zat-zat yang mengandung Jodium. Kemudian dengan kemajuan di bidang Nuclear Medicine, diketemukan juga cara-cara membuat isotop renogram untuk melihat fase vaskuler, fase sekresi dan ekskresi ginjal dengan menyuntikkan Jodium Radioaktif J 131 intravena, dapat diikuti fase-fase tersebut dengan counter, sehingga dengan membaca curve yang dihasilkan, akan diketahui fase mana dari fungsi ginjal yang terganggu. Masih di bidang Nuclear Medicine ditemukan juga cara-cara membuat scintigrafi ginjal, yang pada diagnostik batu kurang memberi manfaat. Kemudian ditemukannya prinsip sonar (ultrasonografi) sangat menunjang sebagai cara-cara diagnostik yang non-invasif. Dengan mengirimkan getaran ultrasonic dan kemudian mencatat echo dapat diketahui sonar anatomi dari ginjal. Ultrasonografi ini sangat membantu dalam menentukan jenis massa pada ginjal, dan juga mendekati batu atau sebagai guidance pada waktu kita akan melakukan punksi ginjal perkutan. Computerized Tomography Scanning adalah perkembangan teknologi diagnostik baru yang dapat memberikan scanning dari alat-alat tubuh manusia termasuk ginjal. Dengan menggunakan scanner ini dapatlah diperoleh gambaran ginjal dan patologinya secara topografik. Dengan diketemukannya Armamantorium diagnostik untuk penyakit batu ginjal maka di bidang diagnostik didapatkan juga kemajuan-kemajuan yang berarti. Tetapi bagaimana di bidang pengobatan batu ginjal?
Pengobatan batu ginjal Setelah diketemukannya alat penunjang diagnostik yang mutakhir maka timbul tantangan bagaimana mengobati seorang penderita batu ginjal. Kalau kita menelusuri sejarah perkembangan pengobatan batu ginjal maka ternyata pola perkembangannya hampir sama dengan pola perkembangan pengobatan batu vesika. Kenyataan lain ialah ternyata proses perkembangan pengobatan batu ginjal sejalan dengan perkembangan teknologi dalam bidang Urologi khususnya dan kedokteran pada umumnya. Teknik pengobatan batu ginjal dimulai dengan pengobatan yang tidak rasional dengan obat-obat dan dengan air. Kemudian sesuai dengan kemajuan ulmu bedah, mulai abad ke 20 dimulailah terapi pembedahan batu ginjal, mulai dengan membuang ginjal yang rusak akibat batu (nefrektomi), sampai operasi hanya membuang batunya saja. Mula-mula pengobatan operatif ini dianggap suatu cara yang efektif dan 16
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
memberikan kesembuhan yang tuntas. Tetapi kemudian mulailah dirasa ada kelemahannya, misalnya : teknik operasi yang kadang-kadang rumit, memerlukan ketrampilan yang tinggi, memerlukan waktu yang paru panjang, tetapi kadang-kadang tak berhasil mengangkat seluruh batu yang ada. Berbagai teknik operasi untuk mengatasi halhal tersebut diatas dikembangkan, diantaranya : nefrolithotomi, memotong jaringan ginjal, pyelolithotomi mengeluarkan batu dari pyelum. Gill Vernet seorang ahli Urologi Sparuyol memperkenalkan teknik operasi dengan membebaskan pyelum sampai ke sistem calycesnya untuk dapat mengangkat batu di calyx. Bivale nephrolithotomi dengan cara mendengarkan dahulu ginjal insitu agar dapat mengklem A + C renalis agar dapat bekerja tanpa perdarahan. Bench Surgery, dengan mengeluarkan ginjal dari tubuh manusia, membersihkan batunya dan kemudian mereplantasi kembali ginjal, merupakan usaha-usaha penyempurnaan teknik pembedahan. Kemajuan-kemajuan di bidang teknik operasi tersebut ternyata masih belum memberikan hasil pengobatan yang tuntas oleh karena : 1. Kadang-kadang masih ada batu tersisa. 2. masih memberikan angka residif yang tinggi 20-25%. Sehingga timbullah pemikiran untuk mengurangi kelemahankelemahan tersebut : 1. Untuk mengurangi kemungkinan batu tertinggal, dikembangkan cara-cara operasi yang rumit dan menggunakan teknologi radiologi durante operationum dengan membuat kontak foto dari ginjal dengan menggunakan film yang terbungkus plastik steril, kemudian dengan perkembangan teknologi endoskopi seperti sudah diterangkan diatas dapat juga dipakai pyeloskop untuk eksplorasi intrarenal. 2. Untuk mengurangi angka residif yang masih tinggi timbullah lapangan-lapangan penelitian dari segi endokrinologi, biokimia, metabolik, dietetik dan juga urologik sendiri. Pelbagai penelitian dilakukan; ternyata hanya kurang dari 10% penderita batu Calcium yang disebabkan kelainan endokrin (hyperparathyroid). Muncullah ahli-ahli di bidang metabolik ini seperti Pak, Robertson, Nordin dan masih banyak lagi nama-nama besar dalam bidang penelitian mengenai batu. Tetapi para ahli di bidang penelitian mengenai pengertian bagaimana terbentuknya batu dan bagaimana pencegahannya selama hampir setengah abad ini belum menghasilkan cara-cara pencegahan yang meyakinkan. Dengan penyelidikan dari segi biokimia, metabolisme, dietetik baru bisa menurunkan angka residif dari 25% — 30% menjadi 20% — 25% saja. Juga kalau kita fokuskan kepada penderita batu Calcium sebagai akibat hyper calciuria, masih terlalu banyak yang dimasukkan ke dalam golongan idiopathic hypercalciuria. Kebelum-puasan ini dinyatakan sendiri oleh Robertson dalam Second symposium on Nephrolithiasis di Singapore tahun yang lalu : Is Hypercalciuria a : 1. Nutrional disorders?
2. Metabolic disorders? 3. Do dietary changes accentuates tendency towards an abnormal urine biochemistry in individuals who metabolized/absorb Nutrients to a greater degree than others? Sehingga penelitian yang sudah ± 50 tahun dilaksanakan di tempat yang berbeda dengan melibatkan para sarjana ulung di bidang Biokimia, metabolisme, endoktrin, gizi, urologi belum berhasil seluruhnya mengetahui process how to built a stone and how to prevent it. Kebelum berhasilan inipun tentu menyebabkan belum dapat diketemukannya obat-obat "penghancur" atau "pencegah " batu yang sebenarnya merupakan idam-idaman para dokter dan penderita batu saluran kemih. Setelah ternyata penyelidikan di bidang how to built a stone belum mencapai hasil yang memuaskan, timbullah gagasan how to destroy or to dissolute a stone. Banyak usaha-usaha untuk mengobati batu saluran kemih dengan mencoba melarutkannya, misalnya yang terkenal larutan Renacedin. Cairan ini hanya dapat digunakan dengan baik terutama untuk batu-batu asam urat, struvite - apatite dan cystine, sedang untuk batu-batu jenis lain diperlukan waktu yang terlalu lama untuk melarutkannya,sehingga tidak praktis. Kemudian dengan kemajuan-kemajuan di bidang endoskopi dengan menggunakan cold light dimungkinkan untuk mengembangkan alat endoskopi yang sangat rumit. Dengan ditemukannya generator pembangkit gelombang ultrasonik maka tahun 1982 Alken P Marberger mempublikasikan alat percutaneus Nephrolithotrypsi. Dengan menggunakan pertolongan Ultrasonografi dan fluoroscopi dapat dilakukan pungsi ginjal perkutan; yang kemudian saluran pungsi dapat didilatasi sampai 27F sehingga dapat dimasukkan nephroskop, sehingga secara terkontrol dengan optik dapat dilihat batu yang kemudian dapat dipecahkan dengan gelombang ultrasonik, sehingga batu menjadi pecah kecil-kecil dan dapat diisap keluar. (Gambar 5) Tabun 1982 E. Peres - Castro Ellendt dan Martinez Pineiro mempublikasikan Ureteral and Renal endoscopy yang juga dilengkapi dengan alat penangkap batu (Basket Dormia) atau memecah batu dengan ultrasonik. Akhirnya manusia masih belum puas dengan cara-cara yang masih invasif ini. Kemudian beberapa penyelidik mengembangkan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotrypsy). Dimulai tahun 1977 Eisenberger F, Ch Chaussy,K Werner, telah mempublikasikan cara memecah batu ginjal dengan cara menggetarkannya dengan menggunakan Hochenergetischen Stasswellen. . Kemudian cara-cara ini telah disempurnakan dan sekarang dikembangkan di Munich oleh Ch Chaussy sebagai suatu cara yang non invasif dalam memecahkan batu, meskipun juga masih ada keterbatasannya, yaitu : tidak dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi, bila ada infeksi saluran kemih, batu lebih besar dari buah cherry atau batu dengan radiodensitas rendah atau batu ureter.
logi yang ternyata pola perkembangannya diikuti dengan pola perkembangan yang sama oleh kemajuan diagnostik dan pengobatan penyakit batu. Pengobatan utopis dengan minum obat batu bisa hancur ternyata masih jauh dari kenyataan. Kemajuan - kemajuan di bidang how to destroy the stone lebih menggembirakan daripada pengetahuan manusia mengenai how to built a stone. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui cara pengobatan batu yang efektif.
Kesimpulan. Telah dibicarakan perkembangan teknologi di bidang Uro Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
17
PENDAHULUAN Pada tahun 1969, Tn. Godfrey N. Houndsfield dari Electric and Musical Industries (EMI) Limited di Inggeris, mengembangkan tehnologi komputer untuk bidang radiografi yang kemudia dikenal dengan nama EMI Scanner yang pada saat itu baru dapat untuk pemeriksaan kepala. Jejak EMI ini segera diikuti oleh perusahaan elektro medik lainnya sambil terus disempurnakan, sehingga saat ini beberapa perusahaan telah memproduksi CT Scanner untuk pemeriksaan seluruh tubuh (Whole Body Scanner). Tak kurang dari seratus institut diseluruh dunia, diantaranya tiga whole body scanner di Jakarta, telah menggunakan peralatan ini. PRINSIP KERJA SERTA RUANG LINGKUP CT SCANNER Peralatan CT terdiri atas banyak komponen yang mempakan perpaduan antara beberapa sistim. Sistim tersebut adalah : — sistim scanning — sistim pengolahan data dan — sistim pencatatan gambar. Komputer berperan pada sistim pengolahan data. Sistim scanning pada CT pada dasarnya sama dengan tomografi konvensional yaitu sebuah tabung sinar-X dan film yang bergerak dengan obyek yang statis. Bedanya adalah pada CT fungsi film digantikan oleh sebuah detektor. Obyek yang diam merupakan titik pusat dari sebuah lingkaran yang merupakan lintasan dari tabung sinar-X dan detektor yang terletak berhadap-hadapan. Pengambilan gambar (eksposi) dilakukan oleh tabung sinar-X dan detektor yang bergerak secara sinkron sebanyak 360 derajat, atau 180 derajat pada generasi terdahulu. Sinar X yang telah mengalami atenuasi (perubahan intensitas sesuai dengan sifat jaringan yang dilaluinya) didalam obyek diteruskan ke detektor. Ditektor yang digabung dengai photo multifier tube (PMT) menghasilkan raw data yang ke. mudian dikirim ke komputer untuk mengalami pengolahan. Komputer itu sendiri terdiri atas Arithmatic Logic Unit (ALU) 18
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
dan Central Processing Unit (CPU). Raw data yang berupa signal listik harus diubah dulu kedalam data-data digital untuk kemudian dilakukan perhitungan logaritmik ke dalam ALU. Selanjutnya data-data digital diolah dalam CPU sehingga hasil akhirnya dapat berupa gambaran pada TV monitor, serta dapat pula diambil pencatatan gambar melalui film radiografi, magnetic tape/disc dan lain sebagainya. CT Scan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan pemeriksaan radiologik konvensionil, karena dengan CT Scanner bisa didapatkan gambaran potongan obyek, dalam hal ini pasien, secara menyeluruh tanpa superposisi (tumparu g tindih) dengan org an-org an lain. Pemeriksaan ini juga dinilai lebih superior karena dapat melakukan pemeriksaan kelainan-kelainan intra kranial tanpa melakukan manipulasi yang berlebihan dan tidak invasif seperti yang dilakukan pada tindakan radiologik konvensoonil, tanpa mengurangi nilai informasi. GENERASI DARI PADA CT SCANNER Perkembangan daripada CT umumnya dilihat dari perkembangan yang terjadi pada sistim scanningnya. Hingga kini perkembangan yang terjadi pada sistim ini telah menghasilkan empat generasi CT. INDIKASI PEMERIKSAAN CT SCANNING. Karena teknik pemeriksaan ini relatif baru, maka masih didapatkan kontroversi mengenai indikasi pemeriksaannya; namun sudah banyak kelainan-kelainan yang terbukti dapat di manifestasikan dengan jelas. Secara umum disetujui bahwa pemeriksaan yang non invasif sifatnya ini dilakukan pada pemeriksaan org an -organ tubuh yang sulit dicapai dengan pemeriksaan klinik atau radio logik biasa, seperti organ-organ intra kranial, atau yang struktur anatomiknya komplek seperti daerah faring, organ-organ intra abdominal dan mediastinal. Perdarahan intra kranial, tumor-tumor leher dan kepada beserta akibat dari adanya tu-
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
19
-
Pergerakan tabung sinar X dan detektornya adalah rotate-rotate system Sinar yang digunakan merupakan berkas tipis tetapi lebih lebar (wide fan beam). Jumlah detektornya antara 128 sampai 576 buah. Pergerakan rotasinya 360° Waktu scanning yang dibutuhkan antara 5 sarnpai 10 detik. Digunakan untuk pemeriksaan seluruh tubuh.
Pergerakan tabung sinar X dan detektornya stationary rotare system. -
Sinar. yang digunakan sama dengan path CT generasi III. Jumlah detektornya antara 300 sampai 1112 buah. Pergerakan rotasi 360°. Waktu scanning 2 sampai 10 detik. Digunakan untuk pemeriksaan seluruh tubuh.
Gambar 6. :
Gambar 8.: Pemeriksaan CT Scanning.
Sebuah hasil pemeriksaan Cr scanning. Lapisan yang diperiksa melalui kedua orbitae dan yang retroorbital. Diantaranya terdapat cavum nasi. Jaringan cerebrum terdapat drlciri kanan dan belakang yang dikelilingi oleh struktur tulang cranium yang disini tampak sebagai bagian dengan densitas paling tinggi. (Foto : Bag. Radiologi RSCM/FKUI).
Potongan melintang abdomen. Tampak disini bagian-bagian dari abdomen : sebagian lobus kanan hati, kedua ginjal, paru kreas, usus-usus, aorta, corpus vertebrata, sebelah kiri tampak sebagian dari lien. Tampak aula potong melintang dari otot-otot punggung dan ija-ija untuk membedakan usus dengan bagian lain biasanya sebelum pemeriksaan diberikan kontras pada penderita (Gastrograffi ® )
20
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
nyatakan bahwa pemeriksaan kandung empedu lebih sempurna apabila dilakukan dengan pemeriksaan radiologik biasa karena menyangkut faali.
gantikan metoda pemeriksaan konvensionil seluruhnya, tetapi justru harus saling melengkapi.
KESIMPULAN. merupakan perpaduan antara sistim scanning, pengolahan data oleh komputer dan pencatatan gambar. Makin muda generasi suatu CT diharapkan makin sempurna dalam hal gambar maupun efisiensi. Pemeriksaan dengan CT merupakan pemeriksaan yang non invasif. Sekalipun dalam banyak hal lebih unggul daripada pemeriksaan radiologik konvensionil namun tidak dapat mengComputerized Tomography Scanner
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
21
Seseorang normal tidak memerlukan kaca mata untuk melihat jauh karena sinar yang jauh akan dibiaskan masuk kedalam mata pada bintik kuning selaput jala. Sinar masuk pada bintik kuning dengan terlebih dahulu dibiaskan oleh media penglihatan komea dan lensa mata. Kornea merupakan tempat utama pembiasan sinar.. 80% pembiasan sinar yang masuk kedalam mata terjadi pada permukaan depan kornea. Dataran depan kornea yang terutama membiaskan sinar mata merupakan subyek dokter ahli mata untuk tindakan pembedahan sehingga diperbaiki kelainan pembiasan pada mata dengan miopia, hipermetropia dan astigmatismus. Pada miopia oleh kornea sinar dibiaskan didepan bintik kuning, sehingga diperlukan lensa negatif untuk memperbaiki tajam penglihatan. Sebagai pengganti dilakukan usaha-usaha pembedahan kornea untuk memperlemah pembiasan kornea sehingga kornea dapat lebih bersifat lensa negatif sehingga bayangan difokuskan pada bintik kuning. Sebaliknya pada hipermetropia oleh kornea sinar dibiaskan dibelakang bintik kuning. Untuk melihat normal diperlukan lensa positif. Dengan keratoplasti refraktif dilakukan usaha-usaha pembedahan kornea sehingga teijadi pembiasan yang lebih kuat oleh kornea sehingga tidak diperlukan lensa positif sebagai kaca mata. Kelengkungan komea yang tidak sama pada 2 meridian yang menimbulkan astigmat dapat dilakukan pembedahan pada kelengkungan kornea untuk mengganti kaca mata lensa silinder. SEJARAH PERKEMBANGAN KERATOPLASTI REFRAKTIF 1 Dalam usaha untuk memperbaiki kelainan pembiasan sinar didepan bintik kuning pada miopia dan dibelakang bintik kuning pada hipermetropia terdapat perkembangan daripada keratoplasti refraktif seperti : 22
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
1. Memasukkan bahan (Metilmetakrilat) intralamelar, kornea, sehingga bertambah kelengkungan permukaan depan kornea. Kerugian daripada teknik ini berupa terdapatnya penyebaran sinar (Difraksi) antar jaringan kornea dengan bahan yang diselipkan. Tindakan ini dilakukan untuk hipermetropia. 2. Melakukan perubahan pada dataran belakang kornea sehingga terjadi perubahan kurvatur dilakukan oleh Sato. Pembedahan ini untuk memperbaiki miopia dan astigmatismus. 3. Troutman melakukan reseksi baji (wedg resection) pada dataran depan atau insisi relaksasi, untuk astigmatismus tinggi afakia dan pasca keratoplasti. 4. Fyodorov melakukan insisi relaksasi radial pada permukaan kornea untuk memperbaiki miopia dan astigmatismus. 5. Barraquer melakukan keratomileusis dan keratofakia. — Keratomileusis adalah tindakan melakukan reseksi kornea lamelar, dan kornea didinginkan dan membuat bentuk lensa yang kemudian dijahitkan kembali, tindakan ini dapat untuk miopia dan hipermetropia. — Keratofakia, membuat diseksi lamelar sehingga terbentuk kantong yang kedalamnya ditempatkan kornea donor yang sebelumnya dengan pendinginan telah dibentuk menjadi lensa positif. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi hipermetropia tinggi. Untuk mendapatkan perubahan pada refraksi kornea perlu diperhatikan beberapa hal pada kornea. 1. Kelenturan kornea pada daerah kornea sklera (cincin kornea = li mbus), harus dilakukan perubahan didalam atau didekatnya untuk mendapatkan perubahan optik kornea. Hasil perubahan tergantung pada ketebalan, kelengkungan dan kejernihan kornea. 2. Untuk mendapatkan hasil optik yang baik maka permukaan depan kornea seperti epitel, membran basal dan membran Bowman harus utuh. 3. Untuk mendapatkan perubahan tindakan yang permanen pada kelengkungan komea dan jari jari kornea diperlukan
penambahan dan pengurangan jaringan kornea. 2
CARA PEMBEDAHAN KERATOPLASTI REFRAKTIF
Ada 2 prinsip yang berbeda. (a). Teknik daerah permukaan, dengan memendekan atau memperparu jang jarijari kelengkungan kornea akan mengakibatkan bertambah landai (Flat) atau bertambah curam (Steep) permukaan kornea yang mengakibatkan perubahan pada efek optik kornea. Termasuk cara apa yang disebut reseksi baji kornea (Corneal wedge resection), insisi relaksasi kornea (Corneal relaxing incision) dan teknik disparate - diameter graft resipient. (b). Teknik isi dan ketebalan, yang menambah atau mengurangkan kurvatur kornea dengan merubah tebal kornea tanpa mengubah diameter kornea. Termasuk dalam golongan ini keratomileusis dan keratofakia. (a). 1. Reseksi baji kornea
fer kornea atau limbus yang bila dijahit kembali akan mengakibatkan curam kornea dibagian sentral. Sebagai dasar dikatakan bila dilakukan pengangkatan bagian kornea maka akan terjadi pengurangan permukaan, yang akan mengakibatkan radius sektor mengecil dan akan menambah kurvatur permukaan. Didalam hal ini karena sifat kenyal mata maka meridian 90° terhadapnya akan menjadi landai dengan ratio 2 : 1. Mata akan menjadi lebih bersifat hipermetropia. RESEKSI BAJI KORNEA.
(Corneal wedge resection)3
Tujuan pembedahan ini terutama : Untuk mengurangi astigmatismus dengan jalan pembedahan menambah tajamnya kelengkungan (Steep) kornea pada bagian curam kornea yang landai (Flat), yang berakibat sekunder membuat landai bagian kornea yang terjal. 1.1. Reseksi baji dilakukan pada astigmatismus tinggi, berdasarkan prinsip berikut : — Komeoskleral atau limbus, bersifat cincin skleral yang diameternya hampir tetap walaupun sebagian kornea diangkat. — Pengangkatan jaringan kornea berbentuk busur baji akan mempercuram (Steep) diameter kornea pada meridian tersebut akibat bertambah pendeknya meridian. — Reseksi baji (wedge resection) ini akan mengaldbatkan landai pada meridian yang terletak 90° dari daerah reseksi yang curam (Steep). — Derajat koreksi yang dihasilkan dapat diukur pada pemotongan untuk mendapatkan koreksi yang dibutuhkan. Teknik Pembedahan reseksi baji : — Pada meridian kornea yang landai dibuat reseksi berbentuk baji 1⁄4 busur komea. — Insisi dapat dibuat dengan Diamond knife. — Sesudah insisi bentuk baji diangkat maka kedua bibir luka dijahit dengan benang 10.0 (simpul benang harus tertanam selama 3 bulan). — Pasca bedah : Mata ditutup sampai epitel menutup sempurna. — Bila hasil kurang memuaskan maka insisi kontra lateral dilakukan dengan tknik yang sama. 1.2. Reseksi Baji Untuk Hipermetropia dan Afakia. Menjadi kenyataan bahwa bila kurvatur kornea dapat dirubah dengan insisi relaksasi, kornea dapat dibuat curam (Steep) dengan reseksi baji. Untuk hipermetropia dapat dilakukan reseksi baji pada bagian periCermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
23
limbus, stroma dibiarkan terbuka. — Insisi pada zona transitional akan mengakibatkan datarnya zona optik sehingga kornea akan bersifat lensa negatif. — Pasca bedah diberi antibiotik dan steroid untuk memperlambat penyembuhan.
Pada datarnya sama dengan yang diatas akan tetapi dengan cara yang berbeda. Pada insisi relaksasi : Radius kornea yang pendek diperpanjang yang akan mengakibatkan lebih landainya (Flat) meridian yang sebelumnya lebih terjal (Steep). a. Insisi Relaksasi. Dilakukan untuk astigmatismus dan miopia. 2.1. Astigmatismus : Insisi dan relaksasi merupakan teknik paling sederhana untuk mengobati astigmatismus kornea. — Insisi bentuk busur dengan kedalaman kornea 80%, pada sumbu dengan meridian curam akan mengakibatkan landai (Flat) kornea pada meridian ini. Insisi relaksasi baji (wedge relaxing insicion) akan segera diisi jaringan parut. — Insisi relaksasi dibuat sejajar dan 2 mm dari limbus selebar 30 0 (bentuk busur) pada meridian kurvatur kornea paling curam yang dilihat dengan keratometer. — Derajat koreksi hanya dengan mencoba-coba. Lebih baik penilaian dilakukan dikamar bedah dengan keratometer terpasang pada mikroskop. Hasil dapat ditambah dengan : (—) memperdalam insisi (—) membuat insisi kontra lateral. — Selain insisi busur dapat juga dilakukan insisi radial atau sejajar. (—) Insisi radial dibuat pada sumbu meridian kornea yang landai (Flat), insisi 80% tebal kornea. Insisi relaksasi dapat dilakukan dengan anastetik lokal. Pasca bedah mata ditutup atau diberi lensa kontak, dan antibiotik sampai luka tertutup epitel. 2.2.
Miopia. Insisi relaksasi mengurangi kurvatur kornea untuk miopia. 4, 5 — Dibuat tanda sumbu visual pada kornea dengan treparu 3 mm. — Dilakukan insisi radial setebal 80% tebalnya kornea mulai dari tepi tanda trepan sampai meliwati
24
Cermin Dania Kedokteran No. 32, 1984
Hal-hal yang dipertimbangkan pada pembedahan pada keratotomi radial ialah sebelumnya sebaiknya diketahui derajat miopia yang akan dikoreksi, kekakuan sklera, kurvatur radius kornea rata-rata, diameter kornea rata-rata. Berdasarkan data diatas, pembedah menentukan zona optik yang akan dilakukan pembedahan, jumlah dan dalam insisi yang akan dilakukan. Penentuan ini dilakukan sebelum pembedahan dengan memperhatikan tekanan bola mata dan derajat efek keratometer yang diharapkan. Pembedahan yang dibuat untuk insisi kornea secara umum adalah sebagai berikut : — insisi kornea 8 buah dilakukan bila Ekuivalen Sferis (SE) miopia kurang daripada 4 Dioptri. — insisi kornea 16 buah dilakukan bila Ekuivalen Sferis (SE) miopia lebih daripada 4 Dioptri. — Rencana pertama : Insisi 8 — 16 buah dibuat dari limbus kearah zona optik sedalam kira-kira 85% (antara 83 — 89%) daripada ukuran rata-rata Pachymeter di daerah pinggir zona optik. — Rencana kedua : Insisi 8 — 16 buah sampai pada ketebalan 95% (antara 90 — 98%). — Rencana ketiga : sama dengan rencana kedua. Dari limbus sampai 6 mm zona optik diperdalam 95%. — Bila prabedah Ekuivalen Sferis (SE) antara 6.00 — 7.75 Dioptri ditambah 4 lagi insisi pendalaman pada meridian 45° — 135°. — Bila prabedah Ekuivalen Sferis (SE) — 8.0 Dioptri atau lebih ke 16 sayatan diperdalaman. — Rencana keempat : Insisi dibuat seperti rencana ketiga dengan kedalaman maksimum, dan insisi ini diperdalam dari limbus kearah sentral dengan jarak 1,5 mm. Insisi penambahan dalam dibuat 4,8 dan 16. Pada miopia prabedah 8 — 9.75 D, 10 — 11.75 D dan lebih besar daripada — 12 D. Keratotomi radial untuk memperbaiki astigmatismus. — Bila yang diperbaiki lebih kecil daripada + 1 Dioptri dilakukan insisi radial disekitar zona optik sirkuler. — Bila silinder antara 1 — 2.25 Dioptri ditandai optik lonjong (elips) dengan sumbu terpendek menunjukkan sumbu silinder positip. Dan dengan menentukan derajat sumbu ditentukan miopia yang diakibatkan, kemudian dibuat insisi radial. — Bila kekuatan silinder 2.50 — 3.25 D, terjadi zona optik lonjong (elips) 3.0 x 3.5 mm dibuat insisi Longitudinal 10 buah dengan arah sejajar sumbu silinder plus dan kemudian 10 insisi radial 90° terhadap sumbu utama sebelumnya (R.L. prosedure). — Bila silinder lebih besar 3.25 D, dilakukan insisi transver-
sal dan radial (T.R.). Faktor yang mempengaruhi hasil pembedahan, umur penderita, derajat miopia, diameter kornea, tebal kornea, dalamnya bilik mata depan, parujang sumbu mata, kekakuan sklera, keratometri, ukuran zona optik. Tidak ada faktor prabedah yang dapat dipakai untuk dapat mendapatkan ketepatan hasil pasca bedah. Mungkin sekali hasil nyata hanya terlihat pada ukuran zona optik. Makin kecil zona optik makin besar perubahan refraksi yang terjadi. 3. Teknik'Disparate Diameter Graft'— Recipient.
Hasilnya mula-mula tidak tetap, akan tetapi kenyataannya tajam penglihatan tidak sebaik dikoreksi dengan kaca mata atau lensa kontak. Diperlukan teknik yang baik untuk menghitung kekuatan penggosokan kornea yang didinginkan secara matematik. Pengukuran kekuatan pembiasan sama dengan penggosokan pada lensa kontak. Keratomileusis merupakan keratoplasti refraktif mutakhir yang memerlukan alat yang mahal dan tenaga ahli yang sangat terampil. Parameter penderita keratomileusis, untuk menentukan reseksi diameter dan kurvatur yang akan dibentuk pada lempeng kornea, diperlukan keterangan -keterangan berikut : — Pengukuran keratometer zona apikal kornea penderita. — Refraksi pada jarak verteks 12 mm. — Ketebalan kornea diukur dengan pachymeter. 2. Keratofakia.
Teknik isi dan ketebalan. Keratoplasti lamelar dahulu dipakai untuk pembedahan tektonik atau rekonstruksi, termasuk kedalam ini keratomileusis dan keratofakia.
Diperkenalkan oleh Barraquer dengan tujuan menambah kelengkungan kurvatur kornea depan untuk memperbaiki hipermetropia pada Afakia (Pasca bedah katarak). Dilakukan keratektomi lameral setebal 50% tebalnya kornea. Dimasukkan kedalam kantong lamelar ini kornea donor yang sudah dibentuk atau diasah sebagai lensa positif (lentikular kornea donor) dijahit kembali lamel anterior kornea. Kekuatan lensa kornea donor diukur dengan pembacaan keratometer dan refraksi Afakia. 7
1. Keratomileusis. Pada keratomileusis dilakukan dengan mengangkat kornea penderita secara lamelar dengan mikrokeratome. Bagian kornea yang dilepas didinginkan dan dibentuk permukaan (perubahan) optik baru pada permukaan belakang. Dibentuk permukaan konkaf untuk menghasilkan koreksi miopia atau dibentuk permukaan konveks untuk menghasilkan koreksi hipermetropia. 6
Kornea donor (lentikul) sesudah diasah dimasukkan intralamelar pada keratofakia. Hasilnya tidak sebaik dengan kaca mata atau lensa kontak, karena : — terjadinya astigmatismus iregular. — terbentuknya jaringan parut antara implan lensa kornea donor dan kornea penderita. — terjadinya absorbsi lensa kornea donor, sehingga menjadi kurang jumlah koreksi yang dilakukan. 8 Keratotomi Radial. Peter Arrowsmith dan kawan-kawan yang melakukan mendapatkan hasil. 9 Dari 156 mata atau 101 penderita, dimana miopia rata-rata -5.0 Dioptri dan tajam penglihatan jauh 20/200 tanpa kaca mata sesudah keratotomi radial 6 bulan kemudian memberikan hasil, tajam penglihatan 20/20 pada 43%, dan 20/ 40 atau lebih baik pada 73% perubahan rata-rata yang terjadi + 4.8 Dioptri. Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
25
Bila miopia sebelum pembedahan kurang daripada 6 Dioptri sesudah 6 bulan pembedahan, tajam penglihatan tanpa kaca mata 20/20 (normal) sebanyak 53% dan 20/40 atau lebih baik pada 84%. 63% bervariasi 1 Dioptri daripada emetropia (normal). PENUTUP. Tindakan pembedahan mengubah bentuk dan daya bias kornea merupakan usaha untuk memperbaiki kelainan refraksi miopia, astigmat, hipermetropia dan afakia. Penilaian dataran depan kornea dilakukan secermat mungkin untuk perencanaan tindakan pembedahan. Penilaian pembedahan diatas meja bedah diperlukan untuk melihat hasil pembedahan. Kadang-kadang diperlukan penambahan tindakan bila hasil pemeriksaan keratometri dimeja bedah belum memberikan hasil yang memuaskan. Tindakan pembedahan memerlukan peralatan khusus, malahan untuk membuat keratomileusis dan keratofakia dimana kornea didinginkan kemudian diasah untuk memberi bentuk lensa tertentu seperti mengasah lensa kontak, dan kemudian paru as dinakkan lagi pada temperatur tubuh normal, membutuhkan alat khusus. Keahlian dan keterampilan pembedah untuk merencakan dan melakukan tindakan-tindakan keratoplasti refraktif diperlukan sehingga memungkinkan seseorang tidak memerlukan lagi kaca mata untuk kelainan refraksinya. Biasanya pembedahan ini dilakukan pada penderita yang
26
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
sukar memakai lensa kontak atau pada orang yang mendapatkan kesukaran pekerjaan bila memakai kaca mata. Pembedahan ini sebaiknya tidak dilakukan pada penderita dengan peradangan mata kronik, blefaritis, kalazoin, herpes, tumor kelopak, iveitis, dan ablasi.
Penanganan infark miokard memang merupakan ajang perdeWeger dkk. mengamati bahwa antara tahun 1970 - 1980 di batan. Amerika Serikat, masa perawatan rata-rata di R.S. banyak berPada mulanya diperkirakan cara mempercepat penyembuh- kurang, lebih cepat meninggalkan tampat tidur dan bekerja an miokard yang rusak adalah istirahat lama di tempat tidur. kembali. Tapi pemberian obat-obat anti- aritmia sebagai proSeperti yang dikatakan White (1975), " istirahat di tempat ti- filaksis meningkat juga penggunaan standar exercise test medur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dapat men- ningkat. Juga penggunaan standard exercise test meningkat, dan sebagian besar dokter menggunakan angiografi koroner sejamin penyembuhan infark miokard sesempurna mungkin." cara rutin. Juga Lewis, seorang klinikus, mendukungnya. Istirahat di temDokter-dokter yang merawat pasien-pasien infark di R.S. pat tidur selama 6 - 8 minggu menjamin terbentuknya cicasadar akan banyaknya publikasi yang mendesak mereka untuk trix yang kuat dari dinding ventrikel. Dan selama masa ini pasien harus dijaga sebaik mungkin; hindarkan gerakan-gerakan menggunakan prosedur-prosedur diagnostik yang baru (seperti scanning isotop, test exercise, angiografi koroner), mengyang tidak perlu!. Pada tahun 1944 ketika Sam Levine menentang pendapat gunakan cara pengobatan yang lebih agresif (streptokinase, diatas, dia dikecam. Melanggar kode etik, katanya. Tapi sege- nitropruside, hyaluonidase dan beta-blocker) dan menggu ra setelah mereka melakukan percobaan-percobaan, istirahat nakan beta-blocker secara rutin pada pasien-pasien pasca indi tempat tidur ternyata memang dapat dipersingkat tanpa fark. Diantara dogma-dogma ini, mana yang seperti pendamempengaruhi angka kematian sama sekali. Tapi sebagaima- huluannya akan masuk keranjang sampah? IRA Mitchell mencoba membaginya dalam 4 katagori yaitu : na biasa, bila sebuah dogma telah ditumbangkan, muncullah dogma-dogma baru. • Pertama : Suatu kasus belum dibuktikan. Diperlukan wakPemberian oksigen dinyatakan menguntungkan pada infark tu 1 — 2 tahun untuk melihat hasil percobaan yang lebih akut, bahkan pada pasien-pasien dengan fungsi sirkulasi yang baik. Nah, anda boleh santai saja, atau ikut melakukan baik. Pemberian oksigen secara rutin katanya merupakan indipercobaan. kasi pada semua pasien infark miokard. Dogma ini segera pu- • Kedua : Walaupun suatu kasus nampaknya telah dibuktidar ketika klinikus mulai pengejaran kearah aritmia . Bukan kan, tapi hasilnya belum dapat dipertanggungjawabkan, kerusakan miokard, tapi aritmia -lah yang harus segera dikonkarena jumlah pasiennya terlalu sedikit untuk mewakili trol. Dan setiap pasien kemudian diberi liguokain atau atroseluruh pasien di rumah-rumah sakit. pin untuk mencegahnya. Tapi dogma inipun tumbang. Tidak • Ketiga : Kasus telah dibuktikan, tapi peralatan yang dibusemua pasien perlu profilaksis anti- aritmia. Bahkan untuk tuhkan tidak mudah diperoleh. Kita harus mengusahakan pasien infark tanpa komplikasi, tampaknya perawatan di ICU fasilitas setempat atau mengirim pasien ke pusat pengobatatau dirumah sama saja baiknya. an yang memiliki fasilitas tersebut. • Terakhir : Kasus telah dibuktikan dan dapat kita laksanaPelajaran-pelajaran untuk mass kini. kan dengan segera. Jadi kita harus melaksanakannya. Jika dogma-dogma yang kuat dari masa lalu (istirahat ditempat tidur, oksigen, ICU, dan pencegahan aritmia) telah di- Pada waktu pasien datang. singkirkan, sekarang apa yang muncul sebagai gantinya? Kita mulai dengan pasien yang diduga infark dan dirawat Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
27
di ICU atau bagian penyakit dalam dari suatu RSU. Tantangan pertama yang dihadapi tim petugas R.S. adalah untuk menentukan apakah pasien yang datang dengan keluhan sakit dada, benar-benar menderita infark miokard. Untuk pasienpasien yang baru datang tidak perlu digunakan peralatan kompleks, yang hanya berguna pada pasien-pasien yang telah mengalami berbagai pemeriksaan. Yang menjadi pegangan penting adalah riwayatnya dan 12 lead EKG pertama, karena pemeriksaan enzim-enzim belum bisa diperoleh hasilnya. Dihadapkan dengan pasien ini, tugas utama kita sederhana : menempatkan pasien sedemikian rupa, sehingga jika ia akan meninggal karena fibrilasi ventrikel ia dapat segera ditolong oleh staf juru rawat yang ahli sehingga tetap hidup. Stadium dini Jadi pada stadium dini dari infark, diagnosa pasti tak perlu ditegakkan, karena penanganan tidak dipengaruhi. Adakah tanda yang dapat membantu diagnosa? Ada.. Jumlah analgesi yang digunakan biasanya berkaitan dengan diagnosa akhir. Makin berat dan sakit dada selama 24 jam pertama, makin berat infark. Pada penanganan pasien dengan dugaan infark, oleh sebab itu, yang perlu diperhatikan ialah penempatan pasien sedemikian sehingga ia dapat diresusitasi bila mengalami fibrilasi; jangan ragu-ragu memberi obat analgesi secukupnya; dan pertimbangkan apakah jumlah dan frekuensi pemberian diamorfin dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa. Bila kita sudah menolong pasien dari rasa sakitnya, apakah diagnosa perlu ditegakkan dalam beberapa hari berikutnya? Itu jelas perlu jika kita ingin menggunakan tehnik modern untuk membatasi beratnya infark atau me-lisiskan trombus koroner. Selain itu perubahan-perubahan di EKG dan hasilhasil pemeriksaan enzim dapat dipakai untuk menilai prognosis. Misalnya pasien dengan diagnosa "rasa sakit di dada, e.c.?" yang berjumlah 13% dari 662 pasien yang dipelajari, angka kematiannya 0 di dalam 12 bulan berikutnya. Sebaiknya pasienpasien yang sudah pernah menderita infark miokard dan hanya mengeluh rasa sakit di dada (tidak ada perubahahan EKG atau enzim) angka kematiannya 7% dalam 1 tahun. MENGATASI INFARK Beta blocker Kita tentu harus berbuat sesuatu terhadap infark dan bus yang menyebabkannya. Diatas tadi kita cuma pasif saja bukan? Segera setelah beta-blocker beredar, efek anti-; aritmia dari obat itu diperkirakan dapat mengurangi kematian pada infark akut. Tapi berlawanan dengan manfaatnya pada periode pascainfark, hasil-hasil penelitian penggunaannya pada infark akut mengacaukan dan mengecewakan. Noris dkk. memberikan proparu olol secara IV pada 20 pasien dugaan-infark dalam 4 jam setelah onset dan dibandingkan dengan group kontrol dari 23 pasien. Ternyata hasilnya meragukan. Komentar Sobel : " Tidak adanya tindak lanjut (follow up) dalam jangka paru jang, mengaburkan efek keseluruhan dari rangkaian percobaan itu. " Dengan lain perkataan, apa yang penting bagi pasien adalah bertahan hidup. Perubahan EKG dan nilai enzim tidak penting buat mereka. karena 28
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
mungkin obat-obat dapat menekan pelepasan enzim atau menekan perubahan-perubahan EKG tanpa mengubah infark itu sendiri. Hasil-hasil penelitian lain juga meragukan. Oleh sebab itu, kita boleh duduk-duduk sambil menunggu hasil penelitian lebih lanjut. Atau bila suka, anda boleh ikut mempercepat kesimpulan dengan ikut melakukan percobaan klinik. Hyaluronidase Harapan semula pada beta-blockers terletak pada efek anti-aritomia yang dimilikinya. Baru sekarang dicari cara pembatasan infark. Berdasarkan penyelidikan hewan, hyaluronidase diperkirakan dapat memperbaiki difusi nutrien ke dalam jaringan iskemik. Maroko dkk. mengatakan bahwa pemberian hyaluronidase IV setelah diagnosa dengan EKG pertama, dan setelah itu diberikan tiap 6 jam, dapat " mengurangi frekuensi tanda EKG dari nekrosis miokar." Kelompok Birmingham memberikan 1 kali suntikan IV hyaluronidase pada pasien-pasien di dalam jam jam pertama serangan. Ternyata kematian dalam 6 bulan dapat dikurangi (27 dari 240 pasien-pasien yang diberikan enzim dan 45 dari 243 pasien-pasien yang diberikan placebo meninggal). Anehnya walaupun angka kematian menurun, pasien-pasien yang dirawat tidak menunjukkan pengurangan dalam beratnya infark, seperti terlihat dari aktivitas enzim dan terjadinya kegagalan jantung. Percobaan yang lebih kecil oleh Cairns dkk. ternyata menguatkan kurangnya efek hyaluronidase terhadap luas infark. Serangan terhadap thrombus. Mengapa kita terpaku pada jantung saja dan tidak menyerang penyumbatnya? Dalam tahun 1960-an, permulaan percobaan-percobaan dengan fibrinolitik sistemik memberi hasilhasil yang memuaskan. Tapi, seperti banyak penelitian lain, generasi penelitian berikutnya yang lebih terkontrol, gagal untuk membenarkan atau menyangkal manfaat dari streptokinase atau urokinase Suatu penelitian bersama di Eropa memberikan sumbangan pada penelitian fibrinolitik. Pada bulan ke-6, 48 pasien kontrol dan hanya 24 yang diberi streptokinase meninggal. Anehnya, walaupun pengobatan diberikan dalam waktu 1 hari, kematian-kematian yang belakangan lebih banyak berkurang daripada kematian-kematian waktu awal (dalam waktu 21 hari 28 pasien kontrol dan 18 pasien yang diobati telah gal. Tapi antara waktu 21 hari dan 6 bulan, 20 pasien dalam kelompok kontrol meninggal dan hanya 6 dari mereka yang menerima streptokinase). Perlu diketahui bahwa dari 2338 pasien yang telah disediakan untuk percobaan, hanya 315 pasien yang dapat dipakai dalam percobaan. Para pembaca dapat menilai sendiri apakah pengobatan fibrinolitik ini termasuk dalam kategori saya yang pertama, yang tidak dapat dibuktikan; atau kategori kedua, yang telah dibuktikan tapi meragukan. Persoalan-persoalan logistik Seandainya pemberian dini beta-blocker, hyaluronidase, atau streptokinase IV betul penting dan tidak merugikan,
maka persoalan-persoalan logistik tidak banyak. Tinggal menyuntikkannya saja. Tidak demikian dengan pengobatan thrombolitik pada tahun 80-an yang memasukkan infus streptokinase, ke dalam arteri koroner yang tersumbat. Di sini dibutuhkan fasilitas angiografi koroner yang lengkap. Diberikan pada jam-jam pertama setelah gejala-gejala serangan pada 9 pasien, penyembuhan yang jelas terjadi dalam waktu 20 menit; tapi pada seorang pasien arteri tersebut tersumbat kembali. Perfusi miokardium, ditetapkan dengan radioaktif thallium, ternyata menunjukkan perbaikan. Tapi para penulis berhati-hati menarik kesimpulan. " Evaluasi jangka paru jang dari prosedur ini pada pasien yang bertahan hidup masih membutuhkan percobaanpercobaan klinis terkontrol." Penelitian-penelitian akhirakhir ini tampaknya menyokong manfaat streptokinase intra-koroner ini. Kesulitan utama untuk menjalankan arteriografi koroner pada semua pasien dengan dugaan infark terletak pada masalah beaya, tenaga dokter ahli, perawatan dan peralatan yang rumit. Lebih dari itu. arteriografi koroner itu dapat berbahaya, dan tidak untuk amatir. Maka harus ada jalan lain. Intervensi akut terakhir yang harus kita evaluasi adalah ide mengurangi beban jantung dengan vasodilator. Dua laporan yang bertentangan muncul pada halaman yang berurutan dari jurnal yang sama. Dalam penelitian yang pertama, yang dilakukan di Amsterdam, diberikan Nitropruside IV. Kelompok kontrol diberi infus glukosa. Percobaan dihentikan berdasarkan kode etik, ketika kematian dalam kelompok kontrol mencapai 18 dibandingkan dengan 5 dari kelompok nitropruside. Para penulis mengatakan bahwa nitropruside juga mengurangi shock kardiogenik dan kegagalan jantung. Tapi pertanyaan penting yang mereka tanyakan sediri adalah " Apakah kedua kelompok tadi di dalam segala hal sama?" Jawabannya ialah " tidak" Sebab 23% dari kelompok kontrol ada dalam keadaan gagal jantung pada waktu mulai percobaan, jika dibandingkan dengan 15% kelompok nitropruside. Penelitian kedua dijalankan oleh kelompok Veteraus Administration; karena itu terbatas pada pria. Ini juga terbatas pada pasien-pasien yang menderita gagal jantung. Para penulis mencatat bahwa nitropruside mempunyai efek "merugikan pada pasien yang mulai diinfus dalam waktu beberapa jam dari onset", tapi menguntungkan pada pasien yang mulai diinfus lebih belakangan" Bagaimana dengan vasodilator-vasodilator yang lain seperti captopril, prasozin dan prostaglandin PGE 1 dan PGI 2 ? Jika kita sedang menguji vasodilator-vasodilator, kita harus juga ingat bahwa platelet-platelet mirip otot polos vaskuler, dan telah lama diketahui bahwa kebanyakan vasodilator mempunyai efek pada platelet sehingga bermanfaat pada penyakit thrombotik. Mengenai pembedahan Harapan tentang pembedahan menjadi lemah karena orangorang yang antusias pun mengakui bahwa otot jantung yang mati tidak mungkin ditolong dengan aortocoronary bypass grafting. Tapi di lain pihak mereka memperdebatkan bahwa jika mereka campur tangan pada keadaan-keadaan yang masih
"impending infarotion" "threatened infarotion", "coronary insufficiency" atau "unstable angina" maka pasti mereka dapat mencegah kematian otot jantung. Pada tahun 1980 ada cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa angka infark lebih tinggi pada pengobatan dengan pembedahan dan tidak ada perbedaan dalam angka kematian. Tidak ada tempat untuk pembedahan segeral. Jangan lupa Vena-vena Sewaktu pasien kita berkembang dari dugaan infark menjadi diagnosa definitif, risiko untuk thromboembolisme juga makin besar. Scanning dengan J-125 pada betis menjadi positif, pada 30% pasien-pasien infark + komplikasi, 20% dari mereka dengan infark tanpa komplikasi. Apa pun yang mereka tulis, untuk pencegahan terulangnya infark, antikoagulan coumarin dipergunakan dalam waktu singkat akan mencegah thrombosis vena dalam dan emboli paru-paru. Bahkan dalam 48 jam setelah infark, penelitian di Denmark menunjukkan berkurangnya thromboembolisme. Jadi, jika ternyata pasien anda harus tetap tinggal immobil dalam ICCU karena gangguan irama jantung atau kegagalan jantung, maka tampaknya antikoagulan dibutuhkan. "
Dapatkah anda mencegah serangan yang akan datang, Dokter?" Dalam 10 tahun ini kita didesak untuk menggunakan bahanbahan yang memodifikasi sifat-sifat platelet, dengan harapan bahwa perubahan-perubahan ini akan mencegah timbulnya infark kembali. Bahan pertama yang dinyatakan menguntungkan adalah obat urikosurik sulphinpyrazone (Anturan). Tapi ternyata "Anturan Reinfarction Trial" mempunyai banyak kekurangan-kekurangan. Percobaan kedua ( " Anturan Reinfarction Italian Study") membandingkan hasil pada kira-kira 20 bulan setelah pemasukan dalam 365 pasien pasca infark yang menerima sulphinpyrazone dan 362 yang menerima placebo. Tapi percobaan Italia tersebut terlalu kecil untuk menunjukkan suatu efek keseluruhan terhadap mortalitas. Karena itu, sebelum dilakukan percobaan-percobaan yang lebih baik, manfaatnya boleh dianggap belum terbukti. Yang juga diteliti untuk pencegahan sekunder adalah dipyridamole (Persantin) dan aspirin. Sebagai obat tunggal, dipyridamole tak pernah diteliti. Tapi dia diteliti bersamasama dengan aspirin ( "Persantin Aspirin Reinfarction StudyParis"). Aspirin sendiri sudah diuji dalam "Aspirin Myocardial Infarction Study " dan dalam 2 penelitian yang diorganisir oleh Elword dkk. dari South Wales. Tidak satu pun dari percobaan-percobaan tersebut terjadi pengurangan angka kematian total. Mungkin juga aspirin punya efek yang menguntungkan dan nyata terhadap kematian, tapi tersembunyi. Maka boleh dikata_ " ia tidak akan banyak merugikan, tapi juga tidak menguntungkan." Banyak percobaan-percobaan direncanakan karena rupa-ruparu ya ada kemungkinan bahwa aspirin mempunyai efek yang berguna melalui sistem pembekuan darah. Dalam hal ini, dosis 100 mg dan 300 mg/hari tidak mempunyai efek. Tapi jika diberikan dosis 1000 mg/hari atau lebih, akan Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
29
terjadi pengurangan konsentrasi dari faktor - faktor II, VIII, IX, dan X seperti efek antikoagulan coumarin. Semua percobaan -percobaan aspirin menggunakan dosis ±1000 mg/hari. Jika aspirin benar-benar bekerja sebagai anticoagulan, maka dosis 1500 mg/hari menghasilkan keuntungan yang lebih jelas? Aspirin ternyata tidak hanya menekan sifat-sifat "jelek" platelet, tapi juga mencegah sistem enzim yang menghasilkan antiaggregatory vasodilator, prostacyclin (PGI 2 ) di dalam dinding pembuluh darah. Jika kedua sifat aspirin yang berlawanan tersebut berada dalam keadaan seimbang maka dosis aspirin yang diberikan, yang menekan kedua sifat tersebut, tidak akan memberikan efek yang berguna. Sekarang terserah kepada kita, jika kita percaya bahwa aspirin bekerja melalui efek pembekuan darah, maka kita harus mempergunakan dosis 1000 mg/hari. Jika kita percaya bahwa daya kerja aspirin adalah mengembalikan keseimbangan 'thromboxane A 2 (PGI 2 ) maka dosis yang harus digunakan adalah 40 mg tiap 2 hari! Pelari- pelari tua dapat memenangkan maraton Ketika perhatian dunia tentang khasiat anticoagulan coumarin untuk pencegahan sekunder dari infark telah hampir pudar, maka orang orang Belanda tetap menggunakannya secara rutin. Mereka juga mengadakan percobaan -percobaan dengan hasil yang baik terutama pada pasien -pasien dengan kegagalan jantung, angina persisten yang berat pembesaran jantung atau multiple infark. Kita mungkin terlalu cepat menolak anticoagulan sebagai obat pencegah. Tampaknya khasiat anticoagulan sebagai pencegah sekunder dari infark harus ditempatkan pada tempat kedua setelah beta blocker. Jauh lebih berkhasiat daripada aspirin, dipyridamole atau sulphinpyrazone. Beta Blocker : akhir jalan keluar Walaupun kita tidak meragukan khasiat beta -blocker yang dilaporkan dalam percobaan - percobaan, perlu diragukan kegunaan dari penemuan - penemuan ini pada masyarakat luas. Pertama, umur kematian rata-rata yang tercatat dalam masyarakat yang disebabkan oleh infark adalah 69 untuk pria dan 77 untuk wanita. Tapi kebanyakan dari percobaan -percobaan mempunyai batas umur atas, orang-orang tua selalu tidak dipakai. Bila ini diperhitungkan, mungkin kerugiannya lebih besar daripada manfaatnya. Kedua, alasan penolakan pasien untuk percobaan sering kali tidak tepat. Pasien yang ditolak antara lain pasien dengan hipertensi dan angina. Nah, bila pasien infark anda sebelumnya menderita kelainan tadi, apakah anda yakin beta-blocker bermanfaat?. Masih ada yang perlu anda ingat. Geoffrey Rose mengatakan, anda hanya dapat yakin bahwa seorang telah diselamatkan dari penyakit koroner jika dia meninggal karena sebab-sebab lain. Sedangkan jika ia tetap masih hidup, ada kemungkinan kematian karena infark hanyalah ditangguhkan, bukan dihindarkan. Rose menghitung bahwa untuk memperparu jang umur 1 tahun, pasien perlu makan timolol, selama 30 tahun, dengan segala efek sampingnya! Mana yang anda pilih? 30
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Noda hitam Observasi sederhana dapat banyak membantu menentukan prognosa. Theroux dkk. mengambil 210 pasien -pasien yang dibawa ke RS dengan infark akut dan menjalankan suatu "limited treadmill test" 1 hari sebelum mereka diperbolehkan pulang. Pasien - pasien yang tidak menunjukkan depresi segmen ST mempunyai kemungkinan 2,1% kematian dalam waktu 1 tahun dan kemungkinan kematian mendadak 0,7%. Bandingkan dengan 27% kematian dan 16% kematian mendadak pada pasien - pasien dengan hasil test yang abnormal. Dalam tahun yang sama tekanannya mulai bergeser, dulu "exercise test" digunakan untuk memberi cap noda hitam pada pasien- pasien yang prognosanya jelek, sekarang disarankan sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi pasien - pasien yang harus diobati karena noda hitam mereka. Pada tahun 1982 tekanan itu beralih kembali menuju pemakaian "exercise testing" sebagai pendahuluan untuk arteriografi dan pembedahan. Akhras dkk. mempelajari pasien dengan infark tanpa komplikasi. Pada "exercise testing " pada 2 minggu, dari 44 pasien dengan respons positif, 43 diantaranya menderita penyakit pembuluh darah koroner yang hebat. Dari 17 pasien- pasien dengan hasil tes yang negatif, 15 diketemukan penderita penyakit pembuluh darah hanya di daerah infark saja. Dengan demikian "exercise testing" punya potensi untuk mengidentifikasi pasien - pasien tadi. Oleh sebab itu pasien yang akan dipulangkan dari RS sebaiknya mengalami "exercise testing" terbatas. Apa yang harus kita perbuat? Dari fakta-fakta tadi dapat disimpulkan tentang apa yang mungkin dapat dipakai sampai abad 21, dan dogma apa yang kini tidak terpakai : (1) Bila seorang pasien dengan dugaan infark datang ke RS, bila sudah jelas bahwa kondisi-kondisi seperti perforasi, paru kreatitis, pneumothorax, dan diseksi aorta telah disingkirkan, maka diagnosa tepat tidak memegang peranan pada penanganan segera. Usaha-usaha menegakkan diagnosa komplex tidak diperlukan. Waspadalah terhadap pasien yang dulu pernah menderita infark karena hasil-hasil EKG-nya dan nilai-nilai enzim tidak dapat mencapai tingkat diagnosa, walaupun prognosanya jelek. (2) Pasien-pasien dengan dugaan infark harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga jika mereka akan meninggal ada yang mengetahui dan dapat segera dilakukan resusitasi. Untuk sebagian besar Rumah-rumah Sakit fasilitas yang demikian ada di ICU. Tapi dalam Rumah-rumah Sakit dimana semua stafnya mempunyai pengalaman di dalam unit-unit demikian, sebuah tempat tidur observasi di dekat pos perawat sama baiknya. Di manapun pasien itu dirawat, ingatkan staf medis dan paramedis bahwa mereka harus lebih memperhatikan pasien daripada monitornya. (3) Masukkan sebuah kanula vena dan gunakan ini atau lewat jalan lain untuk menghilangkan rasa sakit yang sungguhsungguh cukup. Kemudian catatlah, karena jumlah analgetik yang dibutuhkan akan membantu menetapkan beratnya infark.
(4) Jangan secara "rutin" memasukkan apapun kedalam kanul pada waktu ini. Tapi nantikan generasi tulisan yang berikutnya tentang beta -blocker, hyaluronidase dan vasodilatorvasodilator. (5) Jangan memikirkan tentang arteriografi koroner akut atau pembedahan. Untuk thrombolisis, cara terbaik adalah pemberian sistemik, tapi sampai sekarang masih belum ada obat yang manjur dan tepat. (6) Jangan melupakan vena-vena. Jadi pada pasien -pasien dengan risiko tinggi, gunakanlah antikoagulan sebagai profilaksis. (7) Apa yang perlu diberikan pada pasien untuk mencegah terulangnya infark? Tak ada bukti nyata akan kegunaan aspirin, dipyridamole, atau sulphinpyrazone; beta-blocker memang terbukti bermanfaat. Tapi sebelum anda mulai menggunakannya pada semua pasien, ingatlah bahwa dalam beberapa percobaan, tiga perempat dari pasien -pasien infark telah di-
singkirkan. Biasanya pasien dengan hipertensi dan angina. Maka dari itu perhatikan apakah syarat-syarat telah dipenuhi. Bila pasien anda tak sesuai dengan kondisi dalam percobaan tadi, anda bebas memakai atau tidak. Tapi perhatikan efek sampingnya. (8) Untuk memperparujang umur 1 tahun, pasien harus minum tablet beta -blocker selama 30 tahun. Maka lebih baik ditekankan pada pasien untuk merawat kesehatannya sendiri sebaik-baiknya dengan menguruskan badan, tidak merokok dan sebagainya. (9) Bersiaplah. Dogma hari ini dapat dicampakkan esok hari. Ingat bahwa setiap pengobatan adalah sungguh -sungguh suatu percobaan klinik. Jadi cobalah untuk membuatnya berharga untuk masa depan, dengan mencatatnya, atau lebih baik dengan membuatnya sebagian dari percobaan klinik yang didokumentasi secara baik, sehingga pengganti kita pada tahun 1990- an nanti dapat memberi suatu nasihat yang benar. J.R.A. Mitchell /Maria Isyani
PENDAHULUAN
PERKEMBANGAN DI BIDANG KURATIF
Ilmu Kedokteran Gigi di Indonsia relatif masih muda umurnya tetapi dalam beberapa dekade terakhir ini telah menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang cukup pesat. Apabila di masa-masa yang lampau para dokter gigi lebih berorientasi kepada tehnik perawatan berdasarkan pengalaman dan ketrampilan, maka dalam masa perkembangan sekarang pola berfikir para dokter gigi telah berubah menjadi lebih diarahkan kepada pemecahan masalah-masalah biologis. Usaha untuk menanggulangi penyakit gigi senantiasa dilakukan, tidak ada hentinya dari dahulu sampai sekarang. Pada permulaan peradaban usaha tersebut dilakukan dengan cara sederhana. Dimasa lampau umumnya dokter gigi dikenal sebagai seorang yang hanya dapat mengobati sakit gigi dengan cara menambal gigi yang berlubang atau mencabut gigi yang kerusakannya telah lanjut. Menulis resep pun pada waktu itu tidak boleh dilakukan oleh dokter gigi. Tetapi sejak kira-kira tahun 1960 keadaannya telah jauh berubah. Ilmu kedokteran gigi telah demikian berkembang, dan tehnologi pun sangat maju, sehingga jangkauan para dokter gigi Indonesia menjadi jauh lebih luas, tidak saja mencakup gigi-gigi yang rusak melainkan juga menjaga agar yang masih sehat tidak menjadi rusak; bahkan termasuk juga jaringan mulut yang lain. Pada dasarnya perawatan kedokteran gigi sekarang dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar, yaitu :
Berbeda dari masa lampau, sekarang para dokter gigi makin sadar akan pentingnya gigi geligi sebagai komponen dari sistem stomatognatik. Disamping itu dokter gigi pun sadar bahwa kesehatan gigi dan mulut penting untuk menunjang kesehatan umum. Karena itu dalam melakukan setiap perawatan kedokteran gigi senantiasa diusahakan agar fungsi sistem stomatognatik sejauh mungkin kembali normal. Dengan berkembangnya ilmu kedokteran gigi serta ditunjang oleh tehnologi yang telah maju pula, maka usaha untuk mempertahankan gigi asli selama mungkin dengan mudah dapat terlaksana, bahkan gigi yang tinggal akarpun selama masih mungkin akan dipertahankan. Endodontik dengan segala macam caranya dapat mempertahankan agar gigi yang tertinggal setelah lebih dulu dilakukan sterilisasi terhadap saluran akarnya untuk kemudian bagian mahkotanya diperbaiki dengan suatu restorasi tiruan. Bahkan dengan kerjasama yang baik dengan bedah mulut sering kali peradangan di daerah apex akar dapat dihilangkan dengan tanpa harus mencabut akar tersebut. Berbagai kegiatan penelitian telah banyak pula dilakukan oleh para dokter gigi dalam rangka mencari jalan untuk senantiasa meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat Indonesia. Ruang lingkupnya tidak saja terbatas pada jaringan gigi, tetapi sudah jauh lebih luas sampai kepada kaitannya dengan faktor-faktor penunjang dan lingkungan. Antana lain dapat disebut disini suatu penelitian tentang akibat pemakaian antibiotik jenis tetrasildin terhadap warna gigi yang ramai dibicarakan di tahun 1974. Dari sini diambil kesimpulan bahwa pemberian tetrasildin dan sejenisnya kepada anak-anak perlu pertimbangan yang lebih cermat dan mendalam.
1. Perawatan kuratif 2. Perawatan rehabilitatif 3. Perawatan preventif dan promotif Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan jenis pelayanan kesehatan gigi yang lebih kompleks, masing-masing bidang tersebut terus berkembang sehingga sekarang tampak adanya berbagai bidang spesialisasi dalam bidang kedokteran gigi. 32
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Pola konsumsi makanan telah mendapat perhatian pula dikaitkan dengan kemungkinan timbulnya karies. Bahwa gigi
yang lebih penting lagi ialah bagaimana keseimbangan fungsi seluruh sistem mastikasinya. Disamping itu, di Indonesia sudah mulai terlihat adanya orang-orang yang ingin memperbaiki kecantikannya dengan cara bedah. Demikian pula kelainan -kelainan dento -facial yang mempengaruhi estetika dengan mudah dapat diperbaiki oleh dokter gigi dengan cara melakukan bedah rahang (orthognatic surgery). Pada dekade terakhir ini prosedur pembedahan untuk memperbaiki paras muka sudah sangat populer dan banyak tehnik baru yang telah dikembangkan. Mengingat bahwa pada setiap tindakan bedah rahang selalu akan terjadi perubahan dalam hubungan oklusi gigi geliginya, maka bila prosedur pembedahan dilakukan tanpa memperhatikan oklusi tersebut pasti sebagai hasilnya akan diperoleh fungsi oral yang tidak stabil. Hal ini akan menimbulkan masalah baru yang mungkin lebih rumit dari pada keadaannya sebelum dilakukan koreksi yang pertama. Untuk mencapai hasil yang benar-benar memuaskan diperlukan pengukuran rahang secara cephalometris sebelum proses pembedahan dimulai. Ini perlu untuk dapat memperkirakan perubahan -perubahan yang harus dilakukan agar diperoleh fungsi yang benar-benar seimbang. Dalam perencanaannya perlu sekali diperhitungkan efek yang akan timbul akibat dipindahkannya perlekatan otot-otot penggerak mandibula (pengaruh faktor-faktor biomekanis). Sudah barang tentu dimana perlu sebaiknya prosedur bedah ini dilakukan oleh satu team, yang terdiri atas dokter, dokter gigi, dan lain sebagainya. Radang gusi, yang masih menduduki tempat ke dua sesudah karies di negara kita, sekarang juga telah banyak mendapat perhatian. Berbagai tehnik perawatannya telah dikembangkan, baik yang secara non bedah maupun secara periodontal surgery. Ini tak lain ditujukan untuk membantu mempertahankan gigi selama mungkin di mulut.
PERKEMBANGAN DI BIDANG REHABILITATIF dapat merupakan focal infection telah banyak ditulis sejak lama. Dalam keadaan demikian diperlukan pemeriksaan yang sangat , cermat sebelum mengambil keputusan untuk mencabut gigi penyebab tersebut. Hal lain yang juga sangat menarik ialah kemajuan di bidang bedah mulut. Berbeda dengan 30 tahun yang lalu, dimana seorang dokter gigi hanya mampu melakukan tindakan bedah gigi (cabut), sekarang telah jauh berubah. Banyaknya dokter gigi yang telah mendapat pendidikan tambahan di bidang bedah mulut di negara-negara maju telah membuka kesempatan luas bagi kedokteran gigi di Indonsia untuk menanggulangi kasus-kasus kelainan rahang yang lebih kompleks. Banyak sudah kasus keganasan di rongga mulut yang telah ditangani oleh para dokter gigi dengan hasil yang cukup baik. Perkembangan tehnologi juga mengakibatkan meningkatnya jumlah korban kecelakaan dengan kerusakan pada bagian muka dan rahang. Dalam hal demikian kiranya tak ada orang lain yang dapat menanggulanginya secermat dokter gigi, karena disini bukan saja tindakan pembedahannya serta proses penyembuhan lukanya yang perlu mendapat perhatian, tetapi
Tindakan rehabilitatif dulu hanya diartikan sebagai pemasang gigi tiruan untuk mengisi ruangan yang ditinggalkan oleh gigi yang telah hilang/dicabut. Biasanya hanya gigi-gigi yang benar-benar masih kokoh yang masih dipertahankan. Tetapi sekarang, dengan dikembangkannya periodontologi, endodontik, serta bedah mulut, gigi yang sudah agak goyang pun masih dapat dipertahankan. Mempertahankan gigi asli ini penting untuk mempertahankan alveolar ridge agar tidak cepat mengalami resorpsi. Lebih-lebih lagi dengan ditemukannya tehnik pembuatan coverdenture, maka sekarang rahang dengan sisa gigi sebanyak 2 (dua) pun masih dapat dibuatkan gigi tiruan tanpa harus mencabut kedua gigi sisa tersebut. Jenis perawatan demikian juga telah banyak dilakukan di Jakarta karena sarananya cukup tersedia. Demikian pula pemakaian gigi tiruan dengan kerangka logam kita makin meluas, tidak hanya terbatas pada golongan tertentu saja. Hal ini memang benar karena dilihat dari segi tekanan, gigi tiruan berkerangka logam dapat bertahan lebih baik melawan gayagaya yang jatuh padanya sehingga kerusakan alveolar dapat dihindarkan. Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
33
alat-alat yang fixed . Bermacam-macam cara untuk meratakan susunan gigi di lengkung rahang telah ditemukan, dan semua nya dapat diterapkan dengan mudah. Tetapi mengingat tingginya frekuensi maloklusi di Indonsia, penekanan diberikan kepada usaha-usaha pencegahan yang dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penyuluhan kepada ibu-ibu yang hamil, atau dengan melakukan pemeriksaan berkala sejak anak masih berumur 7 tahun.
Sisa 3 gigi depan tak dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan yang dibuat secara konvensional. Ketiga gigi tersebut dibuatkan coping.
Amat disayangkan tindakan rehabilitasi kasus pasca bedah tumor rahang di Indonsia masih kurang populer. Banyak faktor yang merupakan penghambatnya, antara lain belum cukup tersedianya sarana yang adekuat, dan disamping itu juga karena belum terjalinnya team work yang baik antara dokter bedah yang melakukan operasinya dan dokter gigi yang harus melakukan rehabilitasinya. Di bidang ortodonti pun terlihat banyak kemajuannya. Penggunaan analisa cephalometris sekarang merupakan keharusan dalam menegakan diagnosa kelainan-kelainan dentofacial. Apabila dulu perawatan ortodonti hanya diperuntukkan anakanak dengan gigi geligi yang masih bertumbuh, sekarang anak -an yang sudah dewasa pun jika giginya berjejal-jejal dapat dikoreksi secara ortodontis, lebih-lebih dengan ditemukannya 34
Cermin Dunia Kedokteran No. 3 2, 1984
PERKEMBANGAN DI BIDANG PREVENTIF DAN PROMOTIF Usaha-usaha pencegahan terhadap penyakit atau kelainan-kelainan gigi dan mulut telah mendapat banyak perhatian di Indonsia dalam 20 tahun terakhir ini. Penyuluhan-penyuluhan makin digalakkan tidak saja tentang pentingnya usaha mempertahankan kesehatan gigi dan mulut, tetapi juga tentang pentingnya pengaruh makanan terhadap fungsi dan pertumbuhan gigi dan rahang. Pendidikan tentang cara membersihkan gigi dan mulut telah sejak lama dilakukan di sekolah-sekolah dasar. Karena sasaran pencegahan terutama an ak-an ak kecil, maka dokter gigi
sekarang telah dibekali dengan pengetahuan tentang psikologi anak dengan maksud agar dapat mendekati anak tanpa menimbulkan trauma yang membekas di hati si anak. Sadar akan pentingnya bantuan guru dan orang tua dalam pendidikan kesehatan gigi dan mulut ini, maka dalam penyuluhan sekarang dilakukan secara formal dan non formal. Semua ini ditujukan agar karies dapat dicegah sedini mungkin dan di saat:anak dewasa diharapkan tidak banyak lagi yang menderita kerusakan gigi. Penelitian- penelitian kalangan masyarakat terus meningkat, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh instansi tertentu.
KESIMPU LAN Jelaslah bahwa kedokteran gigi modern sekarang sudah jauh berbeda dari di awal abad ini, baik dalam lingkup t anggung jawab dokter giginya maupun dalam jenis perawatannya. Ini menunjukkan betapa majunya kedokteran gigi di Indonesia serta trampilnya para dokter gigi Indonesia dalam memanfaatkan kemajuan tehnologi. Mudah -mudahan menjelang tahun 2000 nanti keadaan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia telah dapat bersaing dengan masyarakat di negara-negara lainnya.
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
35
PENDAHULUAN
I. KEMAJUAN DIDALAM BIDANG DIAGNOSTIK.
Didalam dua dasawarsa terakhir ini perkembangan ilmu pengetahuan disegala bidang demikian pesatnya dan telah banyak menunjang manusia dalam usaha meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya. • Berbagai penelitian dibidang kedokteran telah dilakukan dan telah memberi hasil yang menakjubkan. Banyak alat-alat diagnostik baru yang dikembangkan sehingga beberapa macam jenis penyakit yang di masa-masa lalu masih merupakan misteri, pada saat sekarang telah banyak yang terungkapkan. Penelitian dalam bidang obat-obatanpun telah banyak berkembang sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan obat-obatan. Kemajuan didalam ilmu kedokteran pada umumnya terutama didalam metoda pengobatan telah membawa kemajuan didalam . bidang Pulmonologi. (Pulmo berasal dari kata Latin yang berarti paru , Logi berasal dari kata logos berarti ilmu). Pulmonologi ialah ilmu yang mempelajari paru baik paru yang sehat (faal paru) maupun paru yang sakit. Pada masa sekarang dan masa yang akan datang, penyakit paru yang banyak diketemukan di masyarakat antara lain ialah : 1. Penyakit paru infeksi, spesifik (TBC) dan non spesifik (pneumonia, bronkopnomonia, dan lain-lain). 2. Penyakit paru sebagai akibat gangguan saluran nafas (penyakit paru kerja, asma bronkiale, PPOM, dan lain-lain). 3. Penyakit parut keganasan (neo plastik).
Seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, didalam bidang Pulmonologi terdapat kemajuan pula dibidang diagnostik. Pada tahun 1755 diagnosa penyakit paru ditegakkan dengan pemeriksaan perkusi toraks, pada tahun 1816 oleh Laenec dari Paris menyempurnakan diagnosa penyakit paru dengan auskultasi. Setelah Robert Koch menemukan hasil tuberkulosa pada tahun 1882 maka diagnosa penyakit paru ditingkatkan lagi dengan pemeriksaan Laboratorium. Pada tahun 1926 setelah Rontgen menemukan sinar X, diagnostik penyakit parut lebih berkembang lagi dan sejak saat itu alat Rontgen telah dipakai secara luas untuk mendiagnosa kelainankelainan didalam paru', disamping pemeriksaan Laboratorium yang makin berkembang, baik pemeriksaan secara direkmikroskopik maupun dengan pembiakan. Dimasa lalu pemeriksaan Radiologis foto toraks biasa dianggap sudah memadai didalam menegakkan diagnosa penyakit paru. Pada saat sekarang hal ini tak dapat dipertahankan lagi, oleh karena terbukti banyak hal-hal yang tidak dapat dideteksi hanya dengan pemeriksaan foto toraks biasa. . Untuk keperluan tersebut para ahli terus mengembangkan.
Insiden dari karsinoma paru nampaknya setiap tahun semakin meningkat. Kemajuan teknologi kedokteran dan pengobatan didalam bidang pulmonologi yang ingin saya kemukakan pada kesempatan ini dibagi dalam :
Dengan pemeriksaan bronkografi ini kita melihat gambaran percabangan dari bronkus, bronkioles, dan seterusnya sehingga kita dapat memeriksa keadaan saluran nafas, ada tidaknya bronki ektosis, penekanan atau penyumbatan saluran nafas. b. Pemeriksaan Spirometri.
I. Kemajuan didalam bidang diagnostik. II. Kemajuan terapi. III. Kemajuan didalam pandangan Pulmonologi. 36
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
CARA-CARA PEMERIKSAAN BARU : a. Pemeriksaan bronkografi.
Pemeriksaan ini perlu untuk mengetahui faal paru. Dengan auto spirometri dengan sekali tiuparu saja kita telah dapat menilai banyak mengenai faal paru . Disamping pemeriksaan fisik
diagnostik dan Radiologik, pemeriksaan faal paru klinik tidak kalah pentingnya. Banyak keadaan-keadaan dimana pemeriksa faal paru klinik lebih memegang peranan penting bila dibandingkan dengan pemeriksaan fisik diagnostik dan Radiologik seperti pada penderita-penderita Restriktif dan Obstriktif saluran nafas. Disamping itu pada orang sehatpun pengetahuan tentang faal paru klinik adalah sangat penting dalam menentukan apakah seseorang dapat dipekerjakan pada pekerjaanpekerjaan tertentu seperti penyelam ditempat yang dalam, pekerjaan di ruang angkasa (space medicine), bahkan pada olahragawan. c. Pemeriksaan Scanning paru. Dengan majunya ilmu pengetahuan tentang Radio pharmaceutical maka terbukalah jalan untuk mengadakan pemeriksaan penyakit paru dengan mempergunakan Radio Isotop yang disebut Scanning Paru. Pemeriksaan Scanning Paru untuk mengetahui keadaan perfusi terutama didalam menentukan diagnosa emboli paru. Knipping dkk. pada tahun 1957 adalah orang yang pertama menggunakan gas radio aktif untuk keperluan diagnostik penyakit paru. Mereka menggunakan gas Xenon 133 untuk menegakkan diagnosa karsinoma bronkus. Prosedur disebut Radio Xenon Thoracography. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui adanya perbedaan Ventilasi sebagai akibat penyempitan saluran nafas. Dengan majunya ilmu kedoktersan nuklir, teknik Radio Xenon Thoracography turut berkembang, pada tahun 1962 Ball dkk tidak menggunakan Xenon 133 dalam bentuk gas lagi tetapi mereka menggunakan dalam bentuk larutan aquadest yang dapat disuntikkan intravena. Keuntungan pemeriksaan Scanning Paru ialah : 1. Mudah dikerjakan dan biasanya tidak menimbulkan komplikasi dan dapat diulang. 2. Hanya sedikit menimbulkan perasaan tidak enak bagi pasien. 3. Sensitif, tetapi kurang spesifik. Penggunaan Scanning Paru dalam klinik :
kardio vaskuler dan seldet. Selain dari pada itu kelainan-kelainan seperti kavitas, massa yang tersembunyi dibelakang mediastinum atau jantung diruang kostovertebralis, fibrosis intersisialis, atelektasis, keganasan pleura dan dinding dada dapat diperiksa lebih teliti. Mediastinum adalah daerah yang sulit diteliti dengan Radiografi konfensional maka pemeriksaan dengan CT Scanning adalah sangat bermanfaat untuk menentukan pembesaran kelenjar limpe didaerah hilus dan mediastinum. Pada keganasan primer maupun metastatik dan juga untuk menentukan lokalisasi dan perluasan massa diparu akan memberikan gambaran yang lebih jelas oleh karena gambar yang kita lihat adalah merupakan penamparug potongan-potongan melintang. Disamping itu dengan pemeriksaan CT Scanning dari bagian tubuh yang lain seperti kepala kita dapat mengetahui sampai sejauh mana penyebaran metastase tumor ganas diparu. e. Bronkoskopi "Fiber Optic " (BFO) Setelah Bronkoskop Fiber Optic diperkenalkan oleh Ikeda pada tahun 1968 dengan cepat indikasi pemakaian alat ini bertambah luas. Selain untuk terapi alat ini lebih banyak dipakai untuk diagnostik, bila dibandingkan dengan Bronkhoskop logam BFO mempunyai beberapa keunggulan : 1. Lebih mudah dimasukkan kedalam bronkus. 2. Sedikit menimbulkan trauma pada saluran nafas. Oleh karena itu dapat diterima oleh penderita yang sakit berat dan oleh yang sudah tua. 3. Ujung BFO dapat diubah-ubah arahnya dengan demikian dapat dipakai untuk explorasi bronkus segmen maupun sub segmen dari lobus atas. 4. Pada penderita sakit berat pemeriksaan dapat dilakukan disamping tempat tidur penderita sehingga penderita tak perlu dibawa keruang kusus.
1. 2. 3. 4. 5.
Pemeriksaan emboli paru. Evaluasi pengobatan emboli paru. Menentukan luasnya lesi didalam jaringan paru. Pemeriksaan dini karsinoma paru. Pemeriksaan preoperatif dari penderita -penderita gula , emphysema, neoplasma dan bronkiektasis. 6. Pemeriksaan penyakit-penyakit kongenital. d. Pemeriksaan Tomografi. Pemeriksaan tomografi dari paru adalah penting untuk mengetahui apakah lesi yang terdipat didalam paru merupakan masa yang sulit atau berongga. Sejak tahun 1980 diperkenalkan di Indonsia pemeriksaan tomografi dengan bantuan komputer yang disebut CT scannig. Dengan pemeriksaan scanning dapat dideteksi nodal paru yang primer maupun yang metastatik. Kelebihan pemeriksaan dengan CT scanning ini terutama disebabkan sensitivitas densitas yang lebih tinggi dan eliminasi superposisi struktur
BRONKOSKOP "FIBER OPTIC"
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
37
Jenis-jenis Bronkoskop Fiber Optic . 1. Machida jenis FBS-4, FBS-5, FBS-6. 2. Olympus jenis BF 3A, BF 4b, BF 5b, BF 5b2, BF-B. 3. ACMI jenis ACMI MARICI. Dengan bronkoskop Fiber Optic ini dengan mudah kita dapat mengambil bahan pemeriksaan dari tempat yang paling dekat dengan lesi di paru baik dengan cara bilasan maupun biopsi. Sehingga akan memberikan hasil yang lebih meyakinkan terutama pemeriksaan bakteriologik dan sitologik. Hampir disemua rumah sakit di Jakarta yang ada tenaga dokter pulmonolog telah mempunyai alat ini.
keadaan metabolisme kuman seperti terlihat dalam tabel dibawah ini.
II. KEMAJUAN TERAPI DIBIDANG PULMONOLOGI.
Sebelum Perang Dunia ke II pengobatan utama TBC paru ialah mengirim penderita kesanatorium yang banyak didirikan di tempat-tempat dengan udara sejuk, banyak sinar matahari sebagai tempat isolasi dan istirahat yang cukup makanan yang baik ditambah minyak ikan. Oleh karena hasilnya belum memuaskan para ahli bedah mu1ai memainkan peranan berusaha mengempiskan Kavitas yang ada dan mengistirahatkan paru yang sakit dengan membuat pneumotoraks, pneumopratonium bahkan dengan melumpuhkan nerfus frenikus. Tindakan yang lebih infasiv untuk menutup kavitas ialah dengan trakoplasti i dan lebih lanjut lagi dengan melakukan reseksi bagian paru yang sakit. Sayangnya tindakan-tindakan ini membawa banyak komplikasi sehingga hasilnya tidak memuaskan. Setelah ditemukan obat-obat anti TBC komplikasi-komplikasi akibat pembedahan ini dapat dikurangi bahkan pada saat sekarang prinsip pengobatan tbc paru tidak diperlukan pembedahan lagi, cukup dengan pemberian obat-obat anti TBC kecuali kasus-kasus tertentu. Pada pennulaan ditemukannya obat anti TBC pengobatan diberikan dengan satu macam obat tetapi hasilnya tak memuaskan karena banyak kekambuhan yang disebabkan timbulnya resistensi. Kemudian pengobatan dicoba dengan paduan beberapa macam obat dan waktu pengobatanpun diperpanjang 1½— 2 tahun. Dengan cara ini dapat diperoleh hasil yang baik asal penerita taat dan berobat secara teratur.Cara pengobatan
Yang ingin saya kemukakan pada kesempatan ini ialah kemajuan didalam terapi TBC paru mengingat TBC paru masih merupakan penyakit rakyat yang memerukan penanganan dan perhatian yang sungguh - sungguh. TBC paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman penyakit tuberkulosa (mycobacterium tuberculosis ). Penyakit ini merupakan penyakit menular dan sumber penularan ialah penderita yang mengeluarkan kuman tuberculosis bersama dahak yang dibatukkan keluar. Dalam zaman antibiotika dan kemoterapeutika sekarang ini lebih-lebih lagi setelah penemuan Rimfapicin adalah merupakan titik balik didalam pengobatan TBC paru dengan kemungkinan pemberian obat secara sederhana, effektif, dan dalam waktu yang tidak lama. Dengan perkataan lain TBC paru bukan lagi merupakan penyakit yang angker dan tak bisa disembuhkan tetapi merupakan penyakit infeksi paru yang dapat disembuhkan sempurna dengan kemungkinan tanpa meninggalkan cacat dan kelainan faal paru. Obat-obat anti TBC yang sering dipakai pada saat sekarang ini ada yang bersifat bakterisid dan ada yang bersifat bakteriostatik seperti terlihat pada tabel dibawah ini. (lihat Tabel 1). Aktivitas obat anti tuberkulosis yang dihubungkan dengan
38
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
dengan waktu panjang ini sering mengalami kegagalan, oleh karena penderita tak taat dan tak teratur makan obat disebabkan timbulnya rasa kebosanan. Setelah ditemukan rifampicin sebagai obat anti TBC yang paten dicobalah paduan-paduan obat yang mengandung rifampicin dengan jangka waktu yang lebih pendek. Dari hasil beberapa penelitian : a. Trial Singapore Tuberculosis service/BMRC 1981. b. First East African Study c. Third Fast African Study. d. Hongkong Study. e. dll. Dapat disimpulkan dengan menggunakan paduan obat dua atau tiga macam obat bakterisid yang mengandung rifampicin waktu pengobatan dapat dipersingkat antara 6 — 9 bulan dapat diberiikan secara intensif setiap hari selama dua bulan kemudian diteruskan 2x seminggu sampai 6 bulan. Ternyata angka kekambuhan adalah kecil sekali. Pengobatan tuberkulose paru pada masa sekarang dapat dibagi dua yaitu : 1. Pengobatan jangka panjang minimal 1 tahun dengan menggunakan paduan obat yang tidak mengandung rifampicin. 2. Pengobatan jangka pendek 6 — 9 bulan dengan menggunakan paduan obat yang mengandung rifampicin. III. KEMAJUAN PANDANGAN DALAM BIDANG PULMONOLOGI.
Pada masa 50 tahun yang lalu setiap penderita penyakit paru dianggap sebagai penderita TBC paru , seolah-olah pada waktu itu tak ada penyakit-penyakit paru selain dari TBC paru dan TBC paru adalah merupakan penyakit yang sangat ditakuti karena dianggap penyakit yang tak dapat disembuhkan. Setiap penderita TBC paru dianggap cacad seumur hidup dan akan tersisih dari pergaulan masyarakat dan segala macam pe kerjaan tertutuplah baginya. Dengan alat-alat diagnostik baru ternyata penyakit paru bukanlah hanya TBC paru . tapi disamping itu masih banyak penyakit-penyakit lain seperti infeksi paru non TBC, penyakitpenyakit gangguan faal paru , penyakit neo plastik, dll. Pada saat sekarang pandangan ini sudah berobah setelah ditemukan obat-obat anti TBC yang potent seperti rifampicin dll. TBC paru tak dianggap lagi sebagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan tetapi hanya sebagai penyakit infeksi biasa. Pawa waktu sekarang penderita tbc paru tak perlu lagi dikirim ke sanatorium cukup dengan berobat jalan, hanya penderitapenderita yang mengalami komplikasi atau keadaan umum yang sangat jelek yang memerlukan perawatan. Dimasa lalu Penderita TBC paru diberikan cuti panjang sampai 3 tahun, pada saat sekarang cuti hanya diberikan kepada penderita yang mengalami komplikasi dan keadaan umum yang jelek, sedang lamanya cuti disesuaikan dengan keadaan penderita. Penderita TBC pant tidak perlu lagi disisihkan dari pergaulan masyarakat, apabila tak ada komplikasi penderita dapat meneruskan pekerjaannya sambil berobat jalan kecuali pekerjaan yang mengandung risiko besar seperti guru taman
kanak-kanak, pekerja-pekerja diruang tertutup dan sempit dan lain-lain. Sebelwn Perang Dunia ke II semua dokter yang bekerja dibidang pemberantasan TBC paru dianggap sebagai dokter ahli penyakit paru dan diberikan brevet Long arts pada hakekatnya pengertian Long arts adalah sebagai dokter TBC. Setelah Perang Dunia ke II dimana ilmu dan tehnologi kedokteran berkembang pesat maka seorang dokter ahli penyakit paru tidak hanya memahami dan mendalami penyakit TBC paru saja tetapi juga memahami dan mendalami segala aspek mengenai paru baik paru yang sehat maupun yang sakit. Pada tahun 1973 Ikatan Dokter Pulmonologi Indonesia telah menerima istilah baru sebagai pengganti ilmu penyakit paru ialah "Pulmonologi" dan dokter ahli penyakit paru (Ahli Pulmonologi) diganti dengan dokter Pulmonolog. Pada saat sekarang pendidikan pasca Sarjana Pulmonolgi telah diterima dan diresmikan sebagai hasil rapat CMS 9 — 11 Oktober 1978. Pendidikan pasca sarjana Pulmonologi telah dilaksanakan di Fakultas-fakultas Kedokteran terkemuka yaitu FKUI, FK UNAIR dan FK USU. KESIMPULAN 1. Telah diuraikan sebagian kemajuan ilmu dan tehnologi Kedokteran di bidang pulmonologi kususnya dalam bidang diagnostik, terapi dan pandangan dalam pulmonologi. 2. Dalam bidang diagnostik yang paling mengesankan ialah penemuan bronkoskop Fiber Optic oleh karena penggunaan alat ini sangat luas sekali disamping sebagai alat diagnostik dapat juga dipakai sebagai alat terapi antara lain untuk pembilasan bronkus pengisapan darah dari bronkus pada penderita batuk darah masif. 3. Tuberkulosis paru bukan lagi merupakan penyakit yang angker tetapi hanya sebagai penyakit infeksi biasa yang dapat disembuhkan dengan sempurna. 4. Seorang dokter pulmonolog bukanlah hanya sebagai dokter ahli tuberkulosis saja tetapi juga memahami dan mendalami baik paru yang sehat (faal paru) maupun penyakit-penyakit paru lain seperti bronkiektasi, bronkopneumonia, loberpnemoni, kanker paru, asma bronkiale, dll.
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
39
PATOFISIOLOGI PENDAHULUAN Epilepsi atau sawan ayan tak jarang ditemukan sehari-hari dan telah dikenal sejak zaman Yunani purba. Epilepsi berasal " dari perkataan Yunani yang berarti serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Dalam masyarakat terdapat banyak anggapan tentang epilepsi. Ada yang mengatakan karena kutukan Tuhan atau karena tangan yang berdosa (Mesopotamia), penyakit karena gangguan roh jahat, kemasukan setan atau karena kesurupan. Kurangnya pengertian masyarakat mengenai epilepsi menimbulkan dampak psikososial yang lebih buruk bagi penderita dari pada akibat fisik penyakit itu sendiri. Hubungan penderita dengan masyarakat sering kali terganggu. Hal ini perlu di atasi mengingat angka kejadian penyakit ini berkisar antara 5 — 8 per 1000 penduduk.1, 2 Lebih dari separuh penderita epilepsi mempunyai dasar gangguan pada masa bayi atau anak, seperti trauma lahir, asfiksia, kejang-kejang, gangguan biokimia darah, radang selaput dan jaringan otak dan lain-lain. Pengenalan dan penanggulangan yang tepat gangguan-gangguan ini memegang peranan penting terhadap morbiditas epilepsi di kemudian hari. 1,° 3 DEFINISI Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.4 Manifestasi klinik dapat berupa kejang -kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan. Sedangkan manifestasi laboratorik berupa kelainan gambaran EEG. Namun demikian seringkali ditemukan kesulitan dalam menetapkan diagnosis epilepsi, misalnya pada anak dengan serangan kejang demam yang berulang. 3,4,5 * Dibacakan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK - UNHAS Ujung Pandang, 9 Agustus 1983. 40
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Pengetahuan tentang neroanatomi dan nerofisiologi sangat penting untuk mengerti dasar gangguan pada epilepsi. Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Permukaan otak dapat dibagi atas berbagai macam wawasan yang mempunyai tugas khusus seperti wawasan motorik, sensorik, kata-kata, pengecap, pendengaran, penglihatan, penghidu, pengertian dan wawasan penghubung. Antara wawasan sensorik, penglihatan, penghidu, pendengaran dan pengecapan terdapat hubungan satu dengan yang lain. Kawasankawasan tersebut terdapat pada kedua belahan otak namun salah satu belahan akan lebih unggul dalam struktur dan fungsi (dominasi). Pada umumnya belahan otak kiri yang dominan tetapi pada orang kidal yang dominan belahan otak kanan 2,5,6 Konsep modern tentang impuls mengatakan bahwa impuls itu adalah aktifitasJistrik sarafi yang dibangkitkan oleh sebuah neron. Konsep ini dicetuskan pertama kali oleh Jackson, yang kemudian dibuktikan oleh Hans Berger (1929) yang berhasil merekam aktifitas listrik sarafi dengan alat yang dinamakan elektroense falograf. 2 ,7 Banyak penyelidikan yang telah dilakukan untuk menerangkan tentang masalah kelistrikan epilepsi antara lain oleh Herbert Jasper (Kanada), Lennox dan Gibbs (Amerika) antara tahun 1935 — 1945 2 ,7 . Dari penyelidikan tersebut terungkap bahwa bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen, yang biasanya diketahui lokasinya tetapi tak selalu diketahui sifatnya.6, 7 Epilepsi yang tak diketahui sifat pencetusnya dinamakan epilepsi idiopatik, sedangkan yang dikenal sifat pencetusnya dinamakan epilepsi simtomatik. Setiap jenis epilepsi dapat diketahui fokus epileptogennya, umpama epilepsi grand mal idiopatik fokus terletak di daerah talamus (nuclei intralamina-
res atau inti sentrensefalik), epilepsi petit mal di substansia retikularis, epilepsi parsial di salah satu tempat di permukaan otak. 3,5,7 Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafi. Otak ialah rangkaian berjuta-juta neron yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah nerotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama - amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. 3,5,7 Pada epilepsi yang simtomatik fokus epileptogennya dapat berupa jaringan parut bekas trauma kepala, trauma lahir, pembedahan, infeksi selaput dan jaringan otak dan dapat pula neoplasma jinak dan ganas. Pada fokus tersebut tertimbun acetylcholine cukup banyak. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui dendrit dan sinaps ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat umpamanya kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impulsimpuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran. 5 '1
Pada epilepsi idiopatik dengan fokus epileptogen pada talamus (grand mal) atau substansia retikularis (petit mal) oleh suatu mekanisme yang belum diketahui, fokus-fokus tersebut dapat mengalami lepas muatan listrik berlebih. Bila lepas muatan listrik ini tak diteruskan ke korteks serebri tidak terjadi kejang, hanya kehilangan kesadaran seperti pada petit mat. Sedangkan bila aktivitas listrik ini dapat mencapai seluruh permukaan otak terlihat kejang umum dengan gangguan kesadaran. 6 Pada orang tertentu dengan faktor keturunan didapatkan gangguan metabolisme asam glutamat yang dalam tubuh di-
ubah menjadi GABA, sehingga GABA tak terbentuk atau terbentuk dalam jumlah sedikit sekali. Orang ini cendrung untuk mendapat serangan epilepsi. 5,6,8
KLASIFIKASI Banyak klasifikasi diusulkan tetapi sampai sekarang belum ada yang benar-benar dapat memuaskan semua pihak. 3 Klasifikasi yang berfaedah dalam penanggulangan epilesi harus dapat mengintegrasikan manifestasi klinik. neroanatomi dan nerofisiologi dengan terapi dan pronosis. 4 A. Klasifikasi berdasarkan manifestasi klinik (WHO)4 Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
41
cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. 5 -8 Bangkitkan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 — 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatip seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatip, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4—5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali. 1,2,3,7 2. Minor a. Petit mal.
I. Epilepsi umum : 1. Major : Grand mal a. Primer b. Sekunder 2. Minor : a. Petit mal (pycno-epilepsi) b. Bangkitan mioklonus c. Bangkitan akinetik d. Spasme infantil. II. Epilepsi parsial (fokal) : 1. Fokal motorik 2. Fokal sensorik 3. Epilepsi lobus tem B. Klasifikasi berdasarkan lokalisasi (Montreal 1954) 4 : I. Epilepsi sentrensefalik (sub kortikal). II. Epilepsi kortikal (fokal). MANIFESTASI KLINIK I. Epilepsi umum : 1. Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi). '
1 4
a. Primer b. Sekunder. Bangkitkan epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men42
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3 — 4% dari kasus epilepsi.1,4 Umumnya tmbul pada anak sebelum pubertas (4 — 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. B angkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal.6 Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : 1. Timbul pada usia 4 — 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal. 2. Harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik. 3. Harus mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat. 4. Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik. b. Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. 1 , 3 c. Bangkitan akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. 4 d. Spasme infantil.
Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 — 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat. 7, 9 II. Epilepsi parsial (• 20% dari seluruh kasus epilepsi).
1. Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche4' 6 2. Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epilepto gen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. 1,5,10 Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.8
4
tionary of Epilepsi (WHO, Geneve, 1973) : Menggambarkan
suatu keadaan epilepsi yang berlangsung cukup lama atau serangan berlangsung berulang-ulang dengan interval yang sangat pendek sehingga memperlihatkan keadaan yang tetap. Belum ada kesepakatan mengenai lamanya serangan dan umumnya dikatakan sekurang-kurangnya 30 menit. 12 Status epileptikus dapat terjadi pada setiap jenis epilepsi baik yang bermanifestasi kejang atau tidak. Walaupun demikian 80% merupakan status konvulsi. Dari seluruh penderita epilepsi 5% pernah mengalami status epileptikus. Pada status konvulsi serangan ditandai dengan kejang umum atau lokal. Penyebab yang paling sering ialah penghentian obat anti epilepsi tanpa tapering off 12 ELEKTROENSEFALOGRAFI Elektroensefalograf ialah alat pencatat aktivitas listrik otak dan hasil pencatatannya disebut elektroensefalogram. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap kelainan yang menggangu fungsi otak dapat memberi kelainan pada EEG. Namun tidak selalu gangguan fungsi otak dapat tercermin dalam EEG. Rekaman EEG dapat normal pada yang nyata-nyata menderita kelainan dan demikian pula sebaliknya. Tak ada kelainan yang patognomonis untuk suatu penyakit. Diagnosis epilepsi harus ditegakkan berdasarkan gambaran klinik. EGG dapat membantu menegakkan diagnosis, menentukan jenis epilepsi dan lokalisasi lesi.5,7
3. Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa automatisme. 11 Manifestasi klinik ialah sebagai berikut 6 : 1. Kesadaran hilang sejenak. 2. Dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi (twilight state). 3. Dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : a. Halusinasi dengan automatisme pengecap. b. Halusinasi dengan automatisme membaca. c. Halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh. STATUS EPILEPTIKUS Status epileptikus ialah istilah klinik yang menurut Dic-
Pada anak umumnya didapatkan gelombang yang lebih lambat dan tidak teratur. Pola gelombang patologik terdiri dari lima jenis yakni : Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
43
rapa saat kemudian dapat berbicara wajar dan kemudian tidur kembali. 3. Migren Terutama menyerang anak yang lebih besar. Keluhan utama ialah sakit kepala separuh, pucat dan anak ini kemudian tidur, beberapa saat kemudian setelah bangun nampak segar kembali. Kadang-kadang anak mengeluh kesemutan separuh muka atau anggota gerak. Oleh karena keluhan ini terjadi berulang-ulang dapat disalah tapsirkan sebagai bangkitan epilepsi. 1,3 4. Kejang demam sederhana. Kriteria kejang demam sederhana (modifikasi kriteria Livingstone) ialah sebagai berikut : Kejang bersifat umum, lamanya tak lebih dari 15 menit, serangan tak lebih dari 4 kali setahun, timbul tak lebih dari 16 jam setelah demam, ada hubungan dengan infeksi ekstrakkranial, tak ada infeksi intrakranial, tak ada kelainan nerologik, tak ada kelainan EEG (pada saat tak demam), paling banyak pada umur 6 bulan sampai 6 tahun. 3 5. Histeria. Lebih sering pada orang dewasa. Histeria ialah suatu keadaan dimana penderita (biasanya wanita) mengalihkan penderitaan jiwanya ke penderitaan jasmani. Ciri-cirinya ialah setiap kali serangan tak pernah sendirian, selalu ada orang lain disekitarnya, terutama yang ada hubungannya dengan konflik emosionalnya. Lidah tak pernah tergigit, mulut tak berbusa, mata tak melirik ke atas, kesadaran tak terganggu tetapi berlaku seperti pingsan berat, pada waktu serangan penderita berbicara tak menentu namun di antara kalimat yang diucapkannya terdengar ucapan dan kata-kata yang jelas yang secara tak langsung mengarah ke inti problem konflik emosionalnya. 6. Sinkope.
BANGKITAN YANG MENYERUPAI EPILEPSI 1. Breath holding spell Seorang anak karena ketakutan, terkejut, kesakitan, marah akan menangis, yang makin lama makin keras. Anak kemudian berhenti bernapas, sianosis, hilang kesadaran dan dapat disertai kejang-kejang. Kelainan ini kadang-kadang didiagnose sebagai epilepsi dan diberi obat anti kejang yang sebenarnya tak perlu. Paling sering pada anak yang berumur 6 bulan sampai 2 tahun dan menghilang setelah umur 3 tahun.1,6,7 2. Gangguan tidur (narcolepsi) Sindroma ini dimulai pada anak besar atau remaja. Gejala utama anak tak bisa tahan rasa mengantuk atau tidur yang kadang-kadang berlangsung beberapa kali dalam sehari. Seorang anak yang sedang tidur tiba-tiba membuka matanya, duduk, ketakutan, mengalami halusinasi, tak mengenal orang. Bebe 44
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Pada sinkope kesadaran menghilang karena iskemi otak. Bila hipoksia/iskemi otak berlangsung lama dapat terjadi kejang. Tiga penyebab utama sinkope ialah refleks vaskular yang abnormal, terganggunya refleks sipatik, kelainan jantung yang menyebabkan aritmia/asistol. Sinkope dapat dicetuskan dengan lapar, haus, nyeri, melihat darah, melihat adegan tegang. Hampir selalu terjadi pada posisi berdiri, kecuali pada kelainan jantung. 7
PENANGGULANGAN Tujuan penanggulangan ialah mengatasi/mengendalikan serangan dengan atau tanpa obat, serta mengurangi/meniadakan dampak psikososial. Pada pengobatan epilepsi dipergunakan patokan berikut 4,13,14 1. Pilihlah obat sesuai dengan jenis epilepsinya. 2. Selalu dimulai dengan satu macam obat dengan dosis yang berangsur-angsur dinaikkan sampai serangan teratasi atau tercapai dosis toksis. Bila dengan dosis optimal serangan belum teratasi maka dapat dimulai dengan dosis yang ju-
ga berangsur-angsur dinaikkan. 3. Setelah kejang teratasi obat harus diberikan sampai 2 — 3 tahun bebas serangan. 4. Penghentian obat epilepsi harus secara perlahan-lahan. 5. Kalau fasilitas memungkinkan kadar obat dalam darah harus ditentukan. Beberapa jenis obat yang sering dipergunakan : 1. Phenobarbital (luminal). P Paling sering dipergunakan karena berkhasiat terhadap beberapa jenis epilepsi, mudah didapat, murah harganya, toksisitas rendah. Sebaiknya tak dipergunakan pada petitmal. Untuk mencapai kadar terapeutik yang cepat dalam darah pemberian loading dose 8 - 1- mg/kg/hari selama 2-3 hari dan selanjutnya diikuti dengan dosis 4—5 mg/kg/hari. Efek samping pada anak antara lain hiperaktivitas, gangguan tidur, pelupa. 13
lepsi petit mal. 14 Dosis : 20 — 30 mg/kg/hari. 8. Na-valproat (dopakene). Dipergunakan sebagai obat pilihan kedua pada petit mal dan sebagai obat tambahan pada spasme infantil. Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Dari penyelidikan diketahui obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak. 14 Efek samping mual, muntah, anorexia. Dosis : 20 — 30 mg/kg/hari. 9. Acetazolamide (diamox). Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi. 14 Dosis : 8 — 30 mg/kg/hari.
2. Primidone (mysolin)
10. ACTH
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid. 8 Dosis : 5 — 20 mg/kg/hari.
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.15 Dosis : 0,8 — 1,6 mg/kg/hari.
3. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin). Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal dan kejang demam. Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus, ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah. Dosis : 5 — 8 mg/kg/hari. 14
Pilihan obat sesuai dengan jenis epilepsinya :
4. Carbamazine (tegretol). Carbamazine mempunyai inti iminostibene serupa dengan inti imipramin (tofranil). Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itu sendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyai efek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkah laku. 14,15 Dosis : 10 — 20 mg/kg/hari. Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati. 5. Diazepam. Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.). 12,14 Dosis : 0,1 — 0,3 mg/kg/kali pemberian, dapat diulang setelah 10 — 20 menit kemudian. Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal. 6. Nitrazepam (inogadon). Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus. 14 Dosis : 0,1 — 0,2 mg/kg/hari. 7. Ethosuximide (zarontine). Berkhasiat dan merupakan obat pilihan pertama untuk epi -
1. Grand mal : Phenobarbital, dlantin, mysolin, tegretol, mephenytoin (mesantoin), mephobarbital, bromide, Na-valproat. 2. Petit mal : Ethosuximide, Na-valproat, clonazepam, trimethadione, paramethadione, acetazolamide. 3. Lob. Temporalis : Tegretol, diantin, primidon, phenobarbital, mephobarbital, phenacemid. 4. Minor motor : Clonazepam, diazepam, mysoline, Na-valproat, ketogenik diet. 5. Fokal : Dilantin, mysoline, luminal. 6. Spasme infantil : ACTH, mogadon, kotikosteroid. ASPEK PSIKOSOSIAL Pengobatan epilepsi berlangsung lama dan terus menerus sehingga tak jarang orang tua lalai dan bosan kemudian menghentikan pengobatan mengakibatkan anak mendapat serangan kembali. Disamping itu efek samping obat baik yang berhubungan dengan dosis maupun pemakaian yang lama sering menghawatirkan orang tua. Pada pemakaian luminal misalnya tak jarang terlihat anak hiperaktip dan nakal. 11,14 Enam puluh persen dari semua kasus epilepsi bermanifestasi pada masa kanak-kanak, 4, 11 sehingga anak selain mendapat serangan epilepsi juga menderita gangguan pertumbuhan dan mental. Kadang-kadang orang tua memberikan perlindungan berlebihan pada anak, dilarang bermain dengan kawannya karena takut mendapat kecelakaan atau cemohan. Hal ini menyebabkan anak terpencil dari lingkungannya. Untuk dapat berhasilnya pengobatan epilepsi perlu kerjasama yang baik dari orang tua dan masyarakat. RINGKASAN Epilepsi ialah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
45
46
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
PENDAHULUAN. Nyeri Tengkuk (NT) tergolong gejala nyeri tulang belakang (backache) merupakan gejala yang sangat sering dijumpai akibat bermacam penyakit.' Penelitian epidemiologik Nyeri Tengkuk belum banyak dilaporkan. 2 Abdul Latif, telah melaporkan gambaran radiologis cervical syndrome di Yogyakarta. 3 Lamsudin, melaporkan prevalensi Nyeri Tengkuk di Yogyakarta. 2 Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran epidemiologik Nyeri Tengkuk di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang dan juga gambaran mengenai gejala dan tanda klinik neurologik, kelainan radiologik, etiologi, kambuhan dan hasil terapinya. BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dan belum dilakukan analisa statistik terhadap data -datanya maka bersifat deskripsi. Jumlah penderita Nyeri Tengkuk dibanding jumlah pengunjung Poliklinik Saraf Rumah Sakit Dokter Kariadi (RSDK) seluruhnya dan rasio sexnya dihitung berdasarkan data-data kunjungan ke Poliklinik saraf tersebut selama bulan Mei 1982. Diteliti seratus buah kartu catatan poliklinik yang diambil secara random dari penderita Nyeri Tengkuk yang datang ke Poliklinik Saraf itu pada bulan April dan Mei 1982 diikuti follow-upnya sampai enam bulan. Penelitian dilakukan atas frekuensi kunjungan ulangan selama 6 bulan, hubungan golongan umur dan jenis kelainan, rasio sex, gejala dan tanda neurologik, kelainan radiologik servikal, hubungan penyempitan foramen intervertebralis kanan dan kiri dengan golongan umur dan jenis kelamin penderita, penyakit-penyakit yang * Diajukan dalam Kongres Nasional I Ikatan Rematologi Indonesia, pada tanggal 29 Juli 1983, di Semarang.
berhubungan (etiologi), kambuhan dan hasil terapi simtomatis. Penilaian hasilterapi simtomatis menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut : Baik Sedang Buruk
:
Bila tercatat baik atau sembuh cepat atau untuk fisioterapi sembuh dengan kuur 6 kali. Bila sembuh setelah dua kali kunjungan atau lebih untuk Fisioterapi sembuh dengan kuur 12 — 18 kali. Bila tercatat buruk atau tidak sembuh atau untuk Fisioterapi memerlukan kuur lebih dari 18 kali.
HASIL Selama bulan Mei 1982 (24 hari kerja) diperoleh kunjungan seluruhnya ke Poliklinik Saraf : penderita baru 303, lama 448, wanita 340 dan laki-laki 411, jadi total 751. Sedangkan penderita Nyeri Tengkuk : baru 42, lama 80, perempuan 69 dan laid-laid 53, jadi total 122. Dari angka-angka itu dapat dihitung frekuensi penderita NT baru ialah 13,86% penderita baru seluruhnya. Penerita NT baru dan lama adalah 16,24% penderita baru dan lama seluruhnya. Rasio sex (perempuan : laki-laki) untuk seluruh pengunjung Poliklinik adalah 0 827 sedangkan untuk penderita NT 1,302 (penderita baru + lama). Dari 100 sample ternyata ada 5% dengan indikasi perawatan: 1. 2. 3. 4. 5.
Meningitis. NT dengan sefalgi berat. NT dengan brakhial palay dextra. NT dengan myelopati servikalis. NT dengan vertigo berat. Hasil-hasil lainnya disajikan dalam tabel-tabel berikut : (Lihat Tabel-tabel) : Pembahasan. Mayfield. 1970, melaporkan 513 penderita NT diantara Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
47
Dari 100 sample yang diliti ada 71 penderita NT dengan foto rontgen servilcal, dimana : 1 penderita dengan spina bifida verterbrata servilcal 6 5 penderita tanpa kelainan radiologik. 18 penderita hanya disebutkan spondilosis servikal saja. 47 penderita dengan deskripsi yang lebih terperinci (sebagian besar adalah NT dengan spondilosis servilcalis).
Tabel 1. Frekuensi kunjungan ulangan selama 6 bulan. Kunjungan ulangan Ice
Jumlah (%)
64 39 21 17 13 13 13 8 5 2 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tabel 2.
Distribusi golongan umur terhadap sex penderita NT baru dan lama. Penderita
Golongan Umur (tahun)
Baru
Lama
Total
Pr.
Lk.
Jumlah
Pr.
Lk.
Jumlah
10 - 19 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 60 - 69 70 -79
1 4 6 15 12 5 1
0 4 7 10 4 5 0
1 8 13 25 16 10 1
0 0 1 7 11 1 1
0 2 3 0 0 1 0
0 2 4 7 11 2 0
1 10 17 32 27 12 1
Jumlah
44
30
74
20
6
26
100
Jadi Rasio sex perempuan : laki-laki penderita NT baru : 1,467 penderita NT lama : 3,333 penderita NT total : 1,778 Tabel 3. Gejala dan tanda klinik neurologik. Gejala dan tanda klinik neurologik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
48
Nyeri Tengkuku saja Nyeri Tengkuk dan Kepala saja Nyeri Tengkuk dan Bahu saja Nyeri Tengkuk dan Langan Tangan saja Nyeri Tengkuk dan kombinasi nyeri-nyeri tersebut diatas dan nyeri tungkai. Kaku pada jari-jari tangan Kesemutan Lengan Tangan Kesemutan Bahu Kesemutan kombinasi juga tungkai Hipestesi Paresis Lengan Tangan Reflex fisiologis meninggi Reflex fisiologis menurun Reflex patologis (HT unilateral, B, C) Tanda elektris Lhermitte dan nyeri radikuler Vertigo Disfagia Vomitus Ataxia
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Jumlah (%) 11 33 12 23 27 10 24 3 11 4 1 10 1 7 19 10 1 2 1
30.000 penderita yang berobat ke Klinik Bedah Saraf. 2 Jadi frekuensinya 1,71%. Frekuensi NT di Poliklinik Saraf RSDK 16,24% dari pengunjung lama dan baru atau 13,86% dari pengunjung baru saja. Follow-up selama 6 bulan menunjukkan kurang lebih 2/3 penderita melakukan 1 kali kunjungan ulangan, 2/5 nya melakukan 2 kali kunjungan ulangan dan hanya 1% yang sampai 12 kali kunjungan ulangan. Ini mungkin dapat ditafsirkan bahwa sebagian besar perjalanan penyakit NT adalah akut. Penderita NT paling banyak dijumpai pada golongan umur 40—49 tahun, sebesar 33,8%. Ini sesuai dengan kepustakaan untuk spondilosis servikalis. 4,5 Pada penderita lama NT paling banyak didapatkan pada golongan umur yang lebih tua, 50—59 tahun, sebesar 42,3%. Rasio sex penderita perempuan dibanding laki-laki adalah 1,7 (dari perhitungan 100 sample) dan 1,3 (dari perhitungan' pengunjung Poliklinik Saraf bulan Mei 1982). Bila ini dibandingkan dengan rasio sex pengunjung umum yang besarnya 0,827 maka kelihatannya penderita NT perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Kepustakaan menyebutkan pada spondilosis servikalis umumnya lebih banyak penderita laki-laki.. 4,6 Dominasi perempuan pada penderita NT ini mungkin ada hubungannya dengan NT tegang otot (cervical tension state) yang juga tergolong Tension Headache. Diamond, menyebutkan bahwa 75% penderita Tension Headache adalah perempuan. 7 Nyeri radikuler merupakan gejala yang sangat panting untuk mendiagnosis spondilosis servikalis sebagai kausa nyeri tengkuk atau kepala.5 Didapatkan frekuensi tanda Lhermitte dan nyeri radikuler hanya 19%. Hal ini mungkin dapat diartikan bahwa spondilosis servikalis bukan mayoritas kausa NT di Poliklinik Saraf RSDK. Sebaliknya gejala nyeri tengkuk dan kepala saja yang sering dijumpai pada Nyeri Tegang Otot ternyata frekuensinya lebih besar ialah 33%.
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
49
dangkan dominansi golongan umur juga didapatkan pada 40— 49 tahun. Dijumpai dominasi spondilosis servikalis (56%) dan cervikal tension state (43%) sebagai faktor otiologi Nyeri Tengkuk. Hipertensi ternyata juga menjadi faktor etiologi yang cukup penting (28%). Cervical Tension State (Nyeri Tegang Otot) mungkin merupakan penyebab nyeri kepala dan nyeri tengkuk yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. 8 Berikut ini adalah Daftar Etiologi Nyeri Tengkuk yang disusun berdasarkan kepustakaan. 1.8-17 Etiologi Nyeri Tengkuk 1. Vaskuler : Nyeri Tegang Otot (Cervical Tension State, Tension Headache), Migren Servikalis, Hipertensi. Penyakit Pembuluh Darah Otak : Perdarahan Sub Arakhnoid. 2. Infeksi : Meningitis Bakteri, TBC, Jamur; Abses Epiduralis Spinalis (Servikalis); Osteomyelitis Servikalis. 3. Tumor : — Jinak : Neurinoma, Meningioma Osteoma, Kista Arakhnoid. — Ganas : Primer, Metastasis, Multiple Myeloma. 6. Penyakit Degererasi : Spondilosis Servikalis, Osteoarthiritis, Hernia Nukleus Pulposus Servikalis, Ossifikasi Ligamentum Longitudinale Posterior, Tortikolis Spasmodik. 7. Traumatis : Whiplash, Dislokasi, Fraktur, Fraktur Dislokasi, Fraktur Kompresi. 8. Inflamasi : Rheumatoid Artritis, Ankilosing Spondilitis. 9. Dental. 10. Psikiatrik. 11.Intoksikasi : radium. 12. Metabolik : Osteoporosis, Hiperparatiroidisme, Osteomalasia. 13. Penyakit Paget. Angka kambuhan yang dijumpai 17%, lebih rendah dari pada angka yang dilaporkan Waluyo, yang sebesar 38,71%. 18 Ini karena dari 100 sample yang diteliti di RSDK tidak semuanya memerlukan fisioterapi apabila terapi medikamentosa sudah memadai, berarti penderita-penderita dalam laporan Waluyo relatif lebih berat sakitnya. Selain itu tidak semua kausa Nyeri Tengkuk yang dijumpai adalah spondilosis servikalis, berbeda dengan laporan Waluyo. Terapi simtomatis Nyeri Tengkuk di RSDK pertama berupa medikamentosa yang menggunakan : analgetika, anti rematik, tranquilizer (tensiolitik) serta anjuran hidup teratur dan menghindari tekanan fisik dan mental. 5 Analgetika yang digunakan biasanya adalah preparat kombinasi analgetika-tranquilizer vitamin (misalnya Danalgin, Neuralgin, dan lain-lain). Anti rematik menggunakan fenilbutazon, oksifenbutazon, ketoprofen, indoprofen, diklofenak, mefenamic acid dan lain-lain. Tranquilizer biasanya menggunakan diazepam, khlordiazepoksid dan meprobamate. Hasil terapi medikamentosa tampak-
50
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
nya belum begitu memuaskan. Kombinasi an al getika-tranquilizer vitamin mungkin lebih menolong untuk terapi simtomatis Nyeri Tengkuk. Bila terapi medikamentosa hasilnya tidak memuaskan penderita dikirim ke Unit Rehabilitasi Medik untuk mendapatkan fisioterapi. Ternyata 21% hasilnya masih juga belum memuaskan. KESIMPULAN. Nyeri Tengkuk merupakan keluhan yang cukup sering dijumpai di Poliklinik Saraf RSDK. Dominasi perempuan, perjalanan penyakiit yang akut, kombinasi gejala nyeri tengkuk dan nyeri kepala yang menonjol serta hasil yang lebih menguntungkan dengan pengobatan analgetika-tranquilizer-vitamin, menunjukkan bahwa tampaknya sebagian besar etiologinya adalah Nyeri Tegang Otot (Cervical Tension State ). Distribusi umur yang didominir golongan 40—49 tahun berhubungan dengan banyaknya dijumpai spondilosis servikalis. Pengobatan akan memperoleh hasil yang lebih baik bila diagnosis etiologik dapat ditegakkan.
PENDAHULUAN Koro ialah suatu keadaan dimana penderita merasakan alat kelaminnya (penis) tertarik masuk kedalam rongga perut (rongga pelvis). Dahulu, dikira koro hanya dijumpai pada orang Tionghoa saja. Tetapi temyata anggapan ini tidak benar karena menurut pengamatan kami, koro tidak saja dijumpai pada orang-orang Tionghoa, tapi juga pada suku Bugis dan suku Makassar, serta suku-suku lain. Selama kurun waktu 17 tahun, dari tahun 1966 s/d tahun 1983, kami sendiri telah menjumpai 4 kasus koro, satu pada orang Tionghoa, dua pada suku Bugis dan satu lagi suku Makassar. Penyebab koro tidak jelas. Dahulu disangka koro disebabkan karenasexual indulgence. Tetapi ternyata anggapan ini tidak dapat diterima 100% karena diantara 4 kasus koro yang kami jumpai, pada satu kasus penderita sudah berusia 79 tahun. Pada usia ini aktivitas seksual sudah relatif menurun atau berkurang. Menurut penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia Ke-I, tahun 1973, koro dimasukkan dalam katagori : Culture Bound Phenomena. Jadi koro ialah suatu keadaan yang terikat pada kebudayaan setempat. Bila diikuti dari segi psikodinamikanya, koro mempunyai dasar kecemasan yang hebat sebagaimana terlihat pada kasus yang dilaporkan di bawah ini. LAPORAN KASUS O.N. seorang pria 79 tahun, dilahirkan di suatu keluarga petani yang miskin di Tiongkok Selatan, tidak berpendidikan, bersaudara 5 orang, 4 lelaki dan seorang perempuan. Ia adalah anak sulung. Karena rajin bekerja, membantu ayahnya mencari nafkah untuk keluarga, maka ia paling disayang orang tuanya. Pada usia 25 tahun, ia merantau ke Singapura dan kemudian ke Ujung Pandang. Pada usia 34 tahun ia kembali ke negeri
asalnya dan menikah dengan seorang gadis di sana. Dua tahun kemudia ia kembali ke Ujung Pandang bersama isteri dan seorang anak perempuan. Berkat rajin bekerja, ia berhasil memiliki sebuah rumah dan mempunyai suatu mata pencaharian yang tetap. Ia dikarunia 6 orang anak,. 4 anak perempuan dan 2 anak lelaki, kesemuanya sudah berumah tangga. Ia tinggal bersama kedua anak lelakinya. Keadaan rumah tangga anaknya kurang harmonis, karena anak lelaki yang tua adalah seorang peminum, sedang anak bungsunya seorang penjudi, sehingga sering terjadi pertengkaran atau perkelahian antara anak dan anak mantunya. Ia sering menasehati anaknya bahkan tidak segan-segan memukuli mereka bila keadaan rumah tangga mereka sudah kelewat kacau. Ia seorang peramah, suka bergaul dengan semua pihak. Keadaan fisik penderita cukup memuaskan terkecuali : (1) Pendengaran berkurang, (2) sukar kencing, dan (3) batuk-batuk yang tak kunjung sembuh. Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakan hari ulang tahun pada usia 60 tahun, 70 tahun dan 80 tahun. Karena menurut pendapat mereka, tidak mudah untuk dapat mencapai usia setinggi itu mengingat life expectancy ketika itu ditafsir berkisar sekitar 55 tahun dinegara kita. Keluarga O.N. pun merencanakan untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke 80 secara besar-besaran. Pada tahun itu pernah teijadi kematian karena koro yang oleh orang Tionghoa disebut sukyang. Dan yang meninggal itu kebetulan sekali familinya sendiri, sehingga ia banyak mendengar ceritera tentang sukyang. Iapun selalu merasakan khawatir terserang koro juga. Pada suatu siang hari, ia merasa alat kelaminnya menjadi kecil dan mau " lari masuk" kedalam rongga perut. Demikian takutnya sehingga ia memegang kuat-kuat pangkal penisnya dengan kedua tangannya sambil berteriak minta pertolongan. Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
51
Setelah anaknya datang dan mengetahui apa yang sedang terjadi, maka anaknyapun segera menyuruh semua perempuan dalam rumah itu untuk meninggalkan penderita. Menurut kepercayaan, bila sampai dilihat oleh perempuan, maka penderita pasti tidak dapat ditolong lagi. Ia menyuruh anaknya mencari tang dan menarik penisnya keluar, agar tidak lari masuk, karena menurut penderita bila penisnya sudah sampai masuk kedalam perut maka ia pasti mati. Ketika kami tiba ditempat kejadian, kami melihat penderita sedang memegang paru gkal penis dengan kedua tanggannya dan anaknya yang tua sedang menarik glans penis dengan tang sampai terjadi perdarahan. Setelah diadakan pemeriksaan, terlihat penis dalam keadaan tegang dan teraba kontraksi penis yang hebat. Segera kami berikan suntikan : 1 ampoule chlorpromazine 25 mg. IM, 1 ampoule phenobarbital 100 mg. IM, dan 1 ampoule HCL Papaverin 40 mg IM. Setelah kurang lebih 15 menit, penderita mulai tertidur
52
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
dan kedua tanggannya terlepas dari paru gkal penisnya. Kare na terjadi perdarahan urethra maka dipasang kateter nylaton. Ia kemudian diberi tranguillizer minor dan sedativa per os selama beberapa hari lamanya. PEMBAHASAN: Jelas bagi kami bahwa pada kasiis koro ini terdapat dasar masalah emosional, yaitu cemas akan keadaan kesehatannya dan kecewa melihat keadaan rumah tangga anaknya yang tidak harmonis. Kesukaran kencing (gangguan pada tractus urogenitalia) pada penderita ini mungkin dapat dianggap sebagai locus minoris bagi terjadinya koro. Dan akhirnya tak boleh pula kita melupakan faktor sugesti bagi terjadinya koro pada penderita ini, karena sebelum dirinya terkena koro, ia sudah banyak mendengar cerita tentang kematian yang diakibatkan oleh koro.
PENDAHULUAN
mungkin pada daerah yang luas dengan memelihara jaringan Radioterapi merupakan salah satu disiplin il mu yang meme- sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan yang gang peranan penting pada pengobatan penyakit kanker, baik terlalu berat. Macam sinar yang digunakan tidak banyak mengalami sebagai kombinasi dengan disiplin pengobatan lain maupun perubahan dalam dekade terakhir yaitu sinar X, photon, sebagai pengobatan tunggal. gamma atau elektron. Pada saat ini dicobakan sinar neutron Ilmu yang mulai digunakan orang sejak ditemukannya siyang dikabarkan mempunyai beberapa kelebihan. nar —X oleh tuan Rontgen pada akhir abad ke 20 ini, terus Coolidge pada 1913 membuka jaman radioterapi dengan berkembang dengan lajunya, seiring dengan kemajuan dibimenggunakan tabung sinar-X yang lebih disempurnakan. dang tehnologi, fisika, radiobiologi serta onkologi, sekalipun Sedangkan pada 1920 diciptakan pesawat penghasil sinar-X terdapat perioda -perioda "suram" dimana radioterapi ini peryang mempunyai tegangan 200 kilovolt yang berarti dimunah hampir ditinggalkan orang. lainya era deep X-ray therapy. Telah diketahui bahwa makin Berikut akan diuraikan mengenai prinsip serta fasilitas tinggi tegangan, makin besar daya penetrasi sinar tersebut radioterapi modern, yang juga telah diterapkan di beberapa yang berarti makin kurang efek samping yang terjadi pada tempat di Indonesia antara lain di Jakarta di RS Dr. Cipto Mangunkusumo serta RS Pusat Angkatan Darat Gatot Su - kulit serta jaringan sehat pada lintasannya. Selain menggunakan perbedaan tegangan antara katoda b roto subbag. Radioterapi. dan anoda sehingga dihasilkan sinar-X dibuat pula pesawat Unit radioterapi modern minimal harus memiliki fasilitas yang menggunakan cumber radioaktif alam yang bersifat radiasi eksterna, radiasi interim dan sistim perencanaan radiametastabil, sehingga setiap saat terpancar sinar gamma sampai si (treatment planning system) disamping fasilitas non-medik terjadi keadaan yang stabil. Sinar gamma yang dihasilkan sumlain. Dibeberapa negara maju radioterapi disamping sebagai ber radioaktif kobalt misalnya adalah ekuivalen dengan sinar-X bagian dari rumah sakit ada pula yang berdiri sendiri sebagai yang bertenaga 2,5 mega volt. suatu sentra pengobatan radiasi yang memiliki fasilitas tersePerkembangan teknologi pada saat Perang Dunia II meletakbut diatas dilengkapi pula dengan fasilitas untuk melaksanakan kegiatan lainnya seperti kamar operasi, laboratorium pe- kan dasar-dasar dari alat-alat radioterapi modern yang sekarang nunjang diagnostik serta semua ahli yang berhubungan baik yaitu Linear accelerator . Pesawat ini mempunyai kemampuan menghasilkan sinar-X bertenaga 4 sampai 40 mega volt serlangsung (ahli bedah tumor, kandungan, THT, pediatri, syaraf, ta elektron dengan tenaga yang lama. Dengan tenaga tersepenyakit dalam, dll) ataupun tidak langsung (seperti dokter but akan dapat dicapai tumor-tumor yang letaknya dalam gigi, anestesi, psikiater, ahli psikologi, ahli gizi dB). Fasilitas (misalnya tumor intra abdominal pada penderita obese) demondok biasanya disesuaikan dengan kebutuhan. ngan efek samping minimal pada kulit. Radiasi Eksterna Mengenai penggunaan elektron dalam pengobatan; berbePengobatan tumor ganas dengan menggunakan radiasi eks- da halnya dengan sinar-X atau gamma yang diabsorbsi oleh terna adalah bertujuan mematikan sel-sel tumor sebanyak jaringan secara eksponensial, elektron mempunyai jarak tem" puh yang terbatas dalam jaringan. Tergantung pada enersi* Dibacakan didepan Simposium Perkembangan Teknik Radiologi nya maka elektron mempunyai suatu puncak dosis pada kedan Kedokteran Imaging Untuk Usaha Peningkatan Pelayanan Kedalaman tertentu dari permukaan kulit, lebih dalam lagi dari sehatan" di Jakarta 3 Desember 1983. Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
53
bawahnya, misalnya pada pengobatan karsinoma payudara pasca bedah yang bertujuan untuk memberikan radiasi dinding toraks tetapi jaringan paru yang terletak dibawahnya praktis tidak mendapat radiasi. Indikasi lain dari penggunaan elektron ini adalah proses kulit yang luas seperti mycosis fungoides. Radial Interna Tindakan radiasi interna pada karsinoma serviks uteri telah dikenal sejak lama dengan hasil yang makin lama makin membaik, terutama untuk stadium penyakit I dan II. Perbaikan ini tentunya harus diikuti pula oleh menurunnya efek samping yang terjadi serta terhindarnya personil dari radiasi. Berbagai metoda yang telah ditempuh antara lain mengganti sumber radioaktif jarum radium menjadi butir-butir sesium (137 Cs) atau Cobalt ( 60 Co). Jarum radium sekalipun mempunyai nilai ekonomis, oleh karena waktu paruhnya dapat mencapai 1000 tahun, namun kadang-kadang dianggap tidak aman karena bisa menghasilkan gas radon radioaktif yang dapat terhirup bersama udara. Hal ini dapat diatasi dengan pelapis yang baik. Baik Kobalt maupun Cesium tidak mempunyai bahaya ini. Bahaya berupa paparan langsung terhadap penderita dapat diatasi dengan suatu metoda yang dinamakan after-loading. Pada teknik ini operator tidak berhadapan langsung dengan sumber radioaktif melainkan "tempat" dari sumber radioaktif tadi, yang dinamakan aplikator. Aplikator ini dipasang pada penderita di daerah sekitar tumor. Apabila kedudukan aplikator ini sudah sempurna,yaitu berarti nantinya sumber radioaktif dipasang akan didapatkan dosis maksimal pada tumor dan minimal pada jaringan sehat sekitarnya,penderita dimasukkan kedalam ruangan isolasi yang kedap sinar radioaktif. Dengan pertolongan sistim remote Control (pengendali jarak jauh) sumber radioaktif dikeluarkan dari Container (tempat sumber radioktif yang kedap sinar radioaktif) dipindahkan kedalam aplikator tadi, kemudian radiasi interna ini berlangsung selama sumberradioaktif berada didalam aplikator. Dengan demikian, selama proses ini berlangsung tidak ada seorang personil pun terkena paparan radiasi. Radiasi intema dengan cara diatas dilaksanakan pada pengobatan radiasi karsinoma seviks uteri. Tetapi dengan sedikit modifikasi digunakan pula untuk pengobatan karsinoma lidah, buli-buli, kulit serta belakangan ini dikembangkan untuk kanker payudara. Sumber radioaktif yang digunakan pada kasus-kasus ini terutama iridium. Perlu ditambahkan, radiasi interna selain menggunakan zat yang padat juga digunakan zat yang diberikan secara sistemik yaitu pada pengobatan kanker kelenjar gondok dengan 131 I radioaktif. Sistim Perencanaan Radiasi (Treatment Planning System). Sesuai dengan namanya maka bagian ini merencanakan setiap tehnik pengobatan radiasi. Biasanya bagian ini dipimpin oleh seorang ahli fisika yang mendapat pendidikan khusus untuk penerapan radiasi pada pengobatan. Sebagian besar penderita yang akan mendapat radiasi eks54
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Gambar 3 : Perhitungan dosis oleh komputer pada karsinoma naso faring yang telah menjalar ke cavumnasi. Radiasi diberikan dari 3 arah, kiri-kanan kepala dengan penyaring baji (wedge-filter), dan dari depan. Daerah yang berganis adalah tumor seperti yang ditunjukkan oleh pemeriksaan CT Scan. Harus diperhatilcan apakah daerah tersebut dilalui oleh kurva prosentase tertinggi (80% – 90%).
terna akan direncanakan terlebih dulu posisi pada saat mendapat radiasi, luas lapangan (daerah) radiasi dan arah radiasi, dibawah suatu alat yang dibuat menyerupai peralatan radiasi eksterna yang sebenarnya yang dikenal dengan simulator. Untuk perencanaan luas lapangan radiasi maka seorang dokter harus mengenal sifat dari tumor yang bersangkutan (arah penjalaran dsb) serta menguasai struktur anatomis. Dengan pertolongan sinar tembus yang diproyeksikan pada layar TV (image intensifier) ditentukan daerah mana yang akan mendapat radiasi serta daerah mana yang harus dihindari (oleh karena terlalu rentan terhadap radiasi) tanpa mengurangi efektifitas pengobatan. Apabila oleh karena suatu sebab, misalnya letak tumor atau bentuk anatomis daerah radiasi, tidak dimungkinkan untuk memberikan teknik radiasi sederhana maka barulah dicoba teknik lain yang lebih canggih (sophisticated). Tehnik-tehnik ini antara lain : Tehnik rotasi, 3 atau 4 lapangan, 2 lapangan dengan membentuk sudut dan pertolongan penyaring baji dll. Apabila tehnik ini digunakan maka biasanya diperlukan pertolongan komputer untuk menentukan arah radiasi yang benar, dosis yang akurat dan lain sebagainya. Dengan dikembangkannya teknik pemeriksaan CT scan (Computerized Tomography scanning) maka diharapkan teknik radiasi menjadi lebih sempurna. Pada pemberian radiasi interna diperlukan pula pertolongan perhitungan komputer untuk menentukan apakah semua jaringan jumor terliput oleh radiasi, menentukan waktu radiasi, menentukan berapa dosis yang akan diterima oleh jaringan sehat sekitarnya.
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
55
PENDAHULUAN Kortikosteroid mempunyai efek anti radang dan anti alergi. Karena obat tersebut mempunyai efek anti alergi, maka dipakai sebagai pengobatan pada pelbagai penyakit yang berdasarkan alergi atau yang dianggap mempunyai dasar alergi. Kecuali itu juga digunakan untuk penyakit-penyakit yang berat karena dapat menyelamatkan jiwa penderita. Pada tulisan ini akan dikemukakan tentang prinsip pengobatan kortikosteroid sistemik, efek samping serta cara mencegahnya, kontraindikasi, dosis untuk berbagai penyakit kulit dan gambaran kliniknya. PRINSIP PENGOBATAN Obat yang sering kami gunakan ialah tablet prednison (@ 5 mg), karena obat tersebut tersedia di apotek Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk kasus-kasus yang berat atau tidak dapat menelan tablet, kami menggunakan deksametason intravena. Jika masa krisis teratasi, maka obat tersebut diganti dengan tablet prednison sesuai dengan ekuivalennya. Kecuali obat-obat tersebut, dengan sendirinya dapat pula digunakan obat kortikosteroid yang lain. Untuk memudahkan, maka di bawah ini dicantumkan ekuivalen berbagai macam preparat kortikosteroid :
kan berangsur-angsur, maksudnya agar penyakitnya tidak residif dan tidak terjadi supresi kelenjar adrenal. Efek samping kortikosteroid ialah : — gastritis dan ulkus peptikum — hipotrofi otot skelet — osteoporosis — psikosis (pada penderita yang psikis labil) dan insomnia. — mudah mendapat infeksi (misalnya bronkopneumonia) disebabkan oleh mengurangnya daya tahan. — hipotrofi korteks kelenjar adrenal — gangguan elektrolit : retensi Na dan kehilangan K — efek katabolik : kehilangan protein — edema — gangguan pertumbuhan pada anak — pada kulit : pioderma, dermatosis akneformis, strie atrofikans, hipotrofi, purpura, telangiektasi, hiperpigmentasi, muka bulan dan hipertrikosis. Terjadinya efek samping tersebut bergantung pada dosis, lamanya pengobatan dan macam kortikosteroid (obat-obat kortikosteroid yang baru umumnya mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat yang lama). Pada pengobatan jangka pendek (beberapa hari/minggu) pada umumnya tidak terjadi efek samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadinya efek tersebut, yakni : — makanan tinggi protein dan rendah garam — pemberian KCL 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa — obat anabolik — ACTH diberikan 3 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH sintetik Synacthen depot sebanyak 1 mg (100 IU ); pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali.
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jika telah tercapai penyembuhan klinis, maka pada umumnya dosisnya diturun56
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
Pada pengobatan jangka panjang kecuali harus waspada terhadap efek samping hendaknyadiperiksa : tensi dan berat ba-
dan (seminggu sekali); E.K.G. dan pemeriksaan laboratorium: Hb jumlah leukosit, hitung jenis, LED, urin lengkap, kadar Na dan K dalam darah, gula darah (sebulan sekali); foto toraks, apakah ada tuberkulosis paru (3 bulan sekali). Pada pemberian jangka paru jang, jika penyakitnya telah terkontrol, maka kortikosteroid dapat diberikan 2 hari sekali sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Maksudnya untuk mengurangi efek samping. Sebagai kontraindikasi yang absolut ialah ulkus peptikum, yang relatif ialah tuberkulosis paru, diabetes melitus, graviditas (trimester I/II), hipertensi, psikosis dan dekompensasio kordis. INDIKASI DAN DOSIS Telah disebutkan bahwa indikasi kortikosteroid ialah pada dermatosis alergik atau yang dianggap mempunyai dasar alergik (kecuali pada herpes zoster) dan penyakit kulit berat yang dapat menyebabkan kematian. Penyakit tersebut ialah : dermatitis, kelainan kulit karena alergi obat secara sistemik (allergic drug eruption), eritroderma, reaksi lepra, lupus eritematosa, pemfigoid bulosa (bullous pemphigoid), pemfigus dan herpes zoster. Gambaran klinisnya akan diuraikan secara singkat. Dosis yang akan dikemukakan ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman penulis, jadi tidak mutlak, karena bergantung pada berat/ringannya penyakit dan respons penderita. Dosis untuk anak disesuaikan dengan umur. Jika setelah beberapa hari tidak ada perbaikan, dosis dapat ditinggikan sampai ada perbaikan. DERMATITIS Janis dermatitis yang dapat diobati dengankortikosteroid bermacam-macam, diantaranya ialah : • Dermatitis atopik : disebabkan oleh adanya atopi. • Dermatitis kontak : terjadi karena kulit berkontak dengan bahan yang umumnya datang dari luar. • Dermatitis medikamentosa : disebabkan oleh alergi obat secara sistemik. • Dermatitis alimentosa : karena alergi makanan. • Dermatitis numularis : sebab yang pasti belum diketahui, sering dihubungkan dengan adanya infeksi fokal, bentuknya numuler. Pada umumnya gambaran klinis dermatitis akut ialah efloresensipolimorf (eritema, papul miner, vesikel, erosi, krusta), membasah (terdapat serum) dan berbatas tak tegas. Pada dermatitis atopik bentuk infantil, tempat predileksinya di kedua pipi, lipat siku dan lipat lutut. Pada dermatitis medikamentosa dan alimentosa biasanya generalisata. Pada dermatitis kontak lokalisasinya sesuai dengan tempat yang berkontak. Dosis prednison 4 x 5 mg sehari, jika generalisata dosisnya 3 x 10 mg sehari. ALLERGIC DRUG ERUPTION Allergic drug eruption disebabkan oleh alergi obat secara
sistemik dan bentuknya bermacam-macam, diantaranya sebagai berikut : Eritroderma : eritema terdapat hampir atau di seluruh tubuh. Eritema multiforme : tempat predileksi pada muka, leher dan ekstremitas atas, kelainan kulit yang khas ialah berupa eritema numuler dengan warna yang lebih gelap di tengahnya (bentuk iris), kecuali itu juga terdapat vesikel dan bula. Eritema : dapat milier (morbiliformis) atau numuler (skarlatinoformis). Eksantema fikstum : terdapat eritema numuler, jika residif selalu pada tempat yang sama, yang kemudian menjadi hiperpigmentasi yang sering menetap, tempat predileksi sekitar mulut dan penis Purpura : berarti perdarahan dalam kulit. Eritema nodosum : terdapat nodus-nodus dengan eritema di atasnya, terutama pada ekstremitas bagian ekstensor. Sindrom Stevens-Johnson : keadaan umumnya bervariasi mulai ringan sampai berat; terdapat kelainan pada kulit (eritema vesikel, bula dan purpura), pada mata (konyungtivitis) dan sekitar orifisi (mulut dan alat genital) berupa ekskoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah - hitam. Nekrosis Epidermal Toksik (NET) atau Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) atau sindrom Lyell : keadaan umumnya biasanya buruk, gambaran klinisnya mirip sindrom Stevensterdapat epidermoJohnson, perbedaannya pada penyakit lisis. Jika kulit ditekankan digeser kulit akan terlepas terhadap dasarnya, disebut tanda Nikolsky. Pada bentuk-bentuk allergic drug eruption, kecuali sindrom Stevens-Johnson yang berat dan NET dosis prednison antara 4 x 5 mg — 3 x 10 mg sehari, penyembuhan berlangsung beberapa hari/minggu. Pada sindrom Stevens-Johnson yang berat dan NET kami berikan deksametason 6 x 5 mg sehari. Kecuali itu juga diberikan infus cairan, antibiotik berspektrum luas, jika perlu diberikan pula tranfusi darah. Penyembuhan terjadi beberapa hari/minggu. Pada NET biasanya penderita meninggal. ERITRODERMA Eritroderma kecuali oleh alergi obat secara sistemik, dapat juga terjadi karena penyakit kulit yang meluas (misalnya psoriasis), penyakit sistemik termasuk keganasan, dan infeksi fokal. Dosis prednison lebih tinggi daripada untuk dermatitis, antara 3 x 10 mg — 4 x 10 mg/hari. REAKSI LEPRA Umumnya reaksi lepra ada 2 macam ialah eritema nodosum leprosum (E.N.L.) dan reaksi reversal (upgrading). E.N.L ditandai dengan adanya gejala konstitusi (demam, malese dan artralgia). Kelainan kulit berupa nodus-nodus dengan eritema di atasnya, terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor. E.N.L terdapat pada lepra bentuk L.L. (lepromatosa) dan B.L. (borderline lepromatous), Pada reaksi reversal kelainan kulit menjadi makin eritematosa disertai udema, suhu setempat meninggi, umumnya tidak disertai gejala konstitusi dan lesi baru. Terdapat pula neuritis perifer. Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
57
Dosis prednison untuk E.N.L 3 x 10 mg, 4 x 10 mg/hari dapat terjadi ketergantungan pada kortikosteroid. Pada tipe reversal dosisnya 3 x 10 mg sehari kemudian berangsur-angsur diturunkan, lama pengobatan kurang lebih 5 bulan.
Maksud pemberian kortikosteroid untuk mencegah/mengurangi paralisis, dosis prednison 3 x 10 mg sehari. Dibawah ini dicantumkan tabel agar dapat memberi gambaran yang lebih jelas.
LUPUS ERITEMATOSA (L.E.) Dikenal 2 macam L.E., yakni diskoid dan sistemik. Yang akan dibicarakan hanya L.E. diskoid. Gambaran klinisnya khas ialah terdapat eritema, telangiektasi, skuama yang lekat pada kulit dan sumbatan keratin. Tempat predileksinya sekitar hidung, berbentuk seperti kupu-kupu. Dosis prednison sehari 3 x 10 mg. PEMFIGOID BULOSA Gambaran klinisnya ialah terdapatnya hula berdinding tegang biasanya di aksila, lengan atas dan lipat paha, keadaan umum baik. Sering disertai eritema. Dosis prednison 3 x 10mg — 4 x 15 mg sehari. PEMFIGUS Bentuk yang sering terlihat ialah pemfigus vulgaris. Penyakit ini ditandai dengan adanya keadaan umum yang buruk dan bula berdinding lembek, hampir mengenai seluruh tubuh, tanda Nikolsky positif. Dosis prednison tinggi, yakni 60 — 120mg sehari. Lebih baik diberikan deksametason dengan dosis ekuivalen pada permulaan penyakit. Kecuali itu diberikan pula infus cairan dan antibiotika berspektrum luas. HERPES ZOSTER Gambaran klinis herpes zoster sangat khas, yakni berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang eritematosa, tersusun menurut dermatom dan unilateral. Biasanya penyakit tersebut sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu, hingga pada umumnya pengobatannya hanya bersifat simtomatik. Pengobatan dengan kortikosteroid hanya dilakukan pada 2 hal. Pertama pada herpes zoster pada penderita berusia lanjut, (lebih dari 40 tahun), maksudnya untuk mencegah terjadinya rasa nyeri sesudah kelainan kulitnya sembuh (neuralgia posherpetik), dosis prednison 3 x 10 mg sehari. Kedua pada sindrom Ramsay-Hunt. yang diserang ialah nervus VII dan VIII.
58
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
KESIMPULAN Telah dibicarakan tentang prinsip pengobatan kortikosteroid sistemik dalam dermatologi, efek samping obat tersebut serta cara mencegahnya dan kontraindikasi. Akhirnya dibicarakan pula tentang gambaran klinis pelbagai penyakit kulit yang dapat diobati dengan kortikosteroid dan dosisnya.
Dari pengalaman sebagai Pengurus IDI Cabang (Jakarta Pusat), saya sempat mengetahui kejadian yang menyangkut masalah Etik. Dalam pembicaraan dengan beberapa Sejawat saya mendapat jawaban yang berbeda. Oleh karena itu saya sampaikan hal ini melalui CDX.
2.
Jiwa Korp" sesama sejawat harus diutamakan dan ditonjolkan.
"
dr. H. Mari Rustam Direktorat Transfusi Darah PMI Ketua I.D.I. Cabang Jakarta Pusat
Persoalannya adalah sebagai berikut : Seorang wanita menjalani operasi sectio caesaria yang dilakukan oleh seorang ahli ginekologi. Namun yang namanya manusia, selalu saja bisa membuat kekeliruan, begitu pula pada kasus ini terjadi kesalahan teknis kecil yang pasti tidak disengaja. Akan tetapi buat orang sakit berarti harus mengalami operasi ulang. Operasi koreksi harus oleh Ahli Bedah. Keluarga O.S. bersedia menerima nasib isterinya, tidak memprotes dokter atas kekeliruan tersebut. Namun, setelah diberitahu bahwa untuk operasi korektif itu harus membayar lagi pada ahli bedah plus penambahan biaya perawatan, baru dia (keluarga O.S.) merasa keberatan. Keluarga O.S. itu bertanya pada penulis, patutkah dia yang dibebani biaya untuk operasi kedua? Pantaskah dia memikul beban ganda ya biaya, ya risiko operasi ? Penulis hanya menganjurkan, agar hal ini dibicarakan dengan Direktur Rumah Sakit yang bersangkutan. Kabarnya diperoleh kompromi berupa discount dari kedua dokter tersebut. Komentar : Secara etik, saya berpendapat seharusnya ahli ginekologi tersebut tidak mencoba membebankan biaya operasi korektif tersebut pada keluarga O.S. Dia bisa minta bantuan sejawat Ahli Bedah untuk melakukan operasi korektif atas bebannya sendiri dengan menawarkan seluruh fee yang akan dia terima dari O.S. Akan simpatik sekali bila sejawat ahli bedahpun tidak mempersoalkan fee dan lebih menonjolkan "jiwa korp" dengan melakukan operasi tersebut tanpa pamrih. Bila nanti ditawari juga oleh sejawat yang punya pasien dia terima sebagian saja, atau tidak sama sekali ! Kesimpulan saya : 1. Keluarga O.S. tidak boleh diberi beban ganda untuk operasi korektif.
Tanggapan dari Sudut Hukum Kedokteran. "
Kesalahan kecil " ini menurut Hukum Perdata dikwalifikasikan sebagai wanprestatie (K.U.H. Perdata pasal 1243) dan obstetricusginekolog itu wajib memberi ganti kerugian. Oleh karena sikorban tidak memprotes dokter atas kekeliman itu, maka paling tidak obstetricus -ginekolog tersebut harus menanggung biaya operasi koreksinya, yaitu : a. honorarium ahli bedah dan ahli anestesi, b. biaya pemakaian kamar operasi, c. biaya perawatan rumah sakit, d. biaya pemeriksaan diagnostik (lab. klinik, foto Rontgen dsb.) serta obat-obat. Tentang honorarium ahli bedah dan ahli anestesi saya berpendapat, bahwa honorarium itu tidak boleh dibebaskan begitu saja, karena tidak bersifat mendidik. Jika ini diterima sebagai etika antar sejawat, maka di kemudian hari dokter yang melakukan operasi dapat menjadi ceroboh, karena kalau sampai perlu operasi koreksi oleh teman sejawatnya ia toh tidak perlu membayar apa-apa. Jalan tengah yang dapat diambil ialah melihat dulu jumlah yang harus ditanggung oleh obstetricus -ginekolog itu sesuai dengan butir b, c dan d. Jika jumlah ini sampai jauh melebihi honorarium untuk sectio caesaria yang diterimanya dulu, maka ahli bedah dan ahli anestesi dapat membebaskan untuk sebagian atau seluruhnya honorarium mereka sebagai rasa setia kawan terhadap obstetricus-ginekolog itu.
dr. Handoko Tjondroputranto Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
59
Pengobatan hipertensi memerlukan waktu lama plus ketaatan pasien. Apalagi bila hipertensinya ringan saja. Pasien sering lupa makan obat karena tidak "merasa sakit". Untuk mengatasi hal ini dicoba penggunaan plester (3,5 cm 2 ) yang mengandung clonidin. Plester ditempelkan pada dada atas, atau bagian anterior dari bahu atau lengan atas. Plester ini diganti seminggu sekali ! Dari pasien-pasien hipertensi ringan yang ikut percobaan, didapatkan hasil yang cukup menggembirakan. Efek samping ringan sekali. Selain itu kadar clonidin dalam darah lebih rendah daripada kadar puncaknya bila diberikan secara oral. Efek samping baru yang ditemukan ialah, seperti pada penempelan plester lain, pada 2 orang timbul pruritus dan kemerahan pada tempat tempelan. Lancet 1984; i: 9 - 10 •
Tujuan semula ialah meneliti respons imun. Tapi yang ditemukan adalah hal yang tak di sangka sangka. Dari kelompok pasien yang berusia 85 tahun lebih itu frekuensi golongan darah B ditemukan 3 kali lipat lebih banyak daripada yang diharapkan! Darah B memperpanjang usia ? J Nat Cancer Inst 1983; 71 : 265 - 8 •
Ingin menghitung berat badan ideal ? Kini dianjurkan penggunaan rumus baru : W/H 2 . W adalah berat badan (kg). H adalah tinggi badan (m). Semua angka antara 20 - 25 dianggap baik. Nutrition Bull 1983; 8 : 149 - 55
Belakangan ini pengobatan depresi dengan shock listrik (ECT) banyak dicela. Tapi menurut pengakuan seorang penderita depresi, ternyata terapi inilah yang paling efektif dan berguna baginya. Bahkan dianggapnya suatu kenikmatan. Terapi lain, seperti occupational therapy dan psikoterapi dianggapnya tak berguna. Brit J Psychiatr 1983; 143 : 319 •
Apakah wanita yang kandung kencingnya penuh perlu dikateterisasi pada tahap kedua persalinan ? Pengajaran tradisional mengatakan : ya. Tapi penelitian di Alabama menyatakan : tidak perlu. Kandung kencing yang penuh tidak mengganggu jalannya persalinan yang normal. Obstet Gynecol 1983; 62 : 319 - 23
60
Cermin Dania Kedokteran No. 32, 1984
Sumbatan cerumen dalam telinga sering merupakan masalah pada anak-anak. Selain mengganggu pendengaran, ia juga kadang kala menyebabkan iritasi lokal. Apa penyebabnya ? Tak tahu. Mungkin faktor keturunan. Tapi penyelidikan baru-baru ini menemukan hal lain : Cerumen jauh lebih sering ditemukan pada telinga yang sering dibersihkan dengan kapas (lidi yang ujungnya diberi kapas) ! Insidensi pada mereka yang membersihkan telinga dengan kain atau tangan dan sebagainya jauh lebih kecil. Diduga pembersihan oleh lidi berkapas yang masuk jauh ke dalam telinga itu justru merangsang timbulnya cerumen. Saran : jangan sering-sering mengusik bagian dalam telinga anda. Brit Med J 1983; 287: 260
Dengan 10.000 pasien antri, kini inseminasi buatan menjadi bisnis besar di Amerika Serikat. Banyak kabar burung melaporkan transmisi GO, hepatitis, trichomoniasis dan sebagainya akibat prosedur tersebut. Maka kini sedang dibuat protokol untuk skrining pada donor. Ingin ikut ? New Engl J Med 1983; 309: 1058
Kini sedang diteliti obat kontraseptif baru : propranolol ! Obat beta-blocker ini ternyata punya efek spermisida yang kuat. Dengan dosis 80 mg, sebagai tablet vagina, ia dengan ampuh mencegah kehamilan. Selain menghambat motilitas sperma, ia juga mencegah implantasi (pada hewan). Karena obat ini juga diserap dari vagina, mungkin juga ada efek sistemiknya. Keuntungan utama dari spermisida vagina ialah mudah penggunaannya, aman, penggunaannya cuma cebentar saja. Hambatan utama ialah efek samping berupa iritasi lokal. Tapi efek ini tampaknya banyak tergantung pada faktor konstitusional. Neo-Sampoon misalnya menyebabkan iritasi pada lebih dari 75% orang Filipina. Tapi pada orang Jepang cuma 2,6% saja. Pada penelitian propranolol ini, iritasi dijumpai pada 18% pasien. Brit Med J 1983; 287 : 1246. •
Penduduk Polandia itu sehat-sehat, rupanya. Menurut data dari International Labor Office penduduk Polandia yang berusia 65 tahun atau lebih, separuhnya masih aktif bekerja. Mereka yang di desa terpaksa terus bekerja karena orang-orang mudanya urbanisasi ke kota. Sedang yang di kota terpaksa bekerja karena alasan ekonomik.
HORMON.
DIAGNOSANYA DIBANTU PASIEN.
Sepasang suami istri datang pada dokter untuk berkonsultasi. Istri : "Dokter, obat hormon untuk suami saya kata dokter tak ada akibat sampingannya. " " Dokter Memang benar begitu " . Istri : "Tapi suami saya habis minum obatnya kok malah melongok kesamping rumah melulu, itu ke asrama putri sebelah !" Dokter ???????? Sri
Sore itu saya diminta menggantikan praktek salah seorang sejawat dokter senior. Sebagai seorang dokter Inpres ban yang masih diperbantukan di R.S. yang notabene tidak mendapat tunjangan apa-apa hal tersebut merupakan rejeki nomplok. Pasien memang cukup banyak sehingga kalau tidak kerja cepat bisa kewalahan dan pulang malam. Pasien ke-15 masuk seorang laki-laki, 23 tahun dengan keluhan gatal-gatal didaerah paru gkal paha. Setelah diperiksa secukupnya sambil menyiapkan injeksi antihistamin saya berpikir keras untuk mengingat-ingat nama penyakit tersebut. Saya benar-benar lupa sehingga selesai injeksipun masih belum teringat. Tiba-tiba sang pasienpun nyeletuk : "Dok. apa saya ini sakit Tinea Cruris? Saya kaget. Memang itulah nama yang saya cari-cari dalam ingatan tadi. " Bagaimana saudara bisa tahu?" " Tadi saya lihat-lihat gambar diruang tunggu. persis sekali dengan penyakit yang saya derita " dr. Bambang Dibyo Wahyudi Puskesmas Kec. Daik-Lingga, Kab. Kepulauan Riau, Riau.
KEKHUSUSAN Tiap-tiap bagian di rumah sakit mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri. Misalnya : – Bagian Penyakit Jantung – pasiennya banyak yang bermobil mewah, rapi-rapi, bahkan sering didadanya memakai lencana . . . tanda jasa. Paling sering masuk koran !!! – Bagian Kulit dan Kelamin pasiennya sampai dirumah sering cekcok bahkan sampai berakibat minta .. . cerai. Orang kena bom kadangkadang juga berobat ke bagian ini, bom sex pinggir jalan – Yang baunya seperti jamu gendongan : Bagian Akupunktur ! Sri
RAHASIA UNTUK MENCAPAI USIA LANJUT Seorang wartawan dapat pada sebuah desa di Kaukasus, Rusia, yang terkenal dengan penduduknya yang rata-rata mencapai usia diatas 100 tahun. Ia berjumpa dengan seorang kakek yang sudah berumur 125 tahun tetapi masih tampak sehat dan kuat. Ketika ditanya oleh wartawan, apakah rahasianya sehingga dapat mencapai usia demikian lanjut, maka si kakek menjawab : " Tak ada rahasianya, nak. Saya tidak merokok, tidak minum alkohol dan saya makan sedikit saja. Saya juga tidak suka main perempuan !!!!" Pada saat itu terdengar suara gaduh yang datang dari kamar tidur yang terletak disebelahnya. Terdengar barang-barang yang berjatuhan diselingi dengan suara ketawa tertahan seorang wanita dan derap kaki seorang laki-laki mengejarnya sambil berteriakteriak dengan nafas yang tersengal-sengal. " Pak, apa itu, pak ???" tanya si wartawan dengan kaget. " Aaahhh !" jawab si kakek, "jangan hiraukan itu, itulah kakak saya yang tertua Ia selalu mabok dan mengejar -ngejar wanita !!!!!!" OLH
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
61
SIAPA PALING NAK? + Paling enak jadi istri dokter K andungan. Kalau mau periksa-periksa nggak usah malu-malu, kan dengan suami sendiri. — Ah, kalau aku enakan istri dokter Jiwa, penuh pengertian. Pengin ini, pengin itu nggak usah ngomong, suami sudah tahu. + Dasar...........kamu gila ! ! ! ! FPA NASIHAT DUKUN Di suatu senja yang cerah, seorang pasien wanita remaja datang dengan keluhan bahwa pertumbuhan payudaranya tidak sempurna (terlalu kecil). + "Maaf, dokter! Terus terang saja saya merasa minder terhadap teman-teman. Saya kemari mohon advis dan jika mungkin sekalian mengobati agar buah dada saya bisa tumbuh subur dan normal! Saya sudah berusaha berobat ke beberapa dokter, bahkan ke dokter spesialis pun sudah . . . dan terakhir ke dukun, yang katanya dukun sakti. Namun hasilnya tetap nihil!" — "Diberikan obat apa oleh dukun itu ?" + " Tidak diberi obat. Cuma dikasih nasihat!" — "Apa nasihatnya?" + "Ah, dukun gila .... masak saya disuruh menyusui konyong (anak anjing yang masih menyusu) seperti menyusui bayi ???" dr. Ketut Ngurah Bagian Parasitologi FK-UNUD Denpasar, Bali
PINTERNYA ANAK JAMAN SEKARANG Pada suatu hari sekeluarga seorang dokter duduk makan bersama. Salah seorang putrinya berumur kurang lebih 5 tahun tampak kurang nafsu makan. Ayahnya sang dokter dengan maksud merangsang nafsu makan putrinya, berkata : " Lihat ini, ayah makan ikan ini supaya jadi lebih pinter. Ikan ialah makanan untuk otak." Jawab si anak : " Ikan ini ikan yang bodoh. Kalau pintar tak sampai ketangkap !" Sang dokter hampir saja tertusuk kerongkongannya oleh duri ikan !!!! OLH PENGALAMAN. Seorang dokter yang berpraktek didaerah-daerah, punya pengalaman yang unik-unik dan diantaranya adalah sbb : 1. Waktu seorang pasien datang pada dokter ditanya : "Bapak asal dari mana ?" "Da .... korea dok." " Lho dari Korea, Selatan apa Utara." "Bukan dok, maksud " saya dari Kroya. ????????????? 2. Di pedalaman Kalimantan pernah pasien yang datang pada dokter, walaupun masih jauh malah ada yang sudah teriak-teriak manggil : " Dokteeerrrrr, dokteerrr minta disuntik !!!!", sambil megang pantatnya. 3. Pernah seorang anak yang berobat bersama orang tuanya, setelah selesai diperiksa si anak mengulurkan tangannya "Mana dokter uangnya ?" Lho malah minta uang ! Rupanya sebagai balas jasa karena dia mau berobat !
HENDAK BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK Pada suatu bed side teaching seorang pengajar hendak menunjukkan fenomen tetesan lilin dan Auspitz pada seorang pasien psoriasis di hadapan para mahasiswa. Untuk itu diperlukan object glass yang akan dipakai mengerok sisik-sisik di kulit pasien tersebut. Karena pengajar tersebut hendak berbahasa Indonesia yang baik, maka ia tidak mau memakai istilah asing dan meminta kepada seorang perawat : "Tolong ambilkan sebuah gelas alas." Beberapa saat kemudian datanglah perawat tersebut dan memberikan sebuah ........... alas gelas ! Dr. Adhi Djuanda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI, Jakarta.
KESEIMBANGAN Seorang Profesor datang pada Psikiater, mengeluh merasa agak tidak enak, ada sesuatu yang mengganggu perasaannya. Psikiater : " Bagaimana kehidupan sehari-hari anda?" Profesor "Saya masih tetap bekerja di lab. dari pagi sampai jauh malam. Tapi saya merasa agak tidak enak beberapa hari ini." Psikiater : "Menurut pendapat saya ada ketidak seimbangan dalam diri Profesor." Profesor : ???????? Psikiater : "Profesor terlalu menggunakan 'bagian atas' saja, sedangkan 'bagian bawah' kurang dipergunakan." Profesor : ???????? !!!!!!!!!! Sri
62
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
1. Yang bukan merupakan tujuan sistem penyampaian obat terkontrol ialah : (a) meningkatkan efektivitas obat (b) mengurangi efek samping (c) meningkatkan kepatuhan penderita menggunakan obat. (d) cara pemberian obat menyenangkan penderita (e) bukan salah satu dari di atas 2. Pembedahan batu vesika dirintis oleh : (a) Hypocrates (b) Celsus (c) Paus Nicolas (d) Foley (e) Begelow 3. Yang diakui sebagai obat ideal pencegah dan penghancur semua batu ginjal ialah : (a) Renacedin (b) HCT (c) ESWL (d) Garam-garam Ca (e) bukan salah satu dari di atas 4. 80% pembiasan sinar yang masuk ke retina terjadi pada : (a) permukaan depan kornea (b) bilik depan (c) lensa mata (d) bilik belakang (e) corpus vitreus 5. Bila ada penderita yang diduga infark jantung, hal yang perlu segera dilakukan ialah : (a) memberikan beta -blocker serta dipiridamole (b) memberikan dipiridamole saja (c) lakukan arteriografi koroner (d) memberikan analgesik secukupnya dan diobservasi (e) semua benar
an diteruskan 2 X seminggu sampai 9 bulan (d) pengobatan intensif tiap hari selama 4 bulan kemudian diteruskan 2 X seminggu sampai 1 tahun. (e) pengobatan intensif tiap hari selama 1 bulan kemudian diteruskan 2 X seminggu sampai 1 tahun 7. Gelombang theta pada rekam EEG otak yang berada dalam keadaan antara sadar dan tidur frekwensinya : (a) 8 12 per detik (b) lebih dari 13 per detik (c) 4 — 7 per detik (d) kurang dari 4 per detik (e) bukan salah satu dari diatas 8. Di antara obat-obat kortikosteroid di bawah ini, yang paling rendah efektivitasnya (per satuan berat) ialah : (a) hidrokortison (b) prednisolon (c) prednison (d) kortison (c) deskametason 9. Pada pemberian kortikosteroid jangka paru jang, setelah gejala teratasi, biasanya diberikan dosis maintanace : (a) 2 kali sehari (b) 1 kali sehari dosis tunggal (c) 2 kali sehari ½ dosis biasa (d) 1 kali sehari ½ dosis biasa (e) 2 hari sekali dosis tunggal 10. Pada penyakit Koro : (a) penderita khawatir penisnya masuk ke pelvis (b) testes penderita tertarik ke rongga pelvis (c) dapat menyerang wanita (d) secara medis dapat diatasi dengan menjepit penis (e) bukan salah satu dari diatas
6. Pengobatan TBC yang menggunakan rifampisin plus obat bakteriosid lain, sesingkat-singkatnya : (a) pengobatan intensif tiap hari selama 1 bulan kemudian diteruskan 2 X seminggu sampai 4 bulan (b) pengobatan intensif tiap hari selama 2 bulan kemudian diteruskan 2 X seminggu sampai 6 bulan (c) pengobatan intensif tiap hari selama 3 bulan kemudiCermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984
63
64
Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984