Case Dr Ibrahim Suci 2.docx

  • Uploaded by: SuciPurnamarza
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Dr Ibrahim Suci 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,031
  • Pages: 30
1

BAB I PENDAHULUAN

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media pengelihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media pengelihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2 Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. 246 juta orang di seluruh dunia memiliki ganguan penglihatan yang meliputi ametropia (miopia, hipemetropia atau astigmatisme) sebesar 43 %, katarak 33 %, glaukoma 2 %.3 Miopia adalah keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Pada pasien miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat sedangkan melihat jauh buram atau disebut pasien rabun jauh.2,3 Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala yang sering disertai juling dan celah kelopak mata yang sempit. Seseorang myopia biasanya menyipitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).2,4 Pengobatan pasien dengan myopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman pengelihatan maksimal. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan myopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. 2,4 Mengingat bahwa kasus miopia ini masih sangat banyak dan merupakan salah satu masalah kesehatan mata yang mengakibatkan gangguan penglihatan sehingga penulis merasa perlu untuk membahas mengenai miopia.

2

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama

: Nn. PKS

Tanggal Lahir

: 1 Agustus 2002

Umur

: 16 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Jln. Jaya Lorong Paras Raya I RT 10 RW 03 Kelurahan 16 Ulu Seberang Ulu II Palembang

Tanggal pemeriksaan

: 26 Maret 2019

2.2 Anamnesis (26 Maret 2019) Kabur pada saat melihat jauh pada kedua mata

Keluhan Tambahan : Kabur pada saat melihat jauh, penglihatan berbayang, mata terasa cepat lelah, mata berair, sering memicingkan mata ketika melihat jauh, sakit kepala. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau melihat huruf dari jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan merasakan penglihatan berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata dirasakan perlahan. Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat jauh semakin bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca, menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien

3

mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat asap tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu  Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal.  Riwayat trauma pada mata disangkal.  Riwayat darah tinggi disangkal  Riwayat kencing manis disangkal.  Riwayat peyakit jantung disangkal

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga  Riwayat anggota yang memiliki keluhan serupa ada  Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal  Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

2.5 Status Generalis Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

:

-

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

-

Nadi

: 75 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

-

Laju Nafas

: 19 x/menit, teratur

-

Suhu

: 36,6oC

4

2.6 Status Oftalmologis PEMERIKSAAN FISIK

Nama : PKS Umur : 16 Tahun

Ruang : Poli Mata Kelas : -

Status Generalis Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital : - Tekanan Darah : 110/70 mmHg - Nadi : 75 x/menit - Laju Napas : 19 x/menit - Suhu : 36,6° C Status Oftalmologis OD

No. 1. 2. 3.

4.

Pemeriksaan Visus Tekanan Intra Okuler Kedudukan Bola Mata Posisi Eksoftalmus Enoftalmus Pergerakan Bola Mata Atas Bawah Temporal Temporal atas Temporal bawah Nasal Nasal atas

OS

OD 2/60 Secara palpasi

OS 20/400 Secara palpasi

Ortoforia (-) (-)

Ortoforia (-) (-)

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

5

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Nasal bawah Nistagmus Palpebrae Hematom Edema Hiperemis Benjolan Ulkus Fistel Hordeolum Kalazion Ptosis Ektropion Entropion Sekret Trikiasis Madarosis Punctum Lakrimalis Edema Hiperemis Benjolan Fistel Konjungtiva Tarsal Superior Edema Hiperemis Sekret Epikantus Konjungtiva Tarsalis Inferior Kemosis Hiperemis Anemis Folikel Papil Lithiasis Simblefaron Konjungtiva Bulbi Kemosis Pterigium Pinguekula Flikten Simblefaron Injeksi konjungtiva Injeksi siliar Injeksi episklera Perdarahan subkonjungtiva Kornea

Baik (-)

Baik (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

6

11.

12.

13.

14.

15.

Kejernihan Edema Ulkus Erosi Infiltrat Flikten Keratik presipitat Macula Nebula Leukoma Leukoma adherens Stafiloma Neovaskularisasi Imbibisi Pigmen iris Bekas jahitan Tes sensibilitas Limbus kornea Arkus senilis Bekas jahitan Sklera Sklera biru Episkleritis Skleritis Kamera Okuli Anterior Kedalaman Kejernihan Flare Sel Hipopion Hifema Iris Warna Gambaran radier Eksudat Atrofi Sinekia posterior Sinekia anterior Iris bombe Iris tremulans Pupil Bentuk Besar Regularitas Isokoria Letak

Jernih (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Tidak dilakukan

Jernih (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Tidak dilakukan

(-) (-)

(-) (-)

(-) (-) (-)

(-) (-) (-)

Sedang Jernih (-) (-) (-) (-)

Sedang Jernih (-) (-) (-) (-)

Hitam Jelas (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Hitam Jelas (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Bulat ±3 mm Reguler Isokor Central

Bulat ±3 mm Reguler Isokor Central

7

Refleks cahaya langsung Refleks cahaya tidak langsung

16.

17.

Seklusio pupil Oklusi pupil Leukokoria Lensa Kejernihan Shadow test Refleks kaca Luksasi Subluksasi Pseudofakia Afakia Funduskopi Refleks fundus Papil - warna papil - bentuk - batas Retina - warna - perdarahan - eksudat Makula lutea

Pemeriksaan Penunjang: 1) Pemeriksaan Visus VOD : 2/60 di koreksi S -5.00  20/20 VOS : 20/400 di koreksi S -3.5  20/20

(+) (+) (-) (-) (-) Jernih (-) (-) (-) (-) (-) (-) Tidak dilakukan

(+) (+) (-) (-) (-) Jernih (-) (-) (-) (-) (-) (-) Tidak dilakukan

8

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : PKS Ruang : Poli Mata PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 16 Tahun Kelas : Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau melihat huruf dari jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan merasakan penglihatan berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata dirasakan perlahan. Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat jauh semakin bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca, menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat asap tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada. Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 2/60 di koreksi S -5.00, OS 20/400 di koreksi S -3.50. Kedudukan bola mata ortoforia, pergerakan bola mata baik ke segala arah, palpebra ODS tenang, kornea jernih ODS, kamera okuli anterior kedalaman sedang dan jernih ODS, iris coklat gambaran jelas ODS, pupil bentuk bulat, ukuran 3 mm, isokor, letak central, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+) ODS, lensa jernih.

Daftar Masalah: -

Penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh

-

Kedua mata cepat lelah terutama bila membaca, menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar

-

Sakit kepala

-

Visus OD 2/60 di koreksi S -5.00

-

Visus OS 20/400 di koreksi S -3.50

Kemungkinan Penyebab Masalah : Myopia Oculi Dextra et Sinistra Sedang

9

RENCANA PENGELOLAAN

Nama : PKS Umur : 16 Tahun

Ruang : Poli Mata Kelas : -

1) Edukasi 

Menjelaskan kepada pasien bahwa gangguan penglihatan dikarenakan miopia



Menjelaskan kepada pasien bahwa gangguan pengelihatan telah bertambah sehingga pasien sebaiknya mengganti kacamata



Menjelaskan kepada pasien untuk selalu menggunakan kacamata dan apabila mata kabur kembali segera periksakan ke dokter karena miopia dapat bertambah pula

2) Medikamentosa 

Topikal : Asthenof Drop gtt I tiap 8 jam



Mecobalamin 1x500 mg tab



Resep kacamata sesuai koreksi: OD : S -5.00 OS : S -3.50

Nama dan tanda tangan dokter muda :

Suci Purnamarza, S.Ked

Diperiksa dan disahkan oleh : Dokter Pembimbing: dr. H. Ibrahim, Sp.M. Tanggal : 26 Maret 2019 Tanda tangan,

(dr. H. Ibrahim, Sp.M.)

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Regio Orbita

Gambar 1. Anatomi Orbita (Mata)

Volume orbita dewasa kira-kira 30 mL dan bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24,2 mm.4 BOLA MATA  Konjungtiva4,5 Adalah membran mukosa yang transparant dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan epitel kornea di limbus. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat di tarsus. Di tepi superior dan inferior, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.

11

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices

dan

melipat

bekali-kali.

Adanya

lipatan-lipatan

ini

memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm). Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak (Plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa.  Sklera & episklera4,5 Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian dalam, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior dan durameter nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk lamina eribrosa, yang di antaranya dilalui oleh berkas aksen nervus opticus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah

lapisan

tipis

jaringan

elastis

halus.

Episklera

yang

mengandung banyak pembulu darah yang mendarahi sklera. Lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera adalah lamila tusc yang membentuk lapisan luar ruang suprakornoid.  Kornea4,5 Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada

12

sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 um di pusatnya. Diameter horizontalnya berkisar 11,75 mm dan verticalnnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5 lapisan yang berbeda-beda. Lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel. Saat lahir tebalnya sekitar 3um dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12 um. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar dala mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea. Sumber-sumber nurtisi untuk kornea adalah pembulu-pembulu darah limbus, humor aqueous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat sebagian besar oksigen dari atmosfer.saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgenesinya.  Traktus uvealis4,5 Traktus Uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare, dan koroid. Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina. 

Iris Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan

13

berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neurorentina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III tudinal musculus ciliaris menyisip kedalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya. 

Koroid Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara rentina dan sklera. Koroid tersusun atas 3 lapis pembulu darah koroid : besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembulu darah terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. (Bagian dalam pembulu darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris.



Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris. Zonula mnghubungkan dengan corpus ciliare. Disebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa (lihat bawah) adalah suatu membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel dari pada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Enam puluh lima persen

lensa terdiri dari air, sekitar

35%-nya protein (kandungan proteinnya tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungna kaliaum lebih tinggi di lensa dari pada di kebanyakan jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk

14

teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembulu darah atau saraf di lensa.  Aqueous humor4,5 Aqueous Humor di produksi oleh corpus ciliaris. Setalah memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke dalam bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.  Sudut bilik depan mata4,5 Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea parifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schlemm, dan taji sklera (Sclera spur). Garis schlemm menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembarlembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke dalam bili mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea, bagian luar, yang terletak pada bagian kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Seratserat longitudinal otot siliaris menyisip kedalam anyaman trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliare dan kanal schlemm, tempat iris dan corpus ciliare menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhunungan dengan sistem vena episklera.  Retina4,5 Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisin bagian dalam 2/3 posterior dinding

15

bola mata. Retina membentang anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut: 1. Membran limitans interna 2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus opticus 3. Lapisan sel ganglion 4. Lapisan pleksifirm dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrim dan sel bipolar 5. Lapisan dalam inti dalam badan-badan sel bipolar amakrim dan horisontal 6. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor 7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membran limitans eksterna 9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut 10. Epitel pigmen retina  Vitreus4,5 Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk 2/3 volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa. Retina, dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus – membran hyaloid – normalnya berkontak dengan strukturstruktur berikut : kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup kelapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Diawal kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici tetapi segera berkurang di kemudian hari. Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan

16

konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. 2.2 Fisiologi Pengelihatan6 Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubahubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40, dan humor vitreous 1.34. Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang secara normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya “akomodasi”. 8

17

Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. 8

2.3 Miopia 2.3.1 Definisi Miopia adalah keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Pada pasien miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat dekat sedangkan melihat jauh buram atau disebut pasien rabun jauh.2,3

Gambar 2.1 Miopia

2.3.2

Faktor Resiko Berbagai faktor dapat mempengaruhi miopia. Herediter dan kebiasaan atau

perilaku membaca dekat disertai penerangan yang kurang menjadi faktor utama terjadinya miopia. Cara pewarisannya kompleks karena melibatkan banyak variabel. Intensitas cahaya yang tinggi juga dapat mempengaruhi tingkat keparahan myopia karena mempengaruhi bekerjanya pupil dan lensa mata. Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan risiko miopia. Miopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk

18

membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak kegiatan jarak dekat.7

2.3.3

Klasifikasi2

Dikenal beberapa tipe dari miopia : 1.

Miopia Aksial Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.

2.

Miopia Refraktif Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam : 1.

Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D

2.

Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D

3.

Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk : 1.

Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa

2.

Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata

3.

Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.

19

2.3.4

Patofisiologi Insiden miopia bergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Miopia

adalah inherediter monogenik atau poligenik. Inherediter monogenik jarang terjadi sedangkan inherediter poligenik terjadi lebih sering. Penelitian saat ini mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab untuk miopia lebih dari -6.00 dioptri ditemukan pada kromosom 1-5, 7,8, 10-12, 14, 17-22. Gen yang bertanggung jawab untuk miopia kurang dari -6.00 dioptri ditemukan pada kromosom 7.7 Mata emetropik menunjukkan bahwa sinar cahaya paralel jatuh pada titik fokus pada retina, sedangkan pada mata miopia, sinar cahaya paralel jatuh pada titik fokus di depan retina, hal ini menyebabkan tidak munculnya gambar tajam pada retina ketika pasien menatap ke kejauhan. Mata miopia menunjukkan gambar yang tajam hanya dapat dihasilkan oleh objek dengan jarak yang dekat dimana sinar cahaya menyebar sebelum masuk ke mata.10 Penyebabnya antara lain bola mata yang terlalu panjang dengan daya refraksi normal (miopia aksial, gambar 2.1c), dan daya refraksi yang terlalu kuat pada panjang bola mata yang normal (miopia refraktif, gambar 2.1d).10

2.3.5

Manifestasi Kecurigaan adanya rabun jauh pada pasien bisa bergantung pada

anamnesis keluhan subjektif pasien dan temuan objektif penderita. Keluhan tersering pasien berupa penglihatan kabur saat melihat jauh dan harus melihat dekat apabila melihat benda-benda yang kecil, juga cepat lelah bila membaca jauh. Seseorang yang mengalami miopia akan menyipitkan mata atau mengerutkan kening dan sering mengalami sakit kepala. Temuan gejala objektif miopia tergantung pada gangguan miopia yang didapat, yang digolongkan menjadi sederhana (simpleks) atau patologis. 1. Miopia simpleks: Miopia yang sering ditemukan pada usia sekolah, dengan onset pada usia 10-12 tahun. Biasanya miopia jenis ini tidak berkembang lebih jauh setelah usia 20 tahun. Refraksi jarang melebihi -6.00 dioptri. Adapun temuan klinisnya antara lain.10

20

 Segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar. Kadang-kadang juga ditemukan bola mata yang agak menonjol.  Segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan disekitar papil saraf optik.

2. Miopia patologik : Miopia jenis ini secara umum herediter dan akan berkembang lebih jauh secara kontinu dan independen dari pengaruh eksternal.10 Miopia patologi adalah miopia tinggi yang terkait dengan perubahan patologi terutama di segmen posterior mata. Miopia jenis ini termasuk penyakit yang cukup berat dan mempunyai konsekuensi menurunnya tajam penglihatan serta penyakit mata yang serius. Temuan klinisnya antara lain.11  Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.  Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainankelainan

pada :

1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa kelainan-kelainan pada degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia. 2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks. 3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

21

2.3.7

Diagnosis Evaluasi pasien dengan miopia dengan melakukan pemeriksaan yang

komprehensif terhadap mata. 1. Riwayat Pasien Komponen dari riwayat pasien termasuk keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (sacred seven), riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, penggunaan obat-obatan, riwayat alergi, dan riwayat sosial.5 Pasien dengan miopia akan mengatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan penglihatan kabur saat melihat jauh sehingga disebut rabun jauh. Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Pasien miopia mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk mendapatkan efek lubang kecil.1 2. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan tajam penglihatan, lakukan pada kedua mata dari jarak jauh dengan snellen chart dan jarak dekat dengan Jaeger. b. Refraksi, retinoskopi merupakan alat yang objektif dalam mengukur kelainan

refraksi.

Autorefraktor

juga

dapat

digunakan

untuk

menggantikan retinoskopi walaupun tidak dapat memberikan informasi kualitatif. c. Pergerakan bola mata dan pandangan dobel. d. Pemeriksaan lapang pandang. e. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau pen light. f. Pemeriksaan funduskopi dan tekanan intraokular, dilakukan karena pasien dengan miopia berisiko tinggi untuk mengalami glaukoma, dan ablasio retina.5Pada pemeriksaan funduskopi terdapatmiopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posteriorfundus mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidaktertutupnya sklera oleh koroid. Mata dengan miopia tinggi akan terdapat pulakelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retinabagian perifer.1

22

2.3.8 Tatalaksana Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif. Permukaan refraksi mata yang mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, mengakibatkan kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengoreksi mata miopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakkan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik.7Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa sferis +0,25 dioptri. Pemeriksaan tajam penglihatan diulang dengan meminta penderita membaca semua deretan huruf snellen chart apabila tidak memberikan tajam penglihatan yang membaik berikan lensa negatif dimulai dari -0,25 dioptri, ditambahakan berturut-turut -0,25 dioptri sampai pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca deretan huruf 6/6 pada snellen chart. Pasien yang dikoreksi dengan -2.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -2.50 dioptri mendapat tajam penglihatan yang sama, maka sebaiknya diberikan koreksi -2.00 dioptri untuk memberikan istirahat mata yang baik setelah dikoreksi.1Koreksi miopia juga dapat menggunakan lensa kontak, lensa kontak adalah lensa yang diletakkan di atas kornea dan memiliki daya kohesi sehingga tetap menempel pada kornea, tujuannya adalah untuk memperbesar bayangan yang jatuh di retina. Kerugian menggunakan lensa kontak adalah

lebih

mudah

terkena

infeksi,

apabila

memperhatikan kebersihan, dan lebih mudah

pemakainannya

kurang

terjadi erosi kornea, terutama

apabila dipakai terlalu lama.9 Miopia yang agak berat dapat dilakukan koreksi dengan LASEK (Laser Epithelial Keratomileusis), dimana dilakukan untuk koreksi miopia -6.00 dioptri, umumnya sampai -8.00 dioptri. Kekurangan dari prosedur ini adalah nyeri paska operasi. Selain itu dapat dilakukan LASIK (Laser In Situ Keratomileusis) dimana dilakukan untuk koreksi miopia -8.00 dioptri, umumnya sampai -10.0 dioptri. Komplikasi post operasi adalah dry eye, sebab banyak saraf kornea yang terpotong. Kasus miopi yang berat bisa dilakukan tindakan operasi berupa Clear Lens Extraction (CLE) yang diikuti penanaman lensa intraokuler.5

23

Pencegahan dapat dilakukan untuk mencegah kelainan mata sejak anakanak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Tindakan pencegahan seperti dengan cara.5 

Ambillah waktu istirahat setiap 30 menit ketika membaca atau melakukan pekerjaan dekat yang intensif. Berdiri dan melihat keluar jendela saat beristirahat.



Pertahankan jarak yang benar dari buku ke mata yaitu 40 - 45 cm.



Pastikan pencahayaan sudah cukup untuk membaca.



Membaca atau melakukan pekerjaan visual lainnya dengan menggunakan postur tegak yang santai.



Tentukan batas waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi dan bermain video game. Duduk 5-6 meter dari televisi.

2.3.9 Komplikasi Komplikasi miopia adalah ablasio retina. Risiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar 1/6662, pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi 1/1335, lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Penambahan faktor risiko pada miopia, lebih rendah tiga kali sedangkan pada miopia tinggi, meningkat secara signifikan.Komplikasi lain berupa Vitreal Liquefaction dan Detachment. Vitreus humor yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi, hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters), pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.1 Glaukoma juga menjadi salah satu komplikasi pada miopia tinggi. Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres

24

akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Kedudukan mata yang menetap seperti ini, menunjukkan penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.1

25

BAB IV ANALISA KASUS

Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau melihat huruf dari jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan merasakan penglihatan berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata dirasakan perlahan. Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat jauh semakin bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca, menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat asap tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada. Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 2/60 di koreksi S -5.00, OS 20/200 di koreksi S -3.50. Kedudukan bola mata ortoforia, pergerakan bola mata baik ke segala arah, palpebra ODS tenang, kornea jernih ODS, kamera okuli anterior kedalaman sedang dan jernih ODS, iris coklat gambaran jelas ODS, pupil bentuk bulat, ukuran 3 mm, isokor, letak central, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+) ODS, lensa jernih. Hal ini sesuai teori bahwa temuan pasien miopia bisa bergantung pada anamnesis keluhan subjektif pasien dan temuan objektif penderita. Keluhan tersering pasien berupa penglihatan kabur saat melihat jauh dan harus melihat dekat apabila melihat benda-benda yang kecil. Miopia disebabkan keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Keluhan juga dapat disertai cepat lelah bila membaca jauh. Keluhan ini terjadi jika kelainan refraksi tidak terkoreksi sehingga menyebabkan mata

26

pegal dan nyeri kepala. Rasa pegal pada daerah mata disebabkam karena pasien terus menerus melakukan akomodasi sehingga otot-otot disekitar mata menjadi bekerja berlebihan. Pada anamnesis didapatkan keluhan penglihatan seperti melihat asap tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena adanya katarak. Penglihatan silau tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena astigmatisma. Penglihatan seperti melihat pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena glaucoma, keluhan mata merah tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena konjungtivitis. Riwayat trauma pada mata tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena trauma. Miopia pada pasien kemungkinan disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Herediter disebabkan karena keluarga pasien juga mengalami myopia. Penelitian saat ini mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab untuk miopia lebih dari -6.00 dioptri ditemukan pada kromosom 1-5, 7,8, 10-12, 14, 17-22. Gen yang bertanggung jawab untuk miopia kurang dari -6.00 dioptri ditemukan pada kromosom 7. Faktor lingkungan seperti kebiasaan pasien membaca dekat disertai penerangan yang kurang juga menjadi faktor utama terjadinya miopia. Pada pasien dilakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan snallen chat. Karena mata kanan pasien tidak dapat melihat snellen chat

maka

pemeriksaan dilanjutkan dengan mengukur visus menggunakan jari. Diperoleh visus OD 2/60 di dan OS 20/200. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan menggunakan pinhole dan didapatkan kemajuan visus sehingga disimpulkan pasien tersebut mengalami gangguan media refraksi. Pasien juga dilakukan pemeriksaan dengan jarum kipas dan disimpulkan pasien tidak mengalami astigmatisma. Selanjutnya pasien dilakukan perbaikan visus dengan menggunakan koreksi S -5.00, OS 20/200 di koreksi S -3.50 dan diperoleh kemajuan visus. Sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami myopia dextra et sinistra sedang.

27

Hal ini sesuai dengan teori bahwa koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif. Permukaan refraksi mata yang mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, mengakibatkan kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Pasien diberikan obat tetes mata

Virus yang mengakibatkan infeksi pada kornea termasuk infeksi virus pada saluran nafas seperti adenovirus dapat menyebabkan demam.3 Keratitis virus umumnya dapat disebebkan oleh herpes simpleks atau varicella-zoster. Pada varicella, lesi mata umunya berupa lesi cacar di palpebra dan tepian palpebra. Jarang terjadi keratitis (khas lesi stroma perifer dengan vaskularisasi). Dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan atau tanpa pseudo dendrit. Sedangkan pada zoster oftalmik, banyak dijumpai keratouveitis yang bervariasi beratnya. Komplikasi kornea pada zoster oftalmik dapat diperkirakan timbul jika terdapat erupsi kulit di daerah yang dipersarafi oleh cabang-cabang nervus nasolakrimalis.2 Bebeda dengan keratitis HSV rekurens yang umunya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya. Lesi epitelnya amorf dan berbercak, sesekali terdapat pseudo dendrit. Kekeruhan stroma disebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya hanya subepitel. Keadaan ini dapat diikuti stroma dalam, disertai nekrosis dan vaskularisasi.2 Pada pasien ini, apabila mata kiri diamati dengan slitlamp tampak infiltrat di bagian perifer kornea, lesi menunjukkan bahwa infeksi hanya mengenai bagian epitel kornea, tidak tampak adanya kekeruhan pada stroma. Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Awalnya pasien mengeluh mata merah tanpa disertai rasa nyeri. Hal ini berhubungan dengan adanya gambaran iritasi pada pasien dengan keratitis. Pada keratitis virus khusunya herpes simpleks biasanya nampak gambaran dendrit.

28

Gejala klinis dari keratitis virus mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena. Pada infeksi herpes biasanya dimulai radang konjungtiva yang mengenai satu mata. Biasanya berlanjut menjadi keratitis dendritik. Keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat kencing manis disangkal, riwayat darah tinggi disangkal, riwayat alergi di sangkal, riwayat trauma mata sebelumnya di sangkal. Pada keluarga terdapat keluahn yang sama disangkal. Kambuhnya penyakit ini diakibatkan oleh stres, lelah, terpajan sinar ultraviolet. Pada keratitis virus yang disebabkan oleh varicella-zoster biasanya pada amanesis ditanya akan apakah pasien memeiliki riwayat menderita penyakit cacak air. Pada pemeriksaan mata didapatkan visus OD 20/20, dan OS 20/100. Kedudukan bola mata ODS ortoforia, pergerakan bola mata baik ke segala arah. Pada OS : tampak infiltrat tipis pada kornea, disertai palpebra hiperemis disera krusta berwarna kuning kecoklatan. Adanya penurunan penglihatan mendukung ditegakkannya diagnosis keratitis virus. Pengobatan pada pasien dengan keratitis virus di berikan terapi nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa. Pada terapi non medikamentosa dapat dilakukan debridement. Ini merupakan cara efektif karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam. Untuk teapi medikamentosa dapat diberikan IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam) tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu atau Vibrabin: sama

dengan

IDU

tetapi

hanya

terdapat

dalam

bentuk

salep,

atau

Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Dapat

29

juga diberikan Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam dan Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif. Dengan dosis 400 mg lima kali per hari pada pasien imunocompropromised dan 800 mg lima kali per hari pada pasien atopik atau imun lemah. Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat.

BAB V KESIMPULAN Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3

30

Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja adalah keratitis virus ec suspect herpes simpleks. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terpai non medikmentosa pada pasien dapat dilakukan debridement. Dan terapi medikamentosa dapat diberikan IDU (Idoxuridine) analog pirimidin, diberikan Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam dan Asiklovir oral. Untuk prognosis apabila bapasien diberikan tatalaksana yang cepat dan tepat. Prognosis pada pasien adalah baik.

Related Documents

Ibrahim
June 2020 32
Ibrahim
November 2019 37
Ibrahim
June 2020 21

More Documents from ""

R Lkk 3.docx
May 2020 8
Cover.docx
May 2020 6
Seesi 2.docx
May 2020 6
Minggu.docx
May 2020 4