Cbr Perkembangan Hewan Kel.3 New.docx

  • Uploaded by: Emi'e Aruan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cbr Perkembangan Hewan Kel.3 New.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,811
  • Pages: 25
Mata Kuliah : PERKEMBANGAN HEWAN CRITICAL BOOK REPORT “Flatfish-An Asymmetric Perspective on Metamorphosis” (Persfektif Yang Tidak Simetris Pada Metamorfosis Ikan Gepeng)

Oleh: AGNES RUTH ERNA HUTAHAEAN

(4163141003)

EMELIA GINTING

(4161141017)

EMI KATANA ARUAN

(4161141018)

PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER A 2016

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2019

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan RahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report mata kuliah Perkembangan Hewan yang berjudul “Flatfish-An Asymmetric Perspective on Metamorphosis”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu/Bapak dosen yang bersangkutan yang sudah memberikan bimbingannya untuk membantu menyelesaikan laporan ini. Laporan Critical Book Report ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan Critical Book Report ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini. Tak ada Gading yang Tak Retak penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu ,penulis meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini dikemudian hari kelak. Akhir kata penulis mengucapkan

terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa

menambah pengetahuan bagi pembaca.

Medan, 11 Maret 2019

KELOMPOK 3

i|PERKEMBANGAN HEWAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................................. ii BAB I PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………...1 BAB II RINGKASAN ISI BUKU ............................................................................................................... 3 BAB III KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN BUKU ....................................................................... 19 3.1 Aspek Tampilan Buku .................................................................................................................................. 3.2 Aspek Layout dan Tata Letak.................................................................................................................... 3.3 Aspek Tata Bahasa BAB IV IMPLIKASI BUKU .................................................................................................................... 21 4.1 Teori Baru Yang Diperoleh ........................................................................................................................ 4.2 Manfaat Topik Review Bagi Pembangunan Indonesia .................................................................. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................... 22 6.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................................... 6.2 Saran ................................................................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 2299

ii | P E R K E M B A N G A N H E W A N

BAB I PENGANTAR 1.1 Identitas Buku Yang Di Review

Judul Buku I

: Animal Metamorphosis

Penulis

: Eric. H Baehrecke, et al.

TahunTerbit

: 2013

ISBN

: 9780123859792

Judul Buku II

: Flatfishes:Biology and Exploitation, 2nd Edition

1|PERKEMBANGAN HEWAN

Penulis

: Wiley-Blackwell

TahunTerbit

: 2015

ISBN

: 978-1-118-50119-1

 Judul buku III

: Developmental Biology

 Judul Sub-bab

: Metamorfosis

 Penulis

: Scott F. Gilbert, Karin Knisely

 Penerbit

: Sinauer Associates, Inc.; Pck Har/Pa edition

 Tahun terbit

: 2009

 Bahasa

: Bahasa Inggris

 ISBN-10

: 0878933719

 ISBN-13

: 978-0878933716

 Ukuran buku

: 8.8 x 2 x 11 inch

 Berat buku

: 5.4 pounds

1.2 Manfaat Buku (Chapter buku) Yang Di Review  Menambah wawasan mengenai bagaimana proses metamorphosis yang terjadi pada ikan khususnya pada Flatfish.  Melatih mahasiswa memberi pendapat kritis tentang suatu kajian materi yang dibahas pada masing-masing buku.  Meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan pendapat secara tertulis.  Meningkatkan kemampuan membandingkan buku.

2|PERKEMBANGAN HEWAN

BAB II RINGKASAN ISI BUKU 2.1 Buku I (Animal Metamorphosis) Dasar Genetik dari Asimetri Flatfish Arah asimetri dalam populasi flatfish polimorfik berada di bawah kendali genetik lingkungan variabel dapat mempengaruhi distribusi dan pemilihan relatif dan dengan bentuk sinistral. Selama embriogenesis, semua vertebrata menampilkan asimetri terarah dalam penempatan organ internal, juga sebagai asimetri morfologis pada habenula berpasangan, pineal, dan parapineal kelenjar diencephalon punggung otak (epithalamus). Perkembangan asimetris pada epithalamus, jantung, dan usus selama embriogenesis telah terbukti dikendalikan oleh ekspresi dari jalur nodal-lefty-pitx2 (NLP) di sisi kiri embrionik. Metamorfosis habenula flatfish mengalami dua bentuk perkembangan morfologis asimetris yang berbeda: (1) Asimetri volumetrik, di mana habenula kanan tumbuh lebih besar dari kiri pada kedua spesies flatfish sinistral dan dextral dan (2) Posisi asimetri, di mana pada spesies sinistral migrasi mata kanan disertai oleh gerakan ke kanan dari habenula di sepanjang diencephalon ventral, dan pada spesies dekstral, migrasi mata kiri disertai oleh gerakan kiri gerakan habenula. Pembentukan sisi mata pada peristiwa metamorphosis tidak berkorelasi dengan lateralitas ekspresi pitx2 atau penempatan organ visceral selama embriogenesis. Namun, ungkapan pitx2 di habenula kiri di metamorfosis memang sesuai dengan pembentukan sisi mata, sebagai hilangnya ekspresi pitx2 di habenula. Pada spesies flatfish baik dextral dan sinistral habenula yang tepat selalu tumbuh lebih besar dari kiri, di flatfish dengan morfologi metamorf terbalik asimetri volumetrik menjadi terbalik dan habenula kiri tumbuh lebih besar dari

kanan.

Pengembangan

sisi-mata

selama

metamorfosis

tidak tergantung

pada

diferensialpersarafan target otak tengah dorsal dan ventral oleh habenula kiri dan kanan yang ditetapkan selama embriogenesis. Asimetri Metamorfik Otak, Organ Sensori dan Perilaku Berbeda dengan mata, organ penciuman flatfish tidak berubah lokasi tetapi tidak menampilkan asimetri morfologis yang dramatis, dengan sisi mata organ penciuman, saraf, dan telencephalon secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terlihat. Proyeksi penciuman pusat juga telah ditunjukkan menjadi asimetris di musim dingin menggelepar (Pseudopleuronectes americanus), dengan telencephalon sisi buta menerima input penciuman kira-kira sama dari dua sisi, sedangkan telencephalon sisi bermata lebih besar daripada dan 3|PERKEMBANGAN HEWAN

menerima secara signifikan lebih banyak input dari organ penciuman sisi-mata. asimetri penciuman morfologis ini disertai oleh asimetri fungsional dalam respon terhadap berbagai aroma oleh masing-masing organ penciuman yang diukur dengan elektro-olfaktogram. Spesifik mekanisme yang bertanggung jawab untuk menginduksi posisi berenang miring dan perilaku menetap belakangan dalam flatfish pada dasarnya tetap tidak diketahui pada prinsipnya transisi mendadak ke perilaku lateralisasi dapat dipengaruhi oleh perubahan asimetris pada posisi mata, morfologi telinga bagian dalam, dan / atau pusat perubahan konektivitas atau aktivitas vestibular. Tiga garis bukti yang menunjukkan perilaku berenang dan menetap di flatfish bisa sepenuhnya dipisahkan dari dan karenanya terjadi secara independen dari penentuan posisi mata asimetris: (1) Perilaku makan yang miring dan berenang miring terlihat jelas sebelum dimulainya migrasi mata selama premetamorphosis, (2) Pengobatan larva premetamorphic muda dengan TH menginduksi renang miring akut dan menyelesaikan perilaku sebelum induksi migrasi mata, dan (3) Secara simetris varian flounder bermetamorfosis juga menampilkan normalisasi lateral perilaku berenang dan menetap meskipun tidak ada migrasi mata sama sekali. Perubahan Kraniofasial Asimetris dan Dasar Migrasi Mata Tulang orbital mata yang bermigrasi menyebabkan defleksi di jalur otot ekstraokular sebelum penyisipan, menyebabkan otot rektus lateral dan medial dari mata yang bermigrasi lebih pendek dari orang-orang dari mata yang berlawanan Otot ekstraokuler ini asimetri jelas diperlukan untuk mengakomodasi posisi mata akhir, meskipun tidak diketahui apakah perubahan panjang otot ekstraokular berperan aktif dalam mempromosikan migrasi mata. Penataan ulang tengkorak elemen untuk mengakomodasi migrasi mata dan transisi ke habitat bentik diketahui disertai dengan perkembangan gerakan asimetris dari rahang selama penangkapan mangsa untuk beberapa spesies flatfish. Sebagian besar perubahan metamorf pada tulang rawan dan tulang tengkorak tampak diwariskan di seluruh spesies flatfish dan peristiwa besar neurokranial asimetris Renovasi yang telah dijelaskan meliputi: (1) Pertumbuhan asimetris lempeng ethmoid dan tulang frontal yang berputar ke arah mata okuler mendatang (2) Resorpsi diferensial kartilago kiri dan kanan batang supraorbital (3) Proliferasi sel yang padat populasi fibroblas kulit khususnya di bawah mata yang bermigrasi.

4|PERKEMBANGAN HEWAN

(4) Pengendapan osteoblas di dalam lapisan sel yang padat untuk membentuk flens anterior dari sisi depan yang buta (kulit tulang), disebut "etmoid postlateral" (5) Peningkatan diferensial dalam volume pada sisi buta versus okuler "vesikel retrorbital," seperti kantung struktur fungsi yang tidak diketahui terletak di bawah kedua mata. Ada kemungkinan penghambatan suborbital proliferasi juga mencegah perkembangan ethmoid postlateral (dermal tulang yang diproduksi oleh jaringan suborbital), secara tidak langsung menghambat mata migrasi. Evolusi Datar: Perkembangan Perspektif Catatan fosil dari flatfishes yang paling nenek moyang dikenal (genus Amphistium dan Heteronectes) dari zaman Eosen (53 juta tahun yang lalu) menunjukkan tidak lengkap migrasi mata, dengan mata yang tersisa di sisi kepala yang berlawanan ikan postmetamorfik Temuan Friedman juga menunjukkan bahwa morphs dextral dan sinistral dalam setiap spesies leluhur terjadi dalam frekuensi yang kira-kira sama, berbeda dengan flatfishes modern, yang sebagian besar adalah monomorfik. Retensi seperti dextral dan sinistral mirip retensi leluhur ditemukan di flatfish hidup paling primitive. Oleh karena itu, tampak bahwa keberpihakan mata awalnya acak pada leluhur ikan pipih, sampai sistem perkembangan (seperti jalur NLP) berevolusi untuk mengontrol keberpihakan mata untuk alasan yang tetap ada tidak diketahui. Menariknya, flatfish leluhur ini dengan migrasi mata tidak lengkap juga terbukti tidak memiliki ethmoid postlateral (pseudomesial bar) yang tampaknya diperlukan untuk migrasi mata normal pada flatfish modern. 2.2 Buku II (Flatfishes:Biology and Exploitation, 2nd Edition) Pendahuluan: Masalah Ikan laut tumbuh dari puluhan ribu hingga jutaan telur per betina setiap tahun di Indonesia untuk meninggalkan keturunan yang cukup untuk mengganti diri mereka sendiri. Spesies sedang seperti plak (Pleuronecte platessa) dan flunder (Platichthys fl esus) menghabiskan hingga 44% energi tubuh mereka modal ke dalam proses pemijahan (Rijnsdorp 1994). Ada juga beberapa efek yang lebih halus pada genetika populasi disebabkan oleh pencampuran potensial dari kelompok pemijahan yang berbeda, termasuk depresi perkawinan sedarah atau hilangnya keuntungan adaptasi lokal karena kawin silang. Tentunya, bagaimanapun, harus ada beberapa manfaat luar biasa untuk tahap kehidupan planktonik? Satu manfaat akan menjadi potensi penyebaran dan kolonisasi habitat baru (Strathmann 1974). Selain itu, aliran gen antara kelompok pemuliaan mungkin ditingkatkan, sehingga menimbulkan efek bermanfaat dari hibrida.

5|PERKEMBANGAN HEWAN

Keuntungan lain dari tahap planktonik adalah untuk meminimalkan persaingan antar spesifikasi. Muda makan larva memanen banyak mangsa di ujung kecil dari spektrum ukuran plankton di laut. Larva ikan kecil memiliki kecepatan berenang lambat dan oleh karena itu kelimpahan mangsa adalah faktor penting dalam menentukan tingkat pertemuan dan keberhasilan makan. Sebagai larva tumbuh dan mereka kecepatan berenang meningkat, pergeseran ke mangsa yang lebih besar tetapi lebih sedikit menjadi mungkin karena kecepatan dan visi yang lebih baik sekarang mendominasi tingkat pertemuan. Pergeseran mangsa diizinkan secara ontogenetik pengembangan kecakapan dan perubahan sejarah kehidupan meringankan persaingan dengan ukuran lain kelompok ikan dari spesies yang sama.

Gambar 1. Kohort menurun untuk plak selama 2 tahun pertama kehidupan. Data diplot dari Van der Veer (1986) (berlian), Beverton & Iles (1992) (lingkaran) dan Nash (1998) (segitiga). Kekuatan kelas tahun dapat diatur selama tahap demersal pelagis dan pasca-larva awal dan angka Masalah larva melayang dan menemukan lingkungan pengasuhan untuk tahap selanjutnya adalah khususnya akut untuk fl atfi shes. Flatfi sedang bertelur dalam air lebih dalam dari pembibitan remaja mereka, dan sebagian besar spesies memiliki tahap remaja dengan habitat yang cukup spesifik (seperti ukuran butir sedimen dan preferensi suhu) dan persyaratan mangsa. Tujuan dalam bab ini adalah untuk menguraikan bagaimana spesies berbeda, atau bahkan subpopulasi di dalamnya spesies ikan hias, telah beradaptasi dengan kondisi transportasi, untuk membahas mekanisme fisik dan variabilitas spesifik habitat dalam transportasi, dan untuk menguraikan konsekuensi terhadap populasi biologi fl atfi shes. Telur dan larva ikan pipih di plankton: variasi bentuk dan fungsi, waktu dan ruang Berbagai aspek morfologi telur dan larva serta perkembangan ontogenetik mempengaruhi proses tersebut transportasi; beberapa di antaranya termasuk ukuran, bentuk, kepadatan, dan kemampuan berenang. Dimana dan ketika telur dan larva didistribusikan di plankton juga akan memainkan peran penting di dalamnya proses transportasi.

6|PERKEMBANGAN HEWAN

Variasi dalam bentuk dan fungsi Variasi dalam ukuran telur mungkin melibatkan adaptasi untuk meminimalkan predasi, menyediakan investasi maternal yang lebih besar pada individu, atau properti untuk memberi manfaat lain kepada anak, seperti durasi tahap telur yang lebih lama dimana larva tetas lebih maju secara perkembangan. Ukuran telur bisa sangat bervariasi di antara spesies congenerik.

Gambar 2. Log kecepatan renang rata-rata (mm s – 1) diplot terhadap panjang larva untuk ikan karang tropis (spesies pengelompokan di bagian atas grafik sekitar 10 BL s – 1) dan untuk enam spesies iklim sedang (pengelompokan sekitar 1 BL s – 1). Data berasal dari berbagai sumber yang diterbitkan dan menggunakan berbagai metode untuk mengukur kecepatan selama durasi yang berbeda. Perbedaan mungkin sebagian karena suhu. Ukuran larva flatfi shes juga cukup beragam. Panjang penetasan dapat bervariasi dari sekitar 2 mm untuk Pacifi c sand set hingga 10–16 mm untuk Greenland halibut. Secara umum, spesies yang tinggal lebih dalam menelurkan telur yang lebih besar dan memiliki kehidupan pelagis yang lebih panjang dan ukuran yang lebih besar pada metamorfosis daripada spesies yang tinggal lebih dangkal (Minami & Tanaka 1992). Beberapa spesies cepat cukup fleksibel dalam ukuran saat transformasi, sedangkan yang lain relatif tetap. Variasi waktu dan ruang di plankton Di daerah di mana arus kuat, telur tampaknya dilepaskan secara optimal arah dan jarak dari daerah pemukiman untuk menjamin keberhasilan kolonisasi (Gibson 1999). Ini adalah kriteria penting bagi sebagian besar remaja, karena remaja memiliki kamar bayi khusus dan persyaratan sumber daya. Dengan menggunakan plak sebagai contoh, larva dari spesies ini tidak bisa menunda metamorfosis, sehingga pemukiman yang dipaksakan dapat terjadi di habitat yang tidak cocok. Namun, terbaru larva plaice mungkin menunjukkan fleksibilitas fl perilaku yang cukup besar di pemukiman proses sebelum metamorfosis, seperti 'penyelesaian semu' (Tanaka et al. 1989) ketika larva diangkut ke daerah dangkal.

7|PERKEMBANGAN HEWAN

Mekanisme transportasi dan penyimpanan fisik Mekanisme penyebaran / retensi Transportasi dan retensi adalah proses fisik yang bertanggung jawab untuk memindahkan kehidupan pelagis awal tahapan menuju habitat yang sesuai, atau untuk menjaganya dalam habitat yang sesuai (lihat Norcross & Shaw 1984, untuk ulasan). Transportasi angin / Ekman Kondisi angin selama pengembangan larva untuk plak menunjukkan korelasi yang signifikan dengan kelimpahan 0-kelompok di sepanjang pantai Denmark (Nielsen et al. 1998) dan dengan kekuatan kelas tahun di pantai barat Swedia (Pihl 1990), yang melibatkan peran transportasi yang digerakkan oleh angin untuk perekrutan. Banyak spesies baru memiliki periode pemijahan utama di musim dingin-awal musim semi, ketika kuat angin terkait badai mendominasi, sehingga mungkin ada adaptasi terhadap sirkulasi yang disebabkan angin. Dalam hal ini, patut dicatat bahwa arus yang diinduksi angin lepas pantai sering menghasilkan vertical struktur geser dalam sirkulasi air laut pantai dangkal. Arus pasang surut / transportasi arus pasang surut selektif Arus pasang surut penting untuk transportasi larva di inlet pasang surut dan muara jika dikaitkan dengan perilaku migrasi vertikal (STST aktif). Perilaku ini biasanya berkembang pada tahap selanjutnya larva saat mereka mendekati zona pemukiman Sirkulasi muara Proses fisik lain membangun sistem sirkulasi dua lapis adalah pembuangan air tawar ke muara. Dalam hal ini lagi, interaksi yang kompleks antara migrasi vertikal /pergerakan dan adveksi horizontal sering berkontribusi besar pada transportasi / retensi telur dan larva pelagis. Migrasi vertikal digunakan oleh larva untuk memilih salah satu dari arah laut arus keluar di permukaan atau arus masuk di dekat bagian bawah untuk tujuan memasuki, meninggalkan atau tersisa di estuari (mis. Epifanio 1988). Front dan pusaran Reproduksi spesies yang bermigrasi sering terkonsentrasi di wilayah geografis dengan relative karakteristik hidrografi jangka panjang yang stabil, seperti bagian depan dan pusaran air (Norcross & Shaw 1984). Selain menyediakan mekanisme kemungkinan retensi telur dan larva di dalam pembibitan pantai, front dan pusaran berpotensi memainkan peran penting 8|PERKEMBANGAN HEWAN

dalam akumulasi dan produksi organisme mangsa, sehingga berkontribusi terhadap kelangsungan hidup dan perekrutan selanjutnya larva dipertahankan di sekitarnya (Nakata 1996). Munk et al. (1999) baru-baru ini didemonstrasikan variabilitas dalam pembentukan zona frontal di rak istirahat dalam kaitannya dengan distribusi dan kelimpahan lima spesies larva gadoid, dan menunjukkan bahwa variabilitas zona frontal pengaruh beragam pada populasi larva. Model Model numerik sirkulasi air berguna untuk mengeksplorasi mekanisme transportasi telur dan larva karena interaksi dinamis yang rumit antara fisik dan biologis proses, seperti kopling sirkulasi air dan migrasi vertikal larva yang melekat dalam mekanisme transportasi.

Gambar 3: Dari model 3D yang mensimulasikan transportasi telur littlemouth fl ounder, perkiraan tingkat retensi (%) dari partikel dilepaskan dari jaringan pemijahan setelah melayang 30 hari di bawah berbagai kecepatan angin barat (dari Nakata et Al. 2000). Adaptasi terhadap kondisi transportasi: geografis dan spesies perbandingan Di seberang kisaran taksonomi, ia memiliki berbagai persyaratan transportasi selama larva ke tahap remaja (Miller et al. 1991; Gambar. 5.5). Seperti disebutkan sebelumnya, mereka relative perenang lemah, sehingga mereka harus memiliki adaptasi lain untuk mencapai target dekat pantai. Petelur di muara umumnya memiliki pembibitan di muara, sehingga diperlukan retensi. Spesies itu menelurkan di landai / lereng pantai dengan pembibitan landai / lereng pantai juga membutuhkan retensi. Spesies ini dapat muncul di daerah di mana garis depan, pusaran, atau fitur retensi lainnya mungkin ada.

9|PERKEMBANGAN HEWAN

Gambar 4 : Perbandingan empat mekanisme penyebaran dan perekrutan larva muara. A. Pemijahan terjadi pada muara dan larva muda diangkut ke hilir oleh aliran permukaan; larva yang lebih tua tenggelam dan diangkut hulu dalam aliran bawah residual. B. Pemijahan terjadi di dekat muara muara; larva bermigrasi ke dalam air kolom pada pasang surut dan tenggelam pada pasang surut, menghasilkan transportasi hulu bersih. C. Larva muncul di dekat muara mulut dan dilemparkan ke rak; larva dipertahankan di dekat muara mulut dengan pola saat ini. D. Larvae ditelurkan di rak dan diangkut ke darat dengan arus; pasca-larva tenggelam dan diangkut ke muara oleh aliran bawah residual (dari Epifanio 1988). Perbandingan antar spesies dalam suatu wilayah geografis Dalam area geografis yang relatif kecil, spesies dapat diangkut ke berbagai arah berdasarkan distribusi dan perilaku mereka dalam sistem lokal saat ini. Di Selat Shelikof, terletak di Teluk Alaska antara Pulau Kodiak dan Semenanjung Alaska, ada sirkulasi tipe muara dengan permukaan Alaska Coastal Current (ACC) mengalir menuju barat daya, diatasi oleh arus deras yang mengalir ke selat. Dekat pantai yang lemah arus mengalir ke bawah selat memeluk garis pantai. Pada waktu yang sama dan di dalam wilayah yang sama, berbagai spesies larva bergerak ke arah yang berbeda dan berbeda tarif.

10 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

Perbandingan umum di berbagai daerah Ada perbedaan dalam lokasi pemijahan dan karakteristik transportasi yang terkait erat spesies di berbagai daerah. Misalnya, Burke et al. (1998) membandingkan karakteristik transportasi dari dua spesies Paralichthys di lautan berbeda. Di Teluk Wakasa, Jepang, Jepang tergelincir (P. olivaceus) tetap di dekat bagian bawah terlepas dari siklus pasang surut. Arus pasang surut di wilayah ini Pesisir Jepang lemah dan habitat muara dibatasi oleh benua yang sempit dan curam rak. Sebaliknya, pantai Atlantik AS memiliki pasang yang kuat, benua dangkal yang lebar rak dan habitat muara yang luas. Perbandingan yang konsisten di berbagai wilayah geografis Dalam keluarga Pleuronectidae ada juga beberapa perbedaan yang luar biasa dalam transportasi karakteristik bervariasi dari retensi, ke transportasi selektif menggunakan arus Ekman, ke STST. Namun, berbagai subpopulasi plak juga memiliki mekanisme berbeda tiba di pembibitan dekat pantai. Di Laut Irlandia, plak muncul dekat pantai dalam jarak dekat ke area pembibitan di daerah aliran pasang surut yang berkurang dan larva tampaknya tetap ada di sana. Adaptasi lokal Meskipun perbandingan antar spesies di atas menunjukkan perbedaan dalam mekanisme transportasi spesies dalam wilayah geografis umum yang didominasi oleh berbagai jenis arus dapat memiliki karakteristik transportasi yang berlaku. Diakui bahwa generalisasi tentang arus pasang surut berakhir wilayah luas rak berbahaya sehubungan dengan adaptasi riwayat hidup ikan local populasi, karena arus pasang surut dapat sangat dipengaruhi oleh fitur lokal, seperti topografi.

Transportasi dan biologi populasi Variasi dalam pengangkutan telur dan larva cepat memiliki konsekuensi penting bagi dinamika populasi lokal, struktur genetik populasi, dinamika metapopulasi dan pemulihan populasi lokal setelah penipisan. Genetika populasi Secara teori, spesies dengan durasi larva pendek harus menunjukkan lebih banyak heterogenitas genetic subpopulasi karena akan ada lebih sedikit aliran gen melalui dispersi planktonik (Doherty et al. 1995). Namun, aliran gen dapat dibatasi bahkan untuk spesies 11 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

dengan tahap pelagis yang panjang sebagai konsekuensi dari fitur retensi larva (Palumbi 1995). Misalnya secara geografis diferensiasi populasi Dover tunggal di sepanjang lereng benua timur laut Samudra Pasifik c konsisten dengan retensi larva, meskipun periode pelagisnya panjang, dan tidak konsisten dengan penyebaran jarak jauh orang dewasa (Stepien 1999). Perekrutan Banyak faktor yang memengaruhi perekrutan (lihat Bab 6). Namun, kontrol tertentu mungkin lebih penting pada garis lintang yang berbeda, atau di antara kelompok spesies dengan kehidupan yang serupa ciri-ciri sejarah (Miller et al. 1991). Karena ketergantungan mereka pada transportasi ke dekat pantai pembibitan, variabilitas dalam proses ini mungkin sangat penting untuk meningkatkan kualitas. Sejumlah penelitian menunjukkan pentingnya transportasi telur dan larva untuk perekrutan proses fl atfi shes (mis. Boehlert & Mundy 1987; Nakata et al. 2000).

2.3 BUKU III Metamorfosis Perkembangan

tidak

pernah berhenti . Sepanjang

hidup,

kami

terus

menerus

menghasilkan sel darah baru, limfosit, keratinosit, dan epitel saluran pencernaan dari sel induk. Selain perubahan harian terus-menerus ini, ada beberapa contoh di mana perkembangan selama kehidupan dewasa jelas kadang-kadang bahkan mengejutkan. Salah satu contoh ini adalah metamorfosis, transisi dari tahap larva ke tahap dewasa. Dalam banyak contoh metamorfosis, sebagian besar perubahan struktur hewan, dan larva serta dewasa tidak dapat dikenali sebagai individu yang sama. 

Metamorfosis: Pengaktifan Kembali Hormon Terhadap Perkembangan Pada sebagian besar spesies hewan, perkembangan embrio mengarah ke tahap larva

dengan karakteristik yang sangat berbeda dari organisme dewasa. Sangat sering, bentuk larva dikhususkan untuk beberapa fungsi, seperti pertumbuhan atau penyebaran. Larva pluteus landak laut, misalnya, dapat melakukan perjalanan di arus laut, sedangkan landak dewasa memimpin keberadaan menetap. Larva ulat kupu-kupu dan ngengat khusus untuk memberi makan, sedangkan bentuk dewasa mereka khusus untuk penerbangan dan reproduksi, sering kali kurang memiliki mulut yang diperlukan untuk makan. Pembagian fungsi antara larva dan dewasa seringkali sangat berbeda (Wald 1981). Ngengat Cecropia, misalnya, menetas dari telur dan berkembang sebagai remaja tanpa sayap (ulat) selama beberapa bulan. Semua 12 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

perkembangan ini memungkinkan mereka untuk menghabiskan satu hari atau lebih sebagai serangga bersayap sepenuhnya berkembang, kawin dengan cepat sebelum mereka mati. Orang dewasa tidak pernah makan, dan pada kenyataannya tidak memiliki bagian mulut selama fase reproduksi pendek dari siklus kehidupan ini. Seperti yang mungkin diharapkan, bentuk remaja dan dewasa sering hidup di lingkungan yang berbeda. Selama metamorfosis, kembangkan ringkasan dari beberapa perubahan metamorf pada sistem anuran adalah 1. Larva Adult Locomotory Aquatic; sirip ekor Terestrial; tetrapod berekor insang pernapasan,

kulit,

paru-paru; hemoglobin

larva

Kulit,

paru-paru; sirkulasi

hemoglobin dewasa Lengkungan aorta; aorta; vena jugularis anterior, posterior, dan umum 2. Carotid arch; lengkungan sistemik; vena kardinal Nutrisi Herbivora: usus spiral panjang; simbion usus;mulut kecil, rahang terangsang, gigi labial Karnivora: usus pendek; protease; mulut besar dengan lidah panjang Saraf Kurangnya membran nictitating; porphyropsin, sistem garis lateral, neuron Mauthner. Pengembangan otot mata, membran nictitating, rhodopsin; hilangnya sistem garis lateral, degenerasi neuron Mauthner; membran timpani Ekskretoris Amoniak sebagian besar, beberapa urea (amonotelik) Sebagian besar urea; aktivitas tinggi enzim dari siklus ornithine-urea (ureotelic) Pada saat yang sama, proses konstruktif seperti perkembangan ekstremitas dan morfogenesis kelenjar dermoid juga terbukti. Sarana penggerak berubah ketika ekor dayung surut sementara bagian belakang dan bagian depan berkembang. Tengkorak tulang rawan kecebong digantikan oleh tengkorak katak yang dominan bertulang.Gigi tanduk yang digunakan untuk merobek tanaman tambak menghilang ketika mulut dan rahang mengambil bentuk baru, dan otot lidah berkembang. Sementara itu, karakteristik usus besar herbivora memendek agar sesuai dengan pola makan karnivora katak dewasa. Insang mengalami kemunduran, dan lengkungan insang memburuk. Paru-paru membesar, dan otot serta tulang rawan berkembang untuk memompa udara masuk dan keluar dari paru-paru. Aparat sensorik juga berubah, ketika sistem garis lateral kecebong merosot, dan mata dan telinga mengalami diferensiasi lebih lanjut (lihat Fritzsch et al. 1988). Telinga tengah berkembang, seperti halnya karakteristik membran timpani dari katak dan telinga luar katak. Di mata, kedua selaput nictitating dan kelopak mata muncul. Ketika seekor hewan mengubah habitat dan modenya nutrisi, orang akan mengharapkan sistem saraf mengalami perubahan dramatis, dan tentu saja itu terjadi. Salah satu konsekuensi yang mudah diamati dari metamorfosis anuran adalah pergerakan mata ke depan dari posisi awalnya semula. Untuk menangkap mangsanya, katak perlu melihat dalam tiga dimensi. Artinya, ia harus memperoleh bidang penglihatan binokular di mana input dari 13 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

kedua mata bertemu di otak. Di berudu, mata kanan menginervasi sisi kiri otak, dan sebaliknya. Tidak ada proyeksi ipsilateral (sisi yang sama) dari neuron retina. Namun, selama metamorfosis, jalur ipsilateral tambahan ini muncul, memungkinkan input dari kedua mata untuk mencapai area otak yang sama (Currie dan Cowan 1974; Hoskins dan Grobstein 1985a). Dalam Xenopus, jalur neuron baru ini bukan hasil dari remodeling neuron yang ada, tetapi dari pembentukan neuron baru yang berdiferensiasi sebagai respons terhadap hormon tiroid (Hoskins dan Grobstein 1985a , b ). Beberapa neuron larva, seperti neuron motorik tertentu di rahang kecebong, mengalihkan ikatan mereka dari otot larva ke otot dewasa yang baru terbentuk (Alley dan Barnes 1983). Masih neuron lain, seperti yang menginervasi lidah (otot yang baru terbentuk tidak hadir dalam larva), telah tidur selama tahap kecebong dan bentuk sinapsis pertama selama metamorfosis (Grobstein 1987). Dengan demikian, sistem saraf anuran mengalami restrukturisasi hebat selama metamorfosis. Beberapa neuron mati, yang lain lahir, dan yang lain mengubah kekhususannya. Perubahan biokimia yang terkait dengan metamorfosis Selain perubahan morfologis yang jelas, transformasi biokimia penting terjadi selama metamorfosis. Pada berudu (seperti pada ikan air tawar), photopigment retina utama adalah porphyropsin. Selama metamorfosis, pigmen berubah menjadi rhodopsin, ciri khas fotopigment terestrial dan vertebrata laut (Wald 1945, 1981; Smith-Gill dan Carver 1981; Hanken dan Hall 1988). Hemoglobin kecebong diubah menjadi hemoglobin dewasa yang mengikat oksigen lebih lambat dan melepaskannya lebih cepat daripada hemoglobin kecebong (McCutcheon 1936; Riggs 1951). Enzim hati juga berubah, yang mencerminkan perubahan habitat. Berudu, seperti kebanyakan ikan air tawar, adalah amonotel; yaitu, mereka mengeluarkan amonia. Banyak katak dewasa (seperti genus Rana, tetapi bukan Xenopus yang lebih akuatik) bersifat ureotelik, mengeluarkan urea, seperti kebanyakan vertebrata darat, yang membutuhkan lebih sedikit air daripada mengeluarkan amonia. Selama metamorfosis, hati mulai mensintesis enzim siklus urea yang diperlukan untuk membuat urea dari karbon dioksida dan ammonia. Kontrol hormonal metamorfosis amfibi Kontrolmetamorfosis oleh hormon tiroid ditunjukkan oleh Güder-natsch (1912), yang menemukan bahwa kecebong bermetamorfosis prematur ketika diberi makan bubuk kelenjar tiroid domba. Dalam sebuah studi pelengkap, Allen (1916) menemukan bahwa ketika ia menghilangkan atau menghancurkan rudal tiroid dari berudu awal (sehingga melakukan tiroidektomi), larva tidak pernah bermetamorfosis, bukannya menjadi berudu raksasa. Perubahan metamorfik perkembangan katak semua disebabkan oleh sekresi hormon tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3) dari tiroid selama metamorfosis. Diperkirakan bahwa T3 adalah hormon yang lebih penting, karena akan menyebabkan perubahan metamorf pada kecebong tiroidektomi dalam konsentrasi yang jauh

14 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

lebih rendah daripada T4 (Kistler et al. 1977; Robinson et al. 1977).Perubahan spesifik regional. Berbagai organ tubuh merespons secara berbeda terhadap stimulasi hormon. Stimulus yang sama menyebabkan beberapa jaringan merosot sementara menyebabkan yang lain berkembang dan berdiferensiasi. Sebagai contoh, degenerasi ekor jelas terkait dengan peningkatan kadar hormon tiroid. Kemerosotan struktur ekor relatif cepat, karena kerangka tulang tidak meluas ke ekor, yang hanya didukung oleh notochord (Wassersug 1989). Regresi ekor disebabkan oleh apoptosis, dan terjadi dalam empat tahap. Pertama, sintesis protein menurun pada sel otot lurik ekor (Little et al. 1973). Selanjutnya, ada peningkatan konsentrasi enzim pencernaan di dalam sel. Konsentrasi protease lisosom, RNase, DNase, kolagenase, fosfatase, dan glikosidase semuanya meningkat pada sel epidermis, notochord, dan kabel saraf (Fox 1973). Kematian sel mungkin disebabkan oleh pelepasan enzim-enzim ini ke dalam sitoplasma. Setelah kematian sel terjadi, makrofag mengumpulkan di daerah ekor, mencerna puing-puing dengan enzim proteolitik mereka sendiri (Kaltenbach et al. 1979). Hasilnya adalah ekor menjadi kantung besar enzim proteolitik. Enzim proteolitik utama yang terlibat tampaknya adalah kolagenase dan metalloproteinase lain yang sintesisnya tergantung pada hormon tiroid. Jika inhibitor metalloproteinase (TIMP) ditambahkan ke ekor, itu mencegah regresi ekor (Oofusa dan Yoshizato 1991; Patterson et al. 1995).Respons terhadap hormon tiroid khusus untuk wilayah tubuh. Kepala kecebong dan epidermis tubuh membedakan satu set kelenjar baru ketika terpapar T3. Namun pada bagian ekor, T3 menyebabkan kematian sel-sel epidermis dan penekanan khusus pada pembelahan sel induk yang dapat menimbulkan lebih banyak sel epidermis. Hasilnya adalah kematian sel-sel epidermis ekor, sementara epidermis kepala dan tubuh terus berfungsi (Nishikawa et al. 1989). Respons epidermal regional ini tampaknya dikendalikan oleh spesifisitas regional mesoderm dermal. Jika sel-sel dermatom ekor (sel mesodermal yang menghasilkan dermis ekor) ditransplantasikan ke dalam batang, epidermis yang mereka hubungi akan mengalami degenerasi setelah metamorfosis. Sebaliknya, ketika dermatom batang ditransplantasikan ke ekor, daerah-daerah kulit bertahan. Mengubah ektoderm tidak mengubah respons regional terhadap hormon tiroid (Kinoshita et al. 1989). Respons spesifik organ terhadap hormon tiroid secara dramatis ditunjukkan dengan mentransplantasikan ujung ekor ke daerah batang tubuh atau dengan meletakkan cuping mata di ekor (Schwind 1933; Geigy 1941). Ujung ekor yang diletakkan di bagasi tidak terlindungi dari degenerasi, tetapi mata tetap memiliki integritas meskipun terletak di dalam ekor yang merosot Dengan demikian, degenerasi ekor mewakili kematian sel yang diprogram khusus organ. Hanya jaringan tertentu yang mati ketika sinyal diberikan. Kematian

sel

yang

diprogram

15 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

seperti

itu

penting

dalam

membentuk

tubuh. Kemerosotan ekor manusia selama minggu ke 4 perkembangannya menyerupai kemunduran ekor berudu (Fallon dan Simandl 1978). Koordinasi perubahan perkembangan. Salah satu masalah utama metamorfosis adalah koordinasi peristiwa perkembangan. Misalnya, ekor tidak boleh merosot sampai beberapa cara lain penggerak anggota tubuh telah berkembang, dan insang tidak boleh mundur sampai hewan dapat memanfaatkan otot paru-paru yang baru dikembangkan. Sarana mengkoordinasikan peristiwa metamorf tampaknya menjadi perbedaan antara jaringan dan organ dalam respons mereka terhadap jumlah hormon yang berbeda (Saxen et al. 1957; Kollros 1961). Model ini disebut konsep ambang. Ketika konsentrasi hormon tiroid secara bertahap menumpuk, berbagai peristiwa terjadi pada konsentrasi hormon yang berbeda. Jika berudu kehilangan tiroid mereka dan ditempatkan dalam larutan encer hormon tiroid, satu-satunya efek morfologis adalah pemendekan usus dan mempercepat pertumbuhan tungkai belakang. Namun, pada konsentrasi hormon tiroid yang lebih tinggi, regresi ekor terlihat sebelum tungkai belakang terbentuk. Eksperimen ini menunjukkan bahwa ketika kadar hormon tiroid berangsur-angsur naik, kaki belakang berkembang pertama dan kemudian ekor mengalami kemunduran. Demikian pula, ketika T3 diberikan kepada berudu, ia menginduksi tulang pembentuk paling awal pada dosis terendah dan tulang terakhir pada dosis lebih tinggi, meniru situasi alami (Hanken dan Hall 1988). Dengan demikian, waktu metamorfosis tampaknya diatur oleh sensitivitas jaringan yang berbeda terhadap hormon tiroid. Untuk memastikan bahwa sistem pengaturan waktu ini berfungsi, dua organ yang paling sensitif terhadap tiroksin adalah tiroid itu sendiri dan kelenjar pituitari, yang mengatur produksi hormon tiroid. Hormon tiroid awalnya menciptakan umpan balik positif ke kelenjar hipofisis, menyebabkan hipofisis anterior untuk menginduksi tiroid untuk menghasilkan lebih banyak T3 dan T4 (Saxen et al. 1957; White dan Nicoll 1981). Kemudian, sebagai efek dari metamorfosis, sebagian tiroid mengalami degenerasi, dan penghambat fungsi hormon tiroid dibuat (Goos 1978). Respon molekuler terhadap hormon tiroid selama metamorfosis Hormon tiroid tampaknya bekerja sebagian besar pada tingkat transkripsi, mengaktifkan transkripsi beberapa gen dan menekan transkripsi yang lain (Lyman and White 1987; Mathison dan Miller 1987). Transkripsi gen untuk albumin, sintase carbamoylphosphate, globin dewasa, keratin kulit dewasa, dan homolog Xenopus landak sonic diaktifkan oleh hormon tiroid. Transkripsi gen landak sonik di usus sangat menarik, karena menunjukkan bahwa pola regional organ yang terbentuk selama metamorfosis dapat dihasilkan oleh kemunculan kembali beberapa molekul yang sama yang menyusun embrio (Stolow dan Shi 1995; Stolow). et al. 1997). Tetapi ini adalah respons yang relatif terlambat terhadap hormon tiroid. Respons paling awal terhadap T3 adalah aktivasi transkripsional dari 16 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

gen reseptor hormon tiroid (TR) (Yaoita dan Brown 1990; Kawahara et al. 1991). Reseptor hormon tiroid adalah anggota superfamili reseptor hormon steroid dari faktor transkripsi. Ada dua jenis utama reseptor T3, TR dan TRβ. Menariknya, mRNA dan protein dari kedua TRs hadir pada tingkat yang relatif rendah dalam kecebong premetamorphosis dan kemudian meningkat sebelum hormon tiroid dilepaskan atau metamorfosis dimulai (Tabel 18.2; Kawahara et al. 1991; Baker dan Tata 1992). Reseptor hormon tiroid dapat mengikat ke situs spesifik mereka pada kromatin bahkan sebelum hormon tiroid hadir, dan mereka dianggap menekan transkripsi gen. Ketika T3 atau T4 memasuki sel dan berikatan dengan reseptor yang terikat kromatin, kompleks hormon-reseptor diubah dari represor menjadi aktivator transkripsi yang kuat (Wolffe dan Shi 1999). Pada saat ini, sintesis TRs meningkat secara dramatis, bertepatan dengan timbulnya metamorfosis. Tabel 18.2. Akumulasi relatif dari TRa dan TRb mRNA di berudu Xenopus setelah pengobatan dengan T3 dan prolaktin Unit relatif Pengobatan TR TR β Tidak ada 505 24 T3 1290 368 Prolaktin + T3 799. Sedangkan metamorfosis amfibi ditandai dengan renovasi yang ada jaringan, serangga metamorfosis sering melibatkan penghancuran jaringan larva dan mereka menggantikan oleh populasi sel yang sama sekali berbeda. Serangga tumbuh dengan cara meranggas ke kutikula dan menumbuhkan kutikula baru seiring bertambahnya ukuran mereka. Ada tiga pola utama serangga pengembangan. Beberapa serangga, seperti pegas dan lalat capung, tidak memiliki tahap larva dan mengalami pengembangan langsung. Ini disebut serangga ametabolous. Serangga ini memiliki tahap pronimph segera setelah menetas, menyandang struktur yang memungkinkannya keluar dari telur. Tetapi setelah tahap sementara ini, serangga mulai terlihat seperti orang dewasa kecil; setelah setiap ganti kulit, mereka lebih besar, tetapi tidak berubah bentuknya (Truman dan Riddiford 1999). Serangga lain, khususnya belalang dan serangga, mengalami metamorfosis hemimetabolous secara bertahap. Setelah menghabiskan periode waktu yang sangat singkat sebagai pronymph (yang kutikula sering ditumpahkan sebagai serangga menetas), serangga ini terlihat seperti orang dewasa yang belum dewasa. Tahap tidak dewasa ini disebut nimfa. Dasar sayap, organ genital, dan struktur dewasa lainnya ada, dan struktur ini menjadi lebih matang dengan masing-masing ganti kulit. Pada ganti kulit terakhir, serangga yang muncul adalah yang bersayap dan dewasa dewasa secara seksual. Di serangga holometabolous tidak ada tahap pronimph. Bentuk remaja yang menetas dari telur disebut sebuah larva. Larva (ulat, grub, belatung) mengalami serangkaian molting karena menjadi lebih besar. Tahap-tahap antara molts larva ini disebut instar. Jumlah mol mol sebelumnya menjadi dewasa adalah karakteristik untuk spesies, meskipun faktor lingkungan dapat meningkat atau kurangi jumlahnya. Tahap instar tumbuh secara bertahap, masing-masing secara kualitatif lebih besar dari yang sebelumnya. Akhirnya, 17 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

ada transformasi dramatis dan tiba-tiba antara larva dan tahap dewasa. Setelah tahap instar terakhir, larva mengalami ganti kulit metamorf menjadi kepompong. Pupa tidak memberi makan, dan energinya harus berasal dari makanan yang dicerna sementara yaitu larva. Selama kepompakan, struktur dewasa terbentuk dan menggantikan struktur larva. Akhirnya, ganti kulit imajinal memungkinkan orang dewasa ("imago") melepaskan kandang kepompong dan muncul. Sementara larva dikatakan menetas dari telur, orang dewasa dikatakan jauh dari kepompong. Eversi dan diferensiasi cakram imajinal. Pada serangga holometabolous, transformasi dari remaja ke dewasa terjadi di dalam kutikula pupa. Sebagian besar tubuh tua larva secara sistematis dihancurkan oleh apoptosis, sementara organ dewasa baru berkembang dari sarang sel yang tidak berdiferensiasi, cakram imajiner. Jadi, di dalam setiap larva, ada dua populasi sel yang berbeda: sel larva, yang digunakan untuk fungsi serangga remaja, dan ribuan sel imajinal, yang terletak di dalam larva cluster, menunggu sinyal untuk berdiferensiasi. Dalam Drosophila, ada sepuluh pasang cakram imajiner utama, yang membentuk banyak cakram organ dewasa, dan cakram genital yang tidak berpasangan, yang membentuk struktur reproduksi. Epidermis abdominal terbentuk dari sekelompok kecil sel imajinal yang disebut histoblas, yang terletak di wilayah usus larva. Sarang histoblas lainnya terletak di seluruh larva membentuk organ internal orang dewasa. Disk imajinal dapat dilihat pada larva yang baru menetas sebagai penebalan epidermis lokal. Padahal sebagian besar sel larva memiliki mitosis yang sangat terbatas kapasitas, cakram imajiner membelah dengan cepat pada waktu karakteristik tertentu. Sebagai sel berkembang biak, mereka membentuk epitel tubular itu melipat ke dalam dirinya sendiri dalam spiral kompak.

18 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

BAB III KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN BUKU 3.1 Aspek Tampilan Buku Buku I. Tampilan buku secara keseluruhan yang terlihat cukup bagus karena buku menampilkan gambar-gambar pendukung teori yang disajikan. Namun buku memiliki ukuran huruf yang terlalu kecil sehingga menjadikan pembaca sulit untuk mencari kata-kata penting yang dibutuhkan selain itu jarak antar kalimat juga masih terlalu dekat antara satu dengan yang lain. Buku II. Buku yang digunakan dalam penyusunan CBR ini memiliki tampilan yang cukup menarik, dimana sudah memenuhi kaidah penulisan buku. Buku ini menggunakan wara dan penulisan yang baik serta sesuai dengan kriteria penulisan buku. Buku III. Buku yang digunakan dalam penyusunan CBR ini memiliki tampilan yang menarik, sudah memenuhi kaidah penulisan buku. Buku ini menggunakan wara dan penulisan yang baik serta sesuai dengan kriteria penulisan buku. 3.2 Aspek Layout dan Tata Letak Buku I. Pengaturan buku (layout) sudah mengikuti kaidah ataupun aturan buku yang baik dan semuanya dibuat secara konstan dan stabil dalam hal peletakan-peletakan gambar ataupun penulisan kata-kata yang penting dalam buku tersebut dibuat memiliki warna sehingga memudahkan pembaca untuk mengingat kata-kata penting. Buku II. Didalam buku ini, penggunaan aspek layout sudah cukup baik, margin yang digunakan sudah sesuai dengan penulisan buku, rata kanan kiri sudah tepat, serta penggunaan margin yang sesuai dengan kaidah penulisan. Begitu juga dengan tata letak pada buku ini. Hanya saja ada beberapa gambar yang kurang sesuai dengan keteranganya. Dimana pada buku dilampirkan gambar diatas sementara keteranganya berada dibawah tulisan atau keterangan lain, sehingga apabila pembaca yang tidak memperhatikan akan kebingungan dalam memahami gambar tersebut. Buku III. Didalam buku ini, penggunaan aspek layout sudah cukup baik, margin yang digunakan sudah sesuai dengan penulisan buku, rata kanan kiri sudah tepat, serta penggunaan margin yang sesuai dengan kaidah penulisan. Begitu juga dengan tata letak pada buku ini. Setiap gambar keteranganya berada dibawah tulisan atau keterangan lain, sehingga pembaca yang dapat memperhatikan dan memahami gambar tersebut. Dan juga ada grafik yang juga ditamba dengan penjelasan dibawahnya. Buku ini juga menyediakan kesimpulan dari materi yang dibahas, anatomi dari setiap metamorphosis.

19 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

3.3 Aspek Tata Bahasa Buku I. Penggunaan bahasa dalam buku tersebut termasuk ke dalam kategori sedang karena pembaca harus memiliki nalar yang tinggi dalam mengartikan kalimat dalam buku tersebut, selain itu buku ini juga banyak menggunakan istilah-istilah dalam biologi sehingga menambah kosakata biologi bagi pembaca. Dan kaidah penulisan serta tata bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan aturan yang sebenarnya. Buku II. Bahasa yang digunakan dalam buku ini sudah cukup baik, hanya saja ada beberapa kalimat atau kata yang terlalu tinggi, atau tidak sesuai. Dan pada tiap kalimat yang menggunakan bahasa ilmiah, tidak diberikan penjelasan atau makna dari kalimat atau kata tersebut. Sehingga bagi pembaca pemula akan kesulitan dalam memahami materi yang dibahas pada buku tersebut. Buku III. Bahasa yang digunakan dalam buku ini sudah baik, hanya saja ada beberapa kalimat atau kata yang terlalu tinggi, tetapi masih sesuai. Dan pada tiap kalimat yang menggunakan bahasa ilmiah, diberikan penjelasan atau makna dari kalimat atau kata tersebut. Sehingga bagi pembaca pemula dan pembaca yang sudah terbiasa akan memahami materi yang dibahas pada buku tersebut.

20 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

BAB III IMPLIKASI BUKU 3.1 Teori Baru Yang Diperoleh Buku I. Setelah dilakukan review terhadap buku ini, banyak sekali teori baru yang diperoleh salah satunya adalah bagaimana proses metamorphosis yang terjadi pada flatfish dan bagaimana bisa terjadinya migrasi mata pada spesies tertentu flatfish. Buku II. Setelah melakukan review mengenai buku ini, banyak sekali teori baru yang didapat yang tidak didapatkan dibuku atau sumber lain, contohnya saja mengenai proses penyebaran larva ikan dilaut lepas, adaptasi larva ikan terhadap air laut, baik pasang maupun surut, sirkulasi muara serta perbandingan antar spesies dalam suatu wilayah geografis. Buku III. Setelah melakukan review mengenai buku ini, banyak sekali teori baru yang didapat yang tidak didapatkan dibuku atau sumber lain, contohnya saja mengenai metamorphosis pada amfibi dan kupu-kupu sangatlah berbeda

3.2 Manfaat Topik Review Bagi Pembangunan Indonesia Buku I. Pembahasan materi mengenai flatfish ini bermanfaat bagi pembangunan Indonesia terutama dibidang industry dan juga ilmu pengetahuan. Dimana melalui pembahasan ini dapat menambah wawasan dan juga ilmu baru bagi pendidikan di Indonesia khususnya. Buku II. Pembahasan materi mengenai flatfish ini sangat bermanfaat bagi pembangunan diindonesia terutama dalam bidang industry. Dimana dengan adanya pembahasan mengenai flatfish ini dapat menambah wawasan pembaca, tidak hanya untuk peneliti tapi juga bagi petani dan konsumen lain. Sebab dalam buku ini sudah dibahas mengenai masa pasang surut air laut, sirkulasi muara, waktu ikan yang berkembang baik dilaut dan proses adaptasi ikan ini terhadap pasang surut air. Sehingga dapat membantu kemajuan sandang pangan, industri dan juga ekonomi masyarakat Indonesia. Buku III. Pembahasan materi ini sangat bermanfaat bagi pembangunan diindonesia terutama dalam bidang industry dan pendidikan. Dengan adanya pembahasan ini, dapat menambah wawasan pembaca, tidak hanya untuk peneliti tapi juga bagi petani dan konsumen lain maupun bagi guru dan dosen. Sebab dalam buku ini sudah dibahas mendalam. Sehingga dapat membantu kemajuan sandang pangan, industry, pendidikan dan ekonomi masyarakat Indonesia.

21 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil review dan kritikan buku yang telah dilakukan setiap buku ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, seperti dalam hal kelengkapan meteri. Ada kalanya suatu meteri dijelaskan pada satu buku dan pada buku lain tidak ada. Serta uraian materi yang di paparkan di dalam buku tersebut sangat bagus dan sangat cocok dijadikan sebagai pedoman mahasiswa dalam proses pembelajaran, terkhususnya pada materi perkembangan hewan pisces dari spesies flatfish . Selain isi materinya yang saling keterkaitan, isi materi yang dipaparkan mengenai metamorphosis flatfish juga sangat lengkap dan dillengkapi dengan gambar-gambar pendukung untuk memudahkan dalam memahami materi. 4.2 Saran Buku tersebut sangat bagus dan cocok sebagai pedoman bagi mahasiswa, namun meskipun demikian mahasiswa hendaknya dapat menambah wawasannya mengenai perkembangan hewan khususnya metamorphosis flatfish melalui referensi lain sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan oleh mahasiswa sendiri.

DAFTAR PUSTAKA Eric. H Baehrecke, et al. 2013. Animal Metamorphosis. No ISBN : 9780123859792. Wiley-Blackwell. 2015. Flatfishes:Biology and Exploitation, 2nd Edition. No ISBN: 978-1-11850119-1. Wiley-Blackwell. 2018. Success Factors For Fish Larval Production. No ISBN: 978-1-119-07216-4

22 | P E R K E M B A N G A N H E W A N

Related Documents

Cbr
October 2019 51
Cbr
November 2019 47
Cbr
August 2019 56
Cbr
October 2019 87

More Documents from "Anonymous flU6rsUt3"