LAPORAN KASUS BENIGN PROSTATE HIPERTROFI
Disusun oleh: Nadesta Yofianti - 030.14.132
Pembimbing: dr. Tri Endah Suprabawati Sp.U
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD BUDHI ASIH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 01 OKTOBER – 08 DESEMBER 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini, terutama : 1. dr.Tri Endah Suprabawati,Sp.U selaku pembimbing dalam penyusunan makalah. 2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini. 3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu saya. Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bertujuan untuk ikut memperbaiki laporan kasus ini agar dapat bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat luas.
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Nadesta Yofianti
NIM
: 030.14.132
Bagian
: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode kepaniteraan : 01 Oktober – 08 Desember 2018 Judul Case
: Benign Prostate Hipertrofi
Pembimbing
: dr. Tri Endah Suprabawati,Sp.U
Jakarta,
2018
Pembimbing,
dr. Tri Endah Suprabawati,Sp.U
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................1 LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................2 DAFTAR ISI..................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4 BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................5 BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................15 BAB IV KESIMPULAN................................................................................34 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................35
3
BAB I PENDAHULUAN
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Prevalensi BPH di Indonesia pada kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%, >80 tahun sekitar 90%.
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. pasien BPH seringkali mengeluhkan berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
4
BAB II LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Nama
:Tn. Arsani
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 677 tahun
Agama
: Islam
Status Pernikahan : Menikah Alamat
: jl. Menteng Rawa Pandang
Tanggal Masuk
: 25 Oktober2018
Tanggal Keluar
: 29 Oktober 2018
1.2 Anamnesis Diambil dari autoanamnesis, tanggal 26 Oktober 2018 pukul 06.00. Keluhan Utama
Kesulitan berkemih sejak 2 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan
_
Riwayat Sekarang
Penyakit Os mengeluh kesulitan berkemih sejak 2 tahun lalu. OS mengaku sering merasa belum tuntas saat berkemih, hanya beberapa tetes serta memerlukan waktu yang lama, terkadang malam hari terbangun untuk berkemih beberapa kali. Semakin lama gejala yang di alami os memberat. Selama 1 bulan ini. Os dirawat dan direncakan untuk di lakukan operasi TURP.
5
Riwayat
Penyakit Os tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Dahulu
Riwayat
Riwayat diabetes melitus, penyakit ginjal, asthma.
Penyakit Riwayat diabetes melitus, penyakit ginjal, asthma,
Keluarga
hipertensi pada keluarga disangkal os.
Riwayat Pengobatan
Harnal ocas, Avodart
Riwayat Kebiasaan
Os mengaku tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol. Os juga mengatakan sudah berhenti merokok.
1.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Tanda Vital
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan sakit
: Tampak sakit sedang
BB
: 65 kg
TB
: 170 cm
Tekanan darah : 140/90 mmHg Nadi
: 74x/menit
Respirasi: 18 x/menit Suhu : 36,7oC SpO2 : 98% Kepala
Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, distribusi merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka. a. Mata: pupil isokor, refleks pupil -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, eksoftalmus-/-, injeksi konjungtiva-/b. Telinga: normotia +/+, hiperemis -/-, edema -/-, serumen -/-, nyeri tekan -/-, nyeri tarik -/-
6
c. Hidung: simetris (+), deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan cuping hidung (-) d. Tenggorokan:
arkus
faring
simetris,
uvula
ditengah, tonsil T1/T1 e. Mulut: mukosa bibir tampak anemis (-), sianosis(-), lidah kotor (-) Leher Thorax
KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar. a. Inspeksi: bentuk dada normal, gerak dinding dada statis dan dinamis simetris, retraksi (-), pulsasi ictus cordis tidak terlihat b. Palpasi:
pernapasan
simetris,
vokal
fremitus
simetris, ictuscordis tidak teraba c. Perkusi: hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru
dan
hepar
setinggi
ICS
VI
linea
midclavicularis dekstra, batas paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior sinistra. Batas jantung kanan setinggi ICS IV linea parasternal dekstra, batas jantung kiri setinggi ICS V 2 jari lateral dari linea midclavicularis sinistra, batas atas jantung setinggi ICS II linea parasternalis sinistra. d. Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-) Abdomen
a. Inspeksi: simetris, cembung. b. Auskultasi: bising usus 4x/menit c. Palpasi: supel, massa abnormal (-) , defense muscular (-), nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, nyeri lepas (-), lien tidak teraba, hepar tidak teraba, ballottement (-)
7
d. Perkusi: Redup pada seluruh kuadran Ekstremitas
Ekstremitas Atas CRT < 2 detik +/+, akral hangat +/+ Ekstremitas Bawah CRT < 2 detik +/+, akral hangat +/+
1.4
Status Lokalis - Flank area : nyeri CVA (-), palpasi bimanual (-) - Suprapubik : buli penuh (-), nyeri tekan (-) - Genitalia externa : Kateter (-)
1.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (Tanggal 26/10/2018) Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
12,7
g/dL
13,2-17,3
Eritrosit
4,3
x10^6/uL
4,4 – 5,9
Leukosit
9,9
x10^3/uL
3,8 – 10,6
Trombosit
219
x10^3/uL
150 – 440
Hematokrit
35
%
40 – 52
MCV
81,8
fL
80 – 100
MCH
29,7
Pg
26 – 34
MCHC
36,3
g/dL
32 – 36
RDW
12,1
%
<14
8
Urinalisis (Tanggal 255/10/2018) Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Warna
Kuning
Kuning
Kejernihan
Keruh
Jernih
Glukosa
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
pH
6,0
4,6-8
Berat jenis
1.010
1.050-1.030
Albumin urine
Negatif
Negatif
Urobilinogen
0,2
Nitrit
Negatif
Negatif
Darah
2+
Negatif
Esterase leukosit
Negatif
Negatif
E.U./dA
Nilai Normal
0,1-1
Sedimen urine: Leukosit
1-2
/LPB
<5
Eritrosit
6-8
/LPB
<2
Epitel
Positif
/LPB
Positif
Silinder
Negatif
/LPK
Negatif
Kristal
Negatif
Negatif
Bakteri
Negatif
Negatif
Jamur
Negatif
/LPB
Negatif
9
USG ABDOMEN
Kesimpulan : Hipertrofi Prostat
10
1.5 Resume Os mengeluh sulit berkemih sejak 1 tahun yang lalu. Os mengaku perlu mengejan lebih keras dalam berkemih, sering merasa belum tuntas saat berkemih, hanya beberapa tetes serta memerlukan waktu yang lama, terkadang malam hari terbangun untuk berkemih beberapa kali. Os juga mengeluhkan perasaan seperti ayang-ayangan sejak 3 bulan lalu. Semakin lama gejala yang di alami os memberat. Os di rawat dan di rencanakan untuk dilakukan operasi TURP. Semakin lama gejala yang di alami os memberat. Os mengaku sebelum nya pernah mengalami hal seperti ini.. Os memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes melitus, penyakit ginjal, asthma disangkal oleh os. Os di rawat dan direncanakan untuk dilakukan operasi TURP.
1.6 Diagnosis Diagnosis Banding 1. Ca prostat 2. Batu buli Diagnosis Kerja 1. BPH Retensi
1.7 Tatalaksana 1. Rawat inap – Pro TURP
1.8
Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
11
1.9 Analisa Kasus Laki-laki 67 tahun
Prostat : organ reproduksi pria yang dipengaruhi hormonal
Vesika urinaria terisi penuh urin >>> tekanan intraravesika urinaria meningkat
Kontraksi kuat buli terusmenerus untuk melawan tahanan
Bisa terjadi fatigue & kelemahan saraf untuk m.detrusor akibat faktor usia >>> fase dekompresi VU >>> retensi urine akut >>> os harus dipasang kateter
Pria usia > 50 tahun esterogen meningkat >>> proliferasi sel prostat meningkat
Aliran urin yang keluar dari vesicaurinaria kurang lancar akibat adanya obstruksi
Hiperplasia prostat pada zona transversal
Menekan lumen urethra pars prostatica ke arah medial >>> urethra menyempit
Hasil USG , distensi buli penuh >>> nocturia Sulit berkemih >>> perlu mengejan saat BAK, perlu waktu lebih lama BAK menetes >>> diakibatkan tekanan intra buli tinggi, namun harus melewati sumbatan BAK sering merasa belum tuntas
12
1. Laki-laki usia 67 tahun Salah satu organ produksi pria adalah prostat. Pria diatas 50 tahun akan mengalami hormonal, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah di ketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. Sehingga beberapa pria usia mengalami BPH.
2. Pembesaran prostat Proliferasi sel-sel prostat mengarah ke bagain medial yang tersaring adalah zona transversalis. Pertumbuhan ini menyebabkan lumen urethra pars prostatika menyempit, bila terus-menerus maka menyebabkan obstruksi pada urethra. Sehingga aliran urine keluar terhambat atau mengalami obstruksi. Tekanan intravesika urinaria meningkat akibat buli terisi penuh oleh urine. Hal ini menyebabkan timbulnya gejala.
3. Gejala-gejala Beberapa gejala pada os yang diakibatkan obstruksi: Sulit berkemih : os perlu mengejan saat berkemih dan memerlukan waktu yang lebih lama. Urine sering menetes : diakibatkan tekanan intravesika yang tinggi, aliran urine harus melewati sumbatan prostat. Otot-otot buli lambat laun akan terjadi gangguan. Sehingga lemah menahan urin dalam buli untuk keluar. Hal ini di sebut overflow incontinence. Sering merasa belum tuntas dalam berkemih : akibat obstruksi pada urethra prostatika, urine masih tersisa dalam vesika urinaria.
13
Beberapa gejala pada os akibat tekanan vesika urinaria yang tinggi :
Nocturia : merupakan gejala iritasi pada BPH, yang di akibatkan residual urine pada buli dan os dalam keadaan tidur : rangsangan untuk miksi (+), namun ada sumbatan pada urethra : os sering terbangun berkali-kali (> 3 kali) untuk berkemih.
Dari pemeriksaan USG, Kontraksi kuat buli terus-menerus untuk melawan tahanan / untuk mengeluarkan urin : bisa terjadi fatigue & kelemahan saraf untuk m.detrusor (dapat diakibatkan faktor usia) : vesiko urinaria mengalami fase dekompensasi : retensi urine akut : sehingga os tidak dapat berkemih : os sering di pasang kateter.
14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.1
Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos Prostat dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular. Prostat dibungkus oleh capsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal. Diantara fascia prostatica dan capsula fibrosa terdapat bagian yang berisi anyaman vena yang disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari fascia pelvic yang melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital, dan melekat pada os pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum. Bagian posterior fascia prostatica membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia Denonvilliers. Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis dibelakangnya. Hal ini penting bagi tindakan operasi prostat. Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30- 50 kelenjar yang terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan lobus medial. Lobus posterior yang 15
terletak di belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus lateral yang terletak dikanan uretra, lobus anterior atau isthmus yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan lobus sinistra, bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, selanjutnya lobus medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini membesar. Sebagai akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian - bagian prostat terdiri dari 50 – 70 % jaringan kelenjar, 30 – 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler.1
16
Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dan simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor adrenergic. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.1
3.2 Fisiologi Prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5.2 Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume 12 cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma dapat hidup lebih
17
lama dan dapat melanjutkan perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma.2
3.4 Histologi Secara histologi, prostat merupakan kelenjar aksesoris, terdiri dari kelenjar yang dilapisi dua lapis sel, bagian basal adalah epitel kuboid yang ditutupi oleh lapisan sel sekretori kolumnar. Pada beberapa daerah dipisahkan oleh stroma fibromuskular. Hormon androgen testis berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel-sel prostat. Prostat merupakan suatu kumpulan 30−50 kelenjar tubuloalveolar yang bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, yang menembus prostat. Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periurethra. Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang terdiri dari 70% jaringan kelenjar prostat dan mengelilingi zona sentral yang terletak di bagian posterior dan lateral glandula prostat sedangkan zona sentral terdiri dari 25% jaringan kelenjar, sel-sel pada zona sentral memiliki sitoplasma sedikit basofilik dengan nucleus lebih besar yang terletak di tiap sel. Zona transisional hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar terdiri dari glandula mucosal dan terlletak di sekitar uretra prostatica. Pada lansia, sel parenkim pada zona ini mengalammi hyperplasia dan membentuk massa nodular yang dapat menekan uretra prostatica yang menyebabkan terjadinya BPH. Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar-kelenjar. Prostat dikelilingi suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas pada orang dewasa. Seperti halnya vesikula seminalis, struktur dan fungsi prostat bergantung pada kadar testosterone.2
18
3.5 Definisi Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 70 tahun.3
3.6 Epidemiologi Di dunia hampir 30 juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun 50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90. Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 40−79 tahun mempunyai gejala traktus urinarius bagian bawah sedang sampai berat dengan penyebab utama adalah BPH. Angka kejadian BPH di Indonesia Tahun 2013 terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh lakilaki berusia di atas 60 tahun.3 (WHO)
3.7 Etiologi Hingga sekarang etiologi BPH masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat, tampaknya bersifat multifaktor dan berhubungan dengan endokrin. Prostat terdiri dari elemen epithelial dan stromal dimana pada salah satu atau keduanya dapat muncul nodul hiperplastik dengan gejala yang berhubungan dengan BPH. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah4: 1) Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
19
kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat 2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Dengan bertambanya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap. Penurun kadar Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan terbentuknya selsel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3) Interaksi stromal-epitel diferensasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma, mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, selsel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi selsel stroma itu sendiri secara intrakrin atau autokrin serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu sendiri menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma 4) Berkurangnya kematian sel prostat Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat 5) Teori Sel Stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis,selalu dibentuk sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ektensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun
sel
epitel.
Observasi
dan
penelitian
pada
laki-laki
jelas
20
mendemontrasikan bahwa BPH dikendalikan oleh sistem endokrin, di mana kastrasi mengakibatkan regresi pada BPH dan perbaikan keluhan. Pada penelitian lebih lanjut tampak korelasi positif antara kadar testosteron bebas dan estrogen dengan volume pada BPH. Hal ini berhubungan dengan peningkatan estrogen pada proses penuaan yang mengakibatkan induksi dari reseptor androgen yang menjadikan prostat lebih sensitif pada testosteron bebas. Namun belum ada penelitian yang mendemontrasikan peningkatan reseptor estrogen level pada penderita BPH.
3.8 Klasifikasi Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom Score (PSS). Derajat ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat: skor 20−35 . Selain itu, ada juga yang membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH.5
3.9 Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
21
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulibuli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.6 Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.6
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak adanya aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka jalan keluar urin. Metode yang mungkin adalah prostatektomi parsial, Transurethral Resection of Prostate (TURP) atau insisi prostatektomi terbuka, untuk mengangkat jaringan periuretral hiperplasia insisi transuretral melalui serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urin, dilatasi balon pada
22
prostat untuk memperbesar lumen uretra, dan terapi antiandrogen untuk membuat atrofi kelenjar prostat.6 Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap kelenjar. Pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan kelanjar adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.6
3.10
Manifestasi Klinis Gejala klinis hanya terjadi sekitar 10% pada laki-laki yang mengidap
kelainan ini. Hal ini dikarenakan BPH mengenai bagian dalam prostat, manifestasinya yang tersering adalah gejala obstruksi saluran kemih bawah.7 Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi otot detrusor kandung kemih mengkompensasi untuk kompresi uretra. Dengan meningkatnya tesistensi uretra, otot detrusor masuk kedalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Disuria dan urgensi merupakan tanda klinis iritasi kandung kemih (mungkin sebagai akibat peradangan atau tumor) dan biasanya tidak terlihat pada hiperplasia prostat. Ketika residual pasca-miksi bertambah, dapat timbul nokturia dan overflow incontinence. 7 Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih, yaitu7: a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala voiding, storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
23
pada saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi membuat sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0−5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup diberi nilai 1−7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu ringan (skor 0−7), sedang (skor 8−19), dan berat (skor 20−35)
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada saat cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
24
minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan, massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa. b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. c. Gejala di luar saluran kemih Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal.
3.11 Diagnosis 1. Anamnesis Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit ya diderita. Anamnesis meliputi; a. keluhan yang dirasakan dan berapa lama keluhan itu telah menganggu b. riwayat penyakit lain pada urogenital ( pernah mengalami cedera,infeksi, kencing berdarah, kencing batu, atau pembedahan pada saluran kemih c. riwayat konsumsi obat yang mendapatkan menimbulkan keluhan berkemih
25
2. Pemeriksaan fisik Mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan tanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur yang diperhatikan adalah tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan bulibuli neurogenik, mukosa rektum, dan keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetrisitas antara lobus dan batas prostat. Colok dubur pada pembesaran prostat jinak menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras atau teraba nodul dan mungkin di antara prostat tidak simetri.
3.12 Pemeriksaan Penunjang a. Endapan Urin Untuk memeriksa unsur-unsur pada endapan urin ini diperlukan pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dari tiga jenis pemeriksaan rutin urin yaitu pemeriksaan makroskopis, pemeriksaan miskroskopis (pemeriksaan sedimen) dan pemeriksaan kimia urin. Pada pemeriksaan makroskopis yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pemeriksaan kimia urin dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit. Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Pada BPH sendiri, unsur sedimen yang paling banyak terdapat antara lain adalah eritrosit, leukosit, dan bakteri. Keberadaan dari endapan urin ini mengiritasi dan dapat menyebabkan luka pada dinding kandung kemih sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan mukosa. Hal ini lebih lanjut terlihat pada terjadinya hematuria makros (darah pada urin). Terkumpulnya
26
endapan urin yang lebih banyak dapat menyebabkan obstruksi aliran kemih sehingga lama kelamaan menjadi tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali.8 b. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. Benign Prostate Hyperplasia yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, yaitu: karsinoma buli-buli insitu atau striktur uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urin, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter.8 c. Pemeriksaan Fungsi Ginjal Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 3−30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalis 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.8 d. Pemeriksaan Prostate Specific Antigen Prostate Specific Antigen (PSA) disintesis oleh sel epitel kelenjar prostat dan bersifat organ spesifik tetapi bukan kanker spesifik. Serum PSA dapat dipakai untuk mengetahui perjalanan penyakit dari BPH, dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat BPH atau laju pancaran urin lebih buruk, dan lebih mudah terjadinya retensi urin akut. Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA.
27
Semakin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2−1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4−3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3−9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.8 e. Uroflometri Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran ratarata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah urin yang dikemihkan, serta terdapat variasi individual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urin (>150 mL) dan diperiksa berulang kali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax untuk menentukan (Direct Bladder Outlet Obstruction (BOO) harus diukur beberapa kali. Untuk menilai ada tidaknya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urin 4 kali.8 f. Ultrasonografi (USG) Merupakan penggunaan gelombang suara frekuensi sangat tinggi atau ultrasonik (3,5−5 MHz) yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada transduser untuk membantu diagnosis. Yang digunakan dalam bidang kedokteran antara 1−10 MHz. Gelombang tersebut berjalan melewati tubuh dan dipantulkan kembali secara bervariasi, tergantung pada jenis jaringan yang terkena gelombang. Dengan transduser yang sama, selain mengirimkan suara, juga menerima suara yang dipantulkan dan mengubah sinyal menjadi arus listrik, yang kemudian diproses menjadi gambar skala abu-abu. Citra yang bergerak didapatkan saat transduser digerakkan pada tubuh. Potongan-potongan dapat diperoleh pada setiap bidang dan kemudian ditampilkan pada monitor. Tulang dan
28
udara merupakan konduktor suara divisualisasikan
dengan
baik,
yang buruk, sehingga tidak dapat
sedangkan
cairan
memiliki
kemampuan
menghantarkan suara dengan sangat baik. 8 Pada pemeriksaan USG kelenjar prostat, zona sentral dan perifer prostat terlihat abu-abu muda sampai gelap homogen. Sedangkan zona transisional yang terletak lebih anterior terlihat hipoekogenik heterogen. Keheterogenan dan kehipoekogenikan tergantung dari variasi jumlah sel stromal dan epitelial kelenjar. Zona transisional biasanya merupakan 5% bagian pada prostat lakilaki muda. Akan tetapi dapat menjadi 90% bagian prostat pada pasien BPH. Dengan meningkatnya ukuran zona transisional, zona perifer dan sentral prostat menjadi tertekan ke belakang. Selain itu, zona transisional yang membesar juga melebar ke arah distal sehingga menyebabkan overhanging apex zona perifer. Hal tersebut dapat dilihat melalui TRUS. Selain itu, melalui TAUS, dapat dilihat terdapat pembesaran lobus median prostat ke arah intra-vesikal (protrusi) dan gambaran residu urin dalam jumlah banyak (>40 cc).8 g. Histopatologi Pemeriksaan histopatologi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk melihat perubahan metabolisme dari
perubahan jaringan
yang terjadi.
Pemeriksaan ini sangat penting dalam kaitan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu. Metode teknik pembuatan preparat histopatologi: (1) Organ yang telah dipotong secara representatif dan telah difiksasi formalin 10% 3 jam; (2) Bilas dengan air mengalir 3−5 kali; (3) Dehidrasi dengan: alkohol 70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam, alkohol absolut selama 1 jam, alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam; (4) Clearing:xylolI selama 1 jam, xylolII selama 1 jam; (5) Impregnansi dengan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65°C; (6) Pembuatan blok parafin: sebelum dilakukan pemotongan blok parafin didinginkan dalam lemari es. Pemotongan menggunakan rotary microtome dengan menggunakan disposable knife. Pita parafin dimekarkan pada water bath dengan suhu 60°C. Selanjutnya dilakukan pewarnaan hematoksilin eosin (HE).8
29
3.12 Differential Diagnosis Obstruksi saluran kemih bagian bawah lain seperti striktur uretra, kontraktur pada leher buli, batu buli atau keganasan prostat. Riwayat instrumentasi uretra, uretritis atau trauma harus dieksklusi untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur leher buli. Hematuria dan nyeri umumnya berhubungan dengan batu buli-buli,keganasan prostat dapat terdeteksi awal dari colok dubur dan peningkatan PSA. Infeksi saluran kemih dapat menyerupai gejala iritatif dari BPH. Dapat diidentifikasi dari urinalisis dan kultur, walaupun infeksi saluran kemih ini dapat merupakan komplikasi dari BPH. Keluhan iritatif juga dapat berhubungan dengan keganasan kandung kemih terutama karsinoma in situ, di mana pada urinalisis didapatkan hematuria. Riwayat kelainan neurologis, stroke, DM dan cedera tulang belakang dapat mengarah ke neurogenic bladder. Umumnya didapatkan penurunan sensibilitas pada perineum dan ekstremitas inferior dan penurunan tonus sphincter ani dan reflek bulbokavernosus, mungkin didapatkan perubahan pola defekasi.9 2.13 Tatalaksana(1) 1. Observasi Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasien dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan, pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.10 Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin10:
30
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG setelah miksi. b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat urofometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. 2. Terapi medikamentosa Tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH adalah : a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra. b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik). c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT). Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH diantaranya10 : . 1) Penghambat adrenergenik alfa Obat-obat
yang
sering
dipakai
adalah
prazosin,
doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari
sedangkan dosis
tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari.
Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer,
31
dekongestan, obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra. 2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi. 3) Fitofarmaka/fitoterapi Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Terapi bedah Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi. 10 a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah10 : 1) Prostatektomi suprapubik Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup
32
banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor. 2) Prostatektomi perineal Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dnegan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang retropubik.
b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya10 : 1) Transurethral Prostatic Resection (TURP) Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah
33
sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi, fertilitas. 2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%). 3) Terapi invasive minimal Terapai invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi terhadap
tindakan
pembedahan.
Terapi
invasive
minimal
diantaranya
Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt. a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai antara lain prostat. b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga cara ini sekarang jarang digunakan. c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas mencapai 100 derajat selsius, sehingga
34
menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA sering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi urine. d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.
BAB IV KESIMPULAN BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti, tampaknya bersifat multifaktor dan berhubungan dengan endokrin. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah teori dihidrotestosteron, ketidakseimbangan
antara
estrogen-testosteron,
Interaksi
stromal-epitel,
berkurangnya kematian sel prostat, teori sel stem. Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun. Tujuan terapi pada BPh adalah : (1) memperbaiki keluhan miksi , (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan
35
cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum dan Muskuloskeletal .Jakarta : EGC.2013. 2. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC 3. Purnomo B. 2012. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto 4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. 2010. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. Edisi ke-8. Philadelpia: Saunders Company 5. Joseph C.Presti, Jr,MD, Christopher J.Kane,MD, Katsuto Shinohara, MD,& Peter R.Carroll,MD, 2008. Smith’s General Urology. Edisi 17. Mc Graw Hill. 348 6. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. 2012. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-De jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 7. Groat W. C., Sarma A, V, Wei J. T. 2009. Benign Prostate Hyperplasia and lower Urinary Tract Symptom. The New England Journal of Medicine 2A09, Vol.9.
36
8. Kidingallo Y, Murtala B, Ilyas M, Palinrungi AM. 2011. Kesesuaian ultrasonografi transabdominal dan transrektal pada penentuan karakteristik pembesaran prostat. JST Kesehatan. 1(2): 158−164. 9. Panahi A., Bidaki R., Rezahosseini O. 2010. Validity and Realibility of Persian Version of IPSS. Iran: Galen Medical Journal, Vol.2; No.l, 2010 10. Barry M. J., Mc.Vary K. T., Gonzales C. M., Wei J. T. 2011. AUA Guideline on Management of Benign Prostate Hyperplasia. The Journal of Urology, Vo1.185.
37