Tugas Psikologi Pendidikan
CRITIKAL BOOK REPORT: PSIKOLOGI PENDIDIKAN Oleh: Minar Ribka Elfrida Silaen
(7153343014)
PRODI PENDIDIKAN TATA NIAGA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya, kami telah menyelesaikan laporan ini dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam penyelesaian kritikal jurnal ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, tak lupa pula kami mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu dosen mata kuliah Evaluasi Hasil Belajar, 2. Teman-teman kelas Pendidikan Tata Niaga yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini baik secara langsung maupun tidak langsung, 3. Orang tua kami yang telah memberikan semangat motivasi dan bantuan moril dalam mengerjakan laporan ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya. Kami berharap kiranya yang tertulis di kritikal jurnal ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam kehidupan sehari-hari.
Medan, 04 April 2018
Minar Ribka Elfrida Silaen 7153343014
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Teknologi semakin maju seiring berkembangnya zaman. Demikian juga dengan
pemikiran setiap manusia untuk menanggapi persoalan yang ada. Para penulispun memiliki pemikiran yang berbeda-beda pada suatu kasus yang dituangkan dalam tulisan mereka
maing-masing. Sehingga , terdapat banyak buku yang diterbitkan dengan pembahasan topik yang sama namun pemaparannya berbeda-beda. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda-beda tentang topik permasalahan yang ada, sehingga pada buku-buku yang sudah diterbitkan dengan topik yang sama tentulah kitaakan menjumpai kelebihan dan kelemahan dari isi buku. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah : 1. Mengetahui kelemahan dam kelebihan sub bagian buku yang diulas
1.3 Manfaat Makalah Penulisan laporan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dalam hal untuk memilih buku dengan jeli untuk digunakan. Sedangkan untuk penulis diharapkan dalam semakin terlatih dalam mengkritisi tulisan.
BAB II PEMBAHASAN I.
IDENTITAS BUKU 1. BUKU UTAMA Judul Buku : Psikologi Pendidikan Pengarang : Sri Milfayetty, Rahmulyani, Anita Yus, Edidon Hutasuhut, Nur’aini Penerbit : PPs Unimed Tahun Terbit : 2018 Kota Terbit : Medan Tebal Buku : 204 Halaman Jilid Ke :1 2. BUKU PEMBANDING I Judul : Kiat Mendidik Sebagai Landasan Profesional Tindkan Konselor Penulis : Sunaryo Kartadinata ISBN : Penerbit : UPI PRESS Kota terbit : Bandung Tahun terbit : Dimensi buku : Tebal buku : 67 halaman 3. BUKU PEMBANDING II Judul : Psikologi Pendidikan Penulis : ISBN : Penerbit : Kota terbit : Bandung Tahun terbit : Dimensi buku : Tebal buku : 1-268 halaman
II RINGKASAN BUKU 1. RINGKASAN BUKU UTAMA BAB I PENDAHULUAN Generasi saat ini adalaj generasi yang telah bergeser dari generasi X (1960-1980) dan generasi Y (1980-2000) ke generasi C atau Gen-C mulai tahun 2000 hingga sekarang. Generasi X ciri khasnya berpendidikan tinggi, aktif, menjunjung keluarga Generasi Y, ciri
khasnya adalah suka menunda kedewasaan dan terlalu dekat dengan orangtua. Generasi X dan Y memiliki potensi lebih banya pada otak kiri (analitis, keuangan, administratif, teknikal, pabrikasi) maka generasi C lebih banyak memiliki potensi keunikan pada otak kanan ( desai, sintesis hubungan interpersonal dan sebagainya). Tujuan Isi buku ini disusun mengacu pada pengembangan kompetensi pedagogi melalui materi psikologi pendidilan. Buku ini menyajikan konsep yang diperdalam dalam berbagai latihan, sehingga pembaca dapat menggunakan konsep teori untuk memahami prilaku dan proses kognitif didalam aktivitas belajar dan pembelajaran. Secara khusus, diharapkan pembaca dapat mengkonstruk pemahaman baru dari konsep teori yang ada pada buku ini, kemudian menggunakannya untuk membangun sikap dan keterampilan yang dapat diterapkan dan dibiasakan dalam belajar dan pembelajaran, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang baik. Kebiasaan-kebiasaan yang baik ini perlu dilalukan secara tulus dan ikhlas agar bermanfaat untuk diri dan lingkungan. Kemampuan dalam menerapkan psikologi pendidilan diharapkan dapat membantu pendidik dalam menerapkannya dalamm proses belajar dan pembelajaran. Sistematika Buku ini disusun dengan sistematika berikut. Bab pertama adalah pendahuluan, memuat informasi tentang kompetensi dan tujuan penulisan buku serta penggunaanya. Pada bab 2 pengertian psikologi pendidikan setelah terlebih dahulu dijelaskan pengertian pendidikan, mengahar dan pembelajaran.Bab tiga, membahas perkembangan dan proses belajar. Implementasi teori perkembangan kognitif dalam proses belajar. Implementasi teori perkembangan pribadi, sosial, dan emosional dan moral dalam proses belajar serta keterlibatan pribadi, sosial dan masyarakat dalam pendidikan. Pada bab empat dijelaskan tentang perbedaan individu. Perbedaan kecerdasan, gaya belajar dan karakteristik lainnya dalam pembelajaran, perbedaan budaya dan keberagaman serta anak kebutuhan khusus.Motivasi dalam belajar dibahas pada bab lima. Berbagai pendekatan dalam pembelajaran, model-model pembelajaran. Pada bab enam dibahas tentang desain pembelajaran dan pada bab tujuh dibahas evaluasi hasil belajar.
BAB 2 PSIKOLOGI PENDIDIKAN A. Tujuan Menjelaskan makna psikologi pendidikan Menyebutkan alasan pentingnya psikologi pendidikan Memaparkan sejarah penemu psikologi pendidikan B. Konsep
Psikologi pendidikan terdiri dari dua kata psikologi dan pendidikan. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses kognitif dan perilaku. Sedangkan pendidikan adalah ilmu yang mempelajark nilai-nilai karakter dan cara menanamkannya. Namun definisi psikologi pendidikan sebagai terapan ilmu psikologi dalam pendidikan memiliki arti sendiri, yakni olmu yang mempelajari proses belajar dan pembelajaran pada lingkungan pendidikan. Proses belajar diartikan berlangsungnya aktivitas masuknya informasi melalui panca indra yang menghasilkan pembaharuan pada kognitif dan atah pada perilaku. Proses pembelajaran diartikan pengalaman interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan memberi dampak terhadap perolehan sesuatu yang baru melalui alat indra pada kognitif dan atau perilaku. Psikologi pendidikan menjelaskan karakteristik perkembangan belajar sesuai dengan tingkat usia. Misalnya, jika ingin mengajarkan sesuatu pada seseorang, maka perhatikanlah perkembangan kognitifnya. Kalau usianya masih 5 tahun maka lakukanlah pembelajaran sambil bermain. Rangkuman Mendidika perlu diletakkan pada landasan filsofi pendidilan yang benar, kuat dan bermakna besar. Keberhasilan pendidikan ditandai dengan kualitas manusia terdidik yaitu tidak hanya mengetahui yang benar tetapi juga bertindak mulia. Semua orang harus bertanggung jawab membuat lintasan menuju masa depan dirinya sendiri secara kolektof bersama oranglain untuk masa depan bangsa dan seluruh ummat manusia. Belajar adalah inti pendidikan. Seorang pendidik dianggap efektif dalam mendidik jika menguasai mateti pelajaran, menggunakan stategi pembelajaran yang efektif, punya keahlian dalam bidang perencanaan dan penentuan tujuan, manajemen kelas, motivasi, komunikasi, bekerja dalam kelompok etnis dan kultural yang berbeda dan teknologi, memiliki motivasi dan komitmen kerja. Meningkatkan diri dengan menggunakan riset yang dilakukan sendiri ataupun yang dilakukan orang lain. Psikologi Pendidikan sebagai cabang psikologi yang memfokuskan diri pada pemahaman proses belajar mengajar didalam lingkungan pendidikan akan membantu pendidik dalam melaksanakan tugas mendidik, terutama dalam pemanfaatan riset-riset yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Demikian juga halnya, mendidik adalah sains dan seni sehingga pemahaman tentang psikologi pendidikan akan membantu pendidik secara luwes dalam menghadapi beribu persoalan yang terjadi didalam kelas. Pengkajian psikologi pendidikan akan membantu guru menjadi pendidik yang tepat membantu peserta didiknya akan membantu guru menjadi pendidik yang dapat membantu peserta didiknya menemukan kebenaran dan sekaligus mampu bertindak mulia. BAB III BELAJAR " Belajar adalah mendapat sesutu yang baru" Dari tidak mengetahui Dari tidak menyukai menjadi menyukai Dari tidak mampu menjadi mampu Dari tidak bertanggung jawab menjadi bertanggung jawab
Tujuan Menjelaskan pengertian belajar Mendeskripsikan proses berlangsungnya belajar Menguraikan beberapa dimensi perubahan kognitif dan perilaku sebagai hasil belajar Mendeskripsikan hubungan antara perkembangan dengan belajar Konsep Belajar adalah mendapatkan sesuatu yang baru dan menghasilkan perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat berupa pengetahuan yang baru, sebelum belajar seseorang mungkin tidak memiliki pengetahuan tertentu akan tetapi setelah belajar memilikinya. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu sangat dangkal akan tetapi setelah belajar menjadi lebih dalam. Seseorang dapat saja merasa kurang nyaman akan tetapi setelah belajar berubah menjadi lebih nyaman. Sebelum belajar seseorang dapat kurang menyetujui sesuatu tetapi setelah belajar menjadi setuju. Seseorang dapat saja tidak terampil melakukan sesuati tetapi setelah belajar menjadi terampil. Sebelum belajar seseorang dapat saja kurang memperdulikan sesuatu tetapi setelah belajar berubaj menjadi lebih bertanggung jawab terhadap sesuatu. Rangkuman Belajar adalah mendapatkan sesuatu yang baru. Dapat berupa pemikiran dan pengetahuan baru, perasaan yang lebih berkemas, sikap yang lebih baik, kecakapan yang lebih baik serta tumbuhnya kesadaran untuk bertanggung jawab. Belajar tidak sama dengan kematangan. Akan tetapi kematangan distimulasi oleh faktor belajar dan sebaliknya belajar tidak efektif jika diberikan tak sesuai dengan kematangan yang diperlukan untuk mempelajari sesuatu. pendidikan menhacu kepada tahapan dan proses perkembangan. Domain perkembangan tersrbut antara lain adalah perkembangan fisik motorim, kognitif, psikososial, sosioemosional dan moral.
BAB IV KARAKTERISTIK BELAJAR Tujuan Menjelaskan makna karakteristik belajar Mendeskripsikan karakteristik belajar dalam berbagai dimensi Menganalisis karakteristik belajar individu Konsep
Karakteristik adalah ciri-ciri perseorangan yang bersumber dari latar belakang pengalama, yang dimiliki peserta didik termasuk aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ciri fisik serta emosional yang berpengaruh terhadap keefektifan pembelajaran. Karakteristik ini dapat membedakan yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini perlu dipahami gurh untuk mengetahui perbedaan dan kebutuhan belajarnya agar guru dapat memberikab pelayanan yang sesuai. Beberapa karakteristik yang perlu dipahami guru dikemukakan berikut ini. Rangkuman Prinsip pendidikan yang menekankan bahwa semua berhak mendapat pelayanan yang bermutu dan tidak boleh tertinggal dari lainnya menjadi alasan kuat mengapa perbedaan individu perlu diperhatikan didalam pendidikan. Tidak hanya berbeda dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari dimensi lainnya. Seperti inteligensi, bakat, minat, gaya belajar dan gaya berpikir, latar belakan keluarga. Pemahaman tentang perbedaan ini akan memberi kesempatan pada guru untuk mendesain suasan dan proses pembelajaran yang mengakomodasi perbedaan tersebut. Selain perbedaan ini guru juga perlu memperhatikan kebutuhan belajar, terutama yang berkebutuhan khusus seperti gangguan indra, gangguan bicara, gangguan fisik, keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, pusat perhatian terpecah, gangguan perilaku dan sosial serta bebakat. BAB V PENDEKATAN DAN TEKNIK PEMBELAJARAN Belajar dapat didefenisikan sebagai proses menciptakan hubungan sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu yang baru. Sebagaimana halnya yang dikemukakan Bruner dalam Romberg (1999) bahwa belajar adalah proses aktif siswa dalam mengkonstruk (membangun) pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang sudah dimilikinya sesuatu yang baru tersebut tidak hanya berupa pengetahuan akan tetapi dapat berupa keterampilan, sikap, kemauan., kebiasaan maupun perbuatan. Secara konsep belajar diartikan sesuai dengan penekatannya. Ahli ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil usaha individu untuk mengerti dunia. Caranya adalah dengan menggunakan semua alat mental yang dimiliki. Seseorang dapat memahami dunia dari caranya memaknai dunia tersebut. Dalam pendekatan kognitif reinforcement berfungsi sebagai umpan balik. Berbeda dengan pendekatan perilaku yang melihat reinforcement sebagai pengikat antara stimulus dan respon. Dalam pendekatan kognitif belajar dianggap sebagai sesuatu yang aktif. Individu berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar, mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur dan
mengorganisasi apa yang mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru. Meskipun secara pasif dipengaruhi lingkungan, orang akan aktif memilih, memutuskan, mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan dan membuat respon lain untuk mengejar tujuan. Pada pendekatan ini yang paling penting adalah bagaimana individu belajar, menerima informasi dan mengingat. Penjelasan tentang teori kognitif dalam belajar sudah dilakukan pada bab III tentang pengembangan dan belajar. Belajar diartikan proses mendapatkan pengetahuan baru, keterampilan baru, sikap/kemauan yang baru, kebiasaan baru dan ketulusan dalam membantu siswa dalam proses belajar memberikan manfaat dari diri dan lingkungan. Pendekatan perilaku mendefenisikan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai hasil adanya hubungan antara stimulus dan respon yang berkuat oleh reward atau reinforcement. BAB VI MODEL PEMBELAJARAN Strategi pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran agar tujuan dapat dicapai secara efisien dan efektif. Strategi pembelajaran terdiri atas: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual lerning. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan digunakan antara lain: (1) ceramah (2) demonstrasi (3) diskusi (4) simulasi (5) laboratorium (6) pengalaman lapangan (7) brainstorming (8) debat (9) symposium. Metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran yang dapat diimplementasikan secara spesifik. Misal: penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relative banyak tekniknya akan berbeda dengan di kelas yang jumlah siswanya sedikit. Sementara taktik pembelajaran adalah gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru
yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni. Pendekatan, strategi, metode, taktik dan bahkan taktik pembelajaran yang dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil (2009) terdiri atas empat kelompok yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. BAB VII MOTIVASI BELAJAR Motivasi dapat bersumber dari dalam diri dan yang bersumber dari dalam diri dan yang bersumber dari luar diri. Motivasi intrinsic (dari dalam diri) muncul karena individu senang melakukannya. Motivasi mendorong dan member energy pada tingkah laku. Motivasi entrinsik adalah dorongan terhadap perilaku individu yang bersumber dari luar dirinya. Perilaku belajar siswa di sekolah dapat diamati mulai dari sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar. Menurut Biggs dan Tefler dalam Dimyati (2002) hal hal yang berpengaruh sebelum belajar adalah cirri khas pribadi siswa, minat, kecakapan, pengalaman dan keinginan belajar. Pada proses belajar hal yang berpengaruh adalah sikap dan motivasi, konsentrasi. Sesudah belajar, merupakan tahap untuk prestasi hasil belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat diamati dari perilakunya. Seorang siswa yang memiliki motivasi tinggi akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian dan keinginan yang kuat untuk terlibat atau ikut serta dalam proses belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang kuat akan bekerja keras serta memberikan waktu kepada usaha belajar sampai semua tugas tugas belajar terselesaikan. Perilaku yang penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. Belajar memberikan perubahan mental pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru (Dimyati, 2002). Bagi siswa motivasi belajar ini penting sebagai upaya untuk memberikan kesadaran diri tentang kedudukannya pada awal kegiatan belajar, pada proses dan hasil akhir belajar. Selain itu,
motivasi belajar juga penting untuk menginformasikan kepada siswa tentang kekuatan belajar yang dimilikinya dibandingkan dengan teman sebayanya. Informasi ini dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan belajar, memberikan semangat belajar dan menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar yang berkesinambungan. Motivasi belajar juga penting diketahui guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru terutama dalam membangkitkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil. Membangkitkan bila siswa tidak bersemangat belajar, mengubah siswa yang tidak termotivasi menjadi termotivasi. BAB VIII DESAIN PEMBELAJARAN Perencanaan pembelajaran merupakan penyusunan strategi sistematik dan tertata untuk melaksanakan pembelajaran. Prosedur penyusunan rencana pembelajaran diawali dengan aktivitas menetapkan sasaran perilaku, menganalisis tugas dan menyusun taksonomi instruksional. Sasaran perilaku adala pernyataan yang menyatakan perubahan dalam perilaku siswa untuk mencapai tujuan kerja yang diharapkan. Sasaran ini mengandung tiga bagian yaitu perilaku siswa, kondisi dimana perilaku terjadi dan criteria kinerja. Memganalisis tugas difokuskan pada pemecahan suatu tugas kompleks yang dipelajari siswa menjadi komponen komponen. Analisis ini dilaksanakan melalui tiga langkah yaitu menentukan keahlian atau konsep yang diperlukan siswa untuk mempelajari tugas dan mendaftar semua komponen yang harus dilakukan. Manajemen kelas merupakan aktivitas member perhatian pada kebutuhan siswa untuk mengembangkan hubungan kesempatan menata diri agar efektif dalam pembelajaran. Dua dimensi manajemen kelas yaitu pengelolaan fisik tempat belajar dan pengelolaan interaksi edukatif dalam pembelajaran. Dimensi fisik kelas yang efektif adalah: (1) mengatur kepadatan di area yang banyak digunakan untuk bergerak. (2) memastikan guru dapat melihat semua siswa dengan mudah. (3) materi yang sering dipakai dan perlengkapan siswa harus mudah diakses dan (4) memastikan agar semua siswa dapat melihat presenrasi kelas. Dalam manajemen kelas ditetapkan aturan untuk mengendalikan perilaku siswa. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu membuat aturan normatif didalam kelas. Semua kesepakatan atau normatif didalam kelas dapat dilakukan bersama dengan siswa sehingga setiap siswa dapat mengajukan usul tentang aturan yang diperlukan untuk
mengendalikan perilaku siswa. Dalam hal ini guru perlu menegaskan sejulah aturan dan prosedur yang harus dilakukan didalam kelas. Misalnya, pada awal tahun ajaran baru, guru menjelaskan aturan bahwa siswa harus datang tepat waktu, jika terlalu lama akan dikenai sanksi. Dengan alasan siswa akan kehilangan materi pelajaran yang penting jika datang terlambat. BAB IX PENILAIAN Astin (1993) mengemukakan penilaian merupakan suatu proses mengumpulkan informasi secara sistematik untuk membuat keputusan tentang individu. Keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang diperoleh berdasarkan aturan tertentu. Sudjana (2001) mengemukakan bahwa penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interprestasi yang diakhiri judgement. Suharsimi (2004) mengemukakan bahwa defenisi kata evaluasi seperti dalam kamus bahasa inggris menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati hati, bertanggung jawab, menggunkan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa evaluasi atau penilaian secara umum diartikan sebagai proses pemberian nilai. Dalam proses pemberian nilai tersebut, guru perlu hati hati, bertanggungjawab menggunakan pendekatan dan strategi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan defenisi yang telah dikemukakan diatas, dapat dikemukakan bahwa kata penilaian sebagai evaluasi mengandung makna: 1) proses pengumpulan data, 2) data dianalisis dalam rangka pemberian nilai atas sesuatu atau individu; 3) diatas dalam pemberian nilai terdapat pembuatan keputusan; 4) pembuatan keputusan dilakukan dengan menggunakan kriteria tertentu berdasarkan interpretasi judgement atas informasi yang dimilikinya yang dilakukan dengan berhati hati, bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan penilai. Degan demikian dapat dinyatakan bahwa hasil evaluasi adalah nilai. Kalau penilaian berkaitan dengan belajar peserta didik akan nilai yang diberikan adalah nilai tentang belajar peserta didik. Penilaian memiliki peran yang sangat besar dan tak kalah penting dibandingkan dengan komponen lain dalam pembelajaran. Beberapa guru sering beranggapan bahwa penilaian hanya dilakukan diakhir pembelajaran, sebenarnya tidaklah demikian. Penilaian
merupakan bagian integral dari pembelajaran. Penilaian memiliki kedudukan yang sangat pentingnya dengan bagian bagian lain dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru yang melaksanakan pembelajran perlu memiliki pemahaman yang benar tentang penilaian. KELEBIHAN: buku ini adalah buku ini sangat bermanfaat. Bagi semua kalangan, semua umur, segala jenis penduduk, buku ini dapat dibaca siapa saja. KELEMAHAN: Ilustrasi kurang banyak, sehingga menimbulkan kesan tidak seimbang dengan tulisan atau isi buku itu sendiri.
2. RINGKASAN BUKU PEMBANDING I Artikel 1 Hakikat Manusia dan Pendidikan Pendidikan adalah upaya normatif yang membawa manusia dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya. Kemana manusia mau dibawa melalui upaya pendidikan? Jawabannya harus ditemukan melalui dan bermuara kepada pemahaman tentang
hakikat manusia. Berbicara tentang hakikat manusia tidak akan terlepas dari pertanyaanpertanyaan antropomorfik karena pandangan manusia terhadap dunia dan dirinya tidak bisa lepas dari sudut pandang eksistensial manusia itu sendiri. Pertanyaan yang berkenaan dengan ‘Siapa saya?”, “Apa dunia ini?", "Apa yang harus saya perbuat?”, "Apa yang dapat saya harapkan?”, merupakan pertanyaan di sekitar upaya memahami hakikat manusia. Kehidupan manusia yang penuh dengan serba kemungkinan telah menuntut manusia untuk melakukan pilihan dengan baik dan benar. Proses memilih bukanlah suatu proses mekanistik dan naluriah tetapi suatu proses moralitas yang melibatkan kemampuan nalar secara motekar (kreatif). Kemampuan nalar yang motekar ini dalam arti mampu berbuat lebih baik. " Berbuat kebaikan adalah melestarikan dan menyempurnakan nilai-nilai esensial,.” (K.A. Hamid, 1986: 171). Terkandung makna di sini bahwa pendidikan tidak hanya bertugas melestarikan nilai-nilai kehidupan, tetapi juga menumbuhkan keberanian motekar(“creative courage”) (Rollo May, 1980) untuk mengembangkan dan bahkan mungkin mengubah referensi nilai kehidupan ke arah yang lebih baik dan benar, atas dasar “keberanian Imani”. (A. Sanusi, 1984). Soepardjo Adikusumo (1986) menegaskan bahwa pendidikan itu merupakan proses transmisi pengetahuan, pengembangan budaya, terapi budaya, dan sebagai community.
Artikel 2 Pendidikan Sebagai Ilmu Tujuan utama ilmu adalah untuk memperoleh pengetahuan yang reliabel tentang perilaku alam dan perilaku manusia ( George F. Kneller. 1971: 334). Untuk tujuan dimaksud metode inkuiri digunakan sebagai metode khusus dalam ilmu, yang menggantikan metode intuisi, doktrin, dan akal lumrah (common sense), yang menghasilkan generalisasi dan teori yang bisa diuji berulang-ulang secara empirik. Inilah yang disebut dengan pendekatan ilmiah di dalam mencari kebenaran. Fakta-fakta yang dihimpun melalui metode inkuiri (observasi, pengujian hipotesis, deduksi dan validasi) akan menghasilkan generalisasi. Generalisasi yang teruji berulang-ulang secara konsisten akan membangun sebuah teori, yang selanjutnya teori akan digunakan sebagai landasan untuk memahami dan menguji berbagai fenomena atau fakta. Demikianlah berpikir keilmuan sebagai sebuah dialektika, yang akan selalu melahirkan tesis, hipotesis, dan antitesis.
Kondisi maksimum dimaksud tidak mungkin dikembangkan hanya menggunakan teknik-teknik psikologi atau teknik-teknik ilmiah semata tentang perilaku manusia tanpa diuji dan dilumatkan secara koheren dengan filsafat pendidikan. "Proses membawa" adalah situasi. Agama sebagai sumber kebaikan dan kebenaran dari segala sumber kebaikan dan kebenaran. Tapi mengapa masih harus berfilsafat? Agama adalah ajaran hidup yang bersumber dari wahyu Tuhan yang harus difahami dan diinternalisasi dengan atas nama Tuhan, atas dasar keimanan dengan menggunakan rujukan nilai-nilai ke-Tuhan-an; namun demikian agama tidak bersifat dogmatis. Internalisasi dan asimilasi nilai-nilai ajaran agama perlu lumat dengan kecerdasan dan hati yang akan membangun filsafat hidup. Filsafat hidup ini akan menjadi, antara lain, sumber filsafat pendidikan. Sampailah kepada pertanyaan: "Apakah pendidikan itu ilmu?". Setelah melakukan penjelajahan singkat untuk memahami makna pendidikan dan keilmuan pendidikan, ilmuilmu terkait yang digunakan dalam pendidikan, serta telaahan falsafah yang relevan, dapatlah dirumuskan kaidah-kaidah dasar berikut. 1. Pendidikan adalah upaya normatif yang membawa manusia untuk merealisasikan diri. 2. Proses membawa adalah tindakan pendidikan, perbuatan mendidik, relasi dan transaksi pendidikan, dalam menciptakan situasi pendidikan sebagai kondisi maksimum untuk memfasilitasi manusia merealisasikan diri. 3. Situasi pendidikan adalah kondisi maksimum untuk memfasilitasi realisasi diri yang dikembangkan dengan melumatkan pendekatan ilmiah (scientific bases) tentang perilaku manusia secara koheren dengan filsafat pendidikan. 4. Situasi pendidikan, dengan demikian, menjadi keunikan wilayah kajian pendidikan yang akan membedakan pendidikan dari ilmu-ilmu lain yang menjadi ilmu bantu pendidikan di dalam memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan perilaku manusia. Dari kaidah-kaidah yang disebutkan dapat ditegaskan bahwa Pendidikan adalah Ilmu. Pendidikan adalah ilmu normatif yang mengkaji situasi pendidikan. Pendidikan bukanlah ilmu fisik atau kealaman, bukan pula ilmu perilaku manusia dan biologi, sebagaimana penggolongan ilmu dibuat, melainkan sebagai ilmu normatif. Memang benar ilmu pendidikan bersifat hibrida karena dibangun dari ilmu-ilmu dasar, yang berkaitan dengan perilaku manusia, namun semua itu diuji koherensinya dengan filsafat, bersifat normatif dan melahirkan kajian unik wilayah pendidikan.
Artikel 3
Posisi Keilmuan Bimbingan dan Konseling3 Kiranya bukanlah hal yang kebetulan kalau nama jurusan yang ada di Universitas Pendidikan Indonesia adalah jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Ada falsafah di balik nama itu yang perlu diungkap untuk menjelaskan posisi keilmuan bimbingan yang di dalam pelaksanaannya menggunakan salah satu teknik bantuan yang disebut konseling. Konseling yang dipandang lebih dekat dengan bidang psikologi acapkali menimbulkan tarik menarik antara psikologi di satu sisi dan pendidikan di sisi lain untuk memayungi dan mengakui bimbingan dan konseling sebagai anak kandungnya. Oleh karena itu penegasan posisi keilmuan bimbingan dan konseling, sebagai satu keutuhan, adalah hal yang perlu dilakukan. Seorang konselor harus berpegang pada filosofi yang jelas, namun dia tetap harus menghindarkan diri dari faham “completism” (suatu perasaan yang memandang diri “Saya adalah seorang konselor, bersertifikat dan terdidik, sekali jadi, untuk segalanya”. Isu filosofis dalam bimbingan dan konseling perlu didiskusikan sebagai sebuah kenyataan karena pemahaman atau cara pandang terhdap isu ini akan menentukan bagaimana sosok konselor dikembangkan dan bagaimana konselor membantu konseli. Pikiran lama namun masih tetap relevan dan menarik untuk dikaji adalah isu- isu filosofis yang menyangkut aspek: pribadi konselor, religius, hakikat manusia, tanggungjawab konselor, dan pendidikan konselor. (Dugald S. Arbuckle, 1958). Isu pribadi konselor menyangkut hingga mana hubungan antara konsep diri dan tujuan konselor, dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan adalah sesuatu yang berorientasi filosofis, dan metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut akan diwarnai oleh filosofi konselor. Metode dan teknik bimbingan dan konseling merupakan refleksi dari filosofi konselor. Isu religius, hingga mana keyakinan (agama) yang dianut konselor mempengaruhi hubungan konselor dengan konseli. Apakah harus ada kesamaan agama antara konselor dengan konseli. Dapatkah konselor bertindak sama terhadap konseli walaupun berbeda keyakinan? Isu hakikat manusia, terkait dengan bagimana konselor memandang manusia. Pandangan ini akan terefleksikan dalam bagaimana konselor memperlakukan klien dalam proses bimbingan dan konseling. Isu tanggung jawab, terkait dengan konsep peran konselor di dalam masyrakat dan persoalan konfidensialitas. Haruskah konselor berpikir sebagai “menjadi konseli” dan oleh karena itu dia tidak akan pernah membuka informasi yang konfidensial? Jika kepribadian konselor terefleksikan di dalam metode dan teknik, jika orientasi religius dan pandangan konselor tentang hakikat manusia mempengaruhi pendekatan. Karena interaksi konselor dengan
konseli merupakan wujud komitmen filosofis, konselor harus bergelut dengan pertanyaanpertanyaan epistemologis, yaitu: (1) Apakah manusia mengetahui dunia ekstramental atau hanya mengetahui duniannya sendiri? (2) Apakah pengetahuan tentang manusia merepresentasikan secara valid tentang dunia ekstramental?, (3) Dapatkah manusia mencapai kesepakatan tentang hakikat kenyataan ekstramental?. (Daubner & Daubner, 1969). Ada tiga posisi konselor atas pertanyaan epistemologis ini, yaitu (Daubner & Daubner, 1969): (a) posisi realis, yang meyakini bahwa ekstramental itu ada dan manusia dapat mencapai pengetahuan yang valid tentang dunia ekstramental, berbagai observasi bisa mencapai kesepakatan, (b) posisi fenomenalis, yang meyakini bahwa dunia ekstramental itu ada tapi tak seorangpun bisa memperoleh pengetahuan valid, dan tidak bisa juga dicapai kesepakatan. Dalam konteks keilmuan, bimbingan dan konseling ada dalam wilayah ilmu normatif dengan fokus kajian materialnya adalah proses bagaimana memfasilitasi dan membawa manusia berkembang dari kondisi apa adanya (what it is) kepada bagaimana seharusnya (what should be). Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis, yang memanfaatkan pengetahuan dan teknik-teknik psikologis dalam memfasilitasi perkembangan individu. Konteks tugas Bimbingan dan Konseling adalah kawasan layanan bantuan yang bertujuan memandirikan individu normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum (the common good) melalui pendidikan. (Ditjen Dikti: 2007). Karena sifat normatif pedagogis ini maka fokus orientasi bimbingan dan konseling adalah pengembangan perilaku yang harus dikuasai oleh individu untuk jangka panjang; menyangkut ragam proses perilaku yang mencakup pendidikan, karir, pribadi, keluarga, dan proses pengambilan keputusan. Dalam upaya memfasilitasi perkembangan individu itu seorang konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan dan konselor harus mampu "datang lebih awal" memasuki dunia individu masa depan dimaksud. Ini menyiratkan seorang konselor perlu memiliki falsafah hidup dan kepribadian yang matang, memahami tujuan universal bimbingan dan konseling, sebagai landasan di dalam upaya memfasilitasi perkembangan konseli. Artikel 4 Adekuasi Penyesuaian Diri: Konsep Perkembangan Optimal
Adekuasi penyesuaian diri merupakan aspek fundamental dalam proses bimbingan dan konseling. Pendidikan pada umumnya dan bimbingan pada khususnya bertujuan membantu individu mengembangkan suatu sistem penyesuaian diri yang adekuat untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perkembangan optimal dalam arti individu berkembang sesuai dengan potensi dirinya, yang mengandung arti bahwa individu harus memahami dirinya, kesempatan yang tersedia, dan melakukan pilihan yang realistik untuk mengembangkan potensinya. Pola penyesuaian diri adalah suatu kondisi yang terbentuk pada diri manusia; merupakan suatu sistem yang dinamik untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Pola penyesuaian diri terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungan. Kemampuan memilih mempunyai makna yang sangat mendalam karena menyangkut masalah kesadaran akan diri sendiri maupun lingkungan; dan kesadaran tersebut merupakan dimensi dari realisasi diri. Menurut Sikun Pribadi (1971 a, h. 15 dan 23) realisasi diri ini berkaitan dengan konsep psiko-higiene sebagai suatu kondisi hidup untuk berkembangnya kesadaran akan tanggung jawab, karena psiko-higiene ini mengandung faktor kesusilaan yang tak terpisahkan dari faktor kemanusiawian. Prinsip ini mengandung arti bahwa psiko-higiene merupakan aspek tujuan pendidikan dan bimbingan yang harus dicapai oleh pembimbing maupun yang dibimbing. Prinsip fundamental dalam bimbingan ialah bahwa bimbingan itu akan efektif apabila didasarkan kepada masalah dan kebutuhan individu dengan memperhatikan sifat manusiawinya. Sifat manusiawi yang esensial ialah kebebasan menentukan dan mengarahkan diri sendiri atas tanggung jawab sendiri. Bimbingan berupaya dan bertujuan membantu individu mengambil keputusan atas dasar: pemahaman diri dan lingkungannya disertai kesedian melaksanakan keputusan yang diambilnya. (Disarikan dari: McDaniel. 1961: 144-145). Diungkapkan pula oleh Heaves dan Heaves (Narayana Rao. 1981: 53) bahwa tujuan utama bimbingan adalah mendorong individu untuk: menilai, menetapkan, menerima dan berbuat atas pilihannya. Prinsip tersebut mengandung implikasi bahwa keputusan yang diambil melalui proses bimbingan adalah keputusan diri sendiri (self-decision). Ini berarti pula bahwa individu bertanggung jawab sepenuhnya (fully self responsibility) untuk mengembangkan dan merealisasikan dirinya, sehingga kesadaran akan tanggung jawab itu merupakan dimensi pada diri individu yang perlu dikembangkan di dalam proses bimbingan. Langeveld melihatnya bahwa pendidikan itu membantu manusia ke arah “zelfverantwoordelijice zelfbepaling”, yakni kemampuan
menentukan diri sendiri, menentukan corak atau watak kepribadiannya atas tanggung jawab sendiri. Adekuasi penyesuaian diri sebagai aspek fundamental dalam proses bimbingan, karena melalui bimbingan individu dibantu mengembangkan kemampuan memilih melalui estimasi terhadap kemungkinan situasi yang akan dihadapi serta bersedia menerima konsekuensi pilihan atas kesadaran dan tanggung jawab sendiri. Artikel 5 Kemandirian: Tujuan Bimbingan dan Konseling Apakah kemandirian menjadi tujuan dan wilayah studi bimbingan dan konseling? Sebagai upaya pedagogis tujuan bimbingan dan konseling mesti sejalan dengan tujuan pendidikan. Secara fenomenologis pendidikan merupakan proses interaksi yang selalu berhadapan dengan kepribadian manusia yang sedang berada dalam proses menjadi untuk menemukan keberadaan dirinya. Pendidikan bertujuan membantu manusia mencapai realisasi diri, menemukan dirinya sendiri sebagai mahluk individual, sosial dan mahluk Tuhan. Kembali ditegaskan apa yang diungkapkan Sikun Pribadi (1971: 225) bahwa: “ the general aim of education is the facilitation of creating the personal maximum condition for selfrealization.” Istilah realisasi diri (self realization) mengandung arti yang sangat luas karena menyangkut masalah kesadaran individu terhadap dirinya sendiri maupun lingkungan sebagai life-space-nya tahap peragaman ini manusia sudah memiliki kemampuan instrumental, tapi dia belum sampai kepada kemandirian karena aksentuasi penampilan dirinya baru dalam aspek - aspek kehidupan tertentu. Proses peragaman dan spesialisasi ini sebenarnya baru merupakan proses pemilikan (having) akan pengetahuan, keterampilan, tek-nologi, dan masih harus berlanjut ke tingkat being sebagai dimensi kehidupan yang lebih penting , yakni upaya memantapkan jati diri (Fuad Hassan, 1986). Tingkat peragaman ini harus berlanjut ke tingkat integrasi, atau tingkat mendunia (Driyakara) yakni tahap mendekatkan diri kepada dunia yang dihidupi dan dihadapi, dan bukan mengasingkan diri sehingga timbul kemandirian tak aman (Maslow). Demikianlah bahwa konsep kemandirian itu sebagai konsep totalitas kepribadian dan kehidupan manusia yang harus paralel dengan tujuan hidup manusia. M.I. Soelaiman. Dikatakan bahwa dalam kehidupan ini manusia menampilkan: (1) kedirian, yang menunjukkan pengukuhan dirinya dan bahwa dirinya itu berbeda dari yang lain. Akan tetapi kedirian itu tidak pernah berlangsung dalam kemenyendirian melainkan dalam:
(2) komunikasinya dengan berbagai pihak baik dengan lingkungan fisik, orang lain, diri sendiri, maupun dengan Tuhannya. Komunikasi manusia dengan berbagai pihak ini menunjukkan adanya: (3) keterarahan dalam diri manusia yang menyatakan bahwa hidupnya ini bertujuan. Proses penwujudan dan pencapaian tujuan ini menghendaki adanya: (4) dinamika yang menyatakan bahwa manusia memiliki pikiran, kemampuan dan kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, dan tidak menjadi objek yang dipolakan atau digerakkan oleh (orang) lain. Keempat fenomena itu tampil secara terintegrasi dalam keterpautannya dengan: (5) sistem nilai, sebagai elemen inti dari tujuan dan cara hidup. Dapatlah ditegaskan bahwa kemandirian adalah sebuah proses perkembangan, terbentuk melalui proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Sebagai upaya pedagogis, bimbingan dan konseling bertugas mengembangkan atau menyiapkan lingkungan yang mampu memperkaya kehidupan kemandirian individu dalam hubungannya dengan kehidupan orang lain dan dunianya. Esensi tujuan bimbingan dan konseling adalah memandirikan individu; kemandirian (autonomy) adalah tujuan bimbingan dan konseling. Kemandirian yang sehat akan tumbuh melalui interaksi yang sehat antara individu yang sedang berkembang dengan lingkungan dan budaya yang sehat pula. Di sinilah letak esensi upaya pedagogis dalam proses bimbingan dan konseling. Dalam konteks pengembangan kemandirian, tujuan bimbingan dan konseling tidak sebatas sebagai proses pemecahan masalah yang hanya bersifat kekinian, melainkan terarah kepada penyiapan individu untuk dapat menghadapi persoalan-persoalan masa depan dan menjalani kehidupan sebagai anggota masyarakat maupun sebagai mahluk Allah Yang Maha Kuasa. Bimbingan dan konseling bertugas memfasilitasi individu menguasai perilaku jangka panjang yang diperlukan di dalam kehidupannya, dalam mengambil keputusan sosial-pribadi, pendidikan, dan karir Konstruk dan teori perkembangan kemandirian perlu difahami oleh konselor sebagai dasar perumusan perilaku jangka panjang yang harus dikuasai individu, dan sebagai standar yang mengarahkan upaya-upaya bimbingan dan konseling. Model teori atau konstruk dimaksud di antaranya model perkembangan karakter. Artikel 6 Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling Ditegaskan kembali bahwa pendidikan memiliki fungsi pengembangan, membantu individu mengembangkan diri sesuai dengan fitrahnya (potensi), peragaman (diferensiasi),
membantu individu memilih arah perkembangan yang tepat sesuai dengan potensinya, dan integrasi, membawa keragaman perkembangan ke arah tujuan yang sama sesuai dengan hakikat manusia untuk menjadi pribadi utuh (kaffah). (Sunaryo Kartadinata: 1988). Upaya bimbingan dan konseling dalam merealisasikan fungsi-fungsi pendidikan seperti disebutkan terarah kepada upaya membantu individu, dengan kemotekaran nalarnya, untuk memperhalus (refine), menginternalisasi, memperbaharui, dan mengintegrasikan sistem nilai ke dalam perilaku mandiri. Bimbingan, sebagai upaya pendidikan, diartikan sebagai proses bantuan kepada indvidu untuk mencapai tingkat perkembangan diri secara optimum di dalam menavigasi hidupnya secara mandiri. Ada dua kata kunci yang perlu dimaknai lebih dalam dari definisi ini. Pertama, bantuan dalam arti bimbingan yaitu memfasilitasi individu untuk mengembangkan kemampuan memilih dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri. Kerangka kerja bimbingan dan konseling yang dibangun dengan berdasar kepada prinsipprinsip yang diuraikan adalah kerangka kerja berbasis pengembangan lingkungan yang memandirikan. Kerangka kerja ini mengandung sejumlah implikasi bagi konselor. (Sunaryo Kartadinata. 1996 dan 2007) Pertama, konselor akan berada pada ikatan bimbingan dan konseling individual maupun kelompok dengan ragam proses perilaku yang menyangkut pendidikan, karir, pribadi, pengambilan keputusan, keluarga, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengayaan pertumbuhan dan keefektifan diri. Konselor dipersyaratkan menguasai pengetahuan tentang perkembangan manusia dan ragam teknik asesmen perilaku dan lingkungan. Kedua, konselor melakukan intervensi yang terfokus pada pengembangan pencegahan maupun remediasi; membantu individu maupun kelompok untuk meningkatkan mutu lingkungan baik secara fisik, sosial, maupun psikologis yang dapat memfasilitasi pertumbuhan individu yang bekerja, belajar, atau hidup di dalamnya. Konselor dikehendaki memiliki kompetensi14 untuk mengantisipasi sosok perkembangan individu yang diharapkan dan menguasai kompetensi psikologis dan kompetensi pikiran (mindcompetence) untuk mengembangkan lingkungan yang memandirikan. Konselor harus datang lebih awal ke dunia kehidupan (individu) masa depan. Ketiga, konselor berperan dan berfungsi sebagai seorang psychoeducator dengan perangkat kompetensi psikopedagogis untuk memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Konselor harus kompeten dalam hal memahami kompleksitas interaksi individu dalam ragam konteks sosial dan budaya (cultural diversity competence), menguasai
ragam bentuk intervensi psikopedagogis baik inter maupun antarpribadi dan lintas budaya, menguasai strategi asesmen lingkungan dalam kaitannya dengan keberfungsian individu dalam lingkungan, dan memahami proses perkembangan manusia. Kritik KELEBIHAN : Dalam buku yang ini, terdapat beberapa bagian yang sulit dimengerti karena dalam pembahasan tidak ada keterangan lebih jelas. Selain itu, pembaca melihat bahwa dibeberapa bagian, beliau tidak memberikan contoh yang jelas dan disesuaikan dengan apa yang dimasukan ke dalam teori sebelum pembahasan. KELEMAHAN : Halaman 223 menyajikan satu kolom contoh lembar kerja metode. Kolom yang disajikan masih kosong, dan tidak ada contoh dari kolom yang sudah terisi, sehingga untuk melihat cara bagaimana mengisisnya juga kurang dapat dipahami..
3. RINGKASAN BUKU PEMBANDING II BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian dan Definisi Psikologi Pendidikan
Pengertian dan definisi Psikologi Pendidikan dapat dilihat dari dua sudut yakni etimologi dan terminologi. Menurut etimologi (asal usul kata) Psikologi Pendidikan dapat dijabarkan dalam dua kata yakni “Psikologi” dan “Pendidikan”. Psikologi pertama secara etimologi adalah istilah hasil peng-Indonesia-an dari bahasa asing, yakni bahasa Inggeris “Psychology”. Istilah psychologi sendiri bersal dari kata kata Yunani ”Psyche”, yang dapat diartikan sebagai roh, jiwa atau daya hidup, dan “logis” yang dapat diartikan ilmu. Kedua secara terminologi (istilah) maka psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang memperlajari pernyataan (A.Sujanto,1985:1). B. Psikologi Pendidikan sebagai Disiplin Ilmu Kerangka kerja ilmu sebagai sebuah pengetahuan ilmiah didasarkan pada tiga syarat utama yakni; obyek, metode dansistematika (Jujun S. Suriasumantri,1984:9). Kualifikasi dari tiga syarat inilah yang menjadi satu disiplin ilmu diterima dijajaran ilmu-ilmu lainnya sebagai sebuah disiplin yang berdiri sendiri atau tidak. C. Kedudukan dan Hubungan Psikologi Pendidikan dengan Ilmu Lain Dalam struktur filsafat ilmu pengetahuan suatu obyek dapat didekati dari berbagai sudut pandang sesuai dengan sasaran dan tekanan pembahasan yang akan dilakukan. Diantara bidang ilmiah dari ilmu pengetahuan adalah filsafat fisika, filsafat astronomi,. Filsafat biologi dan filsafat ilmu ilmu sosial. (M.D. Ghony,tt:30). Prinsip di atas menggambarkan bahwa dalam satu disiplin ilmu selalu terlahir adanya percabangan dari induk ilmu yang ada sebelumnya. Untuk mengetahui kedudukan dan hubungan satu disiplin ilmu seperti Psikologi Pendidikan, maka ada dua pendekatan yakni; pendekatan deduktif dan pendekatan induktif. D. Psikologi Pendidikan untuk Strategi Pembelajaran Pendidikan adalah sebuah proses yang dilakukan anak manusia untuk mempersiapkan generasi muda. Sebagai sebuah proses maka pendidikan memerlukan media, ruang dan penataan, begitu juga dengan generasi maka memerlukan pemahaman tentang manusia. Bagaimana memahami kondisi manusia secara tepat dan benar, agar pelaksanaan pendidikan dalam dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan dan kehendaknya. Berbagai penelitian banyak dilakukan terhadap proses belajar, tentunya hasil penelitian tersebut menjadi dasar dasar bagaimana manusia memandang proses belajar. Pada gilirannya lahirlah apa yang disebut dengan teori belajar. Fungsi dari teori teori tersebut tentu memberi rambu rambu bagaimana kita harus memahami anak, memahami proses pendidikan, memahami kegiatan belajar dan lain sebagainya.
BAB II PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK A. Gejala Pertumbuhan dan Perkembangan Istilah pertumbuhan dan perkembangan dalam dunia psikologi dan pendidikan selalu mempunyai kaitan yang erat sekali. Istilah ini sering digunakan secara bergantian namun sebenarnya keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Tumbuh memang berbeda dengan berkembang. Sesuatu yang tumbuh adalah sesuatu yang bersifat material dan kuantitatif, sedangkan berkembang adalah suatu yang bersifat fungsional dan kualitatif. (Tadjab,1994:19). Pada diri seorang anak gejala pertumbuhan dan perkembangan selalu menyatu dalam proses pendidikan atau proses belajar yang dialami anak. B. Perkembangan Kemampuan Anak Kemahiran seorang anak diiringi dengan seperangkat vitalitas kehidupan baik itu jasmaniah, rohaniah maupun eksistensi. Jasmaniah artinya seperangkat fisik yang mengalami pertumbuhan, maka harus dipupuk diberi materi agar mampu bertahan hidup, sehat maka pendidikan jasmaniah diawali dari konsep ini. Rohaniah adalah seperangkat fsikhis yang mengalami perkembangan, maka harus dibina dan diberi bimbingan arah kehidupan agar mampu memiliki arti kehidupan. Eksistensi artinya seperangkat nilai yang mengalami perobahan keberadaan, maka harus dikembangkan dan diarahkan agar anak mempunyai satu nilai sosial dalam lingkungannya. C. Faktor Hereditas dan Prinsip Prinsipnya Faktor hereditas dalam hal ini adalah sifat sifat atau ciri yang diperoleh pada seorang anak atas dasar keturunan atau pewarisan dari generasi kegenerasi melalui sel benih. Sifat sifat ciri pembawaan tersebut ada dari pembawaan sejak lahir, dan masih merupakan benih, yang masih merupakan kekuatan/ potensi terpendam dalam diri seseorang. Potensi baru akan aktual dan tumbuh serta berkembang setelah mendapatkan rangsangan rangsangan dan pengaruh dari luar/faktor eksten. D. Pembelajaran yang Mempertimbangkan Potensi Anak Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan baik efisien dan efektif, mencapai hasil optimal, itulah gambaran dari apa yang diharapkan oleh para pendidik di akhir program pendidikan. Hasil seperti yang diharapkan tersebut di atas bentuk bukan hadiah, bukan datang dari langit, akan tetapi harus direncanakan, dikelola dikendalikan dengan baik. Untuk itu kegiatan pembelajaran adalah sebuah proses mengelola berbagai aspek yang terkait dengan pembelajaran BAB III
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. Pengertian dan Tujuan Belajar Belajar adalah syarat mutlak untuk menjadi pandai dalam semua hal, baik dalam hal ilmu pengetahuan maupun dalamhal bidang keterampilan atau kecakapan. Seorang bayi misalnya, dia harus belajar berbagai kecakapan terutama sekali kecakapan motorik seperti; belajar menelungkup, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan. Berikut beberapa definisi belajar menurut para ahli: Belajar adalah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingahlaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. B. Faktor Faktor yang mempengaruhi Belajar Belajar adalah sebuah proses kegiatan atau aktivitas yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Keadaan-keadaan yang mengiringi kegiatan tersebut jelas mempunyai andil bagi proses dan tujuan yang dicapai, maka hal itu disebut dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Berhasil tidaknya seorang dalam belajar bertanggung jawab pada banyak faktor, antara lain; kondisi kesehatan, keadaan inteligensi dan bakat, keadaan, minat dan motivasi, cara belajar siswa, keadaan keluarga dan sebagainya. C. Tipe Tipe Belajar Dalam pendidikan teori-teori tentang belajar dan pembelajaran merupakan satu rangkaian yang sangat membantu seorang pendidik untuk melakukan kegiatan pembelajaran dan pengembangan pembelajaran itu sendiri. D. Kedudukan Belajar dalam Strategi Pembelajaran Merencanakan masa depan intinya adalah pendidikan, dalam pendidikan intinya adalah pembelajaran, dalam pembelajaran yang dibahas adalah kegiatan belajar. Sampai disini benar kata Ivor K. Davies bahwa hakikat pendidikan adalah belajarnya murid dan bukan mengajarnya guru.(Ivor K. Davies: 1991:31) Kegiatan belajarnya peserta didik akan dapat menentukan keberhasilannya, artinya keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh belajarnya. Untuk itu belajar perlu direncanakan, ditata, dikelola, diberi kondisi,dievaluasi dan dikembangkan serta dapat dikendalikan sesuai dengan keadaan siswa yang belajar BAB IV TEORI TEORI BELAJAR
A. Pengantar Teori Teori Belajar Secara garis besar teori belajar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pembagian ini didasarkan atas pandangan belajar dalam mengenal manusia yakni: Pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus yang terdapat dalam lingkungan. Menurut pandangan ini manusia dapat dimanipulasi, tingkah lakunya dapat dikontrol. Caranya adalah dengan mengontrol stimulus-stimulus yang ada dalam lingkungannya. B. Tiga Teori Belajar . Teori Operan Conditioning Dalam sejarah ilmu pengetahuan telah terjadi dua kutub yang sangat berbeda untuk memahami hakikat realitas, hakikat buah pikiran manusia hal ini terdapat pada pikiran Plato beraliran Setiap seorang mendapat satu stimulus maka ia akan melakukan respon, apabila stimulus dapat di manipulasi atau ditata sedemikian rupa maka akan mengakibatkan respon yang diinginkan dari manipulasi tersebut. Apabila respon itu benar seperti yang diinginkan kemudian diberi penguatan maka hasilnya akan menggembirakan kemudian akan diulanginya kembali ini disebut dengan reinforcement. BF.Skinner memandang ini murni kegiatan behavioristik sementara itu RM.Gagne teori belajar yang disusunnya merupakan perpaduan yang seimbang antara behaviorisme dan kognitivisme, yang berpangkal pada teori proses informasi. (Soekamto dan Winataputra, 1987:30) Dalam peta sejarah psikologi BF. Skinner adalah termasuk dalam kelompok berfikir tentang ilmu perilaku manusia harus didasarkan pada empirisme. Sehingga ia dianggap penerus dari tokoh psikologi sebelumnya seperti JB.Watson, maupun Ivan Pavlov, sementara itu dalam Learning Theories for Teachers karya Moris BF.Skinner ditempatkan dalam kelompok K.W. C. Teori Belajar untuk Pembelajaran Bila seorang pendidik melakukan kegiatan pembelajaran didasari oleh teori yang tepat, hasil hasil penelitian terbaru, kemudian bacaan yang memadai, pada gilirannya ia akan kaya dengan berbagai strategi dan metode pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Teori tentunya diharapkan menjadi pegangan bagaimana ia memandang anak sebagai peserta didik yang mengikuti kegiatan belajar, ia juga akan menempatkan proses belajar sebagai kegiatan yang memiliki sistem dan aturan. Apa pentingnya teori untuk kegiatan pembelajaran, apa pula pentingnya hasil penelitian untuk meningkatkan kemampuan mengajar. Teori belajar secara ideal mencakup secara luas mengenai kenapa perubahan-perubahan belajar tejadi namun tidak lengkap dalam hal implikasi praktisnya agi pendidik. Sedangkan teori pengajaran
idealnya mencakup secara luas mengenai prinsip-prinsip praktis namun tidak lengkap mengenai bagiamana prosedur prosedur perubahan itu terjadi. BAB V KEMAMPUAN DAN INTELIGENSI A. Kemampuan Dasar Manusia Setiap individu adalah hasil dari dua keturunan atau dua faktor utama yakni; hereditas dan lingkungan. Kedua faktor inilah yang sangat berarti mempenyaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Agar individu dapat dipelajari secara utuh, hal ini harus dilihat dari banyak faktor utama yakni: 1. Hereditas bekerja dengan melalui sel sel benih. Prinsip-prinsip reproduksi ini berarti, bahwa ciri ciri atau karakteristik karakteristik yang dipelajari oleh orang tua tidak diteruskan kepada anaknya. 2. Setiap jenis menghasilkan jenisnya sendiri. Prinsip konformitas ini berarti, bahwa setiap anggota jenis atau golongan (species) mengikuti suatu pola umum. 3. Sel benih (germ-cell) mengandung banyak diterminant yang berkomunikasi dengan cara cara yang beraneka warna untuk menghasilkan perbedaan perbedaan individual. Prinsip variasi ini berarti, bahwa anak anak mungkin menyerupai dan mungkin pula tidak menyerupai orang tua mereka mengenai suatu sifat tertentu. 4. Anak ataupun keturunan cenderung untuk menuju keratarataan (avarage) mengenai suatu sifat tertentu. Prinsip regresi filial ini turut pula menerangkan adanya variasi variasi dari orang tua. B. Kognitif, Afektif dan Psikomotor Tujuan pendidikan atau tujuan instruksional telah lama dirumuskan oleh para ahli rancangan pembelajaran. Dalam perkembangannya mereka banyak memperoleh keberhasilan keberhasilan baik dalam bidang item yang akan diukur serta metode pengukuran itu sendiri. Binyamin S. Bloom bersama rekan rekannya adalah dianggap orang pertama yang mempelopori penemuan klasifikasi tujuan instruksional (educational objecitves). Pada tahun 1956 terbitlah karya “Taxonomy of Eduational Objectives Cognitives, Affective Domain”. D. Perkembangan dan Pengukuran Inteligensi Kemampuan yang dapat diperoleh dari inteligensi ini adalah dapat diketahui dengan cara menggunakan tes inteligensi. Tes ini dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai satupaket alat ukur terpadu untuk melihat tingkat kemampuan yang ada pada diri seorang individu. Sejak awal disadari bahwa tes untuk mengukur kemampuan inteligensi seseorang
adalah tidak ada yang sempurna sama sekali. Dalam hal ini diketahui bahwa ebilitas mental yang sangat kompleks menjadikan pengukuran hanya sebatas disusun, dibentuk dan dilengkapi. Untuk itulah maka ditegaskan sekali lagi bahwa; macam macam test ebilitas mental. Tes inteligensi dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Individual atau kelompok 2. Bahasa atau verbal, bukan bahasa atau non verbal atau perbuatan 3. Mudah atau lebih sukar, disesuaikan dengan umur atau tingkat tingkat sekolah. E. Intelligensi dan Pembelajaran Intelligence adalah satu kecerdasan yang dimiliki manusia untuk merespon, mengadaptasi apa yang ada disekelilingnya dengan cara menggunakan berfikir, merasa dan bertindak. Multiple intelligence sebagai satu gagasan bahwa kecerdasan yang dimiliki manusia adalah beragam, dan masing masing individu memiliki keunikan tidak sama satu dengan lainnya. Proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah harus memperhatikan keragamam keceradasan yang dimiliki anak, dengan cara seperti ini, potensi dan hak anak akan dapat dihargai atas dasar perbedaan dan kemampuan. Akhirnya anak akan nyaman belajar dan dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Seorang guru sebaiknya memiliki wawasan multiple intelligence untuk merancang kurikulum, mengembangkan metodologi pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar anak. BAB VI KECERDASAN JAMAK A. Perkembangan Pengukuran Kecerdasan Kesempurnaan kepribadian manusia adalah tujuan hidup semua ummat, menuju kepada kesempurnaan tentu memerlukan belajar, latihan, meditasi penyadaran dan lain sebagainya. Yang paling rasional adalah dengan belajar manusia akan mendapatkan hasil, bila belajar didayagunakan atau diprogram secara tepat dan benar, maka akan memperoleh hasil seperti yang diinginkan. Pengukuran terhadap keberhasilan, terhadap potensi yang dimiliki, terhadap proses perubahan selalu berangkat dari pengalaman apakah itu penelitian maupun teori teori yang telah disusun sebelumnya. Seperti halnya dengan keberhasilan manusia ada yang melihat dari kepintaran otaknya, atau juga keterampilan kerjanya, atau juga kebaikan dalam menghadapi diri dan orang lain. Semakin banyak pengukuran dilakukan maka semakin banyak pula model model yang ditawarkan, semua tergantung dari mana sudut pandang melihat keberhasilan
B. Teori Teori Kecerdasan Jamak Goelman mengemukakan, bahwa kehidupan mental manusia dibentuk dari dua pikiran yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional yang bekerja dalam keselarasan yang erat, dan saling melengkapi. (Goleman,2001:11-12). Kecerdasan pikiran rasional diukur dengan IQ (intelligence Question). Test IQ digunakan sebagai dasar meramalkan kemampuan bidang karir akademik. C. Kercerdasan Jamak dan Pengukurannya Pandangan terhadap kegandaan (multiple) kecerdasan dipelopori oleh Gardner. Siapa sebenarnya Gadner itu? Dalam sebuah tulisan di Ensyclopedia Encarta disebutkan; American psychologist Howard Gardner originated the theory of kecerdasanjamaks. Gardner’s theory sought to broaden the range of human abilities that should be considered aspects of intelligence.Woodfin Camp and Associates, Inc./Paula Lerner © 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights reserved. D. Penerapan Kecerdasan Jamak dalam Pembelajaran Memperkenalkan kecerdasan jamak dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dalam tiga bentuk utama yakni; orientasi kurikulum, metodologi pengembangan pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran E. Kecerdasan Jamak untuk Pembelajaran Kecerdasan jamak kini telah banyak dikembangkan dari sejak kajian teoretis sampai pada berbagai praktek kegiatan pendidikan dan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Kajian kajian tentang pengembangan kemampuan anak berdasarkan kecerdasan jamak ini diharapkan memberikan satu nuansa baru bagaimana sebenarnya hakikat manusia dari sisi potensi, bakat dan kemampuannya dapat dikembangkan secara optimal. Tentu kajian ini tidak berhenti sampai di sini saja. Lebih dari itu, masih terlalu dini untuk mengungkapkan bahwa kecerdasan jamak adalah yang terbaik dalam pengembangan kepribadian seorang anak. Namun yang pasti memberi kesempatan bagi guru dan peserta didik sejak awal, khususnya tentang kecerdasan jamak kiranya dapat memberikan satu motivasi yang kuat, bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran perlu dikaji lebih jauh. diharapkan menjadi nilai nilai inspirasi bagi upaya peningaktan kemauan dan kemampuan dalam memahami kecerdasan jamak tersebut. BAB VII KECAKAPAN BERBAHASA A. Pengertian Kecakapan Berbahasa
Sulit dibayangkan apabila manusia tidak dapat berkomunikasi dengan sesamanya, bagaimana ia harus menyapaikan apa yang dirasakan, apa yang dikehendaki, dan apa yang tidak diinginkan. Dirasakan, dikehendaki dan diinginkan, ketiganya menjadi bagian penting dari seorang individu ketika ia berinteraksi dengan orang lain, dan interaksi inilah yang melahirkan pola komunikasi untuk menyatakan kesamaan, kesetujuan dan akhirnya dapat memenuhi semua apa yang dialami. Bahasa lahir dari perlunya interaksi dan komunikasi baik antara individu dengan individu lain, antar individu dengan kelompok, antar individu dengan bukan manusia dan lain sebagainya. B. Perkembagan Kecakapan Berbahasa Perangkat tubuh manusia dilahirkan ke muka bumi adalah untuk difungsikan menjadi alat bantu bagi kehidupan. Panca indra, dari telinga untuk mendengar, mulut untuk berbicara, mata untuk melihat, kulit untuk merasa, dan lain sebagainya, semuanya tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan fisik pada pancaindra beriringan pula dengan perkembangan fungsional dari kemampuan indra tersebut. C. Kecakapan Berhasa Asing Ketika seseorang mampu berkomunikasi dengan banyak orang itu berarti ia dapat mengadaptasikan dirinya pada berbagai lingkungan, “dimana bumi di pihak di situlah langit dijunjung”. Makna tersebut dimanapun kita berada maka adat istiadat, budaya, bahkan bahasa sebaiknya kita terima dan dapat kita ikuti. Kemampuan kita menguasai berbagai bahasa selain bahasa ibu dengan baik dan benar adalah satu anugerah dari Tuhan, disamping didukung oleh bakat dan keinginan yang kuat. Artinya mampu berbahasa asing tidak semua orang dapat memilikinya, tetapi bagi mereka yang menginginkan akan lebih mudah mendapatkan kemampuan tersebut. Jadi belajar bahasa asing bukan semata mata karena tuntutan, kebutuhan atau faktor kebetulan, akan tetapi bakat dan keinginan menjadi seseorang menjadi terampil dalam berbahasa selain bahasa ibu. Disadari bahwa; memang kemampuan otak seorang anak kecil memungkinkan mereka belajar banyak hal, temasuk bahasa. Namun inti dari mengajarkan segala sesuatu kepada anak adalah sama sekali jangan sampai ada paksaan. D. Lingkungan yang Mendukung Ketika lingkungan menjadi bagian dari proses pembelajaran, maka situasi, sarana dan fasilitas, proses komunikasi semua orang yang terlibat menjadi bagian penting yang mendukung terjadinya proses pembelajaran tersebut. Dapat dibayangkan, bila orang tua disamping bahasa ibu, ia mencoba memberikan ketrampilan bahasa asing di rumahnya, apakah pada saat hari hari tertentu, atau waktu waktu tertentu, kepada anggota keluarga, hal
ini akan menjadi suasana yang menyenangkan. Suasana dalam hal ini adalah bagian dari kemampuan orang tua dalam mesetting keadaan, sebagai contoh apabila orang tua membuat kesepakatan pada anak apabila hari sabtu dan hari minggu, maka bahasa yang digunakan di rumah sebaiknya bahasa Inggeris, apabila pulang kampung pada keluarga di desa maka mereka menggunakan bahasa daerah. Pembiasaan dari kesepakatan ini, akan mengikat anak untuk ikut serta dan menyenangkan. Jadi lingkungan akan menjadi bagian dari pendukung proses penguasaan bahasa asing pada diri anak. E. Pembelajaran untuk Kecakapan Berbahasa Dengan sentuhan komunikasi yang baik, guru dan siswa dapat terlibat dalam sebuah pembicaraan yang serius, kadang pula tertawa, dan bahkan menjadikan emosi sebagai bagian dari pembicaraan tersebut. Mengapa itu dapat terjadi, hal ini disebabkan karena kedua telah memiliki pola komunikasi yang baik, yang disepakai oleh kedua belah pihak, sehingga tidak ada salah pengertian atau salah tanggap. BAB VIII DIMENSI KREATIVITAS DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN A. Menggagas Kreativitas Pada waktu kita bergerak melalui dasawarsa terakhir abad luar biasa ini yang menyaksikan pengrusakan yang tiada taranya dan kemajuan yang tak terbayangkan, pembunuhan massa yang paling kerjam dalam sejarah manusia dan terobosan terbosoan yang paling mengagumkan dalam kesejahteraan manusia, datangnya senjata senjata yang mematikan yang belum pernah terjadi dan pemeriksaan secara kreatif kedalam angkasa luar, kita menemukan diri pada titik penting dalam sejarah ras manusia yang panjang dan berliku liku di planet bumi ini. B. Pengertian dan Kedudukan Kreatifitas Berfikir kreatif sebagai sebuah sistem dapat dipandang dari berbagai sudut disiplin ilmu. Berfikir adalah aktualisasi dari cara kerja otak, dalam hal ini pengetahuan tentang anatomi otak sangat diperlukan maka lahirlah fisiologi. Kreatifitas adalah produk dari tata cara berfikir yang baik dan benar, maka lahirlah filsafat sebagai satu disiplin ilmu tentang tata cara berfikir. Kemudian sebagai satu gejala kejiwaan baik berfikir maupun kreatifitas maka lahirlah psikologi yang mencoba menjelaskan bagaimana fenomena jiwa dalam empat hal yakni; gejala mengenal (kognisi), gejala merasa (emosi), gejala kehendak (konasi) dan gejala campuran (kombinasi). (Atkinson:1981:26). C. Pendidikan Kreatif
Pendidikan adalah proses transfer nilai budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya diformat sedemikian rupa dengan harapan generasi mendatang akan lebih banyak mendapat pilihan, terbimbing untuk mendapatkan kesejahteraan. Penelusuran terhadap nilai budaya berarti menelaah lebih jauh nilai nilai yang terkandung dalam kehidupan sehari hari dari masyarakat antar berbagai zaman. Sementara itu antar generasi tentunya mengarah pada adanya satu tanggungjawab kemanusiaan agar warisan yang diberikan mempunyai nilai tambah sesuai dengan kemauan. Akan halnya dengan kesejahteraan adalah alternatifalternatif yang dijadikan flat form masa depan yang baik dan benar. Ketiga hal di atas ditata dalam satu kegiatan yakni proses transper dengan cara bimbingan kepada pelaku kegiatan pendidikan. D. Meningkatkan Pembelajaran Berbasis Kreativitas Menelaah tentang kreatifitas dalam psikologi dapat dikembangkan dari anatomi kreatifitas yang mencoba mengembangkan dari kemampuan dasar manusia. Dalam analisis ini penulis mencoba menguraikan aktualisasi kratifitas, pengembangan kreatifitas dalam dimensi psikologi, kemudian upaya merefleksikannya dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. BAB IX PERAN MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN A. Pengertian Motivasi Kemauan belajar pada anak tidak dapat tumbuh begitu saja, akan tetapi selalu diberi rangsangan yang mengakibatkan anak tersebut mau melakukannya. Hasilnya selalu tampak bahwa ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya sampai batas kemampuan yang ia miliki, disaat yang sama ada anak yang tidak mau sekolah. Begitu juga halnya dengan pilihan, ada anak yang ingin masuk ke perguruan tinggi dengan program studi yang diinginkannya, sementara orang tua dengan dalih berpengalaman atau kemampuan yang dimiliki, lebih memilihkan anak dengan program studi lainnya. Akhirnya orang tua dan anak tidak memiliki titik temu, apa yang terjadi. BAB IX PERAN MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN A. Pengertian Motivasi Kemauan belajar pada anak tidak dapat tumbuh begitu saja, akan tetapi selalu diberi rangsangan yang mengakibatkan anak tersebut mau melakukannya. Hasilnya selalu tampak
bahwa ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya sampai batas kemampuan yang ia miliki, disaat yang sama ada anak yang tidak mau sekolah. Begitu juga halnya dengan pilihan, ada anak yang ingin masuk ke perguruan tinggi dengan program studi yang diinginkannya, sementara orang tua dengan dalih berpengalaman atau kemampuan yang dimiliki, lebih memilihkan anak dengan program studi lainnya. Akhirnya orang tua dan anak tidak memiliki titik temu, apa yang terjadi? Program studi bukan pilihan si anak, sekolah tetap berjalan. C. Motivasi untuk Belajar dan Berprerstasi Belajar dilakukan dengan niat yang benar, dilaksanakan dengan baik, dan mencapai hasil atau prestasi yang gemilang, adalah sebuah harapan yang diinginkan oleh semua orang, semua anak sekolah. Untuk mencapai hal di atas maka ada tiga bagian penting; pertama, niat yang baik, artinya ia dengan niat yang yang benar, berarti ia belajar memang dilakukan dengan sepenuh hati, bukan karena diperintah, bukan karena dijadwal atau karena dihukum. Melakukan belajar kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja, dan bahkan belajar apa saja akan dilakukannya, selagi itu dalam koridor tidak menyalahi hukum. Kedua, belajar dilaksanakan dengan baik, maka seorang anak akan melakukan belajar dengan usaha usaha yang dapat dilakukan oleh semua orang, tidak curang, tidak merugikan orang lain. Belajar dengan benar menggambarkan seseorang melakukan kegiatan belajar sesuai aturan yang ditetapkan. Ketiga mencapai hasil yang gemilan, bahwa dengan belajar akan memperoleh hasil, hasil yang diperoleh benar benar adalah disebabkan kegiatan belajar bukan karena yang lain. D. Pembelajaran yang Mendayagunakan Motivasi Bila anak belajar dengan semangat yang tinggi, tanpa diperintah ia telah melakukan belajar sendiri, baik di rumah, disekolah, pada waktu belajar, pada waktu istirahat, maka pendidik atau guru selalu menggambarkan inilah anak sekolah yang baik. Bagaimana itu semua dapat terjadi, seorang pengajar biasanya hanya memberikan rangsangan rangsangan sehingga anak mau belajar, tetapi seorang pendidik yang benar maka ia akan mendalami bagaimana dunia anak, dan menjadikan anak belajar tanpa beban tetapi atas dasar dorongan dari dirinya sendiri. BAB X MASALAH KESULITAN BELAJAR A. Siswa dan Kesulitan Belajar Belajar adalah proses dimana seorang peserta didik mengalami perubahan dari satu kondisi kepada kondisi lain, kondisi yang lain tersebut tentu direncanakan, dikontrol dan
dikendalikan. Usaha pencapaian agar peserta didik sampai pada kondisi yang diinginkan tentu menempuh berbagai cara, melewati berbagai kondisi dan mengikuti beberapa prinsip yang menjadi atauran dalam belajar. Namun harus disadari bahwa ditengah tengah antara kondisi awal sampai kondisi tujuan terdapat beberapa hal yang menjadi rintangan baik datang dari siswa maupun dari luar diri siswa. B. Lupa dalam Belajar Satu penomena yang selalu menjadi masalah dalam pembelajaran adalah ketika peserta didik tidak dapat menceritakan kembali apa yang telah dipelajari. Hal tidak dapat menceritakan kembali secara sederhana disebut dengan “lupa”. Lupa dalam konteks pembelajaran merupakan bagian integral dari proses itu sendiri artinya terjadinya lupa sangat tergantung dengan kegiatan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. C. Lupa dalam Referensi Agama Islam Dalam agama Islam referensi tentang “lupa” banyak dijumpai, apakah dalam kisah, maupun dalam berbagai perintah dan ajaran. D. Pembelajaran yang Mendayagunakan Motivasi Bila anak belajar dengan semangat yang tinggi, tanpa diperintah ia telah melakukan belajar sendiri, baik di rumah, disekolah, pada waktu belajar, pada waktu istirahat, maka pendidik atau guru selalu menggambarkan inilah anak sekolah yang baik. Bagaimana itu semua dapat terjadi, seorang pengajar biasanya hanya memberikan
rangsangan rangsangan
sehingga anak mau belajar, tetapi seorang pendidik yang benar maka ia akan mendalami bagaimana dunia anak, dan menjadikan anak belajar tanpa beban tetapi atas dasar dorongan dari dirinya sendiri. BAB XI PENDIDIKAN KEPRIBADIAN Pengertian Kepribadian Dalam kehidupan sehari hari sering dijumpai satu orang individu berinteraksi dengan individu lainnya kadang menghadapi masalah, kadang akur dan kadang pula konflik. Hal ini merupakan fenomena wajar yang harus diterima sebagai kenyataan hidup, sebagai satu gejala yang ada dalam diri manusia. Karena merupakan kenyataan, maka penelitian tentang interaksi individu tersebut dapat dilakukan secara ilmiah, kemudian hal ini merupakan gejala individu maka dapat didekati dengan psikologi. kita, yang merasakan bebas untuk mengeritik, menyarankan, memerintah, membujuk, memuji atau mengancam agar kita melakukan kewajiban yang telah dibebankan kepada kita. (Williem J. Goode: 1985,9). Dalam hal ini tentunya kekuatan keluarga untuk membangun kepribadian anak sangat besar sekali. Dalam
keluarglah anak mulai mengenal apa yang disebut dengan individu, sendiri, bersama, berkelompok, egois, altruis dan lain sebagainya. Pengendalian keluarga tersebut adalah diperankan oleh orang tua, dengan demikian peran orang tua mempunyai arti yang sangat besar bagi upaya pembinaan dan pembentukan kepribadian anak sesuai dengan yang diinginkan oleh tujuan pembentukan keluarga itu sendiri. Karena itulah pemerintah menjadikan pendidikan keluarga sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional. (Departemen P dan K RI: 1990). mendukung kegiatan pembelajajaran anak, seperti halnya keluarga didalamnya bukan hanya kondisi fisik adanya anggota keluarga yang lengkap akan tetapi suasana baik itu komunikasi maupun situasi yang mampu memberikan kenyamanan bagi anak sehingga ia dapat belajar dengan baik pula. Tentu keluarga tidak lahir begitu saja, keluarga harus diawali dari adanya satu persepsi yang sama antara orang tua, anggota keluarga lain, pihak sekolah terhadap fungsi dan peran semuanya dalam kegiatan pendidikan. Dari sinilah lahir apa yang disebut dengan keluarga sebagai lingkungan pembelajaran.
KELEBIHAN : Pada buku ini penulis menyusun dengan menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. Penulis juga menggunakan banyak teori yang memuat pembaca banyak mengetahui teori-teori. KELEMAHAN : Pada buku ini penulis tidak membuat ranggkuman tentang inti.
BAB III PENUTUP 3.1 SIMPULAN Tips untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah. Penelitian dalam hal ini dibagi menjadi dua yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Penelitian kuantitatif berpijak pada apa yang disebut dengan fungsionalisme struktural, realisme, positivisme, behaviorisme dan empirisme yang intinya menekankan pada hal-hal yang bersifat konkrit, uji empiris dan fakta-fakta yang nyata. Sedangkan, penelitian kualitatif adalah suatu metodologi yang dipinjam dari disiplin ilmu sosiologi dan antropologi dan diadaptasi ke dalam seting pendidikan. Peneliti kualitatif menggunakan metode penalaran induktif dan sangat percaya bahwa terdapat banyak perspektif yang akan dapat diungkapkan. Penelitian kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pada pemberian suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan di bawah studi. Hal ini berangkat dari pengetahuan, berdasarkan pengalaman sosial adalah suatu proses ilmiah yang sah.
3.2 SARAN Sebaiknya dalam penulisan buku kedepan haruslah di tinjau lebih kritislagi agar tidak ada kesalahan dalam penulisan huruf, penggunaan tanda baca atau pemilihan kata yang tepat dan mudah dimengerti. Penyajian yang lebih menarik akan menambah minat baca para pembaca buku.