Cbd Ii Pjb Dan Thypoid.docx

  • Uploaded by: Kanzi A.K
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cbd Ii Pjb Dan Thypoid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,585
  • Pages: 46
Case Based Discussion SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 7 TAHUN DENGAN PJB ASIANOTIK, GAGAL JANTUNG KIRI NYHA IV, DAN TYPHOID BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNAN KALIJAGA DEMAK

Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan dalam Menempuh Program Kepanitraan Klinik

Oleh : KANZI ALLIYAN KRISTAMA

01.210.6199

Pembimbing : dr. Ch. Rini Pratiwi, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2014

HALAMAN PENGESAHAN

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 7 TAHUN DENGAN PJB ASIANOTIK, GAGAL JANTUNG KIRI NYHA IV, DAN TYPHOID Nama

: Kanzi Alliyan Kristama

NIM

: 01.210.6199

Fakultas

: Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Judul

: Case Based Discussion seorang anak perempuan usia 7 tahun dengan pjb asianotik, gagal jantung kiri nyha iv, dan typhoid

Bagian

: Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing : dr. Ch. Rini Pratiwi, Sp.A

Demak, Juli 2014 Pembimbing,

dr. Ch. Rini Pratiwi, Sp.A

BAB I CASE BASED DISCUSSION

A. IDENTITAS PENDERITA Nama

: An. S

Umur

: 7 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Rejosari Babatan 02/02 Karang Tengah

No. CM

: 075434

Tanggal masuk

: 24 Juni 2014

Tanggal pulang

: 3 Juli 2014

IDENTITAS ORANG TUA Nama Ayah

: Tn. N

Umur Ayah

: 48 Tahun

Pekerjaan Ayah

: Pekerja Proyek

Nama Ibu

: Ny. S

Umur Ibu

: 38 tahun

Pekerjaan ibu

: Ibu Rumah Tangga

B. Keluhan Utama : Demam

C. Riwayat Penyakit Sekarang Alloanamnesa dengan Ibu penderita

di bangsal Dahlia anak RSUD Sunan

Kalijaga Demak pada tanggal. 26 Juni 2014 pukul 13.00 4 hari pasien mengeluh panas semlenget disertai batuk tidak berdahak, biasanya tinggi ketika malam hari. Keluar keringat pada malam hari disangkal. Pilek disangkal. Mencret dan muntah 2x. BAB dan BAK lancar. Sudah berobat ke dokter tapi belum sembuh, dokter menjelaskan pasien ada gejala thypoid. 1 hari SMRS anak juga mengeluh sakit pada bagian perut dan ulu hati disertai sesak. Anak menjelaskan pada orang tua bahwa pada saat disekolah ditendang oleh temannya di bagian dada. Karena keluhan belum membaik orang tua membawa anak ke IGD RSUD Sunan Kalijada Demak. Saat tiba di IGD anak mengeluh nyri perut, nyeri ulu hati, sesak, demam semlenget, mual, muntah 2x dirumah.

D. Riwayat Penyakit Dahulu  Pasien tidak pernah sakit seperti ini  Riwayat opname disangkal  Riwayat alergi disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga  Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini  Riwayar alergi dikeluarga disangkal F. Riwayat Sosial Ekonomi Ayah penderita tidak mempunyai pekerjaan pekerja proyek. Membiayai 4 orang anak yang belum mandiri. Untuk pembayaran RS, bapak pasien menggunakan BPJS PBI di kelas HND. Kesan : sosial ekonomi kurang

G. Riwayat Perinatal dan Posnatal 

Riwayat periksa kehamilan di bidan lebih dari 6x.



Riwayat penyakit selama kehamilan disangkal,



Riwayat perdarahan saat kehamilan disangkal.



Riwayat pernah keguguran disangkal,



Riwayat sakit panas selama kehamilan disangkal.



Riwayat minum obat-obatan yang diminum selama kehamilan disangkal

H. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Kehamilan dan Kelahiran

Usia

Laki-laki, aterm, spontan, bidan , BL ibu lupa

20 Tahun

Laki-laki, aterm, spontan, bidan , BL ibu lupa

17 Tahun

Laki-laki, aterm, spontan, bidan , BL 2700 gram

13 Tahun

Perempuan, aterm, spontan, bidan , BL 2300 gram

7 Tahun

I. Riwayat Imunisasi 

BCG

: 1 x scar (+) di lengan kanan



DPT

: 1x



Polio

:4x



Campak

:1x



Hepatitis B

:1x

Kesan

: imunisasi dasar lengkap sesuai umur tidak disertai bukti KMS

J. Riwayat Makan dan Minum 

Usia 0 – 6 bulan

: ASI semau anak



Usia 6 – 24 bulan

: ASI dan nasi yg dihaluskan dengan lauk sayur bening sehari 2x  1 - 2 sendok



Usia 2 – 5 tahun

: nasi dan lauk yang bervariasi tahu, tempe, telur, dan sayuran di suapi oleh ibu 3 x 1 porsi setiap harinya

K. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan 

Pertumbuhan o Lahir

: Berat badan 2300 gram. Panjang badan ibu lupa

o Sekarang

: Berat badan 18 kg. Tinggi badan 105 cm. Lingkar kepala 42 cm

Kesan  Pertumbuhan normal 

Perkembangan : o Motorik kasar

: anak bermain kejar-kejaran dengan temannya

o Motorik halus

: anak mampu menulis dengan baik dan rapi.

o Spiritual

: anak sudah mampu melaksanakan sholat.

o Emosi

: anak mampu mengendalikan perasaan ketika anak merasa senang, sedih dan marah.

o Sosial

: anak memiliki banyak teman seusianya.

o Prestasi

: anak mampu mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah

dan tidak pernah tinggal kelas Kesan Perkembangan : Sesuai dengan usia anak

L. Riwayat KB 

Ibu tidak menggunakan KB

M. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 26 Juni 2014, di bangsal dahlia RSUD Sunan Kalijaga Demak : Keadaan Umum : tampak lemah Kesadaran

: komposmentis

a. Tanda Vital 

Nadi

: 128 x/menit, reguler, isi tegangan cukup



Pernapasan

: 56 x/menit, reguler, adekuat



Suhu

: 36,7 0C

b. Status Gizi BB

: 18 kg

TB

: 105 cm

LK

: 42 cm (mesocephale)

Pemeriksaan status gizi (Z-score) : WAZ = BB – median = 18 – 21,8 = - 1,40 (Status gizi baik) SD

2.70

HAZ = TB – median = 105 – 120,6 = - 2,83 (perawakan pendek) SD

5,50

WHZ = BB – median = 18 – 16,7 = 0,7 (normal) SD

1,8

Kesan : berat badan normal, perawakan tubuh pendek, status gizi baik

c. Status Generalis 

Kepala

: kesan mesocephal (LK: 42 cm), UUB datar, rambut hitam tidak

mudah dicabut 

Mata

: conjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-

), reflek pupil (+/+), pupil isokor 

Telinga

: normotia, low set ear (-), discharge (-)



Hidung

: secret (-), napas cuping hidung (-)



Mulut

: bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-) , pernapasan

mulut (-) 

Leher

: pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)



Thorax

: Simetris, retraksi (-)

 Jantung Inspeksi

: ictus cordis tak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavikula melebar 3 jari dan kuat angkat

Perkusi

:

Kanan jantung

: ICS 5 linea parasternalis dextra

Atas jantung

: ICS 2 linea parasternal sinistra

Pinggang jantung

: ICS 3 linea parasternalis sinistra

Kiri jantung

: ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke medial

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, gallop, bising (+) sistole grade 3  Paru Inspeksi

: Pengembangan hemithoraks simetris

Palpasi

: Sterm fremitus simetris

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (+) basah halus, Wheezing(-)





Abdomen Inspeksi

: Datar

Auskultasi

: Peristaltik (+), bising usus (+) normal

Perkusi

: Tymphani di seluruh kuadran

Palpasi

: Supel (+), nyeri tekan (+), hepar/lien tidak teraba besar

Ekstremitas Superior

Inferior

Edema

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Pelebaran vena

-/-

-/-

Capillary refill time

< 2”/ < 2”

< 2”/ < 2”

N. Pemeriksaan Penunjang 

Pemeriksaan darah rutin, Widal, Elektrolit, GDS, Foto Thorax AP/Lat, EKG Px

25 Juni 2014

1 Juli 2014

Nilai Normal

Hb

11,4

10,1

11,5 – 12,5

Leukosit

20.300

13.600

3500 – 15.500

Ht

34

30

33 – 48

Trombosit

418.000

441.000

150.000 – 500.000

LED 1 Jam

110

2 Jam

120

11-16 gram/dL

Widal

25 Juni 2014

TYO

1/200

TYH

1/400

Kimia Darah

25 Juni 2014

Nilai Normal

SGOT

18

< 27 U/L

SGPT

7

< 34 U/L

Kimia Darah

26 Juni 2014

Nilai Normal

GDS

147

50-200 mg/dL

Elektrolit

26 Juni 2014

Nilai Normal

Natrium

135,2

132-145 mmol/L

Kalium

4.53

3,6 – 5,8 mEq/L

Calsium

10,88

8,4-10,8 mg/dL

Magnesium

2,0

1,58-2,55 mg/dL

Chlorida

107,0

93-112 mmol/L

Pemeriksaan Foto Thorax (26 Juni 2014) Cor : Kardiomegali Ringan CTR – 53 % Pulmo : gambaran bronkopnemonia

Pemeriksaan EKG (26 Juni 2014) Gelombang T abnormal, iskemik anterior, ST depresi

Pemeriksaan EKG (1 Juli 2014)

O. Diagnosa Banding 

Observasi Febris o DD : Typhoid DHF



Kardiomegali o DD : PJB asianotik PJB sianotik



Gagal Jantung NYHA IV

P. Diagnosis Kerja 

Diagnosis utama

: PJB asianotik



Diagnosis komorbid

:-



Diagnosis komplikasi

: Gagal jantung NYHA IV



Diagnosis gizi

: gizi baik



Diagnosis sosial ekonomi

: kurang



Diagnosis Imunisasi

: imunisasi dasar lengkap



Diagnosis Pertumbuhan

: normal



Diagnosis Perkembangan

: normal

Q. Daftar Masalah No

Masalah Aktif

Tanggal

1

Demam

20 Juni 2014

2

Batuk

20 Juni 2014

3

Nyeri perut dan ulu hati

23 Juni 2014

4

Sesak

23 Juni 2014

5

Gallop

25 Juni 2014

6

Rhonki basah halus

25 Juni 2014

No

Masalah Pasif Sosial kurang

ekonomi

Tanggal

R. Initial Plan PJB Asianotik Gagal Jantung NYHA IV 

IP. Dx : Subyektif



Obyektif

:: Echocardiografi, kateteritasi jantung

IP. Tx : o Infus D5% 12 tetes/menit o O2 Nasal 2 liter/menit 

Medikamentosa o Injeksi 

Furosemid 1 x 30 mg

o PO : 

Digoksin 2 x 0,1 mg



Captopril 3 x 3,125 mg

IP. Mx :  Keadaan Umum 

TTV



Keluhan dari pasien

IP. Ex :  Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit 

Menjelaskan melakukan knee chest saat serangan

Thypoid 

IP. Dx : Subyektif

:-



Obyektif

:-

IP. Tx :  Medikamentosa o Injeksi : 

Ceftriaxon 1 x 900 mg

IP. Mx :  Keadaan Umum 

TTV



Keluhan dari pasien



IP. Ex : Menjelaskan tentang penyakit anak kepada orang tua meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi yang mungkin terjadi hingga prognosa pada pasien.



Tirah baring dan makan makanan lunak dan rendah serat



Banyak minum



Meningkatkan higiene, sanitasi makanan dan lingkungan rumah



Bila setelah pulang anak mengeluhkan gejala yang sama, segera bawa ke rumah sakit



Mengurangi kebiasaan jajan dan makan di luar rumah



Membiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan



BAB dan BAK di WC

S. Perjalanan Penyakit

Keluhan

TTV

24 Juni 2014

25 Juni 2014

26 Juni 2014

Demam hari ke 5

Demam hari ke 6

Batuk (+)

Batuk (+)

Batuk (+)

Nyeri dada (+)

Nyeri perut dan uluhati Nyeri dada (+)

Sesak (+)

(+)

Sesak (+)

Muntah (-)

Sesak (+)

Muntah (-)

N : 100x/menit

N : 150x/menit

N : 128x/menit

RR :68x/menit

RR :48x/menit

RR :56x/menit

t : 37,1OC

t : 36,1OC

t : 36,7OC

Pemeriksaan KU : Kurang aktif dan KU : Kurang aktif dan KU : Kurang aktif dan Fisik

tampak lemas

tampak lemas

tampak lemas

Kepala : Mesochepal, Kepala : Mesochepal, Kepala : Mesochepal, rambut

hitam

tidak rambut

mudah di cabut Mata

:

hitam

tidak rambut

mudah di cabut

conjungtiva Mata

:

hitam

tidak

mudah di cabut

conjungtiva Mata

:

conjungtiva

anemin

(-/-),

sclera anemin

(-/-),

sclera anemin

(-/-),

sclera

ikterik

(-/-),

mata ikterik

(-/-),

mata ikterik

(-/-),

mata

cowong (-/-)

cowong (-/-)

cowong (-/-)

Hidung : Nafas cuping Hidung : Nafas cuping Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), secret (-), hidung (-/-), secret (-), hidung (-/-), secret (-), epitaksis (-)

epitaksis (-)

epitaksis (-)

Mulut : bibir kering (- Mulut : bibir kering (- Mulut : bibir kering (),

lidah

kotor

(-), ),

lidah

kotor

(-), ),

lidah

kotor

sianosis (-)

sianosis (-)

sianosis (-)

Telinga : normotia

Telinga : normotia

Telinga : normotia

Leher

:

tidak

ada Leher

pembesaran KGB Thorax

:

:

pembesaran KGB

simetris, Thorax

retraksi (-)

tidak

:

retraksi (-)

ada Leher

:

tidak

(-),

ada

pembesaran KGB

simetris, Thorax

:

simetris,

retraksi (-)

Cor : BJ I/II Reguler, Cor : BJ I/II Reguler, Cor : BJ I/II Reguler, bising (-)

bising (+) sistole grade bising (+) sistole grade

Pulmo : rhonki (-), 3 gallop (+) whexxing (-), SDV (+)

3 gallop (+)

Pulmo : rhonki (+) Pulmo : rhonki (+)

Abdomen

:

datar, basah halus, whexxing basah halus, whexxing

supel, turgo N, Bising (-), SDV (+) Usus N Ekstremitas

Abdomen :

(-), SDV (+) :

datar, Abdomen

:

datar,

akral supel, turgo N, Bising supel, turgo N, Bising

dingin (-)

Usus N

Usus N

Ekstremitas

:

akral Ekstremitas

dingin (-)

:

akral

dingin (-)

Pemeriksaan

Hb : 11,4

Penunjang

Leukosit : 20.300 Ht : 34 Trombosit : 418.000 SGOT/SGPT = 18/7 Widal TYO : 1/200 Widal TYH : 1/400

Diagnosis

Obs. Febris hari ke 5 + - PJB Asianotik gagal - PJB Asianotik gagal dyspneu

Terapi

jantung kiri NYHA 4 jantung kiri NYHA 4 suspek VSD

suspek VSD

-Thypiod

-Thypiod

Inf. RL 20 tetep/menit

Inf.

D5%

O2 Nasal 2 liter/menit

tetes/menit

12 Inf.

D5%

12

tetes/menit

Inj. Cefotaxim 3 x 500 Inj. Ceftriaxone 1 x Inj. Ceftriaxone 1 x mg

900 mg

Inj. Dexa 3 x ½ ampul

Inj. Furosemid 1 x 20 Inj. Furosemid 1 x 20

P.O :

mg

mg

PCT syr 3 x 2 cth

P.O :

P.O :

Propepsa syr 3 x 1,5 Digoksin 2 x 0,1 mg

Diit

900 mg

Digoksin 2 x 0,1 mg

cth

Captopril 2 x 3,125 mg Captopril 2 x 3,125 mg

Diit rendah serat

3 x bubur lauk cacah 3 x bubur lauk cacah rendah serat

rendah serat

Keluhan

27 Juni 2014

28 Juni 2014

29 Juni 2014

Batuk (+)

Batuk (+)

Batuk (+)

Nyeri perut dan uluhati Nyeri dada (+) sudah Sesak (+)

TTV

(+)

berkurang

Sesak (+)

Sesak (+)

N : 136x/menit

N : 124x/menit

N : 136x/menit

RR :76x/menit

RR :52x/menit

RR :68x/menit

t : 37OC

t : 36,8OC

t : 37,7OC

Pemeriksaan KU : Kurang aktif dan KU : Kurang aktif dan KU : Kurang aktif dan Fisik

tampak lemas

tampak lemas

tampak lemas

Kepala : Mesochepal, Kepala : Mesochepal, Kepala : Mesochepal, rambut

hitam

tidak rambut

mudah di cabut Mata

:

hitam

tidak rambut

mudah di cabut

conjungtiva Mata

:

hitam

tidak

mudah di cabut

conjungtiva Mata

:

conjungtiva

anemin

(-/-),

sclera anemin

(-/-),

sclera anemin

(-/-),

sclera

ikterik

(-/-),

mata ikterik

(-/-),

mata ikterik

(-/-),

mata

cowong (-/-)

cowong (-/-)

cowong (-/-)

Hidung : Nafas cuping Hidung : Nafas cuping Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), secret (-), hidung (-/-), secret (-), hidung (-/-), secret (-), epitaksis (-)

epitaksis (-)

epitaksis (-)

Mulut : bibir kering (- Mulut : bibir kering (- Mulut : bibir kering (),

lidah

kotor

(-), ),

lidah

kotor

(-), ),

lidah

kotor

sianosis (-)

sianosis (-)

sianosis (-)

Telinga : normotia

Telinga : normotia

Telinga : normotia

Leher

:

tidak

pembesaran KGB Thorax

:

retraksi (-)

ada Leher

:

tidak

pembesaran KGB

simetris, Thorax

:

retraksi (-)

ada Leher

:

tidak

(-),

ada

pembesaran KGB

simetris, Thorax

:

simetris,

retraksi (-)

Cor : BJ I/II Reguler, Cor : BJ I/II Reguler, Cor : BJ I/II Reguler, bising (+) sistole grade bising (+) sistole grade bising (+) sistole grade 3 gallop (+)

3 gallop (+)

3 gallop (+)

Pulmo : rhonki (+) Pulmo : rhonki (+) Pulmo : rhonki (+) basah halus, whexxing basah halus, whexxing basah halus, whexxing

(-), SDV (+) Abdomen

(-), SDV (+) :

datar, Abdomen

(-), SDV (+) :

datar, Abdomen

:

datar,

supel, turgo N, Bising supel, turgo N, Bising supel, turgo N, Bising Usus N

Usus N

Ekstremitas

:

Usus N

akral Ekstremitas

dingin (-)

:

akral Ekstremitas

dingin (-)

:

akral

dingin (-)

Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

- PJB Asianotik gagal - PJB Asianotik gagal - PJB Asianotik gagal jantung kiri NYHA 4 jantung kiri NYHA 4 jantung kiri NYHA 4

Terapi

suspek VSD

suspek VSD

suspek VSD

-Thypiod

-Thypiod

-Thypiod

Inf.

D5%

12 Inf.

tetes/menit

D5%

12 Inf.

tetes/menit

D5%

12

tetes/menit

Inj. Ceftriaxone 1 x Inj. Ceftriaxone 1 x Inj. Ceftriaxone 1 x 900 mg

900 mg

900 mg

Inj. Furosemid 1 x 20 Inj. Furosemid 1 x 20 Inj. Furosemid 1 x 20 mg

mg

mg

P.O :

P.O :

P.O :

Digoksin 2 x 0,1 mg

Digoksin 2 x 0,1 mg

Digoksin 2 x 0,1 mg

Captopril 2 x 3,125 mg Captopril 2 x 3,125 mg Captopril 2 x 3,125 mg Pasang kateter Diit

3 x bubur lauk cacah 3 x bubur lauk cacah 3 x bubur lauk cacah rendah garam

serat

rendah rendah garam

serat

rendah rendah serat garam

rendah

Keluhan

30 Juni 2014

1 Juli 2014

2 Juli 2014

Batuk (+)

Batuk (+)

Batuk (+)

Nyeri perut dan uluhati Nyeri dada (+) sudah Sesak

(+)

sudah

(+)

berkurang

berkurang

Sesak (+)

Sesak (+)

Nyeri dada (+) sudah

Muntah (-)

BAB (+)

berkurang

BAB (-)

BAK ± 300cc (21.00 – BAB (-) 18.00)

BAK ± 800 cc (23.00 – 13.00)

TTV

N : 120x/menit

N : 121x/menit

N : 124x/menit

RR :56x/menit

RR :60x/menit

RR :52x/menit

t : 37,3OC

t : 37OC

t : 36,5OC

Pemeriksaan KU : Kurang aktif dan KU : Kurang aktif dan KU : mulai tampak Fisik

tampak lemas

tampak lemas

aktif

Kepala : Mesochepal, Kepala : Mesochepal, Kepala : Mesochepal, rambut

hitam

tidak rambut

mudah di cabut Mata

:

hitam

tidak rambut

mudah di cabut

conjungtiva Mata

:

hitam

tidak

mudah di cabut

conjungtiva Mata

:

conjungtiva

anemin

(-/-),

sclera anemin

(-/-),

sclera anemin

(-/-),

sclera

ikterik

(-/-),

mata ikterik

(-/-),

mata ikterik

(-/-),

mata

cowong (-/-)

cowong (-/-)

cowong (-/-)

Hidung : Nafas cuping Hidung : Nafas cuping Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), secret (-), hidung (-/-), secret (-), hidung (-/-), secret (-), epitaksis (-)

epitaksis (-)

epitaksis (-)

Mulut : bibir kering (- Mulut : bibir kering (- Mulut : bibir kering (),

lidah

kotor

(-), ),

lidah

kotor

(-), ),

lidah

kotor

sianosis (-)

sianosis (-)

sianosis (-)

Telinga : normotia

Telinga : normotia

Telinga : normotia

Leher

:

tidak

pembesaran KGB Thorax retraksi (-)

:

ada Leher

:

tidak

pembesaran KGB

simetris, Thorax retraksi (-)

:

ada Leher

:

tidak

(-),

ada

pembesaran KGB

simetris, Thorax

:

simetris,

retraksi (-)

Cor : BJ I/II Reguler, Cor : BJ I/II Reguler, Cor : BJ I/II Reguler,

bising (-)

bising (-)

bising (-)

Pulmo : rhonki (-), Pulmo : rhonki (-), Pulmo : rhonki (-), whezzing (-), SDV (+) Abdomen

:

whezzing (-), SDV (+)

datar, Abdomen

:

datar,

whezzing (-), SDV (+) (-), SDV (+)

supel, turgo N, Bising supel, turgo N, Bising Abdomen Usus N

Usus N

Ekstremitas

:

datar,

supel, turgo N, Bising

akral Ekstremitas

dingin (-)

:

:

akral Usus N

dingin (-)

Ekstremitas

:

akral

dingin (-) Pemeriksaan

Hb :10,1

Penunjang

Leukosit : 13.600 Trombosit : 441.000 Ht : 30 EKG Undermined Rhythm ( pansistol Supraventricular Rhythm)

Diagnosis

- PJB Asianotik gagal - PJB Asianotik gagal - PJB Asianotik gagal jantung kiri NYHA 4 jantung kiri NYHA 4 jantung kiri NYHA 4

Terapi

suspek VSD

suspek VSD

suspek VSD

-Thypiod

-Thypiod

-Thypiod

Inf.

D5%

12 Inf.

tetes/menit

D5%

12 Inf.

tetes/menit

D5%

12

tetes/menit

Inj. Ceftriaxone 1 x Inj. Ceftriaxone 1 x Inj. Ceftriaxone 1 x 900 mg

900 mg

900 mg

Inj. Furosemid 1 x 20 Inj. Furosemid 1 x 20 Inj. Furosemid 1 x 20 mg

mg

mg

P.O :

P.O :

P.O :

Digoksin 2 x 0,1 mg

Digoksin 2 x 0,1 mg

Digoksin 2 x 0,1 mg

Captopril 2 x 3,125 mg Captopril 2 x 3,125 mg Captopril 2 x 3,125 mg Pasang kateter Diit

3 x bubur lauk cacah 3 x bubur lauk cacah 3 x bubur lauk cacah rendah garam

serat

rendah rendah garam

serat

rendah rendah serat garam

rendah

3 Juli 2014 Keluhan

Batuk (+) jarang, Sesak (+) sudah berkurang BAB (+) BAK (+) 500cc jam 06.00-13.30

TTV

N : 104x/menit RR :54x/menit t : 36,2OC

Pemeriksaan Fisik

KU : Kurang aktif dan tampak lemas Kepala : Mesochepal, rambut hitam tidak mudah di cabut Mata : conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), mata cowong (-/-) Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), secret (-), epitaksis (-) Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-) Telinga : normotia Leher : tidak ada pembesaran KGB Thorax : simetris, retraksi (-) Cor : BJ I/II Reguler, Murmur sistolik (+) derajat III Pulmo : rhonki (-), whezzing (-), SDV (+) Abdomen : datar, supel, turgo N, Bising Usus N Ekstremitas : akral dingin (-)

Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

- PJB Asianotik gagal jantung kiri NYHA 4 suspek VSD -Thypiod

Terapi

Inf. D5% 12 tetes/menit

Pulang

Inj. Ceftriaxone 1 x 900 mg

P.O

Inj. Furosemid 1 x 20 mg

Cefixime 2 x 1 mg

P.O :

Furosemid 1 x 20 mg

Digoksin 2 x 0,1 mg Captopril 2 x 3,125 mg Pasang kateter Diit

3 x nasi tim lauk cacah rendah serat rendah garam

T. Prognosis Qua ad vitam

= dubia ad bonam

Qua ad sanam

= dubia ad bonam

Qua ad fungsional

= dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Medis Penyakit Jantung Bawaan 1. Definisi Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania, 2009). 2. Jenis PJB a. PJB Non Sianotik Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003). 1). Ventricular Septal Defect (VSD) Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2– 3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003). 2). Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003). 3). Atrial Septal Defect (ASD) Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga

pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003). 4). Aorta Stenosis (AS) Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003). 5). Coarctatio Aorta (CoA) Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003). 6). Pulmonal Stenosis (PS) Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup

pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003). b. PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994). 1). Tetralogy of Fallot (ToF) Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007). 2). Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. (Bernstein, 2007) 3). Tricuspid Atresia Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan

pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis. (Bernstein, 2007) 3. Etiologi Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan : a. Factor genetic. 1. Adanya gen – gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif autosomal, atau terkait – X ) yang biasanya menyebabkan penyakit jantung bawaan sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan. 2. Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai bagian suatu kompleks lesi. 3. Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya. b. Factor lingkungan. 1. Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum progesterone saat hamil mungkin akan mengalami peningkatan resiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung congenital. 2. Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus arteosus paten dan kadang – kadang stenosis katup pulmonal 4. Manifestasi Klinis a. Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru – biruan yang disebut Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik dibanding bagian bawah. b. Pada foto merah terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal. c. Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan panjang badan serta perkembangan otak terganggu. d. Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang menandakan bahaya kematian. e. Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung.

f. Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan anterior – posterior dada bertambah. g. Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri.

GAGAL JANTUNG Gagal jantung adalah keadaan ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer otot jantung atau beban jantung yang berlebihan atau kombinasi keduanya.Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung yang bertindak sebagai pompa sentral akan memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh. Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan padaafterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung, misalnya stenosis aorta,stenosis pulmonal atau koarktasio aorta. Gagal jantung kongestif pada bayi dan anak merupakan kegawatdaruratan yang sangat sering dijumpai oleh petugas kesehatan dimanapun berada. Keluhan dan gejala sangat bervariasi sehingga sering sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain di luar jantung. Gagal jantung yang merupakan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung (cardiac output=CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang.Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel dan mekanisme FrankStarling. Dengan demikian manifestasi klinik gagal jantung terdiri dari berbagai respon hemodinamik, renal, neural dan hormonal yang tidak normal. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolisme tubuh, dan kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan

spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya. Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas utama baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang.

Klasifikasi Gagal jantung secara umum dibagi menjadi gagal jantung akut dan gagal jantung kronis.

Gagal jantung Akut Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-load atau after-load, seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.

Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester) atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan dominasi gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF), Left heart backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right heart backward failure (berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah kanan)

Gagal jantung kronik Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

Klasifikasi stadium Berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart

Association, gagal jantung telah diklasifikasikan menjadi beberapa tahap dan juga terapi yang diberikan yaitu antara lain 1. Tahap A Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung . 2. Tahap B Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala. 3. Tahap C Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung. 4. Tahap D Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan standar.

Sedangkan berdasarkan New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan emnjadi 4 kelas fungsional 1. Kelas I Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak mempunyai batasan aktivitas fisik. 2. Kelas II Pasien dengan penyakit jantung tetapi mempunyai sedikit batasan aktivitas fisik. 3. Kelas III Pasien dengan penyakit jantung yang mempunyai batasan yang harus diperhatikan dalam aktivitas fisik. 4. Kelas IV Pasien dengan penyakit jantung yang tidak dapat melakukan berbagai aktivitas fisik yang disebabkan dyspnea

Etiologi Gagal Jantung Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : 1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu : 

Beban tekanan



Beban volume



Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastole



Obstruksi pengisian ventrikel



Aneurisma ventrikel



Disinergi ventrikel



Restriksi endokardial atu miokardial 2. Abnormalitas otot jantung



Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika.



Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal 3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi Di samping itu penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni pada masa neonatus, bayi dan anak Periode Neonatus Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonatus, dan bila ada biasanya berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit atau gangguan metabolik lainnya. Lesi jantung kiri seperti sindrom hipoplasia jantung kiri, koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung pada 1 atau 2 minggu pertama. Periode Bayi Antara usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab tersering ialah kelainan struktural termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten atau defek septum atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih kompleks seperti transposisi, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia tricuspid atau trunkus arteriosus biasanya juga terjadi pada periode ini. Periode Anak Gagal jantung pada penyakit jantung bawaan jarang dimulai setelah usia 1 tahun. Di negara maju, karena sebagian besar pasien dengan penyakit jantung bawaan yang berat sudah dioperasi, maka praktis gagal jantung bukan menjadi masalah pada pasien penyakit jantung bawaan setelah usia 1 tahun. Patofisiologi Gagal Jantung Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga

menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik. Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi diastolik akhir,afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut jantung. Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.

Mekanisme Kompensasi Mekanisme adaptive atau kompensasi jantung dalam merespon keadaan yang menyebabkan kegagalan jantung tersebut antara lain 1. Mekanisme Frank-Starling Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume ventricular end-diastolic. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal

pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel.

Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular enddiastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang berlebihan.

Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung

2. Aktivasi neurohormonal yang mempengaruhi beberapa sistem antara lain sistem saraf simpatetik Stimulasi sistem saraf simpatetik berperan penting dalam respon kompensasi menurunkan cardiac output dan patogenesis gagal jantung. Baik cardiac symphatetic tone dan katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) meningkat selama tahap akhir dari hampir semua bentuk gagal jantung. Stimulasi langsung irama jantung dan kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf simpatetik membantu memelihara perfusi berbagai organ, terutama otak dan jantung.

Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik melibatkan peningkatan tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan jantung dalam memompa. Stimulasi simpatetik yang berlebihan juga menghasilkan penurunan aliran darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan perfusi jaringan tetapi juga berkontribusi meningkatkan sistem tahanan vaskular dan stres berlebihan dari jantung

3. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II. Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan vasokonstriksi dan menstimulasi produksi aldosteron dari adrenal korteks. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dengan meningkatkan retensi air.

Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses perbaikan karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi makrofag pada sisi kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi pertumbuhan fibroblas dan sintesis jaringan kolagen

4. Peptida natriuretik dan substansi vasoaktif yang diproduksi secara local Ada tiga jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP dihasilkan dari sel atrial sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial, memproduksi natriuresis cepat dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium dalam jumlah sedang dalam urine. BNP dikeluarkan sebagai respon tekanan pengisian ventrikel sedangkan fungsi CNP masih belum jelas

5. Hipertrofi otot jantung dan remodeling Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Meskipun hipertrofi ventrikel memperbaiki kerja jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang penting bagi morbiditas dan mortalitas. Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe hipertrofi, yaitu pertama Concentric hypertrophy, terjadi penebalan dinding pembuluh darah, disebabkan oleh hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi peningkatan panjang otot jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy.

Manifestasi Klinik Gagal Jantung Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada bayi, gejala Gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orang tuanya bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat dan berat badannya sulit naik. Pasien defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada hari-hari pertama, karena pirau yang terjadi masih minimal akibat tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang masih tinggi setelah beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada bulan kedua atau ketiga, gejala gagal jantung baru nyata. Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif, toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah aktivitas fisis tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat). Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada stress, misalnya penyakit infeksi akut. Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat dingin. Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di bagian basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang dapat terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah, hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan : 

Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.



Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.



Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium. Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi : dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadangkadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik.

Diagnosis Gagal Jantung Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda yang penting adalah takikardi (150x/mnt atau lebih saat istirahat), serta takipne (50x/mnt atau lebih saat istirahat). Pada prekordium dapat teraba aktivitas jantung yang meningkat. Bising jantung sering ditemukan pada auskultasi, yang tergantung dari kelainan struktural yang ada. Terdapatnya irama derap merupakan penemuan yang berarti, khususnya pada neonatus dan bayi kecil. Ronki juga sering ditemukan pada gagal jantung. Bendungan vena sistemik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular, serta refluks hepatojugular. Kedua tanda ini sulit diperiksa pada neonatus dan bayi kecil, tampak sianosis perifer akibat penurunan perfusi di kulit dan peningkatan ekstraksi oksigen jaringan ekstremitas teraba dingin, pulsasi perifer melemah, tekanan darah sistemik menurun disertai penurunan capillary refill dan gelisah. Pulsus paradoksus (pirau kiri ke kanan yang besar), pulsus alternans (penurunan fungsi ventrikel stadium lanjut). Bising jantung menyokong diagnosis tetapi tidak adanya bising jantung tidak dapat menyingkirkan bahwa bukan gagal jantung. 

Foto dada : dengan sedikit perkecualian, biasanya disertai kardiomegali. Paru tampak bendungan vena pulmonal.



Elektrokardiografi : di samping frekuensi QRS yang cepat atau disritmia, dapat ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung serta tanda-tanda penyakit miokardium/ pericardium.



Ekokardiografi : M-mode dapat menilai kuantitas ruang jantung dan shortening fraction yaitu indeks fungsi jantung sebagai pompa. Pemeriksaan Doppler dan Doppler berwarna dapat menambah informasi secara bermakna. Penatalaksanaan Gagal Jantung Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung : pengobatan terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung. Pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen, pemberian cairan dan diet. Selain itu, penatalaksanaa gagal jantung juga berupa:

Medikamentosa : 

Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena),



Vasodilator : (arteriolar dilator : hidralazin), (venodilator : nitrat, nitrogliserin), (mixed dilator: prazosin, kaptopril, nitroprusid)



Diuretik



Pengobatan disritmia Pembedahan : - Penyakit jantung bawaan (paliatif, korektif) - Penyakit jantung didapat (valvuloplasti, penggantian katup) Komplikasi Gagal Jantung Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal. Prognosis Gagal Jantung Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-

minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian. Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.

DEMAM TYPHOID A.

Definisi Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enteric fever, Eberth disease) adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.

B.

Etiologi Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhi yang mana merupakan kuman gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, bersifat aerob. S. typhi mempunyai tiga macam antigen, yaitu: - Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar) - Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil. - Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis Dalam serum penderita terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

C.

Manifestasi Klinis Gejala demam tifoid pada anak-anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa

inkubasi dapat ditemukan gejala prodromal, yaitu: anoreksia, letargia, malaise, nyeri kepala, batuk tidak berdahak, bradikardi. Kemudian menyusul gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu III. 2. Gangguan saluran cerna Pada mulut didapatkan nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah (rhagaden), lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue)., ujung dan tepinya

kemerahan.

Pada

abdomen

dapat

dijumpai

adanya

kembung

(meteorismus). Hepar dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam berupa apatis sampai somnolen. Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan gejala-gejala lain: - Roseola atau rose spot; pada punggung, perut bagian atas dan dada bagian bawah dapat ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah dengan diameter 2-4 mm yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang berkulit gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam. - Bradikardia relatif; Kadang-kadang dijumpai bradikardia relatif yang biasanya ditemukan pada awal minggu ke II.

D.

Patogenesis dan Patofisiologi Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui fecal-oral transmittion melalui orang ke orang maupun melalui perantaraan makanan dan minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi dengan feces atau urine, sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, dan

sebagian lagi masuk usus halus. Penyakit yang timbul tergantung pada

beberapa faktor, antara lain (1) jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam lambung. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109 yang tertelan. Sesampainya di lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung. Namun tidak semua bakteri tersebut mati. Jumlah bakteri yang mampu bertahan hidup bergantung pada keasaman lambung tersebut. Bakteri yang mampu bertahan hidup masuk ke dalam lumen usus, lalu mengadakan perlekatan pada mikrovili dan menyerang epitel hingga mencapai lamina propria. Melalui plak peyeri pada ileum distal bakteri masuk ke dalam KGB mesenterium dan mencapai aliran darah melalui duktus torasikus menyebabkan bakteriemia pertama yang asimptomatis. Kemudian kuman akan masuk kedalam organ – organ sistem retikuloendotelial (RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga terjadi bakteriemia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu kuman tersebut bersama dengan asam empedu di keluarkan dan masuk ke dalam usus halus. Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan gejala peritonitis. Pada masa bakteriemia, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida). Endotoksin sangat berperan membantu proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak yaitu merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan terjadinya demam. Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

Bagan Patofisiologi Demam Typhoid

E.

Pemeriksaan Penunjang 1.

Pemeriksaan yang menyokong diagnosis. Pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, neutropenia pada permulaan sakit. Mungkin juga terdapat anemia dan trombositopenia ringan.

2.

Pemeriksaan untuk membuat diagnosa a.

Deteksi S. Typhi Kultur merupakan pemeriksaan baku emas namun sensitifitasnya rendah. Hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila jumlah spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat pengobatan antibiotik. Keterlibatan biakan strain Salmonella biasanya merupakan dasar untuk diagnosis.

-

Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.

-

Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4

-

Biakan sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif

-

Kultur tinja biasanya positif pada minggu ke-3 sampai ke-5

b.

Deteksi DNA S.typhi Metode yang digunakan yaitu PCR dimana DNA S.typhi dilipat gandakan. Metode PCR dapat mendeteksi DNA bakteri baik yang hidup maupun mati. Hasil positif tidak selalu menunjukkan adanya infeksi aktif, sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi karena terdapat beberapa zat yang dapat menghambat reaksi

c.

Tes Widal Tes Widal merupakan pemeriksaan serologis yang pertama kali diperkenalkan dan masih banyak digunakan. Uji widal klasik mengukur antibodi terhadap antigen O dan H S typhi. Diagnosis demam tifoid ditegakkan bila kenaikan titer S. Typhi titer O ≥1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens. Deteksi anti O dan anti H dalam serum tidak selalu menunjukkan adanya infeksi S.typhi. S.typhi memiliki beberapa antigen O dan H yang sama dengan Salmonella lain, sehingga peningkatan titer tidak spesifik untuk S.typhi. Anti O dan H negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi. Hasil negatif palsu dapat disebabkan antibodi belum terbentuk karena spesimen diambil terlalu dini atau antibodi tidak terbentuk akibat defek pembentukan antibodi.

F.

Penatalaksanaan Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan yang diberikan yaitu: 1.Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta 2.Perawatan yang baik untuk hindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia. 3.Pemberian antipiretik bila suhu tubuh > 38,5 C. 4.Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. 5.Antibiotika:



Kloramfenikol; masih merupakan

pilihan pertama pada pengobatan

penderita demam tifoid. Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari dibagi 4x pemberian selama 10-14 hari. Dosis maksimal 2 g/hari. Hari pertama setengah dosis dulu, selanjutnya diberikan sesuai dosis diatas, karena kalau diberi dalam dosis yang penuh maka kuman akan banyak yang mati dan sebagai akibatnya endotoksin meningkat dan demam akan bertambah tinggi. Kloramfenikol tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit < 2000/ ul. 

Selain itu dapat juga diberikan:



Ampislin; dengan dosis 100-200 mg/kgBB/hari dibagi 4 x pemberian secara oral atau suntikan IV selama 14 hari.



Amoksilin; dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 x yang memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam yang lebih lama.



Kotrimoxazol (trimethoprim 80 mg + sulphametoxazole 400 mg); dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2 x pemberian



Pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan

S.typhi yang resisten

terhadap berbagai obat diatas (MDR= multidrug resistance), terdiri atas: 

Seftriakson; dengan dosis 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 10 hari.



Sefiksim; dengan dosis 10-12 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 14 hari.



Gol.quinolon; Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis atau ofloksasin, 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pengobatan 2-10 hari.

6.Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya: pemberian cairan intravena untuk penderita dehidrasi dan asidosis. Pemberian antipiretik masih kontroversial, di satu pihak demam diperlukan untuk efektifitas respon imun dan pemantauan keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya kejang dan kenyamanan anak terganggu, sering membutuhkan antipiretik. Dianjurkan pemberian bila suhu di atas 38,5’C. Pemberian kortikosteroid dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila ditemukan status kesadaran delir, stupor, koma, ataupun syok. Deksamethason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kgBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari.

G. Komplikasi Komplikasi tipoid dapat terjadi pada : 1. Intestinal (usus halus) : Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu: 

Perdarahan usus. Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena dan kalau sangat berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda syok: berupa penurunan suhu tubuh dan tekanan darah yang drastis.



Perforasi usus. Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi pada distal ileum. Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free air sickle) diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi tegak.



Peritonitis Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense muskular) dan nyeri tekan.

2. Ekstraintestinal Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan STT pada EKG, syok kardiogenik, infiltasi lemak maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminae, maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronis yang terjadi pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karier).

DAFTAR PUSTAKA

Behrman RE, dkk . Typhoid Fever. Nelson textbook of pediatrics. 17th edition: WB Saunders Co. 2004: 916-919. Berman RE, dkk. Demam Enterik. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15. Volume 2. 1996 : 970-973. Buku kuliah : Ilmu Kesehatan Anak : Jilid 2 : Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2002 : 593-598 Current : Medical Diagnosis & Treatment. Forty-third edition. McGraw-Hill . 2004 : 13621363 Demam tifoid. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Cipto Mangunkusumo. 2007 : 173 -176. Garna H, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008 :368-375 Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik, ILMU PENYAKIT DALAM JILID II, hal : 659. Jakarta: FKUI Sudoyo, W. Aru, dkk. Jilid 2. Edisi V. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 1169-1173 Jakarta : Interna Publishing Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2007. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, hal: 479. Jakarta : FKUI Oesman I.N, 1994. Gagal Jantung. Dalam buku ajar kardiologi anak. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 425 – 441 Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI. Jakarta. Hal 193 – 204 Ontoseno T. 2005. Gagal Jantung Kongestif dan Penatalaksanaannya pada Anak. Simposium nasional perinatologi dan pediatric gawat darurat. IDAI Kal-Sel. Banjarmasin. Hal 89 – 103 Kabo P, Karim S. 1996. Gagal Jantung Kongestif. Dalam : EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter umum. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 187 – 205 Price, Sylvia A 1994. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC. Jakarta. 582 - 593 Mappahya, A.A. 2004. Dari Hipertensi Ke Gagal Jantung. Pendidikan Profesional Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar. 2004.

Related Documents

Cbd Ii Pjb Dan Thypoid.docx
November 2019 7
Kak Pjb
October 2019 113
Cbd Andri.docx
May 2020 10
Cbd Fara.docx
June 2020 16
Format Kp Pjb Fix.docx
December 2019 35
Cbd Brpn.docx
May 2020 14

More Documents from "ahmad unissula"

Q2sol
August 2019 21
Tutorial Sheet 7
October 2019 18
Ewaste
April 2020 19
Cbd Ii Pjb Dan Thypoid.docx
November 2019 7