BAB I PENDAHULUAN
Kanker kulit secara umum dibagi menjadi kanker kulit melanoma dan nonmelanoma. Yang termasuk kanker kulit nonmelanoma adalah karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan penyakit kanker kulit yang terbanyak dijumpai, berkisar 75-80% dari jumlah pasien kanker nonmelanoma. Di Amerika Serikat, angka kejadian KSB meningkat, dari 65% pada tahun 1980 menjadi 80% pada tahun 2010 (Panda, 2010). Insiden KSB meningkat sesuai usia dan lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan pada wanita, meskipun dengan adanya perubahan pola hidup perbedaan jenis kelamin menjadi kurang bermaknan (Christenson et al, 2005). KSB merupakan karsinoma lowgrade dimana secara klinis sering ditemukan pada area yang terpapar sinar matahari dan tidak menimbulkan masalah dalam diagnosis klinis. Namun sejak penampakan KSB bervariasi sesuai dengan pola histologisnya, dan lokasinya kadang tidak seperti biasa, diagnosis tidak selalu tercapai secara klinis (Solano et al, 2008). KSB kadang kala sulit untuk dibedakan dengan lesi epithelial jinak maupun ganas (Bakis et al, 2004). KSB adalah tumor ganas yang bersifat invasif secara lokal, agresif, dan destruktif. Etiopatogenesis KSB adalah predisposisi genetik, lingkungan, dan paparan sinar matahari, khususnya ultraviolet B (UVB) yang merangsang terjadinya mutasi suppressor genes. Berkaitan dengan hal tersebut, malignansi ini biasanya timbul di daerah yang terpapar sinar matahari. Biasanya, lesi KSB berupa lesi tunggal dan 80% kasus terdapat pada kepala dan leher (Telfer, 2008). Kecurigaan awal KSB adalah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang penting dalam prognosis KSB. Oleh karena itu dokter umum harus mampu mendiagnosis dan merujuk untuk tatalaksana lebih lanjut.
1
BAB II LAPORAN KASUS 2.1.
Identifikasi Nama
: Riyanto Bin Paidi
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir/ Umur
: 1 Februari 1960/ 55 Tahun
Alamat
: Karang Sari, Kec. Belitang III, Kab. OKU
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan
: SD
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
No. Rekam Medis
: 968130
No. Register
: RI 16028443
Masuk RS
: 18 Oktober 2016
2.2. Anamnesis (Autoanamnesis 2016) Keluhan Utama
Keropeng pada wajah
Keluhan Tambahan -
:
:
Gatal pada keropeng
Riwayat Perjalanan Penyakit : Kisaran 7 tahun yang lalu, pasien mengeluh tahi lalat di sebelah kanan hidung yang bertambah besar menjadi seukuran kacang hijau, tahi lalat tidak terasa gatal, tidak nyeri. Kisaran 7 bulan yang lalu, pasien mengeluh tahi lalat semakin membesar menjadi benjolan seukuran kelereng, tahi lalat terasa gatal, pasien menggaruk tahi lalat hingga benjolan tahi lalat lecet, pecah dan menjadi keropeng kehitaman yang 2
mengeluarkan darah. Pasien melakukan pengobatan tradisional menggunakan daun brotowali yang dioleskan ke bagian keropeng, pasien juga berobat ke bidan dan diberikan salep namun keropeng tidak sembuh-sembuh. Nyeri pada keropeng tidak ada, timbul benjolan di leher, ketiak dan daerah tubuh yang lain tidak ada, nyeri pada bagian wajah tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri perut tidak ada, demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Kisaran 3 bulan yang lalu benjolan tampak berubah menjadi keropeng kehitaman yang dirasakan semakin melebar ke arah atas dan samping kanan ukuran kurang lebih 5 cm x 3 cm, mudah berdarah, dan menjadi basah. Pasien kemudian berobat ke puskesmas kemudian dirujuk ke poli bedah RSMH Palembang. Riwayat Pekerjaan Pasien bekerja sebagai petani di sawah, pasien terpapar sinar matahari langsung setiap hari, pada pukul 07.00-11.00 WIB kemudian istirahat dan bekerja kembali pada pukul 14.00-16.00 WIB Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kencing manis tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat trauma tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada
Riwayat Tumor dan Kanker dalam keluarga tidak ada
Riwayat kencing manis dalam keluarga tidak ada
Riwayat darah tinggi dalam keluarga tidak ada
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada
Riwayat Pengobatan
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada
3
2.3. Pemeriksaan Fisik (2016) 2.3.1
2.3.2
Status Generalis Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Sensorium
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 82 x/m
Laju pernafasan
: 18 x/m
Temperatur
: 36,80C
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan
: 156 cm
IMT
: 18,5
Status gizi
: normoweight
Pemeriksaan Spesifik Kepala
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, diameter 3mm, refleks cahaya (+/+)
Leher
: Pembesaran KGB (-),JVP (5-2) cmH2O
Thorax Cor Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: Dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Inspeksi
: Statis dan dinamis simetris kanan = kiri
Palpasi
: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
4
Abdomen Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Lemas, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2”, Edem (-)
Genitalia dan Anus Tidak ada kelainan
2.3.3 Status Lokalis
Regio Zigomatik dan orbitalis dextra : Ulkus soliter ukuran 5x3cm, ireguler, dasar ulkus sebagian jaringan dermis, sebagian ditutupi krusta merah, hitam, tebal, discharge (-), tepi tidak menggaung, tidak bau, dan tidak nyeri.
2.4.Pemeriksaan Penunjang 2.4.1. Laboratorium (31 Agustus 2016) Darah Rutin Hb
: 14,3 g/dL
Leukosit
: 11.000/mm3 5
Ht
: 42%
Trombosit
: 218.000/µL
Diff Count
: 0/2/71/23/4
Ginjal Ureum
: 29 mg/dL
Kreatinin
: 0.99 mg/dL
Elektrolit Natrium (Na)
: 146 mEq/L
Kalium (K)
: 4.0 mEq/L
2.4.2. Pemeriksaan Radiologis (31 Agustus 2016) Foto Thorax
Kesan: - Cor tak membesar - Pulmo tak tampak kelainan
2.5. Diagnosis Tumor Kulit Suspek Ganas
6
2.6. Diagnosis Banding Karsinoma Sel Basal Melanoma Maligna
2.7. Penatalaksanaan Nonfarmakologis Diet Nasi Biasa Pro Wide Eksisi Konsul bagian Anestesi dan penyakit dalam untuk dilakukan pro wide eksisi Farmakologis Tidak ada penatalaksanaan farmakologi
2.8. Prognosis Quo ad vitam
: Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam
: Dubia ad Malam
Quo ad sanationam
: Dubia ad Bonam
2.9. Follow up Tanggal
:
24 Oktober 2016
S
:
Koreng pada wajah yang tidak sembuh-sembuh
O
:
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Sensorium : Compos Mentis TD: 120/80 mmHg N: 81x/menit RR 20x/menit T: 36.5 C Status Lokalis : Stqa
A
:
Tumor kulit regio fasialis suspek ganas
P
:
Non farmakologis Diet Nasi Biasa
7
Pro Wide Eksisi Konsul bagian Anestesi dan penyakit dalam untuk dilakukan pro wide eksisi Farmakologis Tidak ada penatalaksanaan farmakologi
Follow up pre wide eksisi Tanggal
:
1 November 2016
S
:
Koreng pada wajah yang tidak sembuh-sembuh
O
:
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Sensorium : Compos Mentis TD: 120/80 mmHg N: 84x/menit RR 20x/menit T: 36.5 C Status Lokalis : Stqa
A
:
Tumor kulit regio fasialis suspek ganas
P
:
Non farmakologis Diet Nasi Biasa Pro Wide Eksisi Puasa 6 jam sebelum dilakukan eksisi Cek Darah rutin, kimia darah, dan faal hemostatis Farmakologis Tidak ada penatalaksanaan farmakologi
Follow up post wide eksisi Tanggal
:
1 November 2016
S
:
Koreng pada wajah yang tidak sembuh-sembuh
O
:
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Sensorium : Compos Mentis TD: 120/80 mmHg N: 78x/menit RR 20x/menit T: 36.5 C Status Lokalis : Stqa
8
A
:
Tumor kulit regio fasialis suspek ganas
P
:
Non farmakologis Diet Nasi Biasa Jaringan di PA kan Farmakologis IVFD RL gtt xx/menit Injeksi Ceftriaxone 2x 1 gram IV Injeksi Ketorolac 3x30mg IV
Laporan Operasi (1 November 2016): 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Operasi dimulai pada pukul Penderita pada posisi supinasi dalam General Anestesi Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril Dilakukan insisi di massa tumor dan jaringan dikirim ke Patologi Anatomi. Luka operasi dijahit Operasi selesai
Hasil Patologi Anatomi (11 November 2016)
Makros : Sepotong jarinan dilapisi kulit bentuk segitiga ukuran 1,3x1,2x0,6 cm, warna kecoklatan. Pada potongan padat warna kuning dengan bintik keputihan.
Mikros: Sediaan berasal dari regio zigomatik dan orbitalis dextra tampat epidermis dilapisi epitel squmous kompleks berkeratin, tampak massa tumor berbentuk nodular dengan sel pada bagian membentuk struktur perifer palisading dan dibagian sentral sel tersusun tidak teratur terdiri dari inti bulat oval, kromatin kasar, beberapa anak inti prominent, sitoplasma eosinofilik sebagian jernih mitosis abnormal dapat dijumpai, sel tumor telah invasi ke stroma jaringan ikat fibrokolagen bersebuk padat sel radang limfosit, neutrofil dan sel plasma. Tampak pula folikel rambut, kelenjar sebaseus, kelenjar ekrin dan apokrn. Subkutisberupa sel-sel lemak matur. Kesan: Basal Cell Carcinoma
9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi Kulit (Carucci, 2012; Wasitaatmadja SM, 2009) Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Secara anatomis kulit tersusun atas 3 lapisan pokok terdiri dari : a. lapisan epidermis, b. lapisan dermis, c. subkutis, sedangkan alat-alat tambahan juga terdapat pada kulit antara lain kuku, rambut, kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, dan kelenjar ekrin. Keseluruhan tambahan yang terdapat pada kulit dinamakan appendices atau adneksa kulit. a. Epidermis Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk (keratinosit), mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.4 Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
10
1. Stratum korneum (lapisan tanduk). Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). 2. Stratum lusidum. Terdapa langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. 3. Stratum granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans. 4. Stratum spinosum (Stratum malphigi). Disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya
berbeda-beda
karena
adanya
proses
mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatanjembatan antar sel (intercelullar bridge) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel Stratum spinosum mengandung banyak glikogen. 5. Stratum basale (Stratum germinativum).Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis paling bawah.Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
11
Fungsi lapisan Epidermis diantaranya adalah proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi oleh melanosit dan pengenalan alergen oleh sel Langerhans. b. Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Lapisan dermis ini paling tebal dapat dijumpai di punggung dan paling tipis pada palpebra. Hubungan antara dermis dan epidermis ini tidaklah sebagai bidang yang rata, tetapi berbentuk gelombang. Bagian dermis yang menonjol ke dalam epidermis dinamakan pars papilare, sedangkan bagian epidermis yang menonjol ke dermis disebut pars retikulare(rete ridge). Papila ini pada telapak tangan dan jari-jari terutama tersusun linier yang memberi gambaran kulit yang berbeda-beda sebagai dermatoglyphic (sidik jari). Bagian dermis papiler ini tebalnya sekitar seperlima dari tebal dermis total. Bagian bawah dari dermis papiler ini dinamakan dermis retikuler yang mengandung pembuluh darah dan lymphe, serabut saraf, adneksa dan lainnya. Dermis ini tersusun dari beberapa unsur atau organ yang meliputi: unsur seluler, unsur fibrous, substansi dasar, pembuluh darah dan limfe, dan sistem saraf. Kelima unsur atau organ yang menyusun dermis akan kita bahas satu demi satu. 1. Unsur seluler lebih banyak didapatkan pada stratum papillaris yang terdiri dari: a) Fibroblast: merupakan sel pembentuk unsur untuk fibrous dan substansi dasarnya b) Sel mast : merupakan sel pembentuk dan penyimpanan histamin dan histamine like substance yang berperan dalam anafilaksis. c) Makrofag : merupakan sel fagosit yang berfungsi memfagosit bahan-bahan asing dan mikroorganisme. d) Leukosit : Banyak dijumpai pada proses-proses peradangan yang dapat berupa mononuklear ataupun granulosit. 2. Unsur fibrous lebih padat pada stratum retikularis dibandingkan pada stratum papilaris. Unsur fibrous terdiri dari : 12
a) Kolagen : merupakan 70% dari berat kering seluruh jaringan ikat, serabut ini terbentuk oleh fibroblast, tersusun atas fibrin dari rantai polypeptide. Serabut ini bertanggung jawab pada ketegangan kulit merupakan unsur pembentuk garis langer (cleavage line) b) Elastin : Hanya 2 % dari berat kering jaringan ikat. Serabut elastin, ini juga dibentuk oleh fibroblast tetapi susunannya lebih halus dibandingkan dengan kolagen. Serabut elastin ini bertanggung jawab atas elastisitas kulit. c) Retikulin : Merupakan serabut kolagen yang masih muda dan hanyalah dapat dilihat dengan pewarnakhusus. 3. Substansi dasar tersusun dari bahan mukopolisakaris (asam hialuronat dan dermatan sulfat) yang juga dibentuk oleh fibroblast. Substansi dasar hanya merupakan 0,1% dari berat kering jaringan ikat, tetapi substansi dasar ini mampu menahan sejumlah air sehingga akan menempati ruang terbesar dari dermis. 4. Pembuluh darah dan limfe Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi. c. Subkutis Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Fungsi Subkutis/hipodermis antara lain sebagai melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
d. Persarafan Kulit Kulit diinervasi oleh kira-kira 1.000.000 serabut saraf aferen. Sebagian besar terdapat pada wajah dan ekstremitas, sedangkan pada punggung relatif 13
sedikit. Serabut saraf ini mempunyai akson dengan badan sel yang berada pada dorsal root ganglia . Serabut saraf ini masuk kulit melalui lapisan lemak subkutan, kemudian masing-masing terbagi dua yaitu serabut saraf bermielin dan serabut saraf tidak bermielin. Serabut saraf bermielin berjalan horizontal membentuk anyaman dengan serabut yang sama, kemudian naik ascenden bersama pembuluh darah dan menginervasi dermis bagian superficial. Dalam perjalanan selanjutnya serabut ini dibungkus oleh sel Schwann dan sebagian tidak bermielin. Sebagian berakhir di dermis, beberapa melakukan penetrasi membran basalis tetapi tidak jauh melanjut ke epidermis. Ada 3 macam serabut saraf yang terdapat pada kulit, yaitu : 1. Serabut adrenergik: berfungsi untuk menginervasi pembuluh darah (untuk vasokonstriksi pembuluh darah, m. erector papilare (untuk kontraksi otot tersebut), dan kelenjar apokrin (untuk pengatur sekresi kelenjar apokrin). 2. Serabut kolinergik : berfungsi menginervasi kelenjar ekrin. 3. Serabut sensorik : berfungsi untuk menerima rangsangan dari luar tubuh. Ada beberapa akhiran serabut saraf sensorik, yaitu : 1. Korpuskulum Meisnerri, 2. Korpuskulum Paccini, 3. Akhiran serabut saraf bebas. Ketiga akhiran serabut sensorik tersebut lebih jauh adalah sebagai berikut : 1. Korpuskulum Meisnerri berfungsi menerima rangsangan sentuhan dan tekanan ringan. Terdapat pada papilla dermis dan paling banyak dapat dijumpai pada telapak tangan dan kaki. 2. Korpuskulum Paccini berfungsi untuk menerima rangsangan tekanan dalam dan terdapat pada dermis bagian dalam terutama pada bagianbagian badan yang sering menahan beban berat. 3. Akhiran saraf rambut bebas berfungsi untuk menerima rangsangan panas, dingin, nyeri, gatal. Akhiran saraf bebas ini terdapat terutama pada papilla dermis dan sekitar folikel rambut.
14
Batas antara epidermis dan dermis dibentuk oleh zona membran basalis. Dengan menggunakan mikroskop elektron, membran ini dapat dilihat terdiri dari 4 komponen yaitu : membran sel dari sel basal dengan hemidesmosom, celah intermembranous, lamina basalis, komponen fibrous dermis yang dapat dilihat dengan mikroskop biasa dengan pewarna khusus menggunakan PAS. Zona membran basalis ini merupakan filter semipermeable yang memungkinkan pertukaran sel dan cairan antara dermis dan epidermis. e. Vaskularisasi Kulit Pada kulit yang masih normal, darah yang sampai pada kulit merupakan 10% dari seluruh peredaran darah dalam tubuh. Pembuluh darah di dalam kulit terdiri dari 2 plexus yaitu : 1. Plexus superficialis : terdapat pada bagian atas dermis dan tersusun sejajar dengan epidermis. Plexus superficialis ini terdiri dari atas kapiler-kapiler, endarteriole dan venulae yang memberi makan ke papilla. 2. Plexus profunda : Terdapat pada bagian bawah dermis atau dekat subkutis dan terutama terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar dari pada plexus superficialis. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah akan tetapi epidermis mendapat nutrien dari dermis melalui membran epidermis. Pada jari-jari di antara arteriole dan venulae terdapat kelompokan otot polos yang mempunyai fungsi khusus yaitu mengatur shunt arterio-venosa dan sering dinamakan glomus. Sedangkan pembuluh limfe biasanya mengikuti pembuluh darah.4,6
15
Gambar 1. Anatomi Kulit
3.2 Definisi Basalioma adalah suatu tumor ganas kulit (kanker) berasal dari pertumbuhan neoplastik sel basal epidermis dan apendiks kulit. Tumor ganas kulit merupakan suatu penyakit ditandai dengan pertumbuhan sel kulit yang tidak terkendali, dapat merusak jaringan sekitar dan mampu menyebar ke bagian tubuh lain (Graham, 2011). Pertumbuhan tumor lambat, dengan beberapa macam pola pertumbuhan sehingga memberikan gambaran klinis bervariasi, bersifat invasif, serta jarang metastasis (Braun, 2005) Basalioma atau karsinoma sel basal cenderung mengalami peningkatan jumlah terutama di kawasan Amerika, Australia, dan Inggris. Berdasarkan beberapa penelitian, orang kulit putih lebih banyak menderita kanker jenis ini. Hal tersebut diprediksikan sebagai akibat seringnya mereka terkena (banyak terpajan) cahaya matahari. Di Indonesia pasien kanker kulit terbilang sangat sedikit dibandingkan ketiga negara tersebut, tetapi kanker kulit perlu dipahami karena selain menyebabkan kecacatan juga pada stadium lanjut dapat berakibat fatal bagi pasien (Carucci, dkk, 2012 dan Habif, 2013) 16
3.3 Epidemiologi KSB lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulit berwarna dan pengaruh sinar matahari sangat berperan dalam perkembangan basalioma. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan umumnya diatas usia 40 tahun (Carucci, dkk, 2012 dan Habif, 2013). KSB sendiri adalah penyakit kanker kulit terbanyak dengan persentase 36,67% dari seluruh kasus kanker kulit di Indonesia (Tjarta, 1996). Insiden KSB di Palembang setiap tahun menunjukkan peningkatan bermakna. Toruan TL tahun 2000 melaporkan insidens KSB primer tahun 1999 adalah sebesar
0,042%,5 dan Yulia FY tahun 2008 sebesar 0,11%.6 Pada
penelitian ini insidens KSB primer meningkat hanya dalam 3 tahun menjadi 48 pasien (0,30%). Pada penelitian ini ditemukan pasien
KSB primer
sebanyak 48
pasien (0,30%) laki-laki 18 orang (37,5%) dan perempuan 30 orang (62,5%), serta perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1 : 1,8. Kelompok usia terbanyak pada usia 61 – 70 tahun sebanyak 14 orang. 3.4 Etiologi dan Patogenesis Etiopatogenesis KSB berhubungan dengan faktor genetik, lingkungan, dan yang paling sering dipicu oleh paparan sinar matahari, terutama sinar Ultraviolet B (UVB) yang bergelombang 290–320 nm. Faktor genetik yang berperan terdapat pada kromosom 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5, 7, 9, dan 12. Varian kromosom tersebut diketahui berhubungan dengan ketidakmampuan dalam proteksi terhadap paparan sinar matahari, yang mungkin berhubungan dengan faktor risiko tambahan terhadap paparan sinar matahari yang bersifat heterozigot. Kelainan genetik yang bersifat homozigot terutama berhubungan dengan pengaturan sonic hedgehog pathway signaling, paling sering terjadi pada sindrom nevoid KSB atau sindrom Gorlin (Carucci, dkk, 2012; Muzio, 2008). Hedgehog pathway (HP) aktif pada perkembangan fetus dan akan berhenti bila jaringan sudah dewasa. Pada kasus-kasus karsinoma terjadi pengaktifan HP kembali, dan hal ini juga terjadi pada kasus KSB. Faktor lingkungan yang diketahui dapat memicu terjadinya KSB adalah hidrokarbon, arsenik, coal, tar, 17
obat topikal methoxipsoralen, dan sinar UV. Kondisi imunosupresif, luka kronis, dan trauma akut juga terbukti sebagai faktor pencetus timbulnya tumor kulit, memicu pertumbuhan keratinosit menjadi lesi seperti KSB. Efek radiasi sinar ultraviolet terhadap kulit dapat bersifat akut dan kronik. Secara klinis, efek akut dari radiasi UV adalah sunburn inflammation, eritema, nyeri, panas, tanning sintesis melanin, imunosupresif lokal dan efek sistemik. Kerusakan DNA yang terjadi akibat pembentukan 6,4-photoproducts seperti cyclobutane pyrimidine dimmers, diperbaiki dengan nucleotide excision repair (NER). Jika DNA repair gagal dan sel yang bersangkutan tetap hidup, akan terjadi kerusakan DNA menetap, berarti telah terjadi mutasi gen yang bersangkutan. Radiasi UV-B meningkatkan apoptosis keratinosit untuk membunuh sel yang kerusakan DNAnya gagal diperbaiki terutama pada daerah yang aktif mengalami proliferasi pada lapisan basal epidermis, sehingga kejadian mutasi oleh radiasi UV-B tidaklah mudah terjadi (Matsumura, 2002; Carucci, dkk, 2012; Muzio, 2008).
3.5 Klasifikasi Terdapat 5 subtipe KSB yaitu KSB nodular, superfisial, morpheaform, KSB berpigmen, dan fibroepitelioma Pinkus. Subtipe nodular (yang paling sering dijumpai) berupa papul atau nodus translusen, telangiektasis, dan rolled border. Lesi besar disertai nekrosis bagian tengah merupakan dasar terjadinya ulkus rodent. Subtipe superfi sial biasanya terdapat di badan, berupa plak eritematosa dan tampak multisentris. Subtipe KSB berpigmen berupa papul translusen, hiperpigmentasi, dan dapat mengalami erosi. Subtipe morpheaform tumbuh agresif, berwarna putih atau kuning, berkilat menyerupai skar atau lesi morfea. Fibroepitelioma Pinkus biasanya terdapat di punggung bawah berupa papul merah muda yang sulit dibedakan dengan akrokordon atau skin tag (Carucci, dkk, 2012). a. KSB tipe Nodular Merupakan subtipe yang paling sering ditemukan pada KSB. Nodular KSB sering ditemukan pada area yang sering terpapar matahari di kepala dan leher. KSB tipe ini tampak sebagai papul atau nodul translusen tergantung pada 18
durasi. Biasanya ditemukan juga telangiektasis dan tepi yang bergulung (rolledraised border). Pada lesi yang lebih besar dengan nekrosis atau ulkus pada bagian tengahnya dikenal dengan istilah rodent ulcer.
Gambar 1 a) Nodular KSB b dan c) Rodent ulcer (Carucci, 2012; Sukmawati dan Gabriella, 2015)
b. KSB Superfisial KSB Superfisial merupakan subtipe KSB terbanyak kedua setelah subtipe noduler. KSB Superfisial umumnya terdapat pada tubuh bagian atas dan tampak berupa skuama eritematosa dengan batas tipis seperti mutiara. KSB subtipe ini dapat sulit dibedakan dari AK, SCCIS atau lesi inflamasi.
Gambar 2. KSB Superfisial (Carucci, 2012)
19
c. Sclerosing or Morphea Form BCC Morpheaform BCC ditemukan pada 3% penderita BCC dan seringkali timbul pada bagian kepala dan leher. Lesi morpheaform BCC berbentuk nodul yang induratif dan tidak berbatas jelas, sering didiagnosis sebagai jaringan parut.
Gambar 3. Morpheaform BCC (Carucci, 2012; Sukmawati dan Gabriella, 2015)
d. Pigmented BCC Merupakan varian dari noduler BCC dengan pembentukan melanin yang meningkat. Lesinya tampak berupa papul translusen dan hiperpigmen. Pigmented BCC didiagnosis banding dengan noduler melanoma.
Gambar 4. Pigmented BCC (Carucci, 2012)
e. Fibroepithelioma of Pinkus (PEP) PEP umumnya tampak berupa papul merah muda, halus, dan berbentuk kubah pada punggung bawah dan ekstremitas. PEP didiagnosis banding dengan amelanotik melanoma.
20
Gambar 5. Fibroepitelioma of pinkus
3.6 Stadium
3.7 Diagnosis a. Anamnesis Dikeluhkan adanya lesi kulit seperti tahi lalat yang berubah warnanya, gatal, nyeri, berdarah, membesar atau timbul ulkus. Kadang disebutkan sebagai borok yang tidak sembuh-sembuh. b. Pemeriksaan Fisik Gambaran klasik dikenal sebagai ulkus Rodent, yaitu ulkus dengan satu sisi berbentuk tidak rata, seakan-akan seperti gambaran gigitan rodent/tikus. Biasanya disertai adanya hiperpigmentasi pada bagian tepi
21
dan ulkus di tengah. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan pembesaran KGB pada beberapa regio tubuh. c. Pemeriksaan Rontgen Dilakukan foto polos X-ray terutama pada lesi BCC yang besar dan luas untuk melihat ada tidaknya infliltrasi tumor pada tulang di bawahnya. Pemeriksaan CT-Scan untuk melihat luas destruksi tulang, operabilitas dan perencanaan pembedahan. d. Pemeriksaan Histopatologi dengan Biopsi Diagnosis KSB dicapai dengan interpretasi yang akurat dari hasil biopsi kulit. Metode biopsi yang disukai adalah shave biopsy dan punch biopsy. Biopsi menggunakan Sebuah pisau cukur steril, yang dapat dimanipulasi oleh operator untuk mengatur kedalaman spesimen biopsi, Punch biopsy mungkin berguna untuk lesi lemak morpheaform BCC atau KSB berulang terjadi di bekas luka. Ketika biopsi lesi, jaringan yang memadai harus diambil. Sampel jaringan terfragmentasi dan kecil dapat mempersulit penegakan diagnosis untuk menilai subtipe dan ketebalan KSB, yang dapat mempengaruhi pilihan pengobatan (Carucci, dkk, 2012). Secara histopatologis KSB dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: undiff erentiated BCC (Basal Cell Carcinoma) dan diff erentiated BCC. Undiff erentiated BCC terdiri atas berbagai variasi pertumbuhan, ada yang tumbuh indolen seperti superfi cial BCC, nodular BCC, dan micronodular BCC, ada pula yang tumbuh agresif seperti infi ltrative BCC, metatypical BCC (basosquamous carcinoma), morpheiform BCC (sclerosing BCC). Diff erentiated BCCseperti keratotic BCC, infundibulocystic BCC, follicular BCC, pleomorphic BCC, BCC with sweat duct differentiation, BCC with sebaceous differentiation, fi broepithelioma of Pinkus, dan recurrent BCC. Gambaran histopatologis KSB dapat bervariasi tergantung tipenya. Seperti pada KSB tipe superfi sial, terdapat budding sel maligna dari basal epidermis yang meluas ke dermis. Lapisan sel perifer menunjukkan palisading. Dapat terjadi atrofi epidermal dan invasi dermis
22
minimal. Dapat ditemukan infiltrat radang kronis pada dermis bagian atas. (Carucci, dkk, 2012).
3.8 Tatalaksana Pemilihan tatalaksana KSB dipertimbangkan berdasarkan lokasi anatomis dan gambaran histopatologi (Carucci, dkk, 2012). Secara garis besar, terapi KSB dikelompokkan menjadi teknik bedah dan non-bedah (Telfer, 2008). Tujuan dari penatalaksanaan KSB adalah menghilangkan total lesi KSB, menjaga jaringan normal, fungsi jaringan, serta mendapatkan hasil optimal secara kosmetik. Pada tumor risiko rendah, dapat dilakukan beberapa teknik operasi seperti cryosurgery, kuretase, atau Photodynamic Therapy (PDT). Sedangkan bedah eksisi dengan penegakkan diagnosis secara histologist intraoperatif atau post-operatif dapat digunakan pada KSB risiko rendah dan risiko tinggi. Jika KSB menginvasi hingga tulang atau jaringan lain, dibutuhkan penatalaksanaan multidisipliner. Tatalaksana bedah dapat dilakukan dengan bedah eksisi atau Mohs Micrographic Surgery (MMS). Untuk KSB primer, jika pertumbuhan tumor tidak agresif, dan lokasinya berada di badan atau ekstremitas, eksisi merupakan teknik terapi dengan tingkat rekurensi yang rendah. Untuk lesi KSB dengan pertumbuhan agresif atau terdapat di lokasi-lokasi seperti lipatan nasolabial, sekitar mata, belakang telinga, skalp, atau lesi berulang, teknik MMS merupakan pilihan. MMS menawarkan analisis histologik paling unggul dengan mengkombinasikan reseksi berdasarkan stadium melalui penentuan batas lesi tepi tumor. Dengan demikian, hasil preservasi jaringan normal menjadi maksimal dibandingkan dengan bedah eksisi standar (Carucci, dkk, 2012; Telfer, 2008). 3.9 Diagnosis Banding KSB tipe nodular didiagnosis banding dengan nevus dermal, karsinoma sel akuamosa, tumor adneksa kulit, dermatofibroma, sikatrik, dan keratosis seboroik. Untuk KSB berpigmen, diagnosis bandingnya adalah melanoma nodular, melanoma dengan penyebaran superfi sial, lentigo maligna, blue nevus, compound nevus, dan tumor adneksa kulit. Diagnosis banding KSB superfi sial adalah 23
penyakit Bowen, penyakit Paget, melanoma dengan penyebaran superfi sial, psoriasis,dan eksema. Sedangkan tipe morpheaform, lesinya menyerupai morphea, sikatrik, dan trikoepitelioma. Fibroepitelioma Pinkus didiagnosis banding dengan skin tag, fibroma, dan papillomatous dermal nevus (Rata, 2010).
3.9
Prognosis Pengobatan pada basalioma primer memberikan angka kesembuhan sekitar
95% sedangkan pada basalioma rekuren sekitar 92%. Pengobatan pada KSB rekuren lebih sulit daripada KSB primer, dan angka kekambuhan tinggi setelah dilakukan prosedur yang kedua.
24
BAB IV ANALISIS KASUS
25
DAFTAR PUSTAKA Bakis S, Irwig L, Wood G, Wong D. Exfoliative cytology as a diagnostic test for basal cell carcinoma: a meta-analysis, British Journal of Dermatology, 2004, 150 : 829-36. Braun RP, Klumb F, Girard C et al. Three-dimensional reconstruction of basal cell carcinomas. Dermatol Surg Vol.31, 2005. p.562–566. Christenson LJ, Borrowman TA, Vachen CM, Tollefson MM, Otley CC, Weaver AL, Roenigk RK, Incidence of basal aell and squamous cell carsinomas in a population younger than 40 years, JAMA, 2005, 294 : 681-90 Carucci JA, Leffel DJ, Pettersen JS. Basal Cell Carcinoma. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilcherest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th ed. Vol.1, Mc-Graw Hill, 2012. p.1294-1303 Graham R. Dermatology Lecture Notes, 11th ed. West Sussex: Blackwell Science, 2011. p.90-92 Habif TP. Basal Cell Carcinoma. Dalam: Premalignan and Malignan Non Melanoma Skin Tumor Clinical Dermatology, A Color Guide to Diagnosis and Therapy, 3th ed, St. Louis Baltimore, Mosby, 2013. p.649-659. Matsumura
Y,
Ananthaswamy
HN.
Molecular
mechanisms
of
photocarcinogenesis. Front Biosci. 2002; 7: 765-83. Muzio L. Nevoid basal cell carcinoma syndrome (Gorlin syndrome). Orphanet J Rare Dis. 2008; 3: 32. Panda S. Nonmelanoma skin cancer in India: Current scenario. Indian J Dermatol. 2010; 55(4): 373-8. Rata IG. Tumor kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p.229-1. Solano JG, Rojo BG, sanchez C, Romero MS, Guilermo MP, Basal cell carcinoma : cytologic and immunocytochemical Findings in needle aspirates, Diagnostic Cytopathology, Vol 18 : 403-8
26
Sukmawati Tansil Tan, Gabriela Reginata. 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Karsinoma Sel Basal. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Cermin Dunia Kedokteran. Vol-42 no-12. Telfer NR, Colver GB, Morton CA. Guidelines for the management of basal cell carcinoma. Br J Dermatol. 2008; 159: 35-48. Tjarta A. Spektrum Kanker Kulit di Indonesia. MDVI 1995; 3(22): 100-6. Toruan TL, Maisal D,2000. Basalioma pada wajah di Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsri Dr M Hoesin Palembang 1995-1999. Kumpulan Makalah lengkap PIT V Perdoski, Semarang, 2000, 132-5. Yahya YF, Toruan TL. Insidens Non Melanoma Skin Cancer periode 2000-2004 di RSUP M Hoesin Palembang. Kumpulan makalah Lengkap KONAS XII Perdoski, Palembang, 2008.
27