11.
PATOFISIOLOGI Sindrom Down merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh lebihd ari 350 gen yang terdapat pada ekstrakromosom 21. Mekanisme yang menyebabkan munculnya berbagai fenotip saat lahir maupun ketika dalam perkembangan ini sangat bervariasi dan masih menimbulkan perdebatan. Hipotesis yang banyak dianut adalah adanya salinan ekstra pada bagian proksimal 21q22.3 yang mengakibatkan munculnya fenotip retardasi mental, gambaran wajah khas, kelainan pada tangan, dan kelainan jantung kongenital. Analisis molekuler menunjukkan bahwa area 21q22.1-q22.3 mengandung gen yang bertanggung jawab atas kelainan jantung kongenital yang ditemukan pada sindrom Down. Gen yang baru terungkap (DSCR1) dan diidentifikasi pada area 21q22.1-q22.2 terlibat pada pemunculan kelainan pada otak dan jantung, yang menyebabkan kelainan jantung dan retardasi mental. Fenotip sindrom lebih mungkin disebabkan inreraksi multipel gen. Mekanisme gen dapat berupa : dosis tunggal gen (single dose sensitive), interaksi gen majemuk (multiple dosage sensitive), variasi alel, heterotrisomi, dan perubahan minimal pada gen. (Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2012. h. 492.)
12.
DIAGNOSIS American College of Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan tes skrining dan tes diagnostik untuk sindrom Down bagi semua wanita hamil, tanpa memandang usia. a. Tes Skrining Tes skrining dapat menunjukkan kemungkinan apakah bayi di dalam kandungan mengalami sindrom Down. Tetapi tes ini tidak dapat memastikan atau mendiagnosis apakah bayi tersebut menderita sindrom Down. Tes ini disarankan saat ANC. Tes skrining terdiri dari tes gabungan trimester pertama dan tes skrining terintegrasi. i. Tes gabungan trimester pertama Blood test mengukur kadar protein-A plasma (PAPP-A) dan hormon kehamilan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar abnormal PAPP-A dan HCG mengindikasikan adanya masalah pada bayi.
Nuchal translucency test. Selama tes ini, USG digunakan untuk mengukur area dibelakang leher bayi. Ketika ada kelainan, adanya cairan yang lebih banyak dari biasanya dan cenderung terkumpul di jaringan leher. ii. Tes skrining terintegrasi Tes ini dilakukan saat trimester pertama dan kedua kehamilan. Saat trimester pertama mengukur PAPP-A dan ultrasound untuk mengukur nuchal translucency. Pada trimester kedua mengukur kadar zat kehamilan : alfa fetoprotein, estriol, HCG, dan inhibin A. b. Tes Diagnostik Tes diagnostik dapat mengidentifikasi atau mendiagnosis apakah bayi menderita sindrom Down. Jika hasil tes positif maka dianjurkan melakukan tes lainnya untuk konfirmasi diagnosis. i. Chorionic villus sampling (CVS) Sel diambil dari plasenta untuk menganalisis kromosom janin. Tes ini dilakukan pada trimester pertama kehamilan, antara minggu ke 10 dan ke 13. Risiko keguguran dari menjalani CVS ini sangat rendah. ii. Amniocentesis Sampel air ketuban diambil menggunakan jarum yang dimasukkan ke uterus ibu. Sampel ini kemudian digunakan untuk menganalisis kromosom janin. Biasanya dilakukan pada trimester kedua, setelah 15 minggu kehamilan. Setelah lahir, diagnosis awal sindrom Down sering didasarkan pada penampilan bayi. Namun untuk memastikannya bisa dilakukan tes kariotipe kromosom menggunakan sampel darah. Jika terdapat tambahan kromosom 21, maka diagnosisnya adalah sindrom Down. (Mayo Clinic. Down Syndrome. 2018. [online] Available at : https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/down-syndrome/diagnosistreatment/drc-20355983 [Accessed 31 Maret 2019].)
13.
TATALAKSANA Perawatan anak sindrom Down, kompleks karena banyaknya masalah medis dan psikososial, baik yang timbul segera atau jangka panjang. Manajemn kesehatan, lingkungan rumah, pendidikan, dan pelatihan vokasional, sangat berpengaruh terhadap fungsi anak dan remaja sindrom Down dan membantu proses transisi ke masa dewasa. a. Pranatal Hal-hal yang perlu didiskusikan antara dokter dan keluarga antara lain adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium masa prenatal dan pencitraan pada bayi yang mengarah pada diagnosis. 2. Mekanisme munculnya kelainan pada bayi dan kemungkinan berulangnya kejadian sindrom down
14.
PROGNOSIS Empat puluh persen kasus dengan sindrom down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun. Berbagai faktor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down, yang terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan yang mengakibatkan 80% kematian, terutama pada 1 tahun pertama kehidupan. Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup adalah meningkatnya kejadian leukimia, yakni sekitar 15 kali dari populasi normal. Timbulnya Alzheimer yang lebih dini pada kasus ini akan menurunkan harapan hiduo setelah umur 44 tahun. Anak dengan sindrom Down juga rentan terhadap infeksi. (Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2012. h. 492.)
ANALISIS KASUS Pasien bernama CDA, anak perempuan, usia 3 tahun 10 bulan datang ke poli RSMH dikarenakan anak belum bisa mengangkat kepala. Anak sudah dapat berjalan dengan lancar. Bicara belum lancar namun ibunya paham apa yang anaknya maksud. Anak sudah mengerti perintah, tetapi belum dapat menyebutkan benda. Anak bisa bergaul dengan orang lain. Anak bisa menghitung satu sampai tiga. Anak sudah bisa membuat menara dari kubus. Dari pemeriksaan fisik wajah tampak dismorfik, hipertelorisme, low set ear, protruding tounge, flat nose, makroglosi, dan head lag. Ibu menderita kista sebelum hamil anak ke-3. Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan, dan asuhan sampai saat ini tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni penilaian KPSP didapatkan skor 5 berarti terdapat kemungkinan penyimpangan dan M-CHAT.