Case Eisenmenger Syndrome Pada Wanita Hamil Fix.docx

  • Uploaded by: Nurkamilawati Arista
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Eisenmenger Syndrome Pada Wanita Hamil Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,197
  • Pages: 40
BAGIAN ANESTESIOLOGI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Laporan Kasus September 2017

MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN SINDROM EISENMENGER YANG MENJALANI PROSEDUR SECTIO SECARIA

Oleh : Muhammad Rezza

Pembimbing : Prof.DR.Dr. Muh Ramli Ahmad, Sp.An-KMN-KAP

DIBAWAKAN SEBAGAI SALAH SATU TUGAS PADA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 BIDANG STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

I.

PENDAHULUAN Penyakit jantung pada pasien hamil dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas. Di United Kingdom antara tahun 1991-1993 dicatat angka kematian ibu hamil dengan penyakit jantung meningkat secara signifikan. Di Brazil periode tahun 1993-1995 didapatkan angka kematian ibu adalah 50,2 dari 100.000 kelahiran, 11,3% kematian ibu ini berhubungan dengan penyakit jantung. Insiden di Indonesia mungkin lebih besar mengingat bahwa sekuele kelainan katub akibat demam rematik masih tinggi. Kelainan katub pada wanita Indonesia sering kali baru diketahui pada kehamilan pertama yaitu saat beban hemodinamik bertambah pada akhir trimester kedua.1,2 Beberapa kematian ibu dapat dicegah jika perawatan prenatal diberikan dan dilakukan dengan koordinasi multidisiplin. Ibu hamil dengan penyakit jantung disertai resiko tinggi memerlukan penanganan spesialistik meliputi ahli obstetri, ahli kardiologi dan ahli anestesiologi.1 Penyakit jantung yang dialami pada wanita hamil khususnya Congenital Heart Disease merupakan penyakit jantung bawahan pada kehamilan yang dapat berupa kelainan pada dinding jantung (defek) yang mengakibatkan terjadinya gangguan aliran jantung. Kelainan defek pada dinding jantung ini menyebabkan lubang (shunt) diantara dua bilik jantung dan merupakan penyebab terjadinya sindrom Eisenmenger. Victor Eisenmenger pada tahun 1897 complex”

awalnya menjelaskan “Eisenmenger

dalam suatu artikel mengenai defek kongenital pada sistem

ventrikel. Pada tahun 1958, Wood meredefinisikan sindrom tersebut sebagai “hipertensi pulmonal akibat resistensi vaskuler paru yang tinggi dengan shunt yang berbalik arah (kanan ke kiri) atau bidirectional (dua arah) pada level aortopulmonal, ventrikel, atau atrial.3 Fisiologi pada sindrom eisenmenger dapat hidup sampai dewasa. Survival setinggi 80% 10 tahun setelah diagnosis, dan 42% pada 25 tahun. Mortalitas yang signifikan terjadi pada pembedahan nonkardiak dan kehamilan. Pasien dengan penyakit vaskuler pulmonal menghadapi risiko perioperatif potensial yang signifikan dan termasuk dalam kelompok pasien

2

dewasa yang mungkin dikonsulkan untuk evaluasi anestetik sebelum pembedahan non-kardiak.4 Mortalitas maternal pada pasien dengan sindrom eisenmenger sangat tinggi, mulai dari 23% sampai 50%. Wanita dengan hipertensi pulmonal atau sindrom Eisenmenger seharusnya tidak hamil dan terminasi terapeutik perlu ditawarkan bila pasien datang pada awal kehamilan.6

II. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Nama

: Ny. Wahidah

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir / Umur : 06-06-1987 / 34 tahun RM

: 793649

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

BB/TB

: 68 kg / 160 cm

IMT

: 26,56 kg/m2

B. Diagnosis G1P0A3 Gravid aterm 33 minggu 6 hari belum inpartu + ASD sekundum besar + PH dan TH severe

C. Tindakan Sectio secaria

D. Anamnesis I.

Keluhan utama:

Nyeri perut bawah dialami tembus belakang dialami 20 menit yang lalu ditambah sesak II Riwayat penyakit saat ini: Sesak nafas dialami sejak 1 minggu terakhir,

3

III Riwayat operasi sebelumnya: Kuretase tahun 2009, 2012, 2013, dengan anestesi GA-TIVA tanpa penyulit dan komplikasi . IV. Riwayat penyakit penyerta: Riwayat penyakit jantung dialami sejak lahir . V. Riwayat alergi: Pasien tidak pernah mengalami alergi obat, makanan dan bahan lainnya tidak ada

E.

Pemeriksaan Fisik 1.

KeadaanUmum :

Sadarbaik, status gizi overweight 2.

Tanda vital :

BP

: 120/70 mmHg

HR

: 133x/menit

RR

: 34x/menit

T

: 36,7C

VAS : 0/10 SpO2 : 65% 3. -

Status Lokalis : Kepala /Lehar Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), buka mulut : 5 cm,Mallampati I, TMD : sulit dinilai

-

Thoraks : Pergerakan dada simetris, bunyi pernafasan vesikuler, ronchi (+/+), Wheezing (-/-) -

Cor :

Bunyi jantung I/II murni, regular, bunyi tambahan (+) bising jantung (+) -

Abdomen :

Tinggi fundus dua jari dibawah umbilicus, peristaltik usus (+) kesan normal, DJJ : 177x/mnt -

Urogenital :

4

Urin spontan, warna kuning jernih -

Esktremitas :

Edema -/-, fraktur -/-

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Darah Rutin Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit CT BT HbsAg Kimia Darah GDS SGOT SGPT

8400 5.91 16.6 50 263000 7 3 Negative 86 32 38

2. Pemeriksaan radiologi Echocardiografi

5

3. EKG SR, HR 114x/menit, St depresi lead II,III,aVF,V1-V6

G. Klasifikasi Status Fisik Pasien kategori ASA PS Kelas IIIE

6

H. Rencana Anestesi GETA ETT ID 7,0 mm

I.

Persiapan Pre-operatif 1. O2 via NRM 10 lpm 2. IVFD RL 22 tpm 3. Siap darah PRC 2 unit 4. Pasang kateter dan takar urin per jam 5. Puasa 8 jam sebelum operasi 6. Injeksi antibiotik profilaksis Ceftriaxone 1 gr/iv 1 jam sebelum operasi  skin test 7. Injeksi Dexamethasone 10 mg/iv 1 jam sebelum operasi 8. Injeksi Ondansentron 6 mg/iv 30 menit sebelum operasi 9. Injeksi Ranitidine 50 mg/iv 30 menit sebelum operasi 10. Injeksi Ketorolac 30 mg/iv 30 menit sebelum operasi

J.

Penanganan Intra-operatif Pada pasien tersebut dilakukan penatalaksanaan anestesi dengan GETA

ETT ID 7,0 mm. 1. Premedikasi

: Midazolam 2 mg/iv, Fentanyl 130 mcg/iv

2. Preoksigenasi:O2 100 % dengan facemask 8 lpm 3. Induksi : Ketamin 70 mg/iv 4. Intubasi : Atracurium 25 mg/iv, Lidocaine 1% 60 mg/iv 5. Insersi ETT ID 7,0 mm 6. Maintenance : O2 60% 4 lpm + Isoflurane 0,8-1.0 vol % 7. Cairan : IVFD RL 372 cc/jam

K. Tindakan Operasi Sectio Secaria

7

( Tanda vital pre op )

Tanda vital ( intra op )

8

Status Anestesi

III. DISKUSI A. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA KEHAMILAN Saat kehamilan dan periode peripartum, terjadi perubahan signifikan pada anatomi dan fisiologi maternal akibat: (a) perubahan aktivitas hormon, (b) peningkatan kebutuhan metabolik maternal dan perubahan biokimia yang diinduksi oleh unit fetoplasental, dan (c) efek mekanik dari pembesaran uterus. Perubahan fisiologi ini memiliki efek yang signifikan terhadap fisiologi, farmakologi, dan teknik manajemen selama kehamilan dan implikasinya bahkan lebih besar pada pasien dengan komorbiditas lain.7,9 Kehamilan mempengaruhi sebagian besar sistem organ (Tabel. 1). Banyak dari perubahan fisiologis ini bersifat adaptif dan berguna untuk ibu dalam mentoleransi stres akibat kehamilan dan persalinan.8,9 Perubahan pada sistem kardiovaskuler selama kehamilan, meliputi (1) peningkatan volume intravaskuler

dan perubahan hemotologi,

(2)

9

peningkatan cardiac output, (3) penurunan resistensi vaskuler, dan (4) adanya hipotensi supine akibat aortocaval sindrome.8,9

Tabel 1. Rata-rata perubahan fisiologis maksimal pada kehamilan Parameter Neurologi  MAC Respiratorik  Konsumsi oksigen  Hambatan jalan nafas  Frc  Ventilasi per menit  Volume tidal  Frekuensi pernafasan  PaO2  PaCO2  HCO3 Kardiovaskuler  Volume darah  Volume plasma  Cardiac output  Stroke volume  Frekuensi denyut jantung  Tekanan darah sistolik  Tekanan darah diastolik  Tahanan perifer  Tahanan perifer Hematologi  Hemoglobin  Trombosit  Faktor pembekuan Ginjal  GFR

Perubahan -40%

+20-50% -35% -20% +50% +40% +15% +10% -15% -15%

+35% +45% +40% +30% +20% -5% -15% -15% -30% -20% -10% +30%-50% +50%

Dikutip dari : Frölich, M.A. Maternal & Fetal Physiology & Anesthesia. New York: McGraw-Hill. 2013. Hlm.826.

1.

Volume intravaskuler dan hematologi Volume cairan intravaskuler maternal mulai meningkat pada trimester pertama akibat perubahan pada sistem renin-angiotensin-

10

aldosteron yang menyebabkan absorpsi sodium dan retensi air. Perubahan ini diinduksi oleh peningkatan progesteron dari gestational sac. Konsentrasi plasma protein selanjutnya menurun dengan 25% penurunan albumin dan 10% penurunan total protein saat aterm dibandingkan dengan kadar saat tidak hamil. Akibatnya, tekanan koloid osmotik menurun dari 27 menjadi 22 mmHg selama kehamilan. saat aterm, volume plasma meningkat sekitar 50% di atas nilai sebelum hamil dan volume sel darah merah hanya meningkat sekitar 25%. Peningkatan volume plasma yang lebih tinggi menyebabkan kondisi anemia fisiologis pada kehamilan. Oxygen delivery keseluruhan tidak menurun akibat anemia karena peningkatan cardiac output. Tambahan volume cairan intravaskuler sebesar 1000 sampai 1500 mL saat aterm membantu kompensasi untuk perkiraan perdarahan sebesar 300 sampai 500 mL akibat persalinan per vaginam dan perkiraan perdarahan 800 sampai 1000 mL akibat seksio cesaria standar. Setelah persalinan, kontraksi uterin memberikan autotransfusi darah lebih dari 500 mL yang menurunkan perdarahan akibat persalinan.7,9,10 Leukositosis umumnya terjadi saat kehamilan dan tidak berhubungan dengan infeksi. Leukositosis didefiniskan sebagai hitung sel darah putih lebih dari 10.000/mm3. Pada kehamilan, nilai normal leukosit bisa sampai 13.000 /mm3. Neutrofil meningkat saat aterm dan dieksaserbasi saat persalinan, seringkali sampai 34.000 /mm3. Perubahan ini kembali normal selama 4 sampai 5 hari setelah persalinan. Kehamilan merupakan kondisi hiperkoagulabilitas degnan peningkatan signifikan pada faktor I (fibrinogen) dan faktor VII, serta peningkatan minimal pada faktor koagulasi lain. Faktor XI dan XIII, serta antitrombin III menurun, dan faktor II dan V tidak berubah. Perubahan ini menyebabkan penurunan sekitar 20% pada prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin time (PTT) pada kehamilan normal. Hitung platetlet dapat tetap normal atau sedikit menurun (10%) saat aterm sebagai akibat dilusi. Meskipun demikian, 8% dari wanita sehat memiliki hitung platelet kurang dari 150.000/mm3. Dalam

11

kondisi tanpa abnormalitas hematologis lain, penyebabnya umumnya adalah trombositopenia gestasional, dimana hitung platelet biasanya tidak menurun kurang dari 70.000/mm3. Meskipun demikian, sindrom ini tidak dihubungkan dengan perdarahan abnormal. Trombositopenia gestasional disebabkan oleh kombinasi hemodilusi dan turnover platelet yang lebih cepat, serta merupakan diagnosis eksklusi. 7,9,10

2.

Cardiac output Pada akhir trimester pertama, cardiac output maternal umumnya meningkat sekitar 35% di atas nilai sebelum hamil dan terus meningkat 40% sampai 50% di atas nilai sebelum hamil pada akhir trimester kedua, dimana selanjutnya tetap sampai trimester tiga. Peningkatan cardiac output ini disebabkan oleh peningkatan stroke volume (25% sampai 30%) dan frekuensi jantung (15% sampai 25%). Persalinan semakin meningkatkan cardiac ouput, yang berfluktuasi dengan setiap kontraksi uterin. Peningkatan di atas nilai sebelum persalinan sebesar 10% sampai 25% terjadi selama kala I dan 40% selama kala II. Peningkatan cardiac output terbesar terjadi segera setelah persalinan, saat cardiac output meningkat 80% sampai 100% lebih dari nilai sebelum persalinan. Peningkatan yang mendadak ini disebabkan oleh autotransfusi dari kontraksi uterin final, penurunan kapasitansi vaskuler akibat hilangnya ruang intervillous, dan penurunan tekanan vena ekstremitas inferior akibat pelepasan kompresi aortocaval. Fluktuasi cardiac output yang besar ini merupakan risiko postpartum yang khusus untuk pasien dengan penyakit jantung, terutama penyakit dengan stenosis katup fixed dan hipertensi pulmonal. Cardiac output kembali ke nilai sebelum persalinan sekitar 24 jam post partum dan menurun secara signifikan mendekati nilai sebelum hamil 2 minggu post partum, dengan nilai kembali sepenuhnya ke kondisi sebelum hamil antara 12 sampai 24 minggu setelah persalinan.7,9,10

3.

Resistensi Vaskuler Sistemik

12

Meskipun cardiac output dan volume plasma meningkat, tekanan darah sistemik menurun pada kehamilan tanpa komplikasi akibat penurunan resistensi vaskuler sistemik. Meskipun dipengaruhi oleh posisi dan paritas, sistolik, diastolik, dan tekanan darah rata-rata dapat menurun 5% sampai 20% pada usia kehamilan 20 minggu lalu secara bertahap meningkat mendekati nilai sebelum hamil dengan berjalannya kehamilan. Tekanan darah arterial diastolik menurun lebih besar daripada tekanan darah arterial sistolik. Tekanan vena sentral dan pulmonary capillary wedge pressure tidak berubah selama kehamilan, meskipun terjadi peningkatan volume plasma, karena kapasitansi vena meningkat.7,9,10

4.

Kompresi Aortocaval Kompresi aortocaval oleh uterus gravid sebagai akibat dari posisi supine dihubungkan dengan penurunan tekanan darah sistemik. Hipotensi supine dialami oleh hampir 15% wanita saat aterm (didefinisikan sebagai penurunan mean arterial pressure >15 mmHg dengan peningkatan frekuensi jantung >20 kali/menit) dan seringkali dihubungkan dengan diaphoresis, mual, muntah, dan perubahan status mental. Kelompok gejala ini disebut sindrom hipotensi supine. Saat aterm, vena cava inferior hampir secara komplet tertekan pada posisi supine dengan kembalinya darah dari ekstremitas inferior melalui vena epidural, azygos, dan vertebralis mengalami dilatasi. Selain itu, kompresi signifikan pada arteri aortoiliaca terjadi pada 15% sampai 20% wanita hamil. Kompresi vena cava pada posisi supine menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output sebesar 10% sampai 20% dan dapat mengeksaserbasi stasis vena di kaki sehingga terjadi edema pergelangan kaki, varises, dan peningkatan risiko trombosis vena. 7,9,10 Sebagian besar wanita hamil memiliki adaptasi kompensasi yang menurunkan hipotensi supine meskipun terjadi kompresi aortocaval. Salah satu respon kompensasi adalah peningkatan refleksif pada

13

aktivitas sistem saraf simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis ini menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi vaskuler sistemik dan memungkinkan tekanan darah arterial terjaga meskipun terjadi penurunan cardiac output. Akibatnya, penurunan tonus simpatis akibat teknik anestesia neuraxial atau general mengganggu mekanisme kompensasi peningkatan resistensi vaskuler dan mengeksaserbasi efek hipotensi akibat posisi supine. Kompresi pada aorta abdominalis bagian bawah oleh uterus gravid menurunkan tekanan arterial pada ekstremitas inferior; meskipun demikian, penurunan tekanan darah sistemik yang diukur pada lengan maternal tidak merefleksikan perubahan ini. Akibatnya, bahkan tanpa gejala maternal, aliran darah uterin dan plasental dapat menurun signifikan akibat kompresi aortocaval supine. Bahkan pada kehamilan aterm sehat, hipotensi maternal dalam waktu lama dapat secara signifikan menurunkan aliran darah uterin dan menyebabkan asidosis fetal progresif.9,10 Oleh karena itu, posisi supine dihindari saat penggunaan teknik neuraxial untuk analgesia persalinan dan seksio cesaria. Menurunkan kompresi pada vena cava inferior dan aorta abdominalis dengan miring ke kiri mengurangi derajat hipotensi dan membantu menjaga aliran darah uterin dan fetal hal ini dilakukan dengan memposisikan pasien lateral atau dengan mengelevasi pinggul kanan 10 sampai 15 cm dengan selimut, ganjal, atau memiringkan meja.9,11

14

Gambar 1.Penampakan cross-sectional kompresi aortocaval pada uterus gravid pada posisi supine dengan hilangnya kompresi pada posisi lateral (A). Perubahan frekuensi jantung, stroke volume, dan cardiac output untuk posisisupine dan lateral dengan peningkatan usia kehamilan (B). IVC, Inferior vena cava.8 Dikutip dari Flood, P. and M.D. Rollins. Anesthesia for Obstetrics. Dalam Miller’s Anesthesia. Eighth edition. R.D. Miller. Philadelphia: Elsevier. 2015.Hlm.2329-31.

Peningkatan tekanan vena di bawah nilai kompresi vena cava inferior mengalihkan venous return dari tubuh bagian bawah via plexus vena paravertebral ke vena azygos. Aliran dari vena azygos masuk ke vena cava superior untuk bypass obstruksi yang terjadi dan menjaga venous return ke jantung. Dilatasi vena epidural pada kehamilan dapat menyeabkan kesalahan penempatan kateter epidural lebih mudah terjadi. Bolus anestetik lokal secara tidak sengaja ke dalam 15

intravaskuler dapat terjadi. Bolus anestetik lokal intravena yang tidak disengaja dapat berakibat signifikan terhadap sistem kardiovaskuler dan saraf pusat dengan kemungkinan kolaps hemodinamik komplet, kejang, dan kematian. Test dose kecil, nontoksik harus diberikan untuk menurunkan kemungkinan kesalahan penempatan intravaskuler pada blok neuraxial.8 Perubahan kardiovaskuler pada kehamilan terjadi sangat signifikan. Pada auskultasi jantung, suara jantung 1 (S1) yang mengeras dapat terdengar, dengan peningkatan splitting akibat disosiasi penutupan katup mitral dan trikuspid. Suara jantung 3 (S3) seringkali terdengar pada trimester akhir, dan suara jantung 4 (S4) juga dapat terdengar pada beberapa pasien hamil sebagai akibat dari peningkatan volume dan aliran turbulen. Baik S3 maupun S4 tidak memiliki signifikansi klinis. Selain itu, murmur ejeksi sistolik ringan 2/6 sering terdengar pada batas sternal kiri dan sekunder terhadap regurgitasi mitral pada katup trikuspid akibat dilatasi annular yang berhubungan dengan peningkatan volume jantung. Wanita yang datang dengan nyeri dada, sinkop, murmur derajat tinggi, dan sesak secara klinis atau aritmia berat harus diinvestigasi lebih lanjut.7

B. SINDROM EISENMENGER 1. Definisi Sindrom Eisenmenger adalah left to right shunt yang kronis dan tidak terkoreksi menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan tekanan arteri pulmonal, dan disfungsi ventrikel kanan. Left-to-right intracardiac shunting meningkatkan aliran (dan tekanan) melalui vaskuler pulmonal dan menyebabkan pulmonary vascular remodeling hingga terjadi pulmonary vascular disease. Hipertensi pulmonal arterial dan peningkatan tekanan jantung kanan menyebabkan aliran balik shunt menjadi right to left atau bidirectional flow; yang disebut Eisenmenger syndrome. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

16

pulmonal: hiperkarbia,asidosis,hipoksia,tekanan atrium kiri yang tinggi, dan aliran darah pulmonal yang tinggi.10 2.

Patofisiologi Sindrom

Eisenmenger

merupakan

kondisi

patofisiologik

kompleks yang meliputi: (1) sianosis klinis; (2) komunikasi antara sistem sirkulasi kanan dan kiri (suatu ASD/atrial septal defect, VSD/ventricular septal defect, atau suatu anomali aorticopulmonal) yang memungkinkan terjadi shunting sirkulasi dua arah; dan (3) hipertensi pulmonal yang relatif fixed pada level sistemik, yang disebabkan oleh elevasi irreversibel dari pulmonary vascular resistance (PVR).3,12 ASD merupakan lesi kongenital yang paling sering ditemukan pada orang dewasa setelah kasus-kasus katup aorta bikuspidal. Meskipun defek ini seringkali asimptomatik hingga masa remaja, potensi komplikasi dari ASD yang tidak terdeteksi sebelumnya dapat timbul, diantaranya dapt memicu terhadinya right-to-left shunting atau yang dikenal dengan sindrom Eisenmenger.20,21,23 Berdasarkan

jumlah

septum

atrium

yang

gagal

dalam

berkembang, ASD secara anatomis akan diklasifikan menjadi empat jenis : ostium sekundum (85%), ostium primium (10%), sinus venosus (5%), dan defek sinus koronarius (sangat jarang terjadi). Penutupan spontan akan terjadi pada usia 18 bulan pada hampir seluruh pasien yang lahir dengan diameter ASD yang berukuran kurang dari 3 mm dan pada 80% pada yang berukuran 3-8 mm. Defek dengan ukuran yang lebih dari 8 mm jarang mengalami penutupan spontan dan membutuhkan pembedahan pada usia yang akan datang.20,21 Adanya komunikasi tertutup pada septum atrium memiliki beberapa variasi lokasi anatomis. Namun patofisiologi pada setiap lesi hampir sama. Dengan ASD yang berukuran kecil, tekanan atrium kiri yang lebih tinggi dari tekanan atrium kanan, akan menyebabkan terjadinya aliran darah teroksigenasi yang kontinyu dari atrium kiti ke kanan melewati defek (Gambar. 2).20

17

Gambar. 2 Ilustrasi defek septum atrium Jika ditemukan adanya defek pada septum jantung, aliran darah akan mengalir secara sekunder melalui defek akibat adanya perbedaan tekanan yang terjadi antara kedua sisi, biasanya dari sisi kiri ke sisi kanan akibat tekanan yang lebih tinggi pada sisi kiri. Arah dan jumlah aliran darah melalui defek tersebut bergantung dari gradien tekanan yang terjadi. Left-to-right shunt akan mengirimkan darah yang teroksigenasi kembali ke sirkulasi pulmonal disamping adanya aliran ke sirkulasi sistemik. Oleh karena itu pasien tidak akan menjadi sianosis pada fase awal, yang mungkin menyebabkan beberapa pasien ASD tidak mencari pertolongan, biasanya pada pasien ASD dengan ukuran yang kecil. Namun beberapa pasien mungkin akan berkembang menjadi sianosis akibat adanya aliran balik darah melalui defek jantung akibat adanya hipertensi pulmonal. Adanya peningkatan pada aliran darah pulmonal akibat left-to-right shunt mungkin menyebabkan beberapa perubahan fisiologis :21 a. Peningkatan tahanan pembuluh darah pulmoner (pulmonary vascualr resistence/PVR) dan perkembangan hipertensi arteri pulmoner (pulmonary arterial hypertension/PAH) : Peningkatan aliran darah dan mungkin tekanan yang lebih besar akibat adanya

18

lef-to-right shunt akan menyebabkan kerusakan arteri dan arteriole yang berdampak pada proliferasi otot polos lapisan intima dan media, arteriolitis dan nekrosis dinding arteri, dilatasi aneurisma, dan lesi glomoid-like plexiform. Perubahan-perubahan tersebut kemudian menyebabkan lesi pembuluh darah yang obstruktif (atau penyakit pembuluh darah vaskular) akibat penebalan dinding arteri dan pengecilan lumen arteri, seperti yang digambarkan pada Gambar. 3, yang menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh darah. Ketika PVR semakin meningkat, sejumlah darah yang melewati shunting akan berkurang akibat rendahnya gradien tekanan yang melewati defek jantung tersebut. Seiring dengan peningkatan PVR, volume darah yang melewati shunting akan berkurang dan rasio sirkulasi pulmonal dibandingkan sirkulasi sistemik akan berkurang.20,22 Dengan peningkatan tekanan darah pulmonal, arah aliran darah melalui dafek jantung akan berbalik dari left-to-right menjadi right-to-left jika tekanan pada sisi kanan akan melampaui sisi kiri. perubahan tersebut akan mengubah keadaan, dari defek jantung kongenital non-sianotik menjadi penyaki sianotik (sindrom Eisenmenger). Untuk mencegah patogenesis dari perubahan vaskular pulmonal yang permanen dan bahkan kejadian peningkatan tekanan darah pulmonal hingga sindrom Eisenmenger, maka sangat dianjurkan untuk melakukan rekonstruksi defek jantung dalam 1-2 tahun pertama kehidupan baik secara pembedahan maupun nonpembedahan.3,12,13

19

Gambar. 3 Histologi paru-paru pada defek septum atrioventrikular yang menunjukkan adanya suboklusi lumen arteri yang kecil akibat adanya fibrosis konsentrik lapisan intima. Selain itu seiring dengan peningkatan

PVR, terjadi

peningkatan beban tekanan pada ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan. Shunting pada tingkat atrium atau ventrikel, bila ukurannya besar, menyebabkan peningkatan beban volume ventrikel kanan selain efek hemodinamik akibat shunting pada tingkat arteri besar. Paparan vaskuler paru terhadap peningkatan aliran dan tekanan dalam jangka panjang menyebabkan peningkatan PVR yang fixed. Bila PVR melebihi SVR, shunt berbalik dan menyebabkan sianosis dan eritrositosis, yang disebut sindrom Eisenmenger.5,20,21 Hal yang sama juga didapatkan pada beberapa defek jantung, yang mana menunjukkan terjadinya left-to-right shunting, yang pada akhirnya dapat menimbulka sindrom Eisenmenger, seperti ASD, VSD, PDA, TOF. 3,12,13

20

Gambar. 4 Patofisiologi lesi left-to-right shunting. Diagram alur menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi left-to-right shunting pada tingkat atrium, ventrikel, dan arteri besar, serta patofisiologi yang disebabkan oleh shunt tersebut. Shunt yang besar akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, gagal ventrikel kanan, dan edema paru. Peningkatan aliran darah pulmonal dan tekanan arteri pulmonal menyebabkan hipertensi pulmonal dan akhirnya sindrom Eisenmenger.. BP, blood pressure; L, left; LA, left atrium; LV, left ventricle; LVEDP, left ventricular enddiastolic pressure; LVEDV, left ventricular end-diastolic volume; PVR, pulmonary vascular resistance; R, right; RV, right ventricle; RVEDP, right ventricular end-diastolic pressure; RVEDV, right ventricular end-diastolic volume; SVR, systemic vascular resistance.2 Dikutip dari : Bent, S.T. Anesthesia for Left-to-Right Shunt Lesions. In Anesthesia for Congenital Heart Disease. D.B. Andropoulos, S.A. Stayer, I.A. Russell. Massachusetts: Blackwell Publishing. 2005.Hlm.297-8.

Tabel. 2 Tanda, gejala, dan penemuan pada sindrom Eisenmenger

21

Dikutip dari : Bent, S.T. 2005. Anesthesia for Left-to-Right Shunt Lesions. In Anesthesia for Congenital Heart Disease. D.B. Andropoulos, S.A. Stayer, I.A.Russell. Massachusetts: Blackwell Publishing. Hlm.297-8.

b. Kardiomegali dan remodelling jantung. Left-to-right shunting darah yang persisten dapat meniimbulkan pembesaran atrium kanan dan ataupun ventrikel kanan bergatung pada lokasi gangguan yang terjadi dan beratnya overload volume dan/atau tekanan overload. Kardiomegali dilatasi telah dilaporkan terjadi pada pasien dengan ASD. Overload darah yang kronik pada ruang jantung berpotensi menginisiasi terjadinya proses remodelling jantung. Sugitomo et al menjelaskan bahwa peningkatan procollagen type III N-terminal amono peptida (PIIIP) yang seiring dengan beratnya beban ventrikel atau sianosis memberikan kesan adanya peningkatn sintesis kolagen tipe III dari jantung, sehingga menimbulkan remodelling pada jantung.20 c. Disartimia. Atrium ventrikel dan beberapa jenis disaritmia dapat terjadi pada pasien dengan left-to-right shunt. Gangguan ritme akibat adanya faktor intrinsik alama dari perubahan morfilogis akibat overloading darah pada sisi knan jantung. Takiarimia, bahkan supraventrikular atau ventrikular, dan bradiaritmia, bahkan disfungsi

22

nodus atau blok atrioventrikular, dapat terjadi. Nagao et al mempelajari hubungan durasi ASD dan terjadinya fibrilasi atrium, dan menemukan bahwa insiden fibrilasi atrium pada pasien dengan CHD akan berhubungan erat dengan usia atau durasi ASD.21,22 d. Iskemik miokard. Left-to-right shunt berhubungan dengan peningkatan beben hemodinamik pada pasien dengan kelainan jantung kongenital yang akan menginduksi terjadinya iskemik miokard. Sugitomo et al meneliti perubahan troponin I dan Brain Natriuretic Peptide (BAP) dan N-terminal prohormone fragment (NT-proBNP) pada 412 anak-anak dengan kelainan jantung kongenital (30 ASD, 32 VSD) dan 350 anak-anak yang normal selama 5 tahun. Troponin I saat ini dipercaya menjadi pertanda yang sangat sensitif terhadap kerusakan jantung. Penelitian tersebut menemukan bahwa kadar troponin I pada anak dengan kelaianan jantung kongenital. Yang lebih menarik, pasien dengan VSD dan pasien dengan peningkatan troponin I yang signifikan akan berhubungan dengan hipertensi pulmonal.20 3.

Interaksi dengan Kehamilan Beberapa

perubahan

hemodinamik

yang

terjadi

selama

kehamilan normal berkontribusi terhadap tingkat mortalitas yang tinggi pada pasien dengan sindrom Eisenmenger. Peningkatan progresif dalam volume plasma menambah beban ventrikel kanan sehingga mempresipitasi terjadinya gagal jantung kanan. Penyakit vaskuler paru yang telah ada sebelumnya membatasi peningkatan aliran darah ke paru dan meningkatkan kerja ventrikel kanan. Vasodilatasi sistemik merupakan adaptasi fisiologis pada kehamilan normal dan berhubungan dengan peningkatan cardiac output dan renal blood flow. Dengan penurunan SVR, shunting kanan ke kiri pada pasien dengan sindrom Eisenmenger semakin berat yang mengeksaserbasi hipoksia sehingga semakin menambah vasokonstriksi pulmonal. Pada saat persalinan, gangguan hemodinamik berat dapat terjadi. Asidosis dan hiperkarbia

23

dapat meningkatkan PVR. Hipovolemia akibat perdarahan atau hipotensi akibat respon vasovagal terhadap nyeri dapat menyebabkan kematian mendadak. Selain itu, kematian dapat terjadi akibat tromboembolisme atau infark pulmonal in situ.12,14,15 Derajat hipoksemia maternal merupakan prediktor fetal outcome yang paling penting; kadar saturasi oksigen arterial sebelum hamil sebesar 85% atau kurang berhubungan dengan tingkat kelahiran hidup sampai 12%, sementara saturasi 90% atau lebih menghasilkan kelahiran hidup 92%.12 Wanita dengan sindrom Eisenmenger seringkali tidak dapat merespon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen selama kehamilan. Oksigenasi yang baik memerlukan aliran darah pulmonal yang adekuat. Pada wanita dengan sindrom Eisenmenger, kehamilan tidak akan menyebabkan penurunan PVR yang biasanya terjadi karena PVR fixed secara patologis. Oleh karena itu, peningkatan cardiac output dan aliran darah pulmonal akibat kehamilan menyebabkan hipertensi pulmonal memberat. Penurunan systemic vascular resistance (SVR) akibat kehamilan mengeksaserbasi right-to-left shunt. Penurunan functional residual capacity (FRC) dan peningkatan kebutuhan oksigen akibat kehamilan juga menjadi predisposisi untuk terjadinya hipoksemia maternal. Hipoksemia maternal menyebabkan penurunan oxygen delivery ke fetus sehingga meningkatkan risiko terjadinya intrauterine growth restriction (IUGR) dan fetal demise .3,13,15 Komplikasi Eisenmenger syndrome terhadap maternal : a. Mortalitas maternal: 30%-50% b. Sebagian besar komplikasi terjadi pada near term dan early postpartum

(minggu pertama) sehingga memerlukan observasi

postpartum di RS c. Mortalitas disebabkan oleh gagal jantung, kematian mendadak karena aritmia atau tromboemboli d. Gejala yang perlu diperhatikan: fatigue, edema perifer memberat, palpitasi, chest pain (iskemia RV), dan/atau volume overload dan

24

presyncope/syncope saat beraktivitas yang menunjukkan penurunan cardiac output, tromboembolisme Komplikasi Eisenmenger syndrome terhadap fetal : a. Abortus b. IUGR pada 30% kehamilan akibat hipoksemia maternal c. Lahir prematur pada 50-60% kehamilan d. Tingkat mortalitas tinggi (28%) e. 47% lahir aterm, 33% antara 32-36 minggu, dan 20% sebelum 31 minggu

C.

MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN HAMIL DENGAN

SINDROM EISENMENGER Bila seorang wanita dengan sindrom Eisenmenger hamil, diperlukan tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis penyakit jantung kongenital, spesialis hipertensi pulmonal, spesialis obgyn untuk kehamilan risiko-tinggi, dan spesialis anestesi obstetrik . Manajemen anestetik yang optimal memerlukan komunikasi konstan yang efektif

antar tim multidisiplin.

Dengan cara ini, diharapkan dapat mencegah suatu operasi cesar dengan anestesia umum darurat tanpa perencanaan .3,16,17 Pasien dewasa dengan penyakit jantung kongenital (congenital heart disease/CHD) saat ini telah banyak bertahan lebih lama dibandingkan sebelumnya, dan hal ini nampaknya meningkatkan munculnya beberapa bentuk komplikasi jangka panjang meskipun dengan lesi yang sederhana. Komplikasi jangka panjang pada jantung diantaranya, hipertensi pulmonal (sindrom Eisenmager), disfungsi ventrikel, disaritmia dan defek konduksi, shunt residu, lesi valvula (regurgitasi dan stenosis), hipertensi, dan aneurisma. Pasien dengan sindrom Eisenmenger memberikan tantangan tersendiri bagi ahli anestesi. Mortalitas perioperatif yang meningkat, dan pembedahan nonkardiak henknya hanya dilakukan jika pasien benar-benar membutuhkan meskipun dengan fisiologi Eisenmenger.25 Manajemen anestesi sindrom Eisenmenger seringkali menemui kesulitan. Vasodilatasi sistemik pada

25

kehamilan sangat berbahaya pada pasien dengan sindrom Eisenmenger. Yang penting adalah menjaga keseimbangan antara tekanan sistemik (SVR) dan pulmonal (PVR). Penurunan SVR dapat meningkatkan right-to-left shunting dan menurunkan aliran darah pulmonal sehingga memperberat hipoksemia dengan risiko yang signifik an pada ibu dan fetus. Tujuan anestetik adalah untuk menghindari perubahan hemodinamik yang dapat memperburuk hipoksemia melalui peningkatan shunt kanan-ke-kiri. Apapun teknik anestesia yang dipilih, prinsipnya tetap sama. Cardiac output harus dijaga dan SVR tidak boleh turun. Faktor-faktor yang menurunkan cardiac output adalah: depresi miokard secara langsung atau hilangnya rangsangan simpatis ke jantung, perubahan ekstrem pada frekuensi jantung dan penurunan venous return.11,14,18,

Selain

itu,

harus

dihindari

manuver-manuver

yang

meningkatkan PVR. Fungsi ventrikel kanan dimaksimalkan dengan menjaga preload yang cukup dan meminimalkan peningkatan PVR. Peningkatan tekanan ventrikel kanan dapat menyebabkan septum interventrikuler bergeser ke kiri sehingga terjadi penurunan fungsi ventrikel kiri dan cardiac output.6,15 Bila pasien memerlukan operasi, baik anestesia regional maupun general dapat digunakan. Beberapa ahli anestesi menyarankan bahwa anestesia epidural aman dilakukan pada pasien sindrom Eisenmenger. Meskipun demikian, pada setiap laporan tersebut, tampaknya vaskuler pulmonal pasien mengalami dilatasi sebagai respon terhadap oksigen. Pada sindrom Eisenmenger, jumlah right-to-left shunt sebagian bergantung pada rasio SVR terhadap PVR. Anestesia epidural menyebabkan blok simpatis yang menurunkan SVR. Bila SVR menurun tanpa disertai penurunan PVR, jumlah right-to-left-shunt meningkat.13,18 Prediktor mortalitas diantaranya adalah sinkop, usia pada saat berkembangnya gejala, perburukan fungsi, disaritmia supraventrikel, peningkatan tekakanan atrium kanan, saturasi oksigen yang rendah (< 85%), insufisiensi renal, disfungsi ventrikel kanan berat, dan trisomi 21.25 Tabel. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi PVR Menurunkan PVR

Menaikkan PVR

26

1. PaO2 yang tinggi

1. Stimulasi simpatis

2. Hipokarbia

2. Light anestesia

3. Alkalaemia

3. Nyeri

4. Menurunkan tekanan intrathorak

4. Asidemia

5. Ventilasi spontan

5. Hipoksia

6. Volum paru normal

6. Hiperkarbi

7. Frekuensi cepat dan jet ventilasi

7. Hipotermia

8. Hilangnya stimulasi simpatis

8. Menaikkan tekanan intrathorak

9. Anestesi yang dalam

9. Controlled ventilation

10.PEEP Dikutip dari: Carvalho, B. and E. Jackson. 2008. Structural Heart Disease in Pregnant Women. In Obstetric Anesthesia and Uncommon Disorders 2nd edition. D.R. Gambling, M.J. Douglas, R.S.F. McKay. New York: Cambridge University Press.Hlm.2,6,7,12, 21-2

1.

Anestesi Umum Anestesia umum sering digunakan untuk seksio cesarea darurat. Anestesia umum digunakan bila ada kontraindikasi terhadap anestesia neuraxial atau pada kasus darurat yang mengancam nyawa dimana tidak ada waktu yang cukup untuk anestesia neuraxial.9 Pada sindrom Eisenmenger, anestesia umum dapat mengeksaserbasi shunt kanan ke kiri dan memperburuk sianosis melalui beberapa mekanisme. Yang pertama, banyak obat anestesia yang menurunkan SVR dan menurunkan cardiac output dengan meningkatkan kapasitansi vena atau menyebabkan depresi miokard. Yang kedua, anestetik yang diberikan secara cepat dalam dosis tinggi dapat mendepresi sirkulasi dan membebani mekanisme refleks yang mengembalikan homeostasis sirkulasi. Yang ketiga, baik ventilasi tekanan positif maupun anestetik volatil dapat menurunkan tonus uterus dan menjadi predisposisi terjadinya atonia uteri, yang dapat menyebabkan hipovolemia dan hipotensi. Ventilasi tekanan positif dapat menurunkan venous retrun dan tekanan darah sistemik sehingga meningkatkan right-to-left shunting 3,18, Opioid lipofilik, seperti fentanyl, sufentanil, dan remifentanil, merupakan komponen anestesi umum yang dapat digunakan karena mensupresi respon stres neuroendokrin terhadap operasi tanpa 27

menyebabkan depresi kardiovaskuler. Kecuali remifentanil, opioid yang diberikan kepada ibu dalam dosis tinggi dapat menyebabkan depresi nafas neonatus. Neonatologis harus diinformasikan bahwa ibu mendapat opioid dosis tinggi. Neonatus akan memerlukan bantuan ventilasi sampai opioid termetabolisme atau diantagonis secara farmakologis. Selain itu, opioid (tidak seperti anestetik volatil) tidak merelaksasi otot polos uterus atau menyebabkan atonia uteri.3,18 Induksi anestesia merupakan saat terjadinya penurunan SVR dan hipotensi. Waktu sirkulasi lengan-otak pendek, karena right-to-left shunt sehingga agen yang diberikan per intravena akan bekerja sangat cepat. Barbiturat menyebabkan hipotensi akibat kombinasi penurunan cardiac output , penurunan tonus pembuluh darah sistemik. Oleh karena aliran darah paru menurun pada sindrom Eisenmenger, derajat peningkatan konsentrasi anestetik volatil arterial sangat menurun. Induksi inhalasi akan lebih lambat dan diperlukan konsentrasi anestetik volatil

yang lebih tinggi.

Hampir semua

anestetik

inhalasi

menyebabkan hipotensi akibat efek yang bervariasi pada SVR dan kontraktilitas miokard sehingga tidak disarankan penggunaannya.15,24 Anestesia umum dapat diberikan dengan kombinasi narkotik short-acting intravena seperti fentanyl selain induksi dosis rendah thiopentone sodium atau ketamine atau agen inhalasi. Meskipun thiopentone sodium menyebabkan penurunan SVR, efeknya dependendosis. Meskipun ketamin secara teori lebih menguntungkan daripada barbiturat sebagai agen induksi, dimana ketamine tidak menurunkan SVR tetapi menyebabkan peningkatan frekuensi jantung, yang tidak diharapkan. Pembelajaran tradisional menganggap semua pasien obstetrik berisiko tinggi untuk aspirasi pulmonal sehingga disarankan penggunaan profilaksis antasida dan rapid sequence induction dengan tekanan cricoid. Meskipun demikian, rapid sequence induction tidak bisa dilakukan dengan induksi titrasi dan hati-hati yang ideal untuk pasien dengan penurunan fungsi jantung. Oleh karena itu, rapid sequence induction dihindari pada kasus sindrom Eisenmenger. Nitric

28

oxide dihindari karena merupakan vasokonstriktor pulmonal yang poten. Meskipun halothane dan isoflurane menyebabkan hipotensi sistemik karena kombinasi depresi miokard dan vasodilatasi, halothane dapat digunakan dalam konsentrasi rendah untuk memastikan pasien tidak bangun karena penurunan SVR tidak sebesar isoflurane.16,18 Anestesia umum memiliki beberapa kerugian, misalnya agen induksi dengan efek depresi miokard (Tabel 5), dan ventilasi tekanan positif yang dapat menurunkan venous return dan meningkatkan ventilation/perfusion mismatch. Keuntungan anestesia umum meliputi dapat

memfasilitasi

penggunaan

TEE

(transesophageal

echocardiography) intraoperatif dan pemberian vasodilator pulmonal inhalasi atau nebulisasi. TEE penting untuk pasien yang berisiko mengalami gangguan hemodinamik. Ekokardiografik transtorakal dapat dilakukan untuk monitoring pasien sadar dengan anestesia regional.

Tabel. 4. Efek kardiovaskuler dari obat anestetik terhadap kehamilan

29

Dikutip dari : Carvalho, B. and E. Jackson. 2008. Structural Heart Disease in Pregnant Women. In Obstetric Anesthesia and Uncommon Disorders 2nd edition. D.R. Gambling, M.J. Douglas, R.S.F. McKay. New York: Cambridge University Press.Hlm.2,6,7,12, 21-2

Anestesi kardiak yang menggunakan agen induksi dengan efek inotropik dan SVR negatif yang minimal (misalnya, etomidate) dan dipilih teknik berbasis opioid untuk menurunkan respon intubasi dan pembedahan. Depresi nafas neonatus harus diantisipasi bila digunakan opioid dosis tinggi. Klinisi harus waspada bahwa induksi anestesia umum kardiak yang lambat dapat menyebabkan aspirasi paru. Nitrous oxide

dapat

meningkatkan

PVR

dan

harus

dihindari

bila

memungkinkan. Kontraksi uterus dan hilangnya obstruksi pada vena cava inferior segera setelah bayi lahir dapat menyebabkan hipervolemia dan dekompensasi kardiak.6,18,19 Pada sindrom Eisenmenger jumlah right-to-left shunt bergantung sebagian pada rasio SVR terhadap PVR. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak menurunkan SVR sehingga aman dan efektif untuk anestesia pada pasien dengan sindrom Eisenmenger. Ketamin juga dianggap aman karena menjaga respirasi spontan dan refleks laringofaring tetap intak sehingga pasien dapat menjaga jalan nafasnya.15 2.

Anestesi Regional Anestesia

neuraxial

memiliki

keuntungan,

yaitu

dapat

menghindari depresi miokard, tetapi risiko SVR sangat menurun akibat blok simpatik, terutama dengan anestesia spinal bolus tunggal. Penggunaan epinefrin dihindari karena menyebabkan takikardia dan aritmia, yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan kurang

30

ditoleransi pada sindrom Eisenmenger. Untuk pasien dengan sindrom Eisenmenger, ketinggian blok sensoris harus seimbang antara keamanan dan kenyamanan.15 Dalam sebuah literatur dikatakan bahwa ketinggian blok dijaga maksimal pada T6 daripada T4 yang dapat menyebabkan bradikardi dengan blok simpatis serabut saraf kardioakselerator pada pasien dengan risiko tinggi. Review pada 57 artikel yang melibatkan 103 pasien

menunjukkan

direkomendasikan

keamanan

penggunaannya

anestesia pada

sindrom

regional

dan

Eisenmenger.

Perubahan hemodinamik dan respirasi biasanya minimal dengan anestesia epidural yang dimanajemen dengan baik. Meskipun dmeikian, meta-analisis tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam hal mortalitas perioperatif antara anestesia general dan regional, dan keduanya memiliki morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Pilihan anestesia general versus epidural-spinal harus berdasarkan pada fisiologi individual pasien dan dikonsultasikan dengan kardiologis, obstetris, anestesiologis obstetrik, dan anestesiologis kardiak.1

31

Tabel. 5 Beberapa teknik anestesia untuk seksio cesaria pada sindrom Eisenmenger Penulis

Tahun

Teknik Anestesia

Outcome

2004

Epidural

Borges et.al.

2007

Epidural

Fang et.al.

2011

General

Apgar score bayi 9 pada 1 dan 5 menit. Ibu keluar rumah sakit (KRS) 7 hari postpartum Apgar score bayi 7/9/10. Ibu KRS 17 hari postpartum Apgar scores 8 pada 1 menit, 9 pada 5 menit, dan 10 pada 10 menit. Ibu meninggal 3 hari postpartum Apgar score 9 pada 1 menit dan 10 pada 5 menit. Ibu dan bayi dalam kondisi baik 6 bulan setelahnya

Lacassie, et.al.

Epidural

Gurumurthy et.al.

2012

General

Boukhris et.al.

2013

Epidural

Apgar score 5 pada 1 menit dan 8 pada 5 menit. Ibu KRS pada 15 postpartum Apgar score 7/9/10. Ibu KRS pada 13 hari postpartum

Dikutip dari: Fang, G., Y. K. Tian, and W.Mei. 2011. Anaesthesia Management of Caesarean Section in Two Patients with Eisenmenger’s Syndrome. Hindawi Publishing Corporation Anesthesiology Research and Practice 2011, Article ID 972671, 4 pages.

Perhatian khusus perlu dilakukan saat pemberian oksitosin pada pasien dengan penyakit jantung karena bolus dalam dosis tinggi dapat menyebabkan vasodilatasi dan penurunan SVR dengan kompensasi takikardia, serta meningkatkan stres kardiak. Infus perlahan dengan oksitosin yang telah diencerkan biasanya dapat ditoleransi. Agen uterotonik lainnya seperti ergometrine dapat menyebabkan hipertensi sistemik dan vasokonstriksi koroner. Prostaglandin F2-alfa memiliki potensi menyebabkan hipertensi pulmonal berat bila bolus dalam dosis besar diinjeksi secara langsung ke dalam sirkulasi.15 3.

Monitoring Perioperatif Terapi cairan perioperatif secara titrasi penting pada pasien sindrom Eisenmenger. Hipovolemia intravaskuler akibat puasa yang lama

dengan

dehidrasi

harus

dihindari.

Vasodilatasi

akibat

simpatektomi karena anestesia neuraxial dapat menyebabkan hipotensi

32

sehingga ekspansi volume dan vasopressor harus segera diberikan. Penggunaan uterine displacement memperbaiki venous return ke jantung. Meskipun dmeikian, pemberian cairan yang berlebihan dapat membebani jantung kanan. Monitoring central venous pressure (CVP) diindikasikan untuk menjaga filling pressure yang konstan selama periode perioperatif. Manajemen pasien pada pasien sindrom Eisenmenger dapat meliputi suplementasi oksigen, digitalis, diuretik, vasodilator, dan antikoagulan.11,15 Pada

pasien

sindrom

Eisenmenger,

oksigen

merupakan

vasodilator pulmonal yang menurunkan aliran darah melalui right-toleft shunt sehingga membantu memperbaiki saturasi oksigen; oleh karena itu harus dipertimbangkan penggunaannya untuk pasien sindrom Eisenmenger selama periode perioperatif. Tekanan oksigen arterial maternal dijaga di atas 70 mmHg atau lebih bila memungkinkan. Digitalis harus digunakan secara hati-hati bersama diuretik pada pasien yang hipoksemik karena ada risiko peningkatan toksisitas digitalis. Diuretik dapat bermanfaat pada pasien sindrom Eisenmenger dan gagal jantung kanan untuk memperbaiki kongesti hepatik atau peningkatan volume intravaskuler. Hal ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari penurunan preload di bawah yang diperlukan untuk menjaga cardiac output adekuat dengan peningkatan afterload ventrikel kanan.11,15 PVR yang fixed secara definisi tidak responsif terhadap manipulasi farmakologik. Meskipun dmeikian, tetap harus dihindari faktor-faktor yang diketahui mengeksaserbasi resistensi pulmonal, yaitu hipotermia, hiperkarbia, asidosis, hipoksia, dan α-adrenergic agonists. Dengan pemberian oksigen jangka panjang, penggunaan medikasi spesifik untuk manajemen pasien, biasanya bersifat paliatif. Sildenafil dan L-argininge efektif menurunkan PVR. Bosentan, suatu endothelin receptor antagonist telah digunakan dan menurunkan PVR sebesar 25%. Oleh karena kemungkinan teratogenisitas dan efek merugikan sirkulasi uterin, vasodilator pulmonal meliputi analog

33

prostacycline (Epoprostenol, Treprostinil, Beraprost, dan Iloprost), phosphodiesterase inhibitor (Sildenafil, Tadalafil), endothelin receptor antagonist

(Bosentan,

Sitaxsentan,

dan

Ambrisentan)

tidak

direkomendasikan pada kehamilan. penggunaan nitric oxide inhalasi selama persalinan telah direkomendasikan pada sindrom Eisenmenger. Selain

itu,

untuk

pasien

dengan

polisitemia

berat,

perlu

dipertimbangkan bahaya peningkatan hiperviskositas yang dapat menyebabkan stroke dan komplikasi lainnya.11,15 Peran kontroversial.

antikoagulan

pada

Kehamilan

sindrom

Eisenmenger

merepresentasikan

masih kondisi

hiperkoagulabilitas, dan bukti menunjukkan bahwa tromboembolisme pulmonal sebagai penyebab kematian maternal. Meskipun demikian, ada efek merugikan dari terapi heparin profilaktik pada persalinan dengan sindrom Eisenmenger. Penggunaan hati-hati obat antitrombotik dan ambulasi dini dapat meningkatkan angka harapan hidup pada pasien sindrom Eisenmenger.11,15 Tujuan monitoring adalah untuk mendeteksi secara dini perubahan mendadak pada hemodinamik sehingga dapat diberikan penanganan

segera

untuk

mencegah

komplikasi.

Monitoring

intraoperatif yang ketat pada pasien sindrom Eisenmenger penting dilakukan. Pulse oxymetry merupakan cara termudah untuk menilai derajat right-to-left shunt. Monitoring tekanan darah arterial invasif dan CVP direkomendasikan sebagai parameter terapi cairan dan infus vasopressor. Karena tekanan darah seringkali merupakan indikasi yang lemah untuk perfusi jaringan, monitoring cardiac output mungkin diperlukan. Kegunaan kateter arteri pulmonal masih kontroversial pada pasien sindrom Eisenmenger. TEE dapat memberikan informasi fungsi jantung dan shunting intrakardiak, tetapi tidak ditoleransi pada pasien sadar.13 Indikasi monitoring invasif pada sindrom Eisenmenger masih kontroversial dan sama halnya dengan bentuk monitoring lain, harus

34

dipertimbangkan antara risiko komplikasi dan keuntungannya. Pasien ini

biasanya

polisitemik

dan

kateterisasi

intraarterial

dapat

dihubungkan dengan insiden terjadinya trombus post-kanulasi. Insersi central venous catheter juga memiliki risiko infeksi dan embolus udara paradoksikal. Komplikasi kateterisasi pulmonal adalah ruptur arteri yang dipengaruhi oleh adanya hipertensi pulmonal selain karena aritmia dan embolisasi sistemik. Right-to-left intracardiac shunting dan anatomi jantung yang abnormal dapat membuat kesulitan pasase ke arteri pulmonalis bila dilakukan tanpa fluoroskopi. Oleh karena resistensi relatif vaskuler sistemik dan pulmonal akan direfleksikan oleh saturasi oksigen dan pengukuran thermodilusi output tidak secara akurat merefleksikan output sistemik, keuntungan pemasanagan kateter arteri pulmonal pada pasien sindrom Eisenmenger minimal dan hampir tidak pernah diindikasikan. Satu pengecualian adalah pasien dengan penyakit vaskuler paru dan ASD yang berisiko mengalami gagal ventrikel kanan bila terjadi tekanan ventrikel kanan suprasistemik. Anestetis harus berhati-hati sehubungan dengan akses infus untuk menghindari emboli udara paradoksikal dan akibat tindakan operator sehubungan dengan terbukanya vena besar atau sinus venosus dengan posisi pasien dimana memungkinkan masuknya udara.11,15 Phenylephrine,

norepinephrine

and

metaraminol

direkomendasikan untuk mencegah penurunan SVR selama anestesia, tetapi juga meningkatkan PVR sehingga penggunaannya juga dihindari pada pasien sindrom Eisenmenger. Penggunaan vasopressor profilaktik tidak direkomendasikan karena efek sampingnya pada pasien yang telah mengalami gangguan sistem kardiovaskuler dan respon terhadap obat vasoaktif poten yang sulit diprediksi atau berlebihan. Meskipun demikian,

ketersediaannya

harus

dipastikan

pada

periode

perioperatif.11,15

35

4.

Manajemen Postoperatif Setelah operasi, pasien dirawat di ruang perawatan intensif untuk observasi ketat. Pada periode postoperatif, penting untuk menghindari hipoksia yang akan meningkatkan PVR. Selain itu, harus dihindari perubahan ekstrem frekuensi jantung, terapi oksigen, dan mobilisasi

dini

direkomendasikan.

Pasien

dengan

sindrom

Eisenmenger harus menjalani follow-up rutin pada pusat kesehatan tersier yang memiliki dokter dan perawat dengan keahlian khusus pada penyakit jantung.11

IV.

RINGKASAN Perubahan signifikan pada fisiologi maternal merupakan pertimbangan

dalam melakukan prosedur anestesi. Penyakit penyerta pada kehamilan membuat teknik anestesi baik anestesi umum maupun anestesi regional menjadi suatu pertimbangan tersendiri. Kelainan jantung dalam kehamilan dapat membuat bertambahnya resiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Keadaan tersebut membutuhkan perawatan multidisplin antara ahli kandungan, anestesi serta anak. Kerja sama multidisiplin dalam penanganan kelainan jantung pada kehamilan harus sinergis dengan komunikasi efektif untuk mempersiapkan preoperatif,

intraoperatif

dan

postoperatif.

Peran

ahli

anestesi

dalam

mempersiapkan pembedahan secara emergensi sangat penting hal ini dikarenakan teknik yang diambil dalam mengambil keputusan terminasi sangat menentukan keadaan ibu dan janin. Manajemen anestesi pada kehamilan dengan kelainan jantung ( sindrom eisenmenger ) sering menemui kesulitan. Namun yang terpenting adalah prinsip untuk menjaga keseimbangan antara SVR dan PVR. Baik teknik anestesi umum dan anestesi regional harus memperhatikan cardiac output dan SVR untuk tidak turun, serta menghindari terjadinya peningkatan PVR. Monitoring harus tetap

36

dilakukan tidak hanya pada preoperatif, intraoperatif tetapi postoperatif juga harus dilakukan karena komplikasi postoperatif dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu. Monitoring dilakukan untuk mendeteksi secara dini perubahan hemodinamik baik sebelum operasi maupun sesudah operasi.

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Bisri T, Sri Wahjoeningsi, Bambang SS. Anestesi obstetri. Komisi pendidikan Sp.AnKAO. Saga olachitra; 2013.Hlm.119-27. 2. Hartanuh S. Penyakit jantung pada kehamilan. Dalam: FKUI, Arjatmo T, penyuting. Buku ajar kardiologi. Jakarta: Balai penerbitan FKUI.2004.Hlm 28997 3. Mushlin P.S. and K.M. Davidson. Cardiovascular Disease in Pregnancy. In Anesthetic and Obstetric Management of High-Risk Pregnancy Third Edition. Sanjay Datta. New York: Springer-Verlag.2004.Hlm 186 4. Baum, V.C, S.A. Stayer, D.B. Andropoulos, and I.A. Russell. Approach to the Teenaged and Adult Patient. In Anesthesia for Congenital Heart Disease. D.B. Andropoulos, S.A. Stayer, I.A. Russell. Massachusetts: Blackwell Publishing. 2005. Hlm 216-7. 5. Bent, S.T. Anesthesia for Left-to-Right Shunt Lesions. In Anesthesia for Congenital Heart Disease. D.B. Andropoulos, S.A. Stayer, I.A. Russell. Massachusetts: Blackwell Publishing. 2005. Hlm 297-8. 6. Carvalho, B. and E. Jackson. Structural Heart Disease in Pregnant Women. In Obstetric Anesthesia and Uncommon Disorders 2nd edition. D.R. Gambling, M.J. Douglas, R.S.F. McKay. New York: Cambridge University Press. 2008.Hlm 2,6,7,12,21-2 7. Flood, P. and M.D. Rollins. Anesthesia for Obstetrics. Dalam Miller’s Anesthesia. Eighth edition. R.D. Miller. Philadelphia: Elsevier.2015. Hlm 2329-31. 8. Frölich, M.A. Maternal & Fetal Physiology & Anesthesia. New York: McGrawHill. 2013. Hlm.826. 9. Morgan GE, . MikhailMS, MurrayMJ. Obstetrics aneshesia. In:Lange, ed. Clinical anesthesiology 4th. Mac-graw hills companies; 2013.Hlm 847-55. 10. Harnett M, Tsen LC. Cardiovascular diseases. In Chesnut DH, Polley LS, Tsen LC, Wong CA, eds. Obstetric anesthesia principle and practice. Philadelphia: Mosby; 2009. Hlm 881-912 11. Saxena, A, T. Chand, S.K. Arya, A. Mittal, and Parimal. 2012. Total Intravenous Anasthesia in A Patient with Eisenmenger Syndrome: Case Report. J.Anesth Clinic Res 2012,3:10.

38

12. Borges, V.T.M, C.G.Magalhaes, A.M.V.C. Martins, and B.B Matsubara. Eisenmenger Syndrome in Pregnancy. Arq Bras Cardiol. 2007.;90(5):39-40. 13. Harnett, M, P.S. Mushlin, and W.R. Camann. Cardiovascular Disease. In Chestnut: Obstetric Anesthesia: Principles and Practice,3rd. ed. D.H. Chestnut. Philadelphia: Mosby.2004. Hlm 709 14. Cole, P.J, M.H. Cross, and M. Dresner. Incremental spinal anesthesia for elective Caesarean section in a patient with Eisenmenger’s syndrome. Br J Anaesth 2001;86:723-6. 15. Fang, G., Y. K. Tian, and W.Mei. Anaesthesia Management of Caesarean Section in Two Patients with Eisenmenger’s Syndrome. Hindawi Publishing Corporation Anesthesiology Research and Practice 2011, Article ID 972671, 4 pages. 16. Gurumurthy, T., R. Hegde, and B.S. Mohandas. Anaesthesia for a patient with Eisenmenger’s syndrome undergoing caesarean section. Indian Journal of Anaesthesia 2012,56:3 17. Kapoor R, Minn JC, Leffert L. Anesthesia for obstetric and gynecology . In: Dunn, F P, ed. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General Hospital 7th . Lippincott Williams & Wilkins; 2007. Hlm 541-5. 18. Lacassie, H.J., A.M. Germain, G.Valde´s, M.S. Ferna´ndez, F. Allamand, and H. Lo´pez. 2004. Management of Eisenmenger Syndrome in Pregnancy With Sildenafil and L-arginine. Obstet Gynecol 2004;103:1118 –20. 19. Boukhris, M., K. Hakim, H. M’saad, F. Ouarda, and R. Boussaada. Successful pregnancy and delivery in a woman with a single ventricle and Eisenmenger syndrome. J Saudi Heart Assoc 2013;25:261–4. 20. Kaye AD, Stout TB, Padnos IW, et.al. 2012. Left-to-right shunt : perioperative anesthetic consideration. M.E.J. Anesth. Vol. 21(6): 793-799 21. Huang JB, Liang J, dan Zhou LY. 2012. Eisenmenger Syndrome : Not Always Inoperable. Respiratory Care. Vol. 57(9): 1488-1493 22. Kaemmerer H, Mebus S, Schulze-Neick I, et.al. 2010. The Adult Patient with Eisenmenger Syndrome: A Medical Update After Dana Point Part I : Epidemiolgy, Clinical Aspects and Diasnostic Options. Curr Cardiol Rev. Vol. 6(4):343-355 23. Therrien J, Rambiar S, Newman B, et.al. 2006. Eisenmenger syndrome and atrial septal defect : Nature or nurture ?. Vol. 22(13):1133-1136

39

24. Bala R, Pirkad A, Saini S, dan Banarjee A.2016. Anesthetic management of a patient with Eisenmenger syndrome: What next when one tecnique fails?. Anesth, Pain & Intensive Care. Vol. 20(3): 341-42 25. Cannesson M, Earing MG, Collange V, et.al. 2009. Anesthesia for Noncardiac Surgery in Adults with Congenital Heart Disease. Anesthesiology. Vol.111: 432435

40

Related Documents


More Documents from "Bimasena"