Laporan Kasus Abses Submandibula Dextra dengan Diabetes Mellitus TIpe 2
Pembimbing : Dr. Mayorita, Sp. PD
Penguji : Dr. Agus, Sp. PD Dr. Mayorita, Sp.PD
Dibuat oleh : Joshua Tjantoso (112017234) KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 1 OKTOBER 2018 – 7 DESEMBER 2018 1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : ..................... SMF Penyakit Dalam RUMAH SAKIT : RSAU dr. Esnawan Antariksa
Nama
: Joshua Tjantoso
NIM
: 112017234
Tanda Tangan
Pembimbing / Penguji :
.......................
IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. N.E.K.
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir: Semarang, 20/10/1976
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Cawang III No 60, Kramat Jati
Tanggal masuk RS : 19/11/2018
A. ANAMNESIS Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal: 21 November 2018
Keluhan utama: Nyeri pada pipi kanan
2
Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang perempuan berusia 42 tahun dirawat di ruang Merpati RSAU dr. Esnawan Antariksa. Os saat ini sedang dirawat di ruang merpati hari ke 3. Os mengeluh nyeri pada pipi kanan , mulut sulit dibuka , kira-kira hanya bisa terbuka 1 jari saja, sehingga os hanya bisa makan makanan cair atau minum air. Saat ini os tidak mengeluhkan adanya batuk, pilek, namun os merasa sakit kepala, pusing disangkal. Mual dan muntah juga disangkal. Os mengatakan nafsu makan menurun semenjak timbul nyeri pada pipi kanannya. Hari ini pasien sudah buang air kecil 1x yang banyaknya tidak diukur, urine berwarna kuning bening, tidak disertai darah, dan os belum buang air besar hari ini. Os mengatakan terkadang lupa menyikat gigi, os sudah lama tidak berobat ke dokter gigi. Os juga menyangkal adanya penurunan berat badan. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, ketika os merasa sakit pada telinga kanan, os berobat ke klinik dua kali namun keluhan tidak kunjung membaik. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os merasa bengkak di mulut dan nyeri di pipi kanan. Os sulit untuk makan karena mulut terasa seperti terkunci, sehingga os hanya bisa makan makanan yang cair dan minum air. Os juga demam naik turun tidak menentu. Obat-obatan yang didapat dari klinik yaitu dexametasone, CTM, cefadroxil, paracetamol. Os juga sempat membeli obat warung oskadon namun tidak kunjung membaik, sehingga tanggal 19 November, os dibawa ke IGD. Riwayat Penyakit Dahulu Os tidak memiliki riwayat DM maupun Hipertensi. Os juga menyangkal memiliki riwayat operasi. Riwayat asma dan alergi disangkal. (-) Cacar (+) Cacar air (-) Difteri (-) Batuk rejan (-) Campak (-) Influenza (-) Tonsilitis (-) Khorea (-) Demam Rematik Akut (-) Pneumonia (+) Pleuritis (-) Tuberkulosis
(-) Malaria (-) Disentri (-) Hepatitis (-) Tifus Abdominalis (-) Skrofula (-) Sifilis (-) Gonore (-) Hipertensi (-) Ulkus Ventrikuli (-) Ulkus Duodeni (-) Gastritis (-) Batu empedu
(-) Batu ginjal/Saluran kemih (-) Burut (hernia) (-) Penyakit prostat (-) Wasir (-) Diabetes (-) Alergi (-) Tumor (-) Penyakit pembuluh (-) Pedarahan otak (-) Psikosis (-) Neurosis Lain-lain : (-) Operasi (-) Kecelakaan 3
Riwayat Keluarga
Hubungan Kakek Nenek Ayah Ibu Saudara Saudara Anak Anak
Umur (Tahun) 92 88 78 76 48 45 17 14
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Meninggal Meninggal Meninggal Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
Penyebab Meninggal Tua Tua Penyakit jantung -
Adakah kerabat yang menderita : Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Artritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung
Ya
Tidak
Hubungan
+ + + + + + +
Ayah + +
ANAMNESIS SISTEM Kulit (-) Bisul
(-) Rambut
(-) Keringat malam
(-) Kuku
(-) Kuning / Ikterus
(-) Sianosis
(-) Sakit Kepala
(-) Nyeri pada sinus
(-) Merah
(-) Trauma
(-)Kuning/ikterus
(-) Sekret
(-)Nyeri
(-) Ketajaman penglihatan
Kepala (-) Trauma Mata
4
Telinga (-) Nyeri
(-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret
(-) Tinitus
Hidung (-) Rhinnorhea
(-) Trauma
(-) Epistaksis
(-) Nyeri
(-) Tersumbat
(-) Benda asing/foreign body
(-) Sekret
(-) Gangguan penciuman
Mulut (-) Bibir
(-) Lidah
(+) Gusi (hiperemis)
(+) Mukosa (hiperemis)
(+) Gigi (tampak kehitaman dan berlubangpada gigi bawah kanan bagian belakang/molar)
Tenggorokan (-) Nyeri tenggorokan
(-) Perubahan suara
Leher (+) Benjolan
(+) Nyeri leher
Thorax (Cord dan Pulmo) (-) Sesak napas
(-) Nyeri dada
(-) Batuk darah
(-) Batuk
(-) Mengi
(-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung/Usus) (-) rasa kembung
(-) wasir
(-) Mual
(-) mencret
(-) muntah
(-) tinja darah
(-) muntah darah
(-) tinja warna dempul
(-) sukar menelan
(-) tinja berwarna ter
(-) nyeri perut / kolik
(-) benjolan
(-) perut membesar
Saluran kemih/Alat kelamin (-) disuria
(-) kencing nanah
(-) stranguria
(-) kolik
(-) poliuri
(-) oliguria
(-) polaksuria
(-) anuria
(-) hematuria 5
(-) retensi rin
(-) kencing batu
(-) kencing menetes
(-) ngompol (tidak disadari) (-) penyakit prostat Katamenia (-) Leukore
(-) Perdarahan
(-) Lain – lain
(-) haid terakhir
(-) jumlah dan lamanya
(+) menarche (usia 14 tahun)
(+) teratur/ tidak
(-) nyeri
(-) gejala klimakterum
(-) gangguan haid
(-) pasca menopause
Haid
Saraf dan otot (-) Riwayat Trauma
(-) Nyeri
(-) Bengkak
(-) disuria
(-) kencing nanah
(-) stranguria
(-) kolik
(-) polliuri
(-) oliguria
(-) polaksuria
(-) anuria
(-) hematuria
(-) retensi rin
(-) kencing batu
(-) kencing menetes
(-) ngompol (tidak disadari) (-) penyakit prostat Ekstremitas (-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Nyeri
(-) Sianosis
(-) kaku
BERAT BADAN Berat badan rata-rata (Kg) : 62 kg Berat badan tertinggi (Kg) : 64 kg Berat badan sekarang (Kg) : 60 kg (Bila pasien tidak tahu dengan pasti) (+ ) Tetap
( )Turun
( ) Naik RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran Tempat Lahir : (+) Di rumah ( ) Rumah Bersalin
( ) R.S Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter
( ) Dukun
( + ) Bidan
( ) Lain - lain
6
Riwayat Imunisasi ( ) Hepatitis
( ) BCG
( ) Campak
( ) DPT
( ) Polio
( ) Tetanus
Riwayat Makanan Frekuensi / Hari
: 2-3 kali
Jumlah / kali
: Satu piring
Variasi / hari
: Bervariasi
Nafsu makan
: Baik
Pendidikan ( ) SD
( ) SLTP
(+ ) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi
( ) Universitas
( ) Kursus
( ) Tidak sekolah
Kesulitan Keuangan
: Tidak ada
Pekerjaan
: Tidak ada
Keluarga
: Tidak ada
Lain-lain
: Tidak ada
B. PEMERIKSAAN JASMANI Tanggal: 21 November 2018
Jam : 17.00 WIB
Pemeriksaan Umum Tinggi Badan
: 155 cm
Berat Badan
: 60 kg
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 92 kali/menit
Suhu
: 36.4 oC
Pernafasaan (Frekuensi dan tipe)
: 20 kali/menit, abdominotorakal 7
Keadaan gizi
:IMT 24.97 ( overweight berisiko obesitas)
Sianosis
: Tidak ada
Udema umum
: tidak ada
Habitus
: piknikus
Cara berjalan
: Normal
Mobilitas (Aktif / Pasif)
: Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur pasien Aspek Kejiwaan Tingkah Laku
: wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif
Alam Perasaan
: biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah
Proses Pikir
: wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi
Kulit Warna
: Sawo matang
Effloresensi
: Tidak ada
Jaringan Parut
: ada
Pigmentasi
: Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata
Pembuluh darah : Tidak tampak kolateral
Suhu raba
: Hangat
Lembab/Kering : Lembab
Keringat
: Umum
:+
Turgor
: Normal
Setempat : -
Ikterus
: Tidak ada
Edema
: Tidak ada
Lapisan lemak
:-
Lain-lain
: Tidak ada
Kelenjar Getah Bening Submandibula
: Tidak teraba
Leher : Tidak teraba
Supraklavikula
: Tidak teraba
Ketiak : Tidak teraba
Lipat paha
: Tidak teraba
Kepala Ekspresi wajah
: Biasa
Simetri muka
: Simetris
Rambut
: Hitam 8
Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi Mata Exophthalamus
: Tidak ada
Enopthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Tidak ptosis, tidak ada bekas luka
Lensa
: Jernih
Konjungtiva
: Tidak anemik
Visus
: Normal
Sklera
: Tidak ikterik
Gerakan Mata
: Tidak terhambat
Lapangan penglihatan
: Normal ke segala arah
Tekanan bola mata
: Normal
Deviatio Konjugate
: Tidak ada
Nistagmus
: Tidak ada
Telinga Tuli
:-
Lubang
:-
Serumen
: tidak diperiksa
Cairan
:-
Selaput pendengaran
: tidak diperiksa
Penyumbatan
: tidak diperiksa
Pendarahan
:-
Mulut Bibir
: Tidak sianosis, simetris
Tonsil
: Tidak hiperemis, T1-T1, tenang
Langit-langit
: Tidak hiperemis
Bau pernapasan
: bau tidak sedap
Gigi geligi
: Teratur, terdapat gangren gigi bawah kanan belakang (molar) 9
Trismus
: Tidak ada
Faring
: Tidak hiperemis
Selaput lendir
: basah, tampak hiperemis
Lidah
: Normal
Leher Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: Tidak meningkat
Kelenjar Tiroid
: Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe
: Tidak teraba membesar
Dada Bentuk
: Normal
Pembuluh darah : Tidak tampak kolateral Buah dada
: Normal, tidak membesar
Paru – Paru Pemeriksaan Inspeksi Kiri Kanan Palpasi Kiri
Perkusi Auskultasi
Depan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Belakang Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis Benjolan (-), nyeri tekan(-)
Kanan
Fremitus taktil simetris Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris Benjolan (-) , nyeri tekan(-)
Kiri Kanan Kiri Kanan
Fremitus taktil simetris Sonor Sonor Vesikuler, Rh (-), Wh (-) Vesikuler
Fremitus taktil simetris Sonor Sonor Vesikuler, Rh (-), Wh (-) Vesikuler
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi
Iktus cordis tidak tampak Iktus cordis teraba pada linea midklavikula kiri sela iga V, Batas atas : Linea parasternal kiri, sela iga II. Batas pinggang : Linea sternalis kiri, sela iga III Batas kiri : Linea axillaris anterior kiri, sela iga V
Auskultasi Pembuluh Darah Arteri temporalis Arteri karotis
Batas kanan :Linea sternal kanan, sela iga IV. BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-) : teraba pulsasi : teraba pulsasi 10
Arteri brakialis Arteri radialis Arteri femoralis Arteri popliteal Arteri tibialis posterior Arteri dorsalis pedis
: teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi : teraba pulsasi
Perut Inspeksi Palpasi
Dinding perut Hati Limpa Ginjal Apendiks
Kandung empedu Perkusi Auskultasi Refleks dinding perut
Warna kulit sawo matang, terdapat striae, tidak terdapat sikatriks Supel, defans muskular ( - ) nyeri tekan ( - ), massa ( - ), nyeri ketok CVA kanan ( - ), kiri ( - ), tanda Murphy ( - ) Tidak teraba pembesaran Tidak teraba pembesaran Tidak teraba, Ballotement -/Tidak terdapat nyeri tekan pada titik Mc. Burney Tanda Rovsing ( - ), tanda Blumberg (-), tanda obturator ( - ) Murphy sign (-) Timpani Bising usus (+) Normoperistaltik Dalam batas normal
Alat Kelamin (atas indikasi) Tidak dilakukan Anggota Gerak Lengan Sebelah
Kanan
Kiri
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Aktif
Aktif
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
+5
+5
Otot
11
Lain – lain
Akral hangat
Akral hangat
Luka
-
-
Varises
-
-
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Aktif, normal
Aktif, normal
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
+5
+5
Edema
-
-
Lain – lain
Akral hangat
Akral hangat
Bisep
normal
normal
Trisep
normal
normal
Patella
normal
normal
Achilles
normal
normal
Kremaster
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks kulit
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks patologis
-
-
Tungkai dan kaki
Otot
Refleks Refleks tendon
Colok Dubur (atas indikasi) Tidak dilakukan C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA 1. Laboratorium RSAU
Tanggal 19 November 2018
Hasil
Unit
Nilai rujukan
HEMATOLOGI 12
Darah Rutin Hemoglobin (Hb) Hematokrit (Ht) Jumlah Trombosit Jumlah Leukosit HEMOSTASIS PT CONTROL PT APTT CONTROL APTT
14.7 43 365000 19500
g/dL % mm3 mm3
13.2 – 17.3 35 – 47 150000 – 440000 3600 – 11000
15.9 12.6 32.2 28.4
detik
11-15
detik
27-37
2. Laboratorium RSAU KIMIA Faal Hati SGOT SGPT Diabetes Glukosa puasa IMUNOSEROLOGI Hbs Ag Anti HIV ANALISA CAIRAN TUBUH Elektrolit Natrium Kalium Clorida
Tanggal 20 November 2018 Hasil
Unit
Nilai rujukan
18 24
u/L u/L
10-35 10-35
339
80 - 100
Non Reaktif Non Reaktif
Non Reaktif Non Reaktif
124 4.2 81
3. Laboratorium RSAU HEMATOLOGI Darah Rutin Hemoglobin (Hb) Hematokrit (Ht) Jumlah Trombosit Jumlah Leukosit ANALISA GAS DARAH Hb Suhu pH PCO2 O2 Saturasi O2 Konsentrasi O2 Base Excess / BE
mmEq/L mmEq/L mmEq/L
137-147 3,5 - 5,0 95 - 105
Tanggal 21 November 2018 Hasil
Unit
Nilai rujukan
11.9 36 372.000 14.200
g/dL % mm3 mm3
13.2 – 17.3 35 – 47 150000 – 440000 3600 – 11000
11.3 37.3 7.534 33.3 75.3 96.6 21.6 5.9
mmHg mmHg
7.37 - 7.43 38-42 70-99
mmol/L 13
Buffer Base / BB HCO2 TCO2 SBC A A-a-Do2 a/A PO2/FiO2
4. EKG
6.9 28.6 29.7 30.7 107.7 30.8 0.7 358.8
mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L
Tanggal 19 November 2018
Hasil menunjukkan Normal Sinus Rhythm, dengan HR 88 x/menit.
14
5. Foto Thorax PA
Tanggal 19 November 2018 15
Hasil menunjukkan post pleuritis kiri (sinus kanan lancip, sinus kiri tumpul), jantung dan paru tidak tampak kelainan.
6. MSCT Maxilla/Mandibula dengan kontras
Tanggal 21 November 2018
16
Menunjukkan adanya pembesaran kelenjar parotis kanan meluas ke musculus masseter dextra sampai temproal dan parietal kanan dengan kecurigaan abses, uedema subcutis di area tersebut, pembesaran ringan kelenjar submandibula kanan. D. RINGKASAN (RESUME) Anamnesis : Seorang perempuan berusia 42 tahun dirawat di ruang Merpati RSAU dr. Esnawan Antariksa. Os saat ini sedang dirawat di ruang merpati hari ke 3. Os mengeluh nyeri pada pipi kanan , mulut sulit dibuka , kira-kira hanya bisa terbuka 1 jari saja, sehingga os hanya bisa makan makanan cair atau minum air. Os mengatakan bengkak yang timbul pada mulut bagian kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Saat ini os tidak 17
mengeluhkan adanya batuk, pilek, namun os merasa sakit kepala, pusing disangkal. Mual dan muntah juga disangkal. Os mengatakan nafsu makan menurun semenjak timbul nyeri pada pipi kanannya. Hari ini pasien sudah buang air kecil 1x yang banyaknya tidak diukur, urine berwarna kuning bening, tidak disertai darah, dan os belum buang air besar hari ini. Os mengatakan terkadang lupa menyikat gigi, os sudah lama tidak berobat ke dokter gigi. Os juga menyangkal adanya penurunan berat badan. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, ketika os merasa sakit pada telinga kanan, os berobat ke klinik dua kali namun keluhan tidak kunjung membaik. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os merasa bengkak di mulut dan nyeri di pipi kanan. Os sulit untuk makan karena mulut terasa seperti terkunci, sehingga os hanya bisa makan makanan yang cair dan minum air. Os juga demam naik turun tidak menentu. Obat-obatan yang didapat dari klinik yaitu dexametasone, CTM, cefadroxil, paracetamol. Os juga sempat membeli obat warung oskadon namun tidak kunjung membaik, sehingga tanggal 19 November, os dibawa ke IGD. Pemeriksaan fisik : Keasadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
: sakit sedang
Tanda-tanda vital
:
TD
: 100/70 mmHg
SpO2 : 98 % RR
: 20x/menit
HR
: 92x/menit
T
: 36.4 oCelcius
Mata : sklera ikterik (-); konjngtiva anemis (-) Leher : JVP tidak meningkat, terdapat benjolan pada leher kanan dan terasa nyeri Dada : simetris; vesikuler kedua lapang paru; ronkhi dan wheezing (-) pada kedua lapang paru Perut : supel, nyeri tekan (-) Hepar : tidak teraba Limfa : tidak teraba
18
Ginjal : tidak teraba Kandung empedu : Murphy sign (-) Ekstremitas
: hangat, tidak terdapat edema
Pemeriksaan Penunjang : 1. Laboratorium : 19 Nov 2018 Hb 14,7 g/dL, Ht 43%, Leukosit 19.500/mm 3, trombosit 365.000/mm3, PT 15,9 detik, APTT 32,2 detik, Ureum 44 mg/dL ,kreatinin 1,1 mg/dL, GDS 464 mg/dL 20 Nov 2018 SGPT 24, SGOT 18, GDP 339 mg/dL, Hbs Ag dan Anti HIV non reaktif, Elektrolit Natrium 124, Kalium 4,2 Klorida 81. 21 Nov 2018 Hb 11,9 g/dL, Ht 36%, leukosit 14.200/mm 3, trombosit 372.000/mm3, GDP 202 mg/dL, GD2PP 232 mg/dL 23 Nov 2018 Hb 12,4 g/dL, Ht 38%, leukosit 10.900/mm3, trombosit 480.000/mm3 2. EKG : normal sinus rhythm 3. Foto thoraks : Post pleuritis paru kiri, cor/pulmo dalam batas normal Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis 1. Diagnosis Kerja
: Abses submandibula dextra, impaksi gigi 48 dan gangren
pulpa gigi 46 & 47 dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 Dasar Diagnosis Diagnosis DM Tipe 2 ditegakkan berdasarkan kadar glukosa darah puasa yaitu 339 mg/dL, melebihi 126 mg/dL, dan kadar glukosa darah sewaktu 464 mg/dL, melebihi 200 mg/dL. Diagnosis Banding dan Dasar Diagnosis Banding 1. Diagnosis Banding dan dasarnya a. DM Tipe 1 Pada DM tipe 1, gejala klasik serupa dengan DM tipe 2 yaitu poliuri, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab jelas. Biasanya onset terjadi pada usia <20 tahun. Pada pasien, glukosa darah puasa didapat kadarnya >126 mg/dL, glukosa darah sewaktu >200 mg/dL. b. Maturity Onset Diabetes of the Young Pada MODY, minimal 1 dari 3 kriteria yaitu : (1) terdiagnosis diabetes pada usia ≤30 tahun, (2) terdiagnosis diabetes pada usia ≤45 tahun tanpa obesitas/resistensi insulin/sindrom metabolik, (3) terdiagnosis diabetes pada 19
usia ≤45 tahun dan riwayat keluarga terdapat diabetes pada ≥2 generasi pada autosom dominan. Pada pasien ini, terdiagnosis diabetes pada usia ≤45 tahun tanpa obesitas/resistensi insulin/sindrom metabolik. Pemeriksaan yang dianjurkan 1. Pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial untuk mengetahui kerja insulin basal dan insulin prandial 2. Kultur resistensi antibiotik untuk mengetahui apakah obat yang digunakan bekerja efektif terhadap bakteri tersebut. Rencana Pengelolaan 1. Farmakologi : - Infus RL 500 cc/24 jam - Long acting insulin : salah satu indikasi penggunaannya pada kondisi
-
-
perioperatif , untuk mengkoreksi terhadap defisiensi insulin basal R/ Lantus inj SC 10 U NO I S 1 dd 1 o.n Short acting insulin : salah satu indikasi penggunaannya pada kondisi perioperatif , untuk mengkoreksi terhadap defisiensi insulin prandial R/ Novorapid inj sc 6 U NO I S 3 dd 1 a.c. antibiotik : untuk mengatasi infeksi R/ Meropenem inj 1 g NO III S 3 dd 1 Obat Kumur Antiseptik : untuk mengurangi kemungkinan infeksi pada daerah operasi R/ Betadine gargling fl No I S 3 dd 1
2. nonfarmakologi : a. Manajemen nutrisi untuk DM tipe 2 dengan : - pembatasan asupan protein : 10 - 20% kalori total - pengaturan asupan kalori : 25 kal/kgBB/hari - pengaturan asupan lemak : 20-25% dari kalori total, kolesterol < 200mg/hr - pengaturan asupan KH : 45 - 60% dari kalori total - garam NaCl : <2.300 mg/hari - serat : 20-35 gram/hari b. Makan 3 kali sehari dan bila perlu diberi makanan selingan seperti seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari, dengan komposisi kalori pagi 20%, siang 30%, sore 25%, serta porsi makanan ringan 10-15%. 3. Rencana edukasi :
20
-
Memberikan informasi berkaitan dengan penyakit untuk menumbuhkan kepatuhan dalam penggunaan obat sampai target glukosa darah tercapai dan kebersihan mulut terjaga.
PROGNOSIS Ad vitam
: Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam Ad sanationam : Dubia ad bonam
Follow Up 22 November 2018 pk 07.00 S
: pasien mengeluhkan masih nyeri pada daerah operasi namun nyeri berkurang, os tidak merasa pusing, sesak disangkal, anggota gerak tidak ada keluhan.
O
:
KU : tampak sakit ringan
kesadaran : CM
TD: 90/60 mmHg
HR : 88x/menit
SpO2: 97%
Suhu : 37.2 derajat celsius
Kepala
: normocephal, simetris, lesi (-)
Mata
: konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik
RR : 20x/menit
Telinga: normotia Hidung
: septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut
: simetris, bibir lembab, tidak pucat
Leher
: JVP tidak meningkat, tidak teraba pembesaran KGB
Cor
: BJ1-2 murni reguler, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo
: vesikuler kedua lapang paru, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
: supel (+), bising usus normoperistaltik, Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba 21
Ekstremitas A P -
: edema (-), akral hangat
: Diabetes Mellitus tipe 2 dengan abses submandibular dextra, impaksi gigi 48, gangren pulpa gigi 46 & 47 : Infus RL 500cc/24 jam R/ Novorapid inj sc 6 U NO I S 3 dd 1 a.c. R/ Lantus inj SC 10 U NO I S 1 dd 1 o.n R/ Meropenem inj 1 g No III S 3 dd I R/ Metronidazol inj 500 mg No III S 3 dd I R/Ketorolac inj 30 mg No III S 3 dd I R/ Ranitidin inj 50 mg No II S 2 dd I R/ Vitamin C 1 g No I S 1 dd I R/ Paracetamol tab 500 mg No V S p.r.n. R/ Betadine gargling fl No I S uc
22
Tinjauan Pustaka
Diabetes Mellitus tipe 2 DM
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sendiri merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup.1 Klasifikasi1 1.
Diabetes Melitus Tipe 1 DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pancreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Biasanya pada DM tipe 1 ini terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2.
Diabetes Melitus Tipe 2 DM ini disebabkan resistensi insulin pada otot, liver dan sel beta pancreas yang disertai defisiensi insulin relatif. Selain itu organ lain seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolysis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa) dan otak (resistensi insulin), semuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan tolerasi glukosa pada DM tipe II. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini dikenal dengan ominous octet).
3.
4.
Diabetes Melitus Tipe lain a. Defek genetik pada fungsi sel beta b. Defek genetik pada kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas d. Endokrinopati e. Diinduksi obat atau zat kimia f. Infeksi g. Imunologi DM Gestasional Tipe DM yang timbul selama masa kehamilan.
Epidemiologi Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, tiga kelompok umur dengan prevalens terbesar yang terdiagnosis DM adalah kelompok umur 55-64 tahun (4,8%), 65-74
23
tahun (4,2%), dan 45-54 tahun (3,3%). Prevalensi pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki , yaitu 1,7% banding 1,4%. 2 International Diabetes Federation memperkirakan bahwa jumlah orang yang hidup dengan diabetes akan meningkat dari 366 juta orang pada tahun 2011 menjadi 552 juta orang pada 2030. 3 I.3 Patofisiologi Pada DM tipe I (DM tergantung insulin (IDDM)), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pancreas, karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawaantigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak-anak.4 Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM)), hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini terdapat defisiensi insulin relative,pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidak seimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasiasam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Secara garis besar pathogenesis DM tipe II disebabkan oleh delapan hal yaitu kegagalan sel beta pancreas, hati, otot, sel lemak, usus, sel apha pancreas, ginjal dan otak. Delapan hal ini dikenal dengan istilah ominous octet.1 Pada DM tipe lain, defisiensi insulin relatif juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetik, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pankreatitis dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di selbeta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormoneantagonis, diantaranya somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakitCushing), epinefrin (pada kondisi stress), ACTH, 24
hormon tiroid dan glukagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormon yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus.1 I.5 Diagnosis Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa yang disebut 4P, yaitu polifagi dengan penurunan berat badan, polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal pada kulit.1,4 Kriteria diagnostik : Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu >200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa>126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau Kadar gula darah 2 jam pada TTGO >200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.1 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, meliputi:1 1. Tujuang jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut. 2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan menormalkan kadar gula darah, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari:1,5 1.
Edukasi Edukasi tentang perilaku hidup sehat bagi penyandang dibates melitus adalah memenuhi anjuran : 25
-
Mengikuti pola makan sehat
-
Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
-
Menggunakan obat DM dan obat lainnya pada keadaan khusus secara aman dan teratur
-
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PDGM) dan memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan
-
Melakukan perawatan kaki secara berkala
-
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat
-
Mempunyai keterampilan mengatasi masalah bersama dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM
-
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
2.
Terapi gizi medis Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan : A. Kadar glukosa darah yang mendekati normal -
Glukosa darah berkisar antara 80-130 mg/dl
-
Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
-
Kadar HbA1c < 7%
B. Tekanan darah <140/90 C. Profil lipid : -
Kolesterol LDL <100 mg/dl
-
Kolesterol HDL >40 mg/dl
-
Trigliserida <150 mg/dl
Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 22,9 Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :1 A. Karbohidrat - Karbohidrat yang dianjurkan 45-60% total asupan energi. Terutama karbohidrat -
berserat tinggi Pembatasan karbohidrat total <130g/hari tidak dianjurkan 26
-
Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan
-
sama dengan makanan keluarga yang lain Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak melebihi
-
batas aman konsumsi harian (accepted Daily Intake/ADI) Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan
seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari B. Lemak - Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak -
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Komposisi yang dianjurkan : (1) lemak jenuh <7% kebutuhan kalori; (2)
-
lemak tidak jenuh ganda <10%; (3) selebihnya lemak tidak jenuh tunggal Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu fullcream. - Konsumsi kolesterol dianjurkan <200mg/hari C. Protein - Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi. - Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan -
tempe Pada pasien nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBBperhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani
hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari. D. Natrium - Anjuran asupan natrium penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu -
<2300 mg perhari Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan
-
natrium secara individual Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit E. Serat - Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah -
dan sayuran serta sumber karbohidrat berserat tinggi Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram / hari dari berbagai sumber
makanan F. Pemanis Alternatif - Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman -
(Accepted Daily Intake/ADI) Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori 27
-
Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian
-
dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan
-
xylitol. Fruktosa tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
-
mengandung fruktosa alami Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame, potassium, sukralose, neotame.
Kebutuhan kalori berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Perhitungan BBI menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi. BBI = 90% x (TB dalam cm - 100) x1 kg. Bagi pria dengan TB <160cm dan wanita <150cm, rumus dimodifikasi menjadi : BBI = (TB dalam cm - 100) x 1kg Berat badan normal adalah BBI ± 10% Berat badan Kurus adalah BB kurang dari BBI - 10% Berat badan Gemuk adalah BB lebih dari BBI + 10% Pada Perempuan, kebutuhan kalori basal perhari sebesar 25 kal/kgBB, untuk laki-laki 30 kal/kgBB. Perhitungan BB berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT = BB (kg) / TB (m2) ) Berat Badan Kurang <18.5 Berat Badan Normal 18.5 - 22.9 Berat Lebih ≥23.00 Dengan risiko 23.0 - 24.9 Obes I 25.0 - 29.9 Obes II ≥30 *Berdasarkan WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment
3.
Latihan Jasmani Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila
tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas 28
seharihari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal)seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu. 4.
Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan
pengaturan makanan dan latihan jasmani. 1.
Obat Hipoglikemik Oral
a.
Insulin secretagogue (Pemacu sekresi insulin)
-
Sulfonilurea, meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati penggunaan pada pasien risiko tinggi hipoglikemia seperti orang tua, gangguan faal hati dan ginjal. Contohnya glibenklamid.
-
Glinid : diabsorpsi dengan cepat dan diekskresi dengan cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid.
b.
Insulin sensitizers (Peningkat sensitivitas terhadap Insulin)
-
Thiazolindindion. Merupakan agonis PPAR-gamma (Peroxisome Proliferator Activated Receptor-Gamma), yaitu reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak, dan hati. Memiliki efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien gagal jantung karena bisa memperberat edema/retensi cairan. Contohnya pioglitazone
29
-
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2, dosisnya diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60 mL/menit/1,73m2).
Metformin
tidak
boleh
pada
keadaan
seperti
GFR
<30mL/menit/1,73m2, gangguan hati berat, pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung). Efek samping yang mungkin muncul adalah gangguan saluran pencernaan seperti halnya dispepsia. c.
Inhibitor absorbsi glukosa
-
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek samping yang mungkin terjadi yaitu bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga menimbulkan flatus.
d.
Inhibitor DPP-IV (Dipeptidil peptidase IV). Bekerja menghambat DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat ini adalah Sitagliptin dan linagliptin.
e.
Inhibitor SGLT-2 (Sodium Glucose Co-Transporter 2). Bekerja menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain : canaglifozin, empaglifozin, dapaglifozin, ipraglifozin. Efek samping yang dapat terjadi yaitu dehidrasi, infeksi saluran kemih.
2.
Insulin Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin) 30
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO. 3.
Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian
diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin. G
ambar 1. Algoritma Pengelolaan DM Tipe 2.1 31
Komplikasi Penyulit Akut 1.
Ketoasidosis diabetik KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan dan somatostatin) yang mengakibatkan akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS >250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.6 2.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik Sindrom HHNKditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Pada HHNK kadar glukosa dalam darah mencapai >600 mg/dL.6 3.
Hipoglikemia Suatu keadaan klinis yang terjadi akibat menurunnya kadar glukosa dalam darah
<60mg/dL dan akan membaik segera setelah kadar glukosa plasma menjadi normal setelah diberi pengobatan dengan pemberian glukosa. Pada tahap awal hipoglikemi akan menimbulkan gejala neurogenik seperti gemetaran, kulit lembab dan pucat, rasa cemas,keringat berlebihan, rasa lapar dan penglihatan kabur. Pada taha lanjut (biasanya saat GDS <50mg/dL), hipoglikemia akan memberikan gejala defisiensi glukosa pada jaringan serebral seperti sulit berpikir, bingung, kejang sampai pada keadaan koma dan bila tidak cepar teratasi dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian.6 Penyulit Menahun 1.
Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis •
Retinopati Diabetik
32
Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol dapat memperlambat progresivitas kerusakan retina.6 •
Nefropati Diabetik Ditandai dengan albuminuria menetap >300 mg/24 jam atau >200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi. •
Neuropati diabetik Keadaan yang paling sering terjadi adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Keadaan ini berisiko tinggi untuk terjadinya kaki diabetes. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrinning untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilament.7 2.
Makroangiopati
•
Pembuluh darah jantung atau koroner Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama
untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan arterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga dengan PJK ataupun dengan riwayat DM. Pada penyandang DM rasa nyeri mungkin tidak nyata akibat adanya neuropati yang sering kali terjadi. •
Pembuluh darah perifer
33
Mengenali dan mengelola berbagai resiko terkait terjadinya kaki diaberes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling penting dalam mencegah terjadinya masalah kaki diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki, neuropati dan adanya penurunan suplai darah ke kaki merupakan hal yang harus selalu dicari dan diperhatikan pada praktik pengelolaan DM sehari-hari.6
DAFTAR PUSTAKA 1. PERKENI. Konsensus pencegahan dan pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2015. Indonesia: PB PERKENI; 2015.h.6-42 2. Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta : Balitbangkes Kemenkes RI; 2013. h. 87,90. 3. Khardori R, Griffing GT. Type 2 diabetes mellitus. Oct 2018. Available from URL: https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a5 4. Suyono S, Purnamasari D. Diabetes mellitus. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 5. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe II. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 6. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 7. The American Diabetes Association. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care 2004; 27(1); S79-83.
34